Laporan Praktikum Proses Produksi I Teknik Pengecoran
Laporan Praktikum Proses Produksi I Teknik Pengecoran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik Pengecoran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu proses
transformasi atau konveksi dari material atau bahan baku (baik logam maupun non logam)
menjadi suatu produk setengah jadi atau pun produk jadi yang lebih.
Proses pengecoran logam adalah proses menuangkan logam cair ke dalam cetakan
pola/mould yang akan menghasilkan produk coran setelah dingin dan mengeras di dalam
cetakan yang kemudian dilakukan pembongkaran cetakan. Untuk menghasilkan produk
coran yang berkualitas maka diperlukan teknik desain cetakan dan pemahaman sifat logam
pada fase cair serta praktek pengecoran. Aspek teknis mendasar yang perlu dipelajari
adalah solidifikasi logam, perpindahan panas logam ke dinding cetakan dan aliran logam
cair menuju rongga pola yang sekaligus faktor sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk coran.
Proses pengecoran tidak hanya digunakan untuk bahan-bahan logam tetapi juga bisa
diterapkan pada bahan-bahan non-logam yakni, plastik, keramik dan kaca. Produk coran
banyak ditemukan pada komponen-komponen otomotif seperti blok silinder, piston, rumah
alternator, pulley, manifold gas buang, karburator, drum rem, silinder rem rumah transmisi
dan lain-lain.
Dalam praktikum Proses Produksi l ini akan dibahas dan dibicarakan mengenai
pengecoran logam yang meliputi: cara pembuatan flas, pembuatan model, pengecoran,
pembongkaran cetakan, pengamatan cacat benda tuang.
1
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu membuat rancangan dasar observasi: tujuan observasi, subjek
observasi, tempat observasi, waktu observasi, strategi observasi.
2. Mahasiswa mampu menyusun rancangan strategi observasi, melakukan observasi di
lingkungannya baik aspek sosial maupun kondisi laboraturium.
3. Mahasiswa mampu menyusun laporan observasi: analisis, interprestasi dan
penyimpulannya.
1.5 Metodologi
Tahapan dalam penyelesaian laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Study Literature
Mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan dasar teori pengecoran logam
melalui perkuliahan.
2. Penerapan dalam Lapangan
Melaksanakan Praktikum di Laboratorium Pengecoran
2
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
BAB II
TEORI DASAR
3
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Meskipun demikian metode ini paling banyak digunakan, karena mudah dan ekonomis.
Untuk mengatasi timbulnya cacat coran biasanya dilakukan pengontrolan parameter-
parameter dan juga menjaga kadar air tetap rendah.
4
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
setebal 6-12 mm, kemudian disapu dengan tongkat penyapu untuk mendapat bentuk yang
diinginkan. ( Tata Surdia, 1982 )
5
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
6
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
7
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Cara pembuatan cetakan dengan mendesak pasir oleh plat pendesak dengan
mempergunakan tekanan minyak atau udara untuk menggerakkannya. Disebut pembuatan
cetakan desak. Gambar 2.4 menunjukkan mesin pendesak dimana udara tekan dari saluran
isap mendesak dan mengangkat meja dengan tenang serta mengepres pelat pendesak yang
dipasang tetap pada bagian atas mesin.
8
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
2.5. Mesin macam ini memberikan kekerasan cetakan yang cukup untuk rangka cetakan
yang dangkal,
tetapi mesin ini tidak memberikan kekerasan cetakan yang cukup kalau tebal rangka
cetakan lebih dari 300 mm, tanpa pengguncangan.
9
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Pasir Silika
Pasir silika memberikan ketahanan panas dan permeabilitas pada pasir. Ukuran besar
butir pasir mempengaruhi sifat-sifat pasir seperti ketahanan panas, permeabilitas, plastisitas
kehalusan permukaan, kekuatan dan segalanya. Butir halus akan menata lebih rapat dengan
yang lain sehingga permeabilitasnya rendah. Tetapi butir halus menghasilkan kekuatan
lebih besar dan kecenderungan cetakan untuk berubah bentuk, serta memberi permukaan
yang halus. Butir pasir yang kasar memberikan permeabilitas yang tinggi, mampu alir yang
10
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
baik dan ketahanan panas yang maksimum. Biasanya cetakan pasir mempunyai ukuran
butir 0,1-1 mm.
Besar butir pasir dibedakan menjadi tiga : halus, sedang dan kasar. Butir halus
biasanya digunakan untuk benda cor yang rumit. Sedangkan bila benda cor yang dibuat
berukuran besar, sebaiknya digunakan butiran pasir yang kasar sehingga pengeluaran gas-
gas yang timbul selama penuangan berlangsung dengan cepat.
11
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
1. Butir bulat terbentuk karena butir-butir itu saling bergesekan berulang-ulang akibat
adanya angin, gelombang atau aliran angin, sehingga menghasilkan bentuk bulat.
Bentuk ini dalam struktur pemadatan mempunyai singgungan yang kecil satu sama lain
sehingga permabilitasnya naik. ( Tata Surdia, 1982 ).
2. Butir bersudut sebagian terjadi karena angular grains saling bergerak dan bertumbukan
sehingga sudutnya pecah dan terbentuklah sub-angular grains. Permabilitas butiran ini
lebih rendah disbanding rounded grains tetapi kekuatannya lebih baik.
3. Butir bersudut terbentuk karena dekomposisi batu-batuan tanpa adanya gerakan. Ini
berhubungan dengan musim dan aksi glacial. Butir ini mempunyai batas sudut-sudut,
permukaannya hampir datar. Butir ini masih memberi kekuatan yang lebih besar dan
permabilitasnya lebih kecil pada cetakan.
4. Butir berkristal dalam beberapa kasus butir ini saling berkaitan dan tidak memisah
ketika diayak. Butir ini mungkin salah satu atau kombinasi dari ketiga butir diatas. Butir
ini tidak baik karena cenderung pecah pada temperature tinggi.
12
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
5. Komposisi yang cocok. Akibat dari temperature tinggi logam, bahan yang tercampur
mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam, ini yang tidak dikehendaki.
6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis.
7. Pasir harus murah.
13
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Selanjutnya tanah lempung yang berbutir menempati ruang antara butir-butir pasir dan
menurunkan permeabilitas.
Gambar 2.9 Pengaruh Kadar Air dan Kadar Lempung pada pasir diikat Lempung
(Sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa, 1996, hal 112)
Gambar 2.10 Pengaruh Kadar Air dan Bentonit pada pasir diikat Bentonit
(sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa, 1996, hal 112)
Kadar air yang membuat kekuatan maksimum dan yang membuat permeabilitas
maksimum pada umumnya tidak sama. Gambar 2.11 menunjukkan antara kadar air,
kekuatan dan permeabilitas dari pasir dengan pengikat bentonit. Kalau kadar air
bertambah, kekuatan dan permeabilitas naik sampai titik maksimum dan menurun kalau
kadar air bertambah terus seperti ditunjukkan gambar. Untuk pasir dengan pengikat
bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan yang menyebabkan
permeabilitas maksimum sangat berdekatan satu sama lain. ( Tata surdia 1996 )
14
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
15
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
partikel kristalin yang disebut mineral lempung. Lempung disusun dari partikel serpih yang
diameternya ± 2 mikron yang bertumpukan satu dengan yang lainnya.
Dibanding butir pasir, butir pengikat ketahanan panasnya lebih rendah. Pengikat
menimbulkan kohesi antara cetakan pasir dalam keadaan basah atau kering, memberi
kekuatan, juga mempertahankan bentuk rongga cetakan. Pengikat ditambahkan dalam
jumlah yang sedikit karena dapat menurunkan permabilitas . peningkatan kadar pengikat
akan meningkatkan kekuatan tekan sampai batas tertentu, setelah itu kekuatan praktis tidak
berubah dengan pengikatan pengikat. Untuk mengikat pasir, pengikat lempung biasanya
banyak digunakan.Lempung pengikat diklasifikasikan :
1. Fire clay
Fire clay adalah lempung tahan panas, biasanya didapat dalam tabung batu bara.
Gumpalan-gumpalan hitam keras dijemur dan kemudian dilembutkan dan digunakan dalam
cetakan pasir. Partikel-partikelnya 400x partikel bentonit. Dalam prosentase yang sama,
fire clay memberi kekuatan yang lebih rendah pada cetakan.
2. Bentonit
Bentonit adalah lempung yang paling lazim digunakan karena memberikan pengikatan
yang sangat kuat pada cetakan. bentonit merupakan hasil dekomposisi akibat cuaca dari
debu vulkanik. Bentuknya berupa serbuk putih yang halus.
3. Illete
Illete merupakan dekomposisi dari material yang mengandung silika karena cuaca.
Ini didapat dalam pasir cetak alam. Partikel illete mempunyai ketebalan ± 20 mili micron
dan diameter ±200 mili micron. Mempunyai penyusutan Karena kehilangan air , memberi
kekuatan yang sedang dan temperatur pelunakan 13700C.
4. Koalinite
Koalinite adalah sisa-sisa pelapukan granit dan basalt. Ini mengandung kaolinite
60%, 30% dan quarsa 10%. Partikel ini mempunyai tebal 20 mili micron dan lebar antara
100 ÷ 250 mili micron dan mempunyai karakteristik :
16
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Dalam proses pembentukan ikatan antara pengikat dengan pasir cetak, ada teori
yang menjelaskan :
b. Block and wedge theory
Block and wedge theory didasarkan pada gesekan antar partikel dibawah tekanan.
Partikel-partikel pasir atau pasir lempung bereaksi sebagai penghalang dan penghambat.
Saat dipadatkan, terjadi desakan berulang-ulang. Gesekan antar partikel ini menghasilkan
ikatan dan tahan terhadap deformasi lebih jauh
17
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
dalam bentuk cair. Tebal dari mikro-film ini berubah sesuai dengan mineral lempung. Daya
ikat lempung tergantung pada tebal maksimum dari mikro-film yang dapat dipertahankan.
Ketika cetakan dipadatkan, butir pasir ditekan secara serentak. Pada masing-masing
butir pelapis lempung bereaksi, dengan demikian lempung mengunci butir pada posisi dan
berubah bentuk. Aksi pengikat ini sangat baik bila jumlah air yang ditambahkan hanya
sejumlah yang dikehendaki atau diperlukan membentuk mikro-film. Jika kadar air
berlebihan kekuatan cetakan akan menurun. Air yang diserap meningkat sifat pengikat dan
kekuatan basah, air bebas sebagai pelumas, meningkatkan mampu bentuk tetapi
menurunkan kekuatan cetakan. Jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh hasil yang
optimum ditentukan secara eksperimen.
18
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
maupun cetakan dari bahan non logam memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-
masing.
19
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Gambar 2.11 ukuran cawan tuang Gambar 2.12 Cawan tuang dengan inti pemisah
(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwahal 66)
2. Saluran turun (Sprue)
Merupakan saluran vertikal yang melalui cope (kerangka cetak atas) yang
menghubungkan antara cawan tuang dengan runner (saluran horisontal) atau gate. Ukuran
sprue harus memenuhi kondisi tertentu. Sprue harus cukup kecil untuk dapat
mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses penuangan. Selain itu,
untuk menjamin aliran cairan logam memasuki rongga cetakan tanpa menimbulkan
turbulensi maupun pusaran. Pada saat yang sama, ukuran sprue haras cukup besar untuk
menjamin rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams atau mis-run serta
mencegah terjadinya aspirasi gas. Bentuk sprue harus tirus ke bawah dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya aspirasi gas dan kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar
dan lebih dalam daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini
disebut spruewell yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.
(a) Terjadi aspirasi
(b) Tidak ada aspirasi dan turbulensi
20
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
3. Pengalir
Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab
irisan demikian muadh dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas
pemukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk
pendinginan logam cair.
21
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada
permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut.
Ada beberapa cara untuk itu yaitu sebagai berikut :
1. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir. Logam cair yang pertama
masuk akan berkumpul disini bersama kotoran yang terbawa ( Gambar 2.15)
2. Membuat kolam putaranpada saluran masuk seperti pada Gambar 2.16, logam cair
memasuki kolam secara tanetial dan berputar sehingga kotoran berkumpul ditengah
kolam.
3. Saluran turun bantu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17. Logam cair yang pertama
masuk bersama kotorannya akan tertampung di sini. Saluran turun bantu ini
ditempatkan di tengah-tengah pengalir.
4. Penyaring dipasang seperti Gambar 2.18 kotoran akan ditahan disini kalau logam cair
melalui inti penyaring atau piring saringan dengan lubang-lubang kecil, yang sebaiknya
terbuat dari keramik.
Gambar 2.15 Contoh perpanjangan pengalir Gambar 2.16 Saluran masuk putar
( perangkap kotoran)
22
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
4. Saluran Masuk
Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir,
agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran
masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segi tiga atai setengah lingkaran
yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.
Kadang-kadang irisannya diperkecil di tengah dan di perbesar lagi ke arah rongga.
Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil ini mudah diputuskan sehinggga
mencegak kerusakan pada coran.(Gambar 2.19)
23
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
24
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Gambar 2.21 Saluran turun macam ini harus direncanakan agar tidak menyebabkan
aliran turbulen pada logam
(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 236)
2. Lubang Jarum
a. Ciri ciri khas
Logam cair dari paduan allumunium mudah teroksidasi. Oksida dalam logam cair
atau yang dihasilkan pada waktu penuangan terkumpul sebagai dros pada permukaan
kup atau di bagian dalam coran.
b. Sebab sebab
1. Oksida allumunium dihasilkan selama peleburan
2. Dros terbawa dalam coran atau terjadi dalam cetakan
3. Kadar air dalam cetakan
c. Cara cara pencegahan
1. Perencanaan pengecoran yang dapat menyebabkan turbulensi pada aliran logam cair,
tidak boleh dilaksanakan
2. Pencegahan dengan menghilangka kotoran harus dilakukan untuk mencegah
erjadinya dros dalam logam cair (lihat Gambar 2.17).
3. Kadar air dalam cetakan arus serendah mungkin. Cetakan pasir kering adala lebih
baik.
25
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Lain dengan cacat primary shrinkage, secondary shrinkage terjadi dibagian dalam
produk cor dan biasanya timbul pada tempat yang jauh dari riser (pengumpan). Cacat
26
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
shrinkage yang terjadi pada bagian dalam produk cor akan mengurangi tegangan produk
cor. Cacat ini teridentifikasi pada saat produk cor dilakukan proses pemesinan.
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Langkah-langkah proses pengecoran tromol depan (disc, front brake) sepada motor
Pada praktikum pengecoran logam terdapat beberapa langkah antara lain :
a. Pembuatan cetakan drag
Pembuatan drag atau cetakan ini terbuat dari kayu yang di bentuk kotak dengan
ukuran tertentu (sesuai kebutuhan).
Alat-alat yang di gunakan dalam pembuatan cetakan :
1. Gergaji
2. Martil
3. Paku
4. Mistar Baja
Pada praktikum yang telah di lakukan di laboratorium pengecoran logam dengan
menggunakan cetakan drag karena pola yang di gunakan dari model benda padat. Pada
bagian dalam samping drag di beri pola irisan gergaji yang fungsinya untuk mengikat pasir
ke dinding kup dan drag.
27
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Gambar 3.1 bentuk rangka cetakan drag Gambar 3.2 . Pola dinding cetakan
b . Pembuatan Model
Model menggunakan sterofom yang dibentuk sesuai dengan bentuk benda yang
dibuat, seperti pada contoh gambar.
Gambar 3.3 Pola tromol depan (disc, front brake) dengan bahan styrofoam
Sumber (Laboraturium Proses Produksi)
28
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Gambar 3.4 Pemasangan pola dan penimbunan kembali dengan pasir silika
Pada pemasangan fidher dan risher jangan lupa harus di lapisi dengan grafit ini
dimaksudkan agar pada saat pelepasan fidher dan riser tidak lengket dengan pasir, setelah
pasir penuh pada pangkal fidher dibuatkan saluran dengan cara dikeruk agar
mempermudah laju penuangan cairan allumunium.
29
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Setelah pemasangan risher dan fidher jadi kemudian cetakan di jemur hingga pasir
silika benar benar kering, ini dimaksudkan agar pasir silika menjadi kering dan benar benar
keras, kemudian setelah itu dilakukan pelepasan risher dan fidher, dan cetakan pasir siap
untuk dilakukan penuangan cairan allumunium.
30
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Jika tungku sudah sampai pada suhu yang kita inginkan (700 s/d 800°C) sekitar + 20
menit maka masukan logam aluminium sekitar 1 kg dan akan cair dalam jangka waktu
sekitar 20 menit.
Jika sudah cair tambah logam aluminium sekitar 1 kg dan tunggu hingga cair sekitar
10 menit.Setelah cair kembali masukan logam aluminium kembali sekitar 1 kg dan tunggu
sekitar 10 menit sampai benar benar cair.
Setelah itu masukkan serbuk cover all dan serbuk digaser untuk mengangkat terak dan
udara yang terperangkap didalam logam cair dari aluminium.Selanjutnya logam cair
diambil menggunakan ladel dan tuangkan ke dalam cetakan (fidher).
31
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
32
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
f. Tahap pembersihan
Setelah di bongkar kemudian hasil tuangan di ambil menggunakan alat penjapit dan
bersihkan pasir – pasir yang menempel pada hasil tuangan dengan kuas, skrup kecil dan
sikat besi. Kemudian bersihkan dengan air selain itu juga mempercepat pendinginan.
g. Tahap Inspeksi
Hasil tuangan yang sudah bersih dari kotoran, di inspeksi dengan teliti dengan
mencari bagian yang cacat. Kemudian cari sebab kecacatan itu dan bandingkan coran
dengan perbandingan pasir yang digunakan untuk mencetak.
3.2 Analisa
Setelah di analisa pada hasil pengecoran logam terdapat beberapa kecacatan.
33
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
Dari gambar 3.11 di atas dapat di lihat beberapa kecacatan proses yang di sebabkan
karena beberapa faktor diantaranya:
1. Terdapat permukaan yang kasar ini dikarenakan pada penumbukan pasir yang kurang
padat.
2. Terdapat sambungan hitam, ini disebabkan karena pada pola terdapat sambungan
dengan menggunakan lem styrofoam, sehingga saat penuangan lem tersebut terbakar
dengan tidak sempurna, sehingga membuat sambungan pola menjadi tidak sempurna
dan berwarna hitam
3. Bentuk coran berlubang (tidak terisi secara sempurna), ini dimungkinkan terjadi karena
pada saat penuangan logam cair terjadi kerontokan dinding rongga cetakan.
34
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan kegiatan praktikum dan analisa hasil praktikum maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
35
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
4.2 Saran
Ruang diskusi kurang memadai, karena meja tidak ada.
Kurangnya alat keselamatan kerja sehingga perlu untuk ditambah lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
Foto-foto Proses dan hasil Inspeksi
37
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
38
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
39
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam
40