Makalah Subyek Dan Obyek Hukum

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Ilmu Hukum”

Disusun Oleh:

EMIR AULIA RAHMAN (2303120030)

Mata kuliah : Pendidikan Ilmu Hukum

Dosen Pengampuh : Pangiutan Tondi Lubis

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN
2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa


atas ridho dan hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini dengan usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat
memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Terimakasih juga saya sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga
saya dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin.
Terimakasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya
makalah ini, Ayah Ibu, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan
telah membantu kelompok saya.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha
sekuat tenaga dalam penyelesaian makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat
manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran kelompok
saya, saya harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa
datang.

Padangsidimpuan, Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Subyek Hukum.....................................................................................2
B. Objek Hukum........................................................................................11
C. Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang..................14
D. Macam-Macam Pelunasan Hutang.......................................................14
E. Hak Tanggungan...................................................................................15
F. Fidusia...................................................................................................16
BAB III PENUTUP.........................................................................................17
A. Kesimpulan...........................................................................................17
B. Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembawa hak yaitu sesuau yang mempunyai hak dan kewajiban
disebut subyek hukum. Jadi boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik
warga Negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau
kebudayaan adalah subyek hukum. Di samping manusia pribadi sebagai
pembawa hak, terdapat badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh
hukum diberi status “persoon” yang mempunyai hak dan kewajiban
seperti manusia yang disebut Badan Hukum.
Selain subyek hukum adapun sesuatu yang berguna bagi subyek
hukum (manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok
permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum, yang disebut
Obyek Hukum.

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu subyek hukum?
2) Apa saja yang terdapat dalam subyek?
3) Apa itu Obyek Hukum?
4) Apa saja yang terdapat dalam Obyek hukum?
5) Apa itu hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang?

C. Tujuan Masalah
1) Mengetahui subyek hokum.
2) Mengetahui yang terdapat dalam subyek.
3) Mengetahui Obyek Hukum.
4) Mengetahui yang terdapat dalam Obyek hokum.
5) Mengetahui hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Subjek Hukum (persoon)
Sebagaimana diuraikan semuka bahwa hukum ditujukan untuk
mengatur hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang
menimbulkan ikatan-ikatan antara inidividu dengan individu dan antara
individu dengan masyarakat. Ikatan tersebut menimbulkan hak dan
kewajiban.
Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum adalah
manusia (persoon). Jadi, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung
hak dan kewajiban atau disebut subjek hukum. Pada dasarnya subjek
hukum terdiri atas manusia dan badan hukum.
Dewasa ini telah berkembang hokum lingkungan modern yang
berorientasi pada lingkungan (environment- Oriented law). Kini ruang
lingkup hukum lingkungan sangat luas, yakni mengatur tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta melindungi dan
memelihara lingkungan sebagai wadah tempat hidup manusia dalam arti
lingkungan mempunyai hak untuk dilindungi dan dilestarikan.
Berdasarkan pandangan tersebut maka tidak saja manusia dan badan
hokum sebagai subjek hukum, tetapi sekarang lingkungan dapat juga
dikatakan sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan
kewajiban.
Setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing dengan tidak
memandang agama maupun kebudayaan, sejak dilahirkan sampai
meninggal dunia adalah subjek hukum, atau pendukung hak dan
kewajiban. sebagai suubjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. Misalnya ia
dapat mengadakan persetujuan-persetujuan, perkawinan, membuat
testament, dan memberikan hibah.
Jadi, pada hakikatnya manusia sejak lahir memperoleh hak dan
kewajiban. apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan
beralih kepada ahli warisnya. Tetapi dalam hal ini undang-undang juga

2
mengadakan pengecualian, bahwa anak yang masih dalam kandungan pun
dapat dianggap sebagai subjek hukum, jika kepentingannya diperlukan.
Hal itu diatur dalam pasal 1 ayat (2) KUH perdata yang berbunyi sebagai
berikut: “Anak yang ada dalam kandungan seseorang perempuan,
dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendaknya”.
Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa hak dan kewajiban
anak baru dianggap ada jika ia lahir hidup. Apabila ia lahir mati maka
haknya dianggap tidak ada. Misalnya kepentingan anak untuk menjadi ahli
waris dari orangtuanya walaupun ia masih berada dalam kandungan. Ia
dianggap telah lahir dan oleh karena itu harus diperhitungkan hak-haknya
sebagai ahli waris. Tetapi jika ia lahir dalam keadaan mati maka haknya
dianggap tidak pernah ada.
Disamping itu berdasarkan undang-undang, seseorang dapat
dianggap telah mmeninggal dunia jika hilang atau tidak diketahui
keberadaanya dan tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam
tenggang waktu setelah lewat lima tahun sejak ia meninggalkan tempat
kediamannya. (pasal 467, 468, dan 469 KUH Perdata). Berdasarkan
ketentuan undang-undang tersebut maka hak dan kewajiban orrang yang
telah dinyatakan menurut hukum meninggal dunia itu telah berakhir dan
segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya. Meskipun
menurut hukum setiap orang mempunyai atau sebagai pendukung hak dan
kewajiban, tidaklah selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri
hak dan kewajibannya itu. Ada beberapa golongan orang oleh hukum telah
dinyatakan, “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri
dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Orang-orang yang
demikian itu tersebut handelingsonbek waam, atau disebut juga personae
miserabile. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban, mereka harus
diwakili atau dibantu orang lain.
Mereka-mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap
atau onbekwaam untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah
sebagai berikut.

3
a. Orang yang masih dibawah umur (belum mencapai usia 21 tahun =
belum dewasa)
b. Orang yang tak sehat pikirannya (gila), pemboros yakni mereka yang
ditaruh di bawah (curatele) pengampuan.
c. Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)
Ketentuan mengenai batas umur “kedewasaan” sebagai yang disebut
diatas, sangat beraneka ragam. Yang dapat kita jumpai dalam berbagai
ketentuan undang-undang, antara lain sebagai berikut:
a. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 30 KUH perdata jo. Stb. 1931 No.
54 yang dikatakan “belum dewasa” adalah orang yang belum mencapai
umur 21 dan belum kawin dan apabila perkawinan mereka dibubarkan
sebelum umur mereka genap 21 tahun maka mereka tetap dianggap
dewasa, atau kedudukan mereka tidak kembali pada kedudukan
sebelum dewasa.
b. Berdasarkan ketentuan pasal 29 KUH perdata ditentukan batas umur
dewasa untuk melakukan pernikahan, yaitu bagi orang laki-laki harus
telak mencapai umur genap 18 tahun, sedangkan bagi wanita harus
telah mencapai umur genap 15 tahun.
c. Berdasarkan ketentuan pasal 7 undang-undang perkawinan No. 1
Tahun 1974, yang dikatakan dewasa untuk melangsungkan
pernikahan, yaitu bagi orang laki-laki harus mencapai umur 19 tahun,
sedangkan untuk orang wanita harus telah mencapai umur 16 tahun.
d. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 undang-undang No. 1 tahun 1951 jo.
Pasal 1 (b) undang-undang No.1w tahun 1948, yang dikatakan dewasa
adalah orang yang telah mencapai umur 18 tahun.
e. Berdasarkan ketentuan pasal 9 undang-undang No.4 tahun 1975 jo.
Undang-undang no.15 tahun 1969, tentang pemilu, yang dikatakan
dewasa untuk melakukan hak pilih mereka dalam pemilihan umum
adalah orang telah mencapai umur genap 17 tahun.
f. Berdasarkan pasa 1545 ayat (1) no.3, pasal 145 ayat (4), pasal 172
KUH perdata, ditentukan bahwa seseorang dapat didengar sebagai aksi
dipengadiilan adalah orang yang telah mencapai umur genap 15 tahun.

4
g. Perlu ditambahkan menurut pasal 47ayat (1) undang-undang No.1
tahun 1974 anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan pekawinan ada dibawah kekuasaan orang
tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Ayat (2) pasal
tersebut menentukan bahwa orang tua mewakili anak tersebut
mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Mengenai orang-orang yang tidak sehat pemikirannya (gila) atau
sakit berubah akal dinyatakan tidak cakap atau tidak mampu bertindak
sendiri untuk melaksanakan hak dan kewajiban. Mereka dikatakan
bahwa pengampuan (curatele) hak dan kewajiban diwakili atau
dilaksanakan oleh orang pengampunya (curator), bagi pemboros dan
pemabuk yang dibawah pengampunan, ketidakcakapan mereja
bertindak dalam melaksanakan hak dan kewajiban terbatas hanya pada
perbuatan hukum dalam bidang lapangan hokum harta kekayaan. Bagi
perempuan dalam perkawinan, khususnya yang tunduk dalam KUH
Perdata (BW), dianggap tidak cakap bertindak melaksanakan hak dan
kewajiban sendiri tanpa izin atau bantuan dari suaminya (Pasal 110
KUH Perdata).
Meskipun orang-orang yang digolongkan ke dalam golongan yang
tidak cakap itu masih sebagai pendukung hak dan kewajiban, tetapi ia
tidak dapat menjelaskan hak dan kewajibannya sendiri. Oleh karena itu
selama mereka dalam keadaan tidak cakap, segala tindakan atau
perbuatan hokum mereka, harus diwakili oleh wakil yang ditentukan
oleh undang-undang atau wakil yang ditunjuk oleh hakim. Setiap wakil
yang ditunjuk itu akan mengurus kepentinggan orang yang
diwakilinya.
Dalam ketentuan kitab undang-undang hokum perdata, kecakapan
merupakan salah satu perikatan. Hal itu berarti bahwa segala perikatan
yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap dapat dibatalkan atau
diminta pembatalannya melalui hakim, tetapi sebaliknya dalam hal
perbuatan melawan hokum (onrecht matigedaad).

5
Ketidakcakapan seseorang tidak mempengaruhi timbul atau
tidaknya “akibat hokum” dari perbuatan itu. Perbuatan hokum yang
dilakukan oleh orang yang tidak cakap, misalnya anak dibawah umur
melakukan perjanjian jual beli tanpa persetujuan walinya yang pada
dasarnya dapat dibatalkan, pada prinsipnya tetap sah dan tetap
mempunyai akibat hokum. Namun olehh karena untuk sahnya suatu
perikatan jual beli tersebut harus dilakukan oleh oleh yang cakap maka
perbuatan hokum itu dapat diminta pembatalannya oleh wali dari anak
tersebut melalui hakim (gugatan).
Orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hokum,
misalkan seseorang menjual benda yang bukan miliknya, tanpa
persetujuan atau izin dari pemilik benda tersebut, pada prinsipnya
perbuatan hokum itu batal demi hokum (batal absolut). Perbuatan
hokum itu dinyatakan batal dengansendirinya dan perbuataan hokum
itu dianggap tidak sah.
Disamping manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban,
terdapat pula badan hukum diberi status sebagai pendukung hak dan
kewajiban seperti manusia yang disebut badan hukum.
Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang
mengadakan kerja sama dan atas dasar ini merupakan suatu kesatuan
yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum.
Badan hukum merupakan pendukung hak yang tidak berjiwa (bukan
manusia) dan merupakan gejalah social yaitu suatu gejala yang riil,
sesuatu yang dapat dicatat dalam pergaulan hukum, biarpun tidak
berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, batu dan
sebagainya, tetapi yang terpenting bagi pergaulan hukum adalah
karena badan hukum itu mempunyai kekayaan yang sama sekali
terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.
a. Syarat-syarat badan hukum
Untuk keikutsertaanya dalam pergaulan hukum maka suatu
badan hukum harus mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh hukum, yaitu:

6
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-
anggotanya
b. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan
kewajiban para anggota-anggotanya.
b. Dasar-dasar hukum sebagai badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan manusia pribadi mungkin
pula sebagai kumpulan dari badan hukum pengaturannya sesuai
dengan hukum yang berlaku:
a. Perseroan terbatas (PT) diatur dalam bab III bagian ketiga
Buku I KUHD (WvK).
b. Koperasi, diatur dalam undang-undang No.25 Tahun 1992
c. Yayasan,pengaturannya sesuai kebiasaan yang dibuat aktenya
notaris
d. Perbankan, diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1992
e. Bank pemerintah, sesuai dengan undang-undang yang
mengatur pendiriannya.
f. Organisasi Partai Politik dan Golongan Karya diatur dengan
Undang-undang No. 3 tahun 1975 (telah diubah No.3 tahun
1985)
g. Pemerintah Daerah Tingkat I, II dan kecamatan diatur dengan
undang-undang No. 5 tahun 1974.
h. Negara Indonesia diatur dengan konstitusi undang-undangan
Dasar 1945
c. Macam-macam Badan Hukum
a. Menurut bentuknya badan hukum dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Badan hukum public (publiek rechtspersoon)
Badan hukum public adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum ialah badan hukum yang
menyangkut kepentingan public, orang banyak atau Negara
pada umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan
hukumnegara yang mempunyai kekuasaan wilayah atau

7
merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa,
berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan
eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang diberi
tugas untuk itu.
Contoh badan hukum public:
a) Negara Republik dasarnya adalah konstitusi tertulis dalam
bentuk undang-undang dasar, kekuasaanya
diiberikan/ditugaskan kepada presiden dan pembantu-
pembantunya ialah para menteri
b) Pemerintah daerah Tk I, II dan kecamatan dibentuk
berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1974
danperundang-undangan No. 5 Tahun 1974 dab perundang-
undangan lainnya. Dalam menjalankan kekuasaanya
diberikan/ditugaskan kepada Gubernur/KDH Tk. I, Bupati
atau walikota/kepalan Daerah Tk II dan Camat.
c) Bank umum, diatur dalam peraturan Pemerintah No. 70
tahun 1992, Bank Negara Indonesia 1946 diatur dalam
peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1992, Bank Dagang
Negara diatur dalam PP No Tahun 1992, bank Bumi Daya
diatur dalam PP No. 23 tahun 1992 dan Bank-Bank
pemerintah lainnya, yang dalam menjalankan pelaksanaan
tugas dilakukan oleh Direksi atau group Direktur.
d) Perusahaan Negara didirikan berdasarkan peraturan
pemerintah, pengurusannya dilaksanakan oleh Direksi.
e) Pertaminan, didirikan berdasarkan undang-undang No. 8
tahun 1971.
2. Badan Hukum Privat (privat rechtsperson)
Badan hukum privat/perdata atau sipil ialah badan
hukum yang di dirikan berdasarkan hukum sipil atau
perdata yang menyangkut kepentingan pribadi didalam
badan hukum itu. Badan hukum ini merupakan badan
hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk

8
tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, social
pendidikan, ilmu pengetahuan, politik kebudayaan
kesenian, olahraga dan lain-lain, sesuai dengan/menurut
hukum yang berlaku secara sah. Bentuk serta sususnannya
diatur oleh hukum privat.
Menurut tujuannya Badan Hukum privat dibagi/dibedakan
dalam:
a) Perserikatan dengan tujuan tidak materialistis/amal.
Misalnya: perkumpulan gereja, badan wakaf, yayasan
yang didirikan oleh para pendiri, dengan tujuan social,
pendidikan, ilmu pengetahuan,, kesenian dan
kebudayaan. Pengaturannya berdasarkan kebiasaan
yang anggaran pendiriannya dibuat oleh Notaris.
b) Perserikatan dengan tujuan memperoleh laba.
Misalnya: perseroan terbatas (PT). untuk perseroan
Terbatas didirikan oleh persero-persero yang bertujuan
untuk mencari keuntungan dan kekayaan. Pelaksanaan
kegiatan dilakukan oleh Direksi dan pengaturannya
terdapat pada Bab III, bagian ke 3 Buku I KUHD.
b. Menurut jenisnya Badan Hukum dapat dibagi dalam dua jenis
golongan, yaitu:
1) Korporasi
Yang dimaksud dengan korporasi ialah suatu
gabungan orang-orang yang dalam pergaulan hukum
bertindak bersama sebagai satu subyek hukum tersendiri
(personafikasi). Korporasi merupakan badan hukum yang
beranggota, tetapi mempunyai hak/kewajiban sendiri.
Ada beberapa macam korporasi, yaitu:
1. Perhimpunan, yang dibentuk dengan sengaja dan
dengan sukarela oleh orang yang bermaksud
memperkuat kedudukan ekonomis mereka, memelihara

9
kebudayaan, mengurus soal-soal social dan
sebagainnya.
Misalnya: Perseroan Terbatas, V.V, P.N
2. Persekutuan orang (gemeenschap van mensen), yang
ada karena perkembangan faktor-faktor social dan
politik dalam sejarah.
Misalnya: Pemerintah Daerah Tk. I, II, Desa
3. Organisasi orang, yang didirikan berdasarkan Undang-
undang.
2) Yayasan
Yang dimaksud dengan yayasan ialah tiap kekayaan
(vermogen) yang tidak merupakan kekayaan orang atau
kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertantu. Yayasan
adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban sendiri, dan
didirikan oleh para pendiri /anggota dengan tujuan social,
pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan.
Pengaturannya berdasarkan kebiasaan dan anggaran
pendiriannya dianut oleh notaris.
Contoh: yayasan Lektur Jakarta, Wakaf dalam hukum
Islam.
c. Menurut tata Negara warba hukun di Indonesia badan hukum
dapat dibedakan dalam :
1. Badan hukum menurut hukum eropa, ialah badan hukum
yang di atur menurut hukum yang dikoordinasikan dengan
hukum yang berlaku di Negeri Belanda.
Misalnya: Negara, PT., perhimpunan-perhimpunan
berdaarkan L.N.H.B. 1870 No. 64
2. Badan hukum menurut hukum eropa yang tertulis
Badan hukum ini terkenal dengan di bawah nama
“badan hukum Indonesia”, ialah badan hukum menurut
hukum undang-undang yang dibuat dengan mengingat
pasal 131 ayat 2 sub I.S : bilamana keperluan umum atau

10
keperluan social orang bukan eropa memerlukan (badan
hukum menurut “fantasierecht”
Misalnya: perhimpunan berdasarkan L.N.H.B 1939 No. 570
jo. 1939 No. 717 dan L.N. 1958 No. 139
3. Badan hukum adat, ialah Badan hukum menurut hukum
bumiputra (yang pada umumnya tidak tertulis)
Misalnya: Badan Wakaf, yayasan-yayasan.
B. Obyek Hukum
Objek hukum menurut pasal 499 KUH perdata, yakni benda.
Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para
subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik
(eingdom).
Pengertian benda dalam arti luas dianut oleh KUH Perdata, sebagai
KUH mana yang tercantum di dalam Pasal 499 KUH Perdata. Pasal 499
Perdata berbunyi: "Kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak
yang dapat dikuasai oleh hak milik Benda sebagai objek hukum dapat
dibedakan menjadi dua macam: benda yang berwujud, dan (2) benda yang
tidak dapat diraba. Benda yang berwujud adalah benda yang dapat dilihat
dan diraba dengan pancaindra, seperti tanah, rumah, binatang. dan lain-
lain, sedangkan benda yang tidak dapat diraba merupakan hasil pikiran
dari seseorang, seperti hak pengarang, hak octroi, dan semua hak-hak
tagihan (piutang), dan sebagainya. Namun, pengertian benda sebagai objek
hukum yang dianut di dalam KUH Perdata adalah benda berhubungan
dengan hak-hak yang melekat pada barang, dan (2) hak- hak yang bersifat
inmateriil (tak dapat diraba), seperti hak pengarang hak octroi, dan hak-
hak semacam itu, tidak diatur di dalam Buku Il KUH Perdata tetapi diatur
di dalam UU tersendiri.
Macam-Macam Benda di dalam Pasal 503. 504, dan Pasal 505
KUH Perdata telah entukan pembagian benda Benda di dalam ketentuan
itu dibagi dua macam, yaitu:
a. menjadi benda bertubuh dan tidak bertubuh:

11
b. benda bergerak dan tidak bergerak
Di dalam berbagai literatur dikenal empat macam benda. Yaitu
a. benda yang dapat diganti (contoh uang) dan yang tidak dapat diganti
contoh seekor kuda
b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis semua barang dapat
diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar
perdagangan (contoh jalan dan lapangan umum)
c. benda yang dapat dibagi (contoh beras) dan tidak dapat dibagi (contoh
kerbau)
d. benda bergerak dan tidak bergerak (Subekti, 1984: 61: Vollmar, 1983)
Dari keempat pembagian itu, maka pembagian yang paling penting
adalah pembagian benda dalam benda bergerak dan tidak bergerak.
Ada dua arti penting dari pembagian antara benda bergerak, yaitu:
a. penting untuk penyerahan; oleh karena untuk penyerahan benda
tidak bergerak biasanya diperlukan pendaftaran, seperti tanah haru
didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tingkat
Kabupaten/Kotamadya. Penyerahan untuk benda bergerak
biasanya dilakukan dengan penyerahan nyata;
b. penting untuk pembebanan atau jaminan
perbedaan benda bergerak dan tidak bergerak
a. Benda Bergerak
Benda bergerak dibedakan menjadi sebagai berikut.
a) Benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUH
Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya
meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak.
b) Benda bergerakkarena ketentuan undang-undang, menurut
Pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda
bergerak, misalnya hak memungut hasil (vruchtgebrui atas
benda-benda bergerak, hakpakai (gebruik atas benda
bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
b. Benda tidak bergerak

12
Benda Tidak Bergerak Benda tidak bergerak dapat dibedakan
menjadi, seperti berikut.
a) Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan
segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon,
tumbuh-tumbuhan arca, dan patung.
b) Benda tidak bergerak karena tujuannya,yakni mesin alat-
alat yang dipakai dalam pabrik Mesin benda bergerak,
tetapi oleh yang pemakainya dihubungkan atau dikaitkan
pada benda tidak Benda yang merupakan benda pokok
c) benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang ini
berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak,
misalnya hak memunggut hasil atas benda yang tidak
bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan benda tidak
bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan empat hal
adalah pemilikan (Bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring),
dan pembebanan (bezuwaring).
a) Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (bezit) yakni, dalam hal benda bergerak berlaku asas
yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata yaitu beziter dari
barang bergerak adalah eigenaar (pemilik) dari barang tersebut,
sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak demikian halnya.
b) Penyerahan (levering)
Penyerahan (levering) yakni terhadap benda bergerak dapat
dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan
ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik
nama.
c) Daluarsa (Verjaring)
Daluwarsa (verjaring), yakni untuk benda-benda bergerak tidak me
ngenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan eigendom
(pemilikanya) atas benda bergerak tersebut, sedangkan untuk
benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

13
d) Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (bezwaring), yakni terhadap benda bergerak
dilakukan dengan pand (gadai, fidusia), sedangkan untuk benda
tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah
serta benda – benda selain tanah digunakan fidusia.
C. Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang
(Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak
jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang
memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda
yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap
suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak
jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari
perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian
kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara
terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka
yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas
yang sama.
D. Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan
yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
a) Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal
1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala
kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan
hutang yang dibuatnya.

14
Sementara itu, dalam Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa
segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang aka nada, naik
bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap
perlunasan utang yang dibuatnya, sedangkan Pasal 1131 KUH
Perdatamenyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara
bersama – sama bagi semua kreditor yang memberikan utang
kepadanya; pendapatan penjualan benda – benda itu dibagi – bagi
menurut keseimbangan, yakni menurut besar – kecilnya masing –
masing. Kecuali, jika diantara para berpiutang itu ada alasan – alasan
sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan
umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan
uang).
2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada
pihak lain.

b) Jaminan Khusus
1. GADAI
Gadai diatur dalam Pasal 1150 – 1160 KUH Perdata. Dalam Pasal
1150 disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor
atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor
atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang.
2. HIPOTIK
Hipotik diatur dalam Pasal 1162 – 1232 KUH Perdata. Dalam
Pasal 1162 KUH Perdata hipotik adalah suatu hak kebendaan atas
benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya
bagi pelunasan suatu perutangan (verbintenis).
E. HAK TANGGUNGAN
Berdasarkan Pasal 1 Undang – Undang Hak Tanggungan (UUHT),
hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan
berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu untuk pelunasan utang dan memberikan kedudukan yang

15
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor – kreditor yang
lain.
F. FIDUSIA
Fidusia dikenal dengan nama FEO (fiduciare eigendoms
overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara
debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara
kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Hubungan hukum antara pemberi fidusia (debitor) dengan
penerima fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang
berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan dikeluarkan Undang –
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak
milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada kreditor secara
kepercayaan sebagai jaminan utang. Sebelum dikeluarkan Undang –
Undang Nomor 42 Tahun 1992 lembaga jaminan fudisia telah diakui
berdasarkan yurisprudensi Keputusan Hooggerechtsh tanggal 18
Agustus 1932 serta Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September
1971 Reg No. 372 K/Sip/1970.
Sementara itu, Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) memberikan pengertian, fidusia
merupakan pengalihan hak kepemilikan sesuatu atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya diahlikan dan
penguasaan tetap ada pemilik benda. Selain itu, pengertian jaminan
fidusia diatur dalam Pasal 1 angka 2 UUJF.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum
berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang
mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum.
Subjek hukum terdiri dari:
a. Manusia
b. Badan Hukum
Obyek hukum adalah sesuatu yang berguna bagi subyek hukum
(manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subyek hukum.
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)
adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan
jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi
(perjanjian).

B. Saran
Bilamana dalam makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dari
pembaca sangat diharapkan agar karya ini dapat dijadikan suatu bahan
informasi sesuai dengan tujuannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arrasjid Chaibur. 2000. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafik.

HS, Salim. 2008.Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafik.

Ishaq. 2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafik.

Sari, Elsi Kartika, dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum Dalam Ekonomi.
Jakarta: PT Grasindo.

Soeroso, R. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafik.

18

Anda mungkin juga menyukai