LANDASAN TEORI
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pada kegiatan ini dilakukan identifikasi dan pengelompokan jenis-
jenis pekerjaan, menentukan pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab personel serta meletakkan dasar bagi hubungan masing-masing
unsur organisasi. Untuk menggerakkan organisasi, pimpinan harus mampu
mengarahkan organisasi dan menjalin komunikasi antar pribadi dalam
hirarki organisasi. Semua itu dibangkitkan melalui tanggung jawab dan
partisipasi semua pihak.
Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan proyek dan
kerangka penjabaran tugas personel penanggung jawab yang jelas, serta
kemampuan personel yang sesuai keahliannya, akan diperoleh hasil positif
bagi organisasi.
c. Pelaksanaan (Actuating)
Kegiatan ini adalah implementasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan, dengan melakukan tahapan pekerjaan yang sesungguhnya
secara fisik atau nonfisik sehingga produk akhir sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan. Karena kondisi perencanaan sifatnya masih
ramalan dan subyektif serta masih perlu penyempurnaan, dalam tahapan
ini seiring terjadi perubahan-perubahan dari rencana yang telah ditetapkan.
Biasanya, pada tahapan pelaksanaan pihak-pihak yang terlibat lebih
beragam. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi terpadu untuk mencapai
keserasian dan keseimbangan kerja. Pada tahapan ini juga telah ditetapkan
konsep pelaksanaan serta personel yang terlibat pada organisasinya,
kemudian secara detail menetapkan jadwal, program, alokasi biaya, serta
alokasi sumber daya yang digunakan.
d. Pengendalian (Controlling)
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa program dan aturan kerja yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan penyimpangan paling minimal dan hasil paling
memuaskan. Untuk itu dilakukan bentuk-bentuk kegiatan seperti berikut:
a. Tahap I: Disclosure
Pada tahap ini, pemerintah mempromosikan dan mensosialisasikan
dimulainya pilot project e-procurement yang akan mempengaruhi pihak
yang terlibat langsung dalam proses tender pemerintah, yaitu pemerintah
sebagai pelaksanaan tender dan pengusaha sebagai peserta tender.
b. Tahap II: Resgitration and Distribution
Setelah tahap pertama berhasil dilalui, pemerintah mulai
memperkenalkan aktivitas otomatisasi dengan menggunakan internet pada
proses registrasi dan distribusi. Pemerintah mulai membangun komunikasi
satu arah kepada pihak swasta untuk mengirimkan dan menyebarkan
pengumuman dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tender yang
akan dilakukan.
c. Tahap III: Electronic Bidding
Tahapan berikutnya adalah pendaftaran para peserta lelang secara
elektronik. Pada tahap ini, peserta lelang harus memenuhi berbagai
persyaratan yang ditentukan. Misalnya berkenaan dengan kelengkapaan
administrative, sertifikasi kemampuan pelaksanaan pekerjaan, dan
sebagainya melalui media internet. Secara teknologi, dalam aplikasi
tingkat ini sudah mulai rumit karena system membutuhkan keamanan
tertentu, adanya uang jaminan di bank untuk peraturan tender tertentu dan
media penyimpangan file yang cukup besar.
d. Tahap IV: Advanced Support Services
Pada tahapan akhir ini terjadi proses penawaran secara elektronik atau
online melalui internet dengan menghilangkan proses-proses manual
dalam tender. Proses yang paling rumit dan canggih ini mampu
menghindari tatap muka antara panitia dan peserta tender sehingga
meminimalisasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dengan proses
tender terbuka elektronik ini, maka harga pemenang tender adalah harga
yang paling kompetitif (terjangkau dan berkualitas). Pada tahap ini dapat
dikatakan e-procurement telah mencapai titik optimal.
2.3 Perencanaan
Menurut Soeharto (1999), perencanaan adalah proses yang mencoba
meletakkan dasar tujuan dan sasaran, termasuk menyiapkan sumber daya untuk
mencapainya. Dalam fungsi lain yang tidak terpisahkan dari perencanaan adalah
pengendalian yang bertujuan memantau dan mengkaji agar kegiatan implementasi
perencanaan terbimbing kea rah tujuan yang telah ditetapkan.
Salah satu lingkup perencanaan adalah mengambil keputusan karena
hal ini diperlukan dalam proses memilih dan menentukan langkah yang akan
datang. Suatu perencanaan yang tepat yang disusun secara sistematis dan
memperhatikan faktor objektif akan dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Sarana komunikasi bagi semua pihak penyelenggara proyek
b. Dasar pengaturan alokasi sumber daya.
c. Alat untuk mendorong perencana dan pelaksana melihat
ke depan dan menyadari pentingnya unsur waktu.
d. Pegangan dan tolak ukur fungsi pengendalian
Sebaliknya, suatu perencanaan yang tidak tepat, tidak sistematis dan tidak
logis akan segera diikuti oleh adanya tumpang tindih dan kebingungan
pengimplementasian. Dalam pada itu, fungsi pengendalian bermaksud untuk
memantau dan mengkaji bila perlu mengadakan koreksi agar langkah diatas
terbimbing ke arah tujuan yang telah direncanakan. Dari segi penggunaan sumber
daya, perencanaan dapat diartikan sebagai pegangan bagi pelaksana mengenai
alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan, sedangkan pengendalian
berarti memantau apakah hasil kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan
patokan yang telah digariskan secara efektif dan efisien.
2.3.1 Proses dan Perencanaan Proyek
Menurut Soeharto (1999) sering dikatakan bahwa proses perencanaan
lebih penting dari pada perencanaan itu sendiri, karena pada proses perencanaan
para pimpinan dan pelaksana “dipaksa” untuk ikut berpikir aktif dan bersuara
mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan yang menjadi tanggung jawabnya.
Pada saat itu, mereka mulai melihat ke depan untuk mengantisipasi persoalan
a. Pemilik Proyek
Pemilik Proyek adalah individu ataupun kelompok orang/perusahaan
yang memberikan pekerjaan atau tugas pada individu atau perusahaan
lain yang memiliki bidang keahlian serta pengalaman dalam pelaksanaan
konstruksi proyek sesuai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Wulfam I Ervianto (2008) terdapat hak-hak yang dimiliki
oleh pemilik proyek diantaranya:
1. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa.
2. Dapat mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara
memberitahukan secara tertulis kepada kontraktor pelaksana jika
telah terjadi hal-hal yang diluar kontrak yang ditetapkan.
3. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh
kontraktor pelaksana atau penyedia jasa.
4. Menerima hasil pekerjaan yang telah selesai sesuai dengan
kontrak kerja dari kontraktor pelaksana.
5. Mengesahkan atau menolak perubahan pekerjaan yang telah
direncanakan
bagi perusahaan.
4. Pelaksana Lapangan sebagai penanggung jawab masalah
pelaksanaan di lapangan hingga penyelesaiannya.
5. Logistik sebagai penanggung jawab dalam masalah perpindahan
produk barang atau jasa, energi atau Sumber daya lainnya.
6. Ahli konstruksi K3 yang bertanggung jawab akan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Hubungan antara satu pihak dengan pihak lain dalam satu bangan organisasi
dapat terjadi dari dua hubungan kerja yaitu:
a. Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan sesuai dengan fungsi masing-
masing pihak yang terlibat dalam proyek, seperti hubungan antara konsultan
perencana dan kontraktor. Bila pada saat pelaksanaan konstruksi terdapat
masalah yang berkaitan dengan perencanaan, penyelesaian masalah
tergantung hubungan kerja sama (kontrak) antara pemilik dengan konsultan
perencana.
b. Hubungan Kontrak
Hubungan kerjasama (kontrak) adalah hubungan berdasarkan kontrak
antara dua pihak atau lebih yang terlibat kerjasama. Kontrak merupakan
kesepakatan secara sukarela antara dua pihak yang mempunyai kekuatan
hukum. Kesepakatan ini dicapai setelah satu pihak penerima penawaran yang
diajukan oleh pihak lain untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang
tercantum dalam penawaran.
Hubungan kerja antara pemilik proyek konsultan dan kontraktor diatur
sebagai berikut:
a. Konsultan dengan pemilik proyek
Konsultan memberikan layanan konsultasi dimana produk yang
dihasilkan berupa gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat sedangkan
pemilik proyek memberikan biaya jasa atas konsultasi yang diberikan oleh
konsultan.
d. Tahap Pengadaan
2.9 Rumus
Untuk menghitung daya dukung ujung pondasi tiang beton Pracetak
digunakan beberapa rumus dengan referensi buku Braja M. Das Principles Of
Geotechnical Engineering 9th Edition, (2018)
1. Daya dukung ujung (End Bearing Piles)
L
Qp = Ap × (0,4 × Pa × N60 × D)
Keterangan :
Qp = Daya dukung ujung
Ap = Luas Penampang Pondasi
N60 = Nilai Rata-rata Nspt 60
Pa = Tekanan Atmosfer
L = kedalaman Pondasi (Length Of Pile)
D = Diameter Pile
2. Daya Dukung Sisi (Friction Piles)
Qs = p × L × 𝑓𝐴𝑣
Keterangan:
Qs = Daya Dukung Sisi (Friction Piles)
Muhammad Osama Reski (20101154330136) 34
Laporan Kerja Praktek
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang