Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu : Siti Aini Latifah A, S.Pd., M.Pd

Dibuat oleh :

Yasmin Rahmadewi (2350211105)

KELAS C

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI


1. Bagaimana jati diri seorang muslim menurut agama islam beserta dalilnya (min
3 dalil)
Jati diri merupakan suatu hal yang ada di dalam diri kita, yang meliputi karakter,
sifat, watak, dan kepribadiannya. Dengan kata lain, jati diri adalah segala hal tentang
diri kita.
Jati diri muslim, adalah nilai-nilai yang hidup dalam diri seorang muslim. Nilai-
nilai ini akan membentuk identitas diri seorang muslim, sekaligus akan menjadi ciri
beda dengan ummat lainnya. Perbedaan yang menampakkan keistimewaan dan
keindahan diantara identitas ummat lain.
Sering kali orang membuat definisi jati diri adalah jawaban dari 3 pertanyaan ini:
Siapa aku? Dari mana aku? Dan aku mau kemana? Pertanyaan ini memerlukan
pemikiran mendalam untuk mengetahui jawaban yang benar. Tidak sedikit orang
yang masih kebingungan dan akhirnya melupakan untuk menjawab ketiga pertanyaan
ini. Yang penting, jalani saja hidup ini.
Jati diri manusia sesungguhnya:
1) Siapa aku?
Manusia adalah mahluq Allah yang terbuat dari tanah dan berikan ruh
olah Allah. Kemudian manusia dilengkapi dengan potensi hati, akal, dan jasad.
Hati dan akal adalah potensi yang menyebabkan manusia memiliki kedudukan
lebih tinggi dibandingkan dengan makhluq lainnya.

‫اَّلِذ ْٓي َاْح َس َن ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلَقٗه َو َبَد َا َخ ْلَق اِاْل ْنَس اِن ِم ْن ِط ْيٍن‬
Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang
memulai penciptaan manusia dari tanah, (As-Sajdah:7)
‫ۚ ُثَّم َج َعَل َنْس َلٗه ِم ْن ُس ٰل َلٍة ِّم ْن َّم ۤا ٍء َّمِهْيٍن‬
kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air
mani). (As-Sajdah:8)
‫ُثَّم َس ّٰو ىُه َو َنَفَخ ِفْيِه ِم ْن ُّر ْو ِح ٖه َو َج َعَل َلُك ُم الَّس ْم َع َو اَاْلْبَص اَر َو اَاْلْفِٕـَد َۗة َقِلْياًل َّم ا َتْش ُك ُرْو َن‬
Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya
ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati
bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. (As-Sajdah:9)
‫َو ِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ٰۤل ِٕىَك ِة ِاِّنْي َخ اِلٌۢق َبَش ًر ا ِّم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍۚن‬

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (QS. Al Hijr:28)
2) Untuk apa aku ada?
Ada dua tujuan penciptaan manusia yang saling terkait yaitu dijadikan
khalifah dimuka bumi dan untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada tujuan
lain! Semua aktivitas, semuanya harus dalam rangka kedua peran kita ini.
Sebagai khalifah dan sebagai hamba Allah.
Untuk itu, Allah sudah membeli kita semua dengan potensi yaitu hati,
akal, dan jasa yang cukup untuk memikul dua tugas ini. Selama kita
memanfaatkan semua potensi yang kita miliki, kedua tugas ini akan terlaksana
dengan baik.

‫َو َم ا َخ َلْق ُت ا ْل ِج َّن َو ا ِإْل ْن َس ِإ اَّل ِلَيْع ُب ُد و ِن‬


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyaat:56)
Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang
kembali kepada-Ku, tetapi mereka Aku ciptakan untuk beribadah kepada-Ku.
Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk mereka sendiri.

‫َم ْن‬ ‫ِف ي َها‬ ‫َو ِإ ْذ َق ا َل َر ُّب َك ِل ْل َم اَل ِئ َك ِة ِإ ِّن ي َج ا ِع ٌل ِف ي ا َأْل ْر ِض َخ ِل ي َف ًة ۖ َق ا ُل وا َأ َت ْج َع ُل‬

‫ُي ْف ِس ُد ِف ي َه ا َو َيْس ِف ُك الِّد َم ا َء َو َن ْح ُن ُن َس ِّبُح ِب َح ْم ِد َك َو ُنَق ِّد ُس َل َك ۖ َق ا َل ِإ ِّن ي َأ ْع َل ُم َم ا اَل َت ْع َل ُم وَن‬

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (QS Al Baqarah:30)
3) Akan kemana aku?
Seungguhnya, tujuan pasti setiap manusia itu adalah kampung akhirat.
Dan hanya ada dua pilihan kampung akhirat, yaitu syurga (Al Jannah) dan
neraka (An Naar). Bagi kita orang yang beriman, kita berharap mendapatkan
balasan surga dari Allah. Syaratnya adalah hidup kita sesuai dengan tujuan
keberadaan kita, yaitu sebagai khalifah dan beribadah kepada Allah.

‫َاَّم ا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َفَلُهْم َج ّٰن ُت اْلَم ْأٰو ۖى ُنُزاًل ۢ ِبَم اَك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh,
mereka akan mendapat surga-surga (sebagai) tempat kediaman sebagai
balasan atas apa yang selalu mereka kerjakan. (As-Sajaddah:19)
Pada ayat ini dijelaskan perbedaan kedua golongan itu dan perbedaan
keadaan mereka di akhirat nanti. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-Nya, serta mengerjakan amal saleh akan diberi ganjaran pahala yang
berlipat ganda di akhirat nanti. Mereka akan tinggal di rumah-rumah yang
megah dengan taman-taman yang indah, sebagai balasan keimanan dan amal
saleh yang mereka perbuat selama hidup di dunia. Firman Allah: Niscaya
Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik
di dalam surga 'Adn. Itulah kemenangan yang agung. (ash-saff/61: 12)

‫َو َاَّم ا اَّلِذ ْيَن َفَس ُقْو ا َفَم ْأٰو ىُهُم الَّناُر ُك َّلَم ٓا َاَر اُد ْٓو ا َاْن َّيْخ ُرُج ْو ا ِم ْنَهٓاُاِع ْي ُد ْو ا ِفْيَه ا َو ِقْي َل َلُهْم ُذ ْو ُق ْو ا‬
‫َع َذ اَب الَّناِر اَّلِذْي ُك ْنُتْم ِبٖه ُتَك ِّذ ُبْو َن‬
Adapun orang-orang yang fasik (kafir), tempat kediaman mereka
adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka
dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah
azab neraka yang dahulu selalu kamu dustakan.” (As-Sajaddah: 20)

Adapun orang-orang yang kafir, mengingkari Allah dan rasul-Nya,


serta mengerjakan perbuatan-perbuatan jahat akan dibalas dengan azab neraka
di akhirat nanti. Setiap mereka mendekati pintu neraka untuk keluar, mereka
dikembalikan ke dalamnya lagi. Jika neraka itu diibaratkan dengan kawah atau
kepundan gunung berapi, maka orang-orang kafir berada di dalamnya. Nyala
api dari kawah itu sedemikian berbahaya dan setiap saat menyemburkan bunga
api. Dalam gambaran itu terbawa pula orang-orang kafir yang sedang diazab,
mereka terlempar ke mulut kawah itu, kemudian mereka dibenamkan lagi ke
dasarnya, sehingga tidak mempunyai kesempatan sedikit pun untuk keluar dari
neraka itu. Di saat mereka dibenamkan kembali ke dalam neraka, kepada
mereka dikatakan, "Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulu kamu tidak
mempercayainya sedikit pun sewaktu hidup di dunia."

2. Jelaskan konsep kepemimpinan dalam islam beserta dalilnya (min 3 dalil)


Kepemimpinan Dalam Islam
Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah.
Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi.
Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi contoh dan
suritauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan linnas) dan
rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah Saw.,
sebagaimana dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah.” (QS.al-Ahzab [33]: 21).

Setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap dirinya. Dan


setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw yang maknanya sebagai
berikut :
“Ingatlah! Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban
tentang kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan
dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin
bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai
pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah
sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang
kepemimpinannya,” (Al-Hadits).

Kemudian, dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya,
yakni : Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah
(1) Siddiq (jujur) sehingga ia dapat dipercaya;
(2) Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi;
(3) Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya;
(4) Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan
mengimplementasikannya.

Selain itu, juga dikenal ciri pemimpin Islam dimana Nabi Saw pernah
bersabda:
Pertama, Setia kepada Allah. Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan
kesetiaan kepada Allah; Kedua, Tujuan Islam secara menyeluruh. Pemimpin melihat
tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok, tetapi juga dalam
ruang lingkup kepentingan Islam yang lebih luas; Ketiga, Berpegang pada syariat dan
akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, dan boleh menjadi pemimpin
selama ia berpegang teguh pada perintah syariah. Dalam mengendalikan urusannya ia
harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan
oposisi atau orang-orang yang tak sepaham; Keempat, Pengemban amanat. Pemimpin
menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah Swt., yang disertai oleh tanggung
jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk
Allah dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya prinsip-prinsip


dasar dalam kepemimpinan Islam yakni, Musyawarah, Keadilan, dan Kebebasan
berfikir. Pemimpin Islam bukanlah kepemimpinan tirani dan tanpa koordinasi. Tetapi
ia mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam. Bermusyawarah dengan sahabat-
sahabatnya, membuat keputusan seadil-adilnya, dan berjuang menciptakan kebebasan
berfikir, pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling kritik dan saling menasihati
satu sama lain sedemikian rupa, sehingga para pengikut atau bawahan merasa senang
mendiskusikan persoalan yang menjadi kepentingan dan tujuan bersama. Pemimpin
Islam bertanggung jawab bukan hanya kepada pengikut atau bawahannya semata,
tetapi yang jauh lebih penting adalah tanggung jawabnya kepada Allah Swt. selaku
pengemban amanah kepemimpinan. Kemudian perlu dipahami bahwa seorang muslim
diminta memberikan nasihat bila diperlukan.
Dalil:
1. Al-Qur'an surah Al Baqarah ayat 30,
‫ٰۤل‬
‫ِّد َم ۤا َۚء َو َنْح ُن ُنَس ِّبُح‬U‫َو ِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ِٕىَك ِة ِاِّنْي َج اِع ٌل ِفى اَاْلْر ِض َخ ِلْيَف ًةۗ َق اُلْٓو ا َاَتْج َع ُل ِفْيَه ا َم ْن ُّيْفِس ُد ِفْيَه ا َو َيْس ِفُك ال‬
٣٠ ‫ِبَحْمِد َك َو ُنَقِّدُس َلَكۗ َقاَل ِاِّنْٓي َاْعَلُم َم ا اَل َتْع َلُم ْو َن‬

Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan
orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih
memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.""

2. Al-Qur'an surah An Nisa ayat 59,


‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َاِط ْيُعوا الَّرُسْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َفِاْن َتَناَز ْعُتْم ِفْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِاَلى ِهّٰللا َو الَّرُس ْو ِل ِاْن‬
٥٩ ࣖ ‫ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِو ْياًل‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi
Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih
baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)."

3. Al-Qur'an surah Shad ayat 26,


‫َتَّتِبِع اْلَهٰو ى َفُيِض َّلَك َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ ِاَّن اَّل ِذ ْيَن َيِض ُّلْو َن‬ ‫ٰي َداٗو ُد ِاَّنا َجَع ْلٰن َك َخ ِلْيَفًة ِفى اَاْلْر ِض َفاْح ُك ْم َبْيَن الَّناِس ِباْلَح ِّق َو اَل‬
٢٦ ࣖ‫َس ِبْيِل ِهّٰللا َلُهْم َع َذ اٌب َش ِد ْيٌد ۢ ِبَم ا َنُسْو ا َيْو َم اْلِحَس اِب‬ ‫َع ْن‬

Artinya: "(Allah berfirman,) "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu


khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.""

3. Tuliskan contoh kepemimpinan rasulullah dan para sahabat (min 3 kisah) misal
kisah rasulullah,umar bin khattab dll
1. Rasulullah SAW sangat menghargai siapapun tanpa memandang strata sosialnya,
baik itu penguasa maupun rakyat jelata.

Suatu hari, ada seorang pembesar kabilah datang menghadap beliau. Tanpa
ragu-ragu beliau langsung menggelar serbannya untuk dijadikan alas duduk pembesar
kabilah itu. Hingga pembesar kabilah tersebut merasa sungkan karena begitu
dimuliakan oleh tuan rumah.

Di lain kesempatan, pernah suatu ketika ada salah satu sahabat yang
datang terlambat di majelis beliau. Tempatnya sudah penuh dan sesak. Sahabat itu
meminta izin kepada para sahabat lain untuk memberinya ruang duduk, tapi tidak
ada satupun yang mau memberinya tempat. Akhirnya ia duduk di depan pintu.

Di tengah kebingungannya, Nabi Saw. melihat sahabat tersebut dan


memintanya untuk duduk di samping beliau. Nabi Saw. pun melipat surbannya
lalu diberikan kepada sahabat tadi untuk dijadikan alas duduk. Menerima
perlakuan mulia Nabi Saw., berlinanglah air mata sahabat tadi. Diciumnya surban
itu, kemudian ia kembalikan kepada Nabi Saw. dengan penuh haru. [Sayyid
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki, Muhammad Al-Insan Al-
Kamil (Surabaya: Hai`ah As-Shofwah Al-Malikiyyah), h. 252.]

Bahkan, dalam urusan rumah tangga sekalipun Rasulullah SAW sering


mengerjakan kebutuhan rumah tangga beliau dengan tangannya sendiri. Posisinya
sebagai kepala negara dan kepala keluarga tidak membuatnya enggan untuk
melakukan hal-hal yang remeh sekalipun. Urusan-urusan yang umumnya dapat
ditangani seorang istri, beliau lakukan sendiri demi meringankan beban dan
tanggung jawab keluarga.

Itulah pribadi Rasulullah SAW, pemimpin sederhana dan bersahaja dalam


menjalani keseharian hidupnya. Ketika sandalnya rusak, beliau memperbaikinya
sendiri. Begitu juga saat pakaiannya sobek, beliau akan menjahitnya sendiri.
Bahkan, dalam hadis diatas menurut Sayyidah ‘Aisyah, menjahit pakaian adalah
hal yang paling sering dilakukan Rasulullah Saw.
2. Kisah Abu Bakar dan nenek tua

Siapa yang tidak mengenal sahabat Nabi Abu bakar Ash-Shiddiq, ia merupakan
salah satu orang sangat dicintai oleh Nabi. Hidupnya dihabiskan untuk selalu
menemani Rasulullah dalam menyampaikan dakwah kepada umat manusia.

Setelah Nabi meninggal dunia ia sebagai khalifah pertama yang


menggantikannya. Begitu banyak kisah-kisah kebaikan yang telah dilakukan oleh
Abu bakar, bahkan ia tak segan untuk memberikan semua hartanya untuk di
belanjakan di jalan Allah.

Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab radhiallahu


‘anhuma merupakan sahabat nabi yang sangat gemar dalam bersaing untuk
melakukan hal-hal kebaikan. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan
kebaikan di dunia dan mendapatkan pahala yang besar di akhirat kelak.

Ketika Umar bin khattab mengawasi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar,
Lalu ia melakukan amalan tersebut melebihi apa yang dilakukan oleh Abu bakar
sehingga ia mendapatkan kebaikan dan berbuat lebih apa yang dari Abu Bakar
lakukan.

Sesuatu hal telah menarik perhatian Umar, sehingga pada suatu pagi Umar
ingin mengawasi Abu Bakar. Ia mengikuti Abu bakar pergi ke pinggiran kota
madinah setelah selesai melaksanakan sholat subuh. Abu Bakar pergi ke pinggiran
kota madinah untuk mendatangi sebuah gubuk kecil, Umar hanya melihat apa
yang dilakukan oleh sahabatnya itu. Kemudian setelah beberapa saat Abu bakar
pun pergi meninggalkan gubug tersebut. Umar mengetahui segala kebaikan yang
dilakukan oleh Abu bakar kecuali apa yang ia lakukan di dalam gubuk kecil
tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu, Umar pun semakin penasaran dengan


apa yang dilakukan sahabatnya di dalam gubuk tersebut. Ia kembali mengikuti
Abu bakar pergi ke pinggiran kota madinah tersebut. Ia ingin menyaksikan sendiri
dengan mata kepalanya apa yang dilakukan oleh sahabatnya di dalam gubuk kecil
tersebut. Setelah Abu bakar pulang, ia segera masuk ke dalam tempat tersebut.

Ketika sang Umar masuk ke dalam tempat tersebut, ia mendapatkan


seorang nenek tua yang terbaring lemah tanpa bisa melakukan aktivitas. Nenek
tersebut juga buta kedua matanya sehingga ia tidak bisa melihat. Umar melihat
tidak ada sesuatu apapun di dalam gubuk kecil tersebut. Umar pun heran dengan
apa yang ia lihat, ia ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh Abu Bakar di
rumah nenek tua buta tersebut.

Umarpun bertanya kepada sang nenek , “Apa yang dilakukan orang


tersebut di sini?” Nenek itu menjawab, “Demi Allah, Setiap pagi dia datang,
membersihkan rumahku dan menyapunya, kemudian ia menyiapkan makanan
untukku, kemudian ia pergi tanpa berbicara apapun denganku.” mendengar apa
yang dikatakan oleh nenek tersebut, Umar pun menangis. Ia kagum dengan
dengan amalan yang dilakukan oleh sahabatnya, seorang khalifah islam rela
memberikan makan dan membersihkan rumah nenek tua setiap pagi.

Dari kisah di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin besar
pun harus memperhatikan orang lain, kepemimpinannya tidak menghambat ia
untuk berlaku baik kepada orang lain. Semua amal kebaikan yang ia lakukan
merupakan bentuk kecintaannya kepada Allah dan rasulnya.

3. Khalifah Umar bin Khattab pemimpin yang adil dan dekat dengan rakyat

Khalifah Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang selalu ingin tahu
keadaan rakyatnya. Beliau selalu menyempatkan waktu berjalan keliling untuk
mengetahui kondisi rakyatnya. Suatu saat Umar sedang berkeliling dengan
sahabatnya yang bernama Aslam. Mereka berdua ketika sedang berjalan
mendengar suara tangisan anak kecil. Khalifah Umar dan Aslampun mencari
sumber suara tersebut lalu berhenti di sebuah rumah yang kecil. Di dalam rumah
tersebut Umar melihat seorang ibu yang sedang memasak.
Kemudian beliau bertanya kepada ibu tersebut mengapa anaknya menangis.
Ibu itu tetap memasak dan mengatakan bahwa anaknya menangis karena
kelaparan. Khalifah Umar melihat terus-menerus ibu yang sedang memasak itu.
Sudah terasa agak lama tetapi tidak ada tanda-tanda masakan itu akan matang.

Khalifah Umar bertanya lagi kepada ibu tersebut mengapa sang anak sudah
kelaparan dan menangis tetapi sang ibu tidak selesai juga memasak. Lalu khalifah
Umar melihat apa yang sedang di masak ibu tersebut. Beliaupun kaget, ternyata
yang di masak ibu itu adalah batu. Akhirnya seketika itu juga khalifah Umar
kembali ke rumah dan mengambil satu karung gandum untuk diserahkan kepada
ibu tersebut agar anaknya tidak kelaparan.

Begitulah khalifah Umar bin Khattab yang selalu memperhatikan kondisi


rakyatnya. Sehingga beliau dekat dengan rakyat. Selain itu beliau dikenal sebagai
pemimpin yang adil dalam menegakkan keadilan tanpa memandang siapapun.

Anda mungkin juga menyukai