Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL

PADA PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)


DI RSUD RA KARTINI JEPARA

Amifta Cindy Laura


2019012163

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN CENDEKIA UTAMA
KUDUS 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ruang Intensif atau dikenal dengan Intensive Care Unit merupakan ruang
perawatan khusus dalam merawat dan mengobati pasien dengan kebutuhan
khusus, yaitu pada kondisi dimana pasien dapat cepat memburuk pada keadaan
kritis sehingga dapat menyebabkan kematian. Pasien kritis sendiri adalah pasien
dengan kondisi secara fisiologis tidak stabil, sehingga dapat mengalami respon
hipermetabolik komplek terhadap suatu trauma, mengubah metabolisme tubuh,
hormonal, imunologis serta homeostatis nutrisi. Keadaan pasien tersebut tentu
dapat mengakibatkan meningkatnya proses metabolisme dan katabolisme
sehingga dapat mengakibatakan malnutrisi pada pasien. (Menerez, 2012).
Pasien kritis merupakan pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga
mengalami respon hipermetabolik komplek terhadap trauma, sakit yang dialami
yang dapat mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan
homeostatis nutrisi (De Souza rt al 2012). Keadaan pasien tersebut tentu dapat
mengakibatkan meningkatnya proses metabolisme dan katabolisme sehingga
dapat mengakibatakan malnutrisi pada pasien.
Nutrisi merupakan komponen yang sangat penting dan harus diperhatian
dalam perawatan pasien kritis. Pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU)
memiliki penyakit berbeda-beda dan sangat membutuhkan nutrisi yang tepat
baik secara komposisi dan frekuensi sebagai pendukung dalam proses
penyembuhan. Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan status nutrisi pada
pasien adalah adanya peningkatan proses katabolisme yang terjadi sebagai akibat
dari respon penyakit yang dialami yang dapat menyebabkan malnutrisi pada
pasien kritis. (Martin, Smith, & Gabrielli, 2013)
Untuk pasien kritis yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) sering kali
dan banyak yang menerima nutrisi adekuat yang dikarenakan salah dalam
memperkirakan kebutuhan nutrisi pada pasien serta juga dapat diakibtakan oleh
keterlambatan (timing) memulai pemberian nutrisi.
Dukungan nutrsisi yang tepat akan mempertahankan status nutrisi agar tidak
makin menurun, mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi
metabolik maupun infeksi, mencegah adanya komplikasi mekanik serta
meminimalisir kontraindikasi antara interaksi obat dan bahan gizi.

Adanya dukungan nutrisi yang tepat diharapkan mampu menurunkan angka


mordibitas dan mortalitas, serta dapat memperpendek lamanya perawatan di
ruang ICU. Salah satu penatalaksanaan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi dan
cairan pada pasien kritis dapat dilakukan dengan cara enteral. Nutrisi enteral atau
enteral nutrition adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan
melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau
jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin
(gastrostomy dan jejunum percutaneous). (Pearce, 2016).

Nutrisi enteral dan parenteral untuk pasien sakit kritis memiliki banyak
keuntungan. Nutrisi parenteral, yaitu pemberian nutrisi, obat-obatan, atau cairan
secara intravena, dapat membantu penderita disfungsi pencernaan, seperti:
Pasien dengan malabsorpsi atau operasi saluran cerna baru-baru ini. Selain itu,
nutrisi enteral melalui nasogastrik pada pasien sakit kritis dapat mencegah atrofi
mukosa, mempertahankan integritas mikrobiota usus, dan mempertahankan
kompetensi imun. Aliran darah ke saluran cerna dapat ditingkatkan, sehingga
menurunkan angka kematian pasien ke tingkat yang lebih rendah (Kresnoadi E.
2013).

Dukungan nutrisi secara enteral merupakan elemen penting dalam perawatan


pasien sakit kritis. Dalam keadaan hipermetabolik, nutrisi mempertahankan
massa tubuh tanpa lemak dan keseimbangan unsur-unsur penting dalam tubuh.
Nutrisi enteral (EN) khususnya memodulasi respon imun. Dengan demikian,
pedoman untuk merawat orang yang sakit kritis menekankan pentingnya
memulai EN dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah masuk. Namun, hambatan
medis dan terkait proses untuk memberi makan sering kali mencegah pasien
memenuhi target energi dan protein. (Tian F et al. 2018).
Pemberian nutrisi enteral secara gravity drip adalah sebuah cara pemberian
nutrisi enteral sesuai dengan pemberian yang ditetapkan dengan bantuan
gravitasi, dilakukan diatas ketinggian lambung dan kecepatan pemberian
ditentukan oleh gravitasi. Pemberian dengan cara gravity drip menyebabkan
lambung yang penuh akan memperlambat motalitas lambung dan pengosongan
lambung yang lambat atau jumlah residu semakin banyak. Pemberian nutrisi
secara Intermitten feeding adalah sebuah cara pemberian nutrisi enteral
menggunakan pompa elektronik dengan aturan pemberian yang telah ditetapkan,
dengan mengatur tetesan cairan per jam dan diberikan sesuai dengan dosis atau
jangka waktu tertentu. Keuntungan dari metode ini adalah kesiapan lambung
yang diberikan secara bertahap akan mempermudah lambung mencerna makanan
dan pengosongan lambung akan lebih cepat (Hellena, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO), pasien kritis di ICU
prevalensinya meningkat setiap tahunnya. Tercatat 9.8-24.6% pasien sakit kritis
dan dirawat di ICU per 100.000 penduduk, serta kematian akibat penyakit kritis
hingga kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1 -7,4 juta orang (WHO, 2016) Di
16 ICU Rumah Sakit di negaranegara Asia termasuk Indonesia terdapat 1285
pasien sepsis yang menggunakan ventilator dengan ratarata lama penggunaan
ventilator 3-10 hari dan 575 pasien diantaranya meninggal dunia (WHO, 2016).
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat bertahan
hidup dan melakukan aktifitas. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah
untuk mendirikan layanan kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses
kebutuhan kesehatan (Depkes, 2009). Salah satu jenis pelayanan publik yang
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan adalah pelayan intensif
(Depkes, 2009). Pelayanan Intensif adalah pelayanan yang secara spesifik
dimaksudkan untuk melakukan tatalaksana pengobatan atau perawatan kepada
pasien yang mengalami sakit kritis maupun kegagalan fungsi sistem organ vital.
Pasien dengan gagal fungsi organ-organ vital biasanya memerlukan
penatalaksanaan secara khusus oleh tenaga medis profesional di bidangnya, serta
memerlukan penatalaksanaan di suatu tempat khusus yang disebut dengan (ICU)
atau dikenal dengan Intensive Care Unit (Depkes, 2009). Intensive Care Unit
(ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus
ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang
mengancam jiwa (Depkes, 2009).
Ada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cidera sebesar 7,7% yang
disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor sebesar 40,1%. Cidera mayoritas
dialami oleh kelompok umur dewasa yaitu sebesar 38,8% dan lanjut usia (lansia)
yaitu 13,3% dan anak-anak sekitar 11,3% (Depkes, 2013).
Melaporkan bahwa prevalensi kematian akibat gagal nafas di Indonesia
mencapai 20,5% hal ini diakibatkan karena Tb paru dan brochopneumonia. Data
riset kesehatan dasar juga menunjukkan bahwa prevalensi gagal nafas yang di
rawat di ruang ICU rata-rata 41-42 pasien/bulan dengan 10-11 pasien/bulan
meninggal. (RISKESDAS, 2013)
Pada bulan Maret peneliti melaksanakan Studi Pendahuluan di ruang ICU
RSUD RA Kartini Jepara. Yang berjumlah ( ). Peneliti menemukan bahwa
responden berjumlah ( ) sulit melakukan pemberian nutrisi kepada pasien dengan
melalui NGT , dan memberikan makanan sesuai apa yang dianjurkan Dokter.
Adapun juga sebagian responden yang berjumlah ( ) menolak untuk diberikan
makanan atau minumkan karena kesulitan menelan. Berdasarkan data Studi
Pendahuluan yang didapat menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti lebih
dalam mengenai “Gambaran Pemberian Nutrisi Enteral Pada Pasien Di ICU
RSUD RA. Kartini Jepara”.
1.2 Rumusan Masalah
Psien kritis yang dirawat di Ruang ICU sering mengalami malnutrisi,
sehingga penatalaksanaan dalam mencukupi nutrisi juga harus diperhatikan.
Peningkatan residu lambung merupakan salah satu tanda dan gejala adanya
gangguan motilitas gastrointestinal. Hal tersebut yang dapat dirumuskan
sebagai masalah kebutuhan nutrisi untuk peneliti ingin merumuskan
bagaimana “Gambaran karakteristik residu pada pasien kritis yang
mendapatkan nutrisi enteral melalui NGT menggunakan metode Intermitten
feeding di ruang ICU RSUD ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran karakteristik residu pada pasien kritis yang
mendapatkan nutrisi enteral melalui NGT dengan menggunakan
metode Intermitten feeding.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengetahui karakteristik pasien ICU dengan pemberian nutrisi
enteral dengan metode intermittent feeding.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pasien
Nutrisi pada pasien kritis di ICU dapat terpenuhi dengan menggunakan metode
pemberian yang sesuai, sehingga dapat mengurangi lama perawatan di ruang ICU
1.4.2 Bagi Perawat
Perawat dapat mengetahui metode pemberian nutrisi yang efektif pada pasien
di ruang ICU, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian
nutrisi enteral pasien.
1.4.3 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai bahan acuan atau bahan tambahan teori
untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan materi yang disampaikan pada penelitian ini.
1.4.4 Bagi Institusi
Manfaat penelitian bagi institusi kesehatan khususnya Rumah Sakit adalah data
dan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat dijadikan suatu tolak ukur
serta upaya Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas serta pemberian nutrisi
eternal pada pasien ICU
1.4.5 Bagi Masyarakat
Masyarakat mengetahui terkait pemeberian nutrisi eternal yang diberikan
pada pasien ICU yang sedang dirawat dirumah sakit sekaligus menambah
ilmu pengetahuan terhadap masyarakat itu sendiri.
1.4 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Nama Penelitian Rancangan Variabel Hasil Penelitian
dan Tahun Penelitian Penelitian

1. Fitri Asriani Kuantitatif, metode Penyebab Dari hasil


(2009) deskriptif interupsi penelitian ini
observasional dan pada diperoleh bahwa
pendekatan pemberian penyebab,
prospektif nutrisi frekuensi, dan
enteral lamanya interupsi
pemberian nutrisi
enteral pada pasien
kritis dengan
ventilasi mekanik
yang paling umum
adalah masalah
gastrointestinal
dengan mean 6,19
kali (SD 7,083)
dan mean lamanya
10,31 jam (SD 12,
268). Jenis dan
jumlah kalori
nutrisi pengganti
saat interupsi
pemberian nutrisi
enteral pada pasien
kritis dengan
ventilasi mekanik
yang paling umum
adalah dekstose
5% (D5%)
500cc/pemberian
dengan jumlah
kalori 85 kkal/l

2. Setianingsih dan review terhadap mengidentifikasi Hasil penelitian :


Anastasi Anna penelitian lain, dan membedakan Perlu diperhatikan
(2013) dengan analisis isi tema – tema dari bahwa pemberian
penelitian / jurnal nutrisi yang kurang
atau lebih dari
kebutuhan akan
merugikan pasien.
Hampir semua
pasien kritis
mengalami
anoreksia atau
tidak mampu
makan karena
penurunan
kesadaran,
pemberian sedasi
atau terintubasi
melalui saluran
nafas bagian atas
sehingga
menyebabkan
malnutrisi. Jika
support nutrisi
diberikan secara
dini yaitu energi,
protein dan nutrisi-
nutrisi lain yang
diperlukan mampu
mengoptimalkan
sistem imun,
meningkatkan
penyembuhan
luka, mengurangi
risiko kematian
dan komplikasi
serta
memperpendek
lama rawat, biaya
dan waktu
penyembuhan
pasien di ICU.

3. Made Wiryana Metode populasi Malnutrisi dan Tujuan terapi gizi


(2007) Status gizi pada pasien sakit
kritis adalah untuk
menunjang
metabolisme,
bukan untuk
memenuhi
kebutuhannya pada
saat itu.
pasien sakit kritis
tidak ada kondisi
metabolik yang
dapat
memetabolisme
jumlah total kalori
untuk memenuhi
kekurangan
pengeluaran
energi.
Idealnya,
rangkaian terapi
nutrisi mampu
menyediakan
nutrisi dengan
morbiditas
minimal. Setiap
rute (parenteral
dan
enteral) memiliki
keuntungan dan
kerugian, dan
pilihan tergantung
pada kondisi
pasien.
4. Nasrun Pakaya, Literature Review jurnal/artikel Pemberian nutrisi
Fatra Lapagulu, dari beberapa penelitian yang dini secara enteral
Ibrahim Suleman, jurnal/artikel masuk dalam dan parenteral
Jerwati Yunus menggunakan kriteria inklusi dapat digunakan
(2022) metode Quasi pada pasien kritis
Eksperiment selama menjalani
perawatan. Early
enteral &
parenteral nutrition
sangat efektif jika
dilakukan dengan
cara yang benar
dan sesuai dengan
SOP
5. Dian Irawati, deskriptif pasien yang Setelah dilakukan
Suwarman, Ike observasional, dicatat pengamatan
Sri Redjeki (2015) yang dilakukan dalam selama 72 jam,
secara prospektif lembar sebanyak 23
penelitian subjek penelitian
oleh (58,87%) tidak
peneliti/ tercapai
residen kebutuhan nutrisi
anestesi idealnya. Hasil
penelitian ini
diharapkan data
dasar dalam
menentukan
prosedur
pemberian nutrisi
di ICU Rumah
Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung
dengan
pembuatan
protokol
pemberian nutrisi
yang dapat
digunakan
sebagai pedoman
atau acuan dalam
pemberian nutrisi
sehingga akan
meningkatkan
kepatuhan dalam
pemberian nutrisi
di ICU Rumah
Sakit Dr. Hasan
Sadikin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrisi Enteral
2.1.1 Pengertian Nutrisi Eternal
Nutrisi enteral merupakan terapi pemberian nutrisi lewat saluran cerna
dengan menggunakan slang khusus (feeding tube). Cara pemberiannya bisa
melalui jalur hidung lambung (nasogastric tube) atau hidung-usus
(nasoduodenal tube atau nasojejunal route). Pemberian nutrisi enteral juga bisa
dilakukan dengan cara bolus atau cara infuse lewat pompa infuse enteral.
Perkembangan ilmu kedokteran, menjadikan gizi enteral sebagai salah satu
intervensi dalam pemenuhan nutrisi pada pasien yang tidak dapat
mengkonsumsi makanan lewat oral. Pemberian nutrisi enteral yang dini akan
memberikan manfaat antara lain memperkecil respon katabolik, mengurangi
komplikasi infeksi, memperbaiki toleransi pasien, mempertahankan integritas
usus dan memberikan sumber energi yang tepat bagi usus pada waktu sakit.
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral. Formula nutrisi diberikan
kepada pasien melalui tube kedalam lambung (gastric tube), nasogastric tube
(NGT), atau jejunum, dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa
mesin. Rute pemberian nutrisi secara enteral diantaranya melalui nasogastric,
transpilorik, perkutaneus. .( Bawono.PF.,2018)

Tujuan dari pemberian nutrisi secara enteral adalah untuk memberikan


asupan nutrisi yang adekuat pada pasien yang belum mampu menelan atau
absorbsi fungsi nutrisinya terganggu. Pemberian nutrisi secara enteral juga
berperan menunjang pasien sebagai respons selama mengalami keradangan,
trauma, proses infeksi, pada sakit kritis dalam waktu yang lama.(
Bawono.PF.,2018)

Kontraindikasi pemberian nutrisi secara enteral diantaranya keadaan


dimana saluran cerna tidak berjalan sesuai mestinya, kelainan anatomi saluran
cerna, iskemia saluran cerna, dan peritonitis berat. Pemberian nutrsi enteral
terkadang mengalami hambatan. Beberapa hambatan yang terjadi diantaranya
adalah:

1. Gagalnya pengosongan lambung


Kelainan di lambung yang ditandai dengan lambatnya pengosongan
makanan dari lambung ke usus halus. Kondisi ini muncul karena ada
gangguan pada otot lambung. Hal itu kemudian menyebabkan gerakan
lambung dalam mendorong makanan ke usus menjadi lebih lambat.
2. Aspirasi dari isi lambung
Masuknya benda asing dari melalui trakhea ke paru. Benda asing
tersebut dapat berasal dari lambung, esophagus, mulut dan hidung dan
dapat berupa makanan, darah, air ludah atau cairan lambung. Masuknya
cairan lambung ke saluran napas dapat terjadi akibat muntah atau
regurgitasi.
3. Sinusitis
Sinus merupakan rongga kecil berisi udara dan terletak pada struktur
tulang wajah. Gangguan ini dapat membuat lendir tipis yang mengalir
keluar dari saluran hidung. Sinus bisa tersumbat karena berisi cairan
sehingga bakteri tumbuh dan menyebabkan infeksi.
4. Esophagitis
Esofagitis merupakan peradangan pada kerongkongan atau lapisan
esofagus, yaitu organ tubuh yang bertugas untuk menyalurkan makanan

dari mulut ke bagian lambung. Esofagitis biasa dikenal dengan


refluks esofagitis. Kondisi ini terjadi karena stinger esofagus, katup
yang berperan untuk menghentikan asam lambung naik kembali ke
kerongkongan mengalami kerusakan.
Pada prinsipnya, pemberian formula enteral dimulai dengan dosis rendah
dan ditingkatkan bertahap hingga mencapai dosis maksimum dalam waktu
seminggu. Makanan enteral yang telah disediakan sebaiknya dihabiskan dalam
waktu maksimal 4 jam, waktu selebihnya akan membahayakan karena
kemungkinan makanan tersebut telah terkontaminasi bakteri (Bawono, 2018).

Formula enteral/makanan enteral adalah makanan dalam bentuk cair yang


dapat diberikan secara oral maupun melalui pipa selama saluran pencernaan masih
berfungsi dengan baik. Formula enteral diberikan pada pasien yang tidak bisa
makan melalui oral seperti dalam kondisi penurunan kesadaran, gangguan
menelan (disfagia), dan kondisi klinis lainnya atau pada pasien dengan asupan
makan via oral tidak adekuat. Pemberian nutrisi enteral pada pasien dapat
meningkatkan berat badan, menstabilkan fungsi hati/liver, mengurangi kejadian
komplikasi infeksi, jumlah/frekuensi masuk rumah sakit dan lama hari rawat di
rumah sakit. Pemilihan formula enteral ditentukan berdasarkan kemampuan
formula dalam mencukupi kebutuhan gizi, yang dipengaruhi oleh faktor – faktor
sebagai berikut yaitu kandungan/densitas energi dan protein dalam formula
(dinyatakan dalam kkal/ml, g/ml, atau ml Fluid/L), fungsi saluran cerna,
kandungan mineral seperti Natrium, Kalium, Magnesium, dan Posfor dalam
formula terutama bagi pasien dengan gangguan jantung, gangguan ginjal, dan
gangguan liver. Bentuk dan jumlah protein, lemak, karbohidrat, dan serat dalam
formula, efektivitas biaya, cost to benefit ratio(Mahan & Raymond, 2019).

2.2 Jenis – jenis Formula Enteral


Jenis formula enteral dikelompokkan berdasarkan bentuk & komposisi zat
gizi makronya, antara lain :

1) Formula polimerik, yaitu formula dengan komposisi zat gizi makro (protein,
lemak, karbohidrat) dalam bentuk utuh/intak. Kandungan energi 1-2 kkal/ml,
dan pada umumnya bebas laktosa.Formula enteral dengan densitas energi yang
tinggi (1,5 – 2 kkal/ml) diperlukan bagi pasien yang membutuhkan
pembatasan cairan seperti paseian gangguan jantung, gangguan paru – paru,
gangguan hati/liver, gangguan ginjal, dan pasien yang tidak mampu menerima
makanan dalam volume tertentu (Mahan&Raymond, 2017). Formula ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi formula standar dewasa, formula standar anak,
dan formula khusus untuk penyakit tertentu seperti formula DM, formula
rendah protein, dll
2) Formula elemental (monomeric)/ semi- elemental (oligomeric), yaitu formula
dengan komposisi zat gizi dalam bentuk sederhana (mudah serap) terdiri dari
asam amino tunggal, glucose polymers, rendah lemak 2-3% dari kalori terdiri
dari LCT (long chain triglycerides). Formula semi-elemental terdiri dari
peptida, gula sederhana, MCT (medium chaintriglycerides). 3) Formula
blenderized, yaitu formula yang dibuat dengan menghaluskan makanan
menjadi bentuk cair sehingga bisa masuk melalui pipa Naso Gastric Tube
(NGT). Mengandung zat gizi lengkap seperti diet via oral, lebih murah, namun
tidak dapat diberikan kepada pasien dengan immunocompromised, pasien
yang menggunakan jejunostomy, tidak dapat masuk pada pipa NGT ukuran <
10 French dan pasien dengan multialergi makanan. (Mahan & Raymond,
2019).
3) Formula Blenderized juga dikenal dengan Domiciliary Enteral Nutrition
Theraphy (DENT). Formula ini lebih murah dibandingkan dengan formula
polimerik dan formula elemental karena terbuat dari bahan makanan
konvensional yang biasa digunakan di rumah. Sehingga lebih mudah diterima,
lebih nyaman, dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.Selain itu
formula blenderized dapat meningkatkan toleransi dalam pemberian makan
dan mengurangi komplikasi gastrointestinal (Bobo, 2016). Akan tetapi
karakteristik fisik dan kimiawi formula enteral tetap harus diperhatikan karena
sangat berpengaruh langsung terhadap aliran formula di dalam selang
4) Thickened Enteral Formula (TEF) Dari hasil pengkajian mengenai efek
samping pemberian formula enteral, saat ini di Jepang mulai mengembangkan
Thickened Enteral Formula (TEF), yaitu formula enteral yang viskositasnya
secara sengaja ditingkatkan dengan menambahkan bahan pengental.
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi terkait pemberian komplikasi
dalam pemberian formula enteral seperti diare, mual, muntah, dan
Gastroesophageal Reflux (GER). TEFcocok digunakan oleh pasien yang
sudah lama menjalani terapi nutrisi enteral baik di rumah sakit maupun di
rumah. Viskositas TEF berkisar antara 9 – 20 cP. Beberapa penelitian
melaporkan adanya hubungan antara viskositas formula enteral dengan
mekanisme pengosongan lambung dimana formula dengan viskositas >16 cP
dapat memperlambat pengosongan lambung (Wawang, 2018).
2.3 Metode Pemberian
Metode pemberian formula enteral ditentukan berdasarkan kondisi klinis
pasien (Mahan & Raymond, 2017), terdiri dari :

2.3.1 Bolus yaitu dengan menyuntikkan obat dengan ke dalam


kateter IV untuk dialirkan langsung ke dalam darah.
Pemberiannya dengan cara memasukkan formula sekaligus
maksimal sebanyak 500 ml, biasa digunakan bagi pasien
dalam kondisi stabil. Lama pemberian 5 – 20 menit,
diberikan 4 – 6x/hari.

2.3.2 Intermitten dan siklik yaitu dengan cara menggunakan


pompa elektronik dengan aturan pemberian yang telah
ditetapkan , dengan cara mengatur kedalam kantong atau
botol yang dilengkapi dengan klem pengatur tetesan per
menit (gravity feeding), lama pemberian selama 20 – 60
menit.

2.3.3 Kontinyu (continous) yaitu memasukkan formula


menggunakan pompa. Digunakan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi gastrointestinal akibat
penyakit, pembedahan, terapi kanker, dan lain – lain.
pemberian antara 10-25 ml/jam setiap 8-24 jam.

2.4 SOP Pemberian Nutrisi Enteral Melalui NGT


PENGERTIAN Tindakan memasukkan cairan , makanan cair/formula
enteral , dan obat-obatan melalui selang NGT
TUJUAN 1. Memperbaiki/mempertahankan status nutrisi
klien
2. Pemberian obat
KEBIJAKAN Pasien yang tidak dapat makan melalui mulut
PERALATAN 1. Cairan makanan dan air minum
2. Gelas ukur dan corong atau spuit 100 cc
3. Pengalas
4. Klem
5. Sarung tangan karet bersih
PROSEDUR 1. Tahap prainteraksi
a. Melalukan verifikasi data sebelumnya bila
ada
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar
2. Tahap orientasi
a. Memberikan salam dan menyapa nama
pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga / pasien
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
klien
3. Tahap kerja
a. Menjaga privasi
b. Atur posisi klien semifowler atau fowler ,
jika kontra indikasi berikan posisi miring
kanan.
2.5 Intensive Care Unit (ICU)

2.5.1 Pengertian ICU


Pasien kritis memiliki perbedaan dengan pasien biasa. Pasien kritis
memerlukan perawatan intensif karena mengalami perubahan penyakit dan
peningkatan komplikasi yang sangat cepat. Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu
bagian dari rumah sakit memiliki staf khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan
untuk observasi, perawatan, terapi pasien yang menderita penyakit akut, cedera,
komplikasi yang mengancam nyawa atau memiliki potensi mengancam nyawa dengan
prognosis tidak menentu yang diharapkan masih dapat kembali (Kemenkes
Indonesia).
Peran perawat ICU dalam keperawatan kritis adalah salah satu keahlian
khusus didalam ilmu perawatan yang menghadapi secara rinci terhadap manusia dan
bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa, Pelayanan keperawatan kritis
di lCU merupakan pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam kondisi kritis yang
mengancam jiwa, sehingga harus dilaksanakan oleh tim terlatih dan berpengalaman di
ruang perawatan intensif Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan
asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan
potensial untuk disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit berat yang
memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-menerus, untuk mengetahui
setiap perubahan pada kondisi pasien yang membutuhkan intervensi segera.
Kemampuan mengobservasi dan pengawasan ketat dibidang perawatan kegawatan,
salah satunya adalah kegawatan dalam monitoring hemodinamik pada pasien kritis. Di
Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam keputusan menteri
kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2011 tentang pedoman
penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit yaitu, untuk ICU level 1 maka
perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan
bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh
perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat di ICU, dan untuk ICU
level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan
perawat terlatih dan bersertifikat ICU. (Association of Critical Care Nursing (2014).
Ruang lingkup pelayanan ICU Menurut Kemenkes (2011) meliputi hal- hal
sebagai berikut: Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai
beberapa hari.
a. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh
sekaligus melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.
b. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic. d.
Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang
kehidupannya sangat tergantung oleh alat atau mesin dan orang
lain.
Kriteria pasien ICU
Menurut Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Intensif
RSUP Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:
a.Pasien prioritas 1 Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak
stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi seperti:
dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus, obat
vasoaktif/inotropik obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
b.Pasien prioritas 2 Golongan pasien memerlukan pelayanan
pemantauan canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila tidak
mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien yang
mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan
berat atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.
Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas
karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
c.Golongan pasien priorotas 3 Pasien golongan ini adalah pasien
kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang
disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau
manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai
contoh antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas,
atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
kmplikasi penyakit akut berat.
2.5.2 Indikasi Pasien ICU
Indikasi pasien ICU adalah pasien kritis yang memiliki angka kesakitan dan
kematian cukup tinggi, pasien yang mengalami ancaman seperti
kegagalan sistem pernafasan (gagal nafas), kegagalan sistem
hemodinamik (shock), kegagalan sistem syaraf pusat seperti stroke atau
penurunan kesadaran, overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi
(depresi nafas) serta mengalami infeksi berat (sepsis). Pengenalan dan
penanganan tepat pada pasien secara dini akan membantu
meminimalkan perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan kesempatan
untuk pulih (Gwendry, 2015).
2.6 Syarat Formula Enteral
Prinsip/syarat Formula Enteral standar adalah kandungan energi ± 1,0 – 2 kkal/ml,
protein 12 – 20 %, lemak 30 – 40 %, dan karbohidrat 40 – 60 %. Formula
enteral spesifik terkait diagnosa penyakit mempunyai proporsi komposisi yang
berbeda. Formula untuk pasien dengan gangguan ginjal atau Chronic Kidney
Disease (CKD) dibuat dengan proporsi protein ≤ 10 %. Pasien dengan
gangguan profil lemak darah (dislipidemia), atherosklerosis, malabsorbsi
lemak, gangguan kantung empedu, dan gangguan konstipasi membutuhkan
formula enteral dengan penambahan serat dengan proporsi lemak < 30 %
(Khan et al, 2018). Syarat penting lainnya adalah viskositas dan osmolaritas.
Formula enteral harus dapat mengalir dalam pipa makanan ukuran 8 – 14
French. Penelitian Aitonam menyebutkan viskositas makanan cair DM
komersial di RS Cipto Mangunkusumo berkisar 7 – 13,5 cP. Penelitian lain
melaporkan viskositas optimum formula enteral(blenderized) berkisar antara
3.5 – 10 cP (Itoh et al, 2018). Osmolaritas sama dengan cairan tubuh 350 –400
mOsm/L atau osmolalitas 290 mOsm/kg.
2.5 Kerangka Teori

Pemberian nutrisi enteral SOP Pemberian Nutrisi Enteral


Melalui NGT

Beberapa hambatan yang terjadi


diantaranya yaitu : Jenis – jenis Formula Enteral
1. Gagalnya pengosongan lambung 1. Formula polimerik
2. Aspirasi dari isi lambung 2. Formula elemental
3. Sinusitis 3. Formula blenderized
4. Esophagitis 4. Thickened Enteral Formula

Keterangan

: tidak di teliti
`
: di teliti
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk menjelaskan
hubungan atau kaitan antara variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2018, p. 83). Pada
penelitian ini, peneliti akan meneliti Gambaran Pemberian Nutrisi Enteral Pada Pasien Di
Intensive Care Unit (ICU) RSUD RA. Kartini Jeapara

Pemberian Nutrisi Enteral Pada


Pasien Di Intensive Care Unit
(ICU)

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari penelitian yang kebenaranya akan
diuji atau dibuktikan dari hasil penelitian yang berupa benar atau salah, dapat diterima
atau ditolak. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembuktian atau analisa data dalam
menguji rumusan jawaban sementara atau hipotesis tersebut (Notoatmodjo, 2018).
Dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis karena jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif, di mana penelitian ini hanya menggambarkan suatu kejadian atau
peristiwa.

3.3 Jenis Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran atau
mendeskripsikan suatu keadaan secara obyektif (Notoatmojo, 2010). Desain
Observasional dengan pendekatan kohort prospektif, yaitu penelitian yang diarahkan
untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD RA. Kartini Jepara ,
3.4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan studi deksriptif, studi deskriptif adalah penelitian yang diarahkan
untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu komunitas
atau masyarakat (Notoadmojo, 2018). Pada penelitian yang dilakukan ini bertujuan
untuk menggambarkan Pemberian Nutrisi Enteral Pada Pasien Di Intensive Care
Unit (ICU) RSUD RA. Kartini Jepara.
3.4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ruang ICU RSUD RA Kartini Jepara
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2019) “populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”. Populasi dari penelitian ini adalah Pasien ICU
dirumah sakit yang akan diberikan nutrisi etermal dalam dosis tertentu.

3.5.2 Sampel Penelitian


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Sampel ini diambil karena penelitian ini tidak
mungkin diteliti seluruh anggota populasi konsumen (Jasmalinda,
2021). Pencarian sampel ini ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
n = (Z1−a/2) 2 pq *
n=

𝑑2

Keterangan :

n = Besar sample

p = perkiraan populasi berdasarkan literature (prevalensi)

q = 1-p Z1-a/2 = stastistik Z pada distribusi normal, pada tingkat kemaknaanalfa 0,05
(1,96) dengan derajat kemaknaan 95%
d = presisi absolut yang diinginkan (misal 5%)

𝑁
atau rumus Slovin : n =
𝑛.𝑑2+1

keterangan : n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

N = Jumlah populasi, targetd = Tingkat siginifikan (derajat


kemakanaan) = 5% (0.05)
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota populasi menjadi
sampel yang memenuhi kriteria secara teori yang sesuai dan terkait dengan topik dan
kondisi penelitian (Masturoh, 2018). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti
menetapkan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Pasien yang dirawat di ICU
2. Menggunakan ventilasi mekanik dengan instubasi oral.
b. Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mengeluarkan anggota sampel
dari kriteria inklusi atau dengan kata lain karakteristik anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Masturoh, 2018)). Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien menolak berpartisipasi
3.5.3 Tekhnik Sampling
Menurut (Sugiyono, 2019) “karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara
demikian bila anggota populasi dianggap homogen”. Metode pengambilan sampel
yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Rescoe dalam
bukunya Research Methods For Business sebagai berikut:

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30


sampai dengan 500.
2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita,
pegawai negeri-swasta dan lain-lain maka jumlah
anggota sampel setiap kategori minimal 30.

Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate


(korelasi atau regresi berganda misalnya), maka anggota sampel
minimal 10 kali jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel
penelitiannya ada 5 (independen + dependen), maka jumlah anggota
sampel 10 x 5 = 50 4) Untuk penelitian eksperimen yang sederhana,
yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka
jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 sampai 20.
Berdasarkan pendapat diatas maka sampel dalam penelitian ini merujuk
kepada jumlah variabel, yaitu 1 variabel dependen dan 1 variabel
independent , jika ditotal sampel yang diambil sebanyak = 2 varibel x
15 responden = 30 sampel
3.6 Definisi Operasional
Masturoh & Anggita (2018) mengungkapkan bahwa definisi operasional yaitu
mendefinisikan variabel secara operasional menurut karakteristik yang diamati ketika
melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan
menggunakan parameter yang jelas.
No Variabel Definisi Instrumen Hasil Ukur Skala
Penelitian Operasional Ukur
1 Pemberian Kegiatan Kuesioner . Perawat Ordinal
Nutrisi Enteral keperawatan (pemberian mengetahui
untuk nutrisi pada tentang pemberian
membantu pasien. ) obat ,
pasien yang makanan/minuman
tidak dapat yang diberikan
memenuhi kepada pasien.
kebutuhan
nutrisinya
melalui rute
oral , formula
nutrisi yang
diberikan
melalui tube
kedalam
lambung
(Gastric
tube/G-tube ,
Nasogastric
Tube/NGT )
atau
duodenum ,
atau jejunum.
Dapat secara
manual
maupun
dengan
bantuan
pompa
mesin.
(Binawan ,
Ntrisi Enteral
2019)
3.7 Instrumen Penelitian
3.7.1 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data berupa
kuesioner. Kuesionar adalah suatu bentuk atau dokumen yang berisi
beberapa item pertanyaan atau pernyataan yang dibuat berdasarkan
indikator-indikator suatu variabel statistik (Masturoh & Anggita, 2018).

3.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.2.1 Uji Validitas

Uji validitas instrumen penelitian dapat dinyatakan valid apabila setiap


item pertanyaan yang ada pada kuesioner dapat digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Indikator dalam kuesioner dapat dikatakan valid apabila nilai r hitung
hasilnya lebih besar dari r tabel. Jika nilai validitas setiap jawaban yang
didapatkan ketika memberikan daftar pertanyaan nilainya lebih besar
dari 0,3 maka item pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid
(Sugiyono, 2019).
3.7.2.2 Uji Realibilitas
Uji reliabilitas pada suatu instrumen penelitian adalah sebuah uji
yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu kuesioner yang
digunakan dalam pengumpulan data penelitian sudah dapat
dikatakan reliabel atau tidak. Pada uji reliabilitas penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan analisis Alpha Cronbach.
Dimana apabila suatu variabel menunjukkan nilai Alpha
Cronbach >0,60 maka dapat disimpulkan bahwa variabel
tersebut dapat dikatakan reliabel atau konsisten dalam
mengukur.

3.8 Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari serta menyusun data yang diperoleh dari
hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan bahan-bahan lain secara
sistematis sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuan tersebut dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data kualitatif adalah bersifat
induktif
dimana suatu analisis berdasarkan data yang sudah diperoleh yang selanjutnya
dikembangkan menjadi sebuah hipotesis. Analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di
lapangan.( Sugiyono, 2021)

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam dalam sebuah analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas.
Berikut beberapa komponen dan langkah-langkah dalam analisis data kualitatif yaitu:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan


observasi, wawancara dengan narasumber serta dokumentasi atau gabungan dari
ketiganya (triangulasi). Pengumpulan data memungkinkan peneliti memperoleh
data yang sangat banyak dan bervariasi terhadap situasi sosial/objek baik yang
dilihat maupun yang didengar.
2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data yaitu merangkum, memilah dan memilih hal-hal pokok serta
memfokuskan pada hal-hal yang penting dari sekian banyak data yang telah
dikumpulkan di lapangan. Dengan demikian data yang telah direduksi akan dapat
memberikan gambaran yang yang lebih jelas dan dapat mempermudah peneliti
untuk mengumpulkan data selanjutnya.
3. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, flowchart, tabel, hubungan
antar kategori dan sebagainya yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data hasil
penelitian secara menyeluruh maka akan mempermudah peneliti dalam
merencanakan tindakan selanjutnya sesuai dengan data yang diperoleh di
lapangan berdasarkan apa yang telah dipahami.

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif dilakukan untuk mendapatkan


penemuan baru yang belum dilakukan oleh orang lain berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek sehingga setelah diteliti penemuan tersebut dapat diketahui
dengan jelas dan dipahami oleh seluruh pembaca. Kesimpulan mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang sejak awal sudah disusun sebab rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara.
3.9 Etika Penelitian
Dalam dunia kesehatan etika sangat dibutuhkan, ini dikarena proses yang
dilakukan berkaitan langsung dengan manusia. Berikut adalah etika – etika yang
harus difahami dalam dunia keperawatan (Sugiyono , 2017). :

1) Informed Consent (Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah
agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara
lain : partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan
terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2) Anonimity (Tanpa Nama) Masalah etika keperawatan adalah masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunakan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
hanya menuliskan kode atau inisial nama pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3) Confidentiality (Kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
3.10 Jadwal Penelitian
(Terlampir)
DAFTAR PUSTAKA

Akhtar, N., Khan, M. S., Mahmood, T., Khan, H. M. S., Iqbal, M., dan Bashir, S.2018. Formulation
Development and Moiturising Effects of a Topical.
Amylase and Thickener to Blenderized Rice Provides Suitable Viscosity for Use in
Nutritional Support. J Nutri Health. Vol 2 (1).

Bawono. P.F., (2018). Makalah Pemberian Nutrisi Eternal.

Hellena Delli. (2018). Hubungan antara Status Nutrisi dan Penggunaan Alat. Bantu Nafas
pada Pasien di ICU. Jurnal Ilmiah Keperawatan.

Itoh, M , Nishimoto, Y, Maui, H, Etani, Y, Takagishi, K, et al. 2018. Addition of Alpha-

Mahan, L., & Raymond, J. (2019). Krause's Food & the Nutrition Care Process (14th Edition
ed.). Canada: Elsevier.
Peraturan Kementerian Kesehatan Indonesia

Sugiyono (2019). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono, (2021). METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF dan R&D

Dr. Ir. Sutopo, S.Pd (ed); ke2 ed)


Wawang. S., (2018). Karakterisasi Fisik dan Kimiawi Formula Enternal Buah Berdasarkan
Formulasi Bahan. Universitas Muhamadiyah Semarang
Michael J. Muray. 2015. Nutrition. STOELTING’S : Pharmacology & Physiology in
Anesthetic Practice. Edisi 5. Hal 716-731. USA : Wolters Kluwer Health.

Contoh Hipotesis Penelitian Kuantitatif. 8 Mei 2021 https://kumparan.com/berita-

unik/contoh-hipotesis-penelitian-kuantitatif-1vhGOu0wFqC
Rumah Sakit Kasih Bunda Jaya (21 Oktober 2021).SOP Pemberian Nutrisi Enteral.
Masturoh, Imas & Nauri Anggita. 2018. Metodologi Penlitian Kesehatan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Zuhriana K. Yusuf, Asriyanto Rahman. (Januari 2019) . Pengaruh Stimulasi Al-Qur'an Terhadap

Glasgow Coma Scale Pasien Dengan Penurunan Kesadaran di Ruang ICU.

Puguh Ika Listyorini & Via Lili Aurista ( September 2019). TREND INDIKATOR PELAYANAN

INTENSIVE CARE UNIT DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014-2018.


I Chuandy .(2017) . BAB III Kriteria Inklusi. Penelitian Rumah Sakit Dr. Moerwadi Semarang.

Anda mungkin juga menyukai