Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Kampung


Ayam kampung atau ayam buras merupakan ayam lokal yang menjadi unggas khas
Indonesia yang keberadaannya hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia
(Aswar, 2021).

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi ayam kampung secara zoologis menurut Suprijatna et al., (2008)


yaitu:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Aves

Subclass : Neornithes

Ordo : Galliformes

Genus : Gallus

Spesies : Gallus Domesticus

2.1.2 Morfologi

Ayam kampung memiliki bentuk tubuh yang kompak dan susunan otot yang
baik, bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tajam namun kuat dan ramping untuk
mengais tanah (Jatmiko, J., & Nur, H., 2016).

Warna bulu ayam kampung tidak dapat digunakan sebagai patokan yang baku
karena warna bulu tersebut berubah secara terus-menerus. Ayam kampung memiliki
ciri khas yang unik yang dipengaruhi oleh keberaagaman genetika. Ciri-ciri fenotipik
dan genotip ayam kampung masih sangat bervariasi, seperti warna bulu yang masih
berbeda-beda. Warna bulu ayam sangat bervariasi, mulai dari hitam, putih, kuning,
coklat, merah tua, dan kombinasi warna-warna tersebut. Ayam jantan memiliki bulu
leher dan sayap yang berwarna lurik kuning, bulu punggung dan dada berwarna lurik
hitam, dan bulu ekor berwarna hitam kehijauan sedangkan ayam betina memiliki
leher, punggung, dan sayap yang berwarna lurik abu- abu, bulu dada berwarna putih,
dan bulu ekor berwarna hitam keabuan (Rasyaf, 2011).

2.2. Endoparasit
Penyakit ayam merupakan kendala utama pada peternakan ayam di lingkungan tropis
seperti di Indonesia. Salah satu gangguan kesehatan atau penyakit yang menyerang ayam
adalah infestasi endoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam hewan
inang dengan infestasi menyebabkan buruknya efisiensi pakan, pertumbuhan, penurunan
produksi telur, bahkan kematian. Endoparasit dapat ditemukan pada otak, hati, paru-paru,
jantung, ginjal, kulit, otot, darah, dan saluran pencernaan (Pradanaet et al., 2015).

2.3. Jenis-jenis Endoparasit


Endoparasit dapat dibedakan menjadi protozoa dan cacing (Helminth). Adapun
beberapa jenis cacing yaitu Nematoda (cacing gilik), Cestoda (cacing pita) dan
Trematoda (cacing daun).

2.3.1 Nematoda
Nematoda memiliki karakteristik bentuk bulat, tidak bersegmen dan dilengkapi
dengan suatu kutikula yang halus sehingga disebut juga cacing gilig. Nematoda
menjadi parasit terpenting pada sektor perunggasan sehubungan dengan jumlah
spesies dan kerusakan yang ditimbulkan. Menurut Indrayati (2017) menjelaskan
siklus hidup nematoda dimulai dari telur, empat stadium larva, dan dewasa. Stadium
infektif dapat berupa telur infektif atau larva infektif tergantung jenis nematoda.
Apabila stadium infektif adalah larva, biasanya larva tersebut dalam stadium ketiga
(L-3). Jika stadium infektif adalah telur, larva yang dikandung di dalamnya adalah
larva stadium kedua (L-2). Larva infektif dapat menginfeksi inang definitif dengan
cara termakan atau aktif menembus melalui kulit. Apabila sudah berada di dalam
inang definitif, cacing muda akan menetap di dalam habitatnya dan berkembang
menjadi dewasa.
Beberapa endoparasit kelas Nematoda yang ditemukan pada ayam kampung
antara lain : Ascaridia galli, Heterakis gallinarum, Capillaria spp., dan Syngamus
trachea (Ananda et al., 2017).
Gambar 1. Ascaridia galli (A) telur fertile, (B) Gambar 2. Telur Heterakis gallinarum (Ananda
et al., 2017)
telur berembrio (Darmayato et al., 2019)

Gambar 3. Telur Capillaria sp. (Schoener et al., Gambar 4. Telur Syngamus trachea (Pennycott
2012)
et al., 2016)

2.3.2 Cestoda
Cestoda merupakan suatu parasit yang memerlukan dua inang yang berbeda untuk
kelangsungan hidupnya (Dharmawan, 2016). Cacing cestoda mempunyai bentuk
seperti pita yang tersusun atas banyak segmen, dilengkapi kait-kait untuk memperkuat
perlekatan pada organ dan bereproduksi dengan cara hermaprodit. Cacing cestoda
mempunyai alat hisap berfungsi untuk memasukkan makanan dan perlekatan diri pada
dinding organ hospes. Cestoda tidak mempunyai sistem pencernaan berupa usus dan
tubuhnya juga tidak mempunyai rongga tubuh (Soedarto, 2011). Railletina sp.
merupakan salah satu species yang termasuk dalam kelas cestoda yang menyerang
ayam kampung, dengan ukuran telur 25‐50 µm (Hildegardis, 2023).

.
Gambar 5. Telur Reilletina sp. (Thienpont et al., 2003)
2.3.3 Trematoda
Trematoda merupakan cacing dengan karakteristik morfologi berbentuk pipih
seperti daun yang tidak terbagi menjadi segmen-segmen. Sistem reproduksi
trematoda bersifat hermaprodit atau biseksual kecuali schistosoma yang bersifat
uniseksual. Terdapat alat isap atau (sucker) yang tidak mempunyai kait dan system
pencernaan sudah ada namun ususnya tumbuh tidak sempurna dan tidak mempunyai
lubang anus untuk mengeluarkan sisa sisa pencernaan makanan (Majid, 2022).
Menurut Kusumadewi et al., (2020), endoparasit golongan Trematoda yang sering
dijumpai pada ayam kampung yaitu Echinostoma dan Schistosoma.

Gambar 6. Telur Schistosoma Gambar 7. Telur Echinostoma


(Afriyansyah, 2013) (Thienpont et al., 2003)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hewan Kasus Ayam


4.1.1 Sinyalemen
 Data Pemilik
Nama : Bapak Hermanus
Alamat : Liliba
 Data Pasien
Nama :-
Jenis : Ayam Kampung
Umur : 3 Bulan
Jenis Kelamin : Betina
Warna : Hitam
4.1.2 Anamnesa
Berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa ayam
belum pernah diberikan obat cacing dan divaksinasi. Ayam dipelihara secara semi-
intensif dan kandang ayam masih bersifat tradisional, yaitu terbuat dari kayu dan
bambu dengan atap seng dan beralaskan tanah yang diberikan sedikit pasir. Manjemen
pemeliharaan cukup baik, hal ini ditandai dengan kondisi lingkungan disekitar
kandang yang cukup bersih, pakan yang diberikan berupa pakan puyer yang
dikombinasikan dengan jagung giling dan ketersediaan air yang cukup. Namun,
sanitasi tempat air minum kurang bersih yang ditandai dengan terlihat adanya lumut
dan kotoran lainnya.

STEFY TOLONG KASIH MASUK FOTO KANDANG DGN AYAMNYA E

Sitasi

Jatmiko, J., & Nur, H. (2016). Pengaruh penggantian sebagian ransum komersial dengan
dedak padi terhadap performa ayam kampung. Jurnal Peternakan Nusantara, 2(1), 27-
34.

Pradana, D. P., Haryono, T., & Ambarwati, R. (2015). Identifikasi cacing endoparasit pada
feses ayam pedaging dan ayam petelur. Lentera Bio, 4(2), 119-123.

Indrayati, L. (2017). Inventarisasi nematoda parasit pada tanaman, hewan dan


manusia. EnviroScienteae, 13(3), 195-207.

Ananda, R. R., Rosa, E., & Pratami, G. D. (2017). Studi nematoda pada ayam petelur (Gallus
gallus) Strain Isa Brown di Peternakan Mandiri Kelurahan Tegal Sari, Kecamatan
Gading Rejo, Kab. Pringsewu, Lampung. Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan
Keanekaragaman Hayati (J-BEKH), 4(2), 23-27.

Kusumadewi, S., Tiuria, R., & Arif, R. (2020). Prevalensi Kecacingan pada Usus Ayam
Kampung di Pasar Tradisional Jakarta dan Kota Bogor. Acta Veterinaria
Indonesiana, 8(1), 1-9.
Majid, M. (2022). Identifikasi Cacing Endoparasit Pada Feses Sapi (Bos sp.) di Peternakan
UD. Rahma Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros= Identification of
Endoparasite Worms in Feces of Cattle (Bos sp.) at Ranch UD. Rahma District of
Bantimurung Maros Regency (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

Daryatmo, J., Purwo, B., & Sambodo, P. (2019). Morfologi telur dan larva 2 Ascaridia galli
pada ayam kampung.

Schoener, E. R., Alley, M. R., Howe, L., Charleston, T., & Castro, I. (2012). Helminths in
endemic, native and introduced passerines in New Zealand. New Zealand Journal of
Zoology, 39(3), 245-256.

Pennycott, Tom. (2016). Rooks, crows and jackdaws. Images of internal parasites., 1994-
2013 [image]. University of Edinburgh. Royal (Dick) School of Veterinary Studies.
https://doi.org/10.7488/ds/1509.

Anda mungkin juga menyukai