Anda di halaman 1dari 8

Bumi Manusia

Pramoedya Ananta Toer

Disusun oleh:
Kanayra Maritza Sanika Adeeva
XII MIPA 2

SMA NEGERI 34 JAKARTA


Jl. Margasatwa Raya No.1, RT.15/RW.1, Pondok Labu,
Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 1245

0
A. Unsur Intrinsik
1) Tema
Secara keseluruhan, tema yang dominan dalam novel "Bumi Manusia" adalah
perjuangan dan semangat dalam melakukan perlawanan terhadap penindasan dan
ketidakadilan sosial pada masa penjajahan Belanda di awal abad ke-20. Melalui
kisah seorang tokoh bernama Minke, salah satu tema yang menjadi sorotan adalah
gambaran ketidaksetaraan kehidupan antara kaum priyayi dan non priyayi.

2) Tokoh dan Penokohan


a) Minke
Minke merupakan seorang priyayi Jawa yang menjadi tokoh utama dalam
novel. Sosok Minke digambarkan sebagai seorang priayi Jawa yang cerdas dan
bersemangat untuk memperjuangkan keadilan. Meski dihadapkan pada tekanan
dan konflik, Minke tetap berani menghadapi tantangan.

b) Annelies Mellema
Annelies merupakan seorang wanita Belanda yang menjadi pusat cinta Minke.
Ia memiliki sifat pemahanan dan toleran yang tinggi terhadap perbedaan
budaya. Hal ini terbukti bahwa ia mencoba memahami dunia Minke meski
terdapat perbedaan kasta dan latar belakang.

c) Nyai Ontosoroh
Nyai Ontosoroh merupakan Ibunda Annelies yang memiliki sifat kuat dan
mandiri. Meski mengalami kesulitan, ia tetap tegar dan berjuang melindungi
keluarganya. Nyai Ontosoroh menjadi simbol perlawanan terhadap
ketidakadilan dan perwakilan dari golongan non-priyayi yang terpinggirkan.

d) Robert Mellema
Robert adalah teman dekat Minke yang memiliki pandangan liberal. Karakter
Robert mencerminkan pemikiran progresif pada masanya. Selain itu, ia juga
memiliki sifat toleransi yang dibuktikan bahwa ia bersahabat dengan Minke
tanpa memandang perbedaan kasta.

1
e) Jean Marais
Jean Marais adalah salah satu orang Belanda yang juga menjadi sahabat
Minke. Jean juga dikenal sebagai sosok yang memiliki sifat toleransi yang
tinggi. Melalui persahabatan mereka, Marais mencoba memahami realitas
sosial yang dihadapi oleh Minke.

3) Alur (Plot)
Alur dalam novel ini merupakan alur linier/alur maju. Alur ini mengikuti
perjalananan kronologis kehidupan Minke sesuai dengan urutan peristiwa yang
terjadi.
a) Pengenalan
Pada bagian ini diperkenalkan Minke sebagai tokoh utama dan seorang priayi
Jawa yang bersekolah di ELS di Surabaya. Pada bagian pengenalan ini juga
dipaparkan awal mula pertemuan Minke dengan seorang gadis Bernama
Annelies Mellema.
Cuplikan kalimat : “Aku Minke, bocah keturunan Jawa yang satu-
satunya yang diterima di ELS ini.”

b) Menuju Konflik
Selama Minke menjalin hubungan dengan Annelies, mereka berdua dihadapkan
dengan konflik yang menyangkut kasta dan budaya, serta perjuangannya
mendapatkan hak pendidikan yang setara antara kaum priyayi dan non priyayi.
Cuplikan kalimat : "Namun, cinta Minke dan Annelies dihadapkan pada
dinding perbedaan kasta yang sulit diatasi."

c) Puncak Konflik
Konflik mencapai puncaknya dengan pengkhianatan dan penghancuran
hubungan antara Minke dan Annelies, serta konfrontasi dengan kekuatan
kolonial.
Cuplikan kalimat: "Puncak konflik terjadi ketika Minke menghadapi
pengkhianatan besar yang merusak hubungannya dengan Annelies dan
mengguncang keyakinannya."

2
d) Penyelesaian Konflik
Minke berjuang melawan penjajahan dan ketidakadilan, dan meskipun
mengalami penderitaan, ia berusaha mencapai keadilan.
Cuplikan kalimat : “Dalam upayanya melawan penindasan, Minke
mengalami penderitaan, tetapi tekadnya untuk mencapai keadilan tidak
pernah luntur.”

e) Koda
Cerita ditutup dengan nasib Minke yang masih berjuang, bahkan di dalam
penjara Belanda, sebagai simbol perlawanan dan semangat untuk mengubah
takdir bangsanya.
Cuplikan kalimat: "Meski dihadapkan pada penjara dan keterbatasan,
Minke tetap menjadi simbol perlawanan dan semangat untuk mengubah
nasib bangsanya."

4) Latar atau Setting (Tempat, Waktu, dan Suasana)


a) Latar Tempat
Tempat utama dalam novel ini mencakup Surabaya, Lebak, Batavia (Jakarta),
dan Pulau Bangka.
Cuplikan kalimat: “Surabaya, kota tempat aku bersekolah di ELS,
dipenuhi dengan dinamika kolonial yang melibatkan berbagai kelompok
masyarakat."

b) Latar Waktu
Waktu cerita terjadi pada awal abad ke-20, khususnya sekitar tahun 1898 hingga
awal 1900-an, selama masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda.
Cuplikan kalimat: “Pada waktu itu, Hindia Belanda masih di bawah
kekuasaan Belanda yang keras, dan Minke berusaha menghadapi
kenyataan pahit tersebut.”

c) Latar Suasana
Suasana dalam novel ini mencerminkan ketegangan politik, penindasan, dan
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial.

3
Cuplikan kalimat: "Suasana ketegangan mencapai puncaknya ketika
Minke dihadapkan pada konflik antara idealismenya dan realitas
kekuasaan kolonial yang tak terhindarkan."

"Perbedaan kasta dan budaya menciptakan suasana yang penuh konflik


dan kesulitan dalam hubungan antar karakter."

5) Sudut Pandang
Novel "Bumi Manusia" ditulis dengan sudut pandang orang pertama. Ini berarti
cerita disampaikan melalui perspektif dan pengalaman langsung Minke, tokoh
utama dalam novel.
Cuplikan kalimat:
1. "Aku Minke, bocah keturunan Jawa yang satu-satunya yang diterima di
ELS ini."
2. "Pikiranku kacau. Bagaimana mungkin aku, seorang priayi Jawa, berani
merajut cinta dengan seorang Belanda?"

6) Gaya Bahasa
Penulis menggunakan bahasa yang kaya dan puitis, menciptakan suasana dan
gambaran yang kuat.
Cuplikan kalimat:
1. "Angin malam membawa bau-bau bunga, bau yang menjengkelkan dan
menggoda, bau yang memancing kenangan dan membawa ingatan yang
lama terlupakan."
2. "Bintang-bintang di langit malam menyusun cerita-cerita kuno,
menceritakan perjalanan waktu dan kehidupan yang tak tergambarkan
oleh kata-kata."

7) Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel “Bumi Manusia” adalah
1. Perlawanan terhadap Penindasan:
• Amanat ini terkandung dalam usaha Minke untuk melawan penindasan
kolonial dan ketidakadilan sosial. Novel ini memotret semangat
perlawanan terhadap penjajahan.

4
2. Pentingnya Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan:
• Minke adalah seorang intelektual yang berjuang untuk mendapatkan hak
pendidikan yang setara. Amanat ini menekankan pentingnya pendidikan
sebagai alat untuk pembebasan dan perubahan.
3. Toleransi dan Pemahaman Antar-Budaya:
• Melalui hubungan Minke dan Annelies, novel ini menyuarakan pesan
tentang pentingnya toleransi dan pemahaman antar-budaya, meskipun
terdapat konflik kasta dan perbedaan latar belakang.
4. Perjuangan untuk Keadilan Sosial:
• Amanat ini tercermin dalam upaya Minke dan tokoh-tokoh lainnya
untuk mencapai keadilan sosial di tengah ketidaksetaraan dan
penindasan.
5. Pemberdayaan Perempuan:
• Melalui karakter Nyai Ontosoroh, novel ini menyampaikan pesan
tentang pentingnya pemberdayaan perempuan dan perlawanan terhadap
norma-norma sosial yang menindas.
6. Semangat untuk Mengubah Takdir Bangsa:
• Minke, sebagai simbol semangat perlawanan, membawa amanat tentang
kekuatan individu untuk mengubah takdir bangsa dan memperjuangkan
kemerdekaan.

B. Unsur Ekstrinsik
1) Biografi Pengarang/Penulis
Pramoedya Ananta Toer sendiri memiliki pengalaman hidup yang kuat
dalam perjuangan melawan penjajahan dan penindasan politik. Pengetahuan
tentang biografi pengarang dapat memberikan wawasan tambahan tentang
kemungkinan inspirasi dan makna-makna tersembunyi dalam novel.

2) Nilai-nilai dalam novel


a) Nilai Moral
Novel ini menekankan nilai-nilai moral seperti kejujuran, kesetiaan, dan
integritas, terutama dalam karakter Minke dan upayanya melawan
penindasan.

5
b) Nilai Sosial
Nilai-nilai sosial yang tercermin mencakup perjuangan untuk keadilan
sosial, penolakan terhadap sistem kasta yang memisahkan masyarakat, dan
dinamika hubungan sosial yang kompleks.

c) Nilai Budaya
Novel ini mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa dan Hindia Belanda pada
masa kolonial, termasuk norma-norma pernikahan dan tata nilai masyarakat
pada waktu itu.

d) Nilai Pendidikan
Pendidikan diangkat sebagai nilai penting, dengan Minke sebagai simbol
perjuangan mendapatkan hak pendidikan yang setara. Pesan tentang
pentingnya pengetahuan dan pendidikan mer permeates cerita.

e) Nilai Ekonomi
Meskipun nilai-nilai ekonomi tidak menjadi fokus utama, namun
penderitaan dan keterbatasan ekonomi beberapa tokoh, terutama Nyai
Ontosoroh dan Minke, mencerminkan realitas sosial dan ekonomi pada
masa itu.

f) Nilai Estetika
Nilai estetika tercermin dalam gaya bahasa Pramoedya Ananta Toer yang
kaya dan puitis. Deskripsi alam, suasana, dan karakter-karakternya
menciptakan pengalaman estetika yang mendalam.

C. Kaidah Kebahasaan
1) Menggunakan kata ganti orang pertama
Cuplikan kalimat :
• “Aku melihat kehidupan seakan mengalir sebagai suatu sungai yang tak
ada ujungnya."
• “Lirikan Sunrhof menikam batang leherku.”

6
2) Menggunakan kata bermakna lampau
Cuplikan kalimat:
• “Kami telah mengalami banyak perubahan dalam hidup kami setelah
pertemuan itu.”
• “Pada saat itu, mereka masih hidup dalam keterbatasan dan kekangan
colonial.”
3) Menggunakan konjungsi kronologis
• “Kemudian masuklah aku ke H.B.S, Surabaya.”
• “Kemudian terdengar olehku Annelies menarik nafas sedan.”
4) Menggunakan kata kerja material
Cuplikan kalimat:
• Ia masih juga menjabat tanganku, menunggu aku menyebutkan nama
keluargaku.
• Sekarang Nyai berdiri dan berjalan lambat-lambat ke arah jendela.
• Darsam mengangkat tangan tanpa bicara kemudian pergi.”
5) Menggunakan kalimat tak langsung
Cuplikan kalimat:
• “Nyai memberinya perintah dalam Madura.”
• “Annelies menuntutku untuk membaca surat-surat yang kuterima.”
6) Menggunakan kata kerja mental
Cuplikan kalimat:
• “Ia menggeram seperti seekor kucing.”
• “Aku akui badanku gemetar, walau hanya sedikit.”
• “Dalam keadaan seperti ini aku hanya menunggu kata-kata Nyai.”
• “Tanpa berpikir apa pun aku turun dan menghampiri anak-anak tangga.”
7) Menggunakan konjungsi penegas
Cuplikan kalimat:
• Bahkan ia menyuruh aku bertanya pada Meneer Rooseboom sendiri.

Anda mungkin juga menyukai