2 Judul CTPS
Peserta PIDI, Masyarakat, lain-lain
Latar belakang Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan
jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan
mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun
dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali
menjadi agen yang membawa kuman dan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun
kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-
permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang
bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus,
dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat
tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan
bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang
tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan). PBB
telah mencanangkan tanggal 15 Oktober sebagai
Hari Mencuci Tangan dengan Sabun Sedunia. Ada
20 negara di dunia yang akan berpartisipasi aktif
dalam hal ini, salah satu di antaranya adalah
Indonesia. Perilaku, khususnya Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat ( PHBS ) merupakan komponen
penting dalam pembangunan kesehatan dimana
diperlukan adanya kesadaran, kemampuan, dan
kemauan hidup sehat dari setiap penduduk sehingga
derajat kesehatan yang optimal dapat terwujud, dan
dengan demikian masyarakat diharapkan mampu
berpartisipasi dalam memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatannya sendiri. Sedangkan
pembangunan kesehatan mempunyai peran dalam
menentukan peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia ( SDM ) yang merupakan fokus
pembangunan nasional. Oleh karena itu, PHBS
tentang budaya cuci tangan ini perlu
diselenggarakan sebaik-baiknya agar dapat
memberikan sumbangan yang nyata baik dalam
pembangunan kesehatan maupun pembangunan
nasional.
F2
2 Judul Penyuluhan DBD
Peserta PIDI, Masyarakat, lain-lain
Latar belakang Berdarah Dengue (DBD/ Dengue Hemmoragic
Fever) merupakan masalah kesehatan yang
ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama
di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit
dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang
ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di
Filipina dan Thailand, dan saat ini dapat ditemukan
di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara
yang mengalami wabah DBD telah meningkat
empat kali lipat setelah tahun 1995. Saat ini belum
tersedia obat untuk penyakit ini, demikian juga
dengan vaksin, sehingga penanggulangan penyakit
ini umumnya bergantung pada tatalaksana penderita
dan pengendalian vektor nyamuk. Sebagian besar
kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas
kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun
dengan penanganan yang baik dapat menurun
hingga kurang dari 1 %. Sejak tahun 1968, dengue
muncul di Indonesia dan dianggap sebagai suatu
masalah kesehatan publik yang utama. Saat ini,
dengan terdapatnya empat macam serotipe, dan
juga banyaknya jumlah kasus dengue yang
dilaporkan setiap tahunnya menempatkan Indonesia
sebagai Negara dengan kasus dengue terbanyak
kedua di dunia. Shepard dkk barubaru ini
memprediksi beban penyakit dan pengaruh
ekonomi yang diakibatkan oleh dengue di Asia
Tenggara. Mereka memastikan bahwa lebih dari
setengah 6000 kematian akibat dengue di Asia
Tenggara per tahunnya terjadi di Indonesia. Oleh
karenanya Indonesia bertanggung jawab terhadap
hampir satu perempat kematian akibat dengue di
seluruh dunia. Pola penularan DBD dipengaruhi
iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara
yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk
Aedes aegypti bertahan lama. Sehingga
kemungkinan pola waktuterjadinya penyakit
mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat
dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan
kelembaban udara. Di Pulau Jawa kasus DBD
sering ditemukan pada bulan Januari hingga bulan
Mei. Upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit DBD dilakukan secara promotif dan
preventif, dengan pemberantasan nyamuk vector
(hewan perantara penularan). Penyelidikan
epidemiologi perlu dilakukan apabila ditemukan
kasus DBD pada suatu wilayah tertentu.
Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan
pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah
penderita, dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter, serta tempat-tempat umum yang
diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit
lebih lanjut.