net/publication/343205718
CITATION READS
1 5,059
2 authors, including:
Imaduddin Hamzah
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
16 PUBLICATIONS 52 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Imaduddin Hamzah on 25 July 2020.
Diterbitkan oleh:
CV. Insan Cendekia Mandiri
Jl. Lintas Sumatra Solok-Padang KM. 8 Bukit Kili Koto Baru
Kabupaten Solok – Sumatra Barat
Email : penerbitbic@gmail.com
Website : www.insancendekiamandiri.co.id
: www.adhanmedia.id
April 2020
Editor,
Imaduddin Hamzah
Bagian 1
rendah
75%
rendah
83%
rendah
97%
E. Sexual Harrasement
Skala ini diadaptasi dari Foulis’ Sexual Harassment
Definitions Questionnaire (1997). Sexual Harassment/
Pelecehan seksual adalah perilaku seksual yang tidak
disukai, yang membuat seseorang merasa tersinggung,
terhina dan/atau terintimidasi. Pelecehan seksual diukur
dengan skala yang diadaptasi dari Foulis’ Sexual
Harassment Definitions Questionnaire (1997). Skala ini
membedakan bentuk pelecehan seksual menjadi 2 yaitu
non verbal dan verbal. Skala ini untuk menggali dan
menilai seberapa besar pemahaman/penilaian seseorang
tentang bentuk pelecehan seksual.
Pengukuran orientasi kejahatan seksual dapat juga
menggunakan Harrasment Attitudes Scale. Skala ini
mengadaptasi skala dari Mazer’s The Sexual Harassment
Attitude Scale (1989). Skali ini menilai seksual dari tiga
G. Kesimpulan
Kajian faktor determinan narapidana kasus
kejahatan seksual dengan landasan teori criminal thinking
(pola berfikir criminal) dan sexual harrasement
(pemahaman dan sikap terhadap pelecehan seksual).
Menggambarkan bahwa bahwa faktor kontributif
narapidana melakukan kejahatan seksual adalah faktor
agresivitas yang tinggi, yaitu pola pikir pelaku kejahatan
yang meranancang dirinya untuk memperoleh kekuasaan
dan kontrol atas lingkungan sosial melalui intimidasi,
manipulasi, atau kekerasan. Selain itu buruknya
pemahaman narapidana tentang pelecehan seksual
berdampak pada sikap narapidana yang mendukung atau
mentoleransi tindakan dari pelecehan seksual.
Bagian 2
A. Kondisi Narapidana
Selama menjalani masa pidana di lembaga
pemasyarakat (Lapas), narapidana menghadapi berbagai
keterbatasan : tidur dengan tempat ruangan yang tidak
nyaman, mengikuti aturan dan disiplin, beradaptasi
narapidana lain yang memiliki latar belakang yang
berbeda. Dengan kata lain, seorang narapidana dalam
jangka waktu tertentu harus berada di dalam tempat yang
dibatasi ruang lingkupnya, aktivitas yang terbatas,
komunikasi terbatas, dan segala sesuatu yang terbatas.
Adanya kondisi yang tidak menyenangkan dalam Lapas
tersebut dapat menimbulkan berbagai keadaan psikologis,
seperti muncul perasaan tidak nyaman, gelisah, cemas
serta tertekan (Harsono, 1995).
Berdasarkan hal tersebut, pembinaan yang
diberikan kepada narapidana tentunya disampaikan
secara menyeluruh. Adapun fungsi pokok pembinaan
mencakup tiga hal yaitu : a) Penyampaian informasi dan
pengetahuan; b) Perubahan dan pengembangan sikap; dan
c) Latihan dan pengembangan kecakapan serta
ketrampilan. (Mangunhardjana, 1986: 48)
B. Pembinaan narapidana
Pembinaan yang diberikan mencakup keseluruhan
aspek kebutuhan manusia, mulai dari aspek kejiwaan atau
psikologis hingga fisik atau jasmani, termasuk pembinaan
perilaku. Pembinaan narapidana dalam bentuk
penambahan pengetahuan dan kegiatan yang efektif dan
0
2015 2016 2017 2018 2019
Sumber : Database Lapas Kelas I Palembang
Gambar 1.2. Jumlah Residivis Lapas Kelas I Palembang
D. Kesimpulan
Dukungan keluaga memberikan pengaruh positif
terhadap kondisi psikologis anak. Semakin tinggi tingkat
dukungan keluarga maka semakin tinggi kondisi psikologis
anak, kekuatan korelasi antara tingkat dukungan keluarga
dengan tingkat kondisi psikologis anak. Hubungan atau
relasi yang berkualitas antara orang tua dan anak dapat
dilihat ketika orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak
yaitu kebutuhan rasa aman, keselamatan, cinta dan kasih
sayang serta kebutuhan aktualisasi diri. Suatu hubungan
yang baik akan berpegaruh positif perkembangan,
misalnya pada penyesuaian, kesejahteraan, perilaku sosial,
dan transmisi nilai. Sebaliknya, hubungan dengan yang
buruk dapat menimbulkan akibat pada masalah perilaku
pada diri anak. Hubungan yang terjalin antara orang tua
dengan anak dapat dilihat dari adanya keterikatan
perasaan antara orang tua dan anak serta keluarga yang
hangat. Hubungan yang berkualitas antara orang tua dan
anak dapat berpengaruh pada penilaian anak terhadap
kontrol yang dilakukan oleh orang tua. Sehingga dukungan
orang tua sangatah berpengaruh terhadap kondisi
psikologis anak yang berada pada Lembaga Pembinaan
Khusus Anak.
30
20 Perubahan Skor
PSS Subyek 2
10
0
Pre-test Post-test
D. Kesimpulan
Penerapan CBT mampu mengurangi stres
narapidana yang disebabkan distorsi kognitif. Cognitive
Behavior Therapy atau Terapi Kognitif-Perilaku dapat
digunakan untuk menangani stres narapidana yang
ditunjukkan dengan menurunnya skor tingkat stres
yang didapatkan dari perbandingan hasil penilaian yang
dilakukan sebelum terapi (Pre-test) hingga setelah
terapi dilakukan (Post-test).
Bagian 3
A. Kontrol Diri
Kontrol diri (self control) adalah kemampuan dari
dalam diri individu untuk dapat menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilakunya yang
nantinya dapat membawa individu tersebut ke arah
dengan konsekuensi positif. (Averill, 1973) Dimensi self
control terdiri dari 3 (tiga) komponen, antara lain :
1. Kontrol Perilaku (Behavioral Control)
Kontrol perilaku merupakan kemampuan
individu untuk memodifikasi suatu keadaan yang
tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol
perilaku ini dibagi menjadi dua komponen mengatur
pelaksanaan (regulated administrasion) dan mengatur
stimulus (stimulus modifiability).
40 24 34
21
30 13
20 2
10 1 2 2 1
0
50 88
12
0
Tinggi Rendah
Gambar 3. Tingkat perkembangan perilaku responden
Hasil pada tabel tersebut menggambarkan bahwa
pengalaman di penjara juga memberikan efek positif bagi
beberapa narapidana. Perilaku narapidana akan menjadi
lebih baik ketika narapidana telah memahami hubungan
antara perbuatan dan konsekuensi positif atau negatif
yang diterima selama menjalani masa pidana di Lapas.
Sehingga narapidana mampu menujukkan perubahan
perilaku menjadi lebih baik ketika menjalani masa
reintegrasi (Bartol, 1994).
Tabel 1.
Hubungan antara kontrol diri (self control) dan perkembangan perilaku
Perkembangan Total
Perilaku
Rendah Tinggi
Count 2 14 16
Rendah 100
Kontrol % Kontrol Diri 2% 14%
%
Diri
Count 10 74 84
Tinggi
% Kontrol Diri 10% 74% 84%
Count 12 88 100
100
% Kontrol Diri 12% 88%
%
B. Teori Peran
Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang
merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun
disiplin ilmu. Istilah “peran” diambil dari dunia teater.
Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai
seorang tokoh tertentu dan dalam kedudukannya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu
(Sarwono, 2015). Peran berarti laku, bertindak. Di dalam
kamus besar bahasa Indonesia, peran adalah perangkat
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat.
Peran diartikan pada karakterisasi yang disandang
untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas
drama, yang dalam konteks sosial peran diartikan sebagai
suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu posisi dalam struktur sosial. Peran
seorang aktor adalah batasan yang dirancang oleh aktor
lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu
penampilan/unjuk peran (role perfomance) (Suhardono,
2018). Peran adalah suatu konsep tentang apa yang
D. Kesimpulan
Pendampingan pembimbing kemasyarakatan
dalam proses penyidikan anak sangat penting, pembimbing
kemasyarakatan berperan sebagai motivator, menentukan
rekomendasi bagi anak, pembimbing kemasyarakatan
berperan dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat
tentang diversi, pembimbing kemasyarakatan sebagai alat
komunikasi dan pembimbing kemasyarakatan sebagai
mediator serta negosiator.