Anda di halaman 1dari 13

PERDARAHAN SUBARAKHNOID

1. PENDAHULUAN Perdarahan subarakhnoid (PSA) merupakan gangguan mekanikal sistem vaskuler pada intrakranial yang menyebabkan masuknya darah ke dalam ruang subarakhnoid. (1) Sekitar 80% perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh ruptur aneurisma sakular intrakranial dan 20% disebabkan oleh trauma kepala, malformasi arteriovenosa (MAV) atau ruptur aneurisma mikotik. Aneurisma terjadi apabila terdapat gangguan pada lamina elastis interna atau dinding arterial dan bisa menyebabkan ruptur. Kebanyakan pasien yang mengalami ruptur berusia di antara 35 hingga 65 tahun. Aneurisma sering terjadi pada bifurcatio arteri serebri atau cabangnya. 85% aneurisma terletak pada sirkulasi anterior dan 15% aneurisma terletak pada sirkulasi posterior. Aneurisma multipel di identifikasi pada 15 hingga 20% pasien. Arteri serebri terletak di dalam ruang subarakhnoid maka apabila terjadi ruptur dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid.
(2,3)

Ruptur aneurisma intrakranial dapat menyebabkan kematian sebagian daripada jumlah pasien dan sebagian pasien daripada yang masih hidup akan mengalami defisit neurologik yang disebabkan oleh komplikasi seperti perdarahan ulang, vasospasme atau hidrosefalus. Penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid memerlukan teknik intervensi bedah saraf dan perawatan Intensive Care Unit (ICU) yang baik. (3)

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Insiden bagi perdarahan subarakhnoid lebih tinggi pada pria daripada wanita bagi usia di bawah 40 tahun tetapi pada usia lebih dari 40 tahun perbandingan wanita:pria adalah 3:2. Di Amerika Serikat, dilaporkan terdapat 6 hingga 28 kasus per 100,000 orang per tahun. Perdarahan subarakhnoid sering terjadi pada usia lebih daripada 50 tahun dan insiden tertinggi terjadi pada usia 50 hingga 60 tahun. Penyebab kongenital bisa memicu perdarahan subarakhnoid misalnya pada kejadian aneurisma multipel. Insiden dapat meningkat bagi pasien dengan penyakit sistemik herediter. (1)

III. ETIOLOGI Perdarahan subarakhnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam ruang subarakhnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma arteri serebri atau malformasi arteriovenosa. Ruptur aneurisma sakular melibatkan 75% kasus dengan insiden 6 kasus per 100,000 orang per tahun. Hipertensi tidak dinyatakan dengan jelas akan keterlibatannya dengan aneurisma tetapi peninggian tekanan darah secara akut bisa menyebabkan ruptur. Malformasi arteriovenosa intrakranial dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid sebanyak 10%, terjadi dua kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi perdarahan pada usia dekade kedua hingga keempat walaupun insiden bisa terjadi sampai usia 60 tahun. Darah di dalam ruang subarakhonoid bisa juga disebabkan oleh perdarahan intraserebral, strok emboli dan trauma. (4)

IV. ANATOMI Meningea terdiri daripada tiga lapisan membran penghubung yang memproteksi otak dan medulla spinalis. Dura mater adalah membran yang paling superfisial dan tebal. Dura mater meliputi falx serebri, tentorium serebelli dan falx serebelli. Dura mater membantu memfiksasi otak di dalam tulang kepala. Membran meningea seterusnya adalah sangat tipis yang dinamakan arakhnoid mater. Ruang antara membran ini dengan dura mater dinamakan ruang subdural dan mempunyai sangat sedikit cairan serosa. Lapisan meningea yang ketiga adalah pia mater yang melapisi permukaan otak. Antara arakhnoid mater dan pia mater mempunyai ruang subarakhnoid di mana terdapat banyak pembuluh darah dan dipenuhi dengan cairan serebrospinal. (5)

Gambar 1: membran meningea pada permukaan otak. (dikutip dari kepustakaan:6)

Walaupun berat otak adalah 2% daripada jumlah total berat badan namun otak menerima 15 hingga 20% darah yang dipompa oleh jantung. Darah tiba di otak melalui arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris yang berada pada ventral batang otak. Arteri basilaris dan arteri karotis interna membentuk sirkulus Willisi. Cabang-cabang dari sirkulus Willisi dan dari arteri basilaris mensuplai darah ke otak. (5) Kortex serebri pada otak kiri dan kanan disuplai dengan darah oleh tiga cabang arteri dari sirkulus Willisi; arteri serebri anterior, arteri serebri media dan arteri serebri posterior. Arteri serebri media mensuplai darah pada permukaan lateral otak. Arteri serebri anterior mensuplai darah pada bagian medial lobus parietalis dan frontalis. Arteri serebri posterior mensuplai darah pada lobus occipital dan permukaan medial lobus temporal. Arteri serebri dan cabangnya terletak dalam ruang subarakhnoid. Cabang arteri meninggalkan ruang subarakhnoid dan memasuki pia mater. Cabang prekapiler meninggalkan pia mater dan memasuki otak. Arteri di dalam otak membentuk kapiler. (5)

Gambar 2: arteri-arteri intrakranial. (dikutip dari kepustakaan:6)

V. PATOFISIOLOGI Aneurisma pada arteri serebri yang paling sering adalah aneurisma sakular yang bersifat kongenital, di mana terjadi kelemahan dinding vaskuler terutama yang terletak pada cabangcabang arteri. Aneurisma sakular terjadi pada bifurcatio arteri intakranial dan bisa ruptur ke dalam ruang subarakhnoid di dalam cisterna basalis. Sekitar 85% aneurisma terjadi pada sirkulasi anterior terutama pada sirkulus Willisi. 20% kasus dilaporkan terjadi aneurisma multipel. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat penting dalam menentukan risiko ruptur. Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak lebih tinggi dari arteri basilaris atau berasal dari arteri komunikan posterior mempunyai risiko yang tinggi untuk ruptur. (4,7) Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke arteri serebri dan menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari ruptur aneurisma. Malformasi arteriovenosa adalah gangguan komunikasi vaskuler di mana darah arterial memasuki sistem venous tanpa melalui kapiler bed. Sering terjadi pada arteri serebri media. (4) Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan nyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi sistemik dan menurunkan sirkulasi darah secara akut, di mana bisa menyebabkan penurunan kesadaran yang terjadi pada onset sekitar 50% dari pasien. Peningkatan tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkan perdarahan retina subhyaloid. (4)

VI. DIAGNOSIS i) GEJALA KLINIS Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat asimptomatik. Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial meningkat. Ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-tiba sering didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada perdarahan aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan kesadaran selama beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan kaku kuduk dan muntah. (7) Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau bifurcatio arteri serebri media bisa ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah hemiparesis, afasia dan abulia. Simptom prodromal bisa menunjukkan lokasi pembesaran aneurisma yang belum ruptur. Paresis nervus kranialis III yang berkaitan dengan dilatasi pupil, reflex cahaya negatif dan nyeri fokal di atas atau belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma pada persimpangan antara arteri komunikan posterior dan arteri karotis interna. Paresis nervus kranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus cavernosus. Gangguan ketajaman penglihatan bisa terjadi dengan pembesaran aneurisma pada arteri serebri anterior. Nyeri pada occipital dan servikal posterior menunjukkan aneurisma pada arteri serebellar posterior inferior atau arteri serebellar anterior inferior. (7) Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke dalam ruang subarakhnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri kepala prodromal dari ruptur kecil dilaporkan pada 30 hingga 50% aneurisma perdarahan subarakhnoid. Nyeri kepala sentinel dapat muncul 2 minggu sebelum diagnosa perdarahan subarakhnoid. Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan intrakranial atau rangsang meningeal.
(7)

ii) GAMBARAN RADIOLOGI Computed tomography (CT) scan adalah pilihan awal untuk mengevaluasi perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan nyeri kepala yang paling hebat sepanjang hidupku dapat di suspek perdarahan di dalam ruang subarakhnoid. Darah yang berada dalam ruang subarakhnoid pada fasa akut mempunyai intensitas yang sama dengan cairan serebrospinal maka MRI tidak disarankan. Suspek dengan kasus perdarahan subarakhnoid seharusnya dievaluasi dengan CT scan tanpa zat kontras. (8) CT scan bisa positif pada 90% kasus jika CT scan dilakukan dalam beberapa hari selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan subarakhnoid menunjukkan peningkatan densiti (hiperdens) pada ruang cairan serebrospinal. Aneurisma sering terjadi pada sirkulus Willisi maka pada CT scan, darah tampak pada cisterna basalis. Perdarahan yang hebat bisa menyebabkan seluruh ruang subarakhnoid tampak opasifikasi. Jika hasil CT scan negatif tetapi terdapat gejala perdarahan subarakhnoid yang jelas, pungsi lumbal harus dilakukan untuk memperkuatkan diagnosis. (9) Perdarahan subarakhnoid non-traumatik harus dilakukan pemeriksaan angiografi untuk mendeteksi aneurisma kerana bisa terjadi perdarahan ulang. Melalui pemeriksaan angiografi dapat dilakukan terapi intervensi neuroradiologi. Perdarahan dari ruptur aneurisma bisa meluas sehingga ke parenkim otak dan lebih jauh ke dalam sistem ventrikular. Perdarahan subarakhnoid yang hebat bisa mengganggu absorpsi cairan serebrospinal dan hidrosefalus bisa terjadi. (10)

Gambar 3: CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam cisterna suprasellar (anak panah besar) dan dalam fissura Sylvian (anak panah kecil) yang menunjukkan perdarahan subarakhnoid. (dikutip dari kepustakaan:11)

Gambar 4: CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam fissura Sylvian (anak panah) yang menunjukkan perdarahan subarakhnoid. (dikutip dari kepustakaan:10)

Gambar 5: gambaran angiografi sirkulasi posterior menunjukkan gambaran aneurisma (anak panah), terletak di antara arteri basilaris dan arteri serebri posterior. (dikutip dari kepustakaan:10)

VII. DIAGNOSIS BANDING Riwayat nyeri kepala yang hebat secara tiba-tiba disertai dengan kaku kuduk, pemeriksaan neurologik yang non-fokal dan perdarahan cairan spinal adalah spesifik untuk perdarahan subarakhnoid. Hipertensi perdarahan intraserebral juga bermanifestasi dengan perdarahan cairan spinal tetapi terdapat penemuan fokal yang prominen pada pemeriksaan neurologik. Pada pemeriksaan CT scan, perdarahan intraserebral memperlihatkan gambaran fokal, batas tegas, berbentuk bulat pada otak yang menunjukkan darah beku dan biasanya multipel yang dikelilingi dengan edema. Daerah yang sering terjadi perdarahan intraserebral adalah frontalis inferior dan lobus temporalis anterior, di mana perdarahan sering pada subkortikal. Di diagnosis dengan ruptur aneurisma mikotik jika terdapat gejala-gejala endokarditis. Pada pemeriksaan MRI, aneurisma mikotik lebih banyak terjadi pada perifer berbanding aneurisma sakular terutama pada cabang arteri komunikan media. (4,9)

VIII. PENGOBATAN Penatalaksanaan standard termasuk istirahat dalam kamar yang gelap dan sunyi, serta pemberian obat analgesik. Hiponatremia sering terjadi beberapa hari selepas perdarahan subarakhnoid. Pemberian supplemen garam secara oral ditambah dengan normal saline IV bisa diberikan untuk mengatasi masalah ini. Risiko perdarahan ulang sangat tinggi dengan 20 hingga 30% dalam tempoh 2 minggu, maka penatalaksanaan awal dalam 1 hingga 3 hari setelah perdarahan digalakkan untuk mengelakkan ruptur ulang dan sekalian penatalaksanaan vasospasme. (12) Endovaskuler coiling terhadap aneurisma pada lokasi yang terjangkau atau neurosurgical clipping terhadap leher aneurisma merupakan penatalaksanaan yang definitif. Hidrosefalus pada tahap bahaya memerlukan penggunaan kateter ventrikuler dengan segera untuk absorpsi cairan serebrospinal. (12) Tekanan darah di monitor untuk memastikan perfusi serebri adekuat sementara mengelakkan peningkatan berlebihan. Simptomatik vasospasme bisa terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-14, bisa menyebabkan fokal iskemik dan kemungkinan strok. Obat yang bisa diberikan adalah nimodipine yang bisa mengurangi vasospasme. Perfusi serebri bisa dirawat pada vasospasme dengan meningkatkan min tekanan arterial menggunakan agen vasopressor seperti phenylephrine atau dopamine. Volume intravaskuler bisa ditingkatkan dengan crystalloid.
(12)

IX. KOMPLIKASI Tiga komplikasi terbesar aneurisma perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus. Jika aneurisma intrakranial tidak dirawat dengan baik, perdarahan ulang bisa terjadi dalam 20% kasus pada dua minggu pertama selepas perdarahan inisial. Risiko tertinggi adalah 24 jam pertama dan penatalaksanaan dengan surgeri atau teknik intervensi embolisasi diperlukan. Vasospasme serebri adalah komplikasi lambat yang sering terjadi pada perdarahan subarakhnoid dan mempunyai kaitan dengan jumlah darah yang berada di dalam ruang subarakhnoid. Hidrosefalus komunikan adalah komplikasi lain yang bisa terjadi pada perdarahan subarakhnoid dan sekunder kepada obstruksi cairan serebrospinal daripada direabsorpsi. Hidrosefalus bisa terjadi pada fasa akut atau subakut. Beberapa gangguan sistemik bisa terjadi seperti kardiac arrhythmias dan miokardial iskemia. Komplikasi respiratorius seperti edema pulmonari, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan pneumonia sering terjadi. Gangguan lain seperti anemia, perdarahan gastrointestinal, deep vein thrombosis dan hiponatremia terjadi dengan frekuensi yang berbeda. (3)

X. PROGNOSIS Mortalitas yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan subarakhnoid adalah tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum sampai ke rumah sakit, 25% meninggal dunia kerana pendarahan inisial atau komplikasinya dan 20% meninggal dunia kerana pendarahan ulang disebabkan aneurisma tidak dirawat dengan baik. Banyak pasien meninggal dunia setelah beberapa hari perdarahan terjadi. Kemungkinan hidup disebabkan ruptur aneurisma bergantung pada kondisi kesadaran pasien dan waktu sejak perdarahan terjadi. Bagi pasien yang masih hidup, sebagian daripada jumlah pasien mengalami kerosakan otak permanen. Hampir 90%

pasien pulih dari ruptur intraserebral arteriovenous malformasi tetapi perdarahan ulang tetap membahayakan. (4)

XI. DAFTAR PUSTAKA 1. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's clinical advisor 2004: instant diagnosis and treatment. 6th edition. United States of America: Mosby, Inc; 2004. hal.575 2. Bernstein RA. Cerebrovascular disease: hemorrhagic stroke. In: Brust JCM, editor. Current diagnosis & treatment in neurology. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2007. hal.136-7 3. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, Jr., McBride DQ. Neurosurgical critical care. In: Bongard FS, Sue DY, editor. Current critical care diagnosis & treatment. 2nd edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2003. hal.314-5 4. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In: Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th edition. United State of America: The McGrawHill Companies, Inc; February 2002. hal.9-14 5. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology. 6 th edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2004. hal.448 & 452 6. Faller A, Schuenke M. The central and peripheral nervous systems. In: Faller A, Schuenke M, editor. The human body: an introduction to structure and function. Germany: Thieme; 2004. hal.573-4 & 579-81

7. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor. Harrisons principles of internal medicine. 16th edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005. hal.2387-8 8. Mayor NM. Neuroimaging. In: Mayor NM, editor. A practical approach to radiology.

Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006. hal.133-4 9. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular disease and nontraumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon AK, editor. Grainger & Allisons diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th edition. London: Churchill Livingstone; 2001. hal.1727 & 1729 10. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman GW, Wald C, Crossin J, editor. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis. Germany: Thieme; 2006. hal.235-6 11. Ouellette H, Tetreault P. CT scan of the head. In: Ouellette H, Tetreault P, editor. Clinical radiology made ridiculously simple. United States of America: MedMaster Inc; 2000. hal.102 12. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Medical emergencies. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editor. Harrisons manual of medicine. 16th edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005, hal.66

Anda mungkin juga menyukai