Anda di halaman 1dari 6

Bintang

Klasifikasi
Artikel utama: Klasifikasi bintang
Rentang Suhu Permukaan dan
Warna berbagai Kelas Bintang[71]
Kelas Suhu Contoh bintang
O lebih dari 33.000 K Zeta Ophiuchi
B 10.500–30.000 K Rigel
A 7.500–10.000 K Altair
F 6.000–7.200 K Procyon A
G 5.500–6.000 K Matahari
K 4.000–5.250 K Epsilon Indi
M 2.600–3.850 K Proxima Centauri
Sistem klasifikasi bintang yang ada saat ini berasal dari awal abad ke-
20, ketika bintang diklasifikasikan dari A hingga Q berdasarkan kekuatan
garis hidrogennya.[72] Pada saat itu belum diketahui bahwa yang paling
berpengaruh terhadap kekuatan garis hidrogen adalah suhu; kekuatan
garis hidrogen mencapai puncaknya pada suhu 9.000 K (8.730 °C) dan
melemah baik pada suhu yang lebih tinggi maupun rendah. Saat sistem
klasifikasi diatur ulang berdasarkan suhu, bentuknya semakin mendekati
sistem modern yang kita pergunakan saat ini.[73]

Bintang diberi klasifikasi huruf tunggal berdasarkan spektrumnya, dari


tipe O yang sangat panas sampai M yang begitu dingin hingga molekul
dapat terbentuk pada atmosfernya. Klasifikasi utama berdasarkan
suhunya, dari yang tertinggi ke terendah, adalah O, B, A, F, G, K, dan M.
Beberapa bintang dengan jenis spektrum yang langka memiliki
klasifikasi khusus tersendiri. Paling umumnya adalah kategori L dan T,
yang meliputi bintang dengan suhu dan massa yang rendah serta katai
cokelat. Tiap huruf dibagi lagi dalam 10 subbagian yang diberi nomor 0–
9, dari suhu yang tertinggi ke yang terendah. Namun sistem ini kurang
tepat pada suhu yang sangat tinggi, yaitu bahwa kemungkinan bintang
kelas O0 dan O1 tidak ada.[74]

Selain itu bintang juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efek


luminositas dalam garis spektrumnya, yang sebanding dengan ukuran
dan kuat gravitasi permukaannya. Pengklasifikasian ini dikenal dengan
sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas
berikut:

0
Maha maha raksasa
I
Maharaksasa
II
Raksasa terang
III
Raksasa
IV
Sub-raksasa
V
Deret utama (katai)
VI
Sub-katai
VII
Katai putih
Sebagian besar bintang masuk dalam deret utama yang terdiri dari
bintang-bintang pembakar hidrogen biasa. Bintang-bintang ini
membentuk pita diagonal tipis dalam grafik bintang berdasarkan
magnitudo absolutnya dan jenis spektrumnya (diagram Hertzsprung-
Russell).[74] Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem
klasifikasi di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang katai
kuning deret utama kelas G2V yang memiliki suhu dan ukuran sedang.

Penamaan tambahan, dalam bentuk huruf kecil, dapat ditulis di belakang


klasifikasi spektrum bintang untuk menunjukkan fitur khusus spektrum
bintang tersebut. Misalnya, huruf "e" dapat menunjukkan adanya garis
emisi; "m" menunjukkan tingkat logam (metal) yang luar biasa tinggi, dan
"var" dapat berarti jenis spektrum yang bervariasi.[74]

Bintang katai putih memiliki klasifikasi tersendiri yang dimulai dengan


huruf D. Penggolongan ini dibagi lagi ke dalam kelas-kelas DA, DB, DC,
DO, DZ, dan DQ, tergantung jenis garis spektrumnya yang menonjol.
Lalu di belakangnya diikuti dengan nilai angka yang menunjukkan indeks
suhunya.[75]

Distribusi

Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). Citra
NASA.
Selain berdiri sendiri, bintang bisa juga berada dalam sistem
multibintang. Sistem multibintang dapat terdiri dari dua atau lebih
bintang yang terikat secara gravitasi dan saling mengorbit satu sama
lain. Jenis sistem multibintang yang paling sederhana dan sering ditemui
adalah bintang biner. Selain itu telah ditemukan juga sistem multibintang
yang memiliki tiga atau lebih bintang. Sistem multibintang yang demikian
sering kali secara hierarkis tersusun dari beberapa bintang biner untuk
mempertahankan stabilitas orbit bintang-bintangnya.[76] Terdapat juga
kelompok yang lebih besar yang disebut gugus bintang. Gugus bintang
berkisar dari himpunan bintang yang tidak begitu padat dengan hanya
beberapa bintang, hingga gugus bola yang luar biasa besar dengan
ratusan ribu bintang.

Telah lama dianggap bahwa sebagian besar bintang berada dalam


sistem multibintang yang terikat secara gravitasi. Hal ini khususnya
benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, yang dipercaya 80%
populasinya berada dalam sistem multibintang. Namun semakin kecil
bintang maka semakin banyak pula populasi jenisnya yang berada
dalam sistem bintang tunggal. Hanya 25% katai merah yang diketahui
berada dalam sistem multibintang dan karena 85% dari keseluruhan
bintang adalah katai merah, maka mungkin sekali sebagian besar
bintang dalam Bima Sakti adalah tunggal sejak terbentuk.[77]

Bintang-bintang tidak menyebar secara merata di alam semesta, tetapi


biasanya berkelompok membentuk galaksi bersamaan dengan debu dan
gas antarbintang. Sebuah galaksi biasa mengandung ratusan miliar
bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar (1011) galaksi dalam alam
semesta teramati.[78] Berdasarkan sebuah cacah bintang pada tahun
2010 diperkirakan terdapat 300 triyar (3 × 1023) bintang dalam alam
semesta teramati.[79] Walau sering dipercaya bahwa bintang hanya
terdapat dalam galaksi, telah ditemukan bintang-bintang yang berada di
luar galaksi (bintang antargalaksi).[80][note 1]

Bintang terdekat dengan bumi selain matahari adalah Proxima Centauri


yang berjarak sekitar 4,2 tahun cahaya atau kira-kira 39,9 triliun
kilometer. Jika jarak ini ditempuh dengan kecepatan orbit pesawat ulang-
alik (8 km/s–hampir 30.000 km/jam), maka akan dibutuhkan waktu kira-
kira 150.000 tahun untuk sampai.[note 2] Jarak seperti ini adalah jarak
antar bintang yang umum dalam piringan galaksi, termasuk di
lingkungan sekitar tata surya.[81] Bintang-bintang dapat sangat
berdekatan di pusat galaksi dan dalam gugus bola atau terpisah sangat
jauh dalam halo galaksi. Karena jarak antar bintang yang relatif sangat
jauh dalam galaksi selain pada daerah pusat galaksi, tabrakan antar
bintang diperkirakan jarang terjadi. Pada daerah yang lebih padat seperti
inti gugus bola atau pusat galaksi, tabrakan antar bintang dapat sering
terjadi.[82] Tabrakan seperti ini dapat menghasilkan apa yang dikenal
dengan bintang pengelana biru (blue straggler).[note 1] Bintang-bintang
abnormal ini memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dari bintang-
bintang deret utama lainnya dalam sebuah gugus bintang dengan
luminositas yang sama.[83] Istilah pengelana merujuk pada lokasinya
yang berada di luar garis evolusi normal bintang lain pada diagram
Hertzsprung-Russel gugus bintangya.

Evolusi
Artikel utama: Evolusi Bintang
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi
oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran
dalam skala yang lebih kecil.

Terbentuknya bintang
Artikel utama: Pembentukan bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium
antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih
kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang
ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar
23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen
dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big
Bang pada saat awal alam semesta.

Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses


pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan
ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki
massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini sering kali dipicu oleh
gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi.
Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup
memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai
runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.

Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-


sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan
di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi
konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan di mana
banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi
bintang.

Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan
gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat
memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat
bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah
menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan
protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah
protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret utama ini sering
kali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan
awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika
peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta
kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi
termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi
untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan
berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang
deret utama.

Anda mungkin juga menyukai