Anda di halaman 1dari 17

BIOEKONOMIKA RUMEN

Oleh

Dr. Ir. Gustaf oematan, M.Si

1. PENDAHULUAN

Sistem pencernaan terdiri atas suatu saluran muskola membranosa yang terentang
dari mulut hingga ke anus, dengan berbagai fungsi untuk memasukan makanan,
menggiling, mencerna dan menyerap makanan, kemudian mengeluarkan sisa
pencernaannya melalui alat eksresi. Melalui sistem pencernaan, pakan yang dimakan
dapat diubah menjadi zat-zat makanan yang lebih sederhana, selanjutnya akan diserap
dan digunakan sebagai sumber energi untuk membangun senyawa-senyawa lain untuk
kepentingan metabolisme. Sistem pencernaan merupakan bagian yang sangat hakiki
dalam menunjang bioekonomika rumen. Untuk itu dalam pengkajian bioekonomika
rumen perlu adanya pemahaman yang jelas tentang sistem pencernaan itu sendiri.
Dalam bab ini akan disajikan menyangkut, anatomi saluran pencernaan,
perkembangan retikolu-rumen dan perkembangan perut depan, histologi jaringan rumen
dan kontraksi rumen, kondisi yang terjadi di dalam rumen dan fungsi rumen sebagai
tempat prose fermentasi, faktor-faktor yang mempengaruhi ruminasi pada ternak
ruminansia, sistem pencernaan, keuntungan dan kerugian sistem pencernaan, fungsi
berbagai kompartemen mulai dari mulit kelenjar saliva, pharynx, lambung, rumen,
omasum,abomasum, usus halus), hal yang terjadi pada saat terjadi eruktasi gas pada
ternak ruminansia.

2. Anatomi Saluran Alat Pencernaan

Alat pencernaan (apparatus digestorius) terdiri atas organ-organ yang secara


langsung melaksanakan penyediaan, pencernaan dan mengabsorpsi untuk selanjutnya
diteruskan oleh darah ke dalam organ tubuh lainnya. Sebahagian bahan-bahan yang tidak
diabsorpsi dikeluarkan melalui anus. Organ-organ ini terdiri atas 2 kelompok yakni (1)
saluran pencernaan (tractus alimentarius) dan (2) organ-organ pelengkap.
Alat pencernaan merupakan suatu saluran yang membentang dari bibir sampai anus.
Saluran ini sepenuhnya dilapisi membran mukosa (tunica mucosa) di bagian dalamnya

1
dan di bagian sebelah luar mukosa dilapisi urat daging. Bagian saluran yang terdapat
dalam rongga perut sebagian besar ditutupi oleh membran serosa yang disebut
peritonium. Saluran pencernaan berturut-turut terdiri atas: mulut (cavum oris), pharynx,
oesophagus, lambung (ventriculum), usus halus (intestinum tenue) dan usus besar
(intestinum crassum) dan organ-organ pelengkap terdiri atas: gigi (dentes), lidah (lingua),
kelenjar saliva, hati (hepar) dan kelenjar pankreas.
Berdasarkan susunan alat pencernaan, hewan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
ruminansia dan non ruminansia. Ruminansia seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dll,
adalah ternak jamak yang terdiri atas rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Non
ruminansia seperti kuda, babi, kelinci, anjing, kucing, dll adalah termasuk hewan yang
mempunyai lambung tunggal atau lambung sederhana. Susunan alat pencernaan bagian
depan itulah yang membedakan antara ternak ruminansia dengan ternak non ruminansia,
sedangkan mengenai saluran pencernaan bagian belakang relatif sama.
Tractus digestivus pada ruminansia umumnya memiliki ruang mulut yang pendek
dan lebar, bibir relatif tidak mudah bergerak dibandingkan dengan carnivora. Mukosa
mulut mempunyai papilae conicae disekitar sudut mulut dan paralel dengan gigi
premolar dan molar. Gigi Incisor untuk merenggut makanan dan gigi Premolar dan Molar
untuk mengunyah makanan yang sangat besar peranannya pada saat ruminasi.

3. Perkembangan Retikulo Rumen Periode Prenatal

Perkembangan janin ternak ruminansia sebelum lahir, sama halnya dengan janin
ternak yang memiliki perut tunggal (monogastrik) yakni menggunakan karbohidrat
sebagai sumber energi utamanya. Selama dalam kandungan, glukosa, fruktosa, dan asam-
asam amino dipergunakan untuk pertumbuhan. Penampilan gen pada periode ini sangat
berhubungan dengan perkembangan sistem indokrin janin tersebut. Sistem indokrin akan
mensekresikan hormon-hormon yang sangat diperlukan bagi perkembangan normal
berbagai jaringan. Janin ruminansia mulai menghisap cairan amniotik, jadi pada saat
lahir, janin mempunyai instink untuk menyusu. Cairan amniotik bergerak melalui
reticular groove dari oesophagus dan saluran omasal menuju omasum. Sesudah lahir,
mekanisme ini berlanjut hingga ruminansia tersebut sanggup memanfaatkan pakan serat.

2
4. Perkembangan Perut Depan Ruminansia

Pada saat lahir, perut ruminansia (rumen, retikulum dan abomasum) terus
berkembang dan mengalami perubahan besar sampai benar-benar berfungsi. Proses
pencernaan ternak ruminansia pada saat lahir mendekati hewan monogastrik (omnivora).
Sebagian besar perutnya berupa perut sejati (abomasum). Pada saat tersebut rumen amat
kecil, kemudian berkembang dengan pesat sehingga kapasitasnya 4 – 6 kali lebih besar
dari kapasitas abomasum. Pada anak domba tahap transisi tersebut dimulai pada umur 3
minggu dan berakhir sekitar umur 9 minggu. Sedangkan pada anak sapi, fase ini mulai
pada umur 5 minggu dan berakhir pada umur 12 minggu. Pada masa tersebut, pola
metabolisme karbohidrat berubah. Penggunaan karbohidrat mulai hilang, dan proses
glukoneogenesis mulai muncul. Dengan berkembangnya fungsi rumen maka aktifitas
heksokinase usus mulai berkurang dan bersamaan dengan itu terjadi penurunan kadar
glukosa darah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan rumen adalah: (1) makanan,
yang merupakan stimulus fisik bagi perkembangan rumen. Makanan kasar tersebut
merupakan perangsang bagi pertumbuhan papillae rumen dan (2) produk fermentasi,
asam lemak terbang (Volatile Fatty Acid = VFA) merupakan perangsang kimia bagi
pertumbuhan papillae rumen. VFA dimetabolisasikan oleh papillae rumen, sehingga
mempercepat terjadinya pencernaan fermentatif dalam rumen. Adanya absorpsi asam
lemak terbang dengan urutan efektifitas sebagai berikut: butirat, propionat dan asetat.
Butirat diubah menjadi badan keton seperti D (-) B-hidroksi butirat dan aseto asetat.
Propionat akan dimetabolisis sampai tingkat tertentu dengan disertai pembentukan L-
laktat dan piruvat
Perubahan lain yang terjadi pada ruminansia sejak lahir sampai dewasa adalah : (1)
sumber energi. Pada saat lahir sumber energi sebagian besar berupa glukosa dan lemak,
sedangkan pada saat dewasa berupa VFA, (2) kegiatan enzim glikogenolisis ruminansia
muda lebih tinggi dari pada hewan dewasa. Sebaliknya pada hewan dewasa kegiatan
enzim glukoneogenelisis lebih tinggi daripada hewan muda, (3) enzim-enzim peptidase
pada saat lahir rendah kegiatannya, akan tetapi renin dan pregastric esterase lebih tinggi
kegiatannya daripada hewan dewasa, (4) enzim-enzim peptidase, selulase dan urease
dalam rumen hewan dewasa lebih banyak dan lebih tinggi aktifitasnya, (5) kadar asam

3
lemak esensial umumnya lebih rendah pada ruminansia muda dan (6) kadar glukosa
darah turun dari 100-110 mg% pada ruminansia muda menjadi 40-60 mg% pada
ruminansia dewasa.
Perkembangan kapasitas perut ruminansia sejak lahir hingga dewasa mengalami
perubahan besar seperti tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Kapasitas Perut Ruminansia ( % )

Jenis Ternak Umur


0 1 2 3 4 6 8
Sapi : Bulan
Reticulo-rumen 38 52 60 64 67 64 64
Omasum 13 12 13 14 18 22 25
Abomasum 49 36 27 22 15 14 11
Domba : Minggu
Reticulum 8 8 8 10 11 11 10
Rumen 14 23 29 46 44 60 64
Omasum 8 6 5 6 5 5 5
Abomasum 63 60 40 32 29 28
Sumber : Church (1970) dalam Sutardi (1977)
5. Histologi Jaringan Rumen
Pada permukaan bagian dalam epitel rumen terlihat berpapila, bersisik, berlapis-
lapis, berkeratin lunak dan dilapisi mukopolisakarida. Epitel tersebut bukan berfungsi
sebagai kelenjar dan tidak memiliki fungsi sekresi, namun dapat mencerna bahan kasar
dalam ingesta. Papila mempunyai lapisan dasar yang diikuti lapisan stratus spinosa,
stratus granulosa dan lapisan terluar yaitu stratus corneum. Asam-asam lemak terbang
yang merupakan 60% konsumsi energi tercerna, secara konstan masuk melalui dinding
rumen. Permukaan epitel mengandung metakondria yang membantu transportasi dan
metabolisme dalam sel. Pada bagian luar sel-sel basal terdapat juluran menyerupai
mikrovilus yang memperlancar masuknya cairan terabsorpsi ke dalam kepiler-kapiler
melalui jaringan pembuluh yang luas. Kapiler-kapiler tersebut dilapisi epitel
berversiclepinocytotic untuk absorpsi. Pada hewan ruminansia muda yang hanya
menerima makanan cair, perkembangan rumennya tidak normal. Dinding rumen menjadi
kecil dan lebih tipis dan papila rumen tidak berkembang. Jika diberikan pakan kering,
maka ukuran rumen, pertumbuhan jaringan dan perkembangan papillae berjalan cepat.

4
Selain itu badan papillae dan vacuola paranucleus yang berfungsi mengabsorpsi larutan
akan tumbuh di dalam mukosa berikutnya.
Struktur ultra epitel rumen terdiri dari membran dasar yang terletak antara
epitelium dan jaringan ikat. Kapiler-kepiler darah terletak di bawah membran dasar. Pada
sambungan antara sel-sel basal dan membran dasar banyak terdapat juluran yang
menyerupai jari sitoplasma berbentuk panjang langsing. Juluran ini merupakan lipatan
bagian dalam membran plasma yang menyebul keluar dalam ruangan antar sel. Ruangan
antar sel membantu fungsi absorpsi epitelium, memungkinkan difusi air dan larutan
secara bebas melalui peningkatan permukaan sel epitelium sampai sel basal .
Aliran darah dalam rumen meningkat dengan adanya absorpsi asam lemak
terbang. Peningkatan tersebut efektif dengan urutan sebagai berikut: butirat, propionat
dan asetat. Sebagian asam lemak terbang dimetabolisis dalam dinding rumen dan
hasilnya menstimulir perkembangan papila rumen, sehingga menambah luas permukaan
untuk absorpsi. Butirat diubah menjadi badan keton seperti D (-)  -hidroksi butirat dan
aseto asetat. Dari jumlah total yang terabsorpsi, 50% butirat dan 30% asetat dimetabolisis
dalam dinding rumen (pada sapi). Propionat dimetabolisis sampai tingkat tertentu dengan
disertai pembentukan L-laktat dan piruvat.

6. Kontraksi Rumen

Kontraksi rumen pada ternak ruminansia dilakukan melalui 2 tipe kontraksi


yakni : kontraksi tipe A, dimulai oleh kontraksi double retikulum dan disusul oleh
kontraksi ventro-cranial sacus, bagian dorsal dan bagian ventral. Kontraksi retikulum dan
bagian ventro-cranial mendorong digesta ke caudo-dorsal, kontraksi bagian dorsal (atas)
mendorong kebawah (ventral), kontraksi bagian ventral ke dorsal. Dengan demikian
digesta menjadi teraduk.Tujuan kontraksi ini : (a) mengaduk, (b) inokulasi oleh mikroba,
(c) passage dan (d) penyerapan oleh mucosa rumen. Frekuensi kontraksi tipe A: 1,4
kali/menit pada saat makan, 1,1 kali/menit pada saat ruminasi dan 0,9 kali/menit pada
hewan yang dipuasakan.
Kontraksi rimen tipe B terjadi secara sporadis dan arahnya berlawanan dengan
kontraksi rumen tipe A. Jadi kontraksi tipe B tidak ada hubungan dengan kontraksi
retikulum dan pergerakan ke arah muka. Kontraksi mulai dari kantong ventral dan
bergerak ke bagian atas muka kantong dorsal. Tujuan dari kontraksi ini adalah eruktasi
gas sebagai suatu refleks yang dikoordinasikan melalui vagus dan syaraf pusat eruktasi

5
dan distimulasi oleh tekanan dari dalam rumen. Ruminasi terjadi selama kontraksi type
A, ketika kontraksi awal dari retikulum memaksa ingesta membuka oesophageal ke
dalam retikulo-rumen. Ketika mengisap udara glottis tertutup menyebabkan tekanan
bagian dalam thoraks menurun dan karena itu hubungannya dengan relaksasi dari spincter
pharyngeal oesophageal dan kontraksi rumen memaksa bolus digesta masuk ke dalam
caudal oesophagus. Kemudian dengan gerakan anti perostaltik digesta didorong ke mulut.
Faktor yang mempengaruhi kontraksi rumen adalah: (1) distensi sekitar reticulo-
ruminal fold dan ventral oranial sacus. Distensi antara 4 – 20 mm Hg merangsang
kontraksi, diluar selang tersebut menghambat, (b) pH abomasum. Jika pH abomasum
kurang dari 2, kontraksi rumenakan bertambah frekuensinya, (c) kadar glukosa darah.
Pada kondisi Hypoglycemia akan merangsang kontraksi.
7. Kondisi Rumen
Kondisi dalam rumen ternak ruminansia bersifat anaerobik dan mikroorganisme
yang sesuai dapat hidup dan ditemukan di dalamnya. Sehingga rumen dapat dikatakan
sebagai suatu media fermentor yang memungkinkan microorganisme dapat melakukan
proses fermentasi.
Rumen dapat melakukan fungsinya yang begitu kompleks disebabkan oleh
beberapa faktor yakni :
1. Volumenya yang besar, dapat mencapai 300 liter (80-an % dari volume lambung
secara keseluruhan).
2. Adanya microorganisme yang hidup dalam rumen (bakteri = 10 12 bakteri per g isi
rumen, protozoa = 106 sel/mi cairan rumen dan jamur = 10 5 koloni/ml cairan rumen)
yang dapat mencerna dan dapat memetabolisir zat makan dalam rumen.
3. Adanya beberapa faktor yang memungkinkan proses fermentasi terjadi secara efektif
dan adanya kelestarian dalam rumen yakni:
 Kondisi rumen yang mendekati anaerobik, menyebabkan potensial oksidasi dan
reduksi (redox) sangat rendah (Eh = -100 sampai – 400 mV). Fase gas tersusun
dari karbon dioksida (50 – 70%) dan sisanya merupakan methan (CH 4). Selama
makan hanya sedikit oksigen terbawa ke dalam rumen bersama makanan dan
dengan cepat sekali dimetabolisis.

6
 Mikroorganisme dalam rumen selalu memperoleh suplai makanan dari pakan
yang dikonsumsi ternak induk semang. Dengan demikian laju pengosongan
rumen diatur, sehingga setiap saat selalu ada isinya (makanan + mikroba),
walaupun hewan lama menderita kelaparan.
 Adanya sekresi saliva yang berfungsi sebagai buffer dalam mempertahankan pH
dalam rumen mendekati netral (6,5 - 7,0) sehingga menstabilkan jumlah cairan
dan konsentrasi ion dalam rumen seperti kadar ion HCO3 dan PO4
 Adanya proses mastikasi oleh ternak sehingga makanan yang telah disalurkan ke
dalam rumen, lebih terbuka untuk diserang oleh mikroorganisme rumen.
 Kesempatan untuk terjadi proses fermentasi cukup besar karena makanan cukup
lama tinggal di rumen.
 Temperatur dalam rumen yang konstan yakni 38 – 42 OC dan tekanan osmatik (h)
kurang lebih tetap.
 Penyerapan hasil-hasil fermentasi oleh dinding rumen maupun adanya eruktasi
gas menghindarkan terjadinya penimbunan hasil fermentasi sehingga tidak
menghambat kerja enzim pencernaan.
 Gerakan retikulo-rumen yang teratur memungkinkan lancarnya pencernaan.
 Kontraksi rumen menambah frekuensi kontak antara enzim dengan makanan.
 Bahan makanan yang tidak dapat dicerna akan disalurkan ke organ pasca rumen.
8. Ruminasi pada Ternak Ruminansia
Konsumsi pakan bagi ternak ruminansia merupakan salah satu indikator terbaik
untuk mengevaluasi pakan yang dikonsunsumsi oleh ternak, yang diekspresikan dari
produktifitas yang ditampilkan. Jika ternak ruminansia dibiarkan untuk merumput secara
bebas di tempat penggembalaan yang mempunyai kualitas padang yang baik, maka
ternak sapi akan merumput 540-720 menit per hari dengan frekuensi senggutan sebanyak
6000 kali dalam waktu 24 jam . Bagi ternak yang diberikan pakan dalam kandang maka
ternak akan merumput menyenggut sebanyak dua kali lipat , sedangkan kunyahan
ruminasinya kurang lebih sama. Sedangkan bagi ternak yang diberikan makanan hijauan
legum dan non legum akan memakan 3 – 4 persen atau rata-rata 3,5 persen bahan kering
berdasar berat badan hidup.

7
9. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia
Proses pencernaan adalah serangkaian proses yang terjadi dalam alat-alat
pencernaan hingga memungkinkan berlangsungnya penyerapan dan metabolisme zat-zat
makan dalam tubuh ternak.
Pada prinsipnya, sistem pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis
(dalam mulut), fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) dan
hidrolitis (oleh enzim-enzim pencernaan hewan induk semang), oleh karena itu ternak
ruminansia mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mencerna pakan serat
dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Kemudian yang membedakan proses
pencernaan ternak ruminansia dengan ternak monogastrik adalah proses pencernaan yang
terjadi dalam perut depan (fore stomach) khususnya dalam rumen. Sedangkan pencernaan
mulai dari lambung sejati terus terus ke belakang, praktis sama untuk kedua golongan
ternak tersebut.

10. Keuntungan dan Kerugian Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Kapasitas dan proses pencernaan ternak ruminansia sangat berbeda dengan ternak
yang lain. Rumen ternak ruminasia berada sebelum usus halus, hal ini memberikan
keuntungan sekaligus kerugian. Keuntungannya adalah: (1) dapat mencerna pakan serat
karena di dalam rumen tersedia microorganisme dalam dan variasi yang cukup besar, (2)
dapat menggunakan Non Protein Nitrogen, (3) produk fermentasi dapat disajikan ke usus
halus sebagai alat penyerapan utama dalam bentuk lebih mudah diserap, (4) dapat dengan
cepat menampung makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini merupakan salah
satu strategi makan ternak ruminansia karena tidak memiliki alat pembelaan diri serangan
predator. Namun kerugiannya adalah: (1) banyak energi yang terbuang dalam bentuk gas
metan (6-8 persen) dan panas fermentasi (6,5 persen), (2) protein yang bernilai hayati
tinggi mengalami degradasi menjadi NH3 dan (3) produk fermentasi berupa asam lemak
terbang yang bersifat ketogenik sehingga mudah mengalami ketosis (senyawa keton
dalam darah meningkat). Hal ini sering terjadi pada ternak ruminansia bunting.

8
11. Fungsi Berbagai Kompartemen Saluran Pencernaan

11.1. Mulut

Pada mulut terdapat terdapat bibir, lidah, langit-langit dan gigi yang merupakan
organ yang penting dan berfungsi untuk proses pengolahan pakan secara mekanis. Ternak
ruminansia (sapi, kerbau) bagian bibir relatif tidak mobil sedangkan untuk domba dan
kambing bibirnya mobil karena mempunyai cela pada bagian atas mulut yang berguna
untuk melewatkan rumput, sehingga ternak domba dan kambing lebih selektif dalam
memilih pakan dibandingkan dengan ternak kerbau atau sapi. Ruminansia tidak memiliki
gigi taring oleh sebab itu, ruminansia bukan merupakan pemakan daging (carnivora).
Adanya gigi adalah penting untuk mengunyah pakan yang masuk ke dalam mulut
selanjutnya pakan yang dikunyah didorong masuk ke oesophagus dengan gerakan
peristaltik, kemudian diantarkan ke bagian lambung yakni retikulum-rumen. Pada ternak
yang masih muda cairan yang diminum dengan cara menyusu pada puting , air susu akan
masuk terus ke retikum omasal melalui oesophagus groove. Gerakan dari bibir
oesophagus groove, dilatasi dari reticulum omasal dan membukanya saluran omasum
menyebabkan cairan langsung masuk ke dalam abomasum.

11.2. Kelenjar dan Sekresi Saliva (salivary Secretion)

Kelenjar saliva pada ternak ruminansia terdapat 3 pasang yaitu:


1. Kelenjar parotis (Glandula parotideae), yang memanjang dari dasar telinga sampai
ujung belakang mandibula.
2. Kelenjar sub maxillary (Glandula mandibularis), yang terdapat pada dasar maxila dan
mandibula.
3. Kelenjar sub-lingual (Glandula sub-lingualis) yang terdapat di bawah lidah. Selain itu
masih ditemukan pula kelenjar-kelenjar lain seperti : dorsal buccal terdapat pada
langit-langit keras dan empuk, medial buccal dan ventral buccal, keduanya terdapat di
bagian dalam pipi, kelenjar labial pada sudut-sudut rongga mulut dan kelenjar
pharyngeal.
Pada ternak ruminansia, sekresi saliva tidak diatur oleh perangsang psikologis.
Saliva dihasilkan terus menerus sehingga ruminansia menghasilkan saliva demikian
banyaknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi saliva pada ruminansia adalah

9
kegiatan mastikasi atau pengunyahan, kecepatan makanan (eating rate), kadar air
makanan, derajat kekerasan makanan dan faktor genetik. Komposisi saliva terdiri dari
99% air dan minimal 1% glikoprotein dan mineral.
Saliva pada ternak ruminansia berbeda dengan ternak lain dan manusia. Saliva pada
ternak ruminasia memiliki beberapa kekhasan yakni :
 Lebih alkalis (ph 8,2), fungsinya untuk menetralkan asam-asam yang dihasilkan
dalam proses fermentasi.
 Dihasilkan secara kontinue (75 –125 L/hari pada ternak sapi, 5 – 15 L/hari pada
ternak domba.
 Sekitar 70 % nitrogen saliva terdiri dari urea, sehingga bersifat encer sedangkan untuk
ternak monogastrik bersifat lendir dan lebih kurang 75 % bahan keringnya terdiri atas
bahan organik. Bahan organik ini kaya akan Non Protein Nitrogen (NPN).
 Saliva isotonis dengan darah, bedanya dengan ternak lain, saliva ternak ruminansia
banyak mengandung komponen buffer (bikarbonat dan fosfat).
 Saliva ternak ruminansia tidak mengandung enzim amilase/phyaline tetapi
mengandung “pregastik esterase” yang berfungsi untuk merombak triglyserida asam
butirat. Enzim tersebut biasanya terdapat pada anak maupun hewan dewasa.
 Pada Tabel 2. Berikut dapat membandingkan komposisi saliva dengan serum darah.
Tabel 2. Komposisi Saliva Ternak Ruminansia.
Parameter Na+ K+ Ca++ Mg++ Cl- HCO3- HPO4=
---------------------------meq/L------------------------------

Perotid saliva 150,0 10,0 0,3 0,3 16,0 100,0 50,0


Serum darah 150 9,0 0,5 1,5 105,0 25,0 1,6

Kadar kation Na+ dan K+ berbanding terbalik. Jika tubuh kekurangan Na +, maka
K+ akan naik. Hal ini diatur oleh hormon aldosterone dan cortico-sterone.sebagai mineral
corticoin yang mengatur mineral.
Saliva pada ternak ruminansia memiliki fungsi yang cukup penting yakni sebagai:
1. Lubrikan (pelumas)
Sebagai pelumas saliva membatu melumaskan pakan yang dikonsumsi ternak pada
saat terjadi proses pencenaan secara mekanis (pengunyahan) di dalam mulut.

10
2. Ekonomi air
Dalam hal ekonomis air, antar ruminansia memiliki perbedaan dalam hal kebutuhan
akan air. Ada ternak ruminansia yang tahan terhadap kering/panas dan tidak tahan
terhadap kondisi panas (memiliki osmoregulator yang rendah). Hewan yang
mempunyai osmoregulator yang rendah (kerbau, sapi perah) akan membutuhkan air
yang lebih banyak untuk kebutuhan hidupnya. Sebaliknya ternak ruminansia yang
memiliki osmoregulator yang tinggi (domba, kambing) akan membutuhkan air yang
lebih sedikit untuk kebutuhan hidupnya. Osmoregulator mempunyai hubungan
dengan pengaturan suhu tubuh. Ternak kerbau tidak tahan terhadap panas (ternak
equatic) sehigga membutuhkan air yang lebih banyak untuk menurunkan suhu
tubuhnya. Antara bangga sapi juga terjadi perbedaan dalam hal penggunaan air,
misalnya untuk sapi indicus dan sapi eropa berbeda.
3. Ekonomis Nitrogen.
Dengan adanya saliva yang dihasilkan terus menerus, ruminansia dapat menghemat
penggunaan nitrogen. Nitrogen yang diserap rumen dan usus dapat kembali ke dalam
rumen melalui saliva dan juga darah. Dengan kata lain, pada ruminansia terdapat
pendauran ulang nitrogen ( N recycling ). Saliva yang disekresikan secara terus
menerus juga sangat memberikan keuntungan pada ternak untuk memanfaatkan pakan
berkualitas rendah yang lebih baik.
4. Larutan penyangga (buffer)
Adanya pH dalam rumen tetap mendekati netral selanjutnya akan menstabilkan
jumlah cairan dan konsentrasi ion dalam rumen.
5. Homoestatis Na +
Saliva akan berfungsi sebagai homoestatis kation natrium sehingga rumen tetap
berada dalam kondisi yang mendukung aktivitas mikroba rumen.
6. Mencegah Kembung Perut (bloat)
Saliva akan tetap menjaga kondisi rumen agar tetap berkontraksi sehingga menghidari
terjadinya kembung perut (bloat).
7. Sumber nitrogen mikroba.
Saliva yang disekresikan secara terus menurus akan membantu menyediakan nitrogen
yang terdapat pada saliva untuk kebutuhan mikroba rumen.

11
8. Sumber enzim pregastrik esterase
Saliva ternak ruminansia mengandung enzim “pregastik esterase” yang berfungsi
untuk merombak triglyserida asam butirat.

11.3. Pharynx

Pharynx pada ruminansia ukurannya pendek dan lebar. Oesophagus dapat dikatakan
sebagai saluran penghubung antara pharynx dan ruminoretikulum yang merupakan
saluran untuk menelan makanan dan mengembalikan makanan dari rumen ke mulut.
Oesophagus mempunyai bagian-bagian yang berurat daging melingkar sehingga
membentuk cincin. Bagian ini disebut sphincter. Kontraksi dan relaksasi sphincter dapat
menutup dan membuka oesophagus. Sphincter oesophagus ada 3 buah : pharyngo –
oesophagealis, diaphragmatica dan cardialis. Sphincter berperanan penting dalam
membantu proses regurgitasi dan eruktasi.

11.4. Lambung

Lambung ruminansia terbagi menjadi empat bagian yaitu: retikulum (perut jala),
rumen (perut beludru), omasum (perut buku) dan abomasum (perut sejati). Secara
fisiologis retikulum dan rumen sering disebut sebagai organ tunggal dengan sebutan
retikulorumen. Dalam retilukorumen terdapat mikroba yang berfungsi untuk
melaksanakan fermentasi, sintesa vitamin, sumber zat makanan bagi ternak induk
semang. Perut ruminansia menempati tiga per empat bagian rongga perut (abdomen) dan
ukuran rumen dan retekulum sangat besar, dapat mencapai 15 - 22% dari bobot tubuh
ternak. Jumlah tersebut sekitar 80% dari seluruh volume organ pencernaan ternak
ruminansia.
Tiga kompartemen bagian depan dari lambung tidak berkelenjar sedangkan bagian
terakhir (abomasum) dilapisi mukosa berkelenjar. Permukaan retikulum berkotak-kotak
seperti sarang lebah atau jala, karena itu disebut perut jala. Dengan permukaan yang
demikian retikulum dapat menahan makanan kasar yang dapat ditolak kembali
(diregurgitasikan) ke mulut untuk dikunyah lagi atau ditolak ke dalam rumen untuk
dicerna oleh mikroba. Dalam retikulum dijumpai bahan-bahan bukan makanan yang
tanpa sengaja termakan yang sering dijumpai dalam kantong reticulum sehingga bagian

12
inipun disebut hardwars stamach. Pola fermentasi di dalam organ ini serupa dengan yang
terjadi di dalam rumen.

11.5. Rumen

Rumen merupakan bagian terbesar dari lambung dan langsung menerima makanan
dalam bentuk yang sangat kasar. Permukaannya berpapillae, berwarna hitam sehingga
nampak seperti kain beludru kasar. Oleh karena itu dinamakan perut beludru. Reticulum
dan rumen dipisahkan oleh suatu lipatan sehingga isi rumen dan retikulum dapat
bercampur dengan mudah. Oleh karena itu keduanya dianggap satu kesatuan yaitu
retikolorumen dan kedua perut ini merupakan alat pencernaan fermentatif.
Rumen tersebut menyediakan suatu kondisi yang memungkinkan untuk
perkembangan mikroba rumen. Oleh karena itu di dalam rumen terdapat populasi
mikroba yang cukup besar jumlahnya. Populasi mikroba ini, sangat esensial untuk sistem
alat pencernaan pada ternak ruminansia dalam memanfaatkan pakan serat Pakan yang
dikonsumsi ternak ruminansia dapat dicerna dalam rumen sekitar 50 - 90%. Kemudian
dari aspek pencernaan zat-zat makanan, rumen mempunyai peranan yang cukup besar
yakni sekitar 40-70% dari angka kecernaan bahan organik ransum. Dari keseluruhan
asam lemak terbang yang diproduksi, 85% diabsorpsi, melalui epitelium retikulo rumen.
Tabel 3. Volume Relatif Alat Pencernaan (%)

Spesies Perut Usus Caecum Colon dan Rectum

Sapi 70,8 18,5 2,8 7,9


Babi 29,2 33,5 5,6 31,7
Kuda 8,5 30,2 15,9 45,4

11.6. Omasum

Omasum merupakan lambung ketiga yang ditaburi lamina pada permukaannya


sehingga menambah luas permukaan tersebut. Permukaan omasum terdiri atas lipatan-
lipatan sehingga nampak berlapis-lapis tersusun seperti halaman-halaman buku, maka
dinamakan juga perut buku atau manyplies. Omasum dihubungkan dengan retikulum oleh
sebuah lubang yang dinamakan retikuloomasal. Mulai dari lubang ini, membentang
sampai ke lubang masuk oesophagus ke dalam retikulum terdapat sebuah lekukan,

13
berbentuk seperti selokan air yang dinamakan sulcus oesophgii. Rumen dan omasum
tidak mempunyai hubungan langsung. Dengan adanya sulcus ini digesta halus atau cair
dapat langsung masuk ke dalam omasum tanpa singgah di dalam rumen. Bahkan pada
saat kelahiran dan periode menyusu, sulcus tersebut dapat membentuk sebuah tabung
sehingga air susu yang diminum tidak tercecer ke dalam retikulum dan rumen.
Fungsi utama omasum adalah menggiling partikel-partikel makanan, tempat
penyerapan air, Na dan K, amonia, asam lemak terbang dari aliran ingesta yang melalui
omasum. Sebanyak 10% dari asam lemak terbang yang dibentuk di dalam retikulo rumen
dan omasum, diabsorpsi di dalam omasum. Hanya sekitar 25% K dan Na yang masuk ke
dalam omasum diabsorpsi. Epitelium omasum mensekresikan ion klorida sedangkan
epitelium rumen mengabsorpsinya. Sifat mengabsorpsi air pada omasum diduga
berfungsi untuk mencegah turunnya pH pada abomasum dengan pengenceran.
11.7. Abomasum
Abomasum pada ruminansia merupakan kompartemen ke 4 dari perut depan yang
dapat dianalogkan dengan lambung pada hewan non ruminansia dan merupakan tempat
pertama pencernaan makanan secara kimiawi karena adanya sekresi getah lambung.
Disamping itu, abomasum juga mengatur ingesta. Mukosa perut ini terdiri atas sel - sel
kelenjar yang menghasilkan HCL dan pepsinogen seperti pada mamalia lain. Dalam
rongga perut, abamasum terletak di sebelah kanan bawah, sedangkan omasum di sebelah
kanan atas. Rongga perut sebelah kiri hampir seluruhnya diisi rumen. Sedangkan
organ pencernaan bagian belakang seperti sekum, kolon dan rektum juga terjadi
aktifitas fermentasi.
Keempat bagian lambung ruminansia melekat di dalam serosal, tunika dan
lapisan-lapisan otot serta nervus intrinsic yang terletak diantara bagian-bagian lambung.
Oleh karena itu kontraksi yang terjadi pada satu bagian akan mempengaruhi kontraksi
bagian lainnya. Gerakan-gerakan ini menyebabkan tercampurnya arah bagian belakang
lambung, mengembalikan digesta ke mulut untuk dikunyah kembali (ruminasi) dan
eruktasi gas.
11.8. Usus Halus
Anatomi dan fungsi fisiologis usus halus ternak ruminansia sama dengan spesies
ternak mamalia lainnya. Usus halus mulai phylorus dari abomasum. Bagian pertama

14
disebut duodenum berjalan ke belakang melalui viscera, hati dan ginjal. Di dekat pelvis
disambung oleh jejenum dan baru illeum. Illeum berhubungan dengan colon melalui
ostium leocolica. Dalam usus halus terjadi penyerapan asam-asam amino, VFA, glukosa
dalam jumlah yang sedikit, air dan ion-ion organik.
Usus halus mengatur aliran ingesta ke dalam usus besar dengan gerakan
peristaltik. Di dalam lumen, getah pankreas, getah usus, dan empedu mengubah zat
makanan dari hasil akhir proses fermentasi mikroba menjadi monumer yang cocok untuk
diabsorpsi secara aktif atau secara difusi pasis atau keduanya. Sejumlah enzim proteolitik
seperti tripsinogen, kemotripsin, prokarbaksi peptidase, aminopeptidase pada lumen usus
menghidrolisa protein; lipase usus menghidrolisa lipid, dan amilase dan disakarida
lainnya bekerja pada gula. Sedangkan nucleotidase bekerja pada asam nukleat.
Enterokinase dan gastrin merupakan enzim yang terlibat dalam pengaktifan enzim-enzim
inaktif atau proses-proses sekresi.

11.9. Sekum

Bahan yang tidak dapat dicerna dalam rumen akan mengalami proses fermentasi
kedua di sekum, seperti selulosa, lignin, hemiselulosa, selubiosa, hemiselubiosa akan
difermentasi menjadi asam lemak terbang.
11.10. Colon

Bahan makanan yang masuk ke colon akan mengalami proses penyerapan seperti
air, garam sodium, potasium, asam lemak terbang dan NH3 yang tidak terserap di sekum.

11.11. Anus

Bahan makanan yang tidak dapat dicerna, sisa-sisa enzim pencernaan, reruntuhan
sel mucosa usus, mikroorganisme, sisa hasil metabolisme yang disekresikan ke dalam
saluran pencernaan dari dalam tubuh akan dikeluarkan melaui anus berupa feses.

12. Eruktasi (Pengeluaran Gas )

Eruktasi gas merupakan suatu gelombang kontraksi yang sangat cepat dari kaudal
ke ujung cephalik esophagus, mendorong keluar gas yang terkumpul pada ujung kaudal.
Eruktasi gas bisa bersifat sederhana atau kompleks, hal itu dihubungkan dengan gerakan
ocsilatori esophagus. Kontraksi gelombang bergerak dengan kecepatan 160 cm per detik.

15
Kontraksi ini distimulir oleh distensi gas dalam retikulo rumen. Sebagian gas yang
tereruktasi terhisap ke dalam paru-paru. Bahkan bau gas dapat mencapai ke dalam susu
melalui darah. Pada kondisi kembung (bloat) eruktasi gagal karena kardia tertutup
ingesta, busa atau lendir.

13. Daftar Pustaka

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ternak Ruminansia. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Bergman, E. N. 1983b. The pools of cellular Nutrients: Glucose. In: Riis P.M. 1983.
Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier, New York. p. 173 - 196.

Church, D.C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol. 1.2 nd (Edit)
D. C. Church. Corvallis. 300 pp.

Czerkawski, J. W. 1986. An Introduction to Rumen Studies. Pergamon Press. Oxford


New York, Toronto –Sydney-Frankfurt. Hal. 1-80.

Erdman, R.A. 1988. Dietary buffering requirement of the lactating dairy cows. A
reviews. J. Nutr. 71:3246.

Harmeyer, J., H. Martens., H. Holler. 1974. Incorporation of S-32 by Rumen


Microorganisme in vitro at Various Microbial Growth Rates, Tracer Studies on
Non Protein Nitrogen for Ruminants. II. IAEA, Vienna.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. 2nd. Ed. Academic Press. New York.

Hobson, P. N. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem. Elsevier Applied Science.


London and New York.

McDonald, P., P.A. Edwards and J.F.D.Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition 4 th Ed.
Longmen Scientific and Technical, NY.

Newbold, C.J., and D.G .Chamberlain. 1988. Lipids as rumen defaunating agents. Proc.
Nutr. Soc. 47: 154A

OEmatan, G., T. Sutardi., Suryhadi., dan W. Manalu 1997. Stimulasi Pertumbuhan Sapi
Holstein melalui Amoniasi Rumput dan Suplementasi Minyak Jagung, Analog
Hidroksi Metionin, Asam Folat dan Fenilpropionat. Majalah Ilmiah Nutrisi dan
Makanan Ternak. Buletin Nutrical. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet
Undana. ISSN. : 1410-6191. Vol. I. Nop 1997. Hal. 35-43.

Russell, J.B and .B. Haspell. 1981. Microbial rumen fermentation. J. Dairy Sci. 64: 1153.

16
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu
Ambon, Lembang. Dirjend. Peternakan - FAO.

Wallace, R.J. 1994. Ruminal microbiology, byotecnology, and ruminant nutrition:


progress and problems. J.Anim. Sci. 72 : 2992-3003.

17

Anda mungkin juga menyukai