Anda di halaman 1dari 19

Agama Jain ( Ajaran dan Peraktek Keagamaan )

Agama Jain ( Ajaran dan Peraktek Keagamaan )

A. Pendahuluan

Agama jaina adalah sebuah agama yang sangat kuno di India. Sebagaimana agama Buddha, agama ini menolak
kekuasaan Weda, sehingga Jaina dianggap sebagai pecahan paham Bramanisme. Agama jaina muncul pada zaman Wiracarita atau
pada akhir zaman Brahmana, yang pada saat itu adanya perdebatan yang sengit antara orang – orang yang mempercayai adanya
tuhan dan orang – orang yang tidak mempercayainya.

Agama Jaina adalah agama yang nimoritas, ia hanya tersebar luas di daerah India saja, akan tetapi agama Jaina lebih
dahulu dari agama Buddha. Kedua agama ini merupakan reaksi dari perikeadaan di dalam agama Hindu mengenai masalah
perkembangan ajarannya pada masa belakangan.

Jaina berarti “ Penaklukan ” jadi agama Jaina berarti “ agama Penaklukan ” yaitu penakhlukan kodrat – kodrat syahwati
di dalam tata hidup manusiawi. Pendiri agama Jaina yaitu Nataputta Vardhamana pada abad ke 6SM. Yang di dapatkan dari
panggilan Mahavira yaitu pahlawan besar.

Bagi Jainisme, kehidupan di dunia ini diabadikan atau dibuat kekal oleh peralihan jiwa yang secara hakiki telah membuat
keburukan dan penderitaan. Menurut agama Jaina tujuan dari hidup itu adalah untuk mengakhiri siklus kehidupan atau rangkaian
kelahiran kembali, yang dapat tercapai apabila manusia berhasil memiliki pengetahuan yang benar, pengetahuan yang benar ini
adalah tentang hal – hal yang menyangkut kelepasan.

B. Ajaran Pokok Agama Jaina


Ada beberapa ajaran pokok Jainisme yaitu:
1. Tentang kitab suci
2. Konsep tentang Tuhan
3. Konsep tentang alam
4. Konsep tentang karma, samsara, dan moksa
5. Konsep tentang roh
Di dalam agama Jain ada terdapat beberapa sekte yaitu:
1. Sekte Digambara ( berpakaian langit ). Mengabaikan semua pakaian, sekte ini adalah sekte awal agama Jain, yang mana pada
sekte ini mereka para pendeta Jain menikuti apa – apa yang dilakukan oleh Mahavira yaitu hidup sederhana, dengan cara
melepaskan pakaian dengan tiada rasa malu, dan membunuh rasa lapar dan rasa malu yang ada pada dirinya, karena menurut
agama Jain rasa malu itu adalah dosa jadi bila rasa malu masih ada maka mereka belum dapat sampai pada penyelamatannya.
Tidak seorangpun yang dapat sampai pada penyelamatan selama orang tersebut masih teringat akan malu. [1] Dan menurut agama
Jain bunuh diri adalah suatu yang dianggap sebagai tujuan atau hadih yang hanya diberikan kepada golongan khusus yaitu para
pendeta jain dengan cara berlapar – lapar selama 12 sampai 13 tahun di alam bebas hingga mati.

2. Sekte Sthanakavasi, muncul sebagai sekte yang menolak adanya penyembahan berhala di dalam ajaran Jainisme. Pada sekte ini
mereka menolak adanya penyembahan terhadap suatu benda.

3. Sekte Shvetambara ( berpakaian putih ). Yaitu kelompok yang menolak doktrin dari sekte Digambara dan membuat golongan
sendiri. Dalam kelompok ini mereka menggunakan busana putih, mereka melakukan hal tersebut tidak lain atas ketidak setujuan
mereka atas sekte Digambara tersebut, yang mana para pengikut mereka tanpa menggunakan busana.[2]

1. Kitab Suci
Jainisme mempunyai kitab suci yang bernama Siddhanta yang berarti pembahasan. Kitab suci ini adalah berupa
kumpulan pidato – pidato dan pesan – pesan Mahavira. Pada awalnya pidato dan pesan – pesan ini hanya disebarkan kepada
murid – muridnya kemudian kepada pendeta – pendeta dan sampai ahli ahli ibadah dalam agama jain hanya melalui lisan, karena
takut akan hilang dan tercampur oleh ajaran – ajaran lain maka dikumpulkan pesan – pesan dan pidato – pidato tersebut menjadi
sebuah kitab, sekitar abad ke-4 SM.[3] dan dapat disebut juga sebagai Agamas yang berarti perintah/ajaran. Kitab Jainisme ini di
susun oleh Ardhamagandhi yang terdiri dari 12 bab (Angas), dan pada Angas terakhir yini dibagi menjadi 14 Purwa dan 11 Anga.
Para penganut Jain mereka mempercayai bahwa kitab asli yang dari zaman Thirtankara pertama yaitu terbagi menjadi dua macam
yaitu Purwa dan Anga, yang mana mempunyai 14 Purwa, sedangkan Anga itu sendiri terdiri dari 11 Anga. Dan dari 11 Anga
tersebut mempunyai 45 teks.
Pada pembagian kitab suci di dalam agama Jain terdapat perbedaan dari setiap sekte, seperti sekte Digambara yang
mengakui adanya 80 Angas, sedangkan pada sekte Svetambara mengakui adanya 45 Angas, dan pada sekte Sthanavaksi mereka
hanya mengakui 33 Angas. Terjadinya perbedaan pembagian kitab di dalam setiap sekte, karena adanya perbedaan dari cara
berfikir mereka, ada juga ingin memperbaharui agama tersebut.
Sekte Digambara masih sangat kental dengan ajaran – ajaran yang di bawa oleh Mahavira seperti tidak memakai baju,
tidak memakan makanan yang bernyawa (vegetarian), maka dari itu kitab – kitab mereka itu lebih banyak dari pada sekte – sekte
yang lainnya.
Sedangkan sekte Svetambara adalah sekte yang muncul akibat ketidak setujuan mereka dengan penyembahan kepada
berhala, sekte ini sudah diperbaharui maka dari itu pada sekti ini hanya mempercayai 45 Angas, mereka lebih meminimalisir
ajaran – ajaran yang telah di bawa oleh Mahavira, maka dari itu sekte Digambara mengatakan bahwa sekte Svetambara adalah
sekte sesat yang telah menyimpang dari ajaran – ajaran Mahavira.
Sekte Sthanavaksi adalah sekte modern dalam agama Jain mereka sudah tidak lagi mengikuti ajaran Mahavira yang tidak
berbusana, pada sekti ini salah satu ciri khas mereka yaitu memakai pakaian yang putih. Pada sekti ini kitab yang diakuinya hanya
33 Angas saja karena perkembangan zaman dan perkembangan pemikiran umat jain agar agama yang dianutnya tersebut sesuai
dengan perkembangan zaman.

2. Konsep Tentang Tuhan


Di dalam konsep ketuhanan agama Jain tidak menerima adanya Tuhan, akan tetapi Jain tidak dapat dikatakan sebagai
atheis akan tetapi lebih tepatnya non theis, karena agama Jain ini walau mereka tidak mempercayai adanya Tuhan akan tetapi
mereka mengakui adanya keberadaan yang disebut dengan sang maha kuat, akan tetapi sang maha kuat itu sendiri adalah manusia.
[4] Agama Jain mempercayai bahwa manusia, binatang, dan tumbuh – tumbuhan sudah terdiri dari badan dan ruh. Agama Jain
mempercayai bahwa ruh itu kekal dan mengalami hukum pengembalian kembali dengan sendirinya.
Alasan Jain tidak mengakui adanya tuhan karena mereka menganggap bahwa Tuhan itu tidak penting karena manusia
dengan kekuatannya sendiri pun dapat mencapai kelepasannya. Menurut agama Jain tuhan bukanlah pencipta dan penguasa dunia,
akan tetapi dunia ini sudah ada dengan sendirinya.

3. Konsep Tentang Alam


Di dalam konseep Alam agama Jain mempercayai adanya makhluk hidup, adanya makhluk yang tak hidup, adanya hubungan
dari makhluk hidup dan yang tak hidup. Agama Jain membegi alam menjadi dua kategori yaitu zat yang hidup (jiva) dan yang
tidak hidup (ajiva). Sedangkan ajiva mempunyai lima substansi yaitu Benda (pudgala), Dharma, Adharma, Ruang (akasa), Waktu
(kala).
Dan kelima unsur ajiva itu disebut dengan enam dravya, substansi Dravya adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas
dari unsur – unsur lain. Sedangan unsur lain tidak akan ada tanpa substansi. Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat dari
periuk yang terjadi dari tanah. Jadi, tanah selalu ada dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk tidak dapat
terjadi tanpa tanah.[5]
Substansi jva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan, tidak ada mula dan akhirnya, jadi alam itu tidak ada sebab awal
terjadinya, alam ini sudah ada dengan sendirinya.

4. Konsep Karma, Samsara, dan Moksa


Agama Jain menerima adanya karma dan samsara, yang mana karma yaitu sebab akibat dari perbuatan manusia. Seperti
jika kita berbuat baik maka cepat atau lambat perbuatan baik tersebut akan di balas dengan kebaikan, dan juga sebaliknya jika kita
berbuat buruk maka kita pun akan menerima keburkan lagi. Karma dapat dibersihkan dengan pembersihan jiwa atau yang disebut
dengan “Nijana” karma akan hilang dari jiwa jika proses nirjana tersebut berjalan lancer dan tanpa hambatan.
Karma adalah energy jiwa yang mana dengan energy tersebut menyebabkan penggabungan jiwa dengan benda dan
kekotoran dari jiwa itu. Karma yang menjadi mata rantai dalam kesatuan antara tubuh dan jiwa.
Karma masuk kedalam jiwa melalui perbuatan manusia, maka untuk menahan aliran karma yang lainnya ke dalam jiwa,
seseorang harus menutup saluran yang dapat dilalui oleh karma tersebut dengan cara memperhatikan tubuhnya, cara berbicara,
dan akalnya dengan sunggunh – sungguh. Jadi seseorang tidak diperbolehkan untuk memikirkan dan mengingikan berbuat
kejahatan. Jadi cara untuk menahan aliran tersebut dengan cara asketisme atau meditasi.
Setiap karma memiliki perbedaan dalam memberikan efek dan cara untuk membersihkannya. Karma mempunyai enam
warna atau disebut dengan “lesya”. Warna – warna ini memiliki wataknya masing – masing seperti warna hitam, biru, abu – abu
menunjukan karakter yang jelek sedangkan kuning, merah, putih menunjukan kerakter yang baik.
Proses pembersihan karma disebut nirjana. Jika proses pembersihan ini berjalan secara teratur maka karma akan hilang
dari jiwa, dan jika cara pembersihan ini berhasil terus menerus maka jiwa akan terasa ringan, karena sesunguhnya materi itu berat
sedangkan karma itu adalah materi. Jika jiwa sudah ringan maka jiwa akan melambung terus ke atas menuju puncak alam
semesta, dan di puncak alam semesta (moksa) tersebut adalah tempat tinggalnya jiwa – jiwa yang telah terbebaskan.[6]
Moksa pada agama jain tidak sama seperti hindu yang bersatunya atsman dengan Brahmana. Akan tetapi moksa
dimaknai dengan jwa mencapai kesempurnaan yaitu menemukan kembali hakikatnya sebagai kesadaran murni, pengetahuan yang
tak terbatas, ke kuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan.

5. Konsep Tentang Roh


mahavira mrngajarkan bahwa hanya benda yang hidup yang mempunyai jiwa, tetapi juga semua benda seperti pohon,
air, api dan tanaman juga mempunyai roh.
jiwa, menurut jainisme ada dua macam, yaitu jiwa yang masih terikat keduniawian (samsarin), dan jiwa yang telah
terbebaskan (muktif). Jiwa yang masih terjerat kedunawian adalah jiwa yang masuk ke dalam makluk hidup di dunia dan masih
menjalani siklus kehidupan. Bahkan jika seseorang hidup perbuatanya jahat, dia bukan saja terlahir lagi dengan rupa makluk
hidup, seperti badan babi, ular atau katak, bahkan mungkin dia akan terlahir menjadi wortel, biet, atau bawang.
jiwa yang telah terbebaskan adalah jiwa yang tidak masuk lagi ke dalam siklus kelahiran Jiwa seperti ini telah mencapai
kesucian absolut dan menempati kesempurnaan di puncak alam semesta; tidak lagi berhubungan dengan kejadian-kejadian
duniawi karena telah mencapai nirwana, atau nirviki atau mukti.
C. Praktek Keagamaan

1. Asketisme
Jainisme sangat mementingkan asketisme, yang mana dicontohkan dalam perjuangan rohani Mahavira. Praktek asketik
yang dicontohkan oleh Mahavira itu sangat keras dan ketat. Yang paling utama adalah “jangan membunuh sesuatu yang hidup,
atau melukainya, baik dengan kata – kata maupun pikiran atau perbuatan. Jangan membunuh binatang untuk dimakan, jangan
berburu hewan, memancing ikan, membunuh nyamuk, menginjak cacing, dll, karena mereka memiliki jiwa.

Karena kemampuan manusia itu berbeda – beda dalam menjalankan agamanya maka dibagilah dua golongan yaitu:
golongan khusus dan golongan umum.
1. Golongan khusus yaitu pendeta – pendeta, orang – orang pertapa, yang kuat dan mampu melakukan ritual
pelatihan jiwa yang berat dan melelahkan.
2. Golongan umum yaitu mereka yang tidak melakukan ritual – ritual yang berat akan tetapi berkewajiban
menyanggupi semua ajaran Jainisme dan beretika dengan akhlak dan perilaku orang – orang Jain dan bersedekah kepada para
pendeta.

2. Etika Jain
Etika Jain didasarkan pada tiga mustika jiwa, yang merupakan jalan menuju nirwana, yaitu kepercayaan yang benar,
pengetahuan yang benar, dan kelakuan yang benar. Untuk kalangan pendeta ada lima sumpah yang disebut dengan lima sumpah
agung (mahavrat). Sedangkan untuk kalangan awam lima sumpah tersebut lebih sederhana yang disesuaikan tingkat
keawamannya yang dijabarkan dalam etika sehari – hari yaitu ada 12:

1. Tidak pernah sengaja membunuh makhluk yang berorgan syaraf indra


2. Tidak pernah berbohong
3. Tidak mencuri
4. Tidak berzinah
5. Tidak tamak
6. Menghindari godaan – godaan
7. Membatasi jumlah barang yang digunakan sehari – hari
8. Menjaga hal yang berlawanan dari kesalahan – kesalahan
9. Menjaga periode – priode meditasi yang telah dicapai
10. Mengamati priode – priode penolakan diri
11. Memanfaatkan kesempatan sebagai pendeta
12. Memberi sedekah.

3. Kewajiban Pendeta Jain


Mahavira telah menetapkan lima sumpah yang wajib dilaksanakan oleh para pendeta untuk memperoleh pengetahuan
agung dan kebahagiaan abadi atau nirwana. Kesungguhan menjalankan sumpah tersebut yaitu diksa. Lima sumpah tersebut yaitu:
1. Menghindari menyakitai dan membunuh makhluk hidup
2. Tidak melakukan kebohongan dan selalu melakukan kebaikan
3. Menghindari diri dari mencuri
4. Menghindari perbuatan seksual dan keharusan tidak menikah
5. Menghindari semua keinginan duniawi, khususnya keinginan memiliki peribadi.

Bagi orang awam, kelima sumpah tersebut sangat berat sekali, maka dari itu lima sumpah tersebut dinamakan sumpah
agung (mahavrat). Akan tetapi orang awm pun harus melakukan lima sumpah tersebut tetapi tidak sama halnya dengan kaum
pendeta, orang awam mereka melakukan sumpah tersebut tergantung dengan kondisi keawamannya. Maka dari itu untuk orang
awan disebut dengan sumpah kecil (anuvrata).
Para pendeta yang sudah menetapkan diri untuk melaksanakan sumpah itu maka agar dapat bertahan dalam kondisi itu
harus ditopang tujuh disiplin hidup, yaitu:
1. Harus menjaga asvara/masuknya karma dalam jiwa, yang dilakukan dengan yoga.
2. Untuk menghindari dosa harus memperhatikan 5 samiti, yaitu: berjalan hati-hati, berbicara, mengumpulkan sedekah, mengambil
atau meletakan barang dan mengosongkan tubuh.
3. Memiliki 10 kebajikan tertinggi (utamadharma), yaitu: kesabaran kelembutan hati, ketulusan hati, kesucian, rasa ikhlas,
kesederhanaan, bebas dari duniawi, kemurnian hati.
4. Merealisasikan kehidupan suci yang benar-benar, yang membutuhkan 12 refleksi yang disebut anupreksa (bhavana) yaitu tentang
sifat kefanaan dari semua, ketidak berdayaan manusia, penderitaan didunia,dll.
5. Menjaga jalan hidup yang benar untuk mencapai kesempurnaan hidup.
6. Mengontrol tingkah laku yang terdiri dari 5 tingkatan: menyebabkan dosa, dan tingkatan tertinggi yang mengusahakan hilangnya
karma sebagai langkah awal kebebasan abadi.
7. Para pendeta melakukan kehidupan asketik atau kehidupan sederhana.[7]

4. Ritual
Ada beberapa ritual yang sangat penting bagi agama jain yaitu:
1. Samyika yaitu ritual berlatih ketenangan jiwa dengan cara duduk bermeditasi selama 48 menit
2. Chaturvimshati yaitu pemujaan 24 Tirtankara setelah mencapai sambhav di samayik
3. Vandan yaitu penghormatan kepada para pendeta dan guru
4. Praktikramana yaitu pertobatan dengan mengakui dosa yang telah dilakukan serta menyesalinya
5. Prathyakyana yaitu penolakan kegiatan tertentu untuk mengurangi karma
6. Kayotsarya yaitu meditasi jiwa.

5. Puasa
Puasa dalam agama jain dilakukan pada hari – hari tertentu. Puasa dilakukan sebagi penebusan dosa, membersihkan badan dan
fikiran sebagaimana Mahavira yang meluangkan waktunya untuk banyk berpuasa. Ada beberapa jenis puasa yaitu:
1. Puasa penuh : tidak makan dan minum secara penuh dalam jangka waktu tertentu
2. Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk mencegah lapar
3. Vruti Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan
4. Rasa Parityaga : menghndari makanan yang disukai
5. Puasa Agung : beberapa pendeta jain berpuasa berbulan bulan dalam sekali puasa.

6. Hari – hari perayaan


Ada beberapa festival keagamaan (parvas) dalam jainisme yaitu:
1. Paryushana : festival ini dilakukan pada setiap tahun pemurnian diri dengan cara berpuasa, dalam sekte Svetambara
selama 8 hari dan Digambara selama 10 hari berpuasa.
2. Mahavira Jayanti : ulang tahun Mahavira, yang dilakukan pada hari ke13 dua minggu dari bulan Chaitra sekitar akhir
maret/awal april. Penganutnya berkumpul dikuil untuk mendengarkan dari ajaran Mahavira.
3. Diwali : Peringatan Mahavira mencapai nirwana, yang biasa dilakukan pada bulan oktober/november.
4. Deepavali : “festival cahaya” yang melambangkan kemenangan baik dari yang buruk, lampu yang dinyalakan sebagai
tanda perayaan serta harapan umat manusia, yang biasa dilakukan 5 hari berturut-turut, dan biasa terjadi pada oktober/november.

D. Kesimpulan
Agama jain adalah agama yang terlahir akibat ketidak senangan sistem kasta dan kaum Brahman dalam agama Hindu,
yang pada waktu itu kaum Brahman sangat berkuasa atas persembahan kepada dewa (korban), dan adanya sistem kasta yang
membuat seseorang itu selalu dibatasi untuk melakukan sesuatu, seperti yang hanya dapat membaca kitab hanyalah golongan dari
Brahmana (pendeta) selain itu tidak boleh. Agama Jain sama halnya dengan agama – agama lain, yang memiliki ajaran – ajaran
pokok, seperti tentang kitab suci, konsep tentang Tuhan, konsep tentang alam, konsep tentang karma, samsara, dan moksa, konsep
tentang roh.
Seperti kitab suci Agama Jain yang berupa kumpulan pesan, dan pidato dari Mahavira. Semua pesan dan pidato tersebut
pada awalnya hanya disebarkan melalui lisan saja, akan tetapi seiring berjalannya waktu seluruh pesan dan pidato Mahavira
tersebut dibukukan dan menjadi sebuah kitab suci yang bernama Siddhanta.
Agama Jain tidak menerima adanya tuhan, tetapi mereka masih mempercayai bahwasanya ada sesuatu yang maha kuat,
akan tetapi yang maha kuat yang mereka maksud itu adalah manusia karena manusia lah yang dapat melakukan sesuatu, tanpa
adanya campur tangan dengan yang lainnya untuk mencapai kelepasan.
Sama halnya dengan agama Hindu, agama Jain pun mempunya konsep tentang karma yang mana segala perbuatan itu
pasti akan ada balasannya di dunia atau pun di hari akhir nanti, dan samsara adalah balasan dari perbuatan buruk tersebut, dan
konsep moksa di agama Jain mengambil konsep dari agama Hindu, yang mana harus lah bersih sebelum mencapai moksa, yaitu
dengan cara pembersihan karma yang disebut Nirjana.
Di dalam agama Jain terdapat ajaran – ajaran yaitu yang berupa Asketisme: mengikuti kehidupan Mahavira yang
berperilaku baik, tidak berbohong, tidak memakan makhluk yang bernyawa, dll. Dan hal tersebut menjadi etika dalam agama Jain,
seperti tidak boleh pelit, zinah, berbohong, dll.
Agama Jain mengajarkan pula tentang puasa, dan mereka membagi puasa itu: Puasa penuh : tidak makan dan minum
secara penuh dalam jangka waktu tertentu, Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk mencegah lapar, Vruti
Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan, Rasa Parityaga : menghndari makanan yang disukai, Puasa
Agung yaitu pendeta jain berpuasa berbulan bulan dalam sekali puasa.
Dan ada pula beberapa perayaan di dalam agama Jain ini, paryushana yaitu perayaan yang di lakukan dengan cara
berpuasa, Mahavira Jayanti yaitu perayaan atas kelahirannya Mahavira, Diwali yaitu peringatan akan Mahavira yang mencapai
Nirwana, Deevapali yaitu festival cahaya, yang mana kemenangan atas kebaikan melawan kejahatan.
AGAMA BUDDHA vs AGAMA JAINA
11 September 2013 pukul 16.38
AGAMA BUDDHA vs AGAMA JAINA

Buddhisme dan Jainisme adalah dua agama yg termasuk tradisi Sramana di India yg masih ada sampai sekarang. Jainisme
tetap ada di India (dengan pengikut sebanyak 4 juta orang), sedangkan Buddhisme keluar dari India dan berkembang di
negara2 lain di Asia dan dunia; pada abad ke-20 Buddhisme mulai berkembang kembali di India.

Buddha Gautama dan Mahavira hidup sezaman. Menurut Kanon Pali, Buddha tahu adanya Mahavira dan murid2nya. Dalam
Kanon Pali, Mahavira disebut Nigantha Nataputta.

Agama Buddha dan Agama Jaina mempunyai banyak kesamaan, bahkan banyak istilah yg sama.

Buddhisme membedakan diri dari Jainisme dg mengajarkan sebuah alternatif dari 'asketisme ekstrem'. Pangeran Siddhartha
sendiri, sebelum menjadi Buddha, melakukan berbagai penyiksaan diri dg harapan mencapai pembebasan. Akhirnya
Buddha meninggalkan praktik asketisme ekstrem itu dan mengambil 'Jalan Tengah'. Di dalam Jainisme ada jalan bagi umat
awam yg tidak ekstrem.

Komunitas Jaina terdiri dari rahib (sadhu/sadvhi atau sramana/sramani) dan umat awam (sravaka/sravika). Komunitas
Buddhis terdiri dari rahib (bhikkhu/bhikkhuni) dan umat awam (upasaka/upasika).

Komunitas Jaina sudah ada jauh sebelum komunitas Buddhis berkembang. Ada banyak kesamaan antara ajaran Buddhisme
dan ajaran Jaina. Bahkan Pancasila Buddhis sangat mirip dg lima sumpah utama Jaina. (lihat bawah) Istilah2
seperti Arahat, Nirvana sudah dipakai oleh Jaina sebelum diadopsi oleh Buddhisme.

Buddha dan Mahavira hidup sezaman. Riwayat hidup Mahavira mirip dg Buddha: ia lahir sebagai seorang pangeran,
kemudian meninggalkan istana dan rumah tangganya untuk menjadi petapa pada usia 30 tahun. Ia bertapa selama 12 tahun,
melakukan berbagai asketisme yg ekstrem. Akhirnya ia mencapai pencerahan sempurna.

Tujuan dari praktik spiritual Agama Jaina adalah pembebasan dari roda samsara, yg disebut nirvana atau moksha. Ini dapat
dicapai dengan Ratnatraya (Tiga Permata):
- keyakinan benar (samyak-darshana),
- pengetahuan benar (samyak-jnana),
- perilaku benar (samyak-charitra).

Perilaku benar terwujud dalam lima sumpah utama:


1. Tanpa kekerasan (Ahimsa) - tidak melukai makhluk hidup apa pun;
2. Kebenaran (Satya) - berbicara dengan benar;
3. Tidak mencuri (Asteya) - tidak mengambil apa pun yg tidak diberikan;
4. Selibat (Brahmacharya) - tidak mengumbar kenikmatan;
5. Tidak memiliki/tidak melekat (Aparigraha) - melepaskan diri dari orang, tempat dan benda2 material.
Para rahibnya menaati sumpah ini secara ketat; sedangkan umat awam menaatinya sedapat mungkin.

Vegetarianisme dipraktikkan secara ketat oleh para rahib maupun awam Jaina, tetapi tidak ketat di kalangan bhikkhu dan
awam Theravada. (Vegetarianisme dipraktikkan secara ketat di kalangan bhiksu2 Mahayana.)

Mahavira tidak mengajarkan pemujaan Tuhan Pencipta atau dewa-dewi.

Seperti halnya Buddha Gotama adalah tokoh terakhir dari serangkaian Buddha2 sebelumnya, begitu pula Mahavira adalah
tokoh terakhir dari serangkaian Tirtankhara sebelumnya. Jadi agama Jaina tidak didirikan oleh Mahavira.

Perbandingan ajaran Buddhisme dan ajaran Jainisme:


Buddhis: Pancasila
Jaina: Lima sumpah utama [lihat di atas]

Buddhis: Triratna (Buddha, Dharma, Sangha)


Jaina: Ratnatraya [lihat di atas]
http://en.wikipedia.org/wiki/Ratnatraya

Meditasi Buddhis: samatha & vipassana


Meditasi Jaina: Samayika
http://en.wikipedia.org/wiki/Samayika

Buddhis: 16 tahap pencerahan (vipassana-nyana)


Jaina: 14 tahap latihan (gunasthana)
http://en.wikipedia.org/wiki/Gunasthana

Buddhis: Arahat, Nirvana, Buddha


Jaina: Arahat, Nirvana, Keval/Siddha

Agama Jaina sudah ada ketika Mahavira mulai mengajar, karena Mahavira hanyalah guru terakhir di antara deretan guru
(Tirthankara) Jaina. Udaka Ramaputta, guru Siddhartha Gautama, adalah seorang guru meditasi Jaina.

Baik dalam kitab2 Buddhis maupun kitab2 Jaina terdapat kisah2 tentang debat atau penilaian masing2 pihak terhadap pihak
lain. Kanon Pali menjelek-jelekkan ajaran Nigantha; dan kitab2 Jaina menjelek-jelekkan Buddhisme.

Di dalam kitab Ashokavadana dikisahkan Raja Ashoka menghukum mati beberapa orang Jaina karena membuat lukisan di
mana digambarkan Buddha bersujud di kaki Mahavira.

Pada usia 72 tahun (527 SM), Mahavira meninggal dunia. Ia mencapai pembebasan sempurna, di sebut Siddha. Pada
malam pembebasannya, umat merayakan Festival Cahaya (Dipavali).

KESIMPULAN:
Buddhisme dan Jainisme adalah dua agama yg mempunyai banyak kesamaan. Jadi dapat disimpulkan, apabila dalam
Buddhisme orang bisa mencapai pembebasan/pencerahan, maka dalam Jainisme pun orang bisa mencapai
pembebasan/pencerahan.

**********

PANDANGAN KANON PALI TERHADAP MAHAVIRA (NIGANTHA NATAPUTTA) DAN AJARANNYA

Karena Buddhisme dan Jainisme berkembang di India pada zaman yg sama, maka dapat dipahami bahwa di antara pengikut
kedua agama itu terjadi persaingan ketat, di mana kedua belah pihak saling berdebat, saling merasa benar dan saling
menyalahkan.

Berikut ini beberapa teks dari Kitab Suci (Kanon) Pali yg menggambarkan Nigantha Nataputta dan ajarannya secara negatif:

------------------

[di sini ditampilkan seolah2 Buddha sendiri menjelek-jelekkan Mahavira dan ajarannya di satu pihak, dan memuji2 dirinya
sendiri di lain pihak.]
PASADIKA-SUTTA (Digha Nikaya 39)

Nigantha Nataputta [Mahavira, guru kaum Jaina] baru saja meninggal dunia. Setelah kematiannya, kaum Jaina terpecah
menjadi dua kelompok; kedua kelompok itu saling berdebat dan saling menyerang, masing2 merasa benar sendiri. Bahkan
umat awam merasa tidak senang melihat para murid Mahavira saling menyerang.

Samanera Cunda berkunjung kepada Bhikkhu Ananda. Diceritakannya apa yang dilihatnya kepada Ananda. Ananda
berkata, "Cunda, ini perlu dilaporkan kepada Sang Bhagava. Mari kita pergi kepada beliau."

Maka mereka pergi ke tempat Buddha dan melaporkan peristiwa itu. Buddha berkata:

"Cunda, ajaran ini tidak dibabarkan dg baik, tidak mencerahkan, tidak efektif untuk menenangkan nafsu2, oleh karena
pembabarnya tidak tercerahkan sempurna. ... Dan para muridnya tidak dapat mempraktikkan ajaran itu, mereka
menyimpang darinya. Orang dapat mengatakan kepada mereka, 'Sahabat, gurumu tidak tercerahkan sempurna ... engkau
tidak dapat hidup sesuai dg ajarannya, dan menyimpang darinya, dan engkau tidak akan berhasil.' Demikianlah gurunya
harus disalahkan, ajarannya harus disalahkan. Mengapa? Karena ajaran itu tidak dibabarkan dengan baik, dan gurunya tidak
tercerahkan sempurna.

"Tetapi, Cunda, ada guru yg tercerahkan sempurna; ajarannya dibabarkan dg baik, mencerahkan, efektif untuk
menenangkan nafsu2, oleh karena gurunya tercerahkan. ... Dan para muridnya mempraktikkannya ajaran itu, dan tidak
menyimpang darinya. Orang dapat mengatakan kepada mereka, 'Sahabat, gurumu tercerahkan sempurna, ajarannya
dibabarkan dengan baik. Ikutilah ajaran gurumu, dan engkau akan berhasil.' Mengapa? Oleh karena ajaran yg telah
dibabarkan dg baik, oleh seorang guru yg tercerahkan sempurna, Samma-sambuddha. ...

"Nah, Cunda, aku telah datang ke dunia sebagai Arahat, Samma-sambuddha, Dhamma telah dibabarkan dg baik ...
murid2ku mahir di dalam Dhamma sejati... tetapi sekarang aku telah tua, dan hidupku menjelang akhirnya. ...

"Di antara guru2 yg sekarang ada di dunia, Cunda, aku tidak melihat satu pun yg telah mencapai kemasyhuran dan
mempunyai pengikut seperti aku. Di antara kelompok2 di dunia, aku tidak melihat satu pun yang terkenal dan diikuti dg
baik seperti Sangha bhikkhu-ku. ..."

[..... dst]

--------------

NIGANTHA-SUTTA (AN 10.78)

"Para bhikkhu, kaum Nigantha [Jaina], mempunyai sepuluh sifat yang buruk. Apakah yang sepuluh itu?

"Para bhikkhu, sifat2 kaum Nigantha adalah:


- tidak memiliki keyakinan,
- tidak memiliki sila,
- tidak memiliki rasa malu dan takut,
- bergaul bukan dg orang2 tercerahkan,
- memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain,
- serakah terhadap persembahan,
- melekat dan sukar melepaskan pandangan2nya,
- tak dapat dipercaya,
- pikirannya penuh dengan hal2 tidak baik,
- bersahabat dg orang jahat."
--------------

KESIMPULAN:

Mengingat bahwa agama Buddha dan agama Jaina bersaingan sejak awal, maka dapat dipahami bahwa sutta2 dalam kitab
suci (kanon) Pali tentang Mahavira dan ajarannya --termasuk yang seolah-olah diucapkan oleh Buddha sendiri -- tidak dapat
diandalkan kebenarannya. Sutta2 demikian adalah palsu dan tidak sesuai dengan kebenaran.

Sutta2 demikian harus dilihat sebagai sisipan yg dimasukkan ke dalam kitab suci (kanon) Pali oleh bhikkhu2 penghafal
Tipitaka yg bersaingan dg para rahib pengikut Mahavira.

Agama Sikh
MEI 19, 2013 BY NOVITANURULAINI25
PENDAHULUAN

Sejak awal kehidupan manusia selama berabad-abad tahun lamanya merupakan bukti nyata sejarah peradaban manusia masa lalu
yang bernilai tinggi. Peradaban kuno dalam pembahasan materi sebelumnya, banyak sekali peninggalan yang sangat luar biasa,
seperti kebudayaan, bangunan, ataupun dalam bidang sosial serta agamanya yang mungkin peninggalan-peninggalan tersebut
merupakan bentuk dari implementasi ritual kepercayaan mereka pada saat itu yang telah punah ataupun masih ada yang bertahan
meskipun dalam golongan yang minoritas sebagai suatu studi yang masih diteliti hingga saat ini.

Terkait masalah agama, makalah ini akan membahas mengenai agama Sikh. Sebagaimana kita ketahui, bahwa agama ini muncul
di daratan India, tepatnya di Punjab, yang merupakan negara yang banyak memunculkan agama-agama, khususnya sebagai reaksi
mereka teradap sosial kultural masyarakat India pada masa itu, seperti Hindu, Buddha, Jain, dan sebagainya termasuk yang akan
dibahas dalam makalah ini. Agama Sikh ini muncul tidak seperti kemunculan agama-agama kuno sebelumnya. Agama ini ada
setelah hadirnya agama Hindu dan Islam, lahir dan mulai berkembang bersamaan waktunya dengan kelahiran agama Protestan di
Eropa, tepatnya yaitu pada akhir abad ke-19 M. Sehingga konsep ajaran agamnya sudah sangat sistematis baik mengenai
Ketuhananya, ritualnya, dan sebagainya.

Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana sejarah awal kemunculannya serta perkembangan mengenai eksistensi agama Sikh
itu sendiri. Selain itu, dibahas pula mengenai ajaran dan praktek keagamaannya sebagai bagian esensi yang tak terpisahkan di
dalam suatu agama tersebut.

PEMBAHASAN

1. 1. Sejarah dan Perkembangan Agama Sikh


Anak benua Indo-Pakistan tercatat sebagai tempat kelahiran berbagai agama besar. Salah satu diantaranya ialah agama Sikh,
tepatnya wilayah bagian Punjab, yang dalam literatur-literatur Barat disebut The Sikh Religion atau The Religion of
Sikh atau Sikhism yang bisa diterjemahkan menjadi Sikhisme. Agama-agama lainnya adalah Hinduisme, Jainisme, Buddhisme dan
sejumlah besar aliran atau sekte keagamaan lainnya.[1]
Di tempat ini pula Ahmadiyah muncul pada pertengahan abad ke-19. Hingga sekarang daerah Punjab merupakan wilayah
kediaman sebagian besar pengikut agama Sikh atau Sikha, yang menurut catatan paling akhir berjumlah sekitar 16 juta jiwa atau
sekitar 2% dari seluruh penduduk India saat ini.[2]
Orang-orang Sikh adalah suatu ras yang luar biasa. Jumlah seluruhnya di dunia ini kurang lebih ada 10 juta orang. Segala sesuatu
tentang mereka ini luar biasa, pakaian mereka, sejarah mereka, dan terutama sekali adalah kelahiran mereka.
Sebelum diadakan pemisahan India, kebanyakan orang Sikh hidup di daerah Punjab (daerah yang mempunyai lima sungai), suatu
propinsi yang luas, terletak di bagian utara India. Sejak pemisahan India di tahun 1974, lebih dari 2 juta orang Sikh harus
meninggalkan rumah dan kampung halaman dan kekayaan mereka di daerah yang diserahkan kepada Pakistan. Mayoritas orang
Sikh sekarang berada di Punjab Timur yang menjadi milik India.

Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran Amritsar di wilayah Punjab, India. Pengasas agama ini ialah Guru Nanak (1469-
1539), Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih
tempat beliau dan secara perlahan-lahan. Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak
meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian
diberi nama Guru Granth Sahib. Gobind Singh juga telah menumbuhkan sebuah persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh” dan
memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran “Lima K”. Agama Sikhisme
adalah agama keenam terbesar di dunia, dengan lebih daripada 23 juta penganut.[3]
Kepercayaan Sikh, atau lebih dikenal dengan nama “Khlasa” atau “yang murni” berasal dari agama Hindu, muncul dalam tahun
1699 M dan dianggap sebagai kepercayaan yang paling kontemporer di dunia ini.[4]
Agama Sikh lahir dan mulai berkembang bersamaan waktunya dengan kelahiran agama Protestan di Eropa, yaitu di akhir abad ke-
19 M. Guru Nanak sendiri hanya empat belas tahun lebih tua dari pada Martin Luther, pendiri Agama Protestan itu. motivasi
kelahirannya juga senada dengan kelahiran Protestan. Kalau Protestan lahir sebagai reaksi terhadap eksistensi dan kekuasaan
gereja Katolik Roma di daratan Eropa, maka Agama Sikh lahir sebagai reaksi terhadap Agama Brahma atau Hinduisme.

Agama Sikh semenjak kelahirannya sekitar lima abad yang lalu, sampai sekarang masih tetap menarik perhatian para peminat
penelitian agama. Hal ini bukan saja karena keunikan tokoh pendirinya, perjalanan sejarah perkembangannya dan seluk-beluk
hubungannya dengan berbagai agama lain, tetapi juga karena peristiwa-peristiwa sejarah, baik yang bersifat keagamaan maupun
politik, yang langsung diperankannya.

Agama Sikh itu bermakna: para Murid. Agama Sikh bermakna Agama para Murid. Dimaksudkan ialah para Murid dari
pembangun agama Sikh itu. Oleh karena sang Guru itu pada masa belakangan dikultuskan sebagai penjelmaan Tuhan di bumi
maka pengertian para Murid itu dimaknakan dengan Murid Tuhan.[5]
Sikh berarti murid, dan Sikha berarti murid atau pengikut Sikh. Ada juga yang mengartikan Sikh sebagai “suatu masyarakat agama
di India dan Pakistan” atau suatu sekte keagamaan yang berasal dari penyelewengan terhadap “Bramanis-Hinduisme.” Agama
Sikh dikatakan juga sebagai agama “sinkretis” karena ia didirikan dengan maksud “memperdamaikan antara Islam dan
Hinduisme.” Di India Islam menggabungkan diri dengan agama Hindu dengan menciptakan agama Sikh.[6]
Agama Sikh bersifat sinkronisasi antara agama Hindu dengan agama Islam. Dewasa ini, anak benua India berada di bawah
kekuasaan imperium Moghul (1526-1858 M), imperium Islam yang berkedudukan di ibukota Delhi. Sebelum kedatangan Guru
Nanak itu maka ikhtiar ke arah sinkronisasi antara agama Hindu dengan agama Islam itu telah dimulai lebih dahulu
oleh Kabir (1488-1512 M), seorang penyair India, hingga himpunan sajaknya dimasukkan menjadi bagian di dalam Kitab Suci
agama Sikh itu. [7]
Lambang khusus para penganut agama Sikh itu adalah Lima Kukka, yaitu: Kes (rambut- panjang tak dicukur, yang dililit dengan
kain), Kunga (sisir-kayu, bagi keperluan rambut tersebut), Kach (celana-dalam berwarna putih, celana panjang lutut yang khusus
untuk kelincahan), Kara (gelang besi di tangan untuk pengekangan diri), dan Khanda (pisau belati bermata dua untuk pertahanan
diri). Lambang khusus itu ditaati oleh setiap penganut agama Sikh.[8]
Memang, baik dari segi sosial dan politik, maupun dari sudut pandangan agama, agama Sikh sungguh-sungguh menentang
pengaruh Brahmana dan sistem kasta yang diajarkannya. Mungkin pendapat yang mengatakan bahwa ia lebih dekat kepada Islam
daripada Hinduisme ada benarnya.

Pengikut Guru Nanak, pendiri agama Sikh, yang beragama Hindu tidak dianggap sebagai penganut politeisme, karena mereka
mengatakan bahwa mereka adalah penganut kepercayaan yang monoteis. Kenyataan ini dapat dianggap sebagai pertanda bahwa
agama Sikh lebih merupakan agama yang mencoba menyatukan ajaran monoteis Islam dengan politeis Hinduisme. Oleh sebab itu,
dari satu segi, adalah menarik juga kalau banyak di antara penulis biografi Guru Nanak menganggap Sikh sebagai suatu agama
damai atau agama kedamaian, sementara, dari segi lain, orang dapat menyangkal pandangan ini.

Sejarah mencatat bagaimana getolnya kaum Sikh melakukan berbagai peperangan dan betapa militannya mereka melakukan
gerakan-gerakan kekerasan. Mereka menimbulkan benturan-benturan yang menodai sejarah dan menggoyahkan haluan hidupnya
semenjak aspirasi politik mulai mempengaruhi mereka di bawah pembinaan guru yang ke lima, Guru Arjun.

Adalah aneh, hubungan rohaninya dengan Islam dan Hindu banyak jalinkelindannya, akan tetapi dengan Buddhisme dan Kristen
jarang terdengar komentar. Hanya Guru Govind Singh yang terlihat berusaha menarik minat umat Buddha dan pengikut Kristen.
Dia sendiri, melalui pernyataan dan perbuatannya, tampak agak terpengaruh oleh kedua agama tersebut. Hal ini mungkin dapat
dianggap memperkokoh kedudukan Sikh sebagai agama sinkritis.

Memang, agama Sikh bukan Hinduisme dan bukan pula Islam. agama tersebut adalah “Agama Guru dan Murid.” Pada waktu
Nanak pergi naik haji ke Mekah, pakaian umrah yang dikenakannya berwarna biru, menyalahi pakaian umrah yang biasa berlaku,
yaitu putih. Nanak sendiri pada waktu umrah berlagak seperti seorang darwis atau fakir yang minta-minta. Ketika ia pergi ke
Ceylon, raja Ceylon saat itu ingin mendapatkan kepastian tentang agama Nanak : apakah Muslim atau Hindu. Ketika hal tersebut
ditanyakan kepadanya, ia menjawab: “The True Guru has solved the problem of two ways. It is he, who fixed attention on one
God, and whose mind wave-reth not, who can understand it.” Nanak mengaggap dirinya sungguh-sungguh telah menjadi seorang
guru yang mengajarkan suatu agama atau kepercayaan baru, yaitu “Tidak ada Hindu dan Tidah ada Muslim.[9]

1. A. Pendiri Agama Sikh


Pendiri Agama Sikh adalah Guru Nanak. Riwayat hidupnya yang lengkap termuat dalam sebuah buku yang dikenal dengan
nama Janam Sakhis, Kisah-kisah Kehidupan. Max Arthur Macauliffe menulis sebuah buku yang berjudul The Sikh Religion: It’s
Gurus, Sacred Writings and Authors, 6 jilid (London: Oxford University Press, 1909), yang memuat terjemahan lengkap Janam
Sakhis tersebut.

Guru Nanak dilahirkan di Talwandi Rai Bhoe, sebuah desa kecil di tepi sungai Ravi, sekitar empat kilometer sebelah barat Lahore,
ibu kota wilayah Punjab, pada tanggal 15 April 1469. Desa tersebut sekarang dikenal dengan nama Nankana Sahib, yang berarti
“desa tempat kelahiran Nanak.” Dari sudut kacamata Hindu, orang tuanya memiliki kasta Ksatria. Ayahnya, Mehta Kalu, adalah
seorang Patwari, atau Akuntan desa, yang bekerja pada perusahaan milik Rai Bular, seorang Muslim, pemilik tanah yang luas di
desa itu. Ibunya, Tripta, adalah seorang Hindu yang fanatik. Mereka adalah keturunan suku Khattri yang termasuk bangsa Arya.
Oleh sebab itu agama Sikh dikategorikan sebagai agama yang lahir atau berasal dari bangsa Arya, sebagaimana halnya agama
Hindu, Jain dan Zoroaster.

Seperti halnya cerita atau riwayat hidup para pendiri agama-agama lain, khususnya pendiri-pendiri agama bukan wahyu, riwayat
hidup Guru Nanak juga diwarnai oleh cerita-cerita yang penuh dengan keajaiban.

Diceritakan, bahwa Nanak adalah seorang yang cerdas. Pada umur yang sangat muda yaitu 5 tahun ia sudah mulai berbicara
tentang Tuhan dan bicaranya yang lancar ini dikagumi oleh semua orang.[10] Pada usia tujuh tahun ia diserahkan kepada seorang
guru desa untuk belajar membaca dan berhitung. Karena kepintarannya, dalam waktu singkat ia berhasil menguasai kedua dasar
pengatahuan pokok itu. Selanjutnya ia diserahkan kepada seorang Maulavi desa untuk belajar bahasa Persia dan Arab. Di samping
itu, menurut cerita, ia juga belajar al-Qur’an dan Sastra Arab atau sastra Islam pada Sayyid Hasan, seorang guru sufi pada waktu
itu.[11]
Kemudian ia dikirim kepada seorang Brahmin untuk mempelajari buku-buku Veda dan Sastra, tetapi di sini juga ia tidak belajar
lama. Setelah sudah agak mahir dalam bahasa Parsi, ia meninggalkan sekolah dan menggabungkan diri dengan orang-orang suci.
Ia diajarkan bahasa Persia dan kesusastraan Islam oleh Rukn ud-Din, guru bahasa Persia. Dari pengetahuan bahasa Persia ini
sejumlah Syair ditulisnya dalam bahasa tersebut dan terdapat dalam Adi Granth yaitu Kitab Suci Agama Sikh.

Bebarapa tahun kemudian, ketika Nanak mencapai usia yang menurut tradisi Hindu harus mengikuti
upacara Upayanama (inisiasi) untuk menerima tanda pensucian, ia menolak segala upacara itu, termasuk memakai tanda
pensucian bagi dirinya. Karena sikapnya yang menentang itu, para pendeta merasa tersinggung dan memperingatkan Nanak agar
bersedia mengikuti upacara inisiasi atas dirinya. Akan tetapi Nanak tetap menolak dan para pendeta tidak berhasil memaksanya.

Nanak selalu melawan adat-istiadat kolot agama Hindu sehingga pada umur 9 tahun ketika ia hendak dikalungi benang
keagamaan di lehernya pada upacara Yajnopayitam, ia menolak dengan tegas dan meminta penjelasan akan guna benang tersebut.
Setelah dijelaskan oleh pendita keluarganya bahwa benang tersebut adalah lambang agama Hindu dan bahwa tanpa benang
tersebut seorang Hindu dari kasta tinggi bisa kehilangan hak-hak kekastaannya, ia makin keras menolak dianugrahi benang
tersebut.[12]
Sejak semula Nanak sudah kelihatan sebagai orang yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang perenung, senang bermeditasi,
menjalani hidup dan kehidupan mistik. Ayahnya berusaha menjauhkannya dari kesenangan merenung tersebut dengan
memberinya kesibukan dan mencarinya pekerjaan, karena ayahnya bercita-cita agar Nanak menjadi seorang pengusaha yang
berhasil nantinya. Akan tetapi semua usaha ayahnya gagal.

Nanak bahkan bertambah lari ke kehidupan meditatif. Ia makin lama makin tenggelam dalam kehidupan menyendiri
dan berkontempalasi, dan ayahnya gagal mengalihkan perhatiannya kepada dunia usaha dan kesibukan duniawi.[13] Tindakan ini
sangat menusuk hati ayahnya yang berusaha keras agar anaknya merubah pendirinya dan menjadi seorang pedagang.[14]
Jiwa Nanak memang sudah mencari Tuhan, sebab ia sama sekali tidak tertarik pada bermacam-macam pekerjaan yang diberikan
oleh ayahnya –mencangkul di ladang, bekerja di toko kecil, dan sebagainya. Ia menggunakan setiap kesempatan untuk
menyelinap pergi ke tempat-tempat sunyi di mana ia dapat merasakan kesatuan dan keindahan alam dan mencari Tuhan, yang
berkat cintaNya telah menganyam pola indah yang tiada taranya ini.

Kemudian pada umur yang masih belia yaitu 16 tahun, ia dikawinkan oleh orang tuanya dengan maksud mengalihkan pikirannya
dari hal-hal yang khayali. Tetapi usaha orang tuanya ini pun nyatanya tidak berhasil. Sebab, pada waktu ibunya dengan putus asa
meminta agar ia menghentikan meditasinya, ia tidur selama empat hari berturut-turut dengan ancaman bahwa ia akan mati bila
nama Tuhan dilarang mengucapkannya.

Guru Nanak menghabiskan sisa-sisa hidupnya di Kartarpur, tempat jamaah-jamaah besarnya selalu hadir mendengarkan dia
berkhotbah. Setiap orang yang melihat dan mendengar khitbahnya selalu terpesona oleh kesalehan dan kepribadiannya yang luar
biasa, juga kesucian jiwanya yang sangat kentara dalam setiap tingkah lakunya. Dikatakan, bahwa ia benar-benar merupakan
hamba Tuhan dan kemanusiaan.

Pada hari wafatnya, yang bertepatan dengan tanggal 22 September 1539, pada usia 70 tahun. Suatu perselisihan dan pertengkaran
diceritakan terjadi antara kaum Hindu dan umat Islam. masing-masing pihak menuntut bahwa pihaknyalah yang berhak merawat
jenazahnya sesuai dengan ajaran yang dianutnya.

Kaum Hindu mengatakan, bahwa Nanak adalah orang Hindu, sebab dilahirkan di rumah dan kelurga Hindu; sementara umat Islam
mengatakan, bahwa Nanak adalah seorang Muslim karena percaya pada syahadat Islam dan sudah melaksanakan rukun Islam
yang kelima, yaitu haji. Pertengkaran itu berakhir dengan sendirinya, karena sewaktu mereka membuka penutup jenazah Nanak,
mereka hanya menemukan setumpuk kembang dan tidak mendapati jasadnya.[15]

1. B. Sejarah dan Guru-guru Agama Sikh


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Guru Nanak oleh para pengikut dan penganut agama Sikh diakui sebagai Guru Agung,
Guru Utama Yang Suci, yang telah melahirkan dan mengajarkan satu agama yang sangat berbeda dengan agama Hindu atau
Hinduisme.

Malahan, ide-ide keagamaannya hampir sama dengan ide-ide keislaman, terutama dari segi mistik. Itulah sebabnya Guru Nanak
juga dikatakan sebagai seorang sufi.

Akan tetapi, agama Sikh mengalami perjalanan sejarah yang ironis. Bersamaan dengan perjalanan waktu yang dilalui orang-orang
Sikh yang menyebut diri mereka sebagai pengikut setia Guru Nanak, mulai semakin dekat kepada Hinduisme dan sebaliknya
semakin asing dari Islam. Hal ini dimungkinkan oleh adanya tiga faktor utama:

1. Setelah Nanak meninggal dunia banyak pengikut Nanak menghimpun diri dalam satu golongan atau sekte tersendiri,
meskipun Guru Nanak tidak secara terang-terangan menyatakan telah membawa agama baru dan tidak membentuk satu
masyarakat terpisah dari penganut-penganut agama lain.
2. Kebanyakan dari pengikut agama Sikh berasal dari penganut agama Hindu yang masih mengikuti ajaran dan praktek
keagamaan yang lama. Mereka juga lebih dekat dengan hubungannya dengan agama lainnya daripada Islam.
3. Konflik-konflik politik antara kaum Sikh dengan penguasa kerajaan Mongol membuat mereka benci kepada Islam dan
umat Islam pada umumnya. Oleh karena itu mereka lebih dekat dengan orang-orang Hindu dan menjadikannya satu sekte
dari Hinduisme. Hal ini terlihat setelah Sikh berada di bawah kepemimpinan guru ke lima mereka.

Sampai dewasa ini, pengikut agama Sikh mempercayai dan mengikuti sepuluh orang guru yang sangat besar peranannya dalam
sejarah agama Sikh. Mereka terdiri dari Guru Nanak, sebagai pelopor dan Guru Agung yang suci itu, beserta sembilan orang guru
penggantinya secara berturut-turut. Kesembilan guru tersebut masing-masing berkuasa penuh selama masa jabatannya untuk
mengemdalikan ke mana agama dan umat Sikh akan dibawa.

Berikut adalah sepuluh urutan masing-masing guru Sikh beserta peranan masing-masing dalam perjalanan sejarah agama Sikh:

1. Guru Nanak.
2. Guru Angarh (1539-1552).
3. Amar Das (1552-1574).
4. Ram Das (1574-1581).
5. Arjun (1581-1606)
6. Har Gobind (1606-1645)
7. Har Rai (1645-1661)
8. Hari Krishen (1661-1664)
9. Tegh Bahadur (1664-1675)
10. Govind Singh (1675-1708)
1. C. Perang Sikh
A. Perang Sikh Pertama (1845-1846)
Menjelang pertengahan abad ke-19, pengikut agama Sikh sudah semakin besar jumlahnya dan kekuatannya juga sudah semakin
teratur. Dibawah Govind Singh dan Ranjit Singh mereka berhasil menaklukan dan perluasan wilayah sampai ke bagian selatan
India, wilayah Asam. Perjanjian persahabatan dengan penjajah Inggris tahun 1809 merupakan hal yang paling menguntungkan
Sikh. Eksistensinya semakin kokoh dan mulai diperhitungkan oleh Inggris. Dalam perjanjian tersebut, kaum Sikh mengakui
sungai Sutlej sebagai batas paling selatan daerah kekuasaan mereka yang memisahkannya dari daerah kekuasaan Inggris.

Kaum Sikh mulai melupakan perjanjian mereka dengan Inggris dan mulai merasa ketakutan. Pada tahun 1845, mereka
mendahului menyerang Inggris dengan menyebrangi sungai Sultej dan berusaha merampas wilayah pinggiran sungai yang
dikuasai Inggris itu. dalam penyebrangan ini mereka mengalami kekalahan besar, dan pada tahun 1846 mereka terpaksa menerima
semacam perlindungan dari Inggri, setelah dipaksa menyerahkan Kasymir kepada Inggris.

1. Perang Sikh Kedua (1848-1849)


Kekalahan yang diderita kaum Sikh yang pertama menimbulkan dendam kepada Inggris. Maka pada tahun 1848 mereka kembali
mengarahkan kekuatan untuk berperang terhadap Inggris.

Perang ini tidak sedahsyat perang yang pertama, sehingga peperangan ini dengan mudah dimenangkan oleh Inggris, dan akibatnya
kaum Sikh terpaksa menyerahkan seluruh daerah mereka untuk digabungkan ke dalam wilayah Inggris.

Sehingga Maha Raja Duplih Singh, raja terakhir kerajaan Sikh, menyatakan tunduk di bawah kekuasaan Inggris. Duplih Singh
pernah menghadiahkan Koh-i-Nur, permata terbesar kepada Ratu Inggris dan kemudian dijadikan hiasan mahkota Ratu Inggris,
Ratu Victoria (1837-1901). Ratu ini dijuluki sebagai Ratu Penakluk India, karena di bawah pemerintahannya Inggris berhasil
secara tuntas menumbangkan kekuasaan kekaisaran Mughal dan merampas ibukotanya, Delhi, tahun 1858 dari tangan Sultan
Bahadur II (1838-1858).

Semenjak kekalahan kaum Sikh dalam perang kedua ini, mereka tidak pernah lagi tampil sebagai kekuatan yang menantang
kekuasaan Inggris di India. Sebaliknya, banyak di antara kaum Sikh militan, pengikut Govind Singh, memihak kepada Inggris dan
membantunya berbagai peperangan. Bahkan kelompok militer Sikh militan terhadap inti pasukan Inggris di India.

Hubungan antara Sikh dan Inggris yang bersejarah ini menyebabkan kaum Sikh mendapat tempat juga di daratan Inggris. Banyak
orang Sikh yang hidup di Inggris. Mereka tinggal baik sebagai pedagang, pengusaha dan buruh, maupun sebagai anggota militer
Inggris. Banyak pula diantara mereka yang sudah menjadi warga negara Inggris. Bahkan rumah suci atau kuil kebanggaan mereka
yang terbesar kedua di luar India setelah Amritsar, kul emas di Punjab yang berada di London, yang baru-baru ini diresmikan
pemakaiannya setelah direnovasi.

Menjelang akhir abad ke-20 ini, kaum Sikh terlibat dalam konflik besar-besaran dengan orang-orang Hindu. Konflik agama da
politik ini telah menimbulkan korban yang sangat besar di kedua belah pihak dan memakan waktu yang lama. Motifnya yang
pokok adalah karena kaum Sikh yang minoritas merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah India semenjak negara tersebut
merdeka dari Inggris. Mereka menuntut mendirikan negara sendiri yang terpisah dari Inida. Tuntutan ini tidak mendapat
persetujuan dari pemerintah India.

Pada Tahun 1948, kaum Sikh memproklamirkan negara Sikh yang berdiri sendiri dengan nama Republik Khalistan. Markas
besarnya berada di London. Dr. Ragjit Singh, menjadi presiden republik itu.[16]

1. D. Adat Istiadat Penganut Sikh


Adat istiadat bermula sejak kelahiran sehingga kematian penganut Sikh. Pemberian hadiah merupakan amalan biasa untuk
menyambut kelahiran bayi. Pemberian nama merupakan upacara penting dan ia dikenali sebagai Naamkaran. Disini bayi yang
baru lahir itu akan diberikan nama selepas Granthi membaca Ardas. Kemudian kitab mereka Sri Guru Granth Sahib akan dibuka
secara rambang. Bayi itu akan dinamakan mengikut huruf pertama dalam mukasurat itu. Nama akhir untuk penganut Sikh adalah
sama dan berbeda hanya mengikut jenis kelaminnya yaitu Singh bagi lelaki, manakala perempuan dipanggil Kaur. Singh
bermaksud “Singa” dan Kaur pula bermaksud “Puteri”.

Apabila seseorang remaja lelaki mencapai umur sebelas hingga enam belas tahun dia akan melalui satu upacara – pemakaian
serban. Upacara yang dipanggil Dastar Bandhni biasanya dilakukan oleh para agama Sikh dipanggil Granthi atau ketua
masyarakat. Bagi seorang Sikh, perkawinan adalah suci dan mereka percaya pada sistem monogami. Dalam agama mereka,
penceraian adalah mustahil dan tidak dibenarkan. Walaupun begitu, perceraian masih boleh dilakukan di mahkamah sivil.[17]

1. 2. Ajaran, Kitab Suci dan Praktek Keagamaan Sikh


2. A. Ajaran Agama Sikh
A. Tentang Tuhan Yang Maha Esa
B. Tentang Sabda adalah Kata Tuhan
C. Tentang Guru sebagai Penuntun Hidup Abadi
D. Tentang Praktek Spirituil (Sadhana)[18]

Dasasila Ajaran Guru Nanak:

1. Engkau harus percaya pada Tuhan Yang Maha Esa


2. Engkau harus menghormati manusia sesamamu, baik laki-laki maupun wanita, dengan respek yang sejajar.
3. Engkau harus mempunyai rasa peri-kemanusiaan yang luas dan mendalam.
4. Engkau harus memajukan watak pribadimu dengan perbuatan kebajikan yang mulia dan luhur.
5. Engkau harus selalu ingat kepada Tuhan.
6. Engkau tidak boleh buta akan kepercayaan.
7. Engkau harus menolak perbedaan kasta.
8. Engkau tidak boleh berjanji dengan mempergunakan bentuk dan adat istiadat agama.
9. Engkau tidak boleh menyangkal kenyataan dunia ini.
10. Engkau tidak boleh percaya dengan peraturan seorang pemimpin rohani akan penyelamatan dirimu atas hukuman Tuhan.
[19]

1. Konsep Ketuhanan Dalam Agama Sikh


Berkaitan dengan konsep ketuhanan, definisi terbaik yang dapat diberikan oleh orang-orang Sikh adalah konsep ‘Mul Mantra’.
Konsep ini menjadi landasan fundamental agama Sikh yang termuat di dalam bagian permulaan kitab suci agama Sikh yaitu Sri
Guru Granth Shahib. Dalam kitab Sri Guru Granth Shahib volume 1, pasal 1 ayat 1 disebutkan istilah ‘Japoji Mul Mantra’. Ayat
tersebut berbunyi “Hanya ada Allah Tuhan Yang Esa”. Tuhan itu disebut Dadru, ‘Sang Pencipta’, atau ‘Dia yang terbebas dari
rasa takut dan rasa kebencian’, ‘Dia Yang Kekal’, ‘Dia yang tidak dilahirkan’. Agama Sikh ini secara tegas menyatakan diri
sebagai agama monotheisme. Dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak tampak wujudnya itu disebut ‘Ek Omkara’, sedangkan
Tuhan yang tampak wujudnya disebut ‘Omkara’.

Guru Granth Shahib memberikan nama-nama yang beragam kepada bentuk penampakan Tuhan ini (Omkara), atau yang disebut
dengan ‘Kartar’ (Sang Pencipta), ‘Akal’ (Yang Abadi), ‘Satyanama’ (Yang Maha Suci), ‘Shahib’ (Tuhan), ‘Parvadigar’ (Sang
Pemelihara), ‘Rahim’ (Sang Pengasih), ‘Karim’ (Yang Mulia). Tuhan juga mempunyai gelar lain yang disebut dengan ‘Wahe
Guru’, yang berarti satu Tuhan yang sejati.

Disamping itu, agama Sikh juga menentang ajaran Avtarvada, yakni konsep titisan (inkarnasi) Tuhan. Orang-orang Sikh ini
meyakini bahwa Tuhan tidak bisa mengambil wujud berupa manusia. Mereka tidak percaya bahwa Tuhan bisa melakukan
inkarnasi, dan mereka juga melarang pe-nyembahan-penyembahan terhadap berhala-berhala. Guru Nanak sangat dipengaruhi oleh
ajaran Kabir. Tidak mengherankan, bila Anda membaca ‘Sri Guru Granth Sha-hib’, terdapat beberapa bab yang mengandung
untaian ‘Do has’ dari Sant Kabir. ‘Dukh mein sumren sab kare, Sukh mein kare na koi. Joi sukh mein sumren kare, to dukh kahe
hoi’. Artinya, setiap orang akan ingat kepada Tuhannya tatkala ia berada dalam lilitan masalah, tetapi tidak seorangpun yang
mengingat-Nya tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia. Seseorang yang bisa mengingat Tuhan tatkala berada dalam
keadaan senang dan bahagia, bagaimana mungkin ia akan terjatuh ke dalam masalah .

Pesan yang sama disampaikan dalam kitab suci Al-Qur’an yang berbunyi., yakni di dalam surat Az-Zumar, surat ke-39, ayat 8,
disebutkan

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya.
Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada
Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-
Nya”.[20]
1. Ajaran Nanak tentang Manusia
Guru Nanak mengajarkan bahwa seluruh umat manusia adalah satu. Orang dimuliakan bukan karena ia anggota kasta ini atau itu,
kepercayaan ini atau itu, melainkan karena ia adalah “manusia”. Oleh sebab itu Nanak sangat menentang ajaran tentang kasta,
lebih-lebih ajaran tentang adanya manusia “najis” yang haram di sentuh.

Nanak meletakkan dasar bagi pengengkatan martabat manusia di kalangan masyarakat Hindu bukan atas dasar kasta, upacara-
upacara singkat seperti mantra-mantra, keajaiban-keajaiban, misteri-misteri, tetapi atas dasar kodrat dan kecenderungan manusia
itu sendiri. “Tidak ada gunanya itu kasta dan kelahiran: pergilah dan tanyakan pada mereka yang mengetahui kebenaran. Derajat
seseorang ditentukan oleh amal kebajikannya,” demikian katanya.

Nanak sangat mementingkan segi moral manusia. Menurut dia, manusia harus hidup dengan mengutamakan kesempurnaan moral,
karena nilai manusia terletak pada tinggi rendahnya moral itu.

1. Ajaran Nanak tentang Alam


Nanak mengajarkan bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, dan tidak abadi. Yang kekal dah abadi hanya Tuhan, karena
Tuhan adalah Realitas Mutlak. Nanak, juga manusia lain, adalah hamba Tuhan. Tuhan adalah Yang Maha Kuasa, menguasai
segala-galanya. Kalau manusia beranggapan bahwa ia bebas melakukan kehendaknya, maka ia tidak akan dapat menikmati
kebahagiaan yang sejati. Dengan kodrat dan iradat Tuhan seluruh alam ini terjadi, dan melalui Hukum Tuhan alam ini menjalani
kehidupannya. Tidak ada sesautu yang bisa berjalan di luar Kehendak dan Hukum Tuhan.

Apapun yang dikendaki Tuhan semuanya pasti terjadi. Tidak ada yang berada di bawah kuasa makhluk. Tuhan Yang Maha Kuasa,
Maha Tahu dan Maha Kasih Sayang. Ajaran-ajaran yang berasal langsung dari Nanak ini dilengkapi terus oleh guru penggantinya.
Guru Angarh mulai mencetuskan tentang perlunya kaum Sikh memiliki kitab suci dan rumah ibadahnya sendiri. Ia mempelopori
pengadaan dua hal tersebut. Ia berusaha membersihkan unsur-unsur Hindu dari dalam Sikh seperti larangan pemujaan Sakti.
Larangan membakar janda yang ditinggal mati suaminya dipelopori oleh Amar Das, guru ketiga. Ram Das menetapkan ajaran
tentang kewajiban menyumbangkan sebgaian harta untuk menegakkan agama dan kepentingan umat. Juga pengangkatan
seseorang menjadi iman atau pemimpin upacara ditetapkan olehnya. Realisasi ide adanya tempat suci dilaksanakan oleh Ram Das
ini. Ia membangun kuil emas Amritsar, yang sampai sekarang dianggap sebagai kuil yang paling suci oleh orang-orang Sikh.

Guru Govind Singh memperdekat Sikh dengan Hindu. Ia memasukkan kembali unsur-unsur Hindu yang sebelumnya telah
dibersihkan dari Sikh. Berkat jasanya, syair-syair Ramayana dan Mahabharata dipadukan pembacanya sebagai Adi Granth di kuil-
kuil Sikh. Begitu juga ajaran-ajaran tambahan lainnya, seperti penyucian atau sakramen yang mereka sebut Khandadi-Paul dan
Karah Parshad. Perjamuan dan simbol-simbol kesucian yang terdiri dari 5K juga merupakan hasil tambahan dari guru.[21]

1. Tentang Ibadah Dan Tempat Yang Disucikan


Gurdwara adalah sebuah kuil peribadatan pemeluk Sikh. Gurdwara di Amritsar, nama resminya Harmandir Sahib, berwarna emas,
bersinar gemilang. Kuil ini terletak di tengah danau berbentuk persegi. Tanah di sekitarnya berupa lantai pualam. Amritsar semula
adalah nama danau. Amrit Sarovar berarti danau air suci. Kemudian menjadi nama kompleks kuil ini. Sampai akhirnya, seluruh
kota ini dinamai Amritsar. Danau ini begitu suci. Ratusan umat Sikh mencelupkan diri ke dalam airnya yang sejuk. Ritual mandi
ini bukan sekadar membasuh diri secara badani, tetapi punya juga pembasuhan dan penyucian jiwa spiritual.

Ada sedikitnya 15 juta penganut agama Sikh di India. Pria Sikh dikenali dengan mudah dari turban mereka yang membumbung
tinggi. Mereka selalu menutup rambut panjang mereka dengan turban. Dalam agama Sikh, kesh atau rambut yang terpotong,
adalah salah satu simbol terpenting. Sepanjang apa pun, rambut, jenggot, dan semua bulu yang tumbuh di sekujur tubuh tak boleh
dipotong. Kaum pria menyembunyikan rambut panjangnya dengan rapi di bawah surban mereka. Kaum wanita selain berambut
panjang juga tidak boleh mencukur alis. Rambut punya arti yang penting dalam agama ini. Memasuki tempat suci ini, semua
orang diharuskan untuk menutup rambutnya, boleh dengan surban, topi, kerudung, atau kain.

Di dalam ajaran agama Sikh “Rambut adalah lambang kesucian yang dianugerahkan Tuhan kepada umat manusia. Tidak
memotong rambut berarti menerima dan mensyukuri apa yang dianugerahkan oleh Tuhan.” Kuil emas ini terbuka bagi semua
orang. Umat dari pelbagai agama, bahkan yang tidak beragama pun, disambut dengan ramah di sini. Di tempat sucinyalah dia
merasa, hati dipenuhi rasa berserah diri yang sepenuhnya.

1. Tentang Aspek Eskatologi (Hidup Setelah Mati)


Kepercayaan dalam agama Sikh tentang hidup setelah mati rupanya ajarannya sama dengan Islam. Adapun perbedaan yang
mendasar di dalam ajaran agama Sikh dengan agama Islam adalah tidak adanya kepercayaan di dalam agama Sikh tentang hari
akhir. Mereka masih mempercayai nirwana yang diajarkan oleh agama Hindu Brahmana.

1. B. Kitab Suci Agama Sikh


A. Adi Granth
Adi Granth bermakna Kitab Asli (Original Books) dan bisa pula dipanggilkan dengan Kitab Pertama (Firs Books).[22] Kitab suci
ini disebut juga Guru Granth Sahib, dan merupakan kitab yang disusun oleh guru yang kelima, Arjun, di Amritsar. Adi Granth
mempunyai tiga versi, yaitu Kartar Vali Bir, Bhai Banno Vali Bir, dan Dam Dama Vali Bir. Kitab tersebut merupakan buku kecil,
hasil revisi Guru Govind Singh yang melengkapi dan menyisipi isi kitab yang disusun ayahnya, Tegh Bahadur, yang terdiri dari
nyanyian-nyanyian suci yang disusun oleh lima orang yang pertama, dan disusun oleh Govind Singh sendiri, serta syair-syair yang
diambilkan dari Mahabatrata dan Ramayana Hindu.[23]
Tulisan-tulisan dalam Adi Granth dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Nyanyian-nyanyian suci yang disusun oleh guru-guru Sikh. Merupakan bagian terbesar, terdiri dari 2218 syair oleh Arjun;
974 syair oleh Guru Nanak; 907 susunan Amar Das; 679 susunan Ram Das; 115 karangan Tegh Bahadhur dan 62 syair.

2) Nyanyian yang berasal dari kaum mistik, baik yang beragama Hindu maupun kaum sufi. Sebagian besar berasal dari sufi
besar, Kabir dan Farid.

3) Pujian-pujian yang ditujukan terhadap guru-guru Sikh, disusun oleh para penyair pengembara Sikh.

1. Dasam Granth
Dasam Granth bermakna Kitab guru Kesepuluh (The Granth of the Tenth Guru). Di dalam himpunan itupun termasuk karya
tokoh-tokoh Hindu dan karya tokoh-tokoh Islam, termasuk himpunan sajak Kabir (1488-1512 M) dan himpunan
sajak Ramananda (abad ke-15 M), seorang tokoh reformasi dalam agama Hindu.[24] Kitab ini disebut juga dengan Dasvin
Padshah ka Granth dan merupakan tulisan Guru Govind Singh sendiri. Isinya terdiri dari empat bagian, yaitu:
1) Mitologi, berisi dongeng-dongeng yang diceritakan oleh Guru Govind Singh mengenai dewa-dewa dan dewi-dewi agama
Hindu.

2) Filosofis, bagian yang terdiri dari karya-karya terkenal seperti Jap Shahib, Akal Ustat, Gyan Probodh, dan Sabad Hazare.

3) Otobiografi, bagian yang berkenaan dengan riwayat hidup atau biografi termasuk ke dalam Bichitra Natak dan Zafar Nama.

4) Bagian yang berkenaan dengan masalah hawa nafsu atau erotik, diantaranya cerita-cerita yang diceritakan Guru Govind
Singh mengenai godaan-godaan kaum wanita serta penuh cerita-cerita yang sangat cabul.

Kitab ini sebagai tambahan atau pelengkap Adi Granth, terdapat Janam Sakhis atau riwayat hidup Guru Nanak secara tradisional.
Berisi dongeng-dongeng dan penuh dengan cerita-cerita Mukjizat dan keajaiban-keajaiban.

1. C. Praktek Keagamaan Sikh


Agama Sikh tidak banyak merumuskan upacara ibadat. Ibadat yang paling pokok adalah semadi dalam rangka mengingat Tuhan
untuk menyucikan rohani dari pengaruh-pengaruh yang menjauhkan manusia dari Tuhan.

Di samping itu, mereka mengenal sujud dan menyanyi di kuil. Tetapi semuanya itu inti pokoknya adalah zikir. Menurut mereka,
kewajiban tertinggi adalah menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa secara terus menerus. Nama Tuhan Yang Murni itu adalah
kekuatan yang akan membantu manusia, sehingga harus selalu diingat dan diucapkan. Hilangkan segala sesuatu dari ingatan selain
nama Yang Murni itu. Sebut nama itu berulang kali, dengar nama itu, tumpahkan ingatan akan nama itu, ulang dan ulangi terus
menyebut nama Tuhan setiap saat sampai jiwa terserap ke dalam cahaya ketuhanan.

Nama Tuhan yang Murni diwujudkan dalam bentuk jamaah yang oleh mereka disebut dengan Khalsa Panth (Jalan Yang Murni).
Orang yang sudah menempuh jalan ini, artinya sudah menjadi anggotanya melalui sakramen atau baptis, akan memperoleh status
sebagai “orang yang suci murni.”

Tidak semua kaum Sikh mengakui dan mau menerima upacara sakramen dalam bentuk pembaptisan ini. Mereka menganggap
bahwa baptis atau sakramen bukan ajaran Nanak. Mereka tetap mengutamakan semadi dan ketentraman jiwa dalam ibadat.
Mereka disebut Sahajdharis atau “orang yang hidup tentram.”

Selain itu, kaum Sikh juga menjadikan tradisi menyikat rambut dua kali sehari dan membaca serta menyanyikan syair-syair yang
terdapat dalam kitab suci mereka setiap hari sebagai ibadat. Bagi mereka yang tergabung dalam golongan Khalsa Panth,
berperang adalah juga ibadat. Sebab itu, tidak aneh bila setiap mereka melakukan aksi-aksi kekerasan, kekuatan terakhir, yang
terdiri dari basis kaum militernya, selalu dipusatkan di kuil, termasuk kuil emas Amritsar.

Akhirnya perlu dilihat kembali keyakinan dan kecenderungan Nanak sendiri selama dia bersentuhan dengan berbagai ajaran
agama yang dianut oleh masyarakat India, terutama agama Hindu dan Islam.

Ibadat-ibadat Hindu jelas ditolak semuanya oleh Nanak, tapi ibadat-ibadat Islam juga tidak ada yang ditetapkannya sebagai ibadat
kaum Sikh. Jalan semadi dan zikir yang diutamakannya untuk menyembah Tuhan adalah merupakan jalan mistik yang paling
populer dalam semua agama. Melalui jalan mistik semua agama bertemu, sehingga benar kiranya bila dikatakan bahwa agama
Sikh yang didirikan oleh Nanak merupakan agama mistik sinkretis.[25]

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas mengenai Agama Sikh dapat disimpulkan bahwa Agama Sikh didirikan oleh Guru Nanak (1469-1539).
Kepercayaan Sikh, atau lebih dikenal dengan nama “Khlasa” atau “yang murni” berasal dari agama Hindu, muncul dalam tahun
1699 M. Sikh berarti murid, dan Sikha berarti murid atau pengikut Sikh. Agama Sikh merupakani agama “sinkretis” karena ia
didirikan dengan maksud “memperdamaikan antara Islam dan Hinduisme.”

Dalam agama ini ada sepuluh guru Sikh yang sangat berpengaruh dan berperan penting serta berbagai peperangan yang dalam
sejarah perkembangan agama Sikh. Selain itu mereka pun diwajibkan mengamalkan 5K yang dicetuskan oleh Guru kesepuluh,
Gobind Singh, sebagai lambang dari Sikh serta adat istiadat mereka yang unik yang membedakan bangsa India lainnya.

Konsep kepercayaan Agama Sikh monoteis serta tidak mempercayai kehidupan akhirat, yakni percaya terhadap reinkarnasi. Kitab
suci Sikh yaitu Adi Granth atau disebut juga “Sri Granth Sahib” dan Dasam Granth. Ritual yang dilakukan melalui jalan mistik
yakni zikir atau semadi. Menurut mereka, kewajiban tertinggi adalah menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa secara terus
menerus. Praktek ini cenderung dengan agama Islam dan Hindu. Sehingga bisa dikatakan bahwa agama Sikh merupakan agama
mistik sinkretis.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti (Pengantar), Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,1988

Pendit, Nyoman S., Guru Nanak dan Agama Sikh, Jakarta: Yayasan Sikh Gurdwara Mission: 1988

Naik, Zakir, Concept of God in Major Religions, New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007

Carmody, Denise L. dan John T. Carmody, Ways to The Center An Introduction to World Religions, California: Wadsworth
Publishing Company, 1984

Sou’yb, Joesoef, Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996

Pamungkas, Sagita Catur, http://pengetahuan-mengenai-agama-sikh.html, diakses pada Minggu, 5 Mei 2013

Biografi Mahavira Pendiri Agama Jain


Mahavira (599 – 527 SM) atau Vardhamana (Sansekerta: वर्धमान) artinya pahlawan besar.
Vardhamana dilahirkan sekitar tahun 599 SM di India sebelah timur laut, di daerah yang sama
dengan Buddha Gautama di lahirkan walaupun satu generasi lebih awal. Anehnya, kehidupan
kedua orang itu banyak persamaanya yang menarik. Vardhamana anak bungsu dari seorang
pemimpin, dan seperti juga gautama dibesarkan dalam kemewahan. Pada umur tiga puluh
tahun, dia menjauhkan lingkungannya, keluarga (dia mempunyai seorang istri dan seorang
anak perempuan), meninggalkan lingkungannya yang nyaman, dan memutuskan mencari
kebenaran dan kepuasan spiritual.

Biografi Mahavira dari Biografi Web


Vardhamana dilahirkan sekitar tahun 599 SM di India sebelah timur laut, di daerah yang sama
dengan Gautama Buddha dilahirkan walaupun segenerasi lebih dulu. Anehnya, peri kehidupan
kedua orang itu banyak persamaannya yang menarik. Vardhamana anak terkecil seorang
pemuka, dan seperti juga Gautama dibesarkan dalam gelimang kemewahan. Di umur tiga puluh
tahun, dia jauhkan kekayaan, familinya (dia punya istri dan seorang anak perempuan),
meninggalkan lingkungannya yang nyaman, dan memutuskan mencari kebenaran dan
kepuasan spirituil.

Vardhamana menjadi pendeta aliran disiplin Parsvanatha yang meski kecil namun teramat
keras aturannya. Selama dua belas tahun dia melaksanakan meditasi dan renung diri, dan
selama itu melaksanakan batasan-batasan moral serta hidup dalam kemiskin-papaan. Kerap
puasa, tak punya milik pribadi dalam bentuk apa pun, tidak sebuah cangkir atau pun piring
untuk meneguk air dan mengumpulkan sesuap nasi pemberian orang. Meskipun mulanya ada
dia berbaju, tetapi kemudian dicampakkannya dan berjalan kian kemari dalam keadaan tubuh
sepenuhnya telanjang bulat. Dia biarkan serangga merayapi badannya dan tak diusirnya walau
binatang itu menggigit kulitnya. India itu tempatnya orang-orang suci berkeliaran kian kemari,
masuk kampung keluar kampung, melompati got dan selokan, jauh lebih banyak dari
sebangsanya di Barat. Walau penampilan dan tingkah laku Mahavira sering-sering
menimbulkan godaan orang, cercaan, hinaan dan gamparan, toh kesemuanya itu ditelan dan
diendapnya belaka tanpa balasan.

Tatkala umurnya mencapai empat puluh dua tahun, Mahavira memutuskan bahwa dia pada
akhirnya sudah mencapai kecerahan spirituil. Dia habiskan sisa umur yang tiga puluh tahun
berkhotbah dan mengajar pendalaman spirituil yang sudah diraihnya. Ketika dia tutup mata di
tahun 527 SM, dia sudah peroleh banyak pengikut.

Dalam beberapa hal doktrin Mahavira amat mirip dengan ajaran Buddha dan Hindu. Kaum Jain
percaya bahwa apabila jasad manusia mati, sang jiwa tidaklah ikut-ikutan mati bersama sang
jasad tapi beralih (reinkarnasi) ke badan lain (tak perlu badan manusia) Doktrin perpindahan
jiwa ini adalah salah satu dasar pemikiran faham Jainist. Jainisme juga percaya kepada
karma, doktrin tentang etika konsekuensi dari sesuatu perbuatan akan menimpanya pula di
masa depan. Untuk mengurangi bertambahnya beban dosa dari sesuatu jiwa, yakni
menyucikannya, merupakan tujuan utama dari ajaran agama Jain. Sebagian Mahavira
mengajarkan, ini bisa dicapai dengan cara menjauhi kesenangan. Khusus buat pendeta-
pendeta Jain, dianjurkan melaksanakan hidup dengan kesederhanaan yang ketat. Adalah suatu
kemuliaan apabila seseorang membiarkan dirinya mati kering-keranting kelaparan!

Aspek agama Jain yang sangat penting adalah tekanannya pada doktrin ahimsa atau tanpa
kekerasan. Jain menegaskan bahwa ahimsa termasuk sikap tanpa kekerasan terhadap
binatang dan manusia. Akibat dari kepercayaan ini, mereka “vegetarian” alias cuma makan
tetumbuhan, termasuk rumput dan alang-alang, kalau doyan. Tapi, penganut yang taat kepada
agama Jain ini berbuat lebih jauh lagi dari itu: nyamuk yang menggigit kulit dibiarkan semau-
maunya; biar lapar, tidak bakalan mau makan di tempat gelap. Bukankah kalau gelap jangan-
jangan bisa kemasukkan lalat atau tertelan kalajengking? Makanya, kalau penganut Jain mau
menyapu dia punya jalan atau pekarangan, dia akan rogoh kantong upah orang lain
melakukannya, takut siapa tahu nginjak serangga atau cacing.

Dari kepercayaan-kepercayaan macam begini, jelaslah penganut Jain sukar diharapkan


tergerak untuk mencangkul tanah. Di tanah banyak semut, gasir, jangkrik dan rupa-rupa
binatang kecil, bukan? Bisa mati kegencet mereka itu! Maka nyatanya memang orang-orang
Jain tidak bergerak di bidang pertanian. Dan banyak lagi kerja tangan yang dilarang oleh
agama mereka. Walhasil, agama Jain bisa dijadikan contoh seberapa jauh sesuatu
kepercayaan bisa mempengaruhi tingkah laku dan cara hidup masyarakat. Meskipun mereka
hidup di atas tanah areal agrikultur, mayoritas penganut Jain berabad lamanya berkecimpung
di bidang perdagangan. Sikap agama Jain mendorong mereka bekerja rajin. Akibatnya, tidaklah
mengherankan apabila orang-orang Jain tergolong berada dan partisipasi mereka dalam
kegiatan kesenian dan intelektuil India cukup banyak dan menonjol.

Asalnya, agama Jain tak punya sistem kasta. Tapi, berkat interaksi yang terus-menerus
dengan agama Hindu, sistem ini berkembang juga di dalam Jainisme, meskipun tidaklah
seekstrim Hindu. Hal serupa, meskipun Mahavira sendiri tidak berbicara perihal Tuhan atau
dewa-dewa, lewat kontak itu semacam penyembahan terhadap dewata muncul juga. Karena
tak ada bahan-bahan tulisan oleh Mahavira, perembesan Hinduisme ke Jainisme tidaklah dapat
dihindari. Dari jurusan lain ada pula pengaruh yang masuk, yaitu Jainisme yang mempengaruhi
Hinduisme. Misalnya, penolakan Jainisme terhadap pembunuhan binatang dan makan daging
tampaknya mempengaruhi kalangan agama Hindu. Lebih jauh lagi, doktrin Jain tentang “tanpa
kekerasan” telah menjadi pengaruh yang berkelanjutan dalam pikiran orang India, bahkan
hingga ke jaman modern. Misalnya, Gandhi teramat kuat terpengaruh oleh ajaran-ajaran filosof
Jain Shrimad Rajachandra (1867 – 1900), yang dianggapnya salah seorang gurunya atau guru
spirituilnya.
Agama Jain tak pernah punya pengikut dalam jumlah besar. Kini seluruh jumlah mereka di
India hanya sekitar 2.600.000. Ini rasanya bukanlah suatu jumlah besar dalam kaitan dengan
jumlah penduduk dunia. Tapi, bila digabung jumlah mereka dalam masa antara 2500 tahun,
tentu merupakan jumlah yang besar juga. Dalam hal menetapkan arti penting Mahavira, orang
harus memperhitungkan agama Jain, yang mungkin lebih dari lain-lain agama, punya pengaruh
yang lestari terhadap kehidupan para penganutnya.

Anda mungkin juga menyukai