Anda di halaman 1dari 170

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dibahas tentang hasil penelitian dan pembahasan. Sebagaimana telah
disebutkan pada bab sebelumnya bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model
penerjemahan dialek dari dialek African American English (AAE) ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan maka pada hasil penelitian ini terdiri dari dua kali penelitian. Penelitian pendahuluan
bertujuan untuk menemukan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan dialek AAE menjadi
dialek Suroboyoan dalam dubbing dan dampaknya terhadap kualitas penerjemahan. Adapun data
diambil dari dialog film seri Walker Texas Ranger dan versi dubbing dari film tersebut.

Sajian dalam hasil penelitian ini diawali dengan analisis bentuk tuturan yang merupakan
dialek AAE ditinjau dari tindak tuturnya, kemudian penggunaan teknik, metode, dan ideologi
penerjemahan serta dampaknya terhadap kualitas penerjemahan.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penanda Dialek AAE dalam Dialog Bahasa Sumber

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 790 tuturan yang tergolong dalam tuturan
dialek AAE dalam 9 film seri Walker Texas Ranger (BSu) yang sudah diverifikasi dan
divalidasi oleh tiga pakar melalui Focus Group Discussion (FGD).

Tabel 4.1. Sebaran tuturan Dialek AAE dalam BSu

No. Kategori Dialek AAE Jumlah Prosentase


1. Penanda leksikal 330 42 %
2. Perangkat sintaksis 304 38 %
3. Slang 156 20 %
Jumlah 790 100 %

Dari tabel 4.1 diatas bisa disimpulkan sebagian besar tuturan dialek AAE dalam film
seri Walker Texas Ranger adalah tuturan dialek dalam klasifikasi penanda leksikal.

87
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.1.1. Tuturan Dialek AAE kategori Penanda leksikal dalam Teks BSu

Dalam sebuah kesatuan bahasa, unsur leksikal atau kosakata tidak akan memiliki
makna tanpa kehadiran penanda leksikal. Oleh sebab itu dalam pengkategorisasian dialek
AAE kita perlu memahami kosakata dengan penanda leksikal dalam dialek AAE. Penanda
leksikal dalam dialek AAE mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dengan bahasa
Inggris standar. Berikut adalah temuan penelitian yang menunjukkan penggunaan dialek
AAE dilihat berdasarkan penanda leksikal dalam dialog film seri Walker Texas Ranger.

Sebaran Penanda leksikal Dialek AAE

Construction of words 124

Negasi ganda 52

Penanda negasi ain’t 154

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Grafik 4.2. Sebaran tuturan dialek AAE kategori Penanda leksikal dalam BSu

1. Penanda negasi ain’t

Bentuk negasi (pengungkapan kalimat negatif) dalam tuturan dialek AAE yang
paling dominan dan lazim adalah penggunaan ain’t. Sebagai penanda negasi, ain’t
mempunyai arti ‘tidak’ dalam bahasa Indonesia. Penanda negasi ini sering digunakan
untuk menyingkat auxiliary for adjective (kata bantu untuk kata sifat) dalam bentuk
negatif seperti; is not, am not, are not, was not, dan were not. Selain itu juga digunakan
untuk menyingkat auxiliary for verbs (kata bantu untuk kata kerja) dalam bentuk negative
seperti; do not, does not, did not, has not, have not, dan had not.

88
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 154 tuturan yang menggunakan penanda
negasi ain’t. Dialog film Walker Texas Ranger yang merupakan tuturan dialek AAE yang
menggunakan bentuk negasi ain’t dapat dilihat dalam contoh berikut:

Data 434
BSu : I ain't know if you know anything or not

Dalam dua contoh diatas, ain’t digunakan untuk menyingkat kata bantu bentuk
negative do not. Penggunaan ain’t dalam kalimat-kalimat tersebut menunjukkan bahwa
tuturan tersebut terjadi dalam situasi yang tidak formal. Pada contoh data 434, tuturan
mengandung penanda negasi ain’t diucapkan oleh seorang polisi bernama Cordel pada
temannya, Trivete. Cordel ingin memastikan apakah temannya mempunyai petunjuk
tentang penculikan putri walikota. Mengingat identitas pelaku tutur yang bukan berasal
dari komunitas kulit hitam, maka peneliti menyimpulkan bahwa tuturan yang
mengandung penanda leksikal dialek AAE tersebut digunakan oleh pelaku tutur untuk
menunjukkan kedekatan pelaku dengan mitra tutur dalam pembicaraan non formal. Hal
ini selaras dengan pendapat Green (2002) yang menyatakan bahwa dialek AAE adalah
ragam bahasa kolokial yang sering digunakan dalam pembicaraan non formal untuk
menunjukkan kedekatan antar pelaku tutur.
Penanda negasi ain’t juga bisa digunakan untuk sebagai pengganti bentuk negative
verba be dalam kalimat non formal. Berikut adalah contoh penggunaannya:

Data 469
BSu : Texas Ranger ain’t fat but they’re muscle
Tuturan mengandung penanda negasi ain’t diatas diucapkan oleh seorang senator
pada walikota. Konteks yang terdapat dalam tuturan tersebut adalah pembicaraan non
formal yang terjadi antar teman. Meskipun kedua pelaku tutur merupakan seseorang
dengan status sosial yang tinggi, tapi mereka merupakan teman dekat sehingga ragam
bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa yang cenderung kolokial dan tidak baku.
Hal ini selaras dengan pendapat Green (2002) yang menyatakan bahwa dialek AAE
adalah ragam bahasa kolokial yang sering digunakan dalam pembicaraan non formal
untuk menunjukkan kedekatan antar pelaku tutur.

89
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Negasi Ganda

Selain penggunaan ain’t sebagai penanda negasi dalam dialek AAE, dalam
penelitian ini juga ditemukan sebanyak 52 tuturan yang menggunakan double negative
(negasi ganda). Dialog film Walker Texas Ranger yang menggunakan struktur double
negative dapat dilihat dalam contoh berikut.

Data 630
BSu : Look pal.. I don’t have no money anymore

Ujaran diatas teridentifikasi mengandung dialek AAE dengan kategori slang dan
penanda leksikal double negation. Penggunaan don’t dan no sebagai ciri spesifik dari
dialek AAE yang tidak ditemukan dalam struktur kalimat bahasa Inggris standar. Dillihat
dari konteks ujarannya, pelaku tutur menggunakan konstruksi kalimat tersebut untuk
memberikan penekanan pada ujarannya bahwa dia benar-benar sedang tidak mempunyai
uang. Karakter Herald mengucapkan kalimat tersebut untuk menjawab Freddy Krueger
yang bermaksud untuk membayar taruhan judi diantara keduanya. Dengan fakta bahwa
ujaran tersebut dilontarkan oleh karakter berkulit hitam, penggunaan dialek AAE diatas
selain untuk memberi penekanan pada tuturan pelaku tutur juga ingin menunjukkan
identitas sebagai penutur asli dialek tersebut.

Data 132
BSu : Hey listen to me.. I ain’t part of no plot

Dalam data 132 diatas karakter polisi Trivette berusaha menyakinkan temannya,
Cordell, bahwa dia tidak mempunyai niat buruk terhadap temannya tersebut. Penggunaan
konstruksi kalimat dengan double negation tersebut berfungsi untuk memberi penekanan
pada bentuk tuturan dari pelaku tutur. Pelaku tutur memberikan penekanan pada kalimat
ujarannya untuk menyakinkan mitra tuturnya yang sudah menuduhnya melakukan
penghianatan. Bentuk penekanan tersebut meskipun dianggap merupakan struktur kalimat
yang salah, tapi sangat efektif dalam menyampaikan maksud yang ingin disampaikan oleh
pelaku tutur.

Data 753
BSu : I ain't see nothing

90
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penekanan maksud dari pelaku tutur juga terlihat dalam contoh data 753 diatas.
Ujaran yang disampaikan oleh Larry, seorang pengedar narkoba, untuk menjawab
pertanyaan sheriff Cordell. Formasi kalimat dengan double negasi tersebut selain sebagai
penekanan bentuk tuturan juga berfungsi menunjukkan identitas pelaku tutur sebagai
penjahat jalanan. Hal ini selaras dengan pendapat Wolfram (2004) bahwa dialek AAE
adalah ragam bahasa sosial yang sering digunakan oleh komunitas sosial kelas bawah.

3. Construction of words

Beberapa dialek AAE kategori construction of words yang ditemukan dalam 9 seri
film Walker Texas Ranger antara lain kinda, dunno, gotta, gonna, lotto dan wanna.
Berikut adalah contoh penggunaan istilah-istilah tersebut yang peneliti temukan dalam
dialog film Walker Texas Ranger:

Data 8
SL : It's kinda creepy, buddy

Istilah ‘kinda’ adalah bahasa Inggris tidak standar yang biasa digunakan dalam
pembicaraan non-formal untuk merujuk ‘kind of’. Dalam penelitian ini ditemukan
sebanyak 22 ujaran yang menggunakan istilah ini. Dalam konteks tuturan data 8 penutur
(Cordell) menggunakan istilah ‘kinda’ untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap
situasi mistis yang sedang dihadapi saat sedang menyelidiki kasus pembunuhan bersama
temannya, Walker.

Data 217
SL : Kinda hard to testify if you're dead

Konstruksi kata bahasa Inggris non-standar yang lain adalah gonna. Kata ini
merupakan singkatan dari going to yang mempunyai arti ‘akan’. Istilah gonna merupakan
yang paling sering digunakan dalam dialog film, lirik lagu dan percakapan informal.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 35 dialog yang menggunakan kata ini.

Data 166
SL : Now, I'm gonna ask you again, asshole!

Penggalan dialog diatas diucapkan oleh seorang bandar narkoba bernama LaRue
pada anak buahnya, Jimmy. LaRue menggunakan kalimat non-standar tersebut untuk

91
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengungkapkan kecurigaannya bahwa Jimmy sudah menipunya. Disini pelaku tutur


mencoba mengintimidasi mitra tuturnya. Penggunaan konstruksi kata gonna tersebut
menandakan kebiasaan pelaku tutur dalam menggunakan gaya bahasa Inggris non-standar
dalam tuturan sehari-hari. Selain itu konstruksi kata gonna dalam konteks tersebut selain
lebih singkat juga lebih efektif untuk menunjukkan maksud dari pelaku tutur.
Meskipun konstruksi kata gonna merupakan penanda kalimat bahasa Inggris non-
standar, tetapi penggunaannya tidak hanya terbatas pada komunitas sosial kelas baawah
saja. Contoh berikut menunjukkan bahwa tuturan bermuatan dialek AAE tidak hanya
digunakan oleh kalangan bawah saja.

Data 244
SL : He's not gonna do anything with all of you here

Penggalan dialog diatas disampaikan oleh Leann, seorang jaksa wilayah pada
seorang polisi yang berjaga di kantornya.
Konstruksi kata bahasa Inggris non-standar yang lain adalah wanna. Kata ini
merupakan singkatan dari want to yang mempunyai arti ‘ingin’. Fungsi dan struktur
konstruksi kata ini akan tetap sama dalam berbagai tuturan. Istilah wanna cukup sering
digunakan dalam dialog film, lirik lagu dan percakapan informal. Dalam penelitian ini,
peneliti menemukan 32 dialog yang menggunakan kata ini.

Data 450
SL : You wanna know the truth?

Data 450 merupakan penggalan dialog film yang diucapkan oleh karakter Trivette
pada temannya, C.D. Ujaran tersebut mengandung konstruksi kata wanna dan pelesapan
kopula do untuk kalimat kata ganti persona you sebagai penanda dialek AAE. Konteks
yang terdapat dalam tuturan tersebut adalah percakapan santai antar teman. Hal ini selaras
dengan yang disampaikan oleh Green (2002: 56) bahwa struktur Bahasa non-standar
(dialek AAE) sering digunakan oleh komunitas diluar pengguna asli dialek tersebut dalam
percakapan santai untuk menyatakan kedekatan antar pelaku tutur.
Dalam penelitian ini juga ditemukan konstruksi kata non-standar gotta. Sebanyak
21 dialog dari 9 seri Walker Texas Ranger menggunakan konstruksi kata gotta. Kata ini

92
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan singkatan dari got to yang biasanya digunakan untuk menyatakan suatu
keharusan yang cukup mendesak.

Data 103
SL : Gotta be some loophole, Walker

Selain konstruksi-konstruksi kata kerja diatas, peneliti juga menemukan


konstruksi frasa kata benda yang juga teridentifikasi sebagai dialek AAE. Konstruksi kata
tersebut adalah y’all (dalam Bahasa Inggris standar; you all). Dari 9 seri film Walker Texas
Ranger, peneliti menemukan sebanyak 6 dialog yang menggunakan kata tersebut. Berikut
adalah contoh tuturan yang menggunakan konstruksi y’all:

Data 297
BSu : Yeah.. yeah, y’all right?

Tuturan diatas diungkapkan oleh seorang polisi bernama Cordel pada teman-
teman polisi. Konteks yang terdapat dalam tuturan tersebut adalah Cordel merasa
dijadikan bulan-bulanan perundungan atau bahan candaan teman-temannya yang
mengatakan bahwa dia takut mendekati seorang perempuan. Pelaku tutur merasa tidak
bisa berdebat dengan teman-temannya sehingga memilih sepakat dengan anggapan lawan
tuturnya, meskipun dia tidak setuju. Ungkapan tersebut diucapkan dalam suasana santai
dan dalam konteks bercanda. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Green (2002)
bahwa dialek AAE sering digunakan dalam konteks pembicaraan santai dalam komunitas
pertemanan untuk menyatakan keakraban antar pelaku tutur.
Selain ungkapan-ungkapan Bahasa Inggris non-standar yang terkategorisasi dalam
fitur linguistik dialek AAE, peneliti dalam penelitian ini juga menemukan beberapa
penggunaan monosilabik seperti yeah, nope, neeh, yups, and Jeez.

4.1.1.2. Tuturan Dialek AAE kategori Perangkat Sintaksis dalam Teks BSu

Ditinjau dari perangkat sintaksis bahasa, dialek AAE dan bahasa Inggris standar
mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Berikut adalah temuan penelitian yang
menunjukkan penggunaan dialek AAE dilihat berdasarkan perangkat sintaksis dalam
dialog film seri Walker Texas Ranger.

93
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebaran Perangkat Sintaksis AAE


Penggunaan perfective done untuk past
12
tense
Penggunaan -s untuk kata kerja dengan
14
subjek jamak

Pelesapan kata bantu kerja 33

Penyimpangan kata bantu kerja 21

Pelesapan kopula be 55

Kalimat tanya 169

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Grafik 4.3. Sebaran tuturan dialek AAE kategori Perangkat Sintaksis dalam BSu

1. Kalimat tanya

Struktur kalimat tanya dalam dialek AAE mempunyai perbedaan yang cukup
signifikan dengan bahasa Inggris standar. Dalam struktur bahasa Inggris standar, verb
agreement sangat penting diperhatikan. Pelesapan kata bantu dan penyesuaian kata kerja
dengan subjek menjadi hal yang membedakan dengan bahasa Inggris standar.
Dalam penelitian ini ditemukan 166 dialog yang menggunakan struktur kalimat
tanya dialek AAE. Berikut adalah beberapa contoh tuturan (dialog film) yang
menggunakan struktur kalimat tanya dialek AAE yang peneliti temukan dalam dialog
film Walker Texas Ranger:

Data 218
BSu : The sniper makes a statement?

Dalam data 218 diatas, tokoh polisi Walker bertanya pada rekan polisinya Cordell
setelah sesi interogasi dengan saksi. Kalimat tanya tersebut teridentifikasi sebagai struktur
kalimat bahasa Inggris non-standar yang mengandung dialek AAE karena menghilangkan
kata bantu does dalam tuturannya. Dalam versi standar, kalimat tanya tersebut seharusnya
‘Does the sniper make a statement?’. Pelesapan kata bantu does memberi kesan santai dan
tidak formal dalam tuturannya. Apalagi ujaran tersebut diungkapkan oleh Walker yang
bukan merupakan penutur dialek AAE asli. Walker dan Cordell dalam film tersebut

94
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan polisi berkulit putih yang memang mempunyai kedekatan seperti saudara. Dari
fakta tersebut bisa disimpulkan bahwa penggunaan dialek AAE tersebut bukan bertujuan
untuk menunjukkan identitas penuturnya, akan tetapi lebih kepada fungsi sosial untuk
menunjukkan kedekatan hubungan. Konteks hubungan ini juga terlihat dalam data …
berikut.

Data 497
BSu : You sure they coming this way?

Ujaran yang diutarakan oleh Cordell pada Walker tersebut juga mengandung
dialek AAE dari unsur struktur kalimat tanya yang menghilangkan kopula be.
Penyimpangan kalimat tersebut terlihat dengan pembicara mengilangkan kopula are
untuk pronoun you dan they dalam kalimat tanya. Dalam kalimat bahasa Inggris standar
kalimat tersebut seharusnya ‘Are you sure they are coming this way?’. Dengan
mempertimbangkan konteks tuturan dan hubungan antar pelaku tutur, ungkapan diatas
digunakan pelaku untuk menunjukkan kedekatan dengan mitra tutur dengan
menggunakan struktur kalimat yang tidak baku dalam ujarannya. Hal ini selaras dengan
yang disampaikan oleh Green (2002) bahwa dialek AAE sering digunakan dalam konteks
pembicaraan santai dalam komunitas pertemanan untuk menyatakan keakraban antar
pelaku tutur.

2. Pelesapan kopula be

Dalam struktur kalimat AAE sering terjadi penyimpangan kopula be dan verba
bantu lainnya. Beberapa linguist sepakat bahwa diantara ciri sintaksis dialek AAE yang
terkait kata kerja, ketiadaan kopula dan/atau auxiliary serta tidak adanya akhiran -s pada
kata kerja dengan subjek tunggal dalam kalimat simple present merupakan penanda paling
penting yang membedakan dialek AAE dengan SAE (Standard American English). Kedua
ciri sintaksis tersebut yang paling signifikan dalam AAE dibanding ciri sintaksis yang
lain. Struktur kalimat dengan penyimpangan seperti ini menjadi penanda yang cukup
menonjol dalam AAE mengingat dalam struktur gramatikal bahasa Inggris standar subject
verb agreement menjadi hal yang sangat krusial untuk diperhatikan (Rickford et al., 1991;
Rickford, 1999; Rickford, 2015; Wolfram and Erik R., 2002). Dalam penelitian ini

95
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ditemukan cukup banyak penyimpangan gramatikal dalam dialog film Walker Texas
Ranger. Penyimpangan tata bahasa ini didasarkan pada struktur gramatikal bahasa Inggris
standar. Penyimpangan tersebut antara lain pelesapan kopula be, pelesapan kata bantu
do/does, penyimpangan kopula be, dan penyimpangan kata bantu do/does.
Dalam penelitian ini ditemukan 56 pelesapan kopula be (is am, are, was dan were)
dan kata bantu do. Contoh penyimpangan tersebut dapat dilihat dalam beberapa contoh
data berikut:

Data 18
BSu : These cowboys not gonna break me

Dalam struktur Bahasa Inggris standar, penggunaan konstruksi kata gonna yang
merupakan kependekan dari going to harusnya disertai dengan kopula be. Pada contoh
data diatas, terjadi pelesapan kopula are untuk subjek jamak cowboys dalam ujaran yang
dilontarkan oleh tokoh LaRue. Pelesapan kopula be ini menjadi penanda dialek AAE
kategori perangkat sintaksis.

Data 39
BSu : This Juanita Ortiz and the pimp, Fontemuro

Penggunaan demonstrative pronoun this dalam contoh data diatas dalam struktur
Bahasa Inggris standar seharusnya diikuti oleh to be is untuk persona tunggal Juanita
Ortiz. Pelesapan kopula is tersebut menjadi penanda sintaksis dialek AAE. Dalam konteks
tuturan diatas, dimana ujaran tersebut diutarakan oleh karakter Ernest, seorang penjahat
jalanan berkulit hitam, maka penggunaan dialek AAE tersebut selain untuk menunjukkan
identitas pelaku tutur juga untuk menunjukkan solidaritas dalam sebuah komunitas
jalanan. Hal ini selaras dengan pendapat yang disampaikan oleh Wolfram (2004) bahwa
dialek AAE adalah ragam bahasa sosial yang sering digunakan oleh komunitas sosial
kelas bawah, termasuk penjahat jalanan.

3. Pelesapan kata bantu kerja

Dalam penelitian ini ditemukan 33 dialog yang menggunakan struktur yang


mengandung unsur pelesapan kata bantu kerja. Berikut adalah beberapa contoh tuturan

96
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(dialog film) yang menggunakan struktur kalimat tersebut yang peneliti temukan dalam
dialog film Walker Texas Ranger:

Data 302
BSu : I gonna start by calling Jesse Rodriguez in Mexico City

Konstruksi kata gonna merupakan kependekan dari going to yang menyatakan


pekerjaan yang akan dilakukan. Dalam struktur kalimat bahasa Inggris standar going to
akan diawali dengan penggunaan verba bantu be dengan menyesuaikan subjek dalam
kalimat tersebut. Dalam contoh data diatas, konstruksi kata gonna tanpa diawali am yang
merupakan verba bantu be untuk kata ganti persona I. Pelesapan verba bantu be tersebut
menegaskan penggunaan bahasa Inggris non-standar dalam contoh data tersebut, selain
penggunaan konstruksi kata gonna. Tuturan tersebut diungkapkan oleh LaRue yang
seorang bandar narkoba pada temannya sesama penjahat. Struktur kalimat non-standar
yang digunakan oleh pelaku tutur tersebut selain karena situasi pembicaraan yang tidak
formal, juga menunjukkan kebiasaan pelaku dalam menggunakan kalimat-kalimat non-
standar dalam ujarannya. Hal ini menegaskan pendapat yang disampaikan oleh Baugh
(1983, 40-41) yang meyatakan bahwa dialek AAE merupakan alternative style yang
sering digunakan dalam percakapan jalanan dimana hubungan antar pelaku tuturnya
dalam komunitas dibentuk berdasarkan style bahasa yang digunakan yaitu bahasa non
baku, dimana terdapat penyimpangan dalam struktur kalimat ujarannya.

4. Penyimpangan kata bantu kerja

Dalam penelitian ini ditemukan 21 dialog yang menggunakan struktur yang


mengandung unsur penyimpangan kata bantu kerja. Berikut adalah beberapa contoh
tuturan (dialog film) yang menggunakan struktur kalimat tersebut yang peneliti temukan
dalam dialog film Walker Texas Ranger:

Data 785
BSu : She don’t like you.. go the fuck out of here!

Dalam contoh data 785 diatas pelaku tutur menggunakan struktur kalimat yang
mengandung penyimpangan kata bantu persona tunggal she yang seharusnya
menggunakan kata bantu does. Bentuk penyimpangan kata bantu yang terdapat dalam

97
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kalimat She don’t like you menjadi penanda sintaksis dialek AAE. Ujaran tersebut
diungkapkan oleh seorang mafia bernama Kay Hill pada musuhnya yaitu Victor
DeMarco untuk melindungi teman perempuannya, Alexandra. Struktur kalimat tidak
standar seperti dalam ujaran data diatas biasa digunakan oleh komunitas tertentu seperti
komunitas penjahat. Hal ini selaras dengan pendapat Baugh (1983, 40-41) bahwa dialek
AAE merupakan alternative style yang sering digunakan dalam percakapan jalanan
dimana hubungan antar pelaku tuturnya dalam komunitas dibentuk berdasarkan style
bahasa yang digunakan yaitu bahasa non baku. Itulah sebabnya struktur kalimat yang
digunakan dalam komunitas penjahat kerap kali mengalami penyimpangan dari struktur
kalimat bahasa Inggris standar.

5. Penggunaan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak

Dalam penelitian ini ditemukan 13 dialog yang menggunakan struktur yang


menggunakan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak. Berikut adalah beberapa contoh
tuturan (dialog film) yang menggunakan struktur kalimat tersebut yang peneliti temukan
dalam dialog film Walker Texas Ranger:

Data 789
BSu : What’s up, dude.. you looks messy?

Penyimpangan sintaksis yang terdapat dalam contoh tuturan diatas adalah


penggunaan akhiran -s dalam kata kerja look dengan kata ganti persona jamak you. Dalam
struktur kalimat bahasa Inggris standar hal tersebut tidak lazim. Tuturan tersebut diucapkan
oleh seorang penjahat kulit hitam, Manny pada temannya Lyle Ekert. Dalam konteks
tersebut, pelaku tutur menggunakan struktur kalimat tidak standar selain menunjukkan
identitas sebagai penutur asli dialek AAE, juga sebagai penanda kebiasaan pelaku tutur
yang merupakan penjahat jalanan dalam menggunakan struktur kalimat tidak standar. Hal
ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Baugh (1983, 40-41) bahwa dialek AAE
merupakan alternative style yang sering digunakan dalam percakapan jalanan dimana
hubungan antar pelaku tuturnya dalam komunitas dibentuk berdasarkan style bahasa yang
digunakan yaitu bahasa non baku. Komunitas ini sering menggunakan kalimat non-standar
dalam tuturan sehari-hari.

98
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Penggunaan perfective done

Dalam penelitian ini ditemukan 12 dialog yang menggunakan struktur yang


mengandung unsur perfective done. Berikut adalah beberapa contoh tuturan (dialog film)
yang menggunakan struktur kalimat tersebut yang peneliti temukan dalam dialog film
Walker Texas Ranger:

Data 787
BSu : I done talked to you! Get the fuck out!

Struktur kalimat dengan perfective done + verb II merupakan ciri sintaksis dialek
AAE untuk menyatakan suatu pekerjaan sudah selesai dikerjakan. Dalam struktur bahasa
Inggris standar kita mengenal pola kalimat perfect tense dengan struktur verba bantu have
+ verb III untuk menyatakan suatu pekerjaan yang sudah selesai dilakukan oleh subjek.
Dalam contoh data diatas, karakter Manny menggunakan ungkapan tersebut untuk
menyatakan maksudnya bahwa dia sudah tidak mau terlibat pembicaraan dengan lawan
bicaranya. Jika dilihat dari latar belakang sosial Manny yang seorang penjahat berkulit
hitam, ujaran tersebut digunakan pelaku tutur selain untuk menunjukkan identitas sebagai
penutur asli dialek AAE, juga untuk menunjukkan kebiasaan gaya bahasa pelaku tutur
dalam menggunakan bahasa non baku.

4.1.1.3. Tuturan Dialek AAE kategori Slang dalam Teks BSu

Merujuk kategorisasi slang berdasarkan Teresa Labov dalam Green (2002: 27),
peneliti kemudian mengidentifikasi tuturan dialek AAE dalam film seri Walker Texas
Ranger. Berikut adalah temuan penelitian yang menunjukkan penggunaan dialek AAE
kategori slang dalam dialog film seri Walker Texas Ranger.

99
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebaran Slang AAE

Istilah untuk kegiatan seksual 16

Istilah untuk uang 24

Istilah untuk penyebutan perempuan 56

Istilah untuk penyebutan laki-laki 60

0 10 20 30 40 50 60 70

Grafik 4.1. Sebaran tuturan dialek AAE kategori Slang dalam BSu

Berikut adalah contoh tuturan dialek AAE kategori slang dalam BSu yang
ditemukan dalam dialog film Walker Texas Ranger.

1. Istilah untuk menyebut perempuan

Dikutip dalam Green (2001) istilah slang AAE untuk menyebut perempuan antara
lain: honey, bopper, wifey, babycake, dime, hotgirl, ma, chick, shorty, babe. Dari ke 9
Seri film Walker Texas Ranger ditemukan sebanyak 56 penggunaan slang untuk
menyebut perempuan dalam dialog film. Beberapa istilah slang AAE untuk menyebut
perempuan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah; honey, babe, babycake, chick
dan wifey. Khusus untuk slang babe dan honey mengalami pergeseran dalam
penggunaannya. Dalam beberapa kasus ujaran, slang honey dan babe kadang juga
digunakan sebagai panggilan sayang untuk merujuk pada laki-laki. Tapi dalam penelitian
ini peneliti hanya menemukan penggunaan kedua istilah tersebut untuk merujuk pada
perempuan. Berikut adalah contoh penggunaan istilah-istilah tersebut yang peneliti
temukan dalam dialog film Walker Texas Ranger:

Data 687
BSu : How you doing, hon?

100
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari penelitian ini, peneliti menemukan penggunaan istilah ‘honey’ sebagai istilah
slang dialek AAE yang digunakan untuk memanggil gadis atau perempuan. Dikutip
dalam Green (2012) istilah honey merupakan istilah AAE yang termasuk kategori slang
sub kategori penyebutan perempuan. Istilah ‘hon’ dalam data 687 adalah kepanjangan
dari ‘honey’ yang mana sering disematkan pada seorang gadis atau perempuan yang
mempunyai kedekatan dengan pembicara. Istilah ini merupakan tuturan dialek AAE yang
terkategorisasi dalam kelompok slang atau slang yang digunakan untuk menyebut
perempuan. Seiring berjalannya waktu istilah ini tidak hanya diucapkan oleh orang-orang
Afrika atau kulit hitam saja tapi juga sering diucapkan oleh orang kulit putih. Seperti
contoh dalam dialog film Walker Texas Ranger diatas dimana istilah ‘hon’ diucapkan
oleh karakter LaRue, yang merupakan seorang pengedar narkoba berkulit putih, kepada
istinya yang sudah lama tidak bertemu. Dalam konteks ini selain sebagai penanda
kebiasaan pelaku tutur dalam menggunakan bahasa Inggris non-standar, penggunaan
slang tersebut juga bertujuan untuk menciptakan situasi yang nyaman dan santai dengan
mitra tutur.
Selain istilah ‘hon’ dialek bahasa Inggris non-standar juga mengenal slang‘babe’
yang juga digunakan sebagai istilah untuk menyebut perempuan. Pemaknaan istilah ini
juga sama dengan ‘honey’ yaitu untuk merujuk pada gadis atau perempuan yang
mempunyai kedekatan dengan pembicara dan digunakan sebagai babytalk (panggilan
sayang) pada mitra tuturnya. Contoh dari penggunaan istilah ini dapat dilihat dari data
berikut:

Data 35
BSu : Hey, babe.. What’s up?

Slang babe diatas digunakan oleh seorang penjaga keamanan di sebuah kelab
malam bernama Jimmy pada seorang wanita penghibur bernama, Juanita Ortiz.
Hubungan mereka digambarkan cukup dekat. Untuk menunjukkan kepeduliannya pada
mitra tutur, Jimmy menggunakan slang babe tersebut. Selain untuk menciptakan suasana
santai, penggunaan slang tersebut juga bertujuan agar mitra tuturnya merasa lebih
nyaman dan terbuka. Menilik dari latar belakang pelaku tutur sebagai seorang yag
berkecimpung dalam dunia hitam, pengunaan slang AAE seperti dalam tuturan diatas
selain untuk menunjukan kedekatan hubungan antar pelaku tutur, bisa juga menunjukkan

101
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kebiasaan pelaku tutur dalam menggunakan bahasa Inggris non-standar dalam


pembicaraan sehari-hari.

Data 168
BSu : Ain't that right, babycakes?

Istilah ‘babycake’ mempunyai makna yang sama dengan ‘babe’ dan ‘honey’
(Green, 2012). Ketiga istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada seorang perempuan.
Dalam data 168 istilah ‘babycake’ diucapkan oleh karakter penjahat bernama Lyle Ekert
pada mantan istrinya. Pelaku tutur mencoba merayu mitra tutur dengan menggunakan
panggilan sayang babycakes. Dalam konteks tersebut, penggunaan dialek AAE selain
sebagai babytalk juga menunjukkan kebiasaan pelaku sebagai seorang penjahat jalanan
dalam menggunakan bahasa Inggris non-standar dalam pembicaraan sehari-hari. Hal ini
selaras dengan yang disampaikan oleh Wolfram (2004) bahwa dialek AAE adalah ragam
bahasa sosial yang sering digunakan oleh komunitas sosial kelas bawah.
Dialek bahasa Inggris non-standar juga mengenal istilah slang ‘wifey’ untuk
menyebut perempuan. Sedikit berbeda dengan penggunaan istilah ‘honey’, ‘babycake’
dan ‘babe’ diatas, dimana ketiganya bisa digunakan untuk merujuk perempuan yang
bukan pasangan atau istri sesorang, slang ‘wifey’ dalam semua konteks ujaran digunakan
untuk merujuk pada istri atau pasangan seseorang. Berikut adalah contoh penggunaan
istilah slang ‘wifey’ dalam dialog film Walker Texas Ranger:

Data 237
BSu : Your wifey know about this?

Dalam contoh data 237 diatas, tokoh Walker yang seorang kepala polisi di
kesatuannya bertanya pada walikota Hughes. Walker bertanya apakah istri Hughes
mengetahui tentang ancaman yang diberikan oleh lawan politik Hughes bahwa mereka
akan menculik anaknya. Konteks yang tersedia dalam tuturan diatas adalah percakapan
non formal antar teman. Meskipun Hughes merupakan walikota yang mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari Walker tapi hubungan keduanya yang merupakan teman
dekat menjadikan Walker menghilangkan jarak antara keduanya dengan menggunakan
diksi yang santai dalam ujarannya. Pemilihan slang wifey menjadikan kalimat tanya yang

102
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diberikan pada mitra tuturnya terkesan akrab dan santai. Slang wifey dalam konteks
tersebut merujuk pada istri Hughes.
Dalam film seri Walker Texas Ranger ini peneliti juga menemukan penggunaan
istilah chick yang juga terkategori sebagai slang untuk menyebut perempuan dalam
dialek AAE. Contoh penggunaan istilah tersebut dapat dilihat dalam ujaran berikut:

Data 282
BSu : She is a hot chick

Slang chick dalam data 282 diatas diungkapkan oleh Rodriguez (seorang pengedar
narkoba) pada temannya untuk merujuk pada seorang gadis yang ditemuinya di sebuah
klub malam. Kata chick sendiri dalam bahasa Indonesia sering diartikan gadis. Akan tetapi
konotasi dari istilah ini cenderung negative karena menunjukkan penghormatan yang
rendah pada sosok perempuan yang dituju. Konteks tersebut juga terdapat dalam contoh
ujaran data 282 diatas. Rodriguez menyatakan ketertarikannya pada seorang wanita
penghibur di sebuah klub malam dengan menggunakan istilah hot chick yang maksudnya
adalah gadis atau wanita yang cantik dan seksi. Dalam konteks ini, penggunaan slang
AAE tersebut berfungsi untuk menunjukkan identitas pelaku tutur sebagai seseorang yang
berkecimpung dalam dunia ‘hitam’ yang cenderung menggunakan Bahasa Inggris non-
standar. Hal ini selaras dengan pendapat Wolfram (2004) bahwa dialek AAE adalah ragam
bahasa sosial yang sering digunakan oleh komunitas sosial kelas bawah.

2. Istilah untuk menyebut laki-laki

Dikutip dalam Green (2001) istilah slang AAE untuk menyebut laki-laki antara
lain: balla, cuz, fool, buddy, dawg (dog), homes, dude, hotboy, guy, pal, kinfolk, mark.
Dalam penelitian ini ditemukan 60 slang AAE untuk penyebutan laki-laki. Istilah tersebut
antara lain: buddy, pal, guys, dan dude. Berikut adalah contoh penggunaan istilah-istilah
tersebut yang peneliti temukan dalam dialog film Walker Texas Ranger:

Data 419
BSu : If this is what I get from my buddy, I ain’t wanna know what my enemies
have in store for me
Dalam data 419 diatas digunakan untuk merujuk pada teman laki-laki dari
pembicara. Konteks dari pembicaraan diatas adalah Walker yang merasa diperlakukan

103
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tidak baik oleh temannya sendiri yaitu, Cordel. Istilah ‘buddy’ sendiri sudah sering kita
jumpai dalam dialog film, lirik lagu maupun percakapan sehari-hari. Dikutip dari Green
(2002), istilah buddy merupakan istilah slang AAE yang pada awalnya biasa digunakan
oleh orang kulit hitam untuk merujuk pada seorang laki-laki yang mempunyai kedekatan
hubungan sebagai teman oleh pembicara. Dalam konteks ujaran diatas, istilah buddy
mempunyai nada sarkastik dimana penutur menyindir lawan tuturnya dengan
mengasumsikan lawan tuturnya sebagai teman yang tidak memperlakukannya dengan
baik.
Selain kata buddy dalam slang AAE juga mengenal beberapa istilah yang biasa
digunakan untuk merujuk pada laki-laki. Istilah tersebut antara lain; pal, guys, hot boy,
fool, money, dude, dan guys. Temuan penelitian ini terkait penggunaan slang penyebutan
untuk laki-laki dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut.

Data 532
BSu : Look, pal… I’m on parole and this ain’t look good for me.
Sama halnya dengan istilah buddy, istilah pal biasa digunakan dalam percakapan
informal untuk merujuk pada laki-laki. Dalam data 532 istilah pal digunakan oleh Cordel
pada Trivette sebagai kata sapaan. Dalam konteks tersebut kata sapaan pal merujuk pada
teman laki-laki yang mempunyai hubungan cukup dekat dengan si penutur. Dengan
penggunaan kata sapaan tersebut, kedekatan dari si penutur dengan lawan bicara dapat
lebih terasa. Maka bisa disimpulkan bahwa makna dan fungsi istilah pal dalam konteks
ujaran diatas adalah sebagai kata sapaan terhadap teman laki-laki atau seseorang yang
dianggap mempunyai hubungan dekat dengan si penutur. Hal ini selaras dengan pendapat
Labov bahwa penggunaan AAE dipengaruhi oleh rasa solidaritas antar penggunanya
(Labov: 1972, 267). Tuturan dengan dialek AAE ini selain digunakan oleh penutur kulit
hitam juga sering digunakan oleh penutur kulit putih yang mempunyai hubungan dekat.
Makna dan fungsi tersebut sedikit berbeda dengan konteks ujaran yang terdapat
dalam contoh berikut:

Data 32
BSu : What you doing, pal?

104
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kata sapaan pal dalam data tersebut merujuk pada orang yang tidak dikenal oleh
penutur. Istilah pal dalam kalimat tersebut digunakan oleh karakter perempuan setengah
baya, Leann pada seorang pemuda yang tidak dia kenal yang tiba-tiba masuk ke dalam
rumahnya. Dengan mempertimbangkan konteks situasi dimana ujaran tersebut
digunakan, pembicara menggunakan istilah tersebut untuk menutupi ketakutannya
sekaligus menunjukkan sikap waspada tanpa ingin membuat lawan bicaranya terancam.
Disini bisa dilihat bahwa meskipun istilah slang pal sama-sama digunakan dalam
percakapan informal tetapi makna dan fungsi dari penggunaan istilah tersebut bisa
berubah tergantung konteks ujarannya.
Istilah pal juga bisa digunakan untuk merujuk pada seseorang yang dianggap
musuh oleh si penutur. Seperti yang terlihat dalam data 563 dibawah ini, pal digunakan
oleh tokoh polisi Walker pada LaRue yang merupakan seorang penjahat.

Data 563
BSu : Listen to me, pal! Shut up or I’ll shoot your fucking mouth!

Dilihat dari konteks ujarannya, si penutur mencoba memberi penekanan pada


kalimat ancamannya. Istilah pal digunakan oleh penutur pada lawan bicaranya untuk
menunjukkan bahwa si penutur mempunyai power yang lebih dibanding lawan
bicaranya, sekaligus bernegosiasi dengan memakai ragam bahasa yang biasa digunakan
oleh komunitas lawan tuturnya. Dalam konteks ini peneliti merujuk pendapat Baugh
(1983, 40-41) yang menyatakan bahwa dialek AAE adalah alternative style yang sering
digunakan dalam percakapan jalanan dimana hubungan kedekatan antar pelaku tuturnya
dibentuk berdasarkan style bahasa yang digunakan yaitu bahasa non baku.
Selain pal dan buddy, istilah guys juga merupakan istilah bahasa Inggris non-
standar yang juga lazim ditujukan pada laki-laki dan digunakan dalam konteks
pembicaraan informal. Sedikit berbeda dengan buddy dan pal yang bisa digunakan untuk
kata ganti persona tunggal, istilah guys hanya digunakan untuk deiksis persona jamak.
Dalam bahasa Indonesia istilah guys diterjemahkan menjadi kalian, kalian semua, atau
teman-teman. Contoh penggunaan istilah slang guys dalam film Walker Texas Ranger
dapat dilihat dalam contoh berikut:

Data 92
BSu : I hope I ain’t interrupting you guys
105
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam konteks ujaran data 92 diatas istilah guys digunakan oleh Walker pada
teman-teman polisi yang menangani kasus yang sama yaitu penculikan putri walikota.
Dengan menggunakan kata sapaan guys, Walker sebagai kepala polisi di kesatuannya
mencoba menciptakan suasana yang santai dan terkesan akrab terhadap anak buahnya.
Istilah guys sendiri memang biasa digunakan sebagai kata sapaan dalam suasana
percakapan yang informal.

Data 789
BSu : What’s up, dude.. you looks messy?

Dalam konteks tuturan diatas, dude digunakan oleh seorang penjahat kulit hitam,
Manny pada temannya Lyle Ekert. Makna yang terdapat dalam tuturan tersebut adalah
pelaku tutur menanyakan kondisi temannya yang terlihat tidak baik-baik saja. Tidak ada
intensi lebih dari sekedar menunjukkan kepedulian pelaku tutur pada mitra tuturnya.
Dalam konteks ini peneliti berpendapat bahwa tuturan mengandung dialek AAE diatas
selain digunakan sebagai penunjuk identitas penutur asli dialek tersebut, juga untuk
menunjukkan kebiasaan pelaku dalam menggunakan ragam bahasa tidak baku dalam
ujarannya. Hal ini selaras dengan pendapat Baugh (1983, 40-41) yang menyatakan bahwa
dialek AAE adalah alternative style yang sering digunakan dalam percakapan jalanan
dimana hubungan kedekatan antar pelaku tuturnya dibentuk berdasarkan style bahasa
yang digunakan yaitu bahasa non baku.

3. Istilah untuk menyebut uang

Slang AAE yang digunakan untuk menyebut uang biasanya digunakan untuk
menggantikan kata ‘dollar’ atau ‘money’. Menurut Bathwaite (1992) dikutip dalam
Green (2002), dalam dialek AAE penyebutan uang biasa digantikan dengan bucks, cash,
paper, franklins, Benjamin/benjis, dough, knot, dime, cheese, cream, cabbage, scrilla,
duckets, dan dead president.
Dalam penelitian ini ditemukan 24 penggunaan istilah tersebut dalam dialog film
Walker Texas Ranger. Istilah yang ditemukan adalah bucks dan cash. Berikut adalah
contoh penggunaan istilah-istilah tersebut yang peneliti temukan dalam dialog film
Walker Texas Ranger:

106
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 641
BSu : 50 bucks my ass!

Dalam data 641 tokoh LaRue menggunakan istilah slang bucks untuk
menggantikan kata dollar. Dollar yang dimaksud disini pun mengacu pada satuan mata
uang (dollar) Amerika. Kata buck sendiri menurut sejarah mulai digunakan pada tahun
1748 meskipun hanya di kalangan tertentu. Istilah buck sendiri adalah kependekan
buckskins (kulit rusa) yang merupakan barang yang dianggap berharga pada jaman
tersebut sehingga mata uang di Amerika dianalogikan dengan kulit rusa (buck). Istilah
slang ini semakin sering digunakan dalam konteks pembicaraan informal. Seperti
konteks tuturan yang terdapat dalam data diatas dimana tokoh LaRue yang merupakan
seorang penjual narkoba mengucapkan kalimat ‘50 bucks my ass!’ pada teman sesama
penjahat (Kyle). Konteks yang terdapat dalam tuturan diatas adalah Kyle yang ingin
meminjam uang 50-dollar pada LaRue yang ditanggapi sinis oleh LaRue dengan
mengutarakan ujaran tersebut. Penggunaan bucks dalam ujaran tersebut menunjukkan
bahwa pembicaraan para penutur adalah dalam situasi santai dan tidak formal, sekaligus
menyiratkan kedekatan para penutur.

Data 350
BSu : How many bucks you lost this week?

Dialog dalam data 350 diatas diucapkan oleh tokoh polisi Cordell pada teman
sesama polisi. Cordell menanyakan berapa dollar yang sudah dihabiskan oleh temannya
tersebut di arena perjudian. Konteks yang tersedia dalam pembicaraan tersebut adalah
konteks pembicaraan santai dan informal. Penggunaan kata bucks untuk menggantikan
kata dollar mengindikasikan bahwa hubungan diantara penutur cukup dekat dan sejajar.
Selain menggunakan bucks, slang untuk menyebut uang dalam dialek AAE juga
mengenal kata cash (Green, 2002). Contoh penggunaan slang tersebut dapat dilihat
dalam contoh data berikut:

Data 640
BSu : You have cash, buddy?

Dalam data 640 diatas, tokoh Walker bertanya pada Cordell ketika mereka mau
meninggalkan rumah makan. Walker yang tidak membawa uang bermaksud menyuruh

107
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Cordell untuk membayar makan siang mereka. Hubungan kedekatan yang terjalin antar
pelaku tutur mempengaruhi pilihan kata yang digunakan. Walker menggunakan kata
cash untuk menggantikan kata money dan menciptakan suasana tutur yang santai. Hal ini
selaras dengan pendapat Green (2002) yang menyatakan bahwa dialek AAE adalah
ragam bahasa kolokial yang sering digunakan dalam pembicaraan non formal untuk
menunjukkan kedekatan antar pelaku tutur.

4. Istilah untuk memulai hubungan seks

Dalam Bahasa Inggris non-standar terdapat slang yang digunakan si penutur untuk
mengajak berhubungan seks dengan lawan bicaranya. Dikutip dari Green (2002) phrasal
verb get sweating dan push up on merupakan slang AAE yang mempunyai fungsi
tersebut. Penggunaan slang ini lazim digunakan dalam percakapan informal dan juga
biasa kita temui dalam lirik lagu dan dialog film. Dalam film seri Walker Texas Ranger,
peneliti menemukan 16 penggunaan istilah ini.

Data 277
BSu : Come on babe… let’s get sweating, will ya?

Dalam ujaran diatas tokoh LaRue mencoba merayu istrinya yang sedang marah
dengan mengajak berhubungan seks. Dia menggunakan slang get sweating untuk
menyatakan maksudnya. Tokoh LaRue yang seorang bandar narkoba memang sering
menggunakan bahasa yang tidak baku dalam ujarannya. Dalam hal ini dialek AAE yang
digunakan oleh pelaku tutur berfungsi untuk menunjukkan identitas dalam komunitas
tertentu. Makna dari ungkapan tersebut akan tetap sama dalam semua ujaran. Makna
tersebut juga terlihat dalam contoh kalimat berikut:

Data 165
BSu : What you doing, guys?
BSu : Get sweating.. what else?

Slang get sweating dalam data 165 diatas diucapkan oleh tokoh Kyle untuk
menjawab pertanyaan temannya, Rodriquez. Rodriquez yang memergoki Kyle
melakukan tindakan tidak senonoh dengan adiknya di rumahnya menanyakan dengan
nada tinggi pada Kyle. Karakter Kyle dan Rodriquez yang digambarkan sebagai penjahat
dalam film tersebut menunjukkan bahwa slang tersebut digunakan untuk menunjukkan

108
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

identitas suatu komunitas tertentu, yaitu komunitas jalanan. Ragam bahasa yang
digunakan dalam komunitas ini cenderung kolokial yang mengalami interferensi bahasa
yang tidak standar.

4.1.2. Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan dalam BSu Film dan Versi Dubbing
Dialek Suroboyoan

Sebanyak 790 tuturan yang terverifikasi sebagai dialek AAE baik yang berupa
slang, penanda leksikal maupun perangkat sintaksis dalam BSu selanjutnya digunakan
sebagai data linguistik dalam penelitian ini. Selanjutnya dari data linguistik tersebut
peneliti membandingkannya dengan script versi dubbing (BSa) untuk mengidentifikasi
teknik, metode dan ideology penerjemahan. Pada tahap ini data divalidasi melalui Focus
Group Discussion (FGD). Berikut adalah sebaran penggunaan teknik, metode dan ideologi
penerjemahan pada masing-masing produk terjemahan.

4.1.2.1. Teknik Penerjemahan

Dari 790 data linguistik yang terverifikasi dalam penelitian ini, peneliti
mengidentifikasi sebanyak 2.247 teknik penerjemahan yang sudah divalidasi oleh 3 pakar
penerjemahan melalui Focus Group Discussion (FGD). Jumlah penggunaan teknik
penerjemahaan tersebut tidak mencerminkan jumlah kemunculan dialek AAE karena beberapa
data linguistik yang teridentifikasi sebagai penanda dialek AAE diterjemahkan dengan
menggunakan dua atau lebih teknik penerjemahan. Berikut sebaran teknik penerjemahan dari
frekuensi tertinggi hingga terendah.

Tabel. 4.2. Distribusi Teknik Penerjemahan

No Teknik Penerjemahan Frekuensi Prosentase


1. Padanan Lazim 880 39.16 %
2. Parafrase 346 15.39 %
3. Adaptasi 230 10.23 %
4. Modulasi 164 7.29 %
5. Variasi 141 6.27 %
6. Implisitasi 114 5.07 %
7. Eksplisitasi 102 4.53 %
8. Addisi 64 2.84 %
9. Kreasi Diskursif 61 2.71 %

109
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10. Kompensasi 32 1.42 %


11. Neutralisasi 29 1.29 %
12. Peminjaman Murni 27 1.20 %
13. Reduksi 16 0.71 %
14. Generalisasi 14 0.62 %
15. Transposisi 11 0.49 %
16. Harfiah 10 0.44 %
17. Naturalisasi (Peminjaman Alami) 6 0.27 %
Jumlah 2.247 100 %

a. Padanan Lazim

Padanan lazim (established equivalent) adalah teknik penerjemahan dengan


menggunakan istilah atau ungkapan yang telah dikenal atau diakui baik dalam kamus atau
bahasa sasaran sebagai padanan dari TSu tersebut (Molina & Albir, 2002). Dalam
penelitian ini istilah-istilah dalam bahasa sumber yang teridentifikasi sebagai dialek AAE
diterjemahkan dengan menggunakan istilah-istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan 880 penggunaan teknik padanan lazim.

Berikut adalah contoh penerapan teknik padanan lazim dalam dubbing film seri
Walker Texas Ranger yang mengandung tuturan dialek AAE yang diterjemahkan dalam
dialek Suroboyoan.

Data 11
BSu : I ain’t gonna deny nothing, man.
BSa : Aku gak kape ngelak opo –opo, cak

Data 17
BSu : I ain’t willing to wait that long.
BSa : Aku gak gelem ngenteni sakmunu suwene

Dalam kedua data diatas, penanda negasi ain’t yang terdapat dalam BSu
diterjemahkan menjadi gak dalam BSa. Kata ain’t sendiri adalah penanda negasi yang
sangat identic dengan dialek AAE yang merupakan kategori perangkat sintaksis dalam
pengklasifikasian dialek AAE (dikutip dalam Green; 2004). Sedangkan istilah gak sendiri
dalam bahasa Suroboyoan merupakan bentuk lazim dari ungkapan atau kalimat yang
mengandung negasi. Dalam bahasa Jawa standar bentuk negasi dari suatu ungkapan
biasanya di ekspresikan dengan istilah ‘ora’. Akan tetapi dalam konteks bahasa

110
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Suroboyoan pembentuk negasi ‘ora’ tidak terlalu sering digunakan oleh pembicara bahasa
sasaran. Penutur bahasa Suroboyo lebih sering menggunakan istilah gak untuk
menggantikan kata ‘ora’. Penggunaan istilah ini menjadikan produk terjemahan dalam
dubbing tersebut terasa lebih ‘Suroboyo’ nya sehingga lebih mudah diterima oleh penikmat
film bahasa sasaran.

Data 86
BSu : I gonna change that.
BSa : Kate tak robah iku.

Data 96
BSu : That's what I'm gonna find out
BSa : Yo iku seng kape tak takokno

Konstruksi kata gonna dalam dua contoh data diatas diterjemahkan menjadi kape dan
kate. Secara harfiah, slang gonna bermakna ‘arep’ dalam bahasa Jawa standar. Kata
tersebut digunakan untuk merujuk pada pekerjaan yang akan dilakukan. Dalam konteks
tuturan dialek Suroboyoan, penanda leksikal kape dan kate biasa digunakan untuk
menggantikan kata ‘arep’. Penggunaan teknik padanan lazim ini tersebut merupakan upaya
penerjemah dalam mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Dengan menggunakan kedua
istilah tersebut, unsur dialek Suroboyoan terasa lebih kental dalam versi dubbing sehingga
lebih bisa diterima oleh pembaca target.

Teknik padanan lazim juga ditemukan dalam menerjemahkan slang/slang AAE.


Berikut adalah contoh dialog yang mengandung slang AAE yang diterjemahkan
menggunakan padanan lazim:

Data 687
BSu : How you doing, hon?
BSa : Piye kabarmu, cah ayu?

Istilah hon merupakan slang AAE (kependekan dari honey) yang merujuk pada
penyebutan perempuan yang manis dan cantik dalam persepsi si penutur. Tuturan tersebut
diutarakan oleh Alex pada kekasihnya. Dalam data 687 diatas, istilah hon diterjemahkan
menjadi cah ayu. Penggunaan frasa nomina cah ayu merupakan upaya penerjemah dalam
mencari padanan yang equivalen dan lazim di telinga pembaca target. Istilah cah ayu
sendiri dalam konteks budaya Jawa merupakan panggilan sayang dari seseorang pada

111
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perempuan atau anak perempuan yang mempunyai hubungan cukup dekat. Secara literal
istilah cah ayu tersebut dapat diartikan sebagai ‘bocah perempuan yang cantik’.

Frasa nomina cah ayu juga digunakan dalam menerjemahkan slang babe dalam versi
dubbing berikut ini:

Data 243
BSu : Oh, for crying out loud, babe… You gonna throw away five good years
just because I screwed up a little?
BSa : Ayo talah cah ayu.. nggacor diluk ae ta masio tego lho awakmu ambek
aku.. Aku ki bojomu lhoo

Slang babe dalam data 243 diatas diungkapkan oleh LaRue untuk membujuk istrinya.
Dalam konteks tersebut, penutur menggunakan istilah sayang tersebut agar tujuannya
tercapai sekaligus menunjukkan kedekatan si penutur dengan mitra tutur. Oleh penerjemah,
istilah tersebut dialih bahasakan menjadi cah ayu dalam versi dubbingnya.

Selain cah ayu, istilah lazim bahasa Jawa yang digunakan untuk merujuk pada
perempuan adalah slang nduk. Kata sapaan ini lazim digunakan oleh penutur bahasa Jawa
pada umumnya untuk memanggil perempuan yang memiliki kedekatan dengan pelaku
tutur. Biasanya digunakan untuk mengekspresikan rasa sayang pelaku tutur pada mitra
tuturnya.

Data 622
BSu : What you doing, babe?
BSa : Lapo, nduk?

Slang AAE babe dalam contoh data 622 diatas oleh penerjemah diterjemahkan
menggunakan teknik padanan lazim menjadi nduk dalam versi dubbing. Secara harfiah,
istilah nduk berasal dari kata blendukan yang artinya ‘rahim’. Dalam konteks tuturan
sapaan bahasa Jawa, istilah nduk merupakan kependekan dari kata gendhuk (sebutan yang
akrab, dekat dan penuh kasih sayang pada anak perempuan). Istilah tersebut lazim
digunakan sebagai babytalks (panggilan sayang) untuk merujuk pada seorang perempuan
yang mempunyai kedekatan dengan pelaku tutur. Pemadanan istilah babe dengan nduk
dalam tuturan diatas karena mempunyai makna dan fungsi yang sama.

112
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Parafrase

Prosedur paraphrase adalah teknik penyampaian pesan yang sama dengan cara yang
lain (Newmark, 1988; Baker, 1992). Paraphrase digunakan jika dalam BSa tidak ditemukan
padanan istilah, idiom atau struktur yang pas. Dengan paraphrase biasanya hasil terjemahan
bisa lebih panjang atau lebih pendek. Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 346
penggunaan teknik paraphrase dalam menerjemahkan tuturan yang mengandung dialek
AAE ke dalam versi dubbing dialek Suroboyoan. Contoh penerjemahan tuturan dialek
AAE dalam dubbing yang menggunakan prosedur paraphrase adalah sebagai berikut.

Data 419
BSu : If this is what I get from my buddy, I ain’t wanna know what my enemies
have in store for me.
BSa : Koncoku ae koyo ngene, ndanio mungsuhku yo’opo rek!

Penggunaan teknik paraphrase terlihat pada data 419 dimana kalimat BSu yang
mengandung dialek AAE diterjemahkan dengan cara yang berbeda. Jika dilihat dari
konteksnya ungkapan yang terdapat dalam BSa mempunyai makna yang sama dengan
BSu. Ujaran yang diungkapkan oleh Cordell pada teman polisinya Trivette bertujuan untuk
menyindir Trivette yang tidak mau membantu Cordell dalam menyelesaikan masalahnya.
Makna yang terdapat dalam BSu tersebut dapat tersampaikan dengan baik dalam BSa
meskipun dengan cara yang berbeda. Unsur dialek juga masih dipertahankan oleh
penerjemah dalam versi dubbing. Penerjemah menggunakan leksikal yang kental akan
unsur dialek Suroboyoan dalam terjemahannya.

Data 248
BSu : I gonna say on the subject
BSa : Saiki aku arep temenan wes ta

Tuturan bermuatan dialek AAE dalam data 248 diatas mengandung makna bahwa
pelaku tutur ingin langsung membahas suatu hal, tidak mau basa-basi. Kalimat yang
mengandung penanda leksikal dialek AAE tersebut diterjemahkan dengan menggunakan
teknik paraphrase oleh penerjemah. Dalam konteks tuturan dialek Suroboyoan, kalimat
saiki aku arep temenan wes ta mengandung makna bahwa pelaku tutur ingin serius
membahas suatu hal.

113
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penerapan teknik paraphrase terkadang menyebabkan pergeseran makna dalam


produk terjemahan. Hal ini mempengaruhi tingkat akurasi antara BSu dan BSa. Fenomena
ini dapat dilihat dalam contoh data berikut:

Data 532
BSu : Look, pal… I’m on parole and this ain’t look good for me.
BSa : Cak, engko ae cak.. sek sibuk aku.. njuk iki mesti perkoro nggaplei yo.

Dialog yang mengandung penanda negasi dialek AAE diatas diterjemahkan


menggunakan teknik paraphrase dalam versi dubbingnya. Terdapat sedikit pergeseran
makna dalam teks BSa. Hal ini terutama terlihat dalam menerjemahkan klausa I’m on
parole yang oleh penerjemah dialihbahasakan menjadi sek sibuk aku. Kata parole yang
berarti sedang dalam status pembebasan bersyarat karena suatu kasus kejahatan
dipadankan dengan kata sibuk yang kurang mewakili makna dari kata parole. Meskipun
kurang akurat, tapi unsur dialek dapat dipertahankan dalam versi dubbing bahasa target.

c. Adaptasi

Teknik adaptasi merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengganti


elemen budaya pada BSu dengan elemen budaya yang setara pada BSa. Tujuan
penggunaan teknik ini adalah untuk menghasilkan respon yang sama dari pembaca target
walaupun secara harfiah makna yang dihasilkan dalam BSa tidak sama persis dengan BSu.
Berikut adalah contoh penerapan teknik adaptasi dalam dubbing Walker Texas Ranger.

Data 237
BSu : Your wifey know about this?
BSa : Wedokanmu ngerti ta soal iki?

Data 240
SL : I just wanna talk to my wifey
TL : Aku mek pengen nggacor mbe wedokanku

Penanda dialek AAE kategori slang untuk perempuan wifey diatas diadaptasi oleh
penerjemah menjadi wedokan dalam versi dubbingnya. Dalam makna literal bahasa Jawa,
istilah wife atau wifey mempunyai arti ‘bojo’ (= istri). Dalam konteks tuturan bahasa Jawa
standar sebenarnya kata wedokan merupakan penyebutan yang cukup kasar untuk merujuk
pada perempuan. Akan tetapi berbeda dengan kultur orang Surabaya yang cenderung

114
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

egaliter dan lugas dalam bertutur. Maka ketika istilah tersebut digunakan untuk merujuk
kata ‘istri’, tidak akan menimbulkan gesekan yang berarti bagi penutur asli dialek
Suroboyoan. Penerjemah mengadaptasi slang wifey menjadi wedokan sebagai upaya
penerjemah untuk mempertahankan unsur dialek dalam versi dubbing. Istilah wedokan
membuat versi dubbing dialog tersebut lebih dekat dengan dialek Suroboyoan.

Data 81
SL : Oh Jeez.. Walker, I ain't believe we're here already.
TL : Yaawoh gusti, Walker. Aku sek gak percoyo awak dewe nang kene

Penggalan dialog dalam data 81 yang mengandung tuturan dialek AAE diatas
menggunakan teknik adaptasi dalam menerjemahkan kata Jeez menjadi Yaawoh Gusti.
Kata Jeez sendiri merupakan istilah tidak standar dari kata ‘Jesus’ (Tuhan bagi umat
Kristiani). Alih-alih menggunakan makna literal dari kata Jeez tersebut, penerjemah
mengadaptasi istilah tersebut menjadi Yaawoh Gusti, yang mana sebenarnya penyebutan
tersebut cenderung digunakan oleh umat muslim Jawa. Dalam kasus ini penerjemah
mencoba memasukkan unsur budaya bahasa sasaran yang kental dengan pengaruh Islam
dan Jawa. Penggunaan frase Yaawoh Gusti menyebabkan tuturan tersebut sangat kental
akan budaya dan ideologi yang dianut oleh sebagian besar pembaca sasaran. Disini terlihat
upaya penerjemah dalam mempertahankan kekhasan dialek dalam produk terjemahannya.

Selain kata Jeez, dalam penelitian ini juga ditemukan istilah bahasa Inggris tidak
standard untuk menyebut Tuhan. Hal itu dapat dilihat dalam contoh tuturan berikut:

Data 656
SL : This ain’t right! She must be somewhere! Find her! Gosh! Where is she?
TL : Iki gak bener, cak! Anakku mesti ono kono! Ayo ta lah.. goleki maneh!
Gusti pangeran, neng endi awakmu ta nduk?

Kata seruan Gosh dalam kalimat diatas merupakan bentuk tidak standar dari kata
God. Makna harfiah dari kata tersebut dalam Bahasa Indonesia adalah Tuhan. Dalam
bahasa Jawa kata tersebut bisa juga diartikan menjadi ‘(Gusti) Allah’. Dalam contoh data
diatas, penerjemah mengadaptasi kata tersebut menjadi Gusti Pangeran. Frasa tersebut
memang biasa digunakan oleh orang Jawa umumnya dan penduduk Surabaya khususnya
untuk menyebut Tuhan mereka. Penyematan Gusti Pangeran untuk menyebut ‘Tuhan’
berdasarkan filosofi Jawa bahwa kata Gusti dan Pangeran istilah yang digunakan untuk

115
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merujuk pada sosok terhormat yang menempati kasta tertinggi dalam tingkatan sosial
masyarakat Jawa. Meskipun secara harfiah istilah Gosh dan Gusti pangeran mempunyai
acuan yang berbeda, akan tetapi upaya adaptasi yang dilakukan oleh penerjemah
menjadikan unsur dialek bahasa sasaran dalam BSa lebih kental dan mudah diterima oleh
pembaca target.

Data 301
SL : Where the hell you gonna start, pal?
TL : Kon kape mulai tekan endi iki, cak?

Data 304
SL : Give me a break, pal?
TL : Sing nggenah, cuk?

Dalam Bahasa Jawa standar secara harfiah slang pal merujuk pada kata sapaan mas
atau kang. Akan tetapi dalam konteks dialek Suroboyoan, kedua kata sapaan tersebut
jarang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari. Dalam kedua contoh diatas, penerjemah
mencoba mengadaptasi budaya Surabaya dalam terjemahannya dengan menggunakan cak
dan cuk sebagai versi terjemahan dari slang pal. Kata cak sendiri berasal dari kata cacak
(dalam bahasa Jawa berarti ‘mas’). Kata sapaan ini sangat sering digunakan oleh
masyarakat Surabaya untuk menyapa baik orang yang sudah dikenal lama oleh penutur
maupun orang yang baru dikenal. Begitu juga dengan kata cuk yang dalam konteks
masyarakat Surabaya dan sekitarnya digunakan sebagai kata sapaan yang bertujuan untuk
menunjukkan keakraban pelaku tutur dengan mitra tuturnya. Secara harfiah, kata cuk
sendiri sebenarnya merupakan akronim dari jancuk yang artinya ‘bersetubuh’. Akan tetapi
dalam banyak konteks ujaran, kata cuk mengalami pergeseran makna. Penggunaan kata
tersebut tidak lagi berkonotasi negatif tapi sebaliknya malah berfungsi sebagai penanda
keakraban antar pelaku tutur. Dalam kedua contoh data diatas, penerjemah berupaya
mengadaptasi slang pal menjadi cak dan cuk sebagai upaya penerjemah dalam
mempertahankan unsur dialek dalam produk terjemahannya.

d. Modulasi

Teknik modulasi merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengganti


sudut pandang atau fokus terjemahan dari BSu. Teknik modulasi bisa dilakukan dalam

116
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bentuk leksikal maupun structural (Molina & Albir, 2002; Newmark, 1988). Berikut adalah
contoh penggunaan teknik modulasi dalam dubbing Walker Texas Ranger.

Data 454
BSu : What bite you guys?
BSa : Onok opo iki rek?

Data 454 diatas adalah contoh dialog film yang mengandung leksikal dialek AAE.
Kalimat What bit you guys? bermakna literal ‘opo sing ganggu kowe kabeh?’ dalam Bahasa
Jawa standar. Tetapi dalam versi dubbing film ini, penerjemah menggunakan sudut
pandang yang sedikit berbeda dalam menerjemahkan ujaran tersebut dengan
mengalihbahasakan menjadi onok opo iki rek?. Meskipun tidak menggunakan teknik literal
dalam menerjemahkan, pada akhirnya makna yang terdapat dalam BSu dapat terwakili
dengan baik dalam versi dubbing tersebut. Dengan teknik modulasi ini, penerjemah
mencoba mengutarakan makna yang terkandung dalam BSu dengan bahasa yang lebih
ringkas dan mempunyai efek lokal budaya Surabaya yang lebih kental. Selain itu,
penggunaan teknik ini dapat mempertahankan unsur dialek dari BSu dalam BSa.

Data 698
BSu : She was pretty, ain’t she?
BSa : Ayu ta dek’e

Pengalihan pesan dengan cara memodulasi BSu ke dalam teks Bsa juga dapat dilihat
dalam data 698. Struktur kalimat pertanyaan berekor (question tag) yang mengandung
unsur dialek AAE She was pretty, ain’t she? dimodulasi menjadi kalimat deklaratif Ayu ta
de’e. Kalimat tanya dalam BSu yang sebenarnya tidak bertujuan untuk menanyakan tapi
lebih sebagai penegasan suatu pernyataan diterjemahkan dengan konsep dan makna yang
sama oleh penerjemah dalam versi dubbing. Pemadanan makna dan konteks ini dipertegas
dengan penggunaan unsur lokal ta dalam teks BSa. Versi literal kalimat BSu She was
pretty, ain’t she? dalam bahasa Jawa adalah Wonge (dek’e) ayu, iyo opo ora?. Penggunaan
teknik modulasi diatas sebagai upaya penerjemah dalam memunculkan unsur dialek
Suroboyoan dalam BSa sehingga bisa lebih mudah diterima oleh pembaca target.

Data 87
BSu : You ain’t know what scared is yet
BSa : Medeni yo cak

117
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tuturan dalam data 87 diatas adalah dialog yang mengandung dialek AAE penanda
negasi ain’t yang bermakna negatif. Dalam versi dubbing kalimat tersebut dimodulasi ke
dalam ujaran medeni yo cak yang merupakan kalimat positif. Penggantian sudut pandang
secara gramatikal yang dilakukan oleh penerjemah menyebabkan struktur kalimat yang
lebih pendek dan padat. Meskipun secara gramatikal berubah tapi hasil terjemahan ini
dinilai akurat dan berhasil mempertahankan unsur dialek yang terdapat dalam dialog asli.
Unsur dialek dalam BSa ini dipertegas dengan penambahan kata sapaan cak dalam versi
dubbingnya. Pengubahan sudut pandang ini juga tidak mengubah konteks ujaran yang
terdapat dalam teks BSu.

Data 71
BSu : You ain’t supposed to be here
BSa : Mulio kon, lapo nang kene!

Kalimat BSu bermakna saran (suggesting) dalam data 71 diatas yang teridentifikasi
mengandung unsur dialek AAE kategori penanda negasi ain’t oleh penerjemah dimodulasi
menjadi kalimat perintah (commanding) dalam versi dubbing. Penerjemah mengubah sudut
pandang dari aspek gramatikal dan kategori tuturan. Dalam teks BSa kalimat yang
mengandung penanda negasi tersebut berubah menjadi kalimat positif. Penggunaan teknik
modulasi ini mampu mempertegas maksud yang terdapat dalam tuturan bahasa asli dan
makna tersebut dapat tersampaikan dengan baik dalam versi dubbing.

e. Variasi

Dikutip dari Molina & Albir (2002), teknik variasi adalah teknik penerjemahan
dengan menggantikan elemen linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi aspek
variasi linguistik. Teknik ini biasanya digunakan untuk mempertahankan dialek sosial,
gaya bahasa, dan memunculkan karakter dengan tone pada novel maupun teater. Dalam
penelitian ini, penerjemah menggunakan teknik variasi untuk memunculkan unsur dialek
Suroboyoan dalam versi dubbing. Untuk mengklasifikasi unsur linguistik yang
diterjemahkan menggunakan dengan teknik variasi, peneliti merujuk pada sistem tingkat
tutur yang digunakan oleh masyarakat Surabaya dalam percakapan sehari-hari

118
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Poedjosoedarmo, 1979; 56). Penerapan teknik variasi dalam dubbing Walker Texas
Ranger dapat dilihat dalam contoh berikut ini.

Data 479
BSu : How old this guy?
BSa : Umure piro seh arek kae?

Data 782
BSu : Jeez, the guys gonna like this
BSa : Walah.. ki areke bakal sueneng, cak

Istilah arek sangat dikenal dan sangat identic dengan literasi dan budaya Suroboyo.
Istilah ini sangat melekat dengan budaya penutur bahasa sasaran. Dalam kedua contoh
tuturan diatas, penerjemah menerjemahkan istilah guys menjadi arek dengan menggunakan
teknik variasi. Penerjemahan guys menjadi arek dipengaruhi oleh budaya arekan dari BSa.
Istilah guys pada dasarnya adalah slang AAE yang mengacu pada penyebutan laki-laki.
Sedangkan arek dalam konteks budaya Suroboyoan dapat merujuk laki-laki dan
perempuan.

Dalam ketiga contoh data diatas, teknik variasi terlihat dalam menerjemahkan slang
guys menjadi arek sebagai upaya penerjemah dalam mempertahankan unsur dialek sosial
dalam versi dubbingnya. Kata arek sendiri merupakan kata yang sangat identic dengan
budaya Surabaya. Dalam dialek Suroboyoan kata ini sering digunakan untuk merujuk pada
seseorang baik yang mempunyai hubungan dekat dengan pelaku tutur ataupun yang baru
dikenal. Kata ini dapat digunakan untuk merujuk laki-laki ataupun perempuan. Dalam
konteks tuturan di atas, kata arek digunakan untuk mengganti kata guy yang merujuk pada
laki-laki yang tidak begitu dekat hubungannya dengan pelaku tutur.

Data 668
BSu : What you doing?
BSa : Lapo koen?

Ujaran yang teridentifikasi mengandung dialek AAE kategori perangkat sintaksis


dalam data 668 diatas diterjemahkan dengan teknik penerjemahan duplet (terdapat dua
teknik peenerjemahan); yaitu teknik modulasi dan variasi. Teknik variasi terlihat dalam
menerjemahkan you menjadi koen (dibaca; kon). Kata ganti you yang sebenarnya bukan
merupakan penanda dialek AAE dalam BSu diterjemahkan menggunakan teknik variasi

119
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh penerjemah dalam versi dubbing. Upaya ini merupakan usaha penerjemah untuk
mempertahankan atau memunculkan unsur dialek Suroboyoan dalam BSa.

Data 163
SL : How you doing, guys?
TL : Yok opo kabare, rek?

Penggalan dialog diatas teridentifikasi mengandung dialek AAE kategori slang


penyebutan untuk laki-laki guys dan pelesapan kopula are untuk kalimat tanya dengan
persona jamak you. Dalam versi dubbingnya, kalimat How you doing, guys? tersebut
diterjemahkan menjadi Yo’opo kabare, rek? dengan menggunakan teknik variasi. Kalimat
dalam BSa tersebut sangat kental nuansa dialek Suroboyoannya. Penanda kalimat tanya
yo’opo untuk menggantikan bahasa Jawa standar ‘piye’ atau ‘koyo opo’ (=
bagaimana/seperti apa) merupakan penanda leksikal yang sangat khas dalam tuturan dialek
Suroboyoan. Selain itu, penerjemah juga mengalihbahasakan slang AAE guys menjadi rek
untuk menambah unsur dialek versi dubbing. Sama hal nya dengan penanda leksikal
yo’opo, slang rek juga merupakan istilah yang sangat khas dalam konteks tuturan dialek
Suroboyoan. Penerapan teknik variasi dalam contoh data diatas mampu mempertahankan
unsur dialek dalam versi dubbing.

f. Implisitasi

Teknik implisitasi merupakan kebalikan dari eksplisitasi. Dengan menerapkan teknik


ini, penerjemah mengimplisitkan informasi yang tersurat dalam BSu menjadi tersirat dalam
BSa. Dengan kata lain, tidak terjadi penghilangan pesan dalam produk terjemahan. Teknik
implisitasi bertujuan untuk menghindari redudansi karena komponen makna yang
diimplisitkan sudah tersampaikan dalam BSa (Newmark, 1988; Baker, 1998). Berikut
adalah contoh penerapan teknik implisitasi dalam dubbing Walker Texas Ranger.

Data 321
BSu : How long we gonna be here?
BSa : Pirang jam awake dewe uwis nang njero kene?

Tuturan diatas terverifikasi mengandung penanda dialek AAE gonna. Penggunaan


teknik implisitasi terlihat pada tataran kalimat. Penerjemah mengunakan padanan lain yang
menyiratkan maksud dari tuturan asli. Penanda dialek AAE gonna tidak diterjemahkna

120
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

secara harfiah atau tudak diterjemahkan secara eksplisit dalam BSa. Istilah gonna yang
sejatinya merupakan penanda verba untuk menunjukkan pekerjaan yang akan dikerjakan
disiratkan pada frasa pirang jam dan kata uwis dalam versi dubbing. meskipun penanda
dialek dalam BSu tidak terlihat dalam BSa, tetapi makna yang tersirat mempunyai
kesamaan.

g. Eksplisitasi

Dikutip dari Molina & Albir (2002), teknik eksplisitasi merupakan teknik yang
memperkenalkan detil informasi atau dengan kata lain mengeksplisitasikan informasi
Berikut adalah contoh penggunaan teknik eksplisitasi dalam dubbing Walker Texas
Ranger.

Data 214
BSu : I wanna know his every move
BSa : Aku pengen eroh gerak gerike bedengkik siji iki

Penggunaan teknik eksplisitasi dalam menerjemahkan teks data 214 diatas digunakan
penerjemah untuk memperjelas subjek yang dimaksud oleh pembicara BSu. Dalam data
tersebut reference ‘bendengkik siji kae’ digunakan untuk merujuk pada pronomina ‘his’.
Dengan menggunakan istilah BSa tersebut penerjemah ingin memperjelas konteks dari
kalimat BSu itu sendiri. Dialog dalam data 214 tersebut diucapkan oleh Walker (seorang
polisi) yang sedang menyelidiki suatu kasus pembunuhan. Walker mengucapkan kalimat
tersebut pada temannya sesama polisi yaitu Cordel untuk merujuk pada Rodriquez
(tersangka pembunuh). Dengan menggunakan frasa ‘bendengkik siji kui’ maksud dan
konteks dari dialog tersebut bisa tersampaikan dengan lebih baik dalam versi dubbingnya
karena terdapat penekanan di dalam BSa.

Data 20
BSu : Ain't you get any fancy ideas?
BSa : Kon gak entok ide apik ta teko iki?

Penerapan teknik eksplisitasi dalam tuturan diatas terlihat dengan penggunaan


partikel ta dalam versi dubbing dialog tersebut. Penambahan partikel monosilabik ta dalam
versi dubbing menambah ‘rasa’ Surabaya semakin kental. Dikutip dari Hardjoprawiro
(2003), partikel ta merupakan penanda leksikal dialek Suroboyoan yang berfungsi untuk

121
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memberikan penekanan pada kalimat pertanyaan. Pelaku tutur dialek Suroboyoan sering
menggunakan partikel ta untuk mengeksplisitkan maksud dari tuturannya.

h. Addisi

Sekilas teknik addisi (penambahan) hampir mirip dengan teknik amplifikasi. Hal ini
disampaikan oleh Molina & Albir (2002) yang menyebutkan bahwa penambahan
(addition) termasuk teknik amplifikasi. Akan tetapi jika dicermati lebih dalam kedua teknik
ini terdapat perbedaan. Perbedaan ini terkait informasi yang bersumber dari teks atau di
luar teks (penerjemah) yang bisa dilihat dengan membandingkan TSu dan TSa. Oleh sebab
itu perlu dibedakan teknik yang memunculkan pesan implisit dalam TSu (eksplisitasi)
dengan teknik penambahan murni oleh penerjemah yang tidak ada referensinya di TSu
(addisi). Dalam penelitian ini, teknik addisi yang dimaksud adalah penambahan informasi
dari penerjemah yang tidak terdapat dalam TSu (baik tersirat maupun tersurat) dengan
tujuan memperkaya informasi dan penambahan penjelasan bagi pembaca target. Berikut
adalah contoh penerapan teknik adisi dalam dubbing Walker Texas Ranger.

Data 782
BSu : Jeez, the guys gonna like this
BSa : Auwoooh.. ki areke bakal sueneng, cak

Teknik addisi dalam data diatas terlihat dengan penambahan unsur pronominal cak
dalam versi dubbingnya. Penambahan unsur linguistik tersebut menjadikan ujaran dalam
BSa semakin kental rasa Surabayanya. Cak adalah sapaan yang sangat familiar digunakan
oleh penutur asli dialek Suroboyoan. Warga Surabaya dan sekitarnya sangat lazim
menggunakan sapaan tersebut dalam tuturan sehari-hari untuk menunjukkan keakraban
dengan mitra tutur. Penerapan teknik addisi dengan penambahan kata sapaan juga dapat
dilihat dalam contoh data berikut ini:

Data 572
BSu : I ain’t tell them anything
BSa : Gak ngomong opo opo aku, cuk

Kata sapaan cuk sangat familiar digunakan dalam pembicaraan sehari-hari


masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Istilah cuk sendiri berasal dari kata ‘jancuk’ atau
dancuk/diancuk yang merupakan turunan dari diencuk yang artinya ‘disetubuhi’. Jika

122
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengacu pada makna harfiah kata tersebut, sapaan cuk sebenarnya sangat kasar dan tidak
sopan digunakan untuk menyapa seseorang. Akan tetapi, di kalangan orang Surabaya kata
sapaan cuk merupakan tanda persahatan yang sering digunakan untuk memanggil seorang
teman atau sahabat. Kata sapaan cuk justru menandai bahwa hubungan antar pelaku tutur
sangat akrab. Konteks kedekatan inilah yang tercipta dalam konteks tuturan data 568
diatas. Tuturan tersebut diucapkan oleh Jimmy pada adiknya, Jason. Dalam versi dubbing,
penerjemah mencoba mendeskripsikan dan memperjelas hubungan antar pelaku tutur
dalam film tersebut dengan memberikan tambahan kata sapaan cuk. Dengan penambahan
ini, rasa yang ingin disampaikan oleh dialog BSu dapat lebih mudah diterima oleh pembaca
target. Selain itu, penambahan ini memunculkan nuansa dialek Suroboyoan dalam versi
dubbingnya.

Data 155
BSu : How you doing?
BSa : Yo’opo kabare, rek

Dalam contoh data 155 diatas, penerjemah menambahkan partikel rek dalam
terjemahannya. Kata rek yang merupakan kependekan dari kata arek merupakan kata
sapaan yang sangat khas bagi masyarakat Surabaya yang juga dikenal dengan istilah ‘arek
Surabaya’. Penerjemah berusaha menampilkan unsur dialek Suroboyoan dalam
terjemahannya dengan penambahan partikel rek dalam versi dubbingnya.

i. Kreasi Diskursif

Teknik kreasi diskursif diterapkan dalam proses penerjemahan dengan menentukan


padanan sementara yang tidak ekuivalen secara leksikal, tidak terduga atau di luar konteks
(Molina & A1bir, 2002: 509). Berikut adalah contoh penerapan teknik kreasi diskursif
dalam dubbing Walker Texas Ranger.

Data 524
BSu : You wanna run that by me again?
BSa : Sing genah ae nduk

Kalimat yang mengandung dialek AAE diatas diterjemahkan dengan cara yang
berbeda dari BSu. Baik struktur kalimat maupun leksikal yang terdapat dalam BSa sangat
berbeda dengan yang terdapat dalam BSu. Versi terjemahan yang terdapat dalam BSa

123
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sedikit diluar konteks dari BSu. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka dalam
FGD kalimat sing genah ae nduk disepakati merupakan bentuk kreasi diskursif dari
penerjemah karena bukan merupakan padanan dari teks BSu you wanna run that by me
again?. Namun begitu, versi terjemahan tersebut merupakan bentuk yang lebih natural
dibanding makna literal dari ujaran tersebut.

Bentuk kreasi diskursif dari penerjemah juga terlihat dalam menerjemahkan kalimat
yang mengandung penanda negasi ain’t berikut:

Data 521
BSu : What can you tell me that I ain’t already know?
BSa : Loalah ngono ta? Mblenek aku cak!

Versi terjemahan dalam BSa diatas sangat tidak terduga dan diluar konteks dari
makna yang ingin disampaikan oleh BSu. Secara keseluruhan kalimat yang terdapat dalam
BSa sangat berbeda dengan yang terdapat dalam BSu. Struktur kalimat dengan penanda
negasi ain’t yang merupakan kalimat negative diterjemahkan dengan menggunakan klausa
ganda dengan leksikal yang sangat berbeda. Hal ini menjadi pertimbangan rater dalam
FGD untuk memutuskan bahwa kalimat Loalah ngono ta? Mblenek aku cak! dalam data
diatas merupakan bentuk kreasi diskursif dari penerjemah karena bukan merupakan
padanan dari bentuk BSu What can you tell me that I ain’t already know?. Meskipun
begitu, versi terjemahan tersebut dirasa lebih natural dalam dialek Suroboyoan dan lebik
efektif dalam menunjukkan kegusaran dari pelaku tutur.

j. Kompensasi

Kompensasi adalah teknik penerjemahan yang memperkenalkan informasi atau efek


stilistika pada tempat yang berbeda dalam BSa karena tidak dapat ditempatkan pada posisi
yang sama seperti dalam BSu (Molina & Albir, 2002). Data berikut adalah contoh
penerapan teknik kompensasi dalam dubbing film seri Walker Texas Ranger yang
mengandung tuturan dialek AAE yang diterjemahkan dalam dialek Suroboyoan.

Data 75
BSu : What you gonna do?
BSa : Kon arep lapo?

124
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam data 75 diatas penerjemah menggunakan teknik kompensasi karena kata what
dan do akan terasa janggal dan tidak natural jika diterjemahkan secara terpisah. Secara
literal kalimat what you gonna do? jika diartikan ke dalam Bahasa Jawa akan menjadi opo
sing arep mbok kerjake?. Akan tetapi karena struktur kalimat tersebut dirasa kurang natural
dalam dialek Suroboyoan, maka penerjemah mengkompensasi kalimat dalam teks BSu
tersebut dengan menggunakan kata lapo untuk menggabungkan kata what dan do. Versi
terjemahan kon arep lapo mempunyai efek yang cukup signifikan dalam memperlihatkan
unsur dialek dalam BSa. Kalimat tersebut selain lebih pendek juga lebih efisien dalam
menyampaikan maksud yang ingin disampaikan dalam BSu.

Data 578
BSu : Y’all right?
BSa : Gakpopo ta awakmu?

Slang y’all yang merupakan penanda dialek AAE merupakan bentuk non-standar dari
frasa nomina you all (= kalian semua). Dalam bahasa Jawa standar, kalimat y’all right?
dapat diterjemahkan menjadi kowe kabeh apik-apik wae to?. Akan tetapi versi terjemahan
seperti itu tidak efisien dan kurang sesuai dengan ciri khas bahasa dubbing yang cenderung
santai dan tidak formal. Penerjemah mengkompensasi dialog tersebut menjadi gak popo ta
awakmu? karena lebih dekat dengan logat yang digunakan oleh pembaca target yaitu dialek
Suroboyoan. Kata awakmu sendiri sangat familiar digunakan di Surabaya, Malang dan
sekitarnya sebagai kata ganti ‘kamu’. Dalam bahasa Jawa standar kata awakmu berarti
kowe atau sampeyan. Dengan mengkompensasi BSu menjadi versi BSa diatas, maka
produk yang dihasilkan lebih natural, lebih mudah dipahami dan lebih efisien.

k. Neutralisasi

Teknik penerjemahan neutralisasi adalah strategi penerjemahan dengan


menggunakan kata-kata yang lebih netral dalam BSa dengan tujuan untuk mengurangi efek
atau kesan negative yang ditimbulkan oleh kata dalam BSu. Contoh penerapan teknik
neutralisasi dalam konteks dubbing dapat dilihat dalam contoh data berikut:

Data 277
BSu : Come on babe… let’s get sweating, will ya?
BSa : Ayo talah cah ayu.. enak-enak diluk ae talah

125
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Slang get sweating merupakan penanda slang dialek AAE yang maknanya adalah
mengajak seseorang untuk melakukan aktifitas seksual. Dalam konteks budaya Surabaya
yang cederung lugas, frasa tersebut biasa dialih bahasakan menjadi ngentot (= bersetubuh).
Akan tetapi karena kata tersebut sangat kasar disampaikan di televisi, maka penerjemah
mencoba menghaluskan dengan menggunakan kata enak-enak. Dengan menetralisasi slang
tersebut maka efek negative yang mungkin ditimbulkan dari pengungkapan istilah tersebut
dapat diminimalisir.

Selain menggunakan frasa enak-enak, peneliti juga menemukan versi lain terjemahan
slang get sweating dalam penelitian ini. Contoh penggunaan istilah tersebut adalah sebagai
berikut:

Data 165
BSu :
Rodriguez : What you doing, guys?
Kyle : Get sweating.. what else?

BSa :
Rodriguez : Heh.. lapo koen?
Kyle : Indehoy ta ya…

Kata indehoy dalam thesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko berarti
kegiatan percintaan, bermesraan, berpacaran di tempat sepi. Istilah ini biasa digunakan
sebagai kata gaul untuk mengekspresikan kegiatan seksual. Meskipun memiliki konotasi
yang negatif dan seronok, tetapi penggunaan istilah ini relatif lebih sopan dan lebih bisa
diterima oleh penikmat film dari pada kata ngentot yang merupakan rujukan dari frasa get
sweating. Penerjemah meneutralisasi kata ngentot menjadi indehoy sebagai upaya
penerjemah untuk mengurangi efek negatif yang mungkin timbul dari penggunaan makna
harfiah dari frasa get sweating itu sendiri.

Data 584
BSu : I ain’t like that fucking bastard
BSa : Aku benci karo arek kae lho cak

Dalam menerjemahkan ujaran yang mengandung dialek AAE diatas penerjemah


menerapkan teknik modulasi dan neutralisasi. Pemodulasian terlihat dalam
menerjemahkan penanda negasi ain’t menjadi kalimat positif yang mempunyai makna

126
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang sama dengan BSu, sedangkan neutralisasi terlihat dalam menerjemahkan kalimat
pisuhan fucking bastard menjadi arek. Slang fucking bastard sendiri jika diterjemahkan
secara literal dalam Bahasa Jawa merujuk pada kata kotor bajingan. Kata tersebut dirasa
kurang pantas jika diungkapkan di televisi. Itulah sebabnya penerjemah mencoba
‘menghaluskan’ istilah dengan kata arek.

l. Peminjaman Murni

Teknik peminjaman murni (pure borrowing) adalah teknik penerjemahan yang


langsung menggunakan istilah atau penamaan dari bahasa sumber tanpa perubahan apapun
dalam unsur leksikalnya (Molina & Albir, 2002). Berikut adalah penerapan teknik
peminjaman murni dalam dubbing film seri Walker Texas Ranger.

Data 50
BSu : You know, I ain’t so sure about McGuire hiding out in McCallum's
office
BSa : Ngerti gak kon.. Aku gak yakin McGuire delik nak omae McCallum

Data 50 diatas mengandung penanda negasi dialek AAE. Teknik peminjaman murni
terlihat pada saat penerjemah menerjemahkan nama karakter dalam dialog asli ke dalam
versi dubbing tanpa mengubah sedikitpun elemen di dalamnya. Teknik peminjaman murni
ini berdampak positif pada tingkat akurasi teks terjemahan tapi mengurangi tingkat
keberterimaan dan keterbacaan. Nama McGuire dan McCallum tentu saja terdengar asing
bagi pembaca target karena tidak lazim dalam budaya Suroboyoan.

m. Reduksi

Teknik reduksi adalah teknik penerjemahan dengan memadatkan fitur informasi teks
BSu ke dalam teks BSa. Dengan menggunakan teknik ini, penerjemah mengimplisitkan
informasi yang eksplisit karena komponen maknanya sudah ada dalam BSa (Newmark,
1988:90). Dengan menggunakan teknik penerjemahan ini, penerjemah menghilangkan atau
melenyapkan sebagian pesan dari BSu dan pesan tersiratnya tidak terdapat dalam BSa.
Baker menyebut teknik penerjemahan ini dengan penerjemahan dengan penghilangan atau
omission (Baker, 1992:36). Berikut adalah contoh penerapan teknik reduksi dalam dubbing
Walker Texas Ranger.

127
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 520
BSu : Look, guys, this isn't gonna work
BSa : Iki gak ngara hasil yo

Tuturan yang mengandung dialek AAE diatas direduksi oleh penerjemah dalam versi
dubbingnya. Penerjemah menghilangkan kata look guys yang terdapat dalam BSu dan tidak
memunculkan unsur pengganti apapun dalam BSa. Meskipun maksud yang ingin
disampaikan oleh BSu bisa diakomodir dalam BSa, akan tetapi penerapan teknik reduksi
ini mengurangi aspek keakuratan teks terjemahan. Selain itu, penghilangan slang AAE
guys mengurangi unsur dialek dalam versi dubbingnya.

Data 523
BSu : Where the hell are you, pal.. damn it?
BSa : Nandi ae awakmu iki?

Tuturan diatas teridentifikasi mengandung dialek AAE kategori slang/slang.


Sayiagnya dalam versi dubbing unsur slang tersebut direduksi oleh penerjemah. Kata pal
yang merupakan penanda slang AAE dihilangkan dan tidak diterjemahkan dalam BSa nya.
Hal ini tentu saja mengurangi aspek keakuratan teks terjemahan dan mengurangi unsur
dialek dalam BSa. Selain itu, penerjemah juga mereduksi istilah pisuhan hell dan damn it
dalam versi dubbing. Penghilangan unsur bahasa pisuhan ini bertujuan untuk
menghaluskan ujaran sekaligus mengurangi efek negative dari penggunaan bahasa pisuhan
tersebut.

n. Generalisasi

Teknik generalisasi (generalization) adalah teknik penerjemahan dengan


menggunakan istilah yang lebih umum atau netral dalam BSa (Molina & Albir, 2002;
Newmark, 1988; Baker, 1998). Data berikut adalah contoh penerapan teknik generalisasi
dalam dubbing film seri Walker Texas Ranger yang mengandung tuturan dialek AAE yang
diterjemahkan dalam dialek Suroboyoan.

Data 203
BSu : Babe, why you trying to bring me down?
BSa : Rek, ojok nggawe aku anjlok maneh ta?

128
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dialog asli (BSu) dalam data 203 teridentifikasi mengandung istilah slang AAE
untuk merujuk pada perempuan. Istilah babe dalam kalimat Babe, why you trying to bring
me down? yang sebenarnya digunakan untuk merujuk perempuan diterjemahkan dengan
rek yang penggunaannya dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan dalam konteks
dialek Suruboyoan. Bentuk sapaan khas Surabaya yang merupakan kependekan dari kata
arek yang biasa digunakan oleh penutur asli dialek Suroboyoan untuk menyapa atau
merujuk seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dianggap teman atau orang
dekat dari pelaku tutur. Dalam konteks tuturan kalimat diatas, penerjemah mengeneralisasi
istilah yang sebenarnya diperuntukkan bagi gender tertentu menjadi istilah general yang
dapat merujuk pada semua gender. Meskipun bentuk terjemahan tersebut sepadan secara
makna tapi ‘rasa’ yang ingin disampaikan oleh tuturan BSu sedikit berkurang dengan
penggunaan teknik generalisasi tersebut.

Contoh lain dari penggunaan teknik generalisasi juga dapat dilihat dalam tuturan
yang mengandung dialek AAE berikut:

Data 531
BSu : He has wifey or friends?
BSa : Ekert nduwe keluarga ta? Opo konco?

Kata wifey merupakan slang AAE yang artinya adalah ‘istri’. Dalam bahasa Jawa
kata ini biasa diterjemahkan dengan kata bojo. Sedangkan dalam konteks tuturan boso
Suroboyoan, slang ini bisa dialihbahasakan menjadi istilah yang lebih kasar, yaitu
wedokan. Akan tetapi dalam data 531 diatas, penerjemah mengeneralisasi bentuk
terjemahannya menjadi keluarga. Versi terjemahan ini sangat luas maknanya mengingat
kata keluarga sendiri dalam konteks budaya sasaran dapat merujuk pada istri, suami, anak,
bapak, ibu, adik, kakak, atau kerabat lainnya. Hal ini mengurangi unsur dialek dalam BSa
karen slang wifey yang tadinya merupakan penanda dialek AAE diterjemahkan menjadi
kata keluarga yang tidak mempunyai unsur dialek dalam BSa. Meskipun begitu hal ini
tidak mengurangi aspek keakuratan teks terjemahan karena konsep bojo atau wedokan juga
bisa terwakili dalam kata keluarga.

o. Transposisi

129
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik transposisi (transposition) adalah teknik penerjemahan dengan mengganti


kategori grammatical, baik struktur maupun unitnya. Misalnya dari kata menjadi frasa atau
dari verba menjadi adverb, dan lain sebagainya (Molina & Albir, 2002; Hoed, 2006;
Newmark, 1988). Berikut adalah contoh penerapan teknik transposisi dalam dubbing film
seri Walker Texas Ranger.

Data 145
BSu : No! - Shut up! I ain't hear you getting upset when Walker hurting me
last year night
BSa : Menengo! Aku gak ndelok kon loro ati pas aku diajar Walker mbiyen!

Data 145 teridentifikasi sebagai tuturan AAE yang menggunakan penanda negasi
ain’t di dalamnya. Kalimat tersebut diungkapkan oleh LaRue pada istrinya yang dituduh
selingkuh dengan laki-laki lain. Dalam proses penerjemahannya terdapat pergeseran
kategori grammatical dalam BSa nya. Jika dilihat dari BSu, verba yang digunakan adalah
verba aktif dimana subjek yang melakukan pekerjaan diletakkan di depan (kalimat aktif).
Akan tetapi, dalam versi dubbing nya, struktur kalimat dalam BSa berubah menjadi kalimat
passive (passive voice). Verba ‘hurting’ dalam BSu yang jika diterjemahkan secara harfiah
menjadi menghajar, di dalam data diatas diterjemahkan dengan teknik transposisi menjadi
diajar (= dihajar).

p. Harfiah

Teknik penerjemahan harfiah mengedepankan kesepadanan formal antara BSu dan


BSa (Molina & Albir, 2002). Terkait dengan penerjemahan istilah budaya dan dialek,
teknik ini dapat menyebabkan hilang atau berkurangnya unsur dialek dan muatan budaya
dalam teks terjemahannya. Berikut adalah contoh penerapan teknik ini dalam dubbing film
Walker Texas Ranger ke dalam dialek Suroboyoan:

Data 786
BSu : This ain’t right, man
BSa : Iki ora bener, cak

Dalam data diatas, penanda negasi ain’t yang terdapat dalam BSu diterjemahkan
secara harfiah menjadi ora dalam BSa. Kata ain’t sendiri adalah penanda negasi yang
sangat identic dengan dialek AAE yang merupakan kategori perangkat sintaksis dalam

130
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengklasifikasian dialek AAE (dikutip dalam Green; 2004). Sedangkan istilah ora sendiri
dalam bahasa Jawa merupakan kata yang biasa digunakan dalam kalimat yang
mengandung negasi. Penggunaan teknik harfiah dalam menerjemahkan penanda negasi
ain’t mengurangi unsur dialek dalam versi dubbing Suroboyoannya. Hal ini mengingat
dialek Suroboyoan memiliki slang yang lebih khas dalam menyatakan kalimat bermakna
negatif, yaitu dengan slang gak dan penegasan dari kata ora menjadi orak.

Selain kata ora, Bahasa Jawa juga mengenal slang dudu untuk menyatakan kalimat
yang mengandung negasi. Dalam penelitian ini ditemukan penanda negasi yang
diterjemahkan dengan menggunakan kata dudu.

Data 29
BSu : That's God's business, ain’t yours
BSa : Iku urusane gusti pangeran le, dudu urusanmu

Penanda negasi ain’t dalam contoh data diatas dialihbahasakan menjadi dudu dalam
versi dubbing. Dalam konteks Bahasa Jawa, kata dudu memiliki makna yang sama dengan
penanda negasi ora. Keduanya merupakan penanda negasi yang lazim digunakan dalam
masyarakat Jawa pada umumnya. Pemadanan ini agak mengurangi unsur dialek
Suroboyoan dalam versi dubbing karena dalam slang Suroboyoan penutur asli lebih sering
menggunakan kata guduk.

Teknik harfiah juga digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan beberapa


konstruksi kata dalam dialog film seri Walker Texas Ranger. Salah satu konstruksi kata
bahasa Inggris non-standar yang diterjemahkan dengan Teknik ini adalah gonna. Kata ini
merupakan singkatan dari going to yang mempunyai arti ‘akan’. Fungsi dan struktur
konstruksi kata ini akan tetap sama dalam berbagai tuturan. Dalam bahasa Jawa, istilah ini
mempunyai makna yang sepadan dengan kata arep.

Data 522
BSu : Where you gonna go?
BSa : Arep nandi cak?

Konstruksi kata gonna sebagai penanda dialek bahasa Inggris non-standar dalam
contoh data diatas diterjemahkan menjadi arep dalam versi dubbingnya. Kata arep sendiri
dalam konteks bahasa Jawa merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggantikan

131
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kata ‘akan’. Penggunaan padanan tersebut sedikit mengurangi unsur dialek karena penutur
asli dialek Suroboyoan lebih sering menggunakan kata kape atau kate.

q. Naturalisasi

Prosedur penerjemahan naturalisasi adalah prosedur penerjemahan dengan cara


mempertahankan kata, istilah dan ungkapan yang digunakan dalam teks BSu dengan
menyesuaikan lafal, ejaan dan kaidah bahasa sasaran (Newmark, 1988). Dengan kata lain,
ejaan atau pelafalan dalam BSu dialihkan ke BSa sesuai dengan sistem bunyi yang terdapat
dalam BSa. Karena prosedur penerjemahan ini menyesuaikan sistem bunyi sehingga
disebut juga penerjemahan fonologis. Dalam penelitian ini, penerapan prosedur
naturalisasi dapat dilihat dalam contoh berikut ini:

Data 92
BSu : I hope I ain’t interrupting you guys
BSa : Aku gak ganggu ta, gaes?

Slang guys yang mengacu pada penyebutan laki-laki dalam dialek AAE
diterjemahkan menjadi gaes dalam versi dubbing. Slang gaes sendiri merupakan bentuk
sapaan non formal yang biasa ditemukan dalam percakapan sehari-hari di kalangan anak
muda Indonesia, termasuk Surabaya. Bentuk kata sapaan ini bukan merupakan bahasa khas
Suroboyoan, meskipun sering ditemukan di kalangan anak muda Surabaya. Kata gaes ini
merupakan bahasa Indonesia tidak baku. Istilah gaes tersebut merupakan serapan dari slang
AAE guys.

4.1.2.2. Metode Penerjemahan

Dalam pembahasan metode penerjemahan kita tidak bisa lepas dari penggunaan teknik
penerjemahan. Pada prinsipnya metode penerjemahan adalah cara yang ditempuh oleh
penerjemahan dalam menyelesaikan penerjemahan pada tataran makro sedangkan teknik
penerjemahan berada pada tataran mikro.

Untuk mengetahui metode yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan


dialek AAE ke dalam bahasa Suroboyoan, peneliti memisahkan teknik penerjemahan yang
berorientasi pada bahasa sumber (BSu) dan dan teknik penerjemahan yang berorientasi pada
bahasa sasaran (BSa). Hal ini dilakukan untuk menemukan ciri khusus yang digunakan oleh

132
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penerjemah dalam proses dubbing sehingga peneliti dapat menyimpulkan kecenderungan


metode penerjemahan yang digunakan. Dari temuan penelitian, teknik yang berorientasi pada
BSu adalah teknik literal, peminjaman murni dan naturalisasi. Sedangkan teknik yang
digunakan oleh penerjemah dengan menyesuaikan pola bahasa dan budaya BSa antara lain:
teknik adaptasi, padanan lazim, adisi, reduksi, implisitasi, eksplisitasi, variasi, dan kreasi
diskursif. Secara umum kecenderungan penerapan metode penerjemahan tersebut dapat
digambarkan dalam grafik berikut ini:

1000
900
800
Cenderung ke Bsu Cenderung ke Bsa
700
600
500
400
300
200
100
0
Tran Kom
PM Lit PA Gen Red Neut KD Ads Eks Imp Var Mod Adpt Par PL
s p
Bsa 27 10 6 11 14 16 29 32 61 64 102 114 141 164 230 346 880

Grafik 4.4. Distribusi Teknik Penerjemahan

Dari 9-episode film seri Walker Texas Ranger yang diteliti penerjemah menerapkan
teknik padanan lazim, variasi, adaptasi dan ekplisitasi yang cukup dominan. Hal ini
menunjukkan bahwa penerjemah mencoba untuk menyesuaikan budaya pembaca target.
Penggunaan teknik variasi juga menyebabkan kata yang sebenarnya bahasa standar dalam
BSu menjadi sebuah dialek khas dalam BSa. Contohnya, dalam menerjemahkan kata bahasa
Inggris standar you yang dialihbahasakan menjadi koen (dibaca: kon) yang merupakan
penanda dialek Suroboyoan yang khas. Selain itu upaya adaptasi dari penerjemah dalam
menerjemahkan sapaan-sapaan seperti pal, guys, dan dude menjadi cak, cuk dan rek
menambah unsur dialek Suroboyoan dalam versi dubbing. Hal ini menjadi bukti bahwa
penerjemah berupaya untuk menyesuaikan konten dan gaya bahasa terjemahan sesuai dengan
budaya dan slang BSa sehingga teks terjemahan mudah dipahami oleh pembaca target. Dari

133
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

temuan tersebut dapat dipetakan kecenderungan metode yang diterapkan pada teks
terjemahan dubbing film Walker Texas Ranger adalah metode adaptasi dan komunikatif.
Kesimpulan tersebut berdasarkan ciri metode penerjemahan komunikatif dimana dalam teks
terjemahan penerjemah berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber
dalam bahasa sasaran sehingga isi dan bahasa dalam BSa dapat berterima dan dipahami oleh
pembaca target (Hoed, 1993). Selain komunikatif, peneliti menyimpulkan bahwa penerjemah
juga menerapkan metode adaptasi. Hal ini didasarkan pada temuan bahwa hasil terjemahan
dalam penelitian ini banyak ditemukan istilah yang diadaptasi menyesuaikan budaya dialek
target. Dengan menerapkan metode adaptasi, penerjemah tetap mempertahankan tema, alur,
dan karakter, akan tetapi budaya dari BSu dikonversi ke dalam budaya BSa dan teks ditulis
berdasarkan standar dan gaya bahasa dari budaya target (Hoed, 1993).

4.1.2.3. Ideologi Penerjemahan

Merujuk pada kriteria-kriteria ideologi penerjemahan yang disampaikan oleh Venuti


(2008), dari temuan-temuan yang dipaparkan diatas terkait teknik dan metode penerjemahan
terlihat bahwa ideologi yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan dialek AAE
dalam film seri Amerika Walker Texas Ranger ke dalam dialek Suroboyoan adalah
domestikasi. Kesimpulan ini berdasarkan pada temuan penelitian dimana metode yang
digunakan adalah metode yang condong pada BSa, yaitu: metode komunikatif dan metode
adaptasi. Selanjutnya, teknik yang digunakan oleh penerjemah dalam proses dubbing
didominasi oleh teknik penerjemahan yang cenderung ‘berpihak’ pada bahasa dan budaya
sasaran, yaitu; padanan lazim, adaptasi, variasi, paraphrase, dan modulasi.

4.1.3. Dampak Penggunaan Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan terhadap Kualitas
Penerjemahan

Dalam menilai kualitas terjemahan, peneliti mengadaptasi model penilaian kualitas


terjemahan dari Nababan dkk (2012). Penilaian kualitas didasarkan pada 3 aspek kualitas
terjemahan yaitu: keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Proses evaluasi kualitas produk
terjemahan dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan informan yang
memiliki kepakaran dan penguasaan keilmuan bidang penerjemahan dan dialek Suroboyoan.

134
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini terdapat 790 tuturan dialog film yang dinilai tingkat keakuratan,
keberterimaan dan keterbacaan melalui FGD dengan mengacu pada model penilaian
terjemahan yang diajukan oleh Nababan dkk (2012). Perbandingan kualitas teks terjemahan
dari aspek keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan dapat terlihat dalam grafik berikut:

kualitas teks terjemahan


2.94
2.92
2.92 2.91
2.9
2.88
2.86
2.84
2.82
2.82
2.8
2.78
2.76
Keakuratan Keberterimaan Keterbacaan

Grafik 4.5. Kualitas Teks Terjemahan Dubbing Film Seri Walker Texas Ranger

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan produk terjemahan dubbing film Walker Texas Ranger ke dalam bahasa
Suroboyoan relatif tinggi.

4.1.3.1 Keakuratan Terjemahan

Dari hasil FGD nilai keakuratan hasil terjemahan dubbing film seri Walker Texas
Ranger ke dalam dialek Suroboyoan tergolong tinggi dengan nilai total keakuratan sebesar
2.82. Nilai keakuratan itu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑥 3)+(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑥 2)+(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑥 1)


Keakuratan = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛

(680 𝑥 3)+(83 𝑥 2)+(27 𝑥 1)


=
790
2040+166+27
= 790
2233
= 790

= 2.82

135
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nilai keakuratan sebesar 2.82 yang dihitung dalam rentang 1 – 3 membuktikan bahwa
teks terjemahan dubbing film Walker Texas Ranger merupakan terjemahan yang berkualitas
dengan nilai keakuratan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa makna dalam dialog film
yang mangandung dialek AAE diterjemahkan secara akurat dalam dialek Suroboyoan, hampir
tidak terdapat distorsi makna dalam teka dubbing. Berikut ditampilkan contoh terjemahan
tuturan atau dialog yang teridentifikasi menggunakan unsur dialek AAE ke dalam dubbing
bahasa Suroboyoan sesuai tingkat keakuratannya.

a. Terjemahan akurat

Dalam penelitian ini terdapat 680 teks terjemahan yang terkonfirmasi mempunyai
tingkat keakuratan tinggi (terjemahan akurat) dengan skor 3. Dari hasil FGD ditemukan
bahwa ungkapan yang diterjemahkan menggunakan teknik padanan lazim, adaptasi,
variasi, peminjaman murni, cenderung mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Berikut
adalah beberapa contoh terjemahan dengan nilai keakuratan tinggi.

Data 11
BSu : I ain’t gonna deny anything, man.
BSa : Aku gak kape ngelak opo –opo, cak

Dialog yang mengandung dialek AAE dalam data 11 diatas diterjemahkan dengan
menggunakan teknik adaptasi. Pesan yang terdapat dalam BSu disampaikan dengan akurat
ke dalam BSa. Ungkapan dalam BSu yang mengandung negasi disampaikan dengan
menggunakan istilah penanda negasi gak yang lazim digunakan oleh penutur dialek
Suroboyoan. Selain mempunyai keakuratan tinggi, contoh teks diatas juga mempunyai
tingkat keberterimaan dan keterbacaan tinggi karena pembaca target akan dengan mudah
memahami tuturan yang terdapat dalam BSa. Hal ini karena penerjemah menggunakan
unsur-unsur leksikal yang familiar bagi pembaca target. Unsur dialek bahasa target juga
masih terlihat jelas dalam teks terjemahan.

b. Terjemahan kurang akurat

Dari hasil FGD ditemukan sebanyak 83 teks terjemahan yang terkategori sebagai
terjemahan kurang akurat. Penggunaan teknik parafrase, addition (penambahan), dan
deletion (pengurangan) yang digunakan penerjemah dalam proses dubbing menjadi

136
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penyebab hasil terjemahan kurang akurat. Meskipun begitu, tidak semua tuturan yang
menerapkan ketiga teknik tersebut berkurang keakuratannya. Berikut adalah contoh
terjemahan yang kurang akurat yang ditemukan peneliti dalam penelitian ini:

Data 532
BSu : Look, pal… I’m on parole and this ain’t look good for me.
BSa : Cak, engko ae cak.. sek sibuk aku.. njuk iki mesti perkoro nggaplei yo?

Dialog yang mengandung penanda dialek AAE diatas diterjemahkan menggunakan


teknik paraphrase dalam versi dubbingnya. Terdapat sedikit pergeseran makna dalam teks
BSa. Hal ini terutama terlihat dalam menerjemahkan klausa I’m on parole yang oleh
penerjemah dialihbahasakan menjadi sek sibuk aku. Kata parole yang berarti sedang dalam
status pembebasan bersyarat karena suatu kasus kejahatan dipadankan dengan kata sibuk
yang kurang mewakili makna dari kata parole. Selain itu penerjemahan klausa this ain’t
look good for me menjadi njuk iki mesti perkoro nggaplei yo menyebabkan perubahan pada
struktur kalimat dari kalimat pernyataan yang mengandung penanda negasi menjadi
kalimat tanya tanpa penanda negasi. Hal ini mengurangi tingkat keakuratan teks
terjemahan tersebut.

c. Terjemahan tidak akurat

Peneliti menemukan sebanyak 27 teks terjemahan yang tidak akurat dalam penelitian
ini. Ketidak akuratan teks terjemahan tersebut disebabkan oleh penerapan teknik kreasi
diskursif dalam proses dubbing. Penerapan teknik tersebut menjadikan hasil terjemahan
keluar konteks dari makna yang yang ingin disampaikan oleh BSu. Berikut adalah contoh
terjemahan yang tidak akurat yang ditemukan peneliti dalam penelitian ini:

Data 124
BSu : Why not just do what the cops think we’re gonna do anyway?
BSa : Yowes nak ngono, yowes mbalek nang rencana awal ae

Penerapan teknik kreasi diskursif diatas menyebabkan rendahnya tingkat keakuratan


teks terjemahan tersebut. Beberapa unsur pesan dalam BSu dihilangkan dalam versi
dubbingnya sehingga pesan yang terdapat dalam BSu tidak bisa dilihat oleh pembaca target
dalam versi BSa. Selain pergeseran makna, teks BSa juga mengalami pergeseran dalam
struktur kalimat. Kalimat tanya yang menunjukkan permintaan pendapat pada lawan tutur

137
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bergeser menjadi kalimat pernyataan yang menunjukkan bahwa si pelaku tutur sudah
mengambil keputusan dalam permasalahan yang sedang dibicarakan.

4.1.3.2 Keberterimaan Terjemahan

Dari hasil FGD nilai keberterimaan hasil terjemahan dubbing film seri Walker Texas
Ranger ke dalam dialek Suroboyoan tergolong tinggi dengan nilai total keberterimaan sebesar
2.91. Nilai keberterimaan itu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑥 3)+(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑥 2)+( 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑥 1)


Keberterimaan = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛

(725𝑥 3)+(65 𝑥 2)+(0 𝑥 1)


= 790

2305+130+0
= 790

2305
= 790

= 2.91

Nilai keberterimaan sebesar 2.91 yang dihitung dalam rentang 1 – 3 mengindikasikan


bahwa teks terjemahan dubbing film Walker Texas Ranger dirasa alami oleh pembaca target.
Hal ini karena menggunakan istilah atau pilihan kata yang digunakan lazim dan akrab bagi
pembaca sasaran. Berikut ditampilkan contoh terjemahan tuturan atau dialog yang
teridentifikasi menggunakan unsur dialek AAE ke dalam dubbing bahasa Suroboyoan sesuai
tingkat keberterimaannya.

a. Terjemahan berterima

Dalam menentukan sebuah teks terjemahan mempunyai tingkat keberterimaan tinggi,


parameter kualitatif yang digunakan adalah ketika teks terjemahan tersebut terasa alamiah;
struktur kata, frasa klausa, dan kalimat yang terdapat dalam teks terjemahan sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam bahasa target, dan istilah-istilah yang dipergunakan juga lazim
dan akrab bagi telinga pembaca target.

Dalam penelitian ini terdapat 725 teks terjemahan yang terkonfirmasi merupakan teks
terjemahan berterima dengan skor 3. Dari hasil FGD ditemukan bahwa ungkapan yang
diterjemahkan menggunakan teknik padanan lazim, adaptasi, variasi, cenderung

138
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempunyai tingkat keberterimaan yang tinggi. Hal ini karena teknik-teknik tersebut lebih
condong pada BSa dengan menggunakan istilah-istilah yang lazim dan akrab dengan
telinga dan budaya pembaca target. Berikut adalah contoh teks yang mempunyai tingkat
keberterimaan yang tinggi:

Data 301
SL : Where the hell you gonna start, pal?
TL : Kon kape mulai tekan endi iki, cak?

Tuturan yang mengandung slang AAE diatas diterjemahkan menggunakan teknik


adaptasi dan variasi. Tuturan tersebut dinilai berterima karena menggunakan unsur-unsur
leksikal yang sangat familiar bagi pembaca target. Istilah-istilah seperti koen, kape dan cak
merupakan unsur leksikal yang sangat identik dengan masyarakat Surabaya. Penggunaan
istilah-istilah yang akrab bagi masyarakat Surabaya tersebut menjadikan teks dubbing
tersebut terasa alami bagi telinga pembaca target.

b. Terjemahan kurang berterima

Sebuah teks terjemahan dikategorikan kurang berterima ketika teks terjemahan


secara umum sudah terdengar alami tetapi terdapat struktur gramatikal yang digunakan
kurang sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam BSa dan istilah maupun unsur leksikal
yang digunakan kurang lazim dan tidak akrab bagi pembaca target.
Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 65 teks terjemahan yang kurang berterima.
Penggunaan teknik peminjaman murni menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat keberterimaan hasil terjemahan. Berikut adalah contoh teks terjemahan kurang
berterima dalam dubbing Suroboyoan film Walker Texas Ranger:
Data 603
SL : When you listening to McGuire, you notice anything out of the ordinary?
TL : Pas sampeyan ngrungokno McGuire, onok seng aneh opo gak, cak?

Tuturan yang mengandung unsur penyimpangan perangkat sintaksis pelesapan verba


bantu be diatas dinilai oleh rater memiliki tingkat keberterimaan kurang berterima.
Penerjemah menerapkan teknik peminjaman murni untuk menyebutkan nama tokoh
McGuire dalam versi dubbing. Penerapan teknik inilah yang mengurani tingkat
keberterimaan teks terjemahan tersebut. Hal ini karena nama asing tersebut terdengar

139
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kurang alami bagi pembaca target. Meskipun penggunaan teknik ini berkontribusi positif
pada tingkat keakuratan teks terjemahan, akan tetapi informan menyarankan untuk
menerapkan teknik adaptasi dalam menerjemahkan nama asing tersebut agar pembaca
target mudah memahami dan menerima pesan dalam versi dubbingnya.

c. Terjemahan tidak berterima

Dalam penelitian ini tidak ditemukan teks terjemahan yang tidak berterima (kualitas
keberterimaan dengan skor 1).

4.1.3.3 Keterbacaan Terjemahan

Dari hasil FGD nilai keterbacaan hasil terjemahan dubbing film seri Walker Texas
Ranger ke dalam dialek Suroboyoan tergolong tinggi dengan nilai total keakuratan sebesar
2.92. Nilai keterbacaan tersebut dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑐𝑎𝑥 3)+(𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑐𝑎𝑥 2)+( 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑐𝑎 𝑥 1)


Keterbacaan = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑒𝑚𝑎ℎ𝑎𝑛

(727 𝑥 3)+(63 𝑥 2)+(0 𝑥 1)


= 790

2181+126+0
= 790

2307
= 790

= 2.92

Nilai keterbacaan sebesar 2.92 yang dihitung dalam rentang 1 – 3 mengindikasikan


bahwa teks terjemahan dubbing film Walker Texas Ranger mudah dipahami oleh pembaca
target. Hal ini karena menggunakan istilah atau pilihan kata yang digunakan lazim dan akrab
bagi pembaca sasaran. Berikut ditampilkan contoh terjemahan tuturan atau dialog yang
teridentifikasi menggunakan unsur dialek AAE ke dalam dubbing bahasa Suroboyoan sesuai
tingkat keterbacaannya.

a. Terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi

Parameter kualitatif yang digunakan untuk menentukan suatu teks terjemahan


dikategorikan sebagai teks terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi adalah; kata,

140
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

klausa, frasa, istilah teknis atau teks terjemahan mudah dipahami oleh pembaca target
dengan hanya sekali baca. Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 727 teks terjemahan
dengan keterbacaan tinggi. Penggunaan teknik padanan lazim, adaptasi, variasi, menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat keterbacaan hasil terjemahan.
Berikut adalah contoh hasil terjemahan dari dialog film Walker Texas Ranger ke dalam
dubbing Suroboyan dengan keterbacaan tinggi:

Data 99
BSu : How you doing, pal?
BSa : Yo’opo kabare, cak?

Tuturan yang mengandung penanda negasi dialek AAE dan slang diatas mempunyai
tingkat keterbacaan tinggi. Pemadanan istilah dari BSu ke BSa dilakukan penerjemah
dengan mempertimbangkan unsur-unsur bahasa dan penanda leksikal yang terdapat dalam
dialek Suroboyoan. Penggunaan istilah-istilah seperti yo’opo dan cak memberikan ‘rasa’
yang sangat Surabaya dalam versi dubbing tuturan tersebut. Istilah-istilah tersebut sangat
familiar bagi masyarakat Surabaya sehingga mudah dipahami oleh ‘arek-arek’ Surabaya
sebagai pembaca target.

b. Terjemahan dengan tingkat keterbacaan sedang

Untuk menentukan suatu teks terjemahan dikategorikan sebagai teks terjemahan


dengan tingkat keterbacaan sedang, parameter kualitatif yang digunakan adalah; hasil
terjemahan secara umum sudah dapat dipahami oleh pembaca target, tapi ada bagian
tertentu dalam teks terjemahan yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami.
Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 63 teks terjemahan dengan keterbacaan sedang.
Penggunaan teknik peminjaman murni menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat keterbacaan hasil terjemahan. Berikut adalah contoh hasil terjemahan dari dialog
film Walker Texas Ranger ke dalam dubbing Suroboyan dengan keterbacaan sedang:

Data 557
SL : I think I gonna have his prints faxed to NCIC and Interpol
TL : Yowes, maringene arep tak cocokno nang NCIC ambe Interpol

Tuturan yang teridentifikasi mengandung penanda leksikal dan perangkat sintaksis


dialek AAE diatas diterjemahkan menggunakan paraphrase dan peminjaman murni.

141
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Meskipun secara umum, teks terjemahan tersebut bisa dipahamimoleh pembaca sasaran,
akan tetapi penggunaan istilah-istilah asing seperti NCIC dan Interpol mengurangi tingkat
keterbacaan dari teks terjemahan diatas. Istilah-istilah asing tersebut tidak familiar dalam
budaya masyarakat Surabaya sehingga pembaca sasaran harus mencari referensi lain untuk
benar-benar memahami teks terjemahan tersebut.

c. Terjemahan dengan tingkat keterbacaan rendah

Dalam penelitian ini tidak ditemukan teks terjemahan yang tidak terbaca (kualitas
keterbacaan dengan skor 1).

4.1.4. Terjemahan Dialek AAE dan Jenis Pergeseran dalam Versi Dubbing Dialek
Suroboyoan

Sebelum menentukan prototipe model penerjemahan dialek dalam penelitian ini


peneliti mengamati pergeseran fungsi dan kategori dari tuturan yang terdapat dalam dialog asli
dan dialog versi dubbing. Penggunaan teknik penerjemahan dalam proses dubbing menjadikan
beberapa tuturan yang mengandung dialek AAE (bahasa Inggris non-standar) bergeser menjadi
tuturan yang tidak mengandung dialek dalam versi dubbing. Dalam menentukan pergeseran
ini peneliti mengacu pada struktur sintaksis dan Bahasa dari dialek Suroboyoan dan Bahasa
Jawa standar. Disini peneliti akan memberikan gambaran tentang pergeseran sebagai berikut:

a) Tuturan yang mengandung dialek AAE menjadi tuturan yang tidak mengandung dialek
dalam versi dubbing.

b) Tuturan yang tidak mengandung unsur dialek dalam BSu menjadi tuturan yang
mengandung dialek dalam versi dubbing.

Berdasarkan data yang ditemukan dalam penelitian ini terdapat pergeseran yang terjadi
pada produk terjemahan dubbing. Pergeseran yang ditemukan dalam penelitian ini antara
lain; (1) tuturan dialek AAE kategori slang, (2) tuturan dialek AAE kategori penanda
leksikal, dan (3) tuturan dialek AAE kategori perangkat sintaksis.

142
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.4.1. Terjemahan Tuturan Dialek AAE kategori Slang/Slang dan Pergeserannya

Beberapa ujaran yang mengandung dialek AAE kategori slang mengalami pergeseran
dalam versi dubbingnya. Teks BSu yang mengandung dialek menjadi teks ujaran yang bukan
dialek dalam versi dubbing. Sebaran tuturan dialek AAE kategori slang dan pergeserannya
dapat dilihat dalam table berikut ini:

Table 4.3. Distribusi tuturan yang mengandung Slang AAE pada BSu dan terjemahannya

BSu BSa
No. Kategori Dialek Bukan Dialek Bukan
Dialek Dialek
1. Istilah penyebutan laki-laki 60 - 47 13
2. Istilah penyebutan perempuan 56 - 38 18
3. Istilah penyebutan uang 24 - 16 8
4. Istilah untuk bepergian - - - -
5. Istilah untuk menyatakan iri - - - -
6. Istilah untuk memulai percakapan - - - -
7. Istilah untuk menyatakan kegiatan seks 16 - 10 6
8. Istilah untuk melabeli sesuatu yang - - - -
menarik, baik, dsb
9. Istilah untuk menyatakan tindakan - - - -
156 0 111 45

Data 687
BSu : How you doing, hon?
BSa : Piye kabarmu, cah ayu?

Istilah AAE tersebut dialih bahasakan menjadi ‘cah ayu’ dalam versi bahasa
Suroboyoan. Meskipun secara makna terdapat kesamaan, akan tetapi terdapat pergeseran
dialek dalam proses penerjemahan istilah tersebut. Dari bahasa dialek yang mempunyai
kekhasan menjadi bahasa standar yang biasa ditemukan dalam komunitas bahasa Jawa pada
umumnya, bukan bahasa Suroboyoan.

4.1.4.2. Terjemahan Tuturan Dialek AAE kategori Penanda leksikal dan Pergeserannya

Beberapa ujaran yang mengandung dialek AAE kategori penanda leksikal mengalami
pergeseran dalam versi dubbingnya. Teks BSu yang mengandung dialek menjadi teks ujaran
yang bukan dialek dalam versi dubbing. Sebaran tuturan dialek AAE kategori penanda
leksikal dan pergeserannya dapat dilihat dalam table berikut ini:

143
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Table 4.4. Distribusi tuturan yang mengandung penanda leksikal AAE pada BSu dan
terjemahannya

BSu BSa
No. Sub kategori Penanda leksikal AAE Dialek Bukan Dialek Bukan
Dialek Dialek
1. Penanda negasi Ain’t 154 - 135 19
2. Negasi ganda 52 - 41 11
3. Construction of words 124 - 109 15
Jumlah 330 - 285 45

Data 786
BSu : This ain’t right, man
BSa : Iki ora bener, cak

Data 787
BSu : Well, ain’t she like it?
BSa : Piye cak, seneng ora areke?

Dalam kedua data diatas, penanda negasi ain’t yang terdapat dalam BSu
diterjemahkan menjadi ora dalam BSa. Kata ain’t sendiri adalah penanda negasi yang
sangat identic dengan dialek AAE yang merupakan kategori perangkat sintaksis dalam
pengklasifikasian dialek AAE (dikutip dalam Green; 2004). Sedangkan istilah ora dalam
bahasa Jawa merupakan terjemahan harfiah dari ungkapan atau kalimat yang mengandung
negasi ain’t tersebut. Dengan menggunakan teknik harfiah tersebut, fungsi atau keberadaan
dialek dalam tuturan BSu menjadi bergeser. Dalam versi dubbing penanda negasi tersebut
menjadi bukan bentuk dialek dalam basa Suroboyoan.

Data 8
BSu : It's kinda creepy, buddy
BSa : Iki medeni loh cak

Penggunaan teknik deletion diatas menyebabkan ujaran dalam dialog asli yang
mengandung dialek AAE menjadi bahasa Jawa standar dan berkurang unsur dialek
Suroboyoannya.

144
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.4.3. Terjemahan Tuturan Dialek AAE kategori Perangkat Sintaksis dan


Pergeserannya

Beberapa ujaran yang mengandung dialek AAE kategori perangkat sintaksis


mengalami pergeseran dalam versi dubbingnya. Teks BSu yang mengandung dialek menjadi
teks ujaran yang bukan dialek dalam versi dubbing. Sebaran tuturan dialek AAE kategori
perangkat sinntaksis dan pergeserannya dapat dilihat dalam table berikut ini:

Table 4.5. Distribusi tuturan yang mengandung Perangkat sintaksis AAE pada BSu dan
terjemahannya

BSu BSa
No. Sub kategori Penanda leksikal AAE Dialek Bukan Dialek Bukan
Dialek Dialek
1. Kalimat tanya 166 - 153 13
2. Pelesapan kopula be 55 - 50 5
3. Pelesapan kata bantu kerja 33 - 22 11
4. Penyimpangan kata bantu kerja 21 - 16 5
5. Penggunaan -s untuk kata kerja dengan 14 - 11 5
subjek jamak
6. Penggunaan perfective done untuk past 12 - 10 2
tense
304 0 262 41

Perbedaan struktur dalam dialek AAE dan dialek Suroboyoan menyebabkan


penerjemah berusaha mengkompensasi bentuk BSu ke dalam BSa dengan teknik
penerjemahan yang sesuai sehingga menghasilkan terjemahan yang berterima bagi pembaca
sasaran. Teknik yang diterapkan penerjemah tersebut sedapat mungkin memunculkan unsur
dialek dalam BSa sehingga dekat dengan pembaca sasaran. Teknik tersebut adalah modulasi
dan paraphrase. Dengan upaya tersebut maka unsur dan fungsi dialek dalam BSu tidak
bergeser dalam BSa.

4.1.5. Model Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Suroboyan yang Menghasilkan
Terjemahan Berkualitas

Pada sub bagian ini peneliti menyajikan model penerjemahan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan. Model yang disusun oleh peneliti ini berisi rekomendasi
penggunaan ideologi, metode dan teknik penerjemahan dalam menerjemahkan fitur-fitur

145
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

linguistik dialek AAE yang digunakan dalam dialog film Amerika ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan ideologi, metode dan teknik penerjemahan dalam
prototipe ini dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang ditemukan dalam pertanyaan
penelitian 1 – 4 penelitian ini, temuan-temuan penelitian terdahulu yang sejenis, teori-teori
terkait, dan saran dari pakar.

Model yang direkomendasikan oleh peneliti ini sudah melalui tahap Focus Group
Discussion (FGD) dan validasi yang melibatkan pakar penerjemahan, pakar linguistik dan
penelitian, dan informan yang terlibat sebagai rater yang terdiri dari doktor linguistik
penerjemahan dan mahasiswa S3 penerjemahan. FGD yang dilaksanakan pada tanggal 23
Oktober 2021 di ruang sidang FIB UNS. Setelah melalui tahap validasi, FGD ini menghasilkan
model penerjemahan dialek AAE (African American English) ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan. Model yang sudah divalidasi ini berisi tentang rekomendasi/saran penggunaan
ideologi, metode dan teknik peerjemahan yang tepat dalam menerjemahkan dialek AAE ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan. Aspek yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
model adalah:

a. Penggunaan teknik penerjemahan harus menghasilkan terjemahan yang berkualitas


(akurat, berterima dan terbaca).

b. Penggunaan teknik penerjemahan tidak menggeser eksistensi dialek dalam BSa.

4.1.5.1. Ideologi Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Dialek Suroboyoan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan temuan bahwa


ideologi yang digunakan dalam menerjemahkan dialek AAE ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan adalah ideologi domestikasi. Hasil temuan ini sudah divalidasi oleh pakar dan
rater penerjemahan dalam tahap FGD. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti
merekomendasikan ideologi domestikasi untuk menerjemahkan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan. Sejalan dengan rekomendasi penerapan ideologi domestikasi,
maka teknik dan metode penerjemahan yang dipilih adalah yang cenderung ke bahasa
sasaran. Rekomendasi penerapan ideologi ini didukung oleh penelitian lain terkait dubbing
(Szarkowska, 2005; Weibel dan Groner, 2009; Tveist, 2009; Jankowska, 2010; Eslamieh

146
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

& Javankhah, 2015) dan penerjemahan dialek (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016).

Dalam konteks proses dubbing, seorang penerjemah akan lebih memilih untuk
menerapkan teknik penerjemahan yang cenderung ‘berpihak’ pada bahasa sasaran agar
pembaca target mudah memahami isi film dengan suara dubber.

4.1.5.2. Metode Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Dialek Suroboyoan

Merujuk pada penerapan ideologi yang condong pada BSa, maka metode
penerjemahan yang direkomendasikan dalam menerjemahkan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan adalah metode yang berorientasi pada bahasa sasaran. Metode
yang direkomendasikan tersebut adalah; metode adaptasi dan metode penerjemahan
komunikatif.

Dari hasil FGD dan analisis terhadap data dalam penelitian pendahuluan, ditemukan
bahwa terdapat dua metode yang menghasilkan teks dubbing yang berkualitas dengan
tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Metode tersebut adalah
metode komunikatif dan adaptasi. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti
merekomendasikan metode komunikatif dan adaptasi sebagai metode penerjemahan yang
menghasilkan terjemahan berkualitas dalam menerjemahkan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi ini juga didukung oleh penelitian terkait dalam
menerjemahkan dialek AAE (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita,
2019; IK Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021) dan dubbing (Szarkowska, 2005;
Weibel dan Groner, 2009; Tveist, 2009; Jankowska, 2010; Eslamieh & Javankhah, 2015).

4.1.5.3. Teknik Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Dialek Suroboyoan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditemukan 12 subkategori dialek AAE


yang digunakan dalam dubbing film Amerika ke dalam dialek Suroboyoan. Sebagaimana
temuan dalam penelitian ini, kemunculan dialek tersebut berpotensi menimbulkan masalah
dalam proses dubbing, mengingat kedua dialek mempunyai budaya dan sistem bahasa yang
berbeda. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti merekomendasikan teknik
penerjemahan yang dapat digunakan dalam menerjemahkan kasus serupa. Berikut adalah

147
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

model penerjemahan yang direkomendaikan dalam penerjemahan dialek AAE ke dalam


dubbing dialek Suroboyoan:

4.1.5.3.1. Model Penerjemahan Dialek AAE Kategori Slang

Untuk menentukan pilihan teknik penerjemahan yang terbaik sesuai dengan konteks,
penerjemah perlu memperhatikan kategori dialek AAE yang muncul dalam tuturan BSu,
hubungan sosial penutur, dan situasi/konteks tutur. Setelah mengetahui beberapa hal
tersebut tersebut penerjemah perlu mempertahankan kesan dan makna yang ingin
disampaikan oleh penutur asli melalui tuturan tersebut dengan menggunakan teknik
penerjemahan yang tepat. Langkah-langkah dalam menganalisis penggunaan teknik
penerjemahan yang sesuai antara lain:

a. Memastikan ujaran yang terdapat dalam BSu adalah ujaran yang mengandung
slang/slang dialek AAE
b. Selanjutnya menganalisis konteks sosial dan makna tuturan untuk mengetahui fungsi
tuturan.
c. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi istilah yang merupakan penanda slang
dialek AAE
d. Langkah terakhir adalah merekonstruksi ujaran BSu yang mengandung slang AAE ke
dalam bahasa sasaran dengan tetap mempertahankan makna dan eksistensi dialek
dalam BSa menggunakan teknik penerjemahan yang tepat.

4.1.5.3.1.1. Istilah Penyebutan Laki-Laki

Salah satu penanda dialek AAE kategori slang/slang adalah istilah penyebutan laki-
laki. Dikutip dari Green (2002) ada beberapa slang yang ditengarai sebagai penanda dialek
AAE. Slang tersebut antara lain; balla, cuz, fool, buddy, dawg (dog), homes, dude, hotboy,
guy, pal, kinfolk, dan mark. Dalam dialek Suroboyoan juga terdapat istilah penyebutan
laki-laki yang menjadi penanda dialek Suroboyoan dengan bahasa Jawa standar. Untuk
menerjemahkan slang penyebutan laki-laki dari dialek AAE ke dalam dialek Suroboyoan,
penerjemah perlu memperhatikan konteks tuturan dan fungsi slang dalam BSu sehingga
menghasilkan terjemahan yang sepadan tanpa mengurangi ‘rasa’ dalam BSa. Berikut

148
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adalah rekomendasi model teknik penerjemahan istilah penyebutan laik-laki dari dialek
AAE ke dalam dubbing dialek Suroboyoan:

Gunakan Padanan
Apakah Ya
Lazim
slang laki-
Dialek Istilah laki AAE
AAE untuk mempunyai
kategori menyebut padanan
Slang laki-laki slang laki- Slang untuk menyebut
laki yang laki-laki dalam AAE
tepat dalam diterjemahkan dengan

Alternatif lain
menggunakan istilah yang Gunakan
dialek
dekat dengan pembaca Adaptasi/
Suroboyoan Variasi/
target dengan tetap
?
mempertahankan unsur
dialek

Gambar 4.1. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Slang Laki-
Laki

Dari gambar 4.1 tersebut terlihat bahwa selain menemukan padanan yang tepat dari
BSu ke dalam BSa, seorang penerjemah juga diharapkan sebisa mungkin mempertahankan
eksistensi dialek dalam versi dubbing. Pada urutan pertama rekomendasi penggunaan
teknik penerjemahan, peneliti merekomendasikan untuk menggunakan teknik padanan
lazim dalam menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori slang penyebutan laki-laki
ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Selain padanan lazim, peneliti merekomendasikan
alternatif teknik lain yaitu; (1) adaptasi, dan (2) variasi.

Contoh penerapan teknik padanan lazim dalam menerjemahkan dialek AAE sub
kategori istilah penyebutan laki-laki adalah:

Data 652
BSu : Hey, buddy, we gotta get out of here
BSa : Ayo le! Ayo metu soko kene!

Tuturan yang mengandung penanda dialek AAE buddy diatas diterjemahkan


menggunakan teknik padanan lazim. Pemadanan buddy dengan le memberikan dampak
positif terhadap tingkat keakuratan, keterbacaan dan keberterimaan terjemahan karena
menggunakan istilah yang lazim digunakan dalam budaya sasaran. Dalam komunikasi
sehari-hari, khususnya mereka yang berdomisili di lingkungan masyarakat pengguna

149
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahasa jawa, kata le pasti tidak akan lepas dari bahasa percakapan. Kata itu biasanya
digunakan oleh orangtua kepada anaknya sebagai kata yang menggantikan nama.
Ungkapan le oleh orangtua kepada anaknya, tersirat sebagai bentuk pembatasan hubungan
antara ayah/ibu dengan anak. sebuah bentuk hierarki.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) dapat menerjemahkan struktur asli BSu ke dalam struktur BSa tanpa menghilangkan
makna sehingga menghasilkan teks terjemahan yang akurat, dan (2) dapat menghasilkan
teks BSa yang mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur bahasa
yang lazim digunakan dalam dialek sasaran. Dengan mempertimbangkan dampak positif
tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik padanan lazim dalam
menerjemahkan dialek AAE sub kategori slang penyebutan laki-laki ini sudah memenuhi
tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat,
berterima, mudah dipahami seperti yang disampaikan oleh Larson (1998), Nida (2001) dan
Nababan dkk (2012) sudah tercapai. Rekomendasi penggunaan teknik ini juga didukung
oleh penelitian tentang penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018;
Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021).

Akan tetapi, meskipun menghasilkan teks terjemahan yang berkualitas, penggunaan


teknik ini mempunyai dampak negatif terhadap eksistensi unsur dialek dalam teks BSa.
Dengan menerapkan teknik ini, istilah yang mempunyai kekhasan sebagai penanda dialek
dalam BSu menjadi sedikit berkurang karena menggunakan istilah yang hanya familiar
atau lazim bagi pembaca target tapi kurang terasa keunikannya. Hal ini berpotensi
mengurangi unsur dialek dalam BSa.

Mempertimbangkan dampak negatif tersebut, peneliti merekomendasikan alternatif


teknik lain dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori istilah penyebutan laki-laki ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan. Alternatif lain tersebut adalah dengan menggunakan
teknik adaptasi atau variasi. Contoh penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam data
berikut ini:

Data 301
BSu : Where the hell you gonna start, pal?
BSa : Kon kape mulai tekan endi iki, cak?

150
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 782
BSu : Jeez.. the guy gonna like this
BSa : Auwooooh.. ki areke bakal sueneng, cak

Data 301 dan 782 diatas teridentifikasi mengandung tuturan dialek AAE kategori
slang penyebutan laki-laki. Penerjemah menggunakan teknik adaptasi dalam
menerjemahkan slang AAE pal dalam contoh data 301 dengan mengganti istilah BSu
tersebut menjadi cak dalam versi dubbing. Sebagaimana halnya istilah pal yang digunakan
untuk merujuk pada teman laki-laki dalam dialek AAE, slang cak merupakan panggilan
kepada teman atau seorang kenalan laki-laki yang sangat khas dalam budaya masyarakat
Surabaya. Kata cak sering digunakan untuk menunjukkan keakraban antar sesama pelaku
tutur di lingkungan sosial masyarakat Surabaya. Selanjutnya, dalam data 782 terlihat
bahwa slang guy yang merujuk pada laki-laki diterjemahkan dengan variasi bahasa yang
khas dalam budaya Suroboyoan, yaitu areke. Dengan menggunakan kedua istilah tersebut
maka terjemahan menjadi berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target. Selain itu
hasil terjemahan tersebut juga akurat dan eksistensi dialek dalam BSa tetap dipertahankan.

Dampak positif dari penggunaan teknik adaptasi dan variasi tersebut adalah; (1)
dapat menghasilkan terjemahan yang berkualits dengan tingkat keakuratan yang tinggi
dengan penggunaan istilah yang sudah disesuaikan dengan budaya bahasa target, (2) istilah
yang digunakan merupakan penanda dialek dalam budaya target sehingga menghasilkan
terjemahan yang mampu mempertahankan unsur dialek dalam teks BSa, dan (3)
terjemahan merupakan istilah dialek yang akrab bagi pembaca sasaran dan dekat dengan
budaya target sehingga teks BSa mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami
oleh pembaca target. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa penerapan teknik adaptasi dan variasi untuk menerjemahkan
penanda dialek AAE sub kategori istilah slang penyebutan laki-laki ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk, 2012) serta mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016). Penerapan teknik adaptasi dan variasi
ini didukung oleh hasil penelitian terkait penerjemahan slang dan dan dialek (Octaviani,

151
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2016; Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020;
Rosyidah, 2021).

4.1.5.3.1.2. Istilah Penyebutan Perempuan

Salah satu penanda dialek AAE kategori slang/slang adalah istilah penyebutan
perempuan. Dikutip dari Green (2002) ada beberapa slang yang ditengarai sebagai
penanda dialek AAE. Beberapa istilah slang AAE untuk menyebut perempuan yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah; honey, babe, babycake, chick dan wifey. Dalam
dialek Suroboyoan juga terdapat istilah penyebutan perempuan yang menjadi penanda
dialek Suroboyoan dengan bahasa Jawa standar. Dalam merekomendasikan istilah slang
AAE untuk menyebut perempuan ke dalam dialek Suroboyoan, peneliti menyarankan
penerjemah untuk mencari padanan yang paling dekat dengan dialek sasaran tanpa
menghilangkan unsur dialek dalam BSu. Berikut adalah rekomendasi model teknik
penerjemahan istilah penyebutan perempuan dari dialek AAE ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan:

Gunakan Padanan
Apakah Ya
Lazim
slang
Istilah
Dialek AAE perempuan
untuk
kategori AAE
menyebut
Slang/ mempunyai
perem-
Leksikan padanan Slang untuk menyebut
puan perempuan dalam dialek
slang
perempuan AAE diterjemahkan
Alternatif lain

dengan menggunakan Gunakan


yang tepat
istilah yang dekat dengan Adaptasi/
dalam dialek
pembaca target dengan Variasi/
Suroboyoan tetap memertahankan
unsur dialek dalam dialek
Suroboyoan

Gambar 4.2. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Slang
Penyebutan Perempuan

Dari gambar 4.2 tersebut terlihat bahwa selain menemukan padanan yang tepat dari
BSu ke dalam BSa, seorang penerjemah juga diharapkan sebisa mungkin mempertahankan
eksistensi dialek dalam versi dubbing. Pada urutan pertama rekomendasi penggunaan
teknik penerjemahan, peneliti merekomendasikan untuk menggunakan teknik padanan

152
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lazim dalam menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori slang penyebutan
perempuan ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Contoh penerapan teknik ini adalah:

Data 537
BSu : It gonna be all right, babe
BSa : Wes ta nduk, manut ae ojok kuatir.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) dapat menerjemahkan struktur asli BSu ke dalam struktur BSa tanpa menghilangkan
makna sehingga menghasilkan teks terjemahan yang akurat, dan (2) dapat menghasilkan
teks BSa yang mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur bahasa
yang lazim digunakan dalam dialek sasaran. Dengan mempertimbangkan dampak positif
tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan dalam
menerjemahkan dialek AAE sub kategori slang penyebutan perempuan ini sudah
memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan
yang akurat, berterima, mudah dipahami seperti yang disampaikan oleh Larson (1998),
Nida (2001) dan Nababan dkk (2012) sudah tercapai. Rekomendasi penggunaan teknik ini
juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016;
Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah,
2021).

Meskipun menghasilkan teks terjemahan yang berkualitas, penggunaan teknik ini


mempunyai dampak negatif terhadap eksistensi unsur dialek dalam teks BSa. Dengan
menerapkan teknik ini, istilah yang mempunyai kekhasan sebagai penanda dialek dalam
BSu menjadi sedikit berkurang karena menggunakan istilah yang hanya familiar atau lazim
bagi pembaca target tapi kurang terasa keunikannya dalam budaya Suroboyoan. Hal ini
berpotensi mengurangi unsur dialek dalam BSa. Mempertimbangkan dampak negatif
tersebut, peneliti merekomendasikan alternatif teknik lain dalam menerjemahkan dialek
AAE sub kategori istilah penyebutan perempuan ke dalam dubbing dialek Suroboyoan.
Alternatif lain tersebut adalah dengan menggunakan teknik adaptasi atau variasi. Contoh
penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam data berikut ini:

Data 240
BSu : I just wanna talk to my wifey
BSa : Aku mek pengen nggacor mbe wedokanku

153
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Istilah wifey merupakan penanda dialek AAE kategori slang sub kategori
penyebutan istilah perempuan (Green, 2002). Dalam bahasa Jawa, istilah ini lazim
dipadankan dengan kata bojo. Istilah bojo tidak secara khusus merujuk pada perempuan,
karena juga bisa digunakan untuk merujuk pada laki-laki. Selain itu, dalam konteks
budaya Suroboyoan istilah ini bukan merupakan penanda dialek. Untuk alasan tersebut,
dalam contoh diatas, penerjemah mengadaptasi penanda dialek AAE wifey menjadi
wedokan. Istilah wedokan tersebut meskipun dalam bahasa Jawa bermakna sedikit kasar,
akan tetapi dalam budaya Suroboyoan yang egaliter lebih bisa diterima dan lebih akurat
karena hanya merujuk pada perempuan. Dengan memadankan kedua istilah tersebut maka
terjemahan menjadi berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target. Selain itu hasil
terjemahan tersebut juga akurat dan eksistensi dialek dalam BSa tetap dipertahankan.

Dampak positif dari penggunaan teknik adaptasi dan variasi tersebut adalah; (1)
dapat menghasilkan terjemahan yang berkualits dengan tingkat keakuratan yang tinggi
dengan penggunaan istilah yang sudah disesuaikan dengan budaya bahasa target, (2)
penggunaan istilah yang diadaptasi lebih sesuai dengan budaya target sehingga mampu
mempertahankan unsur dialek dalam teks BSa, dan (2) terjemahan merupakan istilah dialek
yang akrab bagi pembaca sasaran dan dekat dengan budaya target sehingga teks BSa
mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Mempertimbangkan dampak-dampak positif tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
penerapan teknik adaptasi dan variasi untuk menerjemahkan penanda dialek AAE sub
kategori istilah slang penyebutan perempuan ke dalam dubbing dialek Suroboyoan sudah
memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat,
berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016). Penerapan teknik adaptasi dan variasi ini didukung oleh hasil
penelitian terkait penerjemahan slang dan dan dialek (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018;
Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021).

154
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.5.3.1.3. Istilah Penyebutan Uang

Salah satu penanda dialek AAE kategori slang adalah istilah penyebutan uang.
Dikutip dari Green (2002) ada beberapa slang yang ditengarai sebagai penanda dialek
AAE. Dalam dialek Suroboyoan juga terdapat istilah penyebutan uang yang menjadi
penanda dialek Suroboyoan dengan bahasa Jawa standar. Dalam merekomendasikan
istilah slang AAE untuk menyebut uang ke dalam dialek Suroboyoan, peneliti
mempertimbangkan fungsi, bentuk, dan konteks tuturan dari BSu. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan karena penanda dialek AAE sub kategori uang yang dalam bentuk aslinya
berfungsi sebagai nomina, tidak selalu bisa diterjemahkan menajdi bentuk nomina dalam
dialek sasaran. Selanjutnya, peneliti mencari padanan yang paling dekat dengan dialek
sasaran tanpa menghilangkan unsur dialek dalam BSu. Berikut adalah rekomendasi model
teknik penerjemahan istilah penyebutan uang dari dialek AAE ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan:

Gunakan Padanan
Ya
Lazim
Apakah
slang uang
AAE
AAE
Istilah mempunyai
Kategori
Slang/
penyebu padanan
tan uang slang uang Apakah ada
Slang Jika alternatif
dalam alternatif lain teknik lain
Gunakan Modulasi/Parafrase

untuk me- menghilangkan


dialek nerjemahkan unsur dialek
Alternatif Lain

Suroboyoan slang uang dalam BSa,


yang fungsinya Gunakan
Ya maka
sama tapi Adisi/
tambahkan
bentuknya unsur bahasa Variasi
beda dengan lain untuk
tetap memunculkan
memunculkan unsur dialek
unsur dialek dalam BSa
dalam BSa?

Gambar 4.3. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Slang
Penyebutan Uang

Sebagaimana diilustrasikan dalam gambar diatas, dalam menerjemahkan penanda


dialek AAE sub kategori istilah penyebutan uang ke dalam dubbing dialek Suroboyoan,
penerjemah diharapkan sebisa mungkin mencari padanan dalam BSa dan sebisa mungkin
mempertahankan eksistensi dialek dalam versi dubbing. Teknik padanan lazim menempati
urutan pertama teknik penerjemahan yang direkomendasikan untuk menerjemahkan istilah

155
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penyebutan uang ke dalam dubbing Suroboyoan. Hal ini karena penerapan teknik padanan
lazim dapat menghasilkan terjemahan yang berkualitas dengan penggunaan istilah yang
lazim dalam BSa. Contoh penerapan teknik ini adalah:

Data 640
BSu : You have cash, buddy?
BSa : Duwe duwek, cak?

Istilah cash merupakan penanda dialek AAE untuk kategori slang sub kategori
istilah penyebutan uang (Green, 2020). Dalam contoh diatas, iatilah tersebut
dialihbahasakan menjadi duwek yang merupakan istilah yang lazim digunakan oleh
pembaca target untuk menyatakan uang. Pemadanan ini sudah memenuhi kriteria
terjemahan yang ideal karena mempunyai makna yang sama dengan pilihan kata yang
berterima dalam BSa.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) dapat menerjemahkan struktur asli BSu ke dalam struktur BSa tanpa menghilangkan
makna sehingga menghasilkan teks terjemahan yang akurat, (2) dapat menghasilkan teks
BSa yang mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur bahasa yang
lazim digunakan dalam dialek sasaran, dan (3) penerapan teknik ini dapat mempertahankan
unsur dialek dalam BSa karena menggunakan istilah yang khas dalam budaya target.
Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori slang
penyebutan uang ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida,
2001; Nababan dkk, 2012) dan dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan
(Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini
juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016;
Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah,
2021).

Akan tetapi, meskipun menghasilkan teks terjemahan yang berkualitas, peneliti


merekomendasikan alternatif penerjemahan lain karena penanda dialek AAE sub kategori
istilah penyebutan uang ini tidak selalu bisa diterjemahkan sebagai nomina dalam BSa.

156
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rekomendasi penggunaan teknik tersebut adalah modulasi dan paraphrase. Akan tetapi
penggunaan teknik ini perlu mempertimbangkan hal lain. Seperti terlihat dalam gambar 4.3
diatas, peneliti menyarankan dalam menggunakan teknik modulasi, penerjemah perlu
menambahkan atau menggunakan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik
tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan
dengan memadukan penggunaan teknik modulasi + adisi atau variasi. Contoh penerapan
langkah tersebut dapat dilihat dalam data berikut ini:

Data 240
BSu : How many bucks you lost this week?
BSa : Toroh akeh laan kon, cak?

Dalam konteks contoh tuturan diatas, penanda dialek AAE bucks tidak bisa
diterjemahkan dengan menggunakan nomina dalam BSa. Secara harfiah, ungkapan
tersebut bisa diterjemahkan dalam bahasa Jawa menjadi ‘Pirang juta kowe rugi minggu
iki?’. Upaya penerjemah memodulasi ujaran dengan penanda dialek AAE diatas berhasil
memunculkan unsur dialek dalam verssi terjemahan. Pemadanan frasa many bucks menjadi
kata akeh yang bukan merupakan penanda dialek dalam budaya Suroboyoan disiasati
penerjemah dengan penambahan unsur bahasa lain seperti kata cak dan laan untuk
memunculkan unsur dialek dalam BSa. Selain itu, penerjemah juga menggunakan Teknik
variasi dalam menerjemahkan you menjadi kon. Ketiga istilah tersebut merupakan penanda
dialek yang khas dan lazim ditemukan dalam dialek Suroboyoan.

Dampak positif dari penggunaan teknik modulasi + adisi/variasi tersebut adalah; (1)
makna dalam BSu yang dimodulasi dalam BSa tidak berubah meskipun berbeda sudut
pandang, sehingga menghasilkan terjemahan yang akurat, dan (2) perpaduan teknik saling
melengkapi sehingga tujuan penerjemahan dialek untuk menghasilkan makna yang
sepadan dan mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa bisa tercapai, dan (3) istilah
atau diksi yang digunakan dalam BSa merupakan istilah yang lazim dalam budaya target
sehingga mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori slang
penyebutan uang ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu

157
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida,
2001; Nababan dkk, 2012) dan dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan
(Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini
juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016;
Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah,
2021).

Selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan alternatif teknik lain untuk
menerjemahkan dialek AAE sub kategori istilah penyebutan uang kedalam dubbing dialek
Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut adalah paraphrase. Akan
tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase, penerjemah harus lebih berhati-hati karena
penerapan teknik ini berpotensi mengurangi keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika
penerjemah tidak memahami konteks tuturan. Sama halnya dengan penerapan teknik
modulasi, dalam menerapkan teknik paraphrase ini peneliti menyarankan untuk
menggunakan atau menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini
berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan
memadukan penggunaan teknik paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut
dapat dilihat dalam contoh data berikut ini:

Data 484
BSu : With an estate valued at over million bucks, the senator ain't realize
that he might fail
BSa : Areke gak kuatir blas kate gagal soale Lek Hughes sugeh

Dalam konteks contoh tuturan diatas, penanda dialek AAE bucks tidak bisa
diterjemahkan dengan menggunakan nomina dalam BSa. Pilihan penerjemah untuk
memparafrase tuturan BSu tersebut menghasilkan terjemahan yang lebih luwes, singkat
dan mudah dipahami oleh pembaca target. Upaya penerjemah tersebut sekaligus dapat
memunculkan unsur dialek dalam versi terjemahan. Pemadanan frasa over million bucks
menjadi kata sugeh yang bukan merupakan penanda dialek dalam budaya Suroboyoan
disiasati penerjemah dengan penggunaan unsur variasi bahasa seperti kata areke, gak dan
kate untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa. Ketiga istilah tersebut merupakan
penanda dialek yang khas dan lazim ditemukan dalam dialek Suroboyoan.

158
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dampak positif dari penggunaan teknik modulasi + adisi/variasi tersebut adalah; (1)
makna dalam BSu yang diparafrase dalam BSa tidak berubah meskipun berbeda sudut
pandang, sehingga menghasilkan terjemahan yang akurat, dan (2) perpaduan teknik saling
melengkapi sehingga tujuan penerjemahan dialek untuk menghasilkan makna yang
sepadan dan mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa bisa tercapai, dan (3) istilah
atau diksi yang digunakan dalam BSa merupakan istilah yang lazim dalam budaya target
sehingga mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori slang
penyebutan uang ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida,
2001; Nababan dkk, 2012) dan dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan
(Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini
juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan slang (Octaviani, 2016; Nugroho,
2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021).

Sementara itu, seperti disinggung diatas bahwa teknik paraphrase berpotensi


mengurangi keakuratan teks terjemahan jika penerjemah kurang memahami konteks
tuturan sehingga tidak paham makna yang terkandung dalam BSu. Untuk itu peneliti
menyarankan dalam menerapkan teknik ini penerjemah terlebih dahulu mengenali konteks
tuturan, penanda-penanda linguistik dan variasi bahasa yang digunakan dalam BSu.
Dengan pemahaman yang baik terhadap aspek-aspek tersebut penerjemah dapat
merekonstruksi tuturan BSu ke dalam BSa dengan akurat meskipun sudut pandang yang
digunakan berbeda.

4.1.5.3.1.4. Istilah untuk Menyatakan Kegiatan Seksual

Isu seksualitas adalah isu yang cukup sensitive sehingga pemadanan istilah-istilah
terkait seksualitas ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti
aspek kepantasan dan sosial budaya. Apalagi dalam konteks audioviual translation
dimana hasil terjemahan akan dinikmati oleh masyarakat luas tak terkecuali anak-anak.
Untuk itulah penerjemah audiovisual termasuk dubbing harus ‘cerdas’ dalam memilih
padanan yang tepat untuk menerjemahkan istilah yang menunjukkan kegiatan seksual

159
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam teks BSa. Istilah yang digunakan harus sepadan dalam makna dan tidak terlalu
vulgar, akan tetapi tidak mengurangi ‘rasa’ yang ingin disampaikan oleh teks BSu. Dalam
penelitian ini peneliti merekomendasikan teknik penerjemahan yang tepat dalam
menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori penyebutan istilah untuk kegiatan
seksual teknik ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Berikut adalah rekomendasi model
teknik penerjemahan istilah yang menyatakan kegiatan seksual dari dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan:

Gunakan Padanan
Ya
Apakah Lazim
Dialek Istilah slang
AAE untuk kegiatan
kategori menyebut seksual AAE
Slang/ kegiatan mempunyai Apakah alternatif
Leksikan seksual padanan lain terlalu kasar
slang dan ada istilah

Alternatif lain
kegiatan yang lebih halus Gunakan
dengan makna Netralisasi
seksual Ya
yang sama dalam + Adisi/
dalam dialek BSa dengan tetap Variasi
Suroboyoan memunculkan
unsur dialek
dalam BSa?

Gambar 4.4. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Slang
Penyebutan Kegiatan Seksual

Dari gambar model diatas terlihat bahwa urutan pertama rekomendasi penggunaan
teknik penerjemahan dialek AAE sub kategori istilah untuk menyatakan kegiatan
seksualitas ke dalam dubbing dialek Suroboyoan adalah padanan lazim.

Data 234
BSu : How many time you push up on her, man?
BSa : Kon ngencuk dekne ping piro, cak?

Pemadanan istilah dialek AAE push up on yang menyatakan kegiatan seksual (=


have sexual intercourse) dengan istilah Suroboyoan ngencuk menghasilkan terjemahan
yang akurat. Dampak positif dari jenis pemadanan ini adalah; (1) teks terjemahan yang
dihasilkan sepadan dalam makna sehingga mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, (2)
dapat menghasilkan teks BSa yang mudah dipahami oleh pembaca target karena
menggunakan unsur bahasa yang lazim digunakan dalam dialek sasaran, dan (3) istilah
yang digunakan dalam BSa merupakan penanda dialek dalam bahasa Suroboyoan sehingga

160
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat mempertahankan unsur dialek dalam teks dubbing. Dengan mempertimbangkan


dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik
penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE kategori slang sub kategori istilah yang
menyatakan kegiatan seksual ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan
dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah dipahami
(Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi
dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi
penggunaan teknik ini juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan slang dan
dialek (Octaviani, 2016; Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Akan tetapi, meskipun menghasilkan teks terjemahan yang berkualitas, penggunaan


teknik ini mempunyai dampak negatif. Dampak negatif ini adalah; (1) dalam konteks
dubbing, istilah tersebut terlalu vulgar sehingga berpotensi bagi pihak lain yang
berkepentingan untuk meminta penerjemah mengganti dengan istilah lain yang lebih
santun. Untuk itulah, peneliti merekomendasikan alternatif teknik lain yaitu netralisasi.
Dampak positif penggunaan teknik netralisasi ini adalah; (1) penggunaan istilah
seksualisme yang dinetralisasi mempunyai makna yang sama sehingga mempunyai tingkat
akurasi yang tinggi, dan (2) dalam konteks dubbing penggunaan istilah seksualisme yang
dinetralisasi lebih bisa diterima. Rekomendasi penggunaan teknik ini juga didukung oleh
penelitian tentang penerjemahan slang (Brodovich, 1997; Nurlaila, 2018; Rosyidah, 2021).

Rekomendasi penggunaan teknik netralisasi dalam penerjemahan dialek ini juga


sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa dalam penerjemahan dialek
penggunaan teknik netralisasi merupakan solusi yang mudah dan bisa dilakukan jika
fungsi dialek di dalam BSu bukan sebagai gaya penulis (Brodovich, 1997; Geissberger,
2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016). Selanjutnya dalam konteks dubbing, teknik
netralisasi merupakan solusi yang paling tepat dalam menerjemahkan istilah yang dirasa
tidak pantas digunakan dalam ruang publik (Galar, 2014).

Akan tetapi, penggunaan teknik ini perlu mempertimbangkan aspek lain. Aspek
lain ini terkait dengan eksistensi unsur dialek dalam BSa. Dampak negatif dari
penggunaan teknik netralisasi ini adalah; (1) karena menggunakan istilah yang
dinetralisasi, maka unsur dialek dalam BSa menjadi hilang. Mempertimbangkan dampak

161
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

negatif ini, peneliti merekomendasikan penggunaan teknik lain yang digunakan


bersamaan dengan teknik netralisasi untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa. Teknik
yang direkomendasikan itu adalah teknik adisi atau variasi. Dengan kata lain, jika
penggunaan teknik netralisasi ini berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam BSa,
maka dianjurkan untuk menambahkan unsur bahasa lain dengan menerapkan teknik adisi,
atau mengganti unsur bahasa dalam BSu yang bukan penanda dialek menjadi penanda
dialek dalam BSa dengan menerapkan teknik variasi. Langkah ini bertujuan untuk
memunculkan unsur dialek dalam BSa. Penerapan langkah ini dapat dilihat dalam contoh
berikut ini:

Data 277
BSu : Come on babe… let’s get sweating, will ya?
BSa : Ayo talah cah ayu.. yok enak-enak diluk ae talah

Istilah get sweating yang merupakan penanda dialek AAE dinetralisasi menjadi
enak-enak yang bukan merupakan penanda dialek Suroboyoan. Unsur dialek dalam BSa
menjadi terlihat dengan penambahan kata ae dan talah. Kedua kata tersebut merupakan
kata yang khas digunakan dalam budaya Suroboyoan. Dengan penambahan unsur bahasa
lain dalam teks dubbing tersebut, teks terjemahan yang dihasilkan dapat lebih terasa
‘Suroboyo’ sehingga dapat lebih berterima dan eksistensi dialek dapat dipertahankan.

Dampak positif dari penggunaan teknik netralisasi + variasi/adisi tersebut adalah;


(1) makna istilah dalam BSu yang dinetralisasi dalam BSa tidak berubah sehingga
menghasilkan terjemahan yang akurat, (2) perpaduan teknik saling melengkapi sehingga
tujuan penerjemahan dialek untuk menghasilkan makna yang sepadan dan
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa bisa tercapai, dan (3) istilah yang
dinetralisasi lebih berterima digunakan dalam ruang public. Dengan mempertimbangkan
dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi langkah
penerapan teknik penerjemahan tersebut dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori
slang penyebutan kegiatan seksual ke dalam dubbing dialek Suroboyoan ini sudah
memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan
yang akurat, berterima, dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk,
2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997;

162
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini juga didukung oleh
penelitian tentang penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018;
Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021).

4.1.5.3.2. Model Penerjemahan Dialek AAE Kategori Perangkat Sintaksis

Sintaksis adalah salah satu cabang linguistik yang terkait pembahasan tentang proses
pembetukan kalimat. Radford menyampaikan bahwa sintaksis dengan bagaimana kata
dapat digabungkan bersama dalam bentuk frasa, klausa dan kalimat sehingga dapat
menentukan prinsip-prinsip bagaimana kata dapat digabungkan atau tidak untuk
membentuk suatu makna (2003, h. 2). Ciri sintaksis setiap bahasa berbeda antara satu
dengan yang lain. Dialek sebagai sebuah variasi bahasa juga mempunyai ciri sintaksis yang
membedakan dengan dialek yang lain. Hal ini juga berlaku untuk dialek African American
English (AAE) dan Suroboyoan. Perbedaan struktur atau sistem tata bahasa antara kedua
dialek tersebut menjadi aspek yang penting untuk dikaji karena akan mempengaruhi hasil
terjemahan yang berkualitas.

Dari temuan pada penelitian pendahuluan, peneliti menemukan penanda dialek AAE
kategori perangkat sintaksis dalam tuturan dialog 9 seri Walker Texas Ranger yang terdiri
dari 6 sub kategori, yaitu: (1) kalimat tanya, (2) penyimpangan kata bantu, (3) pelesapan
kata bantu, (4) pelesapan kopula be, (5) penggunaan -s untuk kata kerja dengan subjek
jamak, dan (6) penggunaan done untuk past tense. Dari hasil analisis data pada penelitian
pendahuluan, peneliti menyimpulkan bahwa penanda dialek AAE kategori perangkat
sintaksis mempunyai perbedaan struktur gramatikal yang sangat signifikan dengan dialek
Suroboyoan. Perbedaan struktur gramatikal ini dapat berpotensi menggeser eksistensi
dialek dalam BSa. Oleh sebab itu, dalam merekomendasikan teknik penerjemahan yang
tepat peneliti perlu mempertimbangkan perbedaan gramatikal kedua dialek tersebut agar
dapat mengakomodir perbedaan struktur tersebut dan dapat menghasilkan terjemahan yang
berkualitas tanpa menggeser fungsi dialek dalam BSa.

Untuk menentukan pilihan teknik penerjemahan yang berkualitas sesuai dengan


konteks, penerjemah perlu memperhatikan kategori dialek AAE yang muncul dalam
tuturan BSu, hubungan sosial penutur, dan situasi/konteks tutur. Setelah mengetahui

163
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

beberapa hal tersebut tersebut penerjemah perlu mempertahankan kesan dan makna yang
ingin disampaikan oleh penutur asli melalui tuturan tersebut dengan menggunakan teknik
penerjemahan yang tepat. Langkah-langkah dalam menganalisis penggunaan teknik
penerjemahan yang sesuai antara lain:

a. Memastikan ujaran yang terdapat dalam BSu adalah ujaran yang mengandung
penanda perangkat sintaksis dialek AAE
b. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kata, frasa atau klausa yang merupakan
penanda perangkat sintaksis dialek AAE
c. Langkah terakhir adalah merekonstruksi ujaran BSu yang mengandung penanda
perangkat sintaksis dialek AAE tersebut ke dalam bahasa sasaran dengan tetap
mempertahankan makna dan eksistensi dialek dalam BSa menggunakan teknik
penerjemahan yang tepat.

4.1.5.3.2.1. Kalimat Tanya

Struktur kalimat tanya pada dialek AAE mempunyai perbedaan yang cukup
signifikan dengan struktur dalam bahasa Inggris standar. Penanda dialek AAE dalam sub
kategori kalimat tanya mempunyai struktur yang tidak lengkap dengan penghilangan kata
bantu dan kopula be. Hal ini tentu saja ‘menyimpang’ dengan struktur bahasa Inggris
standar yang sangat memperhatikan subject verb agreement dalam kalimat. Dialek
Suroboyoan sebagai bagian dari sistem bahasa juga mempunyai struktur kalimat tanya.
Akan tetapi karena dialek Suroboyoan merupakan variasi bahasa Jawa, sebagaimana
bahasa Indonesia yang tidak mempunyai subject verb agreement, maka penanda bahasa
non-standar kategori kalimat tanya tidak terdapat dalam dialek Suroboyoan. Perbedaan
struktur gramatikal ini dapat berpotensi menggeser eksistensi dialek dalam BSa. Dalam
merekomendasikan teknik penerjemahan dialek AAE sub kategori kalimat tanya ke dalam
dialek Suroboyoan, peneliti mempertimbangkan hal tersebut. Rekomendasi penggunaan
teknik penerjemahan dialek AAE sub kategori perangkat kalimat tanya dapat dilihat dalam
gambar berikut ini:

164
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ya Gunakan Padanan Lazim


Apakah ada
struktur
AAE kalimat tanya
Kategori Kalimat dalam BSa
Perangkat Tanyai yang sepadan
Sintaksis dengan BSu?

Gunakan Modulasi/Parafrase
Jika Modulasi /
Apakah ada Parafrase
alternatif lain menghilangkan

Alternatif Lain
untuk unsur dialek dalam
menerjemahkan Gunakan
Ya BSa, maka
kalimat tanya yang Adisi /
tambahkan unsur
fungsinya sama Variasi
bahasa lain untuk
tapi bentuknya memunculkan
beda dalam BSa? unsur dialek dalam
BSa

Gambar 4.5. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Kalimat
Tanya

Sebagaimana digambarkan dalam gambar 4.5 diatas, teknik penerjemahan yang


disarankan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori kalimat tanya ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan secara berurutan adalah; (1) padanan lazim, (2) modulasi, (3)
paraphrase, (4) modulasi + adisi/variasi, dan (5) paraphrase + adisi/variasi.

Meskipun dialek AAE dan dialek Suroboyoan mempunyai struktur kalimat yang
berbeda, tetapi dalam proses menerjemahkan terdapat padanan yang tepat atau terdekat.
Teknik yang menghasilkan padanan yang tepat dan tidak menghilangkan unsur dialek
dalam BSa adalah padanan lazim. Contoh penerapan teknik padanan lazim dalam
menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori kalimat tanya dalam dubbing dialek
Suroboyoan adalah sebagai berikut:

Data 154
BSu : You gonna leave me here?
BSa : Koen kape ninggal aku nang kene?

Dalam contoh tuturan diatas, teks BSu teridentifikasi mengandung penanda dialek
AAE sub kategori kalimat tanya. Kalimat tanya tersebut menghilangkan kopula are sebagai
kata bantu verba untuk frasa verba gonna (= going to) dan kata ganti persona jamak you.
Dialog tersebut diterjemahkan dengan padanan lazim. Teks BSu tersebut ditransfer
menjadi kalimat tanya dengan pilihan kata yang lazim digunakan dalam budaya target.
Identifikasi teknik ini sudah diverifikasi oleh rater dalam FGD pada penelitian
pendahuluan. Dampak positif dari penggunaan teknik tersebut adalah; (1) dapat
menerjemahkan struktur asli BSu ke dalam struktur BSa tanpa menghilangkan makna,

165
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tanpa pengurangan atau penambahan sehingga menghasilkan teks terjemahan yang akurat,
(2) teks BSa menggunakan istilah yang lazim digunakan dalam budaya sasaran sehingga
teks BSa mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami oleh pembaca target, dan
(3) dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam teks BSa karena menggunakan unsur
variasi bahasa dalam dialek sasaran. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa penerapan teknik padanan lazim untuk menerjemahkan
ujaran yang yang mengandung penanda dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub
kategori kalimat tanya ke dalam dubbing dialek Suroboyoan sudah memenuhi syarat ideal
penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah
dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta mempertahankan
eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz
2016).

Meskipun mempunyai padanan yang tepat dalam menerjemahkan struktur kalimat


tanya ke dalam dialek Suroboyoan, peneliti juga merekomendasikan alternatif penggunaan
teknik penerjemahan lain yang bisa menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan tetap
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Alternatif lain tersebut adalah dengan
menggunakan teknik modulasi dan paraphrase. Akan tetapi, penerjemah perlu
memperhatikan beberapa hal untuk menerapkan kedua teknik ini. Salah satu pertimbangan
yang paling utama adalah pemertahanan unsur dialek dalam BSa. Jika alternatif lain
tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam BSa maka disarankan untuk
menambahkan unsur bahasa lain dalam teks BSa dengan teknik addisi atau variasi. Contoh
penerapan teknik modulasi + variasi/adisi ini dapat dilihat dalam tuturan berikut:

Data 173
BSu : You hear what I'm saying?
BSa : Ngerti gak kon opo seng tak omongno?

Dalam contoh diatas, terlihat bahwa penerjemah memodulasi tuturan yang


mengandung penanda dialek AAE sub kategori kalimat tanya tersebut dari kalimat tanya
tanpa penanda negasi menjadi kalimat tanya dengan penanda negasi. Meskipun begitu,
terjemahan yang dihasilkan mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Penerjemah
memunculkan unsur dialek Suroboyoan dengan penggunaan penanda negasi gak, akhiran
-no dan penggunaan teknik variasi untuk menerjemahkan persona jamak you menjadi kon

166
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam BSa. Ketiga unsur bahasa tersebut merupakan variasi bahasa yang lazim dalam
budaya Suroboyoan.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) meskipun penerjemah mengubah sudut pandang dalam proses penerjemahan,
teks terjemahan yang dihasilkan mempunyai kesepadanan makna sehingga mempunyai
tingkat keakuratan yang tinggi, (2) menghasilkan teks BSu yang berterima dan mudah
dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-unsur bahasa yang akrab di
telinga pembaca sasaran, (3) perpaduan teknik mampu memunculkan unsur dialek dalam
teks BSa, dan (4) mampu mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa.. Dengan
mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan modulasi + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran
yang yang mengandung penanda dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori
kalimat tanya ke dalam dubbing dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal
penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah
dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan
eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz
2016).

Seperti disampaikan diatas, selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan


alternatif teknik lain untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori kalimat tanya ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut
adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase, penerjemah harus
lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi tingkat keakuratan
pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah tidak memahami konteks tuturan. Sama
halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam menerapkan teknik paraphrase ini
peneliti menyarankan untuk menambahkan atau menambahkan unsur bahasa lain dalam
BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan.
Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik paraphrase + adisi atau
variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data berikut ini:

167
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 167
BSu : You hear me?
BSa : Jane mudeng gak kon?

Dalam contoh diatas, terlihat bahwa penerjemah menerjemahkan tuturan yang


mengandung penanda dialek AAE sub kategori kalimat tanya tersebut dengan cara yang
berbeda. Meskipun diterjemahkan dengan cara yang berbeda, terjemahan yang dihasilkan
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi karena konteks makna yang terdapat dalam
BSu dapat disampaikan dengan baik dalam BSa. Penerjemah memunculkan unsur dialek
Suroboyoan dengan penggunaan penanda negasi gak dan penggunaan teknik variasi untuk
menerjemahkan persona jamak you menjadi kon dalam BSa. Kedua unsur bahasa tersebut
merupakan variasi bahasa yang lazim dalam budaya Suroboyoan.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur linguist dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori kalimat tanya ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;

168
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.2.2. Pelesapan Kopula ‘be’

Salah satu penanda dialek AAE adalah zero copula atau pelesapan kopula be.
Kalimat yang mengandung penanda dialek AAE sub kategori ini tidak menggunakan
kopula be (is, am, are, was dan were) untuk kalimat yang mengandung nomina atau
adjective. Struktur gramatika dialek Suroboyoan tidak mempunyai struktur kalimat seperti
penanda dialek AAE ini. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah dalam proses
penerjemahan. Masalah tersebut terkait pemadanan makna dalam ujaran BSu dan
pemertahanan unsur dialek dalam BSa. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka
peneliti memberi rekomendasi untuk penerjemah agar mengkompensasi ujaran BSu yang
mengandung penanda dialek sub kategori zero copula ke dalam bentuk lain dengan teknik
penerjemahan yang sesuai untuk menghasilkan terjemahan berkualitas dengan tetap
memunculkan unsur dialek dalam BSa. Rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan
dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori pelesapan kopula be dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:

Ya Gunakan
Apakah ada Apakah Modulasi/Parafrase
struktur ada
Dialek AAE Pelesa - kalimat struktur
Kategori pan dengan kalimat
Tidak

Perangkat Kopula pelesapan BSa yang


Sintaksis ‘be' kopula ‘be’ berfungsi Struktur BSu
dalam BSa sama tapi dikompensasi
yang sepadan bentuknya dengan bentuk
dengan BSu? lain atau
berbeda Tidak menambahkan Gunakan Variasi
dengan /Adisi
unsur Bahasa
tetap dalam BSa
memperta untuk
hankan memunculkan
dialek?? unsur dialek
dalam BSa

Gambar 4.6. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Pelesapan
be (Zero Copula)

Dari gambar 4.6. terlihat bahwa dalam penerjemahan dialek, selain mencari
kesepadaan makna, penerjemah juga sebisa mungkin diharapkan mempertahankan
eksistensi dialek dalam BSa. Berdasarkan analisis komponensial, peneliti menemukan

169
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahwa untuk menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori pelesapan kopula be ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk
lain karena perbedaan struktur gramatikal antara BSu dan BSa. Dalam penelitian ini
peneliti merekomendasikan untuk menggunakan teknik paraphrase atau modulasi. Teknik
penerjemahann ini mampu menyeimbangkan perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa.
Rekomendasi ini didukung oleh data sekunder yang merupakan hasil penelitian sejenis.
Penelitian yang dilakukan oleh Farkhan (2014) menyimpulkan bahwa untuk mengatasi
perbedaan struktur bahasa, penerjemah biasa mengganti sudut pandang BSu dan
menyesuaikan dengan struktur bahasa yang berlaku dalam BSa. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa teknik modulasi dapat menghasilkan terjemahan yang berterima
dengan tetap mempertahankan konteks makna dalam BSu.

Selanjutnya, jika penerapan teknik paraphrase atau modulasi berpotensi


menghilangkan unsur dialek dalam BSa, peneliti menyarankan bagi penerjemah untuk
menambahkan unsur bahasa lain dalam dialek sasaran dengan teknik adisi atau eksplisitasi.
Penambahan unsur bahasa ini diharapkan mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam
BSa. Selain itu, peneliti juga merekomendasikan untuk menggunakan teknik variasi untuk
menerjemahkan diksi standar BSu menjadi bentuk dialek dalam BSa. Sebagai contoh;
penggunaan kata khas Suroboyo koen untuk menerjemahkan bahasa Inggris standar you,
atau penggunaan kata areke sebagai bentuk terjemahan dari he/she. Penggunaan teknik
variasi dalam konteks penerjemahan dialek dapat meningkatkan unsur dialek dalam BSa.
Teknik tersebut juga menghasilkan terjemahan yang berkualitas tinggi (akurat, berterima
dan mudah dipahami oleh pembaca target). Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam
contoh berikut:

Data 781
BSu : Damn it, that bastard too fast
BSa : Buanter cak mlayune arek kae.. juangkrik!

Tuturan dengan penanda dialek AAE pelesapan is untuk pronominal bastard diatas
dialihbahasakan menggunakan teknik modulasi. Teknik ini dipilih untuk mengatasi
perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Dalam konteks dialek Suroboyoan, struktur
kalimat tidak mengenal penanda kopula be untuk kalimat dengan pronominal dan
adjektiva. Frasa too fast dalam BSu berfungsi sebagai kata keterangan untuk pronominal

170
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bastard, sedangkan dalam terjemahannya berkedudukan sebagai kata keterangan untuk


verba mlayune. Meskipun mempunyai fungsi yang berbeda, akan tetapi konteks dan makna
yang disampaikan sama sehingga mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Pemertahanan
unsur dialek dilakukan dengan menggunakan teknik variasi dan adisi, yaitu dengan
penggunaan kata arek dan penambahan kata cak yang merupakan simbol khas dalam
budaya Suroboyoan.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) dapat menghasilkan terjemahan yang berkualits dengan tingkat keakuratan yang
tinggi dengan tetap mempertahankan unsur dialek dalam teks BSa, (2) menghasilkan teks
BSu yang berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-
unsur bahasa yang akrab di telinga pembaca sasaran, dan (3) dapat digunakan untuk
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Dengan mempertimbangkan dampak
positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda dialek AAE kategori
perangkat sintaksis sub kategori pelesapan kopula be ke dalam dubbing dialek Suroboyoan
ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012)
serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger,
2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Rekomendasi teknik selanjutnya adalah paraphrase. Untuk menerapkan teknik


paraphrase, peneliti menyarankan bahwa penerjemah harus lebih berhati-hati karena
penerapan teknik ini berpotensi mengurangi keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika
penerjemah tidak memahami konteks tuturan dalam BSu. Selanjutnya, dalam menerapkan
teknik paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menambahkan atau menambahkan unsur
bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek
dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik
paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data
berikut ini:

171
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 453
BSu : Well, it nothing as dull as historical trivia to numb the brain
BSa : Wes ayo ngomong liyane ae, lapo ngomong ngenekan

Dalam contoh diatas, terlihat bahwa penerjemah memparafrase tuturan yang


mengandung penanda dialek AAE sub kategori zero copula tersebut. Penerjemah
menerjemahkan BSu dengan mengganti kalimat perumpamaan menjadi kalimat lugas
tanpa perumpamaan. Meskipun begitu, terjemahan yang dihasilkan mempunyai tingkat
keakuratan yang tinggi karena makna dan konteks yang terbangun dalam BSa sepadan.
Penerjemah memunculkan unsur dialek Suroboyoan dengan penggunaan unsur-unsur
bahasa yang khas dalam dialek Suroboyoan seperti; lapo, ae dan ngenekan.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur linguist dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori zero copula ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich,
1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).
172
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.5.3.2.3. Pelesapan Kata Bantu Kerja

Kalimat yang mengandung penanda dialek AAE sub kategori ini tidak menggunakan
kata bantu kerja (do, does, did, have, has, dan had) untuk kalimat yang mengandung verba.
Karena dalam dialek Suroboyoan tidak mempunyai mempunyai struktur kalimat seperti
penanda dialek AAE ini maka penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk lain
untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan dan berkualitas dengan tetap
mempertahankan eksistensi dialek dalam dialek target. Rekomendasi penggunaan teknik
penerjemahan dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori pelesapan kata bantu
kerja dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Ya Gunakan
Apakah ada Apakah
Modulasi/Parafrase
Pelesa - struktur ada
Dialek AAE struktur
pan kalimat
Kategori kalimat
dengan
Tidak

kata
Perangkat BSa yang
bantu pelesapan
Sintaksis Struktur BSu
kerja kata bantu berfungsi
dikompensasi
kerja dalam sama tapi
dengan bentuk
BSa yang bentuknya
Tidak lain atau Gunakan Variasi
sepadan berbeda menambahkan
dengan /Adisi
dengan BSu? unsur Bahasa
tetap dalam BSa
memperta untuk
hankan memunculkan
dialek?? unsur dialek
dalam BSa

Gambar 4.7. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Pelesapan
Kata Bantu Kerja

Dari gambar diatas, terlihat bahwa untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan
penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk lain dengan teknik modulasi atau
paraphrase dengan tetap memunculkan unsur dialek dalam BSa. Upaya kompensasi ini
diperlukan karena struktur kalimat yang menjadi penanda dialek dalam BSu tidak
ditemukan dalam BSa. Dari hasil analisis komponensial pada penelitian pendahuluan,
kedua teknik penerjemahann ini mampu menyeimbangkan perbedaan gramatikal antara
BSu dan BSa. Rekomendasi ini didukung oleh data sekunder yang merupakan hasil
penelitian sejenis. Penelitian yang dilakukan oleh (Farkhan, 2014) menyimpulkan bahwa
untuk mengatasi perbedaan struktur bahasa, penerjemah biasa mengganti sudut pandang
BSu dan menyesuaikan dengan struktur bahasa yang berlaku dalam BSa.

173
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika penerapan teknik modulasi atau paraphrase tersebut tersebut berpotensi


menghilangkan unsur dialek dalam BSa maka disarankan untuk menambahkan unsur
bahasa lain dalam teks BSa dengan teknik addisi atau variasi. Maka, penggunaan teknik
yang direkomendasikan oleh peneliti adalah; (1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi +
adisi/variai, dan (4) paraphrase + adisi/variasi. Contoh penerapan teknik penerjemahan
dialek AAE sub kategori penanda pelesapan kata bantu kerja ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan adalah:

Data 505
BSu : We got a lead on the jerk that kidnapped your daughter
BSa : Bajingan sing nyelintep anakmu wes ketangkep, cak

Penanda dialek AAE dalam ujaran BSu diatas adalah pelesapan have sebagai kata
bantu perfect tense dengan pronominal we dan kata kerja got. Ujaran tersebut dimodulasi
sebagai upaya penerjemah dalam mengatasi perbedaan struktur gramatikal antara BSu dan
BSa. Penerjemah menambahkan unsur bahasa yang khas dalam dialek sasaran yaitu kata
sapaan cak untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa. Terjemahan diatas mempunyai
makna yang sama meskipun menggunakan sudut pandang yang berbeda, sehingga
mempunyai keakuratan yang tinggi.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) meskipun sudut pandang yang digunakan berbeda, makna yang terkandung
dalam BSa sama dengan makna dalam BSu sehingga terjemahan yang dihasilkan
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi, (2) menghasilkan teks BSu yang berterima dan
mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-unsur bahasa yang akrab
di telinga pembaca sasaran, (3) perpaduan teknik mampu memunculkan unsur dialek dalam
teks BSa, dan (4) mampu mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Dengan
mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori
pelesapan kata bantu kerja ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek
yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) dan tetap mempertahankan unsur dialek dalam terjemahan
(Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016).

174
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Seperti disampaikan diatas, selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan


alternatif teknik lain untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori pelesapan kata bantu
kerja kedalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain
tersebut adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase, penerjemah
harus lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi tingkat
keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah tidak memahami konteks
tuturan. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam menerapkan teknik
paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menambahkan atau menambahkan unsur
bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek
dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik
paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data
berikut ini:

Data 166
BSu : Now, I gonna aks you again, asshole
BSa : Juangkrik.. ngomong sing bener kon!

Penanda dialek AAE dalam ujaran diatas adalah pelesapan am sebagai kata bantu
untuk auxiliary verb gonna (SAE: going to) dengan pronominal I. Terjemahan dalam dialek
Suroboyoan ngomong sing bener kon! merupakan bentuk paraphrase dari ujaran BSu.
Dalam bahasa Jawa standar, secara harfiah tuturan tersebut dapat diterjemahkan menjadi
aku arep takon awakmu sepisan meneh. Versi harfiah tersebut kurang luwes dan tidak pas
untuk konteks dubbing. Dengan menggunakan teknik paraphrase tersebut, tuturan dalam
BSa menjadi lebih singkat dan memberikan penekanan pada ujaran sesuai dengan konteks
tuturan dalam BSu. Makna yang disampaikan juga sepadan dengan apa yang ingin
disampaikan oleh dialog asli. Pemertahanan dialek dilakukan penerjemah dengan
menerapkan teknik variasi dalam menerjemahkan kata standar you menjadi kon.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat

175
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur linguistik dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori pelesapan kata bantu kerja ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.2.4. Penyimpangan Kata Bantu Kerja

Salah satu penanda dialek AAE adalah penyimpangan kata bantu kerja. Kalimat
yang mengandung penanda dialek AAE sub kategori ini tidak menggunakan kata bantu
kerja sesuai struktur gramatikal bahasa Inggris standar yang sangat menganut asas subject
verb agreement. Karena dalam dialek Suroboyoan tidak mempunyai mempunyai struktur
kalimat seperti penanda dialek AAE ini, hal ini berpotensi menimbulkan masalah dalam
proses penerjemahan. Masalah tersebut terkait pemadanan makna dalam ujaran BSu dan
pemertahanan unsur dialek dalam BSa. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka
peneliti memberi rekomendasi untuk penerjemah agar mengkompensasi ujaran Bsu yang
mengandung penanda dialek sub kategori penyimpangan kata bantu kerja ke dalam bentuk
lain dengan teknik penerjemahan yang sesuai untuk menghasilkan terjemahan berkualitas
dengan tetap memunculkan unsur dialek dalam BSa. Rekomendasi penggunaan teknik
penerjemahan dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori penyimpangan kata
bantu kerja dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

176
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ya Gunakan
Apakah ada Apakah ada
Modulasi/Parafrase
Dialek AAE Penyim struktur struktur
pangan kalimat kalimat BSa
Kategori

Tidak
kata dengan yang
Perangkat
bantu penyimpangan berfungsi Struktur BSu
Sintaksis
kerja kata ban tu sama tapi dikompensasi
kerja dalam bentuknya dengan bentuk
BSa yang berbeda Tidak lain atau Gunakan Variasi
sepadan dengan menambahkan /Adisi
dengan BSu? tetap unsur Bahasa
mempertah dalam BSa untuk
ankan memunculkan
dialek? unsur dialek
dalam BSa

Gambar 4.8. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori


Penyimpangan Kata Bantu Kerja

Dari gambar 4.8 diatas, terlihat bahwa untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan
penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk lain dengan teknik modulasi atau
paraphrase dengan tetap memunculkan unsur dialek dalam BSa. Upaya kompensasi ini
diperlukan karena struktur kalimat yang menjadi penanda dialek dalam BSu tidak
ditemukan dalam BSa. Dari hasil analisis komponensial pada penelitian pendahuluan,
kedua teknik penerjemahann ini mampu menyeimbangkan perbedaan gramatikal antara
BSu dan BSa. Rekomendasi ini didukung oleh data sekunder yang merupakan hasil
penelitian sejenis. Penelitian yang dilakukan oleh Farkhan (2014) menyimpulkan bahwa
untuk mengatasi perbedaan struktur bahasa, penerjemah biasa mengganti sudut pandang
BSu dan menyesuaikan dengan struktur bahasa yang berlaku dalam BSa.

Jika penerapan teknik modulasi atau paraphrase tersebut tersebut berpotensi


menghilangkan unsur dialek dalam BSa maka disarankan untuk menambahkan atau
menggunakan unsur bahasa lain dalam teks BSa dengan teknik addisi atau variasi. Maka,
penggunaan teknik yang direkomendasikan oleh peneliti adalah; (1) modulasi, (2)
paraphrase, (3) modulasi + adisi/variai, dan (4) paraphrase + adisi/variasi. Contoh
penerapan teknik penerjemahan dialek AAE sub kategori penyimpangan kata bantu kerja
ke dalam dubbing dialek Suroboyoan adalah:

Data 748
BSu : It must has been a thousand chicks here that night
BSa : Akeh wedokan pas bengi iku nang kene, rek

177
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penanda dialek AAE dalam ujaran BSu diatas adalah penggunaan has sebagai kata
bantu untuk modal auxiliary must. Hal ini dianggap menyimpang karena dalam struktur
bahasa Inggris standar seharusnya modal auxiliary menggunakan bare infinitive.
Penyimpangan kata bantu seperti ini tidak ditemukan dalam dialek Suroboyoan. Ujaran
tersebut dimodulasi sebagai upaya penerjemah dalam mengatasi perbedaan struktur
gramatikal antara BSu dan BSa. Penerjemah menambahkan unsur bahasa yang khas dalam
dialek sasaran yaitu kata sapaan rek untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa.
Terjemahan diatas mempunyai makna yang sama meskipun menggunakan sudut pandang
yang berbeda dan terdapat penambahan unsur bahasa lain dengan penerapan teknik adisi.
Terjemahan tersebut terverifikasi mempunyai keakuratan yang tinggi.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) dapat digunakan untuk mengatasi perbedaan gramatika antara BSu dan Bsa, (2)
menghasilkan terjemahan yang berkualits dengan tingkat keakuratan yang tinggi dengan
tetap mempertahankan unsur dialek dalam teks BSa, (3) menghasilkan teks BSu yang
berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-unsur
bahasa yang akrab di telinga pembaca sasaran, dan (4) perpaduan teknik mampu
memunculkan unsur dialek dalam BSa. Dengan mempertimbangkan dampak positif
tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan dalam
menerjemahkan dialek AAE sub kategori penyimpangan kata bantu kerja ini sudah
memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan
yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012)
dan tetap mempertahankan unsur dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016;
Geissberger, 2016).

Seperti disampaikan diatas, selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan


alternatif teknik lain untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori penyimpangan kata
bantu kerja kedalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang
lain tersebut adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase,
penerjemah harus lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi
tingkat keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah tidak memahami konteks
tuturan. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam menerapkan teknik

178
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menambahkan atau menambahkan unsur


bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek
dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik
paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data
berikut ini:

Data 496
BSu : He don’t have that much hair
BSa : Arek e rodok botak sithik, orak gondrong

Contoh data 496 diatas mengandung penanda dialek AAE kategori penyimpangan
tata bahasa. Penggunaan don’t untuk pronominal he merupakan penyimpangan kata bantu
kerja dalam bahasa Inggris standar. Tuturan tersebut jika diterjemahkan secara harfiah akan
membentuk tuturan yang kaku. Penerjemah memilih memparafrase tuturan BSu tersebut
untuk mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa sekaligus membuat terjemahan
menjadi lebih luwes. Meskipun diterjemahkan dengan cara yang berbeda, terjemahan yang
dihasilkan mempunyai kesepadanan makna sehingga dinilai akurat. Pemertahanan dialek
dilakukan penerjemah dengan menerapkan teknik variasi dalam menerjemahkan
pronominal standar he menjadi areke.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun disampaikan dengan cara
yang berbeda.

179
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang mengandung penanda dialek
AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori penyimpangan kata bantu kerja ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.2.5. Penggunaan -s dalam Kata Kerja dengan Subjek Jamak

Penggunaan atau penambahan -s pada kata kerja dengan subjek jamak merupakan
penanda dialek AAE yang cukup mencolok. Hal ini tentu saja ‘menyimpang’ dengan
struktur bahasa Inggris standar yang sangat memperhatikan subject verb agreement dalam
kalimat. Karena dalam dialek Suroboyoan tidak mempunyai mempunyai struktur kalimat
seperti penanda dialek AAE ini maka penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk
lain dengan teknik yang tepat untuk mengahasilkan terjemahan yang mempunyai makna
sepadan, berterima dan tetap memunculkan unsur dialek dalam BSa. Rekomendasi
penggunaan teknik penerjemahan dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori
penyimpangan kata bantu kerja dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Ya Gunakan
Apakah ada Apakah Modulasi/Parafrase
Penggu
struktur ada
naan -s
kalimat struktur
Dialek AAE utk
Kategori dengan kalimat
kata
Tidak

penggunaan - BSa yang


Perangkat kerja
s untuk KK berfungsi Struktur BSu
Sintaksis dg
dengan sama tapi dikompensasi
subjek
subjek jamak bentuknya dengan bentuk
jamak
dalam BSa berbeda? lain atau
Tidak menambahkan Gunakan Variasi
yang sepadan
unsur Bahasa /Adisi
dengan BSu?
dalam BSa
untuk
memunculkan
unsur dialek
dalam BSa

Gambar 4.9. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Penggunaan
-s untuk Kata Kerja dengan Subjek Jamak

180
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 4.9 diatas, dalam menerjemahkan dialek


penerjemah harus memadankan makna dalam BSu dengan tetap mempertahankan unsur
dialek dalam BSa. Untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori penggunaan -s untuk
kata kerja dengan subjek jamak ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, penerjemah perlu
mengkompensasi ke dalam bentuk lain karena struktur kalimat yang menjadi penanda
dialek dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa. Peneliti merekomendasikan penggunaan
teknik modulasi atau paraphrase. Dari hasil analisis komponensial pada penelitian
pendahuluan, kedua teknik tersebut mampu menyeimbangkan perbedaan gramatikal antara
BSu dan BSa. Rekomendasi ini didukung oleh data sekunder yang merupakan hasil
penelitian sejenis. Penelitian yang dilakukan oleh (Farkhan, 2014) menyimpulkan bahwa
untuk mengatasi perbedaan struktur bahasa, penerjemah biasa mengganti sudut pandang
BSu dan menyesuaikan dengan struktur bahasa yang berlaku dalam BSa.

Selanjutnya, jika penerapan teknik modulasi atau paraphrase tersebut tersebut


berpotensi menghilangkan eksistensi unsur dialek dalam BSa maka disarankan untuk
menggunakan atau menambahkan unsur bahasa lain dalam teks BSa dengan teknik addisi
atau variasi. Secara berurutan, teknik yang direkomendasikan oleh peneliti adalah; (1)
modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi + adisi/variasi, dan (4) paraphrase + adisi/variasi.
Contoh penerapan teknik penerjemahan dialek AAE sub kategori penanda pelesapan kata
bantu kerja ke dalam dubbing dialek Suroboyoan adalah:

Data 514
BSu : Well, we knows what you gonna get, Manny.
BSa : Kon eroh gak nasibe kon bakalan piye, Manny?

Penanda dialek AAE dalam ujaran BSu diatas adalah penambahan -s untuk kata
kerja know dengan subjek jamak we. Ujaran tersebut dimodulasi sebagai upaya penerjemah
dalam mengatasi perbedaan struktur gramatikal antara BSu dan BSa. Untuk memunculkan
unsur dialek dalam BSa, penerjemah menggunakan teknik variasi untuk menerjemahkan
kata standar you menjadi kon. Kata kon merupakan penanda dialek yang khas dalam
budaya Suroboyoan. Penggabungan kedua teknik terjemahan modulasi + variasi tersebut,
eksistensi dialek dalam BSa dapat dipertahankan. Selain itu, terjemahan diatas mempunyai
makna yang sama meskipun menggunakan sudut pandang yang berbeda, sehingga
mempunyai keakuratan yang tinggi.
181
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) dapat menghasilkan terjemahan yang berkualits dengan tingkat keakuratan yang
tinggi dengan tetap mempertahankan unsur dialek dalam teks BSa, (2) menghasilkan teks
BSu yang berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-
unsur bahasa yang akrab di telinga pembaca sasaran, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Dengan mempertimbangkan dampak
positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori pelesapan kata bantu kerja ini sudah
memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan
yang akurat, berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012)
dan tetap mempertahankan unsur dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016;
Geissberger, 2016).

Seperti disampaikan diatas, selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan


alternatif teknik lain untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori penggunaan -s untuk
kata kerja dengan subjek jamak kedalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi
penggunaan teknik yang lain tersebut adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan
teknik paraphrase, penerjemah harus lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini
berpotensi mengurangi tingkat keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah
tidak memahami konteks tuturan. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam
menerapkan teknik paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menambahkan atau
menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi
menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan
penggunaan teknik paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat
dalam contoh data berikut ini:

Data 554
BSu : Yeah and we gets him before now if he ain't in the middle of that war
BSa : Iyok… Sakjane yo isok ditangkep saiki, tapi yo gak saiki pisan se, rek

Penggunaan -s dalam kata kerja get diatas menyimpang dari struktur kalimat bahasa
Inggris standar. Hal ini menjadi penanda dialek AAE. Struktur kalimat yang terdapat dalam
BSu tidak ditemukan dalam dialek sasaran sehingga penerjemah mengkompensasi teks Bsu
ke dalam bentuk lain untuk mendapatkan teks yang sepadan secara makna. Ujaran tersebut
182
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diterjemahkan dengan cara di parafrase oleh penerjemah. Meskipun diterjemahkna dengan


cara yang berbeda, makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh BSu dapat terwakili
dengan baik oleh teks BSa. Untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa, penerjemah
menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa, yaitu dengan kata sapaan rek. Perpaduan
teknik paraphrase + adisi tersebut menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan
mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori penggunaan -s dalam kata kerja
dengan subjek jamak ke dalam dubbing dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat
ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan
mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.2.6. Penggunaan done dalam Simple Past Tense

Dalam struktur gramatikal kalimat bahasa Inggris standar, untuk menyatakan


pekerjaan yang terjadi pada waktu lampau (simple past tense) cukup menggunakan verb

183
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

past (kata kerja bentuk 2/past participle). Akan tetapi dalam dialek AAE pelaku tutur
menambahkan pervektive done sebelum verb past untuk menyatakan past tense. Karena
dalam dialek Suroboyoan tidak mempunyai mempunyai struktur kalimat seperti penanda
dialek AAE ini maka penerjemah perlu mengkompensasi ke dalam bentuk lain untuk
menghasilkan terjemahan dengan makna sepadan dengan tetap memunculkan unsur dialek
dalam BSa. Berikut adalah rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan dialek AAE
kategori perangkat sintaksis sub kategori penggunaan done dalam simple past tense:

Ya Gunakan Padanan Lazim


Apakah ada
Penggu struktur
AAE naan kalimat
Kategori done dengan
Perangkat untuk penggunaan
Sintaksis done dalam Apakah ada

Gunakan Modulasi/Parafrase
kalimat Jika Modulasi /
BSa yang alternatif lain Parafrase
simple untuk menghilangkan
sepadan
Alternatif Lain

past menerjemahkan unsur dialek dalam


dengan BSu? kalimatdengan Tambahkan
tense Ya BSa, maka
Adisi /
penggunaan done tambahkan unsur
yang fungsinya Variasi
bahasa lain untuk
sama tapi memunculkan
bentuknya beda unsur dialek dalam
dalam BSa? BSa

Gambar 4.10. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Penggunaan
done dalam simple past tense

Dari gambar 4.10 diatas rekomendasi terlihat teknik penerjemahan yang disarankan
dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense
ke dalam dubbing dialek Suroboyoan secara berurutan adalah; (1) padanan lazim, (2)
modulasi, (3) paraphrase, (4) modulasi + adisi/variasi, dan (5) paraphrase + adisi/variasi.
Meskipun dialek AAE dan dialek Suroboyoan mempunyai struktur kalimat yang berbeda,
tetapi dalam proses menerjemahkan terdapat padanan yang tepat atau terdekat untuk
menerjemahkan done sebagai bentuk past tense dalam dialek Suroboyoan. Teknik yang
menghasilkan padanan yang tepat dan tidak menghilangkan unsur dialek dalam BSa adalah
padanan lazim. Contoh penerapan teknik padanan lazim dalam menerjemahkan penanda
dialek AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense dalam dubbing dialek
Suroboyoan adalah sebagai berikut:

184
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data 544
BSu : She done talked to you, what else?
BSa : Areke wes mari ngomong mbek kon, opo maneh?

Dalam contoh tuturan diatas, teks BSu teridentifikasi mengandung penanda dialek
AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense. Dialog tersebut
diterjemahkan dengan padanan lazim. Penggunaan kata mari yang dalam bahasa Indonesia
bermakna ‘selesai’ mampu menghadirkan pesan yang sepadan dengan penggunaan done
dalam tuturan tersebut. Teks BSu tersebut ditransfer ke dalam dialek Suroboyoan dengan
pilihan kata yang lazim digunakan dalam budaya target. Identifikasi teknik ini sudah
diverifikasi oleh rater dalam FGD pada penelitian pendahuluan. Dampak positif dari
penggunaan teknik tersebut adalah; (1) dapat menerjemahkan struktur asli BSu ke dalam
struktur BSa tanpa menghilangkan makna, tanpa pengurangan atau penambahan sehingga
menghasilkan teks terjemahan yang akurat, (2) teks BSa menggunakan istilah yang lazim
digunakan dalam budaya sasaran sehingga teks BSa mempunyai keberterimaan tinggi dan
mudah dipahami oleh pembaca target, dan (3) dapat mempertahankan eksistensi dialek
dalam teks BSa karena menggunakan unsur variasi bahasa dalam dialek sasaran.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
penerapan teknik padanan lazim untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung
penanda dialek AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Meskipun mempunyai padanan yang dekat dalam menerjemahkan tuturan yang


menggunakan done dalam simple past tense ke dalam dialek Suroboyoan, peneliti juga
merekomendasikan alternatif penggunaan teknik penerjemahan lain yang bisa
menghasilkan terjemahan yang berkualitas dengan tetap mempertahankan eksistensi dialek
dalam BSa. Alternatif lain tersebut adalah dengan menggunakan teknik modulasi dan
paraphrase. Akan tetapi, penerjemah perlu memperhatikan beberapa hal untuk menerapkan
kedua teknik ini. Salah satu pertimbangan yang paling utama adalah pemertahanan unsur
dialek dalam BSa. Jika alternatif lain tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek

185
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam BSa maka disarankan untuk menambahkan unsur bahasa lain dalam teks BSa
dengan teknik addisi atau variasi. Contoh penerapan teknik modulasi + variasi/adisi ini
dapat dilihat dalam tuturan berikut:

Data 692
BSu : The fellas done asked the questions
BSa : Areke bar diinterogasi anak buahe dewe, cak

Penggunaan done dalam kalimat past tense diatas berbeda dengan struktur
gramatikal bahasa Inggris standar. Hal tersebut menjadi penanda dialek AAE. Dalam
contoh diatas, terlihat bahwa penerjemah memodulasi tuturan kalimat aktif yang
mengandung penanda dialek AAE tersebut menjadi kalimat pasif. Meskipun sudut
pandang gramatikal berubah, makna yang disampaikan dalam BSa sama sehingga
mempunyai tingkatan keakuratan yang tinggi. Upaya pemertahanan dialek dilakukan
penerjemah dengan menggunakan kata areke sebagai bentuk variasi kata dan penambahan
kata cak dalam BSa. Penerapan teknik modulasi + adisi tersebut terverifikasi menghasilkan
makna yang sepadan dan berterima.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik modulasi + variasi/adisi ini


adalah; (1) dapat digunakan untuk mengatasi perbedaan gramatika antara BSu dan Bsa, (2)
menghasilkan terjemahan yang berkualitas dengan tingkat keakuratan yang tinggi dengan
makna yang sepadan dalam teks BSa, (3) menghasilkan teks BSu yang berterima dan
mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur-unsur bahasa yang akrab
di telinga pembaca sasaran, dan (4) perpaduan teknik mampu memunculkan unsur dialek
dalam BSa. Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek
AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense ini sudah memenuhi tujuan
utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat,
berterima, mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) dan tetap
mempertahankan unsur dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016;
Geissberger, 2016). Rekomendasi ini didukung oleh data sekunder yang merupakan hasil
penelitian sejenis. Penelitian yang dilakukan oleh (Farkhan, 2014) menyimpulkan bahwa
untuk mengatasi perbedaan struktur bahasa, penerjemah biasa mengganti sudut pandang
BSu dan menyesuaikan dengan struktur bahasa yang berlaku dalam BSa.

186
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan alternatif teknik lain untuk
menerjemahkan dialek AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense
kedalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut
adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase, peneliti menyarankan
agar penerjemah lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi
tingkat keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah tidak memahami konteks
tuturan. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam menerapkan teknik
paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menggunakan atau menambahkan unsur bahasa
lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam
terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik paraphrase +
adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data berikut ini:

Data 787
BSu : I done talked to you! Get the fuck out!
BSa : Wes menengo kon! ojo ngomong maneh!

Penanda dialek AAE dalam tuturan data 787 diatas adalah penggunaan done dalam
simple past tense. Ujaran tersebut diterjemahkan dengan cara di parafrase oleh penerjemah.
Meskipun diterjemahkan dengan cara yang berbeda, makna atau pesan dalam BSu bisa
disampaikan dengan baik oleh teks BSa. Untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa,
penerjemah menggunakan teknik variasi untuk menerjemahkan kata standar you menjadi
kon dan menggunakan unsur bahasa lain yang khas dalam dialek Suroboyoan seperti ae
dan ojok. Perpaduan teknik paraphrase + variasi/adisi tersebut menghasilkan terjemahan
yang akurat, berterima dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) perpaduan teknik mampu
mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami

187
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur kebahasaan dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE sub kategori penggunaan done dalam simple past tense ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.3. Model Penerjemahan Dialek AAE Kategori Penanda Leksikal

Untuk menentukan pilihan teknik penerjemahan yang terbaik sesuai dengan konteks,
penerjemah perlu memperhatikan kategori dialek AAE yang muncul dalam tuturan BSu,
hubungan sosial penutur, dan situasi/konteks tutur. Setelah mengetahui beberapa hal
tersebut tersebut penerjemah perlu mempertahankan kesan dan makna yang ingin
disampaikan oleh penutur asli melalui tuturan tersebut dengan menggunakan teknik
penerjemahan yang tepat. Langkah-langkah dalam menganalisis penggunaan teknik
penerjemahan yang sesuai antara lain:

a. Memastikan ujaran yang terdapat dalam BSu adalah ujaran yang mengandung
penanda leksikal dialek AAE
b. Selanjutnya menganalisis konteks sosial dan makna tuturan.
c. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi istilah yang merupakan penanda
leksikal dialek AAE
d. Langkah terakhir adalah merekonstruksi ujaran BSu yang mengandung penanda
leksikal AAE ke dalam bahasa sasaran dengan tetap mempertahankan makna dan
eksistensi dialek dalam BSa menggunakan teknik penerjemahan yang tepat.

188
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.5.3.3.1. Penanda Negasi ain’t

Baik dialek AAE maupun dialek Suroboyoan mengenal penanda negasi yang
membedakan dengan bahasa standar. Penanda negasi ain’t merupakan penanda dialek
AAE yang sangat khas dan paling sering digunakan baik oleh orang kulit hitam maupun
kulit putih di Amerika dalam ragam pembicaraan non formal (Green, 2002; Wolfram,
2004; Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015). Penggunaan penanda
negasi ain’t menjadi penanda dialek AAE yang signifikan digunakan sebagai pembeda
dengan bahasa Inggris standar. Rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan dialek
AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori pelesapan kata bantu kerja dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:

Gunakan Padanan
Ya
Apakah ada Lazim
padanan yang
tepat dalam
BSa untuk
AAE
Penanda menerjemah
Kategori
Negasi kan penanda
Penanda
ain’t ain’t dengan
leksikal Apakah ada Jika Modulasi /
tetap alternatif lain Parafrase
memperta

Gunakan Modulasi/Parafrase
untuk me- menghilangkan
hankan dialek nerjemahkan unsur dialek
Alternatif Lain

dalam BSa? kata negasi dalam BSa,


ain’t yang maka Gunakan
Ya Adisi/
fungsinya sama tambahkan
tapi bentuknya Variasi
unsur bahasa
beda dengan lain untuk
tetap memunculkan
memunculkan unsur dialek
unsur dialek dalam BSa
dalam BSa?

Gambar 4.11. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Penanda
Negasi ain’t

Dari gambar diatas terlihat bahwa dalam menerjemahkan penanda dialek AAE sub
kategori penanda negasi ain’t ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, penerjemah
diharapkan sebisa mungkin mencari padanan dalam BSa dan sebisa mungkin
mempertahankan eksistensi dialek dalam versi dubbing. Teknik padanan lazim menempati
urutan pertama teknik penerjemahan yang direkomendasikan untuk menerjemahkan
penanda negasi dialek ain’t ke dalam dubbing Suroboyoan. Hal ini karena penerapan teknik

189
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

padanan lazim dapat menghasilkan terjemahan yang berkualitas dengan penggunaan istilah
yang lazim dalam BSa. Contoh penerapan teknik ini adalah:

Data 220
BSu : I ain't totally recall the last one
BSa : Aku gak patek iling akhire piye

Dalam contoh diatas, penanda negasi tersebut dialihbahasakan menjadi gak yang
merupakan penanda negasi yang lazim dalam budaya Suroboyoan. Pemadanan penanda
negasi ini sudah memenuhi kriteria terjemahan yang berkualitas karena mempunyai makna
yang sama dengan pilihan istilah yang lazim dalam BSa sehingga mempunyai keakuratan,
keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi (Nababan dkk, 2012).

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) bentuk negasi dalam BSu dapat diterjemahkan ke dalam BSa dengan akurat, (2)
penanda negasi dalam BSa mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan
unsur bahasa yang lazim digunakan dalam budaya sasaran, dan (3) unsur dialek dalam BSa
dapat dipertahankan karena menggunakan istilah yang khas dalam dialek sasaran. Dengan
mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa rekomendasi
teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori penanda negasi ain’t
ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk (2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan
(Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini
juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan dialek (Octaviani, 2016; Nurlaila,
2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Meskipun teknik padanan lazim menghasilkan terjemahan yang berkualitas untuk


menerjemahkan penanda negasi ain’t, peneliti merekomendasikan alternatif teknik lain
karena tidak semua konteks tuturan cocok diterjemahkan dengan teknik ini. Untuk konteks
dan fungsi tuturan yang berbeda, peneliti merekomendasikan teknik modulasi atau
paraphrase. Akan tetapi penggunaan kedua teknik ini perlu mempertimbangkan hal lain.
Seperti terlihat dalam gambar 4.11 diatas, peneliti menyarankan dalam menggunakan
teknik modulasi atau parafrasae, penerjemah perlu menambahkan atau menggunakan unsur

190
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur
dialek dalam terjemahan. Selain itu, kesesuaian makna harus menjadi pertimbangan utama
meskipun sudut pandang yang digunakan oleh penerjemah berubah. Berikut adalah contoh
langkah penerjemahan penanda negasi ain’t dengan memadukan penggunaan teknik
modulasi + adisi/variasi:

Data 068
BSu : Man ain’t following the rules
BSa : Wong lanang temen iku ngelanggar aturan, cak

Secara harfiah, ungkapan dalam data 068 tersebut bisa diterjemahkan dalam bahasa
Jawa menjadi ‘wong lanang kui ora ngikuti aturan’. Upaya penerjemah memodulasi ujaran
dengan penanda dialek AAE diatas membuat versi terjemahan menjadi lebih luwes dan
menghasilkan penekanan maksud dari tuturan BSu. Upaya pemertahanan dialek dilakukan
dengan penambahan unsur bahasa lain dalam versi dubbing; yaitu kata temen dan cak.
Kedua istilah tersebut merupakan penanda dialek yang khas dan lazim ditemukan dalam
dialek Suroboyoan.

Dampak positif dari penggunaan teknik modulasi + adisi/variasi dalam


menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda negasi ain’t ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan tersebut adalah; (1) makna dalam BSu yang dimodulasi dalam BSa tidak
berubah meskipun berbeda sudut pandang, sehingga menghasilkan terjemahan yang
akurat, dan (2) perpaduan teknik saling melengkapi sehingga tujuan penerjemahan dialek
untuk menghasilkan makna yang sepadan dan mempertahankan eksistensi dialek dalam
BSa bisa tercapai, dan (3) istilah atau diksi yang digunakan dalam BSa merupakan istilah
yang lazim dalam budaya target sehingga mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah
dipahami oleh pembaca target. Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan modulasi + variasi/adisi
dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori penanda negasi ain’t ini sudah memenuhi
tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat,
berterima, dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk (2012) serta
dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016;
Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan teknik ini juga didukung oleh penelitian

191
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tentang penerjemahan dialek (Octaviani, 2016; Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah,
2021).

Selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan alternatif teknik lain untuk
menerjemahkan dialek AAE sub kategori penanda negasi ain’t kedalam dubbing dialek
Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut adalah parafrase. Akan
tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase ini, penerjemah harus lebih berhati-hati karena
penerapan teknik ini berpotensi mengurangi keakuratan pesan dari BSu ke dalam BSa jika
penerjemah tidak memahami konteks tuturan. Untuk itu penerjemah harus memahami
konteks tuturan dan penanda bahasa yang terdapat dalam teks asli terlebih dahulu sebelum
memparafrase tuturan BSu ke dalam BSa. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi,
dalam menerapkan teknik paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menggunakan atau
menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi
menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan
penggunaan teknik paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat
dalam contoh data berikut ini:

Data 270
BSu : I bet you ain't feel so smug and independent now!
BSa : Ojok ngeroso gedhe endas mbe koyok iso ngadek dewe kon!

Ujaran yang mengandung penanda negasi ain’t dalam data 270 diatas diterjemahkan
dengan cara yang berbeda oleh penerjemah dengan menggunakan teknik paraphrase.
Kalimat deklaratif dalam BSu dialihbahasakan menjadi kalimat imperative dalam BSa.
Pilihan penerjemah untuk memparafrase tuturan BSu tersebut menghasilkan terjemahan
yang lebih luwes, singkat dan mudah dipahami oleh pembaca target. Pemertahanan unsur
dialek dalam BSa dilakukan penerjemah dengan menggunakan unsur bahasa yang khas
dalam dialek sasaran. Cara ini dilakukan salah satunya dengan menerapkan teknik variasi
dalam menerjemahkan kata standar you menjadi kon.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) teknik ini dapat digunakan

192
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jika padanan makna tidak ditemukan dalam BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur kebahasaan dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE sub kategori penanda negasi ain’t ke dalam dubbing dialek Suroboyoan ini
sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012)
serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger,
2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.3.2. Double Negation

Double negation merupakan penanda dialek AAE yang juga sering digunakan selain
penanda negasi ain’t. Dalam dialek Suroboyoan, terkadang pelaku tutur juga menggunakan
negasi ganda untuk menegaskan tuturan. Akan tetapi penggunaannya disesuaikan dengan
konteks tuturan, karena tidak semua konteks cocok menggunakan struktur dengan negasi
ganda. Oleh karena itu, dalam merekomendasikan teknik yang tepat untuk menerjemahkan
penanda negasi ganda ke dalam dialek Suroboyoan, peneliti menyarankan penerjemah
untuk terlebih dahulu memperhatikan fungsi, bentuk dan konteks tuturan dari BSu dan
selanjutnya mencari padanan dan bentuk terdekat dalam BSa yang mempunyai makna
sama dengan tetap mempertahankan unsur dialek. Berikut adalah rekomendasi penggunaan
teknik penerjemahan dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori penggunaan
double negation:

193
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gunakan Padanan
Apakah ada Ya
Lazim
padanan yang
tepat dalam
BSa untuk
AAE Double
Nega
menerjemahk
Kategori an double
tion
Penanda negation
(negasi Apakah ada
leksikal ganda) dengan tetap Jika Modulasi /
alternatif lain Parafrase
mem

Gunakan Modulasi/Parafrase
untuk me- menghilangkan
pertahankan nerjemahkan unsur dialek

Alternatif Lain
dialek dalam double dalam BSa,
BSa? negation yang maka
Ya Gunakan
fungsinya sama tambahkan Adisi
tapi bentuknya unsur bahasa
beda dengan lain untuk
tetap memunculkan
memunculkan unsur dialek
unsur dialek dalam BSa
dalam BSa?

Gambar 4.12. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori Double
Negation

Dari gambar diatas terlihat bahwa dalam menerjemahkan penanda dialek AAE sub
kategori penanda negasi ain’t ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, penerjemah
diharapkan sebisa mungkin mencari padanan dalam BSa dan sebisa mungkin
mempertahankan eksistensi dialek dalam versi dubbing. Teknik padanan lazim menempati
urutan pertama teknik penerjemahan yang direkomendasikan untuk menerjemahkan
penanda negasi dialek ain’t ke dalam dubbing Suroboyoan. Hal ini karena penerapan teknik
padanan lazim dapat menghasilkan terjemahan yang berkualitas dengan penggunaan istilah
yang lazim dalam BSa. Contoh penerapan teknik ini adalah:

Data 285
BSu : I ain't have no time for this fucking crap
BSa : Aku blas gadas gak onok wektu maneh.. nggambus!

Penggunaan penanda negasi ganda ain’t dan no dia atas merupakan penanda dialek
AAE yang khas dan signifikan membedakan dengan struktur bahasa Inggris standar.
Penerjemah memadankan penanda negasi tersebut dengan padanan lazim yaitu dengan
menggunakan penanda negasi gak sekaligus penekanan blas gadas dalam dialek
Suroboyoan. Pemadanan penanda negasi ini sudah memenuhi kriteria terjemahan yang
berkualitas karena mempunyai makna yang sama dengan pilihan istilah yang lazim dalam
BSa sehingga mempunyai keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi

194
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Nababan dkk, 2012). Penerapan teknik padanan lazim tersebut juga mampu
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) bentuk negasi dalam BSu dapat diterjemahkan ke dalam BSa dengan akurat, (2)
penanda negasi dalam BSa mudah dipahami oleh pembaca target karena menggunakan
unsur bahasa yang lazim digunakan dalam budaya sasaran, dan (3) unsur dialek dalam BSa
dapat dipertahankan karena menggunakan istilah yang khas dalam dialek sasaran. Dengan
mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa rekomendasi
teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori penanda double
negation ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk (2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam
terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi penggunaan
teknik ini juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan dialek (Octaviani, 2016;
Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Meskipun teknik padanan lazim menghasilkan terjemahan yang berkualitas untuk


menerjemahkan penanda double negation, peneliti merekomendasikan alternatif teknik
lain karena tidak semua konteks tuturan cocok diterjemahkan dengan teknik ini. Untuk
konteks dan fungsi tuturan yang berbeda, peneliti merekomendasikan teknik modulasi atau
paraphrase. Akan tetapi penggunaan kedua teknik ini perlu mempertimbangkan hal lain.
Seperti terlihat dalam gambar 4.12 diatas, peneliti menyarankan dalam menggunakan
teknik modulasi atau parafrasae, penerjemah perlu menambahkan atau menggunakan unsur
bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur
dialek dalam terjemahan. Selain itu, kesesuaian makna harus menjadi pertimbangan utama
meskipun sudut pandang yang digunakan oleh penerjemah berubah. Berikut adalah contoh
langkah penerjemahan penanda double negation dengan memadukan penggunaan teknik
modulasi + adisi/variasi:

Data 141
BSu : It ain’t against no law to call somebody at their house.
BSa : Opo onok larangane ta cak, wong nelpon nang omahe dewe?

195
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tuturan yang mengandung penanda dialek double negation diatas dimodulasi


menjadi bentuk kalimat tanya tanpa penanda negasi sama sekali. Terjemahan diatas lebih
luwes dianding dengan versi harfiahnya. Upaya pemertahanan dialek dilakukan dengan
penambahan unsur bahasa lain dalam versi dubbing; yaitu kata ta dan cak. Kedua istilah
tersebut merupakan penanda dialek yang khas dan lazim ditemukan dalam dialek
Suroboyoan.

Dampak positif dari penggunaan teknik modulasi + adisi/variasi dalam


menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda double negation ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan tersebut adalah; (1) makna dalam BSu yang dimodulasi dalam BSa
tidak berubah meskipun berbeda sudut pandang, sehingga menghasilkan terjemahan yang
akurat, dan (2) perpaduan teknik saling melengkapi sehingga tujuan penerjemahan dialek
untuk menghasilkan makna yang sepadan dan mempertahankan eksistensi dialek dalam
BSa bisa tercapai, dan (3) istilah atau diksi yang digunakan dalam BSa merupakan istilah
yang lazim dalam budaya target sehingga mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah
dipahami oleh pembaca target. Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan
dialek AAE sub kategori penanda double negation ini sudah memenuhi tujuan utama dalam
menerjemahkan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah
dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk (2012) serta dapat mempertahankan
eksistensi dialek dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016).
Rekomendasi penggunaan teknik ini juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan
dialek (Octaviani, 2016; Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan alternatif teknik lain untuk
menerjemahkan dialek AAE sub kategori penanda double negation ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut adalah parafrase.
Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase ini, penerjemah harus lebih berhati-hati
karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi keakuratan pesan dari BSu ke dalam
BSa jika penerjemah tidak memahami konteks tuturan. Untuk itu penerjemah harus
memahami konteks tuturan dan penanda bahasa yang terdapat dalam teks asli terlebih
dahulu sebelum memparafrase tuturan BSu ke dalam BSa. Sama halnya dengan penerapan

196
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

teknik modulasi, dalam menerapkan teknik paraphrase ini peneliti menyarankan untuk
menggunakan atau menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan teknik ini
berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan
memadukan penggunaan teknik paraphrase + adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut
dapat dilihat dalam contoh data berikut ini:

Data 477
BSu : I don’t have nothing else to say
BSa : Gak sudi nggacor aku, cak

Tuturan yang mengandung double negation diatas diterjemahkan dengan cara yang
berbeda dengan menrepkan teknik paraphrase. Pilihan penerjemah untuk memparafrase
tuturan BSu tersebut menghasilkan terjemahan yang lebih luwes, singkat dan mudah
dipahami oleh pembaca target. Pemertahanan unsur dialek dalam BSa dilakukan
penerjemah dengan menggunakan dan menambahkan unsur bahasa yang khas dalam dialek
sasaran. Cara ini dilakukan salah satunya dengan menerapkan teknik adisi, yaitu
menambahkan kata sapaan cak dalam versi dubbingnya.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) teknik ini dapat digunakan
jika padanan makna tidak ditemukan dalam BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun mengganti sudut pandang.
Dengan pemahaman yang baik terkait unsur kebahasaan dan makna dalam BSu maka
penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan

197
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda


dialek AAE sub kategori penanda double negation ke dalam dubbing dialek Suroboyoan
ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan terjemahan yang
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012)
serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger,
2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

4.1.5.3.3.3. Construction of Words

Construction of words merupakan kategori dialek AAE yang mengungkapkan frasa


standar bahasa Inggris dengan cara yang tidak biasa (Green, 2002). Frasa-frasa non-standar
ini bisa merupakan frasa verba (contoh: going to be menjadi gonna, want to menjadi
wanna, got to be menjadi gotta, watch out menjadi watcha), frasa nomina (contoh; you all
menjadi y’all, of them menjadi an’em), atau penggabungan konjungsi seperti lot of menjadi
lotto dan kind of menjadi kinda. Berikut adalah rekomendasi penggunaan teknik
penerjemahan dialek AAE kategori perangkat sintaksis sub kategori penggunaan
construction of words:

Gunakan Padanan
Apakah ada Ya
Lazim
padanan yang
tepat dalam
BSa untuk
AAE menerjemah
Kategori Construc
tion of kan
Penanda construction
Words Apakah ada
leksikal of words Jika Modulasi /
alternatif lain Parafrase
dengan tetap
Gunakan Modulasi/Parafrase

untuk me- menghilangkan


memperta nerjemahkan unsur dialek
Alternatif Lain

hankan dialek construction of dalam BSa,


dalam BSa? word yang maka Gunakan
Ya Adisi /
fungsinya sama tambahkan
tapi bentuknya Variasi
unsur bahasa
beda dengan lain untuk
tetap memunculkan
memunculkan dialek dalam
unsur dialek BSa
dalam BSa?

Gambar 4.13. Rekomendasi Teknik Penerjemahan Dialek AAE Sub Kategori


Construction of Words

Dari gambar 4.13 diatas terlihat bahwa dalam menerjemahkan penanda dialek AAE
sub kategori construction of words ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, penerjemah

198
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diharapkan sebisa mungkin mencari padanan yang tepat dalam BSa dan sebisa mungkin
mempertahankan eksistensi dialek dalam versi dubbing. Teknik padanan lazim menempati
urutan pertama teknik penerjemahan yang direkomendasikan untuk menerjemahkan
construction of words ke dalam dubbing Suroboyoan. Dari analisis komponesial dalam
penelitian pendahuluan ditemukan fakta bahwa teknik yang menghasilkan padanan yang
tepat dan tidak menghilangkan unsur dialek dalam BSa adalah padanan lazim. Contoh
penerapan teknik ini adalah:

Data 213
BSu : I gonna find my damn wifey
BSa : Aku kape nggoleki bojoku seng nggateli

Kata gonna merupakan bentuk non-standar dari frasa verba going to be. Istilah non-
standar ini menjadi salah satu penanda dialek AAE kategori penanda leksikal yang sering
digunakan sebagai ragam bahasa kolokial (Wolfram, 2004). Dalam dialek Suroboyoan
istilah ini mempunyai padanan yang sesuai yaitu kape atau kate. Pemadanan yang
digunakan dalam data 213 tersebut sudah memenuhi kriteria terjemahan yang ideal karena
mempunyai makna yang sama dengan pilihan istilah yang berterima dalam dialek target.
Selain mempunyai kualitas terjemahan yang tinggi, istilah ini juga mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa karena istilah kape merupakan variasi bahasa
dari bahasa Jawa standar arep. Dengan kata lain, istilah yang digunakan dalam terjemahan
diatas merupakan penanda dialek dalam bahasa target.

Dampak positif dari rekomendasi penggunaan teknik padanan lazim tersebut adalah;
(1) dapat menerjemahkan istilah BSu ke dalam BSa tanpa menghilangkan makna sehingga
menghasilkan teks terjemahan yang akurat, (2) dapat menghasilkan teks BSa yang mudah
dipahami oleh pembaca target karena menggunakan unsur bahasa yang lazim digunakan
dalam dialek sasaran, dan (3) penerapan teknik ini dapat mempertahankan unsur dialek
dalam BSa karena menggunakan istilah yang khas dalam budaya target. Dengan
mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori
construction of words ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek
yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah dipahami (Larson,

199
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek
dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi
penggunaan teknik ini juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan dialek
(Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Akan tetapi, meskipun menghasilkan teks terjemahan yang berkualitas, peneliti


merekomendasikan alternatif penerjemahan lain karena tidak semua tuturan yang
mengandung penanda dialek AAE sub kategori construction of words ini cocok
diterjemahkan dengan teknik padanan lazim. Rekomendasi penggunaan teknik yang kedua
adalah modulasi. Akan tetapi penggunaan teknik ini perlu mempertimbangkan hal lain.
Seperti terlihat dalam gambar 4.13 diatas, peneliti menyarankan dalam menggunakan
teknik modulasi, penerjemah perlu menambahkan atau menggunakan unsur bahasa lain
dalam BSa jika penerapan teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam
terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik modulasi +
adisi atau variasi. Contoh penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam data berikut ini:

Data 240
BSu : You wanna know something?
BSa : Kon eroh sesuatu gak, cak?

Tuturan yang mengandung penanda dialek wanna diterjemahkan dengan


menggunakan teknik modulasi. Secara harfiah tuturan tersebut dapat diterjemahkan dalam
bahasa Jawa standar ‘Kowe pengen weruh sesuatu?’. Upaya modulasi tersebut
menghasilkan terjemahan yang tetap sepadan dalam makna meskipun sudut pandang
kalimat berubah dari kalimat pertanyaan tanpa negasi menjadi kalimat yang mengandung
negasi. Untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa penerjemah menggunakan teknik
adisi dengan penambahan unsur bahasa lain yaitu kata sapaan cak dan teknik variasi dalam
menerjemahkan you menjadi kon. Kedua istilah tersebut merupakan penanda dialek yang
khas dan lazim ditemukan dalam dialek Suroboyoan.

Dampak positif dari penggunaan teknik modulasi + adisi/variasi tersebut adalah; (1)
makna dalam BSu yang dimodulasi dalam BSa tidak berubah meskipun berbeda sudut
pandang, sehingga menghasilkan terjemahan yang akurat, (2) perpaduan teknik saling
melengkapi sehingga tujuan penerjemahan dialek untuk menghasilkan makna yang

200
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sepadan dan mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa bisa tercapai, dan (3) istilah
atau diksi yang digunakan dalam BSa merupakan istilah yang lazim dalam budaya target
sehingga mempunyai keberterimaan tinggi dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
rekomendasi teknik penerjemahan dalam menerjemahkan dialek AAE sub kategori
construction of words ini sudah memenuhi tujuan utama dalam menerjemahkan dialek
yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima, dan mudah dipahami (Larson,
1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek
dalam terjemahan (Brodovich, 1997; Szep, 2016; Geissberger, 2016). Rekomendasi
penggunaan teknik ini juga didukung oleh penelitian tentang penerjemahan dialek
(Nurlaila, 2018; Dewi, 2019; Rosyidah, 2021).

Seperti disampaikan diatas, selain teknik modulasi, peneliti juga merekomendasikan


alternatif teknik lain untuk menerjemahkan dialek AAE sub kategori construction of words
kedalam dubbing dialek Suroboyoan. Rekomendasi penggunaan teknik yang lain tersebut
adalah paraphrase. Akan tetapi untuk menerapkan teknik paraphrase, penerjemah harus
lebih berhati-hati karena penerapan teknik ini berpotensi mengurangi tingkat keakuratan
pesan dari BSu ke dalam BSa jika penerjemah tidak memahami konteks tuturan dalam
BSu. Sama halnya dengan penerapan teknik modulasi, dalam menerapkan teknik
paraphrase ini peneliti menyarankan untuk menggunakan atau menambahkan unsur bahasa
lain dalam BSa jika penerapan teknik ini berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam
terjemahan. Langkah ini dilakukan dengan memadukan penggunaan teknik paraphrase +
adisi atau variasi. Penerapan langkah tersebut dapat dilihat dalam contoh data berikut ini:

Data 560
BSu : I gonna find out exactly who you are, where you're holed up and I
gonna take you down
BSa : Awas kon yo, tak golek sopo awakmu, nandi omahmu, tak etrek etrek
awakmu engko

Penerjemah menerjemahkan tuturan yang mengandung construction of words diatas


dengan cara yang berbeda dengan menerapkan teknik paraphrase. Pilihan penerjemah
untuk memparafrase tuturan BSu tersebut menghasilkan terjemahan yang lebih luwes dan
menekankan maksud si pelaku tutur. Pemertahanan unsur dialek dalam BSa dilakukan

201
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penerjemah dengan menggunakan dan menambahkan unsur bahasa yang khas dalam dialek
sasaran. Cara ini dilakukan salah satunya dengan menerapkan teknik variasi dalam
menerjemahkan bahasa standar you menjadi kon atau awakmu.

Dampak positif penggunaan teknik paraphrase + adisi/variasi ini adalah; (1) diksi
yang digunakan khas dalam dialek sasaran sehingga sangat berterima dan mudah dipahami
oleh pembaca target, (2) dengan penggunaan atau penambahan unsur bahasa dalam dialek
sasaran, eksistensi dialek dalam BSa bisa dipertahankan, dan (3) teknik ini dapat digunakan
jika padanan makna tidak ditemukan dalam BSa. Sementara itu, dampak negatif dari
langkah ini adalah; (1) penerapan teknik paraphrase terkadang mengurangi tingkat
keakuratan terjemahan, apalagi jika digabungkan dengan teknik adisi. Dengan mengganti
sudut pandang hasil terjemahan bisa saja tidak akurat jika penerjemah tidak memahami
maksud dan konteks BSu. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami
konteks ujaran dan penanda-penanda bahasa dalam BSu sehingga konteks ujaran yang
terdapat dalam BSu dapat disampaikan dengan tepat meskipun diterjemahkan dengan cara
yang berbeda. Dengan pemahaman yang baik terkait unsur kebahasaan dan makna dalam
BSu maka penerjemah akan mampu mengalihbahasakan BSu dengan akurat.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek diatas dan analisis komponensial dalam


penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa rekomendasi teknik penerjemahan
paraphrase + variasi/adisi untuk menerjemahkan ujaran yang yang mengandung penanda
dialek AAE sub kategori penanda construction of words ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan ini sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan dialek yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk, 2012) serta dapat mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa (Brodovich,
1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016)

4.1.6. Hasil Uji Coba Model Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Suroboyan

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil uji coba model penerjemahan dialek AAE ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan yang sudah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Uji coba
dilakukan melalui penugasan pada kelompok penerjemah yang merupakan mahasiswa
Magister Linguistik Penerjemahan yang sudah sama-sama lulus mata kuliah Praktik

202
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penerjemahan dan mempunyai latar belakang bahasa Suroboyoan. Mahasiswa dalam


eksperimen ini dibagi 2 kelompok, yaitu; kelompok eksperimen dan kelompok non-
eksperimen. Tahap awal dari uji coba ini adalah memberikan penugasan 1 (pre-test) dengan
soal teks terjemahan yang sama pada kedua kelompok. Selanjutnya, kelompok eksperimen
diberikan pelatihan model yang dikembangkan sebelum penugasan ke 2 (post-test), sedangkan
kelompok non-eksperimen tidak diberikan pelatihan. Hal ini dilakukan sebagai pembanding
dan mengukur efektifitas model yang dikembangkan dalam penelitian ini. Selanjutnya, hasil
kedua kelompok kemudian dibahas dalam FGD untuk mengidentifikasi teknik dan dampaknya
terhadap kualitas terjemahan.

4.1.6.1. Perbandingan Teknik Penerjemahan pada Hasil Uji Coba

Identifikasi penggunaan teknik penerjemahan dilakukan kepada kedua kelompok


penerjemah setelah tahap uji coba model. Proses identifikasi ini diperlukan untuk
membandingkan dominasi penggunaan teknik dari kedua kelompok. Berdasarkan
identifikasi teknik penerjemahan yang diterapkan pada seluruh data baik kelompok yang
diberi pelatihan maupun yang tidak diberi pelatihan, peneliti menemukan fakta bahwa
responden menggunakan teknik penerjemahan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya,
penerapan teknik kedua kelompok dapat dilihat dalam table berikut:

Table 4.6. Teknik Penerjemahan Kelompok Uji Coba

Teks Teknik Penerjemahan


BSa PL Mod Adp Lit Par Add KD Del Var Trans Gen Eks
Tanpa Pelatihan
BSa1 28 17 13 21 12 3 4 7 8 3 4 7
BSa2 37 12 15 12 11 2 2 2 13 3 5 6
BSa3 34 12 17 13 10 4 2 1 10 4 5 4
Pelatihan
BSa4 33 17 17 10 16 3 1 4 9 1 1 5
BSa5 42 17 21 3 18 4 - - 14 2 - 4
BSa6 43 13 24 4 16 4 - - 12 - - 2

203
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.6.2. Perbandingan Kualitas Hasil Teks Terjemahan Uji Coba

Dari hasil penilaian kualitas teks terjemahan kedua kelompok penerjemah, peneliti
menyimpulkan bahwa hasil terjemahan kelompok yang diberi pelatihan model
penerjemahan mempunyai nilai rata-rata kualitas yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok penerjemah yang tidak diberi pelatihan. Nilai rata-rata kedua kelompok
dapat dilihat dalam grafik-grafik berikut:

kualitas terjemahan kelompok penerjemah tanpa


pelatihan
2.8
2.75
2.7
2.65
2.6
2.55
2.5
2.45
BSa 1 BSa 2 BSa 3
Keakuratan 2.67 2.74 2.74
Keberterimaan 2.55 2.7 2.72
Keterbacaan 2.67 2.75 2.75

Keakuratan Keberterimaan Keterbacaan

Grafik 4.6. Kualitas Terjemahan Kelompok Tanpa Pelatihan

Grafik 4.6 diatas adalah nilai kualitas kelompok penerjemah yang tidak diberi
pelatihan model penerjemahan dialek AAE ke dalam model dubbing dialek Suroboyoan.
Meskipun para responden adalah pengguna dialek Suroboyoan, akan tetapi nilai
keakuratan mereka tidak begitu tinggi. Hal ini disebabkan karena para responden belum
begitu familiar dengan penanda dialek AAE, sehingga kesulitan dalam mencari padanan
yang tepat dalam bahasa sasaran. Dari nilai yang didapat tersebut, peneliti menghitung
rata-rata kualitas kelompok penerjemahan yang tidak diberi pelatihan model adalah
sebesar 2.68.

204
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kualitas terjemahan kelompok penerjemah


dengan pelatihan
3

2.9

2.8

2.7
BSa4 BSa5 BSa6
Keakuratan 2.85 2.95 2.95
Keberterimaan 2.82 2.92 2.93
Keterbacaan 2.85 2.97 3
Keakuratan Keberterimaan Keterbacaan

Grafik 4.7. Kualitas Terjemahan Kelompok Pelatihan

Dari grafik 4.7 diatas dapat dilihat bahwa kualitas terjemahan meningkat dibanding
sebelumnya. Dari hasil tersebut, peneliti menghitung rata-rata kualitas kelompok
penerjemah yang diberi pelatihan adalah sebesar 2.89. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas terjemahan kelompok yang diberi pelatihan lebih bagus dibanding dengan
kelompok yang tidak diberi pelatihan. Selain kualitas terjemahan yang meningkat, waktu
yang dibutuhkan oleh kelompok penerjemah yang diberi pelatihan dalam mengerjakan
soal yang sama lebih pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok penerjemah yang
diberi pelatihan mempunyai pemahaman yang lebih baik terkait fitur-fitur linguistik
dialek AAE yang digunakan dalam BSu dan bagaimana menerjemahkan BSu tersebut ke
dalam dialek Suroboyoan dengan tetap mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa.

Contoh perbandingan kualitas teks terjamahan kedua kelompok tersebut dapat


dilihat dalam teks terjemahan berikut:

BSu : Well, maybe you ain’t wanna see that pretty wifey and that little boy of
yours ever again
BSa1 : Lha po kon wes rak gelem ketemu bojomu sing ayu mbek anak lanangmu
meneh ta?
BSa2 : Wes.. palingo kon wes ora gelem ketemu bojomu sing ayu karo anak
lanangmu meneh se
BSa3 : Wes.. paling koen rak pengen dhelok bojomu mbek anak lanangmu iku
meneh ta

205
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BSa4 : Wah.. ketoke awakmu wes gak pengen ketemu wedokan kon sing uayu mbek
anak lanang koen meneh se
BSa5 : Wah.. Ketoke koen wes gak kate ketemu wedokan koen sing ayu mbek anak
lanang koen meneh ta
BSa6 : Welaah.. kayane awakmu i wes gak pengen eroh wedokan kon sing huayu
mbek anak lanang koen meneh ta

Teks BSu diatas mengandung penanda dialek AAE kategori slang dan penanda
leksikal. Teks BSa1, BSa2, dan BSa3 adalah teks terjemahan dari kelompok penerjemah
yang tidak diberi pelatihan. Selanjutnya teks terjemahan dari kelompok penerjemah
dengan pelatihan adalah BSa4, BSa5, dan BSa6. Dari contoh perbandingan tersebut
terlihat bahwa penanda dialek AAE dalam BSu dapat diterjemahkan dengan lebih baik
oleh kelompok penerjemah yang mendapatkan pelatihan. Eksistensi dialek juga dapat
dipertahankan oleh kelompok penerjemah BSa4, BS5, dan BSa6 dengan menggunakan
pilihan kata yang lebih berterima dalam budaya bahasa sasaran. Sementara itu, hasil
terjemahan kelompok penerjemah yang tidak diberi pelatihan menunjukkan bahwa
eksistensi dialek dalam BSa sedikit berkurang. Penanda dialek AAE ain’t dalam BSu
diterjemahkan secara literal dalam BSa1, BSa2, dan BSa3. Penggunaan kata ora sedikit
banyak mengurangi unsur dialek dalam BSa. Kata tersebut kurang lazim dalam BSa
karena dalam dialek Suroboyoan mengenal kata gak sebagai padanan yang lazim
digunakan sebagai penanda negasi. Hal ini mengurangi tingkat keberterimaan teks
terjemahan, meskipun tetap akurat.

4.2. Pembahasan

Steorotype dialek AAE sebagai bahasa Inggris non-baku dan menggunakan istilah
maupun struktur gramatikal yang berbeda dengan bahasa Inggris standar berpotensi
menimbulkan masalah bagi mereka yang tidak terlalu paham fitur-fitur linguistiknya. Potensi
masalah ini juga bisa saja dialami oleh penerjemah dalam mengalihbahasakan tuturan yang
mengandung dialek AAE. Kesulitan menerjemahkan fitur-fitur dialek AAE ini akan lebih
kompleks dalam konteks penerjemahan dubbing. Mengingat semakin banyaknya karakter
dalam film Amerika yang menggunakan dialek AAE dalam tuturannya, maka pengetahuan
akan fitur-fitur dialek AAE menjadi suatu keharusan bagi penerjemah film. Selain penguasaan
pengetahuan akan beragam variasi bahasa yang digunakan dalam dialog film, penerjemah
dubbing juga harus menguasai teknik penerjemahan dubbing yang tepat untuk menerjemahkan
206
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tuturan menjadi versi dubbing yang sepadan dan berterima sesuai dengan konteks dubbing itu
sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model penerjemahan dialek AAE ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan.

4.2.1. Kategori Penanda Dialek AAE, Teknik yang Digunakan dalam


Menerjemahkannya ke dalam Dubbing Dialek Suroboyoan dan Dampaknya
terhadap Kualitas Terjemahan dan Eksistensi Dialek dalam BSa
Pada bagian ini dibahas tentang kategori penanda dialek AAE yang ditemukan
dalam film seri Amerika Walker Texas Ranger, teknik yang digunakan dalam
menerjemahkannya ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, dan dampak penggunaan teknik
penerjemahan terhadap kualitas terjemahannya. Peneliti menemukan 3 kategori penanda
dialek yang terbagi dalam 11 subkategori dialek AAE dalam 9 seri film Walker Texas
Ranger. Klasifikasi tersebut merujuk pada pendapat ahli (Green, 2002; Wolfram, 2004;
Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015). Pembahasan dilakukan secara
berurutan berdasarkan pada kategori yang sering muncul.

4.2.1.1. Kategori Penanda Leksikal

Kategori dialek AAE ini meliputi bentuk tuturan yang khas dalam dialek AAE yang
secara leksikal berbeda dengan bahasa Inggris standar yang digunakan di Amerika. Dalam
penelitian ini peneliti menemukan sebanyak 330 tuturan dalam dialog film Walker Texas
Ranger yang mengandung penanda leksikal, yang terdiri dari 3 sub kategori. Ketiga sub
kategori tersebut adalah;

a. Penanda negasi ain’t

Dari 9 seri film Walker Texas Ranger, peneliti menemukan sebanyak 154
tuturan dalam dialog yang mengandung penanda negasi ain’t. Penanda negasi ini
merupakan bentuk penanda yang sangat khas dalam dialek AAE yang secara
signifikan membedakan dengan penanda negasi dalam bahasa Inggris standar (Green,
2002; Wolfram, 2004; Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015).
Penggunaan penanda negasi ain’t dalam dialog film Amerika sangat sering kita temui.
Penggunanya tidak terbatas hanya oleh komunitas asli dialek AAE, yaitu orang kulit
hitam, tapi juga digunakan oleh orang kulit putih. Dari analisis konteks tuturan dalam

207
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

data penelitian pendahuluan, tuturan yang mengandung penanda dialek AAE dalam
film tersebut tidak terbatas hanya digunakan oleh pelaku tutur berkulit hitam saja tapi
juga digunakan oleh mereka yang berkulit putih. Hal ini menegaskan pendapat ahli
bahwa dialek AAE tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk identitas pelaku tutur
aslinya tapi bisa digunakan sebagai perekat suatu komunitas sosial dari kelas bawah
dan sebagai ragam bahasa kolokial yang menunjukkan keakraban antar pelaku dan
mitra tuturnya (Baugh, 1983; Wolfram, 2004).

Sebagai suatu penanda dialek, maka penerjemah dalam menerjemahkan tuturan


yang mengandung penanda negasi ini diharapkan mampu mencari padanan yang tepat
dengan tetap mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Untuk dapat menyusun
panduan yang menyajikan rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan yang
berkualitas, peneliti terlebih dahulu memetakan teknik penerjemahan yang digunakan
oleh penerjemah dalam menerjemahkan penanda negasi ain’t ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan, serta dampak penggunaan
teknik penerjemahan terhadap pergeseran unsur dialek dalam BSa. Agar pola teknik
penerjemahan terlihat, peneliti membahas teknik penerjemahan berdasarkan empat
kategori; (1) teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami
dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang menghasilkan
terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek
dalam BSa, dan (3) teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat, tapi
berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) modulasi + variasi, dan (3) paraphrase + variasi. Dari analisis
komponensial sebagaimana terlihat dalam lampiran 2 halaman 316, terlihat bahwa
penggunaan teknik dan perpaduan teknik terjemahan tersebut menghasilkan
terjemahan yang akurat dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa. Diantara
penggunaan teknik tersebut, padanan lazim digunakan untuk menerjemahkan penanda
negasi ain’t pada tataran kata. Contohnya adalah ain’t diterjemahkan ke dalam
penanda negasi gak yang lazim digunakan dalam dialek Suroboyoan. Dalam penelitian

208
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini ditemukan 148 penanda ain’t yang diterjemahkan menggunakan padanan lazim.
Selanjutnya untuk duplet teknik modulasi + variasi dan paraphrase + variasi
digunakan dalam tataran kalimat karena penggunaan kedua teknik tersebut mengubah
sudut pandang penerjemah sehingga sangat kontekstual. Ketiga teknik tersebut
mampu menghasilkan terjemahan yang berkualitas karena menerjemahkan teks BSu
dengan akurat tanpa mengurangi atau menambah makna dalam BSa, meskipun pada
kasus penerapan modulasi dan paraphrase, penerjemah mengubah sudut pandang atau
menyampaikan teks BSu dengan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Penggunaan
ketiga teknik penerjemahan tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal
yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson,
1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan ketiga teknik
penerjemahan tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi mengurangi unsur dialek dalam BSa. Sebagaimana terlihat
dalam lampiran 2 halaman 316, teknik yang termasuk dalam kategori ini adalah; (1)
teknik harfiah, (2) eksplisitasi, (3) modulasi, (4) paraphrase, dan (5) implisitasi.
Penggunaan teknik harfiah dalam menerjemahkan penanda negasi ain’t dapat dilihat
dalam pemadanan ain’t dengan kata ora yang merupakan penanda negasi dalam
bahasa Jawa standar. Bentuk pemadanan tersebut mempunyai tingkat keakuratan yang
tinggi dan dalam kontek budaya Suroboyoan mempunyai keberterimaan yang tinggi.
Selain itu, penanda negasi ora tersebut mudah dipahami oleh pembaca target. Dengan
mempertimbangkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik
harfiah dalam penerjemahan penanda negasi ain’t ke dalam dialek Suroboyoan dapat
menghasilkan penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat,
berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Akan
tetapi dalam konteks penerjemahan dialek, teknik tersebut berpotensi menghilangkan
unsur dialek dalam BSa karena menggunakan bahasa standar dan tidak memiliki
kekhasan dalam dialek target.

209
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Sebagaimana terlihat dalam analisis komponensial dalam lampiran 2 halaman
316, teknik yang menghasilkan kategori tersebut adalah; (1) paraphrase + adisi, dan
(2) modulasi + adisi. Penerapan teknik memadukan dua teknik penerjemahan dalam
satu tuturan yang mengandung penanda negasi ain’t. Penerapan teknik ini sedikit
mengurangi tingkat keakuratan teks terjemahan karena penerjemah mengganti sudut
pandang gramatikal atau menggunakan style bahasa yang berbeda dalam BSa.
Misalnya, tuturan BSu mengandung penanda negasi ain’t diterjemahkan dalam BSa
tanpa penanda negasi. Selain itu penambahan unsur bahasa lain dalam BSa
menyebabkan tingkat keakuratan sedikit berkurang, meskipun tidak benar-benar
meengubah makna tuturan. Misalnya; penambahan kata sapaan cak, rek dan cuk dalam
versi dubbing. Penambahan unsur bahasa lain dalam BSa ini adalah upaya penerjemah
untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa dari proses modulasi atau paraphrase.

b. Construction of words

Construction of words merupakan kategori dialek AAE yang mengungkapkan


frasa standar bahasa Inggris dengan cara yang tidak biasa (Green, 2002). Frasa-frasa
non-standar ini bisa merupakan frasa verba (contoh: going to be menjadi gonna, want
to menjadi wanna, got to be menjadi gotta, watch out menjadi watcha), frasa nomina
(contoh; you all menjadi y’all, of them menjadi an’em), atau penggabungan konjungsi
seperti lot of menjadi lotto dan kind of menjadi kinda (Green, 2002; Wolfram, 2004;
Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015). Dari 9 seri film Walker
Texas Ranger, peneliti menemukan sebanyak 124 tuturan dalam dialog yang
mengandung penanda construction of words. Hasil tersebut sudah diverifikasi oleh
rater dan pakar dalam forum FGD.

Penggunaan penanda dialek AAE sub kategori construction of words dalam


dialog film Amerika sering kita temui. Penggunanya tidak terbatas hanya oleh
komunitas asli dialek AAE, yaitu orang kulit hitam, tapi juga digunakan oleh orang
kulit putih. Dari analisis konteks tuturan dalam data penelitian pendahuluan, tuturan
yang mengandung penanda dialek AAE dalam film tersebut tidak terbatas hanya

210
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

digunakan oleh pelaku tutur berkulit hitam saja tapi juga digunakan oleh mereka yang
berkulit putih. Hal ini menegaskan pendapat ahli bahwa dialek AAE tidak hanya
berfungsi sebagai penunjuk identitas pelaku tutur aslinya tapi bisa digunakan sebagai
perekat suatu komunitas sosial dari kelas bawah, seperti komunitas penjahat jalanan,
dan sebagai ragam bahasa kolokial yang menunjukkan keakraban antar pelaku dan
mitra tuturnya (Baugh, 1983; Wolfram, 2004).

Sebagai suatu penanda dialek, maka penerjemah dalam menerjemahkan tuturan


yang mengandung construction of words ini diharapkan mampu mencari padanan
yang tepat dengan tetap mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Untuk dapat
menyusun panduan yang menyajikan rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan
yang berkualitas, peneliti terlebih dahulu memetakan teknik penerjemahan yang
digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori
construction of words ke dalam dubbing dialek Suroboyoan dan dampaknya terhadap
kualitas terjemahan, serta dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap
pergeseran unsur dialek dalam BSa. Agar pola teknik penerjemahan terlihat, peneliti
membahas teknik penerjemahan berdasarkan empat kategori; (1) teknik yang
menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami dan mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat, berterima, mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, dan
(3) teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat, tapi berterima, mudah
dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) modulasi + variasi, dan (3) paraphrase + variasi. Diantara
penggunaan teknik tersebut, padanan lazim, adaptasi dan variasi digunakan untuk
menerjemahkan penanda dialek AAE sub kategori construction of words pada tataran
kata. Contohnya adalah gonna diterjemahkan dengan teknik variasi menajdi kata
ngara yang merupakan variasi bahasa dalam dialek Suroboyoan. Selanjutnya untuk
teknik modulasi dan paraphrase digunakan dalam tataran kalimat karena penggunaan
kedua teknik tersebut mengubah sudut pandang penerjemah sehingga sangat

211
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kontekstual. Kelima teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan yang


berkualitas karena menerjemahkan teks BSu dengan akurat tanpa mengurangi atau
menambah makna dalam BSa, meskipun pada kasus penerapan modulasi dan
paraphrase, penerjemah mengubah sudut pandang atau menyampaikan teks BSu
dengan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Penggunaan kelima teknik
penerjemahan tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan ketiga teknik penerjemahan
tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
harfiah, dan (2) eksplisitasi. Penggunaan teknik harfiah dalam menerjemahkan
penanda dialek AAE sub kategori construction of words dapat dilihat dalam
pemadanan gonna dengan kata arep yang merupakan istilah bahasa Jawa standar.
Bentuk pemadanan tersebut mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan dalam
kontek budaya Suroboyoan mempunyai keberterimaan yang tinggi. Dengan
mempertimbangkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik
harfiah dalam penerjemahan penanda dialek AAE sub kategori construction of words
ke dalam dialek Suroboyoan dapat menghasilkan penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Akan tetapi dalam konteks penerjemahan dialek,
teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam BSa karena
menggunakan bahasa standar dan tidak memiliki kekhasan dalam dialek target.

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Teknik tersebut adalah; (1) paraphrase + adisi, dan (2) modulasi + adisi.
Penerapan teknik memadukan dua teknik penejemahan dalam satu tuturan yang
mengandung construction of words. Penerapan teknik ini sedikit mengurangi tingkat

212
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keakuratan teks terjemahan karena penerjemah mengganti sudut pandang gramatikal


atau menggunakan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Selain itu penambahan
unsur bahasa lain dalam BSa menyebabkan tingkat keakuratan sedikit berkurang,
meskipun tidak benar-benar mengubah makna tuturan. Misalnya; penambahan kata
sapaan cak, rek dan cuk dalam versi dubbing. Penambahan unsur bahasa lain dalam
BSa ini adalah upaya penerjemah untuk memunculkan unsur dialek dalam BSa yang
mungkin hilang dari proses modulasi atau paraphrase.

c. Negasi ganda (double negation)

Dari 9 seri film Walker Texas Ranger, peneliti menemukan sebanyak 52 tuturan
dalam dialog yang mengandung penanda negasi ganda. Penanda negasi ini merupakan
bentuk penanda yang khas selain penanda negasi ain’t dalam dialek AAE yang secara
signifikan membedakan dengan penanda negasi dalam bahasa Inggris standar (Green,
2002; Wolfram, 2004; Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015).

Penggunaan penanda negasi ganda dalam dialog film Amerika sangat sering
kita temui. Penggunanya tidak terbatas hanya oleh komunitas asli dialek AAE, yaitu
orang kulit hitam, tapi juga digunakan oleh orang kulit putih. Dari analisis konteks
tuturan dalam data penelitian pendahuluan, tuturan yang mengandung penanda dialek
AAE dalam film tersebut tidak terbatas hanya digunakan oleh pelaku tutur berkulit
hitam saja tapi juga digunakan oleh mereka yang berkulit putih. Hal ini menegaskan
pendapat ahli bahwa dialek AAE tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk identitas
pelaku tutur aslinya tapi bisa digunakan sebagai perekat suatu komunitas sosial dari
kelas bawah, seperti komunitas penjahat jalanan, dan sebagai ragam bahasa kolokial
yang menunjukkan keakraban antar pelaku dan mitra tuturnya (Baugh, 1983;
Wolfram, 2004).

Sebagai suatu penanda dialek, maka penerjemah dalam menerjemahkan tuturan


yang mengandung penanda negasi ganda ini diharapkan mampu mencari padanan
yang tepat dengan tetap mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Untuk dapat
menyusun panduan yang menyajikan rekomendasi penggunaan teknik penerjemahan
yang berkualitas, peneliti terlebih dahulu memetakan teknik penerjemahan yang

213
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan penanda negasi ganda ke dalam


dubbing dialek Suroboyoan dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan, serta
dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap pergeseran unsur dialek dalam
BSa. Agar pola teknik penerjemahan terlihat, peneliti membahas teknik penerjemahan
berdasarkan empat kategori; (1) teknik yang menghasilkan terjemahan akurat,
berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa, (2)
teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami tapi
menghilangkan unsur dialek dalam BSa, dan (3) teknik yang menghasilkan terjemahan
kurang akurat, tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur
dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) modulasi + variasi, dan (3) paraphrase + variasi. Diantara
penggunaan teknik tersebut, padanan lazim digunakan untuk menerjemahkan penanda
negasi ganda pada tataran frasa. Contohnya adalah negasi ganda diterjemahkan ke
dalam penanda negasi blas gadas yang lazim digunakan dalam dialek Suroboyoan.
Selanjutnya untuk teknik modulasi dan paraphrase digunakan dalam tataran kalimat
karena penggunaan kedua teknik tersebut mengubah sudut pandang penerjemah
sehingga sangat kontekstual. Ketiga teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan
yang berkualitas karena menerjemahkan teks BSu dengan akurat tanpa mengurangi
atau menambah makna dalam BSa, meskipun pada kasus penerapan modulasi dan
paraphrase, penerjemah mengubah sudut pandang atau menyampaikan teks BSu
dengan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Penggunaan ketiga teknik
penerjemahan tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan ketiga teknik penerjemahan
tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep,
2016; Majkiewicz 2016).

214
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
harfiah, dan (2) implisitasi. Penggunaan teknik harfiah dalam menerjemahkan
penanda negasi ganda dapat dilihat dalam pemadanan ganda dengan kata babar blas
yang merupakan penanda negasi dalam bahasa Jawa standar. Bentuk pemadanan
tersebut mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan dalam kontek budaya
Suroboyoan mempunyai keberterimaan yang tinggi. Selain itu, penanda negasi babar
blas tersebut mudah dipahami oleh pembaca target. Dengan mempertimbangkan hal-
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik harfiah dalam penerjemahan
penanda negasi ganda ke dalam dialek Suroboyoan dapat menghasilkan penerjemahan
yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah
dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Akan tetapi dalam konteks
penerjemahan dialek, teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam
BSa karena menggunakan bahasa standar dan tidak memiliki kekhasan dalam dialek
target.

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Teknik tersebut adalah; (1) paraphrase + adisi, dan (2) modulasi + adisi.
Penerapan teknik memadukan dua teknik penerjemahan dalam satu tuturan dialog
yang mengandung penanda negasi ganda. Penerapan teknik ini sedikit mengurangi
tingkat keakuratan teks terjemahan karena penerjemah mengganti sudut pandang
gramatikal atau menggunakan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Misalnya,
tuturan BSu mengandung penanda negasi ganda diterjemahkan dalam BSa tanpa
penanda negasi. Selain itu penambahan unsur bahasa lain dalam BSa menyebabkan
tingkat keakuratan sedikit berkurang, meskipun tidak benar-benar mengubah makna
tuturan. Misalnya; penambahan kata sapaan cak, rek dan cuk dalam versi dubbing.
Penambahan unsur bahasa lain dalam BSa ini adalah upaya penerjemah untuk
memunculkan unsur dialek dalam BSa yang bisa saja hilang dari proses modulasi atau
paraphrase.

215
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.2.1.2. Kategori Perangkat Sintaksis

Aspek sintaksis atau tata bahasa menjadi bagian yang tidak bisa dihindari dalam
penerjemahan. Hal ini terkait dengan padanan makna dan struktur gramatika yang
seharusnya bisa dicapai dengan proses penerjemahan. Pembahasan tentang sintaksis
sendiri terkait erat dengan bagaimana kata digabungkan dalam bentuk frasa, klausa atau
kalimat sekaligus prinsip-prinsip aturan tentang bagaimana kata-kata tersebut
digabungkan sehingga membentuk suatu makna (Radford, 2003). Oleh sebab itu, makna
yang tersurat dalam sebuah kalimat atau tuturan sangat bergantung pada bagaimana pola
sintaksis itu terbentuk. Pemahaman penerjemah tentang sintaksis baik BSu maupun BSa
dapat mempengaruhi hasil terjemahan karena perbedaan struktur dalam TSu dan TSa
menjadi salah satu penentu bagaimana sebuah makna kalimat atau klausa ditentukan
kesepadanannya. Dalam konteks penerjemahan dialek, penanda sintaksis dalam dialek
tertentu menjadi permasalahan yang membutuhkan perhatian penerjemah mengingat
dialek merupakan variasi bahasa yang secara gramatika mempunyai perbedaan struktur
dengan bahasa standar. Untuk menerjemahkan sebuah dialek sumber ke dalam dialek
sasaran penerjemah perlu memahami struktur gramatika yang menjadi penanda dialek
sumber dan mencari padanan yang tepat dalam dialek sasaran.

Penanda dialek AAE kategori perangkat sintaksis meliputi bentuk tuturan yang
secara gramatikal berbeda dengan bahasa Inggris standar yang digunakan di Amerika.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan sebanyak 304 tuturan dalam dialog film Walker
Texas Ranger yang mengandung penanda dialek AAE kategori perangkat sintaksis, yang
terdiri dari 6 sub kategori. Keenam sub kategori tersebut adalah;

a) Kalimat tanya

Struktur kalimat tanya pada dialek AAE mempunyai perbedaan yang cukup
signifikan dengan struktur gramatikal dalam bahasa Inggris standar. Dalam
mengekspresikan kalimat tanya, pengguna dialek AAE menggunakan struktur yang
tidak lengkap dengan penghilangan kata bantu kerja dan kopula be (Green, 2002;
Wolfram, 2004; Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015). Menurut

216
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pandangan ahli bahasa hal ini dianggap ‘menyimpang’ mengingat dalam struktur
bahasa Inggris standar sangat memperhatikan subject verb agreement dalam kalimat.

Dialek Suroboyoan sebagai bagian dari sistem bahasa juga mempunyai struktur
kalimat tanya. Akan tetapi karena dialek Suroboyoan merupakan variasi bahasa Jawa,
sebagaimana bahasa Indonesia yang tidak mempunyai subject verb agreement, maka
penanda bahasa non-standar kategori kalimat tanya tidak terdapat dalam dialek
Suroboyoan. Perbedaan struktur gramatikal ini dapat berpotensi menggeser eksistensi
dialek dalam BSa. Dalam penelitian ini penerjemah menyiasati perbedaan gramatikal
kedua dialek tersebut dengan menerapkan teknik penerjemahan yang menyesuaikan
pola struktur gramatikal BSu dengan pola yang terdapat dalam BSa.

Dalam penelitian ini ditemukan 166 dialog yang menggunakan struktur kalimat
tanya dialek AAE. Untuk menerjemahkannya ke dalam dubbing dialek Suroboyoan,
penerjemah menerapkan teknik penerjemahan yang bervariasi. Penerapan teknik yang
bervariasi ini adalah upaya penerjemah untuk mencari padanan yang tepat dalam BSa,
menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Dalam konteks penerjemahan dialek, seorang penerjemah diharapkan mampu
menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi
dialek dalam BSa. Perbedaan struktur gramatikal antara dialek AAE dengan
Suroboyoan dapat menjadi potensi masalah dalam proses terjemahan. Oleh sebab itu,
dalam menyusun rekomendasi terlebih dahulu peneliti memetakan penggunaan teknik
penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan struktur
kalimat tanya dialek ke dalam dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan
teknik tersebut terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa.
Pemetaan tersebut bermanfaat untuk melihat pola teknik terjemahan yang
menghasilkan terjemahan yang berkualitas. Dalam hal ini, peneliti menggunakan 3
kategori, yaitu; (1) teknik yang menghasilkan struktur kalimat tanya dengan makna
sepadan, alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa,
(2) teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang berbeda dengan makna sepadan,
alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, (3) teknik
yang menghasilkan struktur kalimat dengan makna sepadan, alami, mudah dipahami

217
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, dan (4) teknik yang menghasilkan
struktur kalimat yang tidak sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan
unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan struktur kalimat tanya


dengan makna sepadan, alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur
dialek dalam BSa adalah padanan lazim, Penerapan teknik padanan lazim disini adalah
dengan mencari padanan kata/istilah yang lazim digunakan dalam BSa untuk setiap
kata yang ada di dalam kalimat tanya dengan penanda dialek AAE dalam BSu.
Penerapan teknik padanan lazim ini seperti terlihat dalam table komponensial dalam
lampiran 2 halaman 316 mampu menghasilkan terjemahan dengan nilai keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Selain itu, tuturan yang mengandung
penanda dialek dalam BSu tidak mengalami pergeseran dialek dalam BSa. Contohnya
adalah proses penerjemahan tuturan Bsu how you doing? yang diterjemahkan menjadi
yo’opo kabare koen?. Terjemahan tersebut dinilai sepadan karena menyampaikan
makna yang terkandung dalam BSu dengan struktur kalimat yang sama dan padanan
istilah yang akurat dalam dialek sasaran. Selain itu, penyampaian pesan BSa dengan
istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa
alami dan mudah dipahami oleh pembaca target. Penggunaan istilah yang khas dalam
budaya sasaran seperti yo’opo dan koen mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Penggunaan teknik padanan lazim tersebut sudah memenuhi syarat
penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan
mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu,
penerapan teknik penerjemahan tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan
dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang berbeda
dengan makna sepadan, alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur
dialek dalam BSa. Berdasarkan analisis komponensial, seperti terlihat dalam lampiran
2 halaman 316, teknik yang menghasilkan terjemahan dengan kategori tersbut adalah;
(1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi + variasi, dan (4) paraphrase + variasi.

218
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk menerapkan teknik modulasi penerjemah akan mengubah sudut pandang


gramatikal yang terdapat dalam BSu dan menyesuaikan dengan struktur gramatikal
yang berlaku dalam BSa. Proses ini berpotensi menggeser makna jika penerjemah
tidak hati-hati atau tidak memahami struktur gramatikal yang ada dalam BSu. Begitu
juga dengan penerapan teknik paraphrase dimana penerjemah menyampaikan makna
yang terkandung dalam BSu dengan cara yang berbeda. Kedua teknik ini dapat
menjembatani perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa. Dengan pemahaman yang
baik terhadap makna dan struktur gramatika dalam BSu, penerjemah akan dapat
menghasilkan terjemahan yang akurat.

Selanjutnya, terkait dengan penerjemahan dialek, selain menghasilkan


terjemahan yang berkualitas penerjemah juga diharapkan mampu mempertahankan
unsur dialek dalam BSa. Dari analisis komponensial dalam penelitian ini perpaduan
teknik + variasi dan paraphrase + variasi mampu menghasilkan terjemahan yang
sepadan, alami, mudah diterima dan dapat mempertahankan unsur dialek dalam BSa.
Contoh penerapan teknik modulasi + variasi tersebut dapat dilihat dari proses
penerjemahan kalimat tanya yang mengandung struktur menyimpang You hear what
I'm saying? yang dimodulasi menjadi Ngerti gak kon opo seng tak omongno?.
Meskipun berubah sudut pandang, akan tetapi makna yang terkandung dalam BSu
dapat diuangkapkan dengan baik dalam BSa. Pemertahanan dialek dilakukan
penerjemah dengan menggunakan teknik variasi dalam menerjemahkan bahasa
Inggris standar you menjadi kon dan penggunaan gak yang merupakan istilah khas
dalam dialek Suroboyoan. Penggunaan istilah-istilah yang khas dalam BSa sekaligus
berdampak positif terhadap nilai keberterimaa dan keterbacaan terjemahan. Dengan
mempertimbangkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik
modulasi + varaiasi dalam penerjemahan kalimat tanya dengan struktur dialek AAE
ke dalam dialek Suroboyoan dapat menghasilkan penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan teknik penerjemahan tersebut
mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur
dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz
2016).

219
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Teknik tersebut adalah; (1) paraphrase + adisi, dan (2) modulasi + adisi.
Penerapan teknik memadukan dua teknik penerjemahan dalam satu tuturan yang
mengandung penanda dialek kalimat tanya. Penerapan teknik ini sedikit mengurangi
tingkat keakuratan teks terjemahan karena penerjemah mengganti sudut pandang
gramatikal atau menggunakan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Misalnya,
tuturan BSu mengandung penanda dialek kalimat tanya diterjemahkan dalam kalimat
deklaratif. Selain itu penambahan unsur bahasa lain dalam BSa menyebabkan tingkat
keakuratan sedikit berkurang, meskipun tidak benar-benar meengubah makna tuturan.
Misalnya; penambahan kata sapaan cak, rek dan cuk dalam versi dubbing.
Penambahan unsur bahasa lain dalam BSa ini adalah upaya penerjemah untuk
memunculkan unsur dialek dalam BSa dari proses modulasi atau paraphrase.

Kategori keempat adalah teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang tidak
sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa.
Teknik tersebut adalah kreasi diskursif.

b) Pelesapan kopula be

Dalam penelitian ini ditemukan cukup banyak penyimpangan gramatikal dalam


dialog film Walker Texas Ranger. Penyimpangan tata bahasa ini didasarkan pada
struktur gramatikal bahasa Inggris standar. Dalam struktur kalimat AAE sering terjadi
pelesapan kopula be dan verba bantu lainnya. Beberapa linguist sepakat bahwa
diantara ciri sintaksis dialek AAE, pelesapan kopula be atau zero copula merupakan
penanda paling penting yang membedakan dialek AAE dengan SAE (Standard
American English). Ciri sintaksis tersebut yang paling signifikan dalam AAE
dibanding ciri sintaksis yang lain karena tidak ditemukan dalam dialek lain dalam
bahasa Inggris. Struktur kalimat dengan penyimpangan seperti ini menjadi penanda
yang cukup menonjol dalam AAE mengingat dalam struktur gramatikal bahasa
Inggris standar subject verb agreement menjadi hal yang sangat krusial untuk
diperhatikan (Rickford et al., 1991; Rickford, 1999; Rickford, 2015; Wolfram and Erik
R., 2002).

220
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ciri sintaksis yang menjadi penanda dialek AAE tersebut tidak ditemukan
dalam dialek Suroboyoan. Dalam konteks penerjemahan dialek, perbedaan struktur
gramatikal ini dapat berpotensi menggeser eksistensi dialek dalam BSa. Dalam
penelitian ini penerjemah menyiasati perbedaan gramatikal kedua dialek tersebut
dengan menerapkan teknik penerjemahan yang menyesuaikan pola struktur
gramatikal BSu dengan pola yang terdapat dalam BSa. Salah satu strategi
penerjemahan tersebut adalah dengan memadukan dua atau lebih teknik
penerjemahan.

Dalam penelitian ini ditemukan 56 pelesapan kopula be (is am, are, was dan
were). Untuk menerjemahkannya ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, penerjemah
menerapkan teknik penerjemahan yang bervariasi. Penerapan teknik yang bervariasi
ini adalah upaya penerjemah untuk mencari padanan yang tepat dalam BSa,
menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Dalam penerjemahan dialek, seorang penerjemah diharapkan mampu menghasilkan
terjemahan yang berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam
BSa. Dalam menyusun rekomendasi penggunaan teknik, peneliti terlebih dahulu
memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan struktur kalimat dengan penanda pelesapan kopula be ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan teknik tersebut terhadap kualitas
terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Pemetaan tersebut bermanfaat untuk
melihat pola teknik terjemahan yang menghasilkan terjemahan yang berkualitas.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan 3 kategori, yaitu; (1) teknik yang menghasilkan
struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,
menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang menghasilkan struktur kalimat berbeda
dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah dipahami dan memunculkan
unsur dialek dalam BSa, dan (3) teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang tidak
sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,

221
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan


unsur dialek dalam BSa adalah modulasi. Berdasarkan analisis komponensial, seperti
terlihat dalam lampiran2 halaman 316, ditemukan bahwa teknik yang menghasilkan
terjemahan akurat dengan struktur kalimat menyesuaikan struktur BSa adalah; (1)
modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi + variasi, dan (4) paraphrase + variasi. Dalam
menerjemahkan tuturan yang mengandung pelesapan kopula ‘be’, penerjemah
mengubah sudut pandang dengan menyesuaikan struktur bahasa yang berlaku dalam
dialek target. Meskipun sudut pandang berubah, terjemahan yang dihasilkan
mempunyai tingkat keakuratan yang cukup tinggi. Pemertahanan unsur dialek dalam
BSa disiasati penerjemah dengan penggunaan variasi bahasa atau penambahan unsur
bahasa lain yang khas dalam dialek target. Contohnya adalah proses penerjemahan
tuturan BSu He one of them yang diterjemahkan menggunakan teknik paraphrase +
variasi menjadi Areke kae melok nyelintep anakmu. Terjemahan tersebut dinilai
sepadan karena menyampaikan makna yang terkandung dalam BSu, meskipun
berbeda sudut pandang dan struktur kalimatnya. Selain itu, penyampaian pesan BSa
dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut
terasa alami dan mudah dipahami oleh pembaca target. Penggunaan istilah rek yang
khas dalam budaya sasaran mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.
Penggunaan teknik paraphrase + variasi tersebut sudah memenuhi syarat
penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan
mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu,
penerapan teknik penerjemahan tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan
dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah
dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) modulasi + adisi, dan
(3) paraphrase + adisi. Seperti terlihat dalam table komponensial lampiran 2 halaman
316, perpaduan kedua teknik tersebut sedikit mengurangi nilai keakuratan.
Berkurangnya nilai keakuratan ini disebabkan oleh penambahan unsur lain dalam BSa
yang tidak ditemukan dalam BSu. Meskipun begitu, terjemahan yang dihasilkan

222
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mudah dipahami oleh pembaaca target dan unsur dialek dalam BSa. Contohnya adalah
proses penerjemahan tuturan Bsu I sure as hell did yang diterjemahkan menggunakan
teknik paraphrase + adisi menjadi Plek koyok neroko, cak. Terjemahan tersebut dinilai
kurang sepadan karena makna yang terkandung dalam BSu sedikit bergeser dan
terdapat penambahan unsur bahasa lain dalam BSa. Akan tetapi, penyampaian pesan
BSa dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan
tersebut terasa alami dan mudah dipahami oleh pembaca target. Penambahan istilah
sapaan cak yang khas dalam budaya juga berkontribusi positif terhadap pemertahanan
unsur dialek dalam BSa.

Kategori keempat adalah teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang tidak
sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa.
Teknik tersebut adalah kreasi diskursif.

c) Pelesapan kata bantu kerja

Berbeda halnya dengan lexical verbs (kata kerja utama) yang mempunyai arti
sendiri, auxiliary verbs (kata kerja bantu) tidak mempunyai arti dan tidak bisa berdiri
sendiri. Auxiliary verbs terdiri dari primary (be, do, have) dan modal auxiliary (may,
might, could, will, would, should, shall, must, dan tought) dan muncul sebelum kata
kerja utama (Azar & Hagen, 2009). Meskipun tidak mempunyai arti, kata kerja bantu
mempunyai kedudukan yang penting dalam kalimat karena keberadaannya akan
berpengaruh dalam membentuk waktu (tenses), ragam gramatika (voice) dan modus
(mood) dalam kalimat. Dengan kata lain, kata kerja bnatu berfungsi untuk membentuk
struktur kalimat lengkap dan memiliki fungsi gramatika dalam kalimat. Oleh sebab
itu, penggunaan kata bantu kerja tidak bisa dihilangkan dalam kalimat. Akan tetapi,
dalam struktur dialek AAE, auxiliary verbs sering kali dihilangkan. Jenis
penyimpangan ini menjadi salah satu penanda gramatikal dalam dialek AAE. Hal ini
selaras dengan pendapat para linguist yang menyatakan bahwa penutur kulit hitam
sering menghilangkan auxiliary verbs dalam tuturan yang mengandung kata kerja
sehingga membingungkan lawan bicara (Rickford et al., 1991; Rickford, 1999;
Rickford, 2015; Wolfram and Erik R., 2002).

223
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini ditemukan 33 dialog yang menggunakan struktur yang


mengandung unsur pelesapan kata bantu kerja. Karena dalam dialek sasaran tidak
mengenal struktur kalimat seperti dialek AAE maka penerjemah mencoba
mengkompensasi BSu dengan menggunakan teknik penerjemahan yang
mengakomodir perbedaan gramatikal tersebut. Salah satu strategi penerjemahan
tersebut adalah dengan memadukan dua atau lebih teknik penerjemahan. Penerapan
teknik yang bervariasi ini adalah upaya penerjemah untuk mencari padanan yang tepat
dalam BSa, menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca
target. Dalam penerjemahan dialek, seorang penerjemah diharapkan mampu
menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi
dialek dalam BSa. Untuk menyusun rekomendasi penggunaan teknik, peneliti terlebih
dahulu memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan struktur kalimat dengan penanda pelesapan kata
bantu kerja ke dalam dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan teknik
tersebut terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Pemetaan
tersebut bermanfaat untuk melihat pola teknik terjemahan yang menghasilkan
terjemahan yang berkualitas. Dalam hal ini, peneliti menggunakan 3 kategori, yaitu;
(1) teknik yang menghasilkan struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun
berbeda pola struktur gramatika, menghasilkan terjemahan yang alami, mudah
dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang
menghasilkan struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi
alami, mudah dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, dan (3) teknik
yang menghasilkan struktur kalimat yang tidak sepadan, tapi alami, mudah dipahami
dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,
menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam BSa. Berdasarkan analisis komponensial, seperti terlihat dalam
lampiran 2 halaman 316, ditemukan bahwa teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat dengan struktur kalimat menyesuaikan struktur BSa adalah; (1) modulasi, (2)
paraphrase, (3) modulasi + variasi, dan (4) paraphrase + variasi. Pemertahanan unsur

224
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dialek dalam BSa disiasati penerjemah dengan penggunaan variasi bahasa atau
penambahan unsur bahasa lain yang khas dalam dialek target. Contohnya adalah
proses penerjemahan tuturan Bsu She be dead if I ain't take her in yang dimodulasi
menjadi Areke bakal matek lek gak tak tulung. Terjemahan tersebut dinilai sepadan
karena menyampaikan makna yang terkandung dalam BSu, meskipun berbeda sudut
pandang dan struktur kalimatnya. Selain itu, penyampaian pesan BSa dengan istilah
yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan
mudah dipahami oleh pembaca target. Penerapan teknik variasi dalam menerjemahkan
bahasa Inggris standar she menjadi areke yang khas dalam budaya sasaran mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Penggunaan teknik modulasi + variasi
tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan teknik penerjemahan tersebut mampu
memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek
dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah
dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) modulasi + adisi, dan
(3) paraphrase + adisi. Seperti terlihat dalam table komponensial lampiran 2 halaman
316, perpaduan kedua teknik tersebut sedikit mengurangi nilai keakuratan.
Berkurangnya nilai keakuratan ini disebabkan oleh penambahan unsur lain dalam BSa
yang tidak ditemukan dalam BSu. Meskipun begitu, terjemahan yang dihasilkan
mudah dipahami oleh pembaaca target dan unsur dialek dalam BSa. Contohnya adalah
proses penerjemahan tuturan Bsu Jeez, he gettin closer! yang diterjemahkan
menggunakan teknik paraphrase + adisi menjadi Juangkrik, wes mlebu areke, cak.
Terjemahan tersebut dinilai kurang sepadan karena makna yang terkandung dalam
BSu sedikit bergeser dan terdapat penambahan unsur bahasa lain dalam BSa. Akan
tetapi, penyampaian pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan
menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami oleh pembaca
target. Penambahan istilah sapaan cak dan penggunaan variasi bahasa areke yang khas

225
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam budaya juga berkontribusi positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam
BSa.

Kategori keempat adalah teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang tidak
sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa.
Teknik tersebut adalah kreasi diskursif dan reduksi.

d) Penyimpangan kata bantu kerja

Kata bantu kerja atau auxiliary verb dalam struktur gramatikal bahasa Inggris
standar digunakan untuk membantu kata kerja utama membentuk konstruksi frasa
verba atau konstruksi tenses dalam kalimat. Secara umum, auxiliary verbs terdiri dari
to be, have dan do. Dilihat dari sisi makna, kata bantu tersebut tidak bisa
diterjemahkan secara kata per kata karena kata bantu tersebut hanya akan mempunyai
makna jika disandingkan dengan kata kerja utama yang membentuk tenses suatu
kalimat. Oleh sebab itu dalam penggunaannya, kata bantu tersebut mengalami
perubahan bentuk yang menyesuaikan subjek dan waktunya. Dalam struktur kalimat
dialek AAE, penggunaan kata bantu to be, have dan do tidak menyesuaikan subjek
dan keterangan waktu yang digunakan dalam kalimat (Rickford et al., 1991; Rickford,
1999; Rickford, 2015; Wolfram and Erik R., 2002). Bentuk penyimpangan tersebut
dapat dilihat dalam contoh kalimat He doesn’t like you disampaikan dalam dialek
AAE menjadi He don’t like you.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 21 dialog dalam 9 seri film Walker
Texas Ranger yang menggunakan unsur penyimpangan kata kerja bantu. Karena ciri
sintaksis kata bantu kerja tidak terdapat dalam dialek Suroboyoan, maka untuk
menerjemahkan ke dalam versi dubbingnya penerjemah menggunakan teknik yang
memungkinkan penyesuaian pola struktur gramatikal yang berlaku dalam BSa.
Penerapan teknik tersebut dilakukan untuk mengatasi perbedaan gramatikal antara
BSu dan Bsa. Penerapan teknik sekaligus betujuan untuk mencari padanan yang tepat
dalam BSa, menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca
target.

226
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam konteks penerjemahan dialek, perbedaan struktur gramatikal ini dapat


berpotensi menggeser eksistensi dialek dalam BSa. Padahal, dalam penerjemahan
dialek, seorang penerjemah diharapkan mampu menghasilkan terjemahan yang
berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Salah satu
strategi penerjemahan tersebut adalah dengan memadukan dua atau lebih teknik
penerjemahan. Dalam menyusun rekomendasi penggunaan teknik, peneliti terlebih
dahulu memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan struktur kalimat dengan penanda penyimpangan
kata kerja bantu ke dalam dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan teknik
tersebut terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Pemetaan
tersebut bermanfaat untuk melihat pola teknik terjemahan yang menghasilkan
terjemahan yang berkualitas. Dalam hal ini, peneliti menggunakan 3 kategori, yaitu;
(1) teknik yang menghasilkan struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun
berbeda pola struktur gramatika, menghasilkan terjemahan yang alami, mudah
dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, dan (2) teknik yang
menghasilkan struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi
alami, mudah dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,
menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam BSa adalah dengan mengkompensasi tuturan BSu dengan
menyesuaikan struktur kalimat BSa. Sebagaimana terlihat dalam table komponensial
lampiran 2 halaman 316, teknik yang menghasilkan terjemahan akurat dengan struktur
kalimat menyesuaikan struktur BSa adalah; (1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi
+ variasi, dan (4) paraphrase + variasi. Dengan penerapan teknik modulasi dan
paraphrase, sudut pandang dan cara penyampaian makna dalam BSu disampaikan
dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, berdasarkan analisis komponensial dalam
penelitian ini, kedua teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan yang akurat.
Pemertahanan unsur dialek dalam BSa disiasati penerjemah dengan penggunaan
variasi bahasa atau penambahan unsur bahasa lain yang khas dalam dialek target.
Contoh dari penerapan teknik tersebut adalah dalam proses penerjemahan tuturan BSu

227
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

She don’t like you, pal.. go the fuck out of here! menjadi Areke mblenek mbek kon,
cuk! Ndang minggat!. Meskipun diterjemahkan dengan cara yang berbeda dengan
mengubah sudut pandang kalimat, terjemahan tersebut dinilai akurat karena mempunyai
makna yang sama. Selain itu, penyampaian pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam
dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami
oleh pembaca target. Penerapan teknik variasi dalam menerjemahkan istilah bahasa
Inggris standar you menjadi kon dan penggunaan kata cuk dalam BSa mampu
memunculkan unsur dialek dalam versi dubbing. Penggunaan teknik modulasi +
variasi tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001;
Nababan dkk, 2012). Selain itu, perpaduan teknik penerjemahan tersebut mampu
memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek
dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah
dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) modulasi + adisi, dan
(3) paraphrase + adisi. Dampak penerapan kedua teknik tersebut dapat dicermati
dalam tabel komponensial lampiran 2 halaman 316. Contoh penggunaan kategori ini
adalah proses penerjemahan tuturan BSu This client have a name yang diterjemahkan
menjadi Kon reti ta cak, jeneng arek iki?. Terjemahan tersebut dinilai kurang sepadan
karena makna yang terkandung dalam BSu sedikit bergeser dan terdapat penambahan
unsur bahasa lain dalam BSa. Akan tetapi, penyampaian pesan BSa dengan istilah
yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan
mudah dipahami oleh pembaca target. Penambahan istilah sapaan cak yang khas
dalam budaya juga berkontribusi positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam
BSa. Dari hasil analisis komponensial dalam penelitian ini tidak semua penerapan
teknik modulasi + adisi, dan paraphrase + adisi menghasilkan terjemahan yang kurang
akurat. Hanya 4 dari keseluruhan data dalam kategori ini yang terverifikasi
mempunyai nilai keakuratan 2. Artinya, penerapan teknik ini masih bisa digunakan
untuk menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda serupa, dengan catatan

228
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penerjemah harus benar-benar memahami konteks tuturan dan penggunaan variasi


bahasa yang terdapat dalam BSu.

e) Penggunaan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak

Dalam bahasa Inggris standar, penerapan subject verb agreement merupakan


aturan mutlak yang harus diikuti. Subject verb agreement adalah penyesuaian antara
verb (kata kerja) dengan subjek dalam kalimat. Dalam aturan gramatikal standar,
singular verb (subjek tunggal) menggunakan singular verb (kata kerja tunggal),
sedangkan plural subject (subjek jamak) menggunakan plural verb (kata kerja jamak).
Secara umum, pada bentuk simple present tense, singular verb berupa base form atau
bare infinitive (bentuk dasar dari verb) dengan ditambah akhiran -s atau -es.
Sebaliknya, untuk bentuk plural (jamak) tidak ditambahkan akhiran -s atau -es. Akan
tetapi, dalam dialek AAE aturan ini ‘dilanggar’. Oleh sebab itu, penggunaan -s untuk
kata kerja dengan subjek jamak menjadi salah satu bentuk penyimpangan gramatikal
yang menjadi penanda dialek AAE yang khas. Lebih lanjut, penandaan verbal -s pada
finite verbs merupakan karakteristik pola dialek AAE yang khas yang membedakan
dengan bahasa Inggris standar. Selain zero copula, pola gramatikal ini menjadi
penanda dialek yang menonjol dan oleh para ahli bahasa dipertimbangkan menjadi
pola inti dalam AAE karena dalam bahasa Inggris standar -s hanya digunakan pada
kata kerja singular untuk orang ketiga tunggal (Labov, 1972; Wolfram, 1992).

Dalam penelitian ini ditemukan 13 dialog yang menggunakan struktur yang


menggunakan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak. Karena ciri sintaksis kata
bantu kerja tidak terdapat dalam dialek Suroboyoan, maka untuk menerjemahkan ke
dalam versi dubbingnya penerjemah menggunakan teknik yang memungkinkan
penyesuaian pola struktur gramatikal yang berlaku dalam BSa. Penerapan teknik
tersebut dilakukan untuk mengatasi perbedaan gramatikal antara BSu dan Bsa.
Penerapan teknik sekaligus betujuan untuk mencari padanan yang tepat dalam BSa,
menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca target.

Dalam konteks penerjemahan dialek, perbedaan struktur gramatikal ini dapat


berpotensi menggeser eksistensi dialek dalam BSa. Padahal, dalam penerjemahan

229
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dialek, seorang penerjemah diharapkan mampu menghasilkan terjemahan yang


berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Salah satu
strategi penerjemahan tersebut adalah dengan memadukan dua atau lebih teknik
penerjemahan. Dalam menyusun rekomendasi penggunaan teknik, peneliti terlebih
dahulu memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan struktur kalimat dengan penanda penyimpangan
kata kerja bantu ke dalam dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan teknik
tersebut terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Pemetaan
tersebut bermanfaat untuk melihat pola teknik terjemahan yang menghasilkan
terjemahan yang berkualitas. Dalam hal ini, peneliti menggunakan 2 kategori, yaitu;
(1) teknik yang menghasilkan struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun
berbeda pola struktur gramatika, menghasilkan terjemahan yang alami, mudah
dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, dan (2) teknik yang
menghasilkan struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi
alami, mudah dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,
menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam BSa adalah dengan mengkompensasi tuturan BSu dengan
menyesuaikan struktur kalimat BSa. Sebagaimana tergambar dalam lampiran 2
halaman 316, teknik yang menghasilkan terjemahan akurat dengan struktur kalimat
menyesuaikan struktur BSa adalah; (1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi +
variasi, dan (4) paraphrase + variasi. Perbedaan sistem gramatikal kedua dialek
mengharuskan penerjemah untuk mengkompensasi struktur BSu ke dalam struktur
yang sesuai dan berterima dalam BSa. Itulah sebabnya penerjemah menerapkan teknik
modulasi dan paraphrase dalam menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda
dialek AAE sub kategori penggunaan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak.
Dengan penerapan teknik modulasi dan paraphrase, sudut pandang dan cara
penyampaian makna dalam BSu disampaikan dengan cara yang berbeda. Meskipun
berbeda sudut pandang, berdasarkan analisis komponensial dalam penelitian ini,
kedua teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan yang akurat. Pemertahanan

230
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

unsur dialek dalam BSa disiasati penerjemah dengan penggunaan variasi bahasa atau
penambahan unsur bahasa lain yang khas dalam dialek target. Contohnya adalah
proses penerjemahan tuturan Bsu Well, we knows what you gonna get yang dimodulasi
menjadi Kon eroh gak nasibe kon bakalan piye? Terjemahan tersebut dinilai sepadan
karena menyampaikan makna yang terkandung dalam BSu, meskipun berbeda sudut
pandang dan struktur kalimatnya. Selain itu, penyampaian pesan BSa dengan istilah
yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan
mudah dipahami oleh pembaca target. Penerapan teknik variasi dalam menerjemahkan
istilah bahasa Inggris standar you menjadi kon mampu memunculkan unsur dialek
dalam BSa. Penggunaan teknik modulasi + variasi tersebut sudah memenuhi syarat
penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan
mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu,
perpaduan teknik penerjemahan tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan
dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah
dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) modulasi + adisi, dan
(3) paraphrase + adisi. Sebagaimana terlihat dalam table komponensial lampiran 2
halaman 316, perpaduan kedua teknik tersebut menghasilkan terjemahan yang kurang
akurat, akan tetapi mudah dipahami dan berterima dalam dialek target. Nilai
keakuratan berkurang karena terdapat penambahan unsur bahasa lain dalam teks
terjemahan. Meskipun begitu, penambahan unsur lain ini berdampak positif terhadap
pemertahanan unsur dialek dalam BSa. Contoh penerapan teknik tersebut terlihat
dalam proses penerjemahan tuturan BSu They has no food yang diterjemahkan
menggunakan teknik paraphrase + adisi menjadi Mesakno dulurku, cak.. gagal panen,
wes gak ono penghasilan. Terjemahan tersebut dinilai kurang sepadan karena makna
yang terkandung dalam BSu sedikit bergeser dan terdapat penambahan unsur bahasa
lain dalam BSa. Akan tetapi, penyampaian pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam
dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami

231
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh pembaca target. Penambahan istilah sapaan cak yang khas dalam budaya juga
berkontribusi positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam BSa.

f) Penggunaan perfective done

Done merupakan turunan ketiga (past participle) dari kata kerja do. seperti
halnya do, does, atau did, kata done juga berfungsi sebagai primary auxiliary verb
(kata kerja bantu yang tidak memliki arti sendiri tapi membantu dalam membentuk
karakter kalimat). Dalam struktur gramatikal bahasa Inggris standar, bentuk done
sebagai bentuk kata kerja ketiga biasanya dapat kita temukan dalam pola kalimat
present perfect tense, past perfect tense, future perfect tense dan past future perfect
tense. Akan tetapi dalam struktur dialek AAE, perfective done digunakan dalam past
tense.

Dalam penelitian ini ditemukan 12 dialog yang menggunakan struktur yang


mengandung unsur perfective done. Untuk menerjemahkannya ke dalam dubbing
dialek Suroboyoan, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan yang bervariasi.
Penerapan teknik yang bervariasi ini adalah upaya penerjemah untuk mencari padanan
yang tepat dalam BSa, menyiasati perpedaan gramatikal antara BSu dan BSa, dan
menghasilkan terjemahan yang alami dan mudah dipahami oleh pembaca target.
Selain itu, dalam konteks penerjemahan dialek, seorang penerjemah diharapkan
mampu menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan mampu mempertahankan
eksistensi dialek dalam BSa. Untuk menyusun rekomendasi penggunaan teknik,
peneliti terlebih dahulu memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan
oleh penerjemah dalam menerjemahkan struktur kalimat dengan penanda penggunaan
perfective done ke dalam dubbing dialek Suroboyoan serta dampak penerapan teknik
tersebut terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Pemetaan
tersebut bermanfaat untuk melihat pola teknik terjemahan yang menghasilkan
terjemahan yang berkualitas. Dalam hal ini, peneliti menggunakan 4 kategori, yaitu;
(1) teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang sama dengan makna sepadan,
alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik
yang menghasilkan struktur kalimat yang berbeda dengan makna sepadan, alami,
mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, (3) teknik yang

232
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghasilkan struktur kalimat dengan makna sepadan, alami, mudah dipahami tapi
menghilangkan unsur dialek dalam BSa, dan (4) teknik yang menghasilkan struktur
kalimat yang tidak sepadan, tapi alami, mudah dipahami dan menghilangkan unsur
dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan struktur kalimat yang sama
dengan makna sepadan, alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan unsur
dialek dalam BSa adalah padanan lazim, Penerapan teknik padanan lazim disini adalah
dengan mencari padanan kata/istilah yang lazim digunakan dalam BSa untuk setiap
kata yang ada di dalam kalimat tanya dengan penanda dialek AAE dalam BSu.
Penerapan teknik padanan lazim ini seperti terlihat dalam table komponensial dalam
lampiran 2 halaman 316 mampu menghasilkan terjemahan dengan nilai keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Selain itu, tuturan yang mengandung
penanda dialek dalam BSu tidak mengalami pergeseran dialek dalam BSa. Contohnya
adalah proses penerjemahan tuturan BSu She done talked to you, what else? yang
dialihbahasakan menjadi Areke wes mari ngomong mbek koen, opo maneh?
Terjemahan tersebut dinilai sepadan karena menyampaikan makna yang terkandung
dalam BSu dengan struktur kalimat yang sama dan padanan istilah yang akurat dalam
dialek sasaran. Selain itu, penyampaian pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam
dialek Suroboyoan menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami
oleh pembaca target. Penggunaan istilah yang khas dalam budaya sasaran seperti mari
(= sudah) mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Penggunaan teknik
padanan lazim tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, penerapan teknik penerjemahan tersebut
mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur
dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz
2016).

Kategori kedua yaitu teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat dengan makna sepadan meskipun berbeda pola struktur gramatika,
menghasilkan terjemahan yang alami, mudah dipahami dan mampu memunculkan

233
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

unsur dialek dalam BSa adalah dengan mengkompensasi tuturan BSu dengan
menyesuaikan struktur kalimat BSa. Sebagaimana tergambar dalam lampiran 2
halaman 316, teknik yang menghasilkan terjemahan akurat dengan struktur kalimat
menyesuaikan struktur BSa adalah; (1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi +
variasi, dan (4) paraphrase + variasi. Dengan penerapan teknik modulasi dan
paraphrase, sudut pandang dan cara penyampaian makna dalam BSu disampaikan
dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, dari analisis komponensial dalam penelitian
ini, kedua teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan yang akurat.
Pemertahanan unsur dialek dalam BSa disiasati penerjemah dengan penggunaan
variasi bahasa atau penambahan unsur bahasa lain yang khas dalam dialek target.
Contohnya adalah proses penerjemahan tuturan BSu He done asked the questions, Sir.
yang dimodulasi menjadi Areke bar diinterogasi anak buahe dewe, cak. Terjemahan
tersebut dinilai sepadan karena menyampaikan makna yang terkandung dalam BSu,
meskipun berbeda sudut pandang dan struktur kalimatnya. Selain itu, penyampaian
pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan menjadikan
terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami oleh pembaca target. Penerapan
teknik variasi dalam menerjemahkan pronominal he menjadi areke, dan kata sapaan
sir menjadi cak mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa. Penggunaan teknik
modulasi + variasi tersebut sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu
menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998;
Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, perpaduan teknik penerjemahan tersebut
mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur
dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz
2016).

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan teknik yang menghasilkan


struktur kalimat berbeda dengan makna yang kurang sepadan, tetapi alami, mudah
dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) modulasi + adisi, dan
(3) paraphrase + adisi. Hal tersebut dapat dilihat dalam table komponensial di lampiran
2 halaman 316. Contohnya adalah proses penerjemahan tuturan Bsu The man done
tried shooting the fucking guy! yang diterjemahkan menggunakan teknik paraphrase
+ adisi menjadi yang diterjemahkan menjadi Areke wes kesel kae, cak!. Terjemahan

234
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut dinilai kurang sepadan karena makna yang terkandung dalam BSu sedikit
bergeser dan terdapat penambahan unsur bahasa lain dalam BSa. Akan tetapi,
penyampaian pesan BSa dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan
menjadikan terjemahan tersebut terasa alami dan mudah dipahami oleh pembaca
target. Penambahan istilah sapaan cak yang khas dalam budaya juga berkontribusi
positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam BSa.

Kategori keempat adalah teknik yang menghasilkan terjemahan yang tidak


akurat dan mengurangi unsur dialek dalam BSa. Sebagaimana tergambar dalam
lampiran 2 halaman 316, teknik yang menghasilkan terjemahan tidak akurat adalah;
(1) kreasi diskursif, dan (2) reduksi. Contoh penerapan teknik kreasi diskursif ini dapat
dilihat dalam contoh dialog I done tortured the bitch yang diterjemahkan menjadi Ben
kapok areke! Terjemahn tersebut dinilai tidak akurat karena menghilangkan makna
dalam BSu dan tidak menyampaikan pesan secara tidak akurat. Selain itu penanda
dialek dalam BSu menjadi hilang atau berkurang.

4.2.1.3. Kategori Slang

Slang merupakan kosa kata tertentu yang lazim digunakan dalam situasi informal
oleh golongan atau kelompok sosial tertentu (Freeborn, 1997; Leech & Startvik, 2003).
Kosa kata yang berfungsi sebagai slang biasanya terbentuk sebagai simbol solidaritas dan
menunjukkan kedekataan antar anggota kelompok pengguna slang tersebut. Dialek AAE
sebagai sebuah variasi bahasa yang terbentuk dalam komunitas tertentu, yaitu komunitas
warga Amerika kulit hitam, mempunyai baberapa kosa kata slang yang berfungsi sebagai
alat komunikasi informal dalam kelompok mereka. Seiring berjalannya waktu, istilah
slang dialek AAE ini berkembang di kalangan orang kulit putih dan digunakan sebagai
ragam bahasa kolokial dalam dialog film, lirik lagu atau ragam percakapan informal
lainnya. Dalam penelitian ini penelitii menemukan 4 sub kategori istilah slang dari 9 seri
film Walker Texas Ranger. Berikut adalah pembahasan tentang penanda dialek AAE
kategori slang yang ditemukan dalam penelitian ini:

235
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Istilah untuk menyebut perempuan

Dari ke 9 Seri film Walker Texas Ranger ditemukan sebanyak 56 penggunaan


slang non-standar untuk menyebut perempuan dalam dialog film. Slang penyebutan
perempuan yang ditemukan dalam penelitian ini berada pada tataran kata dan
berfungsi sebagai kata sapaan, babytalk, dan pronominal. Beberapa istilah slang AAE
untuk menyebut perempuan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah; honey, babe,
babycake, chick dan wifey. Khusus untuk slang babe dan honey mengalami pergeseran
dalam penggunaannya. Dalam beberapa kasus ujaran, slang honey dan babe kadang
juga digunakan sebagai panggilan sayang untuk merujuk pada laki-laki. Tapi dalam
penelitian ini peneliti hanya menemukan penggunaan kedua istilah tersebut untuk
merujuk pada perempuan. Dalam menerjemahkan istilah penyebutan perempuan ke
dalam dialek Suroboyoan, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan yang
bervariasi. Untuk menemukan pola penerjemahan slang AAE sub kategori istilah
penyebutan peerempuan ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, peneliti memetakan
penggunaan beserta dampaknya terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek
dalam BSa. Dalam pemetaan tersebut, peneliti menggunakan 4 kategori, yaitu; (1)
teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami dan mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat, berterima, mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, (3)
teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat, tapi berterima, mudah dipahami
dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa, dan (4) teknik yang
menghasilkan terjemahan tidak akurat, tetapi berterima, mudah dipahami dan
memunculkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) adaptasi, dan (3) variasi. Ketiga teknik tersebut digunakan untuk
menerjemahkan slang AAE penyebutan perempuan pada tataran kata. Penerapan
teknik padanan lazim terlihat pada pemadanan babe menjadi nduk yang merupakan
istilah yang lazim digunakan oleh pembaca target untuk merujuk pada perempuan.
Contoh yang lain adalah slang wifey yang diadaptasi menjadi wedokan. Pemadanan

236
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut mempunyai nilai keakuratan yang tinggi, alami dan mudah dipahami oleh
pembaca sasaran. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
penggunaan ketiga teknik tersebut sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu
menghasilkan terjemahan akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida,
2001; Nababan dkk, 2012). Selain itu, dalam kontek penerjemahan dialek, penerapan
teknik penerjemahan tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang
baik yaitu mempertahankan eskistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
harfiah, (2) eksplisitasi, dan (3) naturalisasi. Contoh dari kategori ini adalah
penggunaan teknik harfiah yang terlihat dalam proses penerjemahan istilah honey
menjadi sayang. Contoh lain adalah babe yang dinaturalisasi menjadi beb. Istilah-
istilah tersebut mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan dapat dipahami oleh
pembaca target. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
penggunaan ketiga teknik tersebut sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu
menghasilkan terjemahan akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida,
2001; Nababan dkk, 2012). Akan tetapi penggunaan teknik-teknik tersebut
menyebabkan berkurangnya unsur dialek dalam bahasa target.

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Teknik tersebut adalah; (1) generalisasi dan (2) paraphrase. Teknik generalisasi
digunakan dalam tataran kata sedangkan paraphrase dalam tataran klausa atau kalimat.
Penerapan teknik generalisasi terlihat dalam pemadanan slang chick menjadi areke.
Istilah chick yang spesifik mengacu pada perempuan diterjemahkan menjadi areke
yang merujuk baik perempuan atau laki-laki. Perbedaan fungsi tersebut mengurangi
tingkat keakuratan teks terjemahan. Akan tetapi, penggunaan istilah tersebut
mempunyai dampak positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam BSa.

237
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kategori keempat adalah teknik yang menghasilkan terjemahan tidak akurat,


tetapi berterima, mudah dipahami dan memunculkan unsur dialek dalam BSa.Teknik
tersebut adalah kreasi diskursif dan reduksi.

2. Istilah untuk menyebut laki-laki

Dalam penelitian ini ditemukan 60 slang AAE untuk penyebutan laki-laki.


Istilah tersebut antara lain: buddy, pal, guys, dan dude. Slang penyebutan laki-laki
yang ditemukan dalam penelitian ini berada pada tataran kata dan berfungsi sebagai
kata sapaan dan pronominal. Penerjemah menerapkan teknik penerjemahan yang
bervariasi untuk menerjemahkan penanda slang penyebutan laki-laki tersebut ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan. Setelah mengidentifikasi dialog atau tuturan yang
mengandung penanda dialek AAE sub kategori istilah penyebutan laki-laki dalam
penelitian ini, peneliti selanjutnya memetakan penggunaan teknik penerjemahan
beserta dampaknya terhadap kualitas terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Hal
ini dilakukan untuk menemukan pola penerjemahan slang AAE sub kategori istilah
penyebutan laki-laki ke dalam dubbing dialek Suroboyoan, Dalam pemetaan tersebut,
peneliti menggunakan 3 kategori, yaitu; (1) teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat, berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa, (2) teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami
tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, (3) teknik yang menghasilkan
terjemahan kurang akurat, tapi berterima, mudah dipahami dan mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) adaptasi, dan (3) variasi. Ketiga teknik tersebut digunakan untuk
menerjemahkan slang AAE penyebutan laki-laki pada tataran kata. Penerapan teknik
padanan lazim terlihat pada pemadanan buddy menjadi le yang merupakan istilah yang
lazim digunakan oleh pembaca target untuk merujuk pada laki-laki. Contoh yang lain
adalah slang pal yang diadaptasi menjadi cak, atau diterjemahkan menggunakan
teknik variasi menjadi rek. Pemadanan tersebut mempunyai nilai keakuratan yang
tinggi, alami dan mudah dipahami oleh pembaca sasaran. Dengan pertimbangan

238
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan ketiga teknik tersebut sudah


memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu menghasilkan terjemahan akurat,
berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012).
Selain itu, dalam kontek penerjemahan dialek, penerapan teknik penerjemahan
tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu
mempertahankan eskistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016;
Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
harfiah, dan (2) naturalisasi. Contoh dari kategori ini adalah penggunaan teknik
harfiah yang terlihat dalam proses penerjemahan istilah pal menjadi mas. Contoh lain
adalah guys yang dinaturalisasi menjadi ges. Istilah-istilah tersebut mempunyai
tingkat keakuratan yang tinggi dan dapat dipahami oleh pembaca target. Dengan
pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan ketiga teknik
tersebut sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu menghasilkan terjemahan
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk,
2012). Akan tetapi penggunaan teknik-teknik tersebut menyebabkan berkurangnya
unsur dialek dalam bahasa target karena bukan bahasa yang khas dalam dialek
Suroboyoan.

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. teknik tersebut adalah; (1) adisi dan (2) kreasi diskursif. Contoh penerapan teknik
adisi adalah penambahan unsur kata sapaan yang khas dalam dialek Suroboyoan
seperti cak, rek, dan cuk dalam versi dubbing. Penambahan unsur bahasa ini sedikit
mengurangi tingkat akurasi terjemahan karena dalam BSu tidak ditemukan kata
sapaan tersebut. Sementara itu dalam dialek Suroboyoan, penggunaan istilah-istilah
tersebut sudah seperti kebiasaan yang muncul pada hampir setiap tuturan. Meskipun
mengurangi tingkat akurasi, penggunaan kata sapaan tersebut menyebabkan tuturan
dalam dialek sasaran menjadi lebih berterima, mudah dipahami dan mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

239
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Istilah untuk menyebut uang

Slang AAE yang digunakan untuk menyebut uang biasanya digunakan untuk
menggantikan kata ‘dollar’ atau ‘money’. Menurut Bathwaite (1992) dikutip dalam
Green (2002), dalam dialek AAE penyebutan uang biasa digantikan dengan bucks,
cash, paper, franklins, Benjamin/benjis, dough, knot, dime, cheese, cream, cabbage,
scrilla, duckets, dan dead president. Dalam penelitian ini ditemukan 24 penggunaan
istilah tersebut dalam dialog film Walker Texas Ranger. Istilah yang ditemukan adalah
bucks dan cash. Untuk menerjemahkannya ke dalam versi dubbing dialek
Suroboyoan, penerjemah menggunakan teknik yang relatif beragam. Penerapan teknik
yang beragam ini adalah sebagai upaya penerjemah untuk menemukan padanan yang
tepat, menghasilkan terjemahan yang berterima, dan mempertahankan unsur dialek
dalam BSa.

Untuk menyusun rekomendasi penggunaan teknik yang menghasilkan


terjemahan yang berkualitas dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa,
peneliti memetakan penggunaan teknik penerjemahan dalam menerjemahkan slang
penyebutan uang dalam penelitian ini. Agar pola teknik penerjemahan terlihat, peneliti
membahas teknik penerjemahan berdasarkan tiga kategori; (1) teknik yang
menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami dan mampu
mempertahankan unsur dialek dalam BSa, (2) teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat, berterima, mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, dan
(3) teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat, tapi berterima, mudah
dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim, (2) modulasi + variasi, dan (3) paraphrase + variasi. Diantara
penggunaan teknik tersebut, padanan lazim digunakan untuk menerjemahkan istilah
penyebutan uang pada tataran kata. Contohnya adalah bucks diterjemahkan ke dalam
istilah duwek yang lazim digunakan dalam dialek Suroboyoan. Selanjutnya untuk
teknik modulasi dan paraphrase digunakan dalam tataran kalimat karena penggunaan
kedua teknik tersebut mengubah sudut pandang penerjemah sehingga sangat

240
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kontekstual. Ketiga teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan yang berkualitas


karena menerjemahkan teks BSu dengan akurat tanpa mengurangi atau menambah
makna dalam BSa, meskipun pada kasus penerapan modulasi dan paraphrase,
penerjemah mengubah sudut pandang atau menyampaikan teks BSu dengan style
bahasa yang berbeda dalam BSa. Penggunaan ketiga teknik penerjemahan tersebut
sudah memenuhi syarat penerjemahan yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk,
2012). Selain itu, penerapan ketiga teknik penerjemahan tersebut mampu memenuhi
syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu mempertahankan unsur dialek dalam BSa
(Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
harfiah, dan (2) implisitasi. Penggunaan teknik harfiah dalam menerjemahkan istilah
penyebutan uang dapat dilihat dalam pemadanan cash dengan kata duit yang istilah
untuk menyebut uang dalam bahasa Jawa standar. Bentuk pemadanan tersebut
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan dalam kontek budaya Suroboyoan
mempunyai keberterimaan yang tinggi. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik harfiah dalam penerjemahan istilah
penyebutan uang ke dalam dialek Suroboyoan dapat menghasilkan penerjemahan
yang ideal yaitu menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah
dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012). Akan tetapi dalam konteks
penerjemahan dialek, teknik tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam
BSa karena menggunakan bahasa standar dan tidak memiliki kekhasan dalam dialek
target.

Kategori ketiga adalah teknik yang menghasilkan terjemahan kurang akurat,


tapi berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam
BSa. Teknik tersebut adalah; (1) paraphrase + adisi, dan (2) modulasi + adisi.
Penerapan teknik memadukan dua teknik penejemahan dalam satu tuturan yang
mengandung istilah penyebutan uang. Penerapan teknik ini sedikit mengurangi tingkat
keakuratan teks terjemahan karena penerjemah mengganti sudut pandang gramatikal

241
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

atau menggunakan style bahasa yang berbeda dalam BSa. Misalnya, tuturan BSu
mengandung istilah penyebutan uang How many bucks you lost this week? yang
diterjemahkan dalam BSa menjadi Toroh akeh laan awakmu, cak?. Selain itu
penambahan unsur bahasa lain dalam BSa menyebabkan tingkat keakuratan sedikit
berkurang, meskipun tidak benar-benar mengubah makna tuturan. Meskipun kurang
akurat, tuturan BSa tersebut mempunyai keberterimaan yang tinggi dan mudah
dipahami oleh pembaca sasaran. Selain itu, penggunaan istilah-istilah yang khas
dalam dialek sasaran berdampak positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam
BSa.

4. Istilah untuk kegiatan seksual

Dalam Bahasa Inggris non-standar terdapat slang yang digunakan si penutur


untuk mengajak berhubungan seks lawan bicaranya. Dikutip dari Green (2002)
phrasal verb seperti push up on, get with, sweating, holler at that merupakan slang
AAE yang digunakan untuk merujuk pada kegiatan sesksual. Penggunaan slang ini
lazim digunakan dalam percakapan informal dan juga biasa kita temui dalam lirik lagu
dan dialog film. Dalam film seri Walker Texas Ranger, peneliti menemukan 16
penggunaan istilah ini. Untuk menerjemahkannya ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan, penerjemah melakukan beberapa penyesuaian. Penyesuaian ini
dilakukan untuk menemukan padanan yang tepat dengan mempertimbangkan aspek
kepantasan istilah untuk diungkapkan di ruang public. Sebagai salah satu sub kategori
dialek AAE, peneliti merasa perlu untuk menyusun rekomendasi teknik penerjemahan
istilah penyebutan kegiatan seksual ini. Untuk menyusun rekomendasi tersebut,
peneliti terlebih dahulu memetakan penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan
penerjemah untuk menerjemahkan tuturan yang mengandung slang penyebutan
kegiatan seksual ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Pemetaan ini diperlukan untuk
menemukan pola penggunaan teknik penerjemahan dan dampaknya terhadap kualitas
terjemahan dan eksistensi dialek dalam BSa. Untuk menyederhanakan pembahasan,
peneliti menggunakan 2 kategori dalam memetakan penggunaan teknik penerjemahan
tersebut. Kedua kategori tersebut adalah; (1) teknik yang menghasilkan terjemahan
akurat, berterima, mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam

242
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BSa, dan (2) teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima, mudah dipahami
tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa.

Kategori pertama yaitu teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa adalah; (1)
padanan lazim. Penerapan teknik padanan lazim terlihat pada pemadanan push up on
dengan istilah ngencuk yang merupakan istilah yang lazim digunakan oleh pembaca
target untuk merujuk pada keagiatan seksual. Pemadanan tersebut mempunyai nilai
keakuratan yang tinggi, alami dan mudah dipahami oleh pembaca sasaran. Dengan
pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan teknik tersebut
sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu menghasilkan terjemahan akurat,
berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012).
Selain itu, dalam kontek penerjemahan dialek, penerapan teknik penerjemahan
tersebut mampu memenuhi syarat penerjemahan dialek yang baik yaitu
mempertahankan eskistensi dialek dalam BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016;
Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Kategori kedua adalah teknik yang menghasilkan terjemahan akurat, berterima,


mudah dipahami tapi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, yaitu; (1) teknik
netralisasi. Contoh dari penerapan teknik ini adalah pada proses penerjemahan istilah
sweating menjadi enak-enak atau indehoy. Istilah-istilah tersebut mempunyai tingkat
keakuratan yang tinggi dan dapat dipahami oleh pembaca target. Dengan
pertimbangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan ketiga teknik
tersebut sudah memenuhi syarat ideal penerjemahan yaitu menghasilkan terjemahan
akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk,
2012). Akan tetapi penggunaan teknik-teknik tersebut menyebabkan berkurangnya
unsur dialek dalam bahasa target karena bukan bahasa yang khas dalam dialek
Suroboyoan. Penerapan teknik netralisasi ini digunakan penerjemah untuk
memperhalus tuturan yang digunakan dan menurunkan kadar vulgar dalam versi
dubbing. Hal ini karena istilah ngencuk yang merupakan padanan lazim dari slang
penyebutan kegiatan seksual tersebut dinilai vulgar untuk diungkapkan di ruang
public.

243
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.2.2. Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Dialek AAE ke dalam dubbing
Dialek Suroboyoan
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan FGD dengan pakar, peneliti
merekomendasikan ideologi penerjemahan dialek AAE ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan. Ideologi penerjemahan yang direkomendasikan dalam model ini adalah
domestikasi. Rekomendasi penggunaan domestikasi dalam proses dubbing ini selaras
dengan konsep dubbing yang diutarakan oleh Szarkowska (2005) yang menyatakan bahwa
dubbing merupakan metode penerjemahan yang memodifikasi teks sumber melalui
domestikasi (pelokalan) istilah yang akrab bagi target penontonnya, dimana dialog asing
dalam film asli diisi dengan suara dalam bahasa sasaran, sehingga penonton merasa seolah-
olah mendengarkan aktor yang berbicara dalam bahasa target. Rekomendasi penerapan
ideologi ini didukung oleh penelitian lain terkait dubbing (Szarkowska, 2005; Weibel dan
Groner, 2009; Tveist, 2009; Jankowska, 2010; Eslamieh & Javankhah, 2015) dan
penerjemahan dialek (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Selanjutnya, selaras dengan hasil temuan penelitian terkait rekomendasi penggunaan


ideologi, peneliti selanjutnya merekomendasikan penggunaan metode penerjemahan untuk
menerjemahkan dialek AAE ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. metode yang
direkomendasikan adalah komunikatif dan adaptasi. Rekomendasi ini berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan, teori dan sudah divalidasi pakar dalam FGD. Dari hasil penelitian
pendahuluan, kedua metode tersebut dapat menghasilkan teks dubbing berkualitas yang
akurat, berterima, dan mudah dipahami. Selain dalam konteks penerjemahan dialek, kedua
metode tersebut mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Rekomendasi
penerapan metode komunikatif dan adaptasi dalam penerjemahan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan ini juga didukung oleh hasil penelitian lain terkait
penerjemahan dialek (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita, 2019; Dewi,
2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021) dan dubbing (Szarkowska, 2005; Weibel dan
Groner, 2009; Tveist, 2009; Jankowska, 2010; Eslamieh & Javankhah, 2015).

244
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.2.3. Model Penerjemahan Dialek AAE ke dalam Dubbing Dialek Suroboyoan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan model penerjemahan dialek AAE ke
dalam dubbing dialek Suroboyoan. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini disusun
berdasarkan konsep yang ditemukan dalam rumusan masalah penelitian dari yang pertama
hingga ketiga. Dari rumusan masalah yang pertama peneliti menemukan 3 kategori penanda
dialek AAE yang terdiri dari kategori penanda leksikal, kategori perangkat sintaksis, dan
kategori slang/slang. Dari ketiga kategori tersebut peneliti menemukan 11 subkategori dialek
AAE dalam 9 seri film Walker Texas Ranger. Klasifikasi tersebut merujuk pada pendapat ahli
(Green, 2002; Wolfram, 2004; Kortmann, 2005; Finegan, 2004; Thomas dan Bailey, 2015).
Setelah mengidentifikasi data linguistik berdasarkan sub kategori tersebut, sesuai rumusan
masalah yang kedua, peneliti mengidentifikasi penggunaan teknik, metode dan ideologi
penerjemahan dalam menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan. Selanjutnya, sesuai rumusan masalah yang ketiga peneliti
mencari dampak penggunaan teknik penerjemahan tersebut kualitas terjemahan dan eksistensi
dialek dalam BSa. Hasil temuan ini sudah divalidasi oleh pakar dan 3 rater penerjemahan
dalam FGD pertama. Berdasarkan ketiga konsep temuan dari ketiga rumusan masalah tersebut,
peneliti menyusun prototipe model penerjemahan. Prototipe ini selanjutnya divalidasi oleh ahli
dalam FGD ke-2 dan diuji cobakan pada dua kelompok penerjemah pemula. Uji coba ini
diperlukan untuk mengukur tingkat efektifitas prototipe model penerjemahan yang
dikembangkan dalam penelitian ini. Hasil uji coba kemudian divalidasi oleh ahli pada FGD
ke-3.

Penelitian ini menemukan penggunaan teknik penerjemahan yang bervariasi. Dari 790
data linguistik yang terverifikasi, peneliti mengidentifikasi sebanyak 2.247 teknik
penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan yang
mengandung dialek AAE ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Jumlah penggunaan teknik
penerjemahaan tersebut tidak mencerminkan jumlah kemunculan dialek AAE. Hal ini karena
beberapa data linguistik yang teridentifikasi mengandung penanda dialek AAE diterjemahkan
dengan menggunakan dua atau lebih teknik penerjemahan. Dengan pertimbangan tersebut,
dalam menyusun prototipe peneliti tidak menyertakan semua teknik penerjemahan yang
teridentifikasi dalam penelitian pendahuluan. Peneliti hanya memilih teknik penerjemahan

245
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang paling sering digunakan, menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan tidak
menghilangkan unsur dialek dalam BSa. Dalam memilih teknik yang direkomendasikan
tersebut peneliti merujuk pada teori dan membandingkan dengan hasil penelitian lain yang
sejenis serta berdiskusi dengan pakar dalam FGD. Untuk menyempurnakan konsep model
yang dikembangkan, peneliti menyertakan rekomendasi penggunaan teknik dari ahli atau
peneliti lain.

Penelitian ini juga menemukan bahwa eksistensi dialek dapat bergeser karena proses
penerjemahan. Penggunaan teknik penerjemahan literal, reduksi, dan naturalisasi menjadi
salah satu penyebab pergeseran dialek dalam BSa. Contohnya adalah penanda dialek AAE
ain’t yang diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Jawa standar ora. Kata ora bukan
merupakan penanda negasi yang lazim digunakan dalam dialek Suroboyoan. Hal ini
mengurangi unsur dialek dalam BSa. Sebaliknya, penerapan teknik variasi, adaptasi dan adisi
dalam menerjemahkan dialog film menambah ‘rasa’ Suroboyo dalam teks terjemahan. Sebagai
contoh penerapan teknik variasi dalam menerjemahkan pronominal jamak you yang
diterjemahkan menjadi koen dalam BSa. Istilah koen sendiri merupakan ragam bahasa yang
identic dengan budaya Suroboyo untuk merujuk pada kata kowe (= kamu). Dengan
menggunakan istilah ini maka kata yang sejatinya bukan dialek dalam BSu dapat bergeser
menjadi unsur dialek dalam BSa.

Dalam konteks penerjemahan dialek, penerjemah diharapkan mampu menghasilkan


terjemahan yang berkualitas (akurat, alami dan mudah dipahami) dengan tetap
mempertahankan unsur dialek dalam BSa. Alur penyusunan model penerjemahan dialek dalam
penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Ya Teknik A

Salah Satu
Dari Sub Kondisi 1
Kategori
Ya Teknik B
Dialek AAE

Tidak Kondisi 2

Kondisi Teknik
Tidak
Selanjutnya Selanjutnya

Gambar 4.14. Gambar Model Penerjemahan Dialek Secara Umum

246
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam alur tersebut terlihat bahwa dalam menyusun model penerjemahan dialek AAE
ke dalam dialek Suroboyoan terdapat kondisi yang dipertimbangkan oleh peneliti. Kondisi-
kondisi tersebut merupakan kriteria-kriteria yang merupakan prioritas dalam pemilihan teknik
yang menghasilkan terjemahan yang berkualitas tanpa menghilangkan unsur dialek dalam
BSa. Teknik yang direkomendasikan dalam model ini tidak hanya satu teknik saja untuk
masing-masing sub kategori dialek, melainkan terdapat alternatif penggunaan teknik lain yang
disesuaikan dengan konteks tuturan dan sub kategori dialek. Teknik-teknik yang ditawarkan
untuk masing-masing sub kategori seperti dibahas dalam 4.5.3 mempunyai dampak positif
terhadap kualitas terjemahan dan pemertahanan unsur dialek dalam BSa. Meskipun teknik
penerjemahan yang ditawarkan bervariasi, akan tetapi jumlah teknik yang peneliti
rekomendasikan tidak terlalu banyak. Untuk masing-masing sub kategori dialek, peneliti
menawarkan sekitar 2 atau 4 teknik penerjemahan. Rekomendasi penggunaan teknik berbeda
antara sub kategori karena masing-masing sub kategori mempunyai karakteristik yang berbeda
sehingga teknik penerjemahan yang tepat tidak bisa digeneralisasi.

Untuk menerjemahkan dialek AAE kategori penanda leksikal ke dalam dubbing dialek
Suroboyoan, peneliti merekomendasikan beberapa teknik penerjemahan. Sub kategori yang
termasuk dalam penanda leksikal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah; (1) penanda
negasi ain’t, (2) double negation, dan (3) construction of words. Teknik yang ditawarkan untuk
masing-masing sub kategori relative sama. Pada urutan pertama, peneliti menyarankan
padanan lazim. Dengan menerapkan teknik ini, penanda leksikal diterjemahkan pada tataran
kata dengan istilah yang lazim dalam dialek Suroboyoan. Contohnya adalah pemadanan ain’t
dengan penanda negasi gak yang dalam dialek Suroboyoan merupakan kata yang khas
digunakan untuk menyatakan ‘tidak’. Contoh lain adalah pemadanan gonna yang merupakan
penanda leksikal construction of words dengan istilah kape atau kate yang merupakan istilah
yang lazim ditemukan dalam dialek Suroboyoan.

Meskipun teknik padanan lazim tersebut mempunyai dampak positif terhadap kualitas
terjemahan dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa, akan tetapi peneliti
merekomendasikan teknik lain untuk diterapkan pada kategori penanda leksikal ini. Alternatif
lain ini direkomendasikan dengan pertimbangan bahwa tidak semua konteks tuturan akan
cocok menerapkan teknik padanan lazim. Dalam beberapa kasus data penelitian ini, tuturan

247
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang mengandung penanda dialek kategori penanda leksikal harus dirubah ke bentuk lain
untuk mendapatkan makna yang sepadan. Alternatif teknik lain yang direkomendasikan dalam
penelitian ini adalah teknik modulasi dan paraphrase. Selanjutnya, jika penerapan teknik
tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, maka penerjemah dapat
menggunakan atau menambahkan unsur bahasa lain dalm BSa dengan menggunakan teknik
adisi atau variasi. Rekomendasi teknik modulasi dan paraphrase ini berada pada tataran kalimat
atau klausa. Contoh dari penerapan teknik ini adalah terlihat dalam proses penerjemahan
kalimat Can’t you say nothing? yang dimodulasi menjadi Ojok nyangkem ae kon!. Penggunaan
double negation yang merupakan penanda dialek AAE dalam tuturan tersebut dimodulasi
menjadi kalimat direktif dengan menggunakan istilah ojo yang merupakan penanda leksikal
untuk melarang seseorang melakukan sesuatu dalam konteks budaya Jawa. Tuturan tersebut
mempunyai makna yang sama meskipun diterjemaahkan dengan menggunakan sudut pandang
yang berbeda, sehingga dinilai akurat. Penggunaan kon dan ae yang merupakan variasi bahasa
dalam dialek Suroboyoan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa. Berdasarkan analisis
komponensial dan hasil uji coba, penerapan teknik-teknik tesebut mampu mengahsilkan
terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan
dkk, 2012). Selain itu penggunaan atau penambahan unsur bahasa lain dalam BSa dapat
berdampak positif terhadap pemertahanan unsur dialek dalam BSa (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016).

Selanjutnya, untuk menerjemahkan slang penyebutan laki-laki, peneliti


merekomandasikan 3 teknik, yaitu; (1) padanan lazim, (2) adaptasi, dan (3) variasi. Ketiga
teknik tersebut sebagaimana digambarkan dalam table komponensial dalam lampiran 2
halaman 316, mampu menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam teks terjemahan. Dalam penelitian pendahuluan ditemukan bahwa untuk
menerjemahkan slang penyebutan laki-laki dari dialek AAE ke dalam dialek Suroboyoan,
penerjemah menggunakan teknik padanan lazim (67), adaptasi (23), variasi (19), harfiah (6),
adisi (3), kreasi diskursif (3), neutralisasi (2), dan reduksi (2). Dari 8 teknik tersebut, hanya 3
teknik saja yang direkomendasikan oleh peneliti untuk menerjemahkan slang penyebutan laki-
laki ke dalam dubbing dialek Suroboyoan. Teknik padanan lazim, adaptasi dan variasi
digunakan pada slang penyebutan laki-laki pada tataran kata. Penggunaan teknik tersebut
disesuaikan dengan konteks tuturan (Molina & Albir, 2002). Rekomendasi teknik tersebut

248
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

seperti terlihat dalam gambar 4.1 diharapkan mampu menghasilkan terjemahan slang
penyebutan laki-laki yang berkualitas dan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa.
Contoh penerapan teknik dapat dilihat pada pemadanan istilah pal yang diadaptasi menjadi
cak. Rekomendasi ini didukung dengan hasil penelitian serupa yaitu penelitian tentang
penerjemahan slang dan dialek (Octaviani, 2016; Nugroho, 2018; Nurlaila, 2018; Yunita,
2019; Dewi, 2019; Nugroho, 2020; Rosyidah, 2021).

Pada beberapa kasus dalam dubbing film Walker Texas Ranger, tuturan yang
mengandung slang penyebutan laki-laki diterjemahkan dengan paraphrase. Contoh kasus
tersebut dapat dilihat dalam proses penerjemahan tuturan You know the guy? yang
diterjemahkan menjadi Kon jange reti ta gak kui sopo?. Pada kasus tersebut, kata the guy yang
menjadi penanda dialek AAE tidak diterjemahkan secara akurat dan dieksplisitkan dengan kata
kui. Teknik ini tidak direkomendasikan dalam model karena berpotensi mengurangi
keakuratan dan menghilangkan unsur dialek dalam BSa. Hal tersebut terlihat dalam lampiran
table komponensial di halaman 316, dari 9 kasus yang ditemukan dalam penelitian
pendahuluan, sebanyak 4 tuturan bergeser atau berkurang unsur dialeknya. Selain itu, nilai
keakuratan yang dihasilkan juga kurang akurat.

Karena kesamaan fungsi, rekomendasi teknik yang ditawarkan untuk menerjemahkan


slang penyebutan perempuan relatif sama dengan slang penyebutan laki-laki. Dalam penelitian
pendahuluan ditemukan bahwa untuk menerjemahkan slang penyebutan perempuan dari dialek
AAE ke dalam dialek Suroboyoan, penerjemah menggunakan teknik padanan lazim (55),
adaptasi (27), variasi (14), paraphrase (4), harfiah (2), eksplisitasi (2), neutralisasi (2), dan
reduksi (2). Dari 8 teknik tersebut, hanya 3 teknik saja yang direkomendasikan oleh peneliti
untuk menerjemahkan slang penyebutan perempuan ke dalam dubbing dialek Suroboyoan.
Rekomendasi teknik yang ditawarkan adalah padanan lazim, adaptasi, dan variasi. Ketiga
teknik tersebut sebagaimana digambarkan dalam table komponensial dalam lampiran 2
halaman 316, mampu menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan mampu memunculkan
unsur dialek dalam teks terjemahan.

Sebagaimana terlihat dalam gambar 4.2, untuk menerjemahkan slang penyebutan


perempuan, peneliti menawarkan teknik padanan lazim, adaptasi, dan variasi. Ketiga teknik
tersebut digunakan pada slang perempuan pada tataran kata. Berdasarkan analisis

249
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

komponensial dan hasil uji coba model, ketiga teknik tersebut menghasilkan terjemahan yang
berkualitas dan mampu mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Contoh penerapan
teknik tersebut terlihat pada proses penerjemahan slang wifey yang diadaptasi menjadi
wedokan.

Selanjutnya, untuk menerjemahkan slang uang peneliti merekomendasikan teknik


padanan lazim, modulasi, paraphrase, modulasi + variasi/adisi, dan paraphrase + variasi/adisi.
Berdasarkah penelitian pendahuluan, terdapat 12 teknik atau perpaduan teknik yang digunakan
penerjemah dalam menerjemahkan slang penyebutan uang. Temuan dalam penelitian
pendahuluan menunjukkan bahwa penerjemah menerapkan teknik padanan lazim (23),
paraphrase (16), modulasi (13), paraphrase + adisi (18), paraphrase + variasi (19), modulasi +
adisi (14), modulasi + adisi (16), transposisi (2), kreasi diskursif (2), adisi (2), dan neutralisasi
(2). Berdasarkan analisis komponensial dalam lampiran 2 halaman 316, penerapan teknik
tersebut menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami oleh pembaca
target serta tidak menggeser eksistensi dialek dalam BSa adalah; padanan lazim, modulasi,
paraphrase, modulasi + variasi/adisi, dan paraphrase + variasi/adisi.

Padanan lazim digunakan untuk menerjemahkan slang uang pada tataran kata,
sedangkan modulasi dan paraphrase digunakan pada tataran klausa atau kalimat. Seperti
tergambar dalam bagan 4.3, padanan lazim menjadi pilihan pertama dalam menerjemahkan
slang uang, sedangkan modulasi dan paraphrase adalah aternatif teknik jika konteks tuturan
tidak bisa diterjemahkan dengan menggunakan padanan lazim. Akan tetapi untuk menerapkan
teknik modulasi dan paraphrase, peneliti menyarankan untuk menambahkan atau
menggunakan unsur bahasa lain dalam BSa jika penerapan kedua teknik tersebut berpotensi
menghilangkan unsur dialek dalam BSa. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan teknik
adisi atau variasi yang digunakan bersamaan dengan modulasi atau paraphrase. Upaya tersebut
dilakukan karena dalam konteks penerjemahan dialek, selain menghasilkan terjemahan yang
sepadan, berterima dan mudah dipahami (Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012),
penerjemah juga diharapkan mampu mempertahankan unsur dialek dalam BSa (Brodovich,
1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016). Dengan demikian, rekomendasi yang
ditawarkan peneliti dalam menerjemahkan slang uang dapat digambarkan secara berurutan
sebagai berikut; (1) padanan lazim, (2) modulasi + variasi/adisi, dan (3) paraphrase +

250
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adisi/variasi. Berdasarkan analisis komponensial sebagaimana terlihat dalam lampiran 2


halaman 316, teknik-teknik tersebut menghasilkan terjemahan berkualitas dan mampu
mempertahankan eksistensi dialek dalam BSa. Nilai keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan yang dihasilkan dari penerapan teknik-teknik tersebut tinggi. Selain itu, eksistensi
dialek dalam BSa tidak berkurang.

Sedikit berbeda dengan ketiga slang diatas, dalam menerjemahkan slang kegiatan
seksual peneliti mempertimbangkan aspek lain dalam merekomendasikan teknik
penerjemahan. Aspek lain tersebut adalah kepantasan penggunaan istilah di ruang public.
Sebagaimana tergambar dalam bagan 4.4, rekomendasi teknik yang ditawarkan adalah
padanan lazim. Selanjutnya, jika istilah padanan yang digunakan terlalu kasar, maka
penerjemah bisa menerapkan teknik neutralisasi. Rekomendasi neutralisasi ini sejalan dengan
yang disampaikan oleh para ahli bahwa neutralisasi merupakan solusi yang mudah dan bisa
dilakukan jika fungsi dialek di dalam BSu bukan sebagai gaya penulis (Brodovich, 1997;
Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016). Peneliti juga menyarankan untuk
menambahkan teknik lain jika penerapan teknik neutralisasi tersebut berpotensi
menghilangkan unsur dialek dalam BSa. Teknik lain tersebut adalah adisi atau variasi. Dengan
kata lain, teknik yang ditawarkan peneliti dalam menerjemahkan slang seksual adalah; (1)
padanan lazim, dan (2) neutralisasi + adisi/variasi.

Model teknik berikutnya adalah teknik penerjemahan untuk kategori perangkat


sintaksis. Kategori ini berkaitan dengan penanda dialek dilihat dari tata bahasa dan ciri
gramatikal dari dialek AAE. Untuk menerjemahkan tuturan yang mengandung penanda dialek
AAE sub kategori kalimat tanya dan penggunaan done untuk simple past tense, teknik yang
direkomendasikan oleh peneliti adalah; (1) padanan lazim, (2) modulasi, (3) paraphrase, (4)
modulasi + adisi/variasi, dan (5) paraphrase + adisi/variasi. Penerapan teknik-teknik tersebut
seperti terlihat dalam table komponensial dalam lampiran 2 halaman 316 mampu menghasilkan
terjemahan dengan nilai keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Selain itu,
tuturan yang mengandung penanda dialek dalam BSu tidak mengalami pergeseran dialek
dalam BSa.

Rekomendasi penggunaan teknik untuk tuturan yang mengandung penanda dialek


AAE sub kategori pelesapan kopula ‘be’, penyimpangan kata bantu kerja, pelesapan kata bantu

251
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kerja, dan penggunaan -s untuk kata kerja dengan subjek jamak relatif sama untuk tiap-tiap sub
kategori. Mempertimbangkan perbedaan gramatikal antara BSu dan BSa, peneliti
menyarankan untuk mengkompensasi BSu ke dalam bentuk lain dengan menyesuaikan tata
bahasa dialek sasaran. Teknik yang direkomendasikan adalah dengan menerapkan teknik
paraphrase dan modulasi. Kedua teknik tersebut terbukti mampu menjembatani perbedaan
gramatikal antara BSu dan BSa. Selanjutnya jika penerapan teknik paraphrase atau modulasi
tersebut berpotensi menghilangkan unsur dialek dalam BSa, maka penerjemah disarankan
untuk menggunakan atau menambahkan unsur bahasa lain dalam BSa dengan menerapkan
teknik variasi atau adisi. Dengan demikian, teknik yang direkomendasikan untuk
menerjemahkan dialek AAE kategori perangkat sintaksis untuk sub kategori pelesapan kopula
‘be’, penyimpangan kata bantu kerja, pelesapan kata bantu kerja, dan penggunaan -s untuk kata
kerja dengan subjek jamak adalah; (1) modulasi, (2) paraphrase, (3) modulasi + adisi, (4)
modulasi + variasi, (5) paraphrase + adisi, dan (6) paraphrase + variasi. Penerapan teknik-
teknik tersebut seperti terlihat dalam table komponensial dalam lampiran 2 halaman 316
mampu menghasilkan terjemahan dengan nilai keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan
yang tinggi. Selain itu, tuturan yang mengandung penanda dialek dalam BSu tidak mengalami
pergeseran dialek dalam BSa.

Rekomendasi penggunaan teknik-teknik tersebut mampu menghasilkan terjemahan


berkualitas, yaitu terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami oleh pembaca target
(Larson, 1998; Nida, 2001; Nababan dkk, 2012), dan mampu memunculkan unsur dialek dalam
BSa (Brodovich, 1997; Geissberger, 2016; Szep, 2016; Majkiewicz 2016). Penggunaan dan
penambahan unsur bahasa lain dalam BSa terbukti dapat berdampak positif pada tingkat
keberterimaan terjemahan dan mampu memunculkan unsur dialek dalam BSa yang mungkin
saja hilang dari proses paraphrase atau modulasi. Berdasarkan analisis teknik yang
direkomendasikan dalam model penerjemahan dialek, ideologi yang direkomendasikan untuk
penerjemahan dialek AAE ke dalam dubbing dialek Suroboyoan adalah domestikasi.
Selanjutnya, berdasarkan dominasi penggunaan teknik yang ditawarkan, metode yang
direkomendasikan dalam model ini adalah metode adaptasi dan komunikatif.

Model penerjemahan dialek yang dihasilkan dalam penelitian ini kemudian diuji
cobakan pada dua kelompok penerjemah pemula. Dari hasil penilaian kualitas teks terjemahan

252
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kedua kelompok penerjemah, peneliti menyimpulkan bahwa hasil terjemahan kelompok yang
diberi pelatihan model penerjemahan mempunyai nilai rata-rata kualitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kelompok penerjemah yang tidak diberi pelatihan. Nilai rata-rata
kelompok tanpa pelatihan adalah 2.68, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi
pelatihan adalah 2.89. Jika dilihat dari tingkat signifikansinya, selisih kualitas teks terjemahan
sebelum dan sesudah pelatihan hanya sebesar 0.21, peneliti menyimpulkan bahwa model yang
direkomendasikan dalam penelitian ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan
mempunyai beberapa keterbatasan.

Kurang efektifnya penerapan model dalam penelitian ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil uji coba, peneliti mencatat bahwa terdapat 2 model yang kurang bisa
dipahami oleh para penerjemah pemula. Kedua model tersebut berasal dari sub kategori slang
penyebutan istilah seksual dan kategori perangkat sintakasis sub kategori penggunaan
perfective done. Berdasarkan hasil uji coba, peneliti menyimpulkan bahwa model
penerjemahan dialek dari kedua sub kategori tersebut tidak mengalami perubahan hasil yang
signifikan. Dalam lampiran 3 halaman 324 terlihat bahwa subjek nomer 2 dan 3 menggunakan
kalimat dan teknik penerjemahan yang relatif sama pada saat pretest dan posttest. Hal ini
mengindikasikan bahwa subjek kesulitan menemukan padanan yang tepat untuk
menerjemahkan slang kegiatan seksual dan perfective done dalam BSa. Peneliti berpendapat
bahwa kesulitan subjek dalam menerjemahkan istilah seksual ini disebabkan karena istilah-
istilah slang kegiatan seksual merupakan istilah yang sangat asing dan berpotensi
memunculkan ambiguitas makna, sedangkan perfective done dalam struktur gramatikal dialek
AAE mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dengan bahasa Inggris standar. Hal
tersebut berpotensi menyebabkan subjek kesulitan dalam menemukan padanan dalam dialek
sasaran. Kegagalan subjek dalam mengaplikasikan kedua model tersebut mengindikasikan
bahwa peneliti perlu memberi catatan dalam penerapan model penerjemahan yang dihasilkan
dalam penelitian ini.

Selain itu, peneliti juga mengakui bahwa peneliti kurang selektif dalam pemilihan
subjek uji coba model. Dari hasil uji coba sebagaimana terlihat dalam lampiran 3 halaman 324,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa satu orang penerjemah pemula yang dipilih menjadi
subjek dalam penelitian ini mempunyai kemampuan menerjemahkan yang kurang bagus. Hal

253
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini dibuktikan dari banyaknya teks yang tidak diterjemahkan oleh subjek nomer 3 baik sebelum
maupun sesudah pelatihan. Selain itu, penerjemah pemula yang dijadikan subjek uji coba
model dalam penelitian ini juga mengaku kurang familiar dengan penanda dialek AAE. Dalam
lampiran 3 terlihat bahwa sebelum pelatihan, ketiga penerjemah pemula yang menjadi subjek
uji coba penelitian ini banyak menerapkan teknik reduksi untuk menerjemahkan penanda
dialek yang terdapat dalam BSu. Sebagai contoh ketika subjek menemukan penanda negasi
ain’t dalam soal pretest, mereka memilih untuk tidak menerjemahkan istilah tersebut sehingga
menggeser makna dalam teks terjemahan. Menimbang bahwa penanda negasi ain’t merupakan
penanda dialek AAE yang cukup popular digunakan, maka peneliti mengambil kesimpulan
bahwa subjek uji coba dalam penelitian ini tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terkait
penanda dialek AAE.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya signifikansi peningkatan kualitas


terjemahan adalah kesulitan subjek dalam mensubtitusi fungsi sintaksis dialek AAE ke dalam
dialek Suroboyoan. Hal ini terlihat pada hasil uji coba dalam lampiran 3 halaman 324, subjek
uji coba banyak melakukan kesalahan pada saat menerjemahkan teks BSu yang mengandung
penanda dialek kategori perangkat sintaksis pada saat pretest. Permasalahan ini bertitik tolak
dari fakta bahwa ciri sintaksis dalam dialek AAE sangat bertolak belakang dengan bahasa
Inggris standar yang dipahami oleh subjek uji coba. Bahkan, terdapat 2 subjek yang menandai
soal-soal uji coba pretest sebagai soal yang salah. Hal ini menegaskan asumsi peneliti bahwa
subjek yang dilibatkan dalam uji coba ini kurang familiar terhadap penanda dialek AAE yang
terdapat dalam BSu. Selain kesulitan dalam merekonstruksi kalimat dengan fungsi sintaksis
yang berbeda, subjek juga kesulitan dalam memilih diksi yang tepat untuk konteks dubbing.
Hal ini bisa dilihat dalam teks terjemahan hasil uji coba yang cenderung menggunakan diksi
formal. Diksi yang dipilih kurang mempertimbangkan kesesuaian dengan konteks dubbing
sehingga terdapat perbedaan nuansa makna dan ‘rasa’. Peneliti berasumsi bahwa para
penerjemah pemula tersebut tidak terbiasa menerjemahkan teks dubbing dan lebih sering
menghadapi teks formal. Asumsi ini juga didasarkan pada fakta bahwa penerjemah pemula
yang dipilih dalam uji coba ini merupakan mahasiswa S2 Linguistik Penerjemahan yang belum
pernah menerjemahkan teks audiovisual.

254
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menambahkan catatan dalam penerapan model


penerjemahan dialek ini. Hal atau kondisi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a) Model penerjemahan dialek ini hanya bisa digunakan dalam konteks penerjemahan
dubbing dan percakapan nonformal.

b) Model penerjemahan dialek ini hanya bisa digunakan untuk menerjemahkan dialek AAE
ke dalam dialek Suroboyoan.

c) Model yang dihasilkan oleh penelitian ini dapat digunakan oleh penerjemah yang sudah
paham dan familiar terhadap penanda dialek AAE. Selain itu, penerjemah juga harus
paham terkait istilah-istilah yang khas dalam dialek Suroboyoan agar mampu
menghasilkan padanan yang tepat tanpa menghilangkan unsur dialek dalam BSa.

d) Penerjemah yang akan menerapkan model penerjemahan ini harus mengetahui perbedaan
ciri sintaksis dari kedua dialek sehingga mampu mencari padanan yang tepat guna
mengatasi perbedaan gramatikal tersebut.

Meskipun begitu model penerjemahan yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat
tetap digunakan mengingat kualitas teks terjemahan yang dihasilkan pada saat posttest
mengalami peningkatan setelah pelatihan model diberikan pada subjek uji coba.

4.3. Keterbatasan Penelitian

Peneliti telah berupaya untuk membangun model penerjemahan dialek AAE ke dalam
dubbing dialek Suroboyoan dengan seksama. Namun begitu, peneliti menyadari bahwa
penelitian ini tidak luput dari keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini antara lain:

a) Pengujian model penerjemahan yang dikembangkan dalam penelitian ini diberikan


dilakukan secara terbatas terhadap kelompok penerjemah mahasiswa S2 penerjemahan
UNS dengan teknik purposive sampling. Peneliti memilih peserta yang mendapatkan nilai
yang bagus pada mata kuliah Praktek Penerjemahan dan berdasarkan fakta bahwa peserta
adalah berasal dari Jawa Timur. Selain hanya diujikan secara terbatas pada kelompok
tertentu, uji coba model ini hanya dilakukan satu kali. Dengan keterbatasan ini, peneliti
berharap bahwa penelitian selanjutnya dengan tema terkait dapat melakukan uji coba yang

255
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lebih luas dengan pengulangan sehingga uji coba model bisa lebih meningkatkan
kehandalan model penerjemahan dialek.

b) Keterbatasan yang kedua adalah waktu pelatihan yang singkat. Singkatnya waktu pelatihan
dikarenakan peneliti berasumsi bahwa pserta yang dilibatkan adalah kelompok penerjemah
mahasiswa S2 penerjemahan dan juga penutur asli dialek Suroboyoan. Dengan
pertimbangan ini, peneliti berharap bahwa peserta memahami tahap atau teknik
menerjemahkan dan sudah familiar dengan bahasa sasaran sehingga waktu pelatihan bisa
dipersingkat. Keterbatasan waktu pelatihan ini diharapkan bisa diperbaiki pada penelitian
selanjutnya. Peneliti berharap penelitian pengembangan model penerjemahan dialek yang
akan dilakukan oleh peneliti lain dapat memberikan diseminasi atau pelatihan model
dengan waktu yang lebih panjang dan memadai sehingga materi pelatihan bisa dikuasai
dengan lebih baik oleh peserta.

c) Keterbatasan ketiga adalah peneliti tidak melakukan observasi kemampuan terlebih dahulu
terhadap peserta yang dilibatkan dalam uji coba model sehingga peneliti belum mengetahui
kemampuan dan pengetahuan awal peserta. Peneliti memilih peserta hanya berdasarkan
asumsi sepihak dari peneliti terhadap kemampuan peserta. Pada penelitian selanjutnya,
diharapkan keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan mengadakan test terlebih dahulu
terhadap kemampuan dan pengetahuan awal peserta tentang materi atau bahasan yang akan
diangkat dalam penelitian sehingga pengaruh pelatihan dapat teramati dengan lebih baik
dan menyakinkan.

256

Anda mungkin juga menyukai