DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
-Try Cahyo Widayat
-Suci Ramadania
-Monica
-Silvia Nadira
-Abdullah Ahmad
-Melda
-Marisa Mutiara
Sebuah bangsa pasti mempunyai sejarah yang melekat. Ada sejarah yang kelam yang
sampai-sampai memakan ratusan korban jiwa didalamnya, dan ada pula negara yang
sejarahnya mengenai perkembangan ekonomi. Tapi tidak ada diantara tiap-tiap negara itu
yang memiliki sebuah sejarah yang Bahagia. Tidak ada korban jiwa, rakyatnya aman sehat
sentausa, tidak ada pengorbanan dan sebagainya.
Tapi itulah seni dari sebuah sejarah. Bangsa yang baik-baik saja adalah bangsa yang
tidak bisa belajar dari pengalaman. Contohnya jepang. Pada tahun 1945, mereka dibom
amerika serikat. Membuat banyak korban jiwa terutama di hirosima dan Nagasaki. Yang
membuat mereka menyerah kepada sekutu, dan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Semenjak itu, jepang membuat banyak sekali inovasi baru. Mereka memajukan derajat
bangsanya dengan pengetahuan, peralatan, dan ekonomi. Ini semua merupakan hasil dari
pengalaman.
Demikian juga bangsa Indonesia. Bangsa ini maju dengan bagaimana seharusnya. Jika
kita bertanya “kapan bangsa Indonesia menjadi negara maju, tidak lagi berkembang?” tunggu
hingga umur bangsa kita seperti jepang dan amerika serikat. Peradaban kita maju
sebagaimana semestinya, ekonomi kita perlahan bangkit sebagaimana semestinya. Umur
bangsa Indonesia itu adalah jagung diantara 2 negara maju tersebut. Kita harus bangga.
Sebagai bangsa yang lama sekali dijajah, yang hasil buminya habis dirampas penjajah,
tersiksa rakyatnya, dijadikan budak yang tidak memiliki upah. Tapi dengan semua itu, bangs
akita tetap bisa bersaing. Tetap bisa mengalahkan para penjajah itu bermodalkan tekad dan
semangat juang.
Oleh karena itu, tugas berikut dapat mengingatkan kita semua mengenai masa-masa
penjajahan di Indonesia. “JASMERAH” jangan sekali-kali melupakan Sejarah
Contents
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 2
ISI............................................................................................................................................................ 4
PENUTUP ............................................................................................................................................ 21
ISI
Pada abad ke-19, masyarakat Indonesia berupaya keras untuk melakukan perlawanan.
Tujuannya utamanya adalah untuk mengusir penjajahdari nusantara. Namun sifat perlawanan
lokal dari para raja ataupun kesultanan terhadap VOC waktu itu masih sangat lokal. Beberapa
perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme tersebut adalah:
Ketika Sultan Fattah memimpin kerajaan Demak, Portugis telah berhasil menguasai
kerajaan Malaka yang pada saat itu berada pada kekuasaan Sultan Mahmud Syah pada tahun
1511 M. Sebagai bentuk kepedulian antar kerajaan Islam, Sultan Fattah memerintahkan
Adipati Unus untuk memerangi Portugis dengan membawa 100 kapal Jung dengan
mengangkut pasukan perang sebanyak 1.200 tentara.134 Dalam upaya melakukan
penyerangan ini Adipati Unus ditunjuk sebagai panglima perang, Pati Unus membawahi
armada gabungan dari Jawa (Demak, Cirebon dan Banten), selain itu juga pasukan tambahan
dari Palembang.
Pada Januari 1513 M Pati Unus mencoba memberikan kejutan berupa serangan dadakan
kepada orang-orang Portugis di perairan kerajaan Islam Malaka. Pati Unus membawa 5000
pasukan kemudian ditambah pasukan bantuan dari Palembang hingga jumlahnya menjadi
kurang lebih 12.000 pasukan. Tetapi perjuangan tersebut berakhir sia-sia. Karena
ketidakmampuan prajurit Pati Unus menghadapi teknolgi yang dipegang Portugis. Akibat
kekalahan serangan Pati Unus ke Malaka menjadikan hubungan dagang antara Jawa dan
Malaka maupun dengan India, China, Bengala dan timur tengah kian memburuk. Kelebihan
hasil panen di Jawa tidak dapat diangkut ke Malaka. padahal dari ekspor kelebihan hasil
panen tersebut memperoleh banyak keuntungan yang lebih daripada hanya perdagangan
dinusantara. Pedagang Gujarat, Keling, China dan Bengala, yang sebelumnya banyak
berlayar ke Jawa dengan membawa berbagai barang dagangan sudah tidak lagi muncul.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh
menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian London
1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada
Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di
Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan
daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatra 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul
Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Aceh juga
mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Akibat upaya diplomatik Aceh
tersebut, Belanda menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden
Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh
dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di
Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud
Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat
dipatahkan, di mana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh hari
kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut kembali
Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan
Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu
orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.
Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van
Swieten. Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai
pusat pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan
bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat
26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai
Sultan di masjid Indrapuri. Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, di
mana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke
Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi
sabilillah. Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam
perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan.
Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh,
Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi
komandan perang gerilya.
Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan
perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat
pemerintahan Kesultanan. 1910-1915 akhir dari perang besar, akan tetapi perlawanan
sporadis rakyat Aceh masih berlanjut hingga 1942 di beberapa tempat yang dilakukan oleh
sekelompok pejuang
Pada tahun 1512, bangsa Spanyol mendarat di Maluku. Dengan tujuan yang sama
dengan bangsa Portugis, bangsa Spanyol juga membangun Kerjasama dengan Kerajaan
Tidore. Pada tahun 1529, perang ini memuncak. Membuat bangsa Spanyol harus keluar dari
Maluku dan menandatangani perjanjian SARAGOSA. Hal tersebut membuat bangsa Portugis
semakin maruk. Tidak hanya perdagangan, tapi penyebaran agama katolik pun mulai terjadi.
Banyak asset-aset Kerajaan Ternate yang dirampas.
Hal tersebut langsung menyebabkan pertempuran hebat yang dipimpin oleh Sultan
Baabullah. Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi
ditolak. Hingga akhirnya, Sultan Baabullah melakukan serangan besar-besaran terhadap
Portugis, dengan memblokade benteng-benteng di Ternate. Mulai dari benteng Tolukko,
Santo Lucio, dan Santo pedro jatuh ke tangan Sultan Baabullah dalam waktu singkat, serta
hanya menyisakan Benteng Sao Paulo yang menjadi kediaman de Mesquita saja.
Atas perintah dari Sultan Baabullah, pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo
tersebut dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Bahkan suplai makanan juga
dibatasi hanya supaya penghuni benteng tetap dapat bertahan hidup. Sebenarnya, Sultan
Baabullah bisa saja menguasai benteng tersebut dengan cara kekerasan, tetapi Beliau merasa
tidak tega sebab di dalam benteng tersebut masih banyak rakyat Ternate yang kebetulan
menikah dengan orang Portugis dan tinggal di sana. Berhubung rakyat Ternate telah menekan
bangsa Portugis, maka mereka pun memecat Lopez de Mesquita dan kemudian menggantinya
dengan Alvaro de Ataide. Namun ternyata, penggantian gubernur tersebut tidaklah
meluluhkan Sultan Baabullah bersama pasukannya.
Kemudian pada tahun 1575, seluruh kekuasaan Portugis yang ada di Maluku telah
jatuh dan suku-suku kerajaan pribumi juga mendukung aksi perebutan kekuasaan tersebut.
Hingga akhirnya, hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama
lima tahun lamanya, orang-orang Portugis hidup menderita di dalam benteng dan terputus
dari dunia luar, sebagai balasan atas pengkhianatan mereka terhadap Sultan Hairun.
Tidak hanya itu saja, Sultan Baabullah akhirnya memberikan ultimatum kepada
bangsa Portugis yang masih tersisa itu untuk segera meninggalkan wilayah Ternate dalam
waktu 24 jam. Bagi mereka yang telah beristrikan pribumi Ternate, tetap diperbolehkan untuk
tetap tinggal tetapi dengan syarat harus menjadi kawula kerajaan.
Pada tahun 1629 pasukan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung kembali
menyerang. Mereka membawa banyak sekali persediaan perang, tunggangan militer serta
membuat lumbung-lumbung padi di Cirebon dan Tegal. Serangan ini menghasilkan buah
manis bagi pasukan Mataram. Mereka berhasil menaklukkan benteng Hollandia dan
menewaskan J.P Coen yang sedang mempertahakan benteng Meester Cornellis
Segala yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut terjadi karena VOC sering
menghadang kapal asal Cina yang tengah melakukan perjalanan ke Banten. Di tengah situasi
konflik, pada 1671, Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan Sultan Haji menjadi orang yang
mengurus masalah dalam negeri Banten. Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan
urusan Sultan Ageng sendiri.
Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC.
Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di
Istana Surosowan pada 1681. Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus
menandatangani perjanjian. Isinya, Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon
kepada VOC, monopoli lada di Banten diambil alih VOC, dan pasukan Banten yang ada di
pantai Priangan harus ditarik mundur. Terakhir, VOC meminta 600.000 Ringgit jika Banten
nantinya mengingkari perjanjian.
Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan istana
Surosowan pun dikepung. Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji.
Pasukan Sultan Ageng pun dipukul mundur kala itu dan pemimpinnya ini dijadikan sebagai
buronan. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung dan melakukan
perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa
tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai
1692, tepat ketika dirinya menutup usia.
i. Faktor Ekonomi
Dapat dikatakan, bahwa munculnya Gowa sebagai kerajaan maritim tidak dapat
dipisahkan dari faktor ekonomi. Keahlian dalam pembuatan perahu seperti di Tanjung Bira
yang menjadi andalan kapal perang kerajaan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan
sebuah kerajaan martim. Paruh pertama dari abad ke-17 Makassar dianggap sebagai pusat
perdagangan di Indonesia bagian timur. Pada waktu itu Makassar memegang supremasi
perdagangan sesudah Jawa Timur, yaitu tempat berkumpul barang dagangan, terutama
rempah-rempah dari Maluku untuk selanjutnya dikirim ke barat
Perhatian orang Belanda ke Makassar untuk berdagang dimulai sejak ditandai oleh
ketika orang Belanda mengirimkan sebuah surat kepada raja Gowa untuk berdagang di
Makassar, permohonan ini dikabulkan tetapi dengan satu syarat, yakni hanya untuk
berdagang, karena mereka mengetahui bahwa Belanda adalah musuh besar orang Portugis,
dan mereka tidak menghendaki Makassar dijadikan sebagai tempat pertahanan kedua bangsa
itu, Kemudian setelah itu orang asing yang datang ke Makassar dan mendirikan perwakilan
dagangnya secara resmi adalah orang Inggris, Denmark, Cina, dan lain-lain
DAMPAK PENJAJAHAN
1) Politik.
Tidak hanya itu, pemerintah kolonial Belanda juga menjalankan trias politica yang
juga dijalankan oleh pemerintah Indonesia saat ini. Pada bidang yudikatif, pemerintah
Kolonial Belanda mendirikan lembaga peradilan untuk kalangan Eropa, lembaga
peradilan untuk kalangan asing, dan lembaga peradilan untuk warga pribumi. Dalam
bidang legislatif, pemerintah kolonial Belanda mendirikan volksraad (dewan rakyat) pada
1918.
2) Ekonomi
Sebagian besar Kawan mungkin sudah tahu tentang cultuurstelsel (tanam paksa) yang
merugikan rakyat di zaman itu. Namun, ada hal yang saat ini masih digunakan. Yap! Itu
adalah pajak. Pemberlakuan pajak sudah diatur oleh pemerintah Kolonial Belanda,
tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels.
Ia dan pejabat lainnya memungut pajak dari hasil pertanian. Petani juga harus menjual
hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bukan hanya itu, kalau
Kawan tahu, pembangunan jalan raya dari Anyer sampai Panarukan adalah hal yang
merugikan rakyat. Namun, ada sisi positifnya, yakni membuka jalur perdagangan bagi
warga.
Lalu pada 1828, munculnya perbankan pertama di Indonesia. Bank tersebut diberi
nama De Javasche Bank yang saat ini Bernama Bank Indonesia. Dengan hal tersebut,
perkembangan Ekonomi Indonesia semakin pesat dengan perkembangan perdangan bebas
dan komersial.
Selain itu, beberapa stasiun kereta api yang bisa Kawan lihat sekarang, sebenarnya
berasal dari warisan kolonial Belanda. Contohnya, Stasiun Gambir, Stasiun Kota, Stasiun
Jatinegara, Stasiun Solo, dan Stasiun Tuntang. Tentu pemerintah kolonial Belanda juga
memperhatikan jaringan rel agar meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Setelah jalur darat, pemerintah Kolonial Belanda juga memfokuskan pada jaringan
transportasi di laut. Mereka menghubungkan jalur kereta api ke arah pelabuhan. Hal ini
demi mengefisienkan pengiriman barang dari angkutan kapal laut ke jalur darat.
Dalam bidang komunikasi, pada 1746, kantor pos pertama didirikan di Batavia
(sekarang Jakarta). Yang jelas, ini dapat mempercepat komunikasi melalui pengiriman
surat dari pos. Lalu, di Sumatera, pelayanan pos dapat diantar dengan mobil. Untuk
telegram, penerapannya dilakukan pada 1855.
Tidak hanya itu, masyarakat petani Indonesia juga sudah mengenal sistem
perkebunan. Dengan hal itu, mereka mengetahui beberapa jenis tanaman yang laku di
pasar global. Sistem ini masih digunakan hingga sekarang. Bahkan, menjadi peluang
bisnis bagi industri perkebunan/pertanian
4) Sosial Budaya
Dampak kolonialisme yang sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia adalah dalam
aspek sosial budaya. Hal ini ditandai dengan pergeseran dari sistem feodal ke sistem
kapitalis. Tentunya, sistem tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia
saat itu.
Dari hal tersebut, warga pribumi tidak tinggal diam. Mereka berhasil menanamkan
nilai persatuan dan kesatuan untuk mengusir para penjajah. Nilai-nilai itulah yang
melahirkan semangat gotong royong, kesantunan, dan budi pekerti luhur bagi warga
Indonesia. Nilai-nilai keindonesiaan itu yang terasa hingga sekarang.
Tidak hanya itu, kebiasaan warga barat yang sering mabuk-mabukan juga
memengaruhi masyarakat kala itu. Warga barat tidak mau tahu soal norma-norma yang
berlaku. Lalu, tidak adanya batasan antara hubungan laki-laki dan perempuan. Tidak
heran, banyak kerajaan Islam yang melakukan perlawanan kepada penjajah kala itu.
Dalam masa sekarang, pergeseran budaya semakin terlihat dengan budaya kebarat-
baratan. Budaya tersebut melahirkan generasi yang kapitalis, modern, westernisasi, dan
semisekuler. Tentu Kawan tidak mau terjadi hal itu, kan? Jadi, Kawan dapat
mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang bisa dijadikan panduan bagi Kawan dalam
berbangsa dan bernegara.
5) Pendidikan
Kaum terpelajar juga banyak yang terjun di bidang jurnalistik sehingga menghasilkan
beragam surat kabar. Isinya memang propaganda bagi pihak pemerintah Belanda. Akan
tetapi, bagi warga Indonesia, hal itu menjadi semangat menuju kemerdekaan Indonesia.
Puncaknya bisa dirasakan dengan momentum Sumpah Pemuda 1928. Setiap tanggal
28 Oktober, Kawan pasti memperingati hari itu sebagai bentuk kecintaan pemuda
terhadap Republik Indonesia. Dengan sistem pendidikan kala itu, Kawan bisa melihat
adanya jenjang pendidikan, kebijakan pendidikan, generasi pers, dan momentum penting
yang masih terasa hingga sekarang di Indonesia.
SISTEM TANAM PAKSA
Sistem Tanam Paksa ini awal mula terjadi karena pemerintah Belanda sedang
mengalami penurunan ekonomi yang sangat signifikan. Hal ini membuat keuangan
pemerintah Belanda berada di ujung tanduk. Selain tu, kerajaan Belanda pun harus
menghadapi hutang akibat perang. Contohnya perang Napoleon, Perang Belgia, dan Perang
Diponegoro. Dari Perang Diponegoro, Belanda diperkirakan harus mengeluarkan dana
sebesar 25 juta gulden. Sedangkan dari kekalahan Perang Napoleon, Belanda harus
mengganti seluruh pengeluaran perang kedua pihak.
Oleh sebab itu Johannes van den Bosch diangkat menjadi gubernur jenderal dengan
harapan bisa mengolah daerah jajahan Belanda agar menghasilkan pundi-pundi uang untuk
menutup utang tersebut dan mengisi kas Belanda.
Di bawah pemerintahan Van den Bosch, Belanda menerapkan sistem tanam paksa
yang dikenal dengan istilah Cultuurstelsel dalam bahasa Belanda. Dalam sistem ini,
penduduk desa diminta untuk menanam hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasaran
dunia pada saat itu untuk diekspor. Mereka menanam teh, kopi, tebu dan lain lain.
Selain itu, tanah yang awalnya digarap petani pribumi dan telah dibebaskan dari pajak
pada pelaksanaannya tetap saja dikenai pajak sewa tanah. Hasil penjualan tanaman-tanaman
tersebut juga harus diserahkan kepada Belanda. Jika rakyat tidak memiliki lahan, maka
mereka dapat menggantinya dengan berkontribusi dalam pengangkutanhasil-hasil kebun atau
pabrik selama kurang lebih 66 hari.
Kenyataan pahit lainnya, kerugian panen yang sejatinya akan ditanggung oleh
Belanda, nyatanya tidak terjadi. Petani yang mengalami gagal panen harus menanggung
sendiri semua kerugiannya. Semua pekerjaan pun diawasi oleh pengawas dari pribumi
sedangkan para petinggi dari Belanda hanya mengawasi pekerjaan secara umum.
Tanam paksa boleh dibilang merupakan era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi
Hindia Belanda di Indonesia. Sistem ini bahkan jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan
pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini
harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan
kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal
pada zaman keemas an kolonialisasi liberal Hindia Belanda pada 1835 sampai 1940.
Seperti yang terjadi di Surabaya pada akhir abad-19 telah berubah menjadi kota
industri dan perdagangan yang maju. Banyaknya perusahaan asing yang mulai menanamkan
modal di kota Surabaya. Inilah yang membuat Surabaya menjadi salah satu tujuan warga dan
penduduk desa mengadu nasib dan mencari pekerjaan yang lebih layak dari yang ada di desa.
Masuk ke awal abad ke-20, orang-orang Eropa makin banyak yang berdatangan dan
beradaptasi dengan kondisi Hindia Belanda yang tropis. Orang Eropa punya anggapan kalau
lingkungan ideal diwujudkan dengan banyak jalan-jalan beraspal, ditambah dengan lampu
penerangan jalan, perluasan lahan kota dan pembentukan taman kota.
Selain itu ada juga lahan pemakaman dan pembangunan gedung perkantoran
berkonsep Nieuw Indische Bouwstijl. Kota-kota di Pulau Jawa mengalami perkembangan
pembangunan yang drastis dan dinamis menjelang abad ke-20, seperti Batavia, Bandung,
Semarang, juga Malang.
KETERKAITAN SEJARAH ANTARA SITUASI REGIONAL DAN
GLOBAL
Sejarah mencatat manusia telah melakukan perjalanan melintasi ruang sejak awal
masehi termasuk juga orang-orang di Nusantara. Aktivitas melintasi ruang salah satunya
didorong oleh kegiatan ekonomi dengan melalui jalur laut. Mengenai bukti awal keterlibatan
Nusantara ke dalam pelayaran dan perdagangan internasional, dapat dilacak dari catatan
seorang yang bernama Claudius Ptolemy alias Claudius Ptolemaeus ahli perbintangan,
geografi, astronomi, matematika, sekaligus ahli syair dan sastra yang tinggal di Mesir, atau
tepatnya di Kota Alexandria sebuah tempat yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan
kerajaan Romawi.
Ptolemaeus menulis Guide to Geography, sebuah peta kuno yang ditulis pada abad I,
tercantum didalamnya nama sebuah kota yang bernama Barus. Barus menjadi kota pelabuhan
kuno yang sangat penting di Sumatra dan dunia. Komoditas aromatik rempah kapur barus
diburu oleh berbagai bangsa di belahan dunia seperti Tiongkok, Hindustan, Mesir, Arab, dan
Yunani-Romawi.
Hubungan pelayaran antara Nusantara dengan Timur Tengah, India dan Cina sudah
terjalin sejak abad II. Tercatat di dalam berita Cina, sekitar tahun 131, dikisahkan utusan Raja
Bian dari Kerajaan Jawa (Yediao) pernah berkunjung ke Cina (Wuryandari, 2015). Hal ini
berarti Kerajaan Jawa pada awal abad II Masehi telah melakukan pelayaran antar negara dan
telah membangun jalur kemaritiman dengan bangsa Cina.
Nusantara ketika itu tidak hanya menjadi daerah destinasi sebagai sumber rempah-
rempah tetapi tempat persinggahan jalur maritim internasional. Seperti dikisahkan oleh
penumpang kapal dagang milik Cina pada abad V. Ia berlayar menuju India melewati
perairan Sumatra Timur sebelum membelok ke arah barat (Mulyadi, 2016).
Ibnu Batutah, seorang penjelajah dan intelektual Muslim asal Maroko pernah
mengunjungi Pantai Timur Sumatra pada 1345 sebelum bertolak menuju Cina. Seorang
pengelana asal Portugis, Tome Pires juga pernah mengisahkan perjalanannya mengunjungi
Malaka, Jawa, dan Sumatra pada tahun 1512-1515.
Ia menulis pengalaman dalam bukunya berjudul Suma Oriental que trata do Mar Roxo
ate aos Chins (Ikhtisar Wilayah Timur: dari Laut Merah hingga negeri Cina) bahwa telah ada
interaksi yang intens antara orang-orang asli Nusantara dengan bangsa asing.
Inilah Sejarah. Sebuah ilmu yang sangat indah dan kuat jalurnya, bila itu dicari dan
dipahami dengan kesabaran dan pengetahuan. Dapat juga menjadi sebuah seni yang tidak
dapat manusia seperti kita lupakan. Sejarah akan selalu menjadi awal cerita bagaimana
sebuah bangs aitu dapat ada. Sejarah akan menjadi sebuah Pelajaran bagi bangsa itu untuk
terus berkembang menjadi lebih. Memang betul, umur kemerdekaan bangs akita masih
sekecil biji jagung jika dibandingkan bangsa eropa. Tapi dengan umur sekecil biji jagung itu,
kita mampu bersaing diantara mereka dari berbagai bidang politik, olahraga bahkan sains.
Indonesia mampu melahirkan anak-anak hebat yang sepadan dengan anak-anak
terbaik bangsa eropa. Indonesia juga mampu membiayai apa yang diperlukan oleh rakyat
untuk maju. Sekali lagi saya tekankan. Indonesia hanya bangsa yang memiliki umur sekecil
biji jagung, tapi Indonesia mampu menunjukkan bahwa biji jagung tersebut dapat menajadi
pohon jagung, yang akan menyebar benihnya, dan membuat pohon jagung lainnya.
Sekian makalah Sejarah yang kelompok kami tulis. Semoga makalah ini dapat
menjadi ilmu yang berguna untuk kami dan banyak orang. Terimakasih untuk banyak sumber
yang tidak dapat saya tuliskan satu-satu. Terimakasih.