Anda di halaman 1dari 4

Ilmu fisik[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Oseanografi dan Oseanografi fisik

Foto "Kelereng Biru" dalam orientasi aslinya, menampilkan wilayah


pertemuan antara Samudra Hindia dan Samudra Atlantik di Tanjung Harapan.
Bumi adalah satu-satunya planet yang diketahui memiliki lautan air cair di
permukaannya,[9]:22 meskipun planet lain seperti Mars juga diketahui memiliki tudung es dan planet-
planet serupa di luar tata surya dapat memiliki samudra.[14] Masih tidak jelas dari mana air di Bumi
berasal, tetapi dilihat dari ruang angkasa, planet Bumi tampak seperti sebuah "kelereng biru" dari
berbagai bentukannya—samudra, lapisan es, dan awan.[15] Laut di Bumi memiliki volume sebesar
1.335.000.000 kilometer kubik yang mencakup sekitar 96,5% dari seluruh air di Bumi yang
diketahui[16][17][d] dan meliputi lebih dari 70% permukaan Bumi.[9]:7 Sementara itu, 1,74% air di Bumi
dapat ditemukan dalam bentuk beku di es laut Samudra Arktik, lapisan es Antarktika dan laut-laut di
Air laut[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Air laut

Peta yang menggambarkan variasi tingkat keasinan (salinitas) di dunia.


Merah = 40‰, ungu = 30‰

Zat terlarut dalam air laut (salinitas 3,5%)[24]

Zat Kadar (‰) % dari total garam

Klorida 19,3 55
Natrium 10,8 30,6

Sulfat 2,7 7,7

Magnesium 1,3 3,7

Kalsium 0,41 1,2

Kalium 0,40 1,1

Bikarbonat 0,10 0,4

Bromida 0,07 0,2

Karbonat 0,01 0,05

Stronsium 0,01 0,04

Borat 0,01 0,01

Fluorida 0,001 <0,01

Zat larut lainnya <0,001 <0,01

Air di laut diduga berasal dari gunung berapi di Bumi, mulai dari 4 miliar tahun yang lalu melalui
proses pengeluaran gas dari lelehan batuan.[9]:24–25 Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa
sebagian besar air di Bumi dapat berasal dari komet.[25] Ciri khas utama air laut adalah sifatnya yang
asin. Walaupun tingkat keasinannya (salinitas) dapat beragam, sekitar 90% air di samudra memiliki
34─35 g zat padat yang terlarut per liter, sehingga menghasilkan tingkat salinitas sebesar
3,4─3,5%.[26] Agar dapat lebih mudah mendeskripsikan perbedaan-perbedaan yang kecil, salinitas
umumnya dinyatakan dalam satuan permil (‰) atau perseribu (part per thousand, ppt). Salinitas
permukaan air laut di Belahan Bumi Utara pada umumnya mendekati angka 34‰, sementara di
Belahan Bumi Selatan mencapai 35‰.[6] Salinitas di Laut Tengah sedikit lebih tinggi daripada laut
pada umumnya yaitu senilai 38‰.[27] Sementara itu, di Laut Merah bagian utara, salinitas bahkan
dapat mencapai 41‰.[28] Komposisi zat larut di dalam samudra relatif stabil.[24][29] Natrium dan klorida,
yang merupakan unsur pembentuk garam biasa, mencakup sekitar 85% dari zat padat yang terlarut
dalam air laut. Terdapat pula ion-ion logam seperti magnesium, kalsium, dan ion-ion
negatif seperti sulfat, karbonat, dan bromida. Air laut terlalu asin untuk diminum oleh manusia
dan ginjal manusia tidak mampu mengeluarkan urin yang seasin air laut.[30]

Walaupun jumlah garam di samudra relatif konstan selama jutaan tahun, beberapa faktor dapat
mempengaruhi perubahan salinitas air laut.[31] Faktor yang dapat meningkatkan salinitas
adalah evaporasi dan pembentukan es laut (karena saat es terbentuk, garam yang terlarut tidak
akan ikut beku sehingga bercampur dengan air laut di sekitar es) dapat meningkatkan salinitas
sementara faktor yang dapat menurunkan salinitas adalah presipitasi, pelelehan es, serta air
tawar yang masuk dari sungai dan limpasan permukaan (runoff).[31] Sebagai contoh, air di Laut
Baltik memiliki tingkat keasinan yang sangat rendah hingga dapat tergolong sebagai air
payau karena ada banyak sungai yang mengalir ke laut ini.[32] Sementara itu, air Laut Merah memiliki
salinitas yang tinggi akibat tingkat evaporasinya yang juga tinggi.[33]

Rata-rata suhu di permukaan laut pada tahun 2009, dari −2 °C (nila


muda) sampai 30 °C (merah muda).
Suhu laut bergantung pada tingkat radiasi matahari yang diterima. Di wilayah tropis, Matahari
hampir berada tepat di zenit, sehingga suhu di permukaan laut dapat naik hingga lebih dari 30 °C.
Sementara itu, di dekat wilayah kutub, suhu permukaan berada dalam keseimbangan dengan es
laut yaitu sekitar -2 °C. Perbedaan suhu tersebut menjadi faktor yang mendorong sirkulasi arus air di
samudra. Arus hangat di permukaan mengalami pendinginan seiring pergerakannya menjauhi
wilayah tropis. Peristiwa ini membuat air menjadi lebih padat dan bergerak turun ke bawah samudra.
Sementara itu, air dingin dari arus laut dalam bergerak ke wilayah khatulistiwa, dengan didorong
oleh perubahan suhu dan kepadatan air, sehingga naik kembali ke permukaan. Air di laut dalam
memiliki suhu sekitar -2 °C hingga 5 °C di seluruh dunia.[34]

Rata-rata tingkat oksigen di permukaan laut pada tahun 2009, dari


0,15 (nila muda) hingga 0,45 (merah muda) mol O₂ per meter kubik.
Air laut dengan salinitas 35‰ memiliki titik beku sekitar −1,8 °C.[35] Jika suhunya sudah cukup
rendah, kristal es akan terbentuk di permukaan. Kristal-kristal ini akan pecah menjadi kepingan-
kepingan kecil dan membentuk suspensi yang dikenal dengan sebutan frazil. Jika laut sedang
tenang, frazil akan membeku menjadi lembaran-lembaran es tipis yang disebut nilas, yang akan
menjadi semakin tebal jika es-es baru terbentuk di bawahnya. Di lautan yang tidak tenang, kristal-
kristal frazil dapat saling bergabung menjadi piringan-piringan datar yang disebut "panekuk".
Piringan-piringan ini nantinya akan bersatu dan membentuk drift ice. Saat membeku, air garam dan
udara dapat terperangkap di antara kristal-kristal es. Sementara itu, nilas dapat memiliki salinitas
sebesar 12─15 ‰. Es laut berusia satu tahun dapat memiliki salinitas yang lebih rendah yaitu sekitar
4─6 ‰.[36]

Kadar oksigen di dalam air laut utamanya dipengaruhi oleh organisme fotosintesis yang tinggal di
dalamnya seperti alga, fitoplankton, dan tumbuhan seperti rumput laut. Pada siang hari, organisme-
organisme ini melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang larut ke dalam air laut.
Oksigen terlarut ini lalu dimanfaatkan oleh hewan laut. Pada malam hari, organisme tersebut tidak
melakukan fotosintesis dan jumlah oksigen yang terlarut pun mengalami penurunan. Cahaya sangat
penting untuk proses fotosintesis. Sudut matahari, kondisi cuaca, dan kekeruhan air menentukan
tingkat cahaya yang dapat menembus ke dalam laut. Kebanyakan cahaya dipantulkan di
permukaan. Cahaya merah akan terserap di bagian atas. Cahaya kuning dan hijau dapat
menjangkau kedalaman yang lebih besar sementara cahaya biru dan nila bisa menembus
kedalaman hingga 1.000 m. Di bawah kedalaman 200 m, tidak terdapat cukup cahaya untuk
melakukan fotosintesis.[37] Oleh karena itu, teradapt sangat sedikit oksigen terlarut di laut dalam.
Kehidupan laut dalam seperti bakteri anaerobik mengurai materi organik yang jatuh dari atas untuk
menghasilkan hidrogen sulfida (H₂S).[38] Pemanasan global diperkirakan akan semakin mengurangi
oksigen baik di laut dalam atau bahkan di permukaan laut karena kelarutan oksigen akan
mengalami penurunan jika suhu laut meningkat.[39]

sekitarnya, serta berbagai gletser dan endapan es di permukaan di seluruh dunia. Air sisanya
(sekitar 1,72%) tersedia sebagai air tanah atau di tahapan-tahapan siklus air, yang terdiri dari air
tawar di danau, sungai, dan pada air hujan dan uap air di udara dan awan.[16] Sastrawan
Inggris, Arthur C. Clarke, menyebut bahwa "Bumi" (bahasa Inggris: earth) lebih pantas disebut
sebagai "Samudra".[9]:7

Hidrologi merupakan kajian ilmiah terhadap air dan siklus air di


Bumi. Hidrodinamika mengkaji fisika pada air yang bergerak. Ilmu yang mempelajari laut secara
khusus adalah oseanografi yang mengkaji kondisi air laut, gelombang, pasang
surut, arus, pesisir, dasar laut, dan mengkaji kehidupan laut.[21] Cabang ilmu yang mengkaji gaya
yang terjadi di laut beserta gerakannya adalah oseanografi fisik.[22] Biologi laut (oseanografi biologi)
mengkaji tumbuhan, hewan dan organisme lain yang hidup di dalam ekosistem laut. Oseanografi
kimia yang mengkaji interaksi unsur dan molekul dalam samudra terutama pada peran samudra
dalam siklus karbon dan peran karbon dioksida dalam peningkatan keasaman air laut saat
ini. Geografi laut dan maritim mengkaji bentuk laut. Geologi laut (oseanografi geologi)
mempelajari pergeseran benua, komposisi dan struktur Bumi, serta sedimentasi, vulkanisme,
dan seismologi di laut.[23]

Air laut

Anda mungkin juga menyukai