Anda di halaman 1dari 16

LK. 1.

2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik


SMK

Nama Mahasiswa : Reni Risnawati Kusumah, S.Pd.

Alas Sekolah : SMKN 4 GARUT

Masalah pembelajaran adalah: Kesenjangan antara tujuan yang


direncanakan dengan realisasi pencapaian oleh siswa. Tujuan pembelajaran
terbagi pada dua hal yaitu capaian kompetensi (KD/TP) dan proses
pencapaian kompetensi (proses belajar). Pada terminologi ABCD (Audience,
Behavoir, Condition and Degree), maka B dan D merupakan representasi
capaian kompetensi, sedangkan C adalah proses pencapaiannya.

Identifikasi masalah adalah: proses menemukan kesenjangan yang terjadi


pada siswa sebagaiaman definisi maslah pembelajaran.

Eksplorasi penyebab masalah adalah: Mengidentifikasi semua


kemungkinan penyebab terjadinya kesenjangan pencapaian tujuan
pembelajaran oleh siswa. Penyebab tersebut dapat bersumber dari metode
yang diterapkan oleg guru, sarana prasarana pembelajaran, lingkungan
belajar, sikap dan perilaku guru, lingkungan sosial dan keluarga, dan diri
siswa yang bersangkutan.

Penentuan penyebab masalah adalah: proses memilah dan menentukan


penyebab yang paling dominan atas timbulnya kesenjangan pencapaian
tujuan pembelajaran oleh siswa. Jika penyebab ini diatasi, maka
harapannya penyebab lain yang tereksplorasi akan selesai dengan
sendirinya.
Nama Mahasiswa : RENI RISNAWATI KUSUMAH, S.Pd.
Asal Instansi : SMKN 4 GARUT
L.K. 1.2. Ekplorasi Penyebab Masalah Pembelajaran Peserta Didik SMKN 4 Garut
Masalah yang
telah diidentifikasi
No. (di salin dari masalah Hasil eksplorasi penyebab masalah Analisis eksplorasi penyebab masalah
yang berada di
LK1.1)

1 Peserta didik kurang 1.1. Hasil kajian literatur: Setelah dilakukan analisa terhadap
memiliki 1.1.1. Kemampuan berpikir kritis matematis adalah suatu proses mengolah informasi yang hasil studi literatur dan hasil
kemampuan berpikir melibatkan pengetahuan, penalaran dan pembuktian matematika sehingga dapat wawancara, dapat diketahui bahwa
kritis dalam memecahkan suatu permasalahan terutama dalam pembelajaran matematika. penyebab peserta didik kurang
menyelesaikan Sumber : memiliki kemampuan berpikir kritis
permasalahan Fitirana, A., Marsitin, R., & Ferdiani, R. D. (2019). Analisis Berpikir Kritis dalam menyelesaikan permasalahn
matematika. Matematis Dalam Menyelesaikan Soal Matematika. Rainstek Jurnal Terapan Dains matematika adalah :
& Teknologi, 1(3), 92-96. 1. Kurangnya ketertarikan siswa
1.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran terhadap mata pelajaran
matematika diantaranya yaitu, (a) faktor psikologi belajar yang meliputi faktor motivasi,
matematika.
faktor kecemasan, dan faktor perkembangan intelektual, (b) faktor fisiologi yang meliputi
2. Siswa terbiasa dengan metode
kondisi fisik, (c) faktor kemandirian belajar, dan (d) faktor interaksi.
pembelajaran konvensional atau
Sumber :
pembelajaran yang berpusat
Dores, S. P., Jiran, O., Wibowo, D. C., & Susanti, S. (2020). Analisis kemampuan
pada guru (Teacher Center)
berpikir kritis siswa pada mata pelajaran matematika. J-PiMat, 2(2), 242-254.
3. Mindset siswa yang memandang
1.1.3. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan oleh beberapa faktor
bahwa matematika dari dulu
diantaranya adalah siswa kurang konsentrasi dan tidak fokus terhadap pembelajaran
adalah pelajaran yang sulit.
yang disampaikan oleh guru, dalam proses pembelajaran siswa harus didorong oleh
guru itu sendiri untuk mengajukan pertanyaan, siswa lebih banyak diam, duduk,
mendengarkan, mencatat, dan menghafal sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi
tidak menarik dan menyenangkan.
Sumber :
(Dores, S. P., Jiran, O., Wibowo, D. C., & Susanti, S. (2020). Analisis kemampuan
berpikir kritis siswa pada mata pelajaran matematika. J-PiMat, 2(2), 242-254.
1.1.4. Kemampuan berpikir kritis seorang siswa dalam penyelesaian masalah matematika
sangatlah penting, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan bahkan kegagalan
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan berbagai cara dan strategi penyelesian .
Sumber :
Rahayuningsih, S., & Kristiawan, I. (2018, October). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika. In Conference on Innovation and Application of
Science and Technology (CIASTECH) (Vol. 1, No. 1, pp. 245-253).

Hasil Wawancara
1.2.1. Guru Mata Pelajaran Matematika/ Rekan Sejawat ( Ibu Mimin Resmini, S.Pd.)
a. Kurangnya kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika salah
satunya disebabkan karena peserta didik cenderung menghafal materi dan
rumus daripada memahami konsep. Sehingga peserta didik merasa kesulitan
dalam menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan analisis, manipulasi
dan strategi.
b. Dominasi guru dan metode guru yang kurang menarik dalam proses
pembelajaran membuat pembelajaran kurang menarik dan siswa merasa bosan
. Akibatnya konsep yang dipelajari siswa menjadi tidak maksimal.
1.2.2. Guru Mata Pelajaran Matematika/ Rekan Sejawat ( Ibu Hj. Siti Chasanah,
S.Pd.)
a. Siswa menganggap Matematika pelajaran yang sulit.
b. Kurangnya minat siswa dalam belajar matematika karena siswa belum mahir
melakukan operasi hitung terutama pada bilangan b
c. Kemampuan awal matematika siswa masih rendah seeprti dalam operasi
hitungan.
Hasil Wawancara 4. Kemampuan awal siswa yang
1.2.3. Guru Mata Pelajaran Matematika/ Rekan Sejawat ( Ibu Mimin Resmini, S.Pd.) rendah dalam operasi hitung
a. Kurangnya kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika salah matematika
satunya disebabkan karena peserta didik cenderung menghafal materi dan
5. Kondisi lingkungan yang tidak
rumus daripada memahami konsep. Sehingga peserta didik merasa kesulitan
dalam menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan analisis, manipulasi mendukung siswa dalam belajar
dan strategi. seperti perhatian orang tua atas
b. Dominasi guru dan metode guru yang kurang menarik dalam proses hasil belajar siswa.
pembelajaran membuat pembelajaran kurang menarik dan siswa merasa bosan 6. Beberapa siswa ketika siswa
. Akibatnya konsep yang dipelajari siswa menjadi tidak maksimal. berada di kelas, kebanyakan
1.2.4. Guru Mata Pelajaran Matematika/ Rekan Sejawat ( Ibu Hj. Siti Chasanah, hanya diam saja, tidak aktif atau
S.Pd.)
terlibat langsung dalam
a. Siswa menganggap Matematika pelajaran yang sulit.
b. Kurangnya minat siswa dalam belajar matematika karena siswa belum mahir pembelajaran, karena kelelahan
melakukan operasi hitung terutama pada bilangan b terkait jarak tempat tinggal yang
c. Kemampuan awal matematika siswa masih rendah seeprti dalam operasi cukup jauh, terutama siswa
hitungan. perempuan.
d. Kebanyakan orang tua kurang perhatian dengan pendidikan anaknya sehingga
anak kurang termotivasi.
e. Tidak nyaman dengan suasana kelas.
f. Efek pandemic Covid-19, sehingga perlu adaptasi lagi , dan belajar yang lebih
terstruktur lagi di kelas.
2 Beberapa siswa 2.1. Hasil kajian literatur: Setelah dilakukan analisa terhadap
masih 2.1.1. Menurut Arsyad, (2006), kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk hasil studi literature dan hasil
belum maksimal jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media wawancara, dapat diketahui bahwa
dalam adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Adapun ciri- penyebab belum maksimalnya
memanfaatkan ciri umum yang terkandung dalam batasan media sebagai berikut: a) Media pendidikan dalam memanfaatkan media
media memiliki pengertian fisik yang dapat dilihat , diraba dan di dengar dengan penca pembelajaran adalah :
pembelajaran , indera; 1. Siswa tidak menggunakan media
baik melalui media b) Media pendidikan memiliki pengertian non fisik yaitu kandungan pesan yang pembelajaran berbasis internet
teknologi maupun terdapat dalam perangkat hardware merupakan isi yang ingin disampaikan kepada dengan bijak sehingga lebih
memanfaatkan siswa; c) Penekanan media pendidikan pada visual; d) Media pendidikan dapat banyak menggunakan aplikasi di
perpustakaan di diartikan sebagai alat bantu proses belajar; e) Media pendidikan digunakan dalam handphone untuk bermain game
sekolah, rangka komunikasi dan interaksi belajar antar pendidik dan peserta didik; f) Media atau hiburan saja.
pendidikan dapat digunakan secara masal. 2. Ketersediaan buku digital (e-
Sumber : book pembelajaran) di
Untari, Esty (2017). Problematika dan pemanfaatan Media Pembelajaran Sekolah Dasar di
Kota Blitar. Jurnal Pendidikan Dasar PerKhasa, Vol. 3 (1).
2.2. Wawancara perpustakaan yang relevan
2.2.1. Kepala Sekolah dengan materi pembelajaran
a. Kesadaran diri dari siswa untuk membaca ataupun mencari informasi dengan masih terbatas
media pembelajaran lain masih kurang. Meskipun siswa lebih tertarik dengan 3. Siswa tidak terbiasa
metode yang instan seperti searching di internet, namun jika siswa belum menggunakan media
memiliki motivasi intrinsk sendiri maka pembelajaran itu tidak akan terjadi. pembelajaran digital
b. Kurangnya model dari guru untuk memberikan contoh membudayakan membaca 4. Siswa mengandalkan menerima
di perpustakaan. informasi hanya dari guru saja.
2.2.3. Guru / Rekan Sejawat
a. Siswa terbiasa dengan model pembelajaran konvensional.
b. Siswa menggunakan media pembelajaran digital tidak efektif, sehingga bukannya
mencari informasi untuk belajar tetapi malah main game atau melihat aplikasi
hiburan seperti game, medsos dan aplikasi lain yang tidak relevan dengan
kebutuhan belajar siswa.
c. Siswa mengandalkan menerima informasi hanya dari guru saja.
d. Buku yang tersedia di perpustakaan kurang relevan dengan yang dibutuhkan
siswa.
2.2.4. Wakasek Kesiswaan
a. Siswa lebih banyak mengggunakan/memanfaatkan gadget nya untuk bermain
game daripada untuk membantu proses belajarnya.
b. Buku-buku yang relevan dengan pembelajaran masih terbatas.
c. Era sekarang bukan zamannya membaca buku secara manual
d. Kurangnya pantauan atau batasan penggunann Handphone dari orang tua
3 Siswa mayoritas 3.1. Hasil Kajian Literatur: Setelah dilakukan analisa terhadap
malas dalam 3.1.1. Hartatik (2020), Kemampuan literasi numerasi diartikan sebqagai kemampuan hasil studi literature dan hasil
menghafal rumus peserta didik untuk menjabarkan informasi yang berkaitan dengan angka atau wawancara, dapat diketahui bahwa
symbol matematika kemudian merumuskan sebuah permasalahan, menganalisis penyebab malasnya siswa dalam
permasalahan serta menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. menghafal rumus adalah :
Sumber : 1. Siswa merasa cemas, tegang dan
(Hartatik, Sri, Nafiah. 2020. Kemampuan Numerasi Mahasiswa Pendidikan Profesi takut untuk bertanya ketika ada
Guru Sekolah Dasar dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Education and yang belum dimengerti.
Human Development Journal, Vol, 5 No.1, April 2020, 32-42). 2. Stigma dari siswa bahwa
3.1.2. Saputra (2014:78) mengungkapkan bahwa kecemasan matematika merupakan matematika itu sulit
perasaan yang berasal dari peserta didik yang merasa takut, tegang, dan cemas 3. Siswa kurang berlatih sehingga
ketika sedang berhadapan dengan matematika serta berpikir bahwa matematika kemamouan numerasinya
merupakan mata pelajaran yang tidak menyenangkan karena melihat dari kurang.
pengalaman pribadi, guru, teman, dan ejekan teman karena tidak dapat
menyelesaikan persoalan matematika.
Sumber :
Saputra, P.R. (2014). Kecemasan Matematika dan Cara Menguranginya
(Mathematic Anxiety and How To Reduce It). Journal of the Mathematics
Education Study Program. Vol. 3 (2)
3.2. Wawancara
3.2.1. Guru / Rekan sejawat
a. Stigma siswa bahwa matematika itu sulit
b. Siswa kurang banyak berlatih sehingga kemampuan numerasinya kurang.
c. Siswa merasa takut untuk bertanya ketika belum paham , sehingga untuk lanjut
ke materi selanjutnya masih meraba-raba.
3.2.2. Wakasek kurikulum
a. Siswa lebih memilih menggunakan Handphone untuk menghitung
b. Model pembelajaran yang digunakan membuat bosan peserta didik

4 Siswa cenderung 4.1. Hasil Kajian Literatur Setelah dilakukan analisa terhadap
pasif dan 4.1.1. Maula (2019:10) Diketahui bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan masih hasil studi literature dan hasil
takut berkomunikasi secara konvensional. Pembelajaran masih berpusat pada guru, sementara siswa wawancara, dapat diketahui bahwa
terhadap guru, cenderung pasif. Akibatnya siswa merasa bosan dalam pembelajaran matematika. penyebab siswa cenderung pasif dan
beberapa siswa yang Siswa cenderung melakukan aktivitas lain yang lebih menarik perhatian, misalnya takut berkomunikasi dengan guru dan
kurang minat seperti bermain dan mengobrol dengan temannya. Menurut pengamatan dan kesulitan dalam pemahaman
terhadap pelajaran observasi pada saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung bersikap pasif, pembelajaran matematika adalah :
matematika karena enggan bertanya, takut atau malu untuk bertanya. Siswa jarang berdiskusi dengan 1. Pembelajaran yang dilakukan
kesulitan temannya. Bila ada yang kurang paham atau tidak mengerti tentang suatu materi masih secara konvensional
dalam pemahaman mereka cenderung untuk diam. Masih banyak siswa kesulitan mempelajari maupun seperti pembelajaran yang
pembelajaran tentang menyelesaikan soal-soal matematika. Soal matematika dianggap sesuatu yang rumit, berpusat pada guru..
Matematika dasar. membutuhkan energi, pikiran, dan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya. 2. Dominasi guru dan siswa
Selain itu ketika guru meminta siswa untuk menyelesaikan suatu masalah, beberapa lebih banyak menunggu sajian
siswa merasa kebingungan dan kesulitan sehingga tidak dapat memecahkan masalah guru daripada mencari dan
yang diberikan oleh guru. menemukan sendiri
Sumber : pengetahuan, keterampilan
Maula, I. (2019). Pembelajaran Matematika Guided Discovery. atau sikap yang mereka
4.1.2. Anggareni (2014:1) Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan butuhkan.
kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu 3. Siswa tidak percaya diri, malu
sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan dan takut akan ejekan dari
atau sikap yang mereka butuhkan. Selain itu pembelajaran yang berpusat pada guru temannya ketika tidak bisa
cenderung membiarkan siswa untuk bekerja secara sendirisendiri untuk mencapai menjawab persoalan
tujuan pembelajaran.Kondisi ini mengakibatkan mata pelajaran matematika masih matematika saat pembelajaran
di kelas.
dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit oleh para pelajar maupun masyarakat
4. Siswa tidak mengerti sama
umumnya.
sekali tentang materi
Sumber :
pembelajaran yang mereka
Anggraeni, V. T. (2014). Dampak Komunikasi Siswa Terhadap Hasil Belajar
Matematika Sekolah Dasar. Vol. 26 (1). pelajari.
4.1.3. Nastiti (2012:54) Siswa dengan kemampuan komunikasi rendah dan terbilang pasif 5. Siswa tidak mengetahui
hanya menunggu teman mereka selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru, konsep matematika yang
mereka pelajari terdahulu
malu untuk bertanya, mengerjakan tugas sendiri, dan tidak memiliki peran penting yang mana konsep tersebut
dalam kerja kelompok. berkaitan dengan materi
Sumber : selanjutnya yang akan
Nastiti, Galuh Endar. (2012). Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Metode mereka pelajari.
Problem Based Learning dan Team Quiz Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi 6. Tidak adanya ketertarikan
Siswa. Diakses pada tanggal 21 November 2023. Dari siswa dalam pembelajaran
http://eprints.ums.ac.id/27962/18/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. matematika membuat
mereka tidak akan berusaha
4.1.4. Berdasarkan hasil analisis di atas maka didapatkan poin utama tentang faktor-faktor untuk memahami materi.
yang mempengaruhi siswa pasif dalam pembelajaran matematika yaitu: 1. Cara 7. Ketika melihat teman yang
mengajar guru yang monoton dan kurang inovatif 2. Siswa yang malu atau takut lebih aktif, membuat siswa
untuk bertanya karena takut akan dimarahi oleh guru ataupun akan direndahkan yang lain akan kurang
oleh teman yang lain. 3. Malas untuk mengerjakan soal-soal karena kurang paham percaya diri.
ataupun memang karena tidak mau berusaha. 4. Siswa yang kurang paham materi
membuat mereka kebingungan dan akhirnya hanya akan melakukan hal-hal yang
lain di luar pembelajaran. 5. Tidak adanya ketertarikan siswa dalam pembelajaran
matematika membuat mereka tidak akan berusaha untuk memahami materi. 6.
Ketika melihat teman yang lebih aktif, membuat siswa yang lain akan kurang
percaya diri
Sumber :
M, Hardianty (2017:113). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepasifan dan
Kesulitan Siswa dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMP Negeri 1
Balusu. Diakses pada tanggal 21 November 2023.
http://eprints.unm.ac.id/6115/1/FaktorFaktor%20yang%20Mempengaruhi%20Kepas
ifan%20dan%20Kesulitan%20Siswa%20dalam%20Pembelajaran%20Matematika%
20di%20Kelas%20VII%20SMP%20Negeri%201%20Balusu.pdf
4.2. Wawancara
4.2.1. Wakasek Kesiswaan
a. Murid yang pasif sebetulnya memiliki kemampuan yang hebat, namun mereka
malu untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikiran mereka. Mereka tidak
percaya diri, apalagi saat pendapat mereka disanggah dan menjadi ejekan oleh
tamn satu kelas atau teman sebaya mereka.
4.2.2. Guru / Rekan Sejawat
a. Siswa malu ataupun takut ketika akan mengajukan pertanyaan, menjawab
pertanyaan, maupun untuk sekedar mengemukakan pendapat mereka di dalam
kelas.
b. Siswa tidak mengerti sama sekali tentang materi pembelajaran yang mereka
pelajari.
c. Siswa tidak mengetahui konsep matematika yang mereka pelajari terdahulu
yang mana konsep tersebut berkaitan dengan materi selanjutnya yang akan
mereka pelajari.
d. Siswa tidak tertarik terhadap pembelajaran matematika.
e. Siswa yang pasif juga bisa muncul karena mereka telah paham dengan konsep
matematika yang telah mereka pelajari sehingga tidak muncul pertanyaan dari
mereka.

5 Siswa dalam mata5.1. Hasil Kajian Literatur Setelah dilakukan analisa terhadap
pelajaran matematika, 5.1.1. Muhibbin (1997:117) menyatakan bahwa kebiasaan merupakan bentuk tingkah laku hasil studi literature dan hasil
masih memiliki yang menetapkan yang timbul karena karena adanya penyusutan kecenderungan wawancara, dapat diketahui bahwa
kebiasaan tidak respon dengan menggunakan stimulus berulang-ulang. Tindakan belajar yang penyebab siswa masih memiliki
memperhatikan SOP dilakukan secara berulang-ulang pada akhirnya akan bersifat monoton, pada kebiasaan tidak memperhatikan SOP
(Standar Operasional akhirnya akan berubah menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang telah lama
tertanam akan
Prosedur) secara rinci sulit dirubah atau diperbaharui, untuk itu perlu adanya pengarahan dari guru atau (Standar Operasional Prosedur) dalam
dan sesuai dengan orang tua supaya dapat membangun kebiasaan belajar positif. pembelajaran adalah :
intruksi dari Guru. Sumber : 1. Siswa sebelumnya memiliki
Muhibbin Syah. 1997. Psykologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : tindakan belajar yang
Remaja Rosdakarya. dilakukan secara berulang-
5.2. Wawancara ulang, dan bersifat monoton
5.2.1. Wakasek Kurikulum pada akhirnya berubah
a. Siswa terbiasa mengerjakan tugas dengan cara yang dianggap mudah, yang menjadi sebuah kebiasaan..
penting bisa mengumpulkan tugas, mereka mengabaikan atautidak 2. Siswa tidak terbuka dan
melihat/mendengar intruksi gurunya. terbiasa menggunakan media
b. Siswa tidak terbuka dan terbiasa menggunakan media pembelajaran berbasis pembelajaran berbasis digital
digital , sehingga siswa kreatif dan sulit tersambung dalam pembelajaran dalam tidak kreatif dan sulit untuk
berbagai kondisi pembelajaran yang ada . tersambung dalam
5.2.2. Guru / Rekan Sejawat pembelajaran dalam berbagai
a. Siswa tidak mampu memadukan sisi fisik digital dalam cara mereka kondisi pembelajaran yang
berinteraksi dan belajar. ada.
b. Siswa tidak memahami materi yang disampaikan, sehingga kreatifitas dalam 3. Siswa tidak mampu
mengerjakan tugas pun tidak maksimal. memadukan sisi fisik digital
dalam cara mereka
berinteraksi dan belajar.

6 Hubungan guru dan 6.1. Hasil Kajian Literatur Setelah dilakukan analisa terhadap
siswa 6.1.1. Menurut Kenneth (2007, dalam Iriantara & Syaripudin,2018), tanpa komunikasi hasil studi literature dan hasil
- Pendekatan yang baik, seorang guru tidak dapat mengajar dan mendidik dengan efektif. Untuk wawancara, dapat diketahui bahwa
dengan siswa itu, setiapmguru harus memiliki skill komunikasi yang memadai dalam mengajar penyebab siswa lebih
dalam untuk membangun ambience (suasana belajar) yang menarik bagi siswa. Selain mempriorotaskan mata pelajaran
memberikan itu, guru
pemahaman yang mampu berkomunikasi yang baik memiliki potensi untuk memberikan pengaruh produktif disbanding dengan mata
terkait prioritas terhadap orang lain seperti komunikasi yang efektif dan tercapainya tujuan. pelajaran matematika adalah :
pengerjaan tugas Sumber : 1. Komunikasi guru dan siswa
mata pelajaran Iriantara, Y. & Syaripudin, U. (2018). Komunikasi Pendidikan. Bandung:Simbiosa tidak terjalin dengan baik
matematika Rekatama Media. dalam penyampaian esensi
dengan mata 6.1.2. Suwatno (2022) , mengatakan bahwa Efektivitas komunikasi antara guru dan siswa dari pembelajaran yang sudah
pelajaran produktif sangat berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran di sekolah. Hal ini karena dilakukan.
(kejuruan) aktivitas pembelajaran sejatinya adalah aktivitas komunikasi antar manusia (dalam 2. Siswa memiliki rasa tertarik
hal ini antara guru dan siswa), bukan sekadar proses transfer pengerahuan. yang lebih dengan mapel
Sumber : produktif karena
Suwatno. (2022). Komunikasi Pendidikan & Pembelajaran Digital Bagi Generasi Z. media pembelajarannya
Portal Berita Universitas Pendidikan Indonesia. Di akses pada 21 November 2023 menggunakan kamera, serta
dari https://berita.upi.edu/komunikasi-pendidikan-pembelajaran-digital-bagi- perangkat lunak lainnya dan
generasi-z/ pembelajaran yang dilakukan
6.2. Wawancara di ruang terbuka bisa membuat
6.2.1. Wakasek Kurikulum siswa lebih bebas berekspresi.
a. Dengan jumlah jam pelajaran mata produktif yang cukup panjang, yang 3. Siswa merasa bahwa materi
mempengaruhi “habit” sehari-hari, siswa merasa bahwa lingkungan belajarnya pelajaran produktif lebih akan
adalah di laboratorium , sehingga memandang sebelah mata terhadap mata bermanfaat untuk kebutuhan
pelajaran non-produktif. mereka kedepannya dalam
b. Guru harus melakukan pendekatan atau strategi komunikasi persuasif dalam kehidupan sehari-hari karena
meningkatkan minat belajar siswa khususnya terhadap mapel matematika dengan menguasai salah satu bidang
caranya masing-masing sesuai dengan karakter siswa. yang mereka minati dan bakat
6.2.2. Guru/Rekan Sejawat yang mereka asah.
a. Siswa merasa lebih bersemangat dengan mata pelajaran produktif karena proses
pembelajarannya praktikum dan tidak selalu di dalam ruangan kelas.
b. Siswa memiliki rasa suka yang lebih dengan mapel produktif karena media
pembelajarannya menggunakan kamera, dan perangkat lunak lainnya yang bias
membuat siswa lebih tertarik.
c. Siswa merasa bahwa materi pelajaran produktif lebih akan bermanfaat untuk
kebutuhan mereka kedepannya dalam kehidupan sehari-hari karena menguasai
salah satu bidang yang mereka minati dan bakat yang mereka asah.
d. Guru harus mampu menyampaikan esensi atau kebermaknaan materi yang
disampaikan dalam proses pembelajaran.
6.2.3. Siswa
a. “Belajarnya ga di kelas terus Bu, di ruang terbuka sambil video atau foto-foto
konten untuk tugasnya lebih asyik bu…Ga jenuh!”
b. ”Tugas matematika mah Bu ga bisa mengekspresikan diri dengan bebas, kaku
..kalo udah salah ya salah..kalo produktif mah bebas, bisa ngerjain tugasnya
sambil bermain atau sambil dirumah pake HP atau Laptop juga ga bikin pusing”

7 Pemanfatan 7.1. Hasil Kajian Literatur: 1. Saat proses pembelajaran di


teknologi/media 7.1.1. Widianto (2021) Di negara Indonesia, penerapan teknologi informasi komunikasi kelas, siswa tidak terbiasa
pembelajaran masih ternilai sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan penerapan TIK dalam menggunakan media
inovatif dalam proses pendidikan yang masih berada pada tahap permulaan dan belum dapat digunakan pembelajaran yang berbasis
manfaatnya secara maksimal. Beberapa kendala atau masalah yang menyebabkan
pembelajaran belum digital seperti computer, laptop,
permasalahan dalam penarapan Teknologi tersebut antara lain: (1) Infrastruktur
maksimal yang mendukung penerapan dari teknologi informasi dan komunikasi belum proyektor, dll.
meluas atau merata. Padahal infrastruktur adalah hal yang dinilai begitu penting, 2. Siswa kurang percaya diri dalam
karena tanpa infrastruktur yang mendukung dalam implementasi TIK hanya akan menggunakan teknologi saat
menjadi angan-angan saja. Fungsi infrastruktur sendiri adalah untuk modal asal dan proses kegiatan belajar
modal yang utama untuk penerapan dari TIK. (2) Selain itu masih banyak juga mengajar.
daerah-daerah di Indonesia yang belum mendapatkan akses teknologi 3. Ketidaksiapan Sumber Daya
informasi, contohnya belum mendapatkan akses untuk telepon apalagi akses untuk
Manusia dalam memanfaatkan
tekonologi dalam pembelajaran.
internet. Padahal sebenarnya daerah tersebut memiliki banyak sekali kapasitas 4. Kebiasaan yang menganggap
sumber daya manusia yang bernilai unggul. Apabila hal tersebut terus terjadi, bahwa pembelajaran yang
dikhawatirkan sumberdaya manusia dalam kawasan tersebut akan tersisih dan tidak berbasis digital masih tidak
dapat dipergunakan untuk kemajuan negara Indonesia. (3) Lembaga pendidikan
terlalu penting dalam
yang bertempat di kawasan pelosok belum memiliki sarana maupun prasarana
yang mendukung dan memadai, walaupun sekolah-sekolah tersebut memiliki tapi meningkatkan kualitas
masih sangat minim jumlahnya dan mutu peralatan tersebut kurang baik karena pembelajaran.
perangkat media bekas yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Perangkat 5. Kebanyakan siswa merasa puas
media tersebut masih mengunakan spesifikasi yang lama sehingga dengan materi yang diberikan
akibatpenggunaan perangkat tersebut menyebabkan tidak mampu berlomba oleh pengajar secara langsung.
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berjalan semakin 6. Sarana dan Prasarana yang
cepat.
kurang memadai dalam
Sumber :
Widianto, Edi. (2021). Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi pembelajaran seperti Komputer,
Informasi. Journal of Education and Teaching. 2.2 : 213-224. Laptop, Infocus.

7.1.2. Menurut Arsyad (1997) menyatakan bahwa secara lebih khusus, pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan
verbal. Hal tersebut disebabkan kegiatan pembelajaran belum memiliki pandangan
penting terhadap penggunaan TIK dalam mengembangkan kualitas pembelajaran.
Para pendidik lebih menganggap bahwa materi yang diberikan pendidik secara
langsung lebih baik daripada pembelajaran melalui TIK. Padahal sebenarnya hal
tersebut menyebabkan peserta didik tidak mau mendapatkan informasi terbaru yang
telah ada di internet meskipun sarana dan infrastruktur telah membantu dalam
penerapan teknologi informasi. Pola keseharian dari peserta didik tersebut perlu untuk
dirubah agar mereka mau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Perubahan tersebut bisa terjadi apabila peserta didik memiliki kesadaran dari diri
mereka untuk menggunakan dan menerapkan adanya teknologi informasi
didalam kegiatan
pembelajaran sehari - hari. Sumber
:
Arsyad, A. (1997). Media Pengajaran . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

7.1.3. Menurut Suyanto (2021) menyatakan bahwa Kendala utama dalam pemanfaatan TIK
dalam pembelajaran yang dihadapi guru di sekolah adalah sarana dan prasarana
pendukung yang terbatas. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah komputer,
laptop, dan infokus. Kendala berikutnya yang cukup tinggi mempengaruhi guru
memanfaatkan TIK dalam pembelajaran adalah ketersediaan jaringan internet dan
sinyal. Selanjutnya kendala berikutnya adalah ketersediaan listrik. Pengetahuan teknis
guru tentang teknologi informasi dan komunikasi yang terbatas menjadi kendala
berikutnya dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di kelas. Kemudian, ketakutan
dan pertimbangan dampak negatif dari penggunaan alat berupa handphone (HP) dan
laptop di sekolah menjadi kendala guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran di
kelas. Atas pertimbangan ketakutan penyalahgunaan alat TIK tersebut, sekolah
mengeluarkan kebijakan melarang guru membawa HP ke sekolah. Kendala terkecil
penghambat guru memanfaatkan TIK adalah terkait pengelolaan data. Selain
kekurangan tersebut, masih ada jenis kekurangan lainnya yang dikemukakan oleh
beberapa peneliti sebelumnya, seperti kurangnya waktu, kurangnya pelatihan TIK,
kurangnya kesempatan mengembang diri dan lain sebagainya. Tantangan yang paling
umum lainya dilaporkan oleh para guru, misalnya, kurangnya waktu mereka miliki.
Mereka tidak punya cukup waktu untuk merencanakan pelajaran teknologi yang luar
biasa atau menjelajahi berbagai aspek world wide web (www) atau perangkat lunak.
Sebagian guru berkomentar bahwa dibutuhkan lebih banyak waktu untuk merancang
proyek yang mencakup penggunaan teknologi baru daripada menyiapkan pelajaran
untuk mengajar dengan cara tradisional dengan buku dan lembar kerja.

Sumber : Suyanto. (2021). Hambatan Utama Penggunaan TIK dalam Pembelajaran dan
Strategi Mengatasinya. Pengembang Teknologi Pembelajaran LPMP Provinsi
Sumatera Selatan. Diakses 21 November 2023 dari /https://suyanto.id/hambatan-
utama- penggunaan-tik-dalam-pembelajaran-dan-strategi-mengatasinya/
7.2. Wawancara
7.2.1. Kepala Sekolah
a. Siswa masih belum terbiasa menggunakan media teknologi ataupun media
pembelajaran inovatif berbasis digital.
b. Siswa terbiasa menerima informasi materi pelajaran dari guru secara langsung
c. Masih ada beberapa tenaga pendidik di sekolah yang belum menguasai teknologi.
7.2.2. Wakasek Sarana Prasarana
a. Siswa terbiasa dengan metode pembelajaran konvensional
b. Ketersediaan sarana computer dan akses internet (wifi) belum menyeluruh dan
terkadang jaringan tidak stabil
7.2.3. Guru / Rekan Sejawat
a. Guru merasa kesulitan dalam mengatur waktu saat proses pembelajaran.
b. Sarana dan Prasarana belum menyeluruh di setiap bangunan/ruangan (terkait akses
point)
c. Siswa masih merasa nyaman dengan proses pembelajaran yang terpusat pada guru.
d. Masih ada beberapa guru yang berpendapat bahwa tidak ada kewajiban dari pihak
sekolah untuk mengajar dengan menggunakan IT.
e. Beberapa guru di sekolah masih ada yang belum menguasai teknologi dan
menggunakan pembelajaran konvensional.

Anda mungkin juga menyukai