Kesesuaian Dalam Peracikan Sediaan Steril
Kesesuaian Dalam Peracikan Sediaan Steril
Kelompok 1:
Lisma Rizkayanti
Umin agustiani
Nurhafizatul Ulfa
Rafiatun Hasanah
Laela Nabila
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Ucapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada Supiani Rahayu, M.Farm selaku dosen
pengampu mata kuliah sediaan steril yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Kesesuaian Dalam Peracikan
Sediaan Steril”. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah membantu memberikan materi dan masukannya sehingga terselesainya
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran
dari ibu Supiani Rahayu, M.Farm demi perbaikan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini, dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman dan pembaca, untuk
memulai berkarya khususnya dalam hal tulis menulis.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Racikan obat yang kompleks dan bersiko tinggi seperti sediaan steril harus
memiliki (SOP) yang jelas dan benar, dibuat dengan pengaturan standar fasilitas,
peralatan, personel, penyiapan, pengemasan, dan penyimpanan sediaan obat
racikan untuk memastikan akuntabilitas, akurasi, kualitas, keamanan, dan
keseragaman dalam peracikan (USP, 2011a). Untuk menghindari adanya zat
berbahaya pada sediaan steril diperlukan teknik aseptik dispensing agar tidak
menimbulkan efek negatif bagi pasien maupun tenaga kesehatan yang bertugas.
Dalam melakukan pencampuran sediaan steril perlu diperhatikan hal-hal seperti
perlindungan produk dari kontaminasi mikroorganisme, perlindungan petugas dan
lingkungan terhadap paparan, stabilitas sediaan, serta ketidak tercampuran
sediaan. Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
1
penanganan sediaan harus dilakukan di dalam ruangan khusus (steril), secara
disiplin, hati-hati serta diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai
untuk mencegah risiko yang tidak diinginkan.
B. Rumusan Masalah
Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam peracikan sediaan steril di
rumah sakit.
C. Tujuan Masalah
Mengetahui apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam peracikan sediaan
steril di rumah sakit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peracikan Sediaan Steril
1. Sediaan obat seperti obat suntik atau injeksi yang berhubungan langsung
dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh.
2. Sediaan dibuat steril dengan harapan dapat menghindari terjadinya infeksi
sekunder, dimana dalam hal ini tidak berlaku relative steril tetapi hanya
ada pilihan steril atau tidak steril.
3. Sediaan farmasi yang memerlukan sterilitas yaitu injeksi, implant, sediaan
tetes dan salep mata, termasuk sediaan untuk cuci mata.
3
1. Fasilitas peracikan harus memiliki ruang khusus untuk peracikan resep
termasuk ruang untuk penyimpanan peralatan dan material.
2. Persiapan untuk campuran steril harus sesuai dengan ketentuan dalam
komponisasi dan proses aseptik harus dilakukan di daerah yang terpisah
dan berbeda dari area yang digunakan untuk penggabungan produk non
steril.
3. Area yang digunakan untuk penggabungan harus dijaga dalam kondisi
bersih, teratur, dan sehat.
4. Area untuk peracikan obat harus dalam kondisi yang baik. Sistem
pemipaan harus bebas dari cacat yang dapat berkontribusi pada
kontaminasi produk campuran. Fasilitas pencucian yang memadai harus
mudah diakses ke daerah-daerah peracikan termasuk air panas dan dingin,
sabun atau deterjen, dan handuk yang lebih kering atau digunakan untuk
satu penggunaan.
5. Air harus diberikan dibawah tekanan positif terus menerus.
6. Area untuk penggabungan harus memiliki pencahayaan dan ventilasi yang
memadai.
7. Area untuk peracikan harus bebas dari serangga, hewan pengerat, dan
hama lainnya, Sampah harus disimpan dan dibuang dengan cara yang
sesuai dan tepat waktu.
8. Pembuangan limbah dan sampah lain dibidang peracikan harus dibuang
dengan cara yang aman dan sehat.
9. Bahan baku obat dan bahan kimia atau bahan lain yang digunakan dalam
peracikan obat-obatan harus disimpan sesuai dengan persyaratan monograf
USP, di daerah yang bersih dan kering, dibawah kondisi suhu yang sesuai
(suhu ruang terkendali, kulkas, atau freezer), Bahan kimia harus disimpan
dan terlindung dari kontaminasi, Semua wadah harus diberi label yang
benar.
10. Jika meracik produk parenteral peracik harus mengacu pada
Pharmaceutical Compounding — Sterile Preparations.
4
Gambar 1. Tata Letak Ruang
1. Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan
dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
2. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti
pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).
3. Ruang antara (Ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
4. Ruang steril (Clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel
b. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
c. Suhu 18 – 22°C 4)
d. Kelembaban 35 – 50% 5)
e. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
f. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara
di luar ruangan
5
g. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan
bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box
ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril.
1. Peralatan yang digunakan untuk peracikan obat harus memiliki desain dan
kapasitas yang sesuai. Peralatan harus disimpan di tempat yang sesuai dan
aman untuk melindungi dari kontaminasi.
2. Peralatan dan komposisi bahan baku yang sesuai agar tidak reaktif, aditif,
sehingga tidak akan mempengaruhi atau mengubah kemurnian peracikan
obat.
3. Peralatan yang digunakan dalam peracikan atau pengujian preparasi
diperiksa secara rutin, dikalibrasi seperlunya, dan diperiksa untuk
memastikan kinerja yang tepat. Sebelum melakukan peracikan obat,
peralatan harus diperiksa oleh compounder untuk menentukan
kesesuaiannya untuk digunakan.
4. Peralatan yang telah digunakan harus dibersihkan dengan benar.
Perawatan ekstra harus digunakan ketika peralatan pembersihan digunakan
dalam preparasi peracikan yang memerlukan tindakan pencegahan khusus
misalnya, antibiotik, sitotoksin, obat kanker, dan bahan berbahaya lainnya.
Jika peralatan yang sama digunakan untuk semua produk obat, prosedur
6
yang sesuai harus dilakukan untuk memungkinkan pembersihan peralatan
secara teliti sebelum digunakan dengan obat lain.
Pada domain kesesuaian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan
dan tahap pencampuran. Pada tahap persiapan terdapat dua titik kritis yaitu
tentang hand hygine dan ketepatan penggunaan APD. Tahap persiapan merupakan
tahap yang tidak kalah penting dalam teknis aseptis untuk menjaga produk agar
tetap terjaga stabilitas dan sterilitasnya. Risiko terjadi kontaminasi seringkali
dikaitkan dengan tahap persiapan di lingkungan rumah sakit yang kurang higienis.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Shalahuddin Al Madury (2023)
7
menunjukkan kesesuaian pada tahap persiapan yang tinggi (89%). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ulfa (2017) yang menyebutkan kesesuaian
pada tahap persiapan juga tinggi yaitu diperoleh 100% kesesuaian pada tahap
mencuci tangan sesuai SPO dan 74,54% kesesuaian penggunaan APD. Tenaga
kesehatan sangat berisiko tertular maupun menjadi media untuk menularkan
patogen pada obat atau lingkungan sekitarnya (Madury, DKK., 2023 ; Ulfa dkk.,
2017).
8
Pada tahap penyiapan seharusnya dibuat label obat yang berisi nama
pasien, No. RM, No. Bed, dosis pemberian, cara pemberian obat, kondisi
penyimpanan, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa sediaan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan olek Rambe dkk (2023) diperoleh sekitar 78,57%
proses peracikan sediaan steril di bangsal anak diawali dengan pembuatan label
meliputi nama pasien, No. RM, dosis obat, tanggal pembuatan dan tanggal
kadaluarsa yang kemudian ditempelkan pada spuit untuk injeksi. Namun dapat
dilihat sekitar 21,48% sediaan tidak diberikan label berupa No. Bed serta rute
pemberian obat (Rambe & Gulton, 2023).
9
4. Menggunakan sarung tangan
5. Menggunakan masker disposable.
10
didapatkan dari pengalaman lamanya mereka bekerja di rumah sakit (Rambe &
Gulton, 2023)
1. Evaluasi Fisika
a. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (suplemen FI IV, 1533-15)
Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran
tertentu.
Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor
penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan
maka dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini
menghitung bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada
penyaring membran mikropori.
Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran
baku yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas 20%
dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml. Mikroskopik:
injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau menurut
perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai
dengan yang tertera pada FI.
b. Penetapan pH (Suplemen FI IV, hlm. 1572-1573)
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH
meter) yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu
mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode
indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang
sesuai.
11
Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang
ditargetkan.
c. Uji Kejernihan: Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan
menggunakan latar belakang putih dan hitam di bawah cahaya lampu
untuk melihat ada tidaknya partikel viable.
d. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191-192)
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran
tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke
dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka
larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di
luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan
berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi
terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau
kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan
basah.
Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak
menjadi biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah
(prosedur b)
e. Uji Kejernihan dan Warna
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna.
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
2. Evaluasi Kimia
a. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).
b. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing.
12
3. Evaluasi Biologi
a. Uji Sterilitas (suplemen FI IV, 1512-1519)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi
syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-
masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara
inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media yang digunakan
adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest.
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba
setelah inkubasi selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak
absah maka dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama
dengan uji aslinya.
b. Uji Endotoksin Bakteri (suplemen FI IV, 1527-1532)
Tujuan : mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin
terdapat dalam suatu sediaan.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte
Lysate (LAL). Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan
fotometrik. Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan
langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin yang
dinyatakan dalam unit endotoksin FI. Teknik fotometrik (metode
turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih
dari yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
c. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang
dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan
uji secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi
dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg
bb dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit.
13
Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
bila tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu
0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°
atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci.
Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan
memenuhi syarat bebas pirogen.
d. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik)
(suplemen FI IV, 1519- 1527) Aktivitas (potensi) antibiotik dapat
ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya
terhadap mikroba.
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama
proses pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik
terhadap mikroba.
Prinsip : penetapan dengan lempeng silider atau “cawan” dan
penetapan dengan cara “tabung” atau turbidimetri.
Hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode
garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat
terkecil dan uji linieritas.
14
DAFTAR PUSTAKA
Genatrika E, Sari IP, Kristina SA, Sulaiman TNS. (2021). Personnel knowledge of
intravenous admixtures: a survey in a government hospita. Pan Afr Med J,
40.
Melviya. (2018). Evaluasi Peracikan Sediaan Steril Untuk Pasien Pediatri Rawat
Inap di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang. Yogyakarta.
15
National Institutes of Health. (2016). Construction Features and Interior Finishes
In cGMP and Pharmacy Compounding Facilities. National Institutes of
Health.
Ochoa, Pamella S., Vega, Jose A. (2015). Concepts in Sterile Preparation and
Aseptic Technique. Jones& Barlett Learning , 67-73.
Rambe, R., & Gulton, E. D. (2023). Evaluasi Dispensing Sediaan Steril Antibiotik
Pada Pasien Pediatri di Rumah Sakit X. Forte Journal.
16