Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

PENINGKATAN ASPEK KESADARAN DAN PEMAHAMAN MAHASISWA


TERHADAP REALITA SOSIAL DI MASYARAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
Kelas : B

Dosen Pengampu : Roy Fachraby Ginting, S.H., M.Kn

Oleh:

NAMA : YENI HERLINA AZIS


NIM : 200803100

PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peningkatan Aspek
Kesadaran dan Pemahaman Mahasiswa Terhadap Realita Sosial di Masyarakat” ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak Roy Fachraby Ginting, S.H., M.Kn selaku dosen pengajar mata kuliah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 05 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar..........................................5

2.2 Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial ....................................................9

2.3 Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya................................................................14

2.4 Keragaman dan Kesetaraan dalam Masyarakat...................................................23

2.5 Nilai dan Moral di Masyarakat............................................................................28

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................32

3.2 Saran.....................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................34

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................35

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia selain sebagai makhluk individu, ia juga sebagai makhluk sosial dan budaya,
artinya ia akan menjalani perannya sebagai makhluk sosial dengan melakukan interaksi
dengan manusia lainnya dikarenakan ia tidak dapat hidup sendiri dan bergantung kepada
orang lain. Dalam proses interaksi tersebut, manusia menciptakan suatu sistem kebudayaan
dengan nilai nilai yang ia anut didalamnya serta unsur dan sistem yang terbentuk. Nilai nilai,
wujud, dan sistem tersebut akan mempengaruhi kehidupan manusia di masyarakat.

Melalui Ilmu Sosial dan Budaya Dasar akan bertujuan memahami dan menyadari
adanya kenyataan sosial yang dihadapi oleh manusia dalam lingkungan masyarakat
merupakan masalah yang kompleks. Pembentukan, pengembangan kepribadian serta
perluasan wawasan perhatian, pengetahuan, dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang
ada dan timbul dalam lingkungannya, khususnya gejala berkenaan dengan masyarakat
dengan orang lain, agar daya tanggap, persepsi, dan penalaran berkenaan dengan lingkungan
sosial dapat dipertajam.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep dan Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar sebagai Mata Kuliah
dalam Kehidupan Bermasyarakat
2. Bagaimana Peranan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial
3. Bagaimana Peranan Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya
4. Bagaimana Konsep Keragaman dan Kesetaraan di Masyarakat
5. Bagaimana Konsep dan Hubungan Nilai dan Moral di Masyarakat

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DAN PENGANTAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

2.1.1 Pengertian dan Dasar Pemikiran Lahirnya Ilmu Sosial Budaya Dasar

A. Latar Belakang Pedagogis

Dorongan yang logis bagi dosen tatkala memerankan dirinya sebagai pengajar. Fungsi
dan peran dengan menempatkan dosen pada otoritas yang berlebihan, sebagai sumber
informasi tunggal dan sebagai sentral aktivitas pembelajaran. UNESCO mendeklarasikan
empat pilar pembelajaran yaitu:

(1). learning to know (pembelajalan untuk tahu) ;


(2) learning to do (pembelajaran untuk berbuat) ;
(3) learning to be (pembelajaran untuk membangun jati diri) ;
(4) learning to live together (pembelajaran untuk hidup bersama harmonis).

Misi-misi ini, khususnya learning to live together dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Ilmu yang tidak dikehendaki oleh filsafat ilmu-ilmu social dan humaniora
mengembangkan pendidikan secara sistematis melainkan bagaimana bidang-bidang ilmu
yang ada menjadi alat untuk mengkaji fenomena dan problema sosial serta budaya yang
terjadi sehingga seseorang mampu memecahkan masalah sosial dan budaya tersebut.

B. Dasar Yuridis

Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di perguruan tinggi, seperti


tercantum dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 38 Tahun 2002 Pasal 1 yang
menyatakan bahwa: “Mahasiswa memiliki landasan pengetahuan, wawasan, dan keyakinan
sebagai bekal hidup masyarakat selaku individu dan makhluk sosila yang beradap serta
bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dan lingkungannya”. Metode pembelajaran
yang digunakan oleh dosen dalam Pasal 5, harus menempatkan mahasiswa sebagai subjek
didik, mitra dalam proses pembelajaran, anggota masyarakat, dan warga negara. Pendidikan
tinggi diharapkan mampu menghasilkan mahasiswa yang unggul secara intelektual, secara

5
moral, kompeten menguasai iptek, serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran
sosial.
Harapan Pendidikan Tinggi di atas, sejalan dengan Deklarasi UNESCO Oktober 1998
tentang kesepakatan Perguruan Tinggi, yang intinya sebagai berikut:

1. Pendidikan Tinggi abad XXI harus memainkan peran sebagai suatu komponen vital dari
pembangunan budaya, sosial, ekonomi dan pilitik sebagai suatu tiang penyangga dalam
pembentukan kemampuan masyarakat untuk demokrasi dan perdamaian.
2. Pendidikan Tinggi harus merancang fungsi prospektifnya melalui analisis berkelanjutan
tentang kegawatan sosial, ekonomi, budaya dan kecenderungan politik, serta bertindak
sebagai pemandu dalam mengatasi bencana, mampu melihat ke masa depan, mengantisipasi
dan menyiapka peringatan perdana.
3. Pendidikan Tinggi harus sadar akan perannya sebagai pelayan masyarakat, dan harus
berusaha agar tyerjamin keseimbangan antara misi pendidikan dan sosial.

C. Dasar Sosiologis

Mahasiswa sebagai makhluk sosial yaitu mahluk yang hidupnya tidak bisa
melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di
karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain.
Dalam menjalankan peran sebagai makhluk sosial, manusia hendaknya memiliki pengetahuan
akan masalah sosial yang ada disekitarnya dan bagaimana menanggapi yang terjadi di
lingkungan sosialnya. Dengan adanya Ilmu Sosial dan Budaya Dasar akan memberikan
pemahaman kepada manusia sebagai makhluk sosial tentang etika sosial kemasyarakatan, dan
lain lain.

2.1.2 Hakekat dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

Ilmu sosial dasar adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia tentang masalah sosial, dan juga membicarakan
hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Khususnya kehidupan
masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian. Ilmu sosial bukanlah
suatu bidang keahlian ilmu-ilmu sosial tertentu, tetapi berasal berbagai bidang pengetahuan
dalam berbagai ilmu-ilmu sosial seperti, sosiologi, sejarah, antropologi, psikologi sosial.

6
Tujuan ilmu sosial dasar (ISD) adalah memberikan pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dan
lebih memahami dan menyadari bahwa setiap kenyataan sosial dan masalah sosial ada dalam
masyarakat dan selalu bersifat kompleks, kita hanya bisa memahaminya secara kritis.

Ilmu pengetahuan dikelompokan dalam beberapa kelompok. Secara umum ilmu


pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan
sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih umum disebut ilmu pengetahuan humaniora.
Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar,
Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar

Ilmu Sosial Dasar meliputi dua kelompok utama, yaitu studi manusia dan masyarakat
serta studi lembaga sosial. Sasaran studi Ilmu Sosial Dasar adalah aspek aspek dasar yang ada
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan masalah-masalah yang terwujud dari
padanya.

Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan


pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk
mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah Ilmu Budaya Dasar
dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah bacic humanitisme yang
berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities.”

Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu humnus yang
artinya manusia, berbudaya, dan halus. Dengan mempelajari the humanities Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai
homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus
mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya
yang lain sebagai manusia itu sendiri.

2.1.3 Visi dan Misi Ilmu Sosial dan Budaya Dasar sebagai Mata Kuliah Kehidupan
Bermasyarakat

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar sebagai mata kuliah umum yang diajarkan bagi
mahasiswa berguna untuk memberikan pemahaman terhadap berbagai macam masalah sosial
di masyarakat dan bagaimana cara menyelesaikannya. Visi dari pada Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar sebagai mata kuliah di perguruan tinggi bagi mahasiswa adalah mahasiswa selaku

7
individu dan makhluk sosial yang beradap memiliki landasan pengetahuan, wawasan, serta
keyakinan untuk bersikap kritis, peka, dan arif dalam menghadapi persoalan sosial dan
budaya yang berkembang di masyarakat. Dengan adanya Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
diharapkan:

a. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan


martabat manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan masyarakat.

b. Mahasiswa memiliki dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hukum dan budaya sosial
sebagai landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesama manusia sehingga akan
terwujud masyarakat yang tertib, teratur dan sejahtera.

c. Mahasiswa memiliki dasar-dasar untuk memahami masalah sosial dan budaya serta mampu
bersikap kritis, analisis dan responsif untuk memecahkan masalah tersebut secara arif di
masyarakat.

2.1.4 Tujuan Umum dan Khusus Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar

Ilmu Sosial Dasar bertujuan untuk memahami dan menyadari adanya kenyataan sosial
dan masalah sosial dalam masyarakat merupakan masalah yang kompleks. Pembentukan,
pengembangan kepribadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan, dan pemikiran
mengenai berbagai gejala yang ada dan timbul dalam lingkungannya, khususnya gejala
berkenaan dengan masyarakat dengan orang lain, agar daya tanggap, persepsi, dan penalaran
berkenaan dengan lingkungan sosial dapat dipertajam.

Ilmu Budaya Dasar bertujuan mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa


terhadap lingkungan budaya sehingga mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru, terutama unyuk kepentingan profesi mereka. Memberi kesempatan
kepada para mahasiswa untuk dapat memperluas pandangan mereka tentang masalah
kemanusiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-
persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut. Mengusahakan agar para mahasiswa, sebagai
calon pemimpin bangsa dan negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing, tidak
jatuh dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengotakan disiplin yang ketat. Usaha ini terjadi
karena ruanglingkup pendidikan kita amat dan condong membuat spesialis yang
berpandangan kurang luas.

8
2.2 MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL

2.2.1 Manusia Sebagai Makhluk Individu

A. Pengertian

Manusia sebagai mahluk individu sebaiknya perlu dipahami dari arti kata individu itu
sendiri. Kata “individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tidak terbagi”.
Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang
paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan
yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia
perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan
masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.

B. Kepribadian

Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang
persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan
tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor
genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan. Kalau
seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga
memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor
fenotip).

Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas
dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan
di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan
anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.

Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap
orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan
(genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.

9
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku
individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan
psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada
tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari
lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.

C. Konsekuensi Manusia Sebagai Makhluk Individu

Manusia sebagai individu salalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang


sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan lingkungan
yang dapat membentuknya pribadinya. Namun tidak semua lingkungan menjadi faktor
pendukung pembentukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi penghambat proses
pembentukan pribadi.

Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap individu dan khususnya terhadap


pembentukan individualitasnya adalah besar, namun sebaliknya individu pun berkemampuan
untuk mempengaruhi masyarakat. Kemampuan individu merupakan hal yang utama dalam
hubungannya dengan manusia.

Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses pertumbuhan
dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi manusia merupakan
keselurhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri. Pertumbuhan adalah suatu
perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Timbul berbagai pendapat
dari berbagai aliran mengenai pertumbuhan.

2.2.2 Manusia Sebagai Makhluk Sosial

A. Pengertian

Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam
ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk,
pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya ingin bergaul satu
sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Esensi manusia sebagai makhluk
sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah

10
kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam
kebersamaan.

B. Interaksi Sosial

Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling


membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses
interaksi sosial. Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar
kelompok atau antar individu dan kelompok”. Pendapat lain dikemukakan oleh
Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang
menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan
pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial” . “Interaksi positif hanya
mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling
mendukung” (Siagian, 2004). Berdasarkan definisi di atas maka dapat menyimpulkan bahwa
interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu
sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan
kelompok.

C. Konsekuensi Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki


keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia
adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang
interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga
suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara.

Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-


konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini
adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang
diakibatkan oleh interaksi antarindividu.

Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan


bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini
manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.

11
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan
emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional
dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan,
dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh
apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan
kehidupan bermasyarakat.

Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat
menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang
dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia
karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia
dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian
terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan
kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang. Dengan demikian manusia sebagai makhluk
sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan
jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.

2.2.3 Masalah Antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Sosial

A. Paham Individualis dan Sosialis

Pandangan Individualisme berpangkal pada konsep dasar ontologis bahwa manusia


pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Pandangan invidualisme berpendapat
bahwa kepentingan invidulah yang harus diutamakan. Beberapa prinsip yang dikembangkan
ideologi liberalisme yang dari kata liber adalah sebagai berikut :

a. Penjaminan hak milik perorangan,yaitu hak pribadi tidak berlaku hak milik berfungsi sosial
b. Mementingkan diri sendiri, yaitu membiarkan orang lain untuk melakukan aktivitas
c. Pemberian kebebasan pada individu d. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya
masing-masing.

Pandangan sosialisme menyatakan bahwa kepentingan masyarkatlah yang


diutamakan. Karena masyarakat merupakan entitas yang besar dan berdiri sendiri dimana
individu-individu itu berada. Sosialisme merupakan mementingkan masyarakat secara
keseluruhan dan merupakan paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil,

12
selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasa individu atas hak milik dan alat-alat
produksi.

Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan


terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan
kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu
harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas.

B. Problematika Antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Sosial

Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu terdiri dari dua
kepentingan, yaitu ke pentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok
atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasukke pentingan rakyat . Dalam diri
manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu
kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa
membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada
keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul
masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau
dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan
dua pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh
suatu kelompok masyarakat.

13
2.3 MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG BERBUDAYA

2.3.1 Pengertian Budaya dan Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “buddhayah “ , yang merupakan bentuk


jamak dari  kata “buddhi” yang berarti  budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budhi atau akal”. Daya dari budi yang
berupa cipta, karsa dan rasa. Culture merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan
(Mengolah tanah atau bertani). Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian “culture”
diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni.

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan


meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh


manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat

14
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

A. Unsur Unsur Kebudayaan

Koentjaraningrat berpendapat bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan, yaitu:1

1. Sistem Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan dalam
berbudaya. Bahkan, Koentjaraningrat berpendapat bahwa bahasa atau sistem perlambangan
manusia baik secara tertulis maupun lisan yang digunakan adalah salah satu ciri terpenting
dari suatu kebudayaan suku bangsa. Masih senada, Keesing berpendapat bahwa kemampuan
manusia dalam membangun tradisi budaya dan mewariskannya ke generasi penerusnya
sangatlah bergantung pada bahasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki andil
yang sangat signifikan dalam menjadi salah satu unsur unsur budaya dari kebudayaan
manusia.

2. Sistem Pendidikan
Sejatinya kebudayaan adalah pengetahuan yang diikuti oleh masyarakat penganutnya.
Sehingga sistem pengetahuan dalam konteks kultural universal sangatlah dibutuhkan.
Misalnya, bagaimana sistem peralatan hidup hingga sistem kalender pertaian tradisional yang
disebut sistem pranatamangsa telah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang kita untuk
menjalankan pertaniannya.

3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial


Unsur budaya berupa sistem ini merupakan usaha antropologi untuk memahami
bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui kelompok sosial. Menurut

1
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm. 2

15
Koentjaraningrat, setiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh aturan-aturan dan
adat istiadat dari kesatuan yang ada di lingkungan sehari-hari masyarakat tersebut.

Satuan terkecil dari kelompok yang menghasilkan aturan dan adat tersebut adalah
keluarga inti. Kemudian, kesatuan lain yang lebih besar dapat berupa letak geografis, suku,
hingga kerajaan ataupun kebangsaan.

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial dapat dilihat melalui beberapa cara mereka
melakukan: jenis perkawinan, prinsip menentukan pasangan (mencari jodoh), adat menetap,
dan jenis keluarga. Berikut adalah pemaparan sistem kekerabatan dan organisasi sosial
sebagai salah satu unsur dari unsur unsur budaya.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi


Sistem peralatan dan teknologi adalah salah satu unsur kebudayaan yang menadi
perhatian awal dari para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia. Rasanya jelas
alasannya, karena peralatan hidup dan teknologi yang mereka gunakan akan banyak
memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-hari dari masyarakat.

5. Sistem Ekonomi / Mata Pencaharian Hidup


Sistem ini menjadi fokus kajian penting dari etnografi. Bagaimana masyarakat
mencari mata pencaharian atau bagaimana sistem perekonomian mereka dapat mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Sistem ekonomi pada masyarakat
tradisional meliputi: 1) berburu dan meramu; 2) beternak; 3) bercocok tanam di ladang; 4)
menangkap ikan; 5) bercocok tanam, menetap dengan sistem irigasi.

Namun setelah terpengaruh oleh arus modernisasi dengan patokan utama berkembangnya
sistem industri, pola hidup manusia berubah dan tidak hanya mengandalkan mata pencaharian
tradisional. Di dalam masyarakat modern, individu masyarakat lebih banyak mengandalkan
pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah.

6. Sistem Keagamaan
Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang mendorongnya untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius. Emosi keagamaan ini pula yang
memunculkan konsep benda-benda sakral dalam kehidupan manusia.

16
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan,
yaitu: 1) sistem keyakinan, 2) sistem upacara keagamaan, dan 3) umat yang menganut religi
itu.

Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks) yang
dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut
terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan suci.

7. Kesenian
Seni ini merupakan suatu bentuk ekspresi terhadap keindahan. Seni ini juga
merupakan bagian dari kebudayaan, contohnya ialah seperti peran seni rupa, seni musik serta
juga seni tari di dalam upacara adat.

Perhatian antropologi terhadap seni bermula dari penelitian etnografi mengenai


aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Data yang dikumpulkan berupa deskripsi
mengenai benda-benda atau artifak yang memuat unsur seni seperti: patung, ukiran, dan
hiasan. Awalnya, teknis pembuatan adalah hal yang paling diperhatikan.

Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks,


simbol dan kepercayaan yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai dari seni
rupa, tari, drama, dikaji dan diteliti pula.

B. Wujud Utama dan Isi Kebudayaan

Wujud dari kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa sistem yang membentuknya.
Seperti diutarakan oleh Koentjaraningrat (2015, hlm.186) yang membagi kebudayaan dalam
tiga wujud, yaitu: 

1. Sistem Ide
Wujud kebudayaan sebagai sistem bersifat abstrak dan tidak dapat dilihat atau diraba
dan hanya terasa dan tersimpan dalam pikiran individu dan kelompok penganut kebudayaan
tersebut. Bentuknya dalam kehidupan sehari-hari mewujud dalam adat istiadat, norma,
agama, hukum dan undang-undang.

17
Contohnya nyatanya sebetulnya sudah cukup jelas dari contoh bentuk yang telah
diuraikan. Misalnya norma sosial yang tidak ditetapkan namun sepakat diikuti oleh
masyarakat agar menjaga kehidupan sosial. Hingga tertulis dan ditetapkan oleh negara
sebagai payung perlindungan hukum bagi masyarakatnya.

2. Sistem Aktivitas
Seperti namanya, wujud kebudayaan ini merupakan kegiatan atau aktivitas sosial
yang memiliki pola tertentu dari individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini dapat terjadi
melalui interaksi antar manusia yang berinteraksi dengan sesamanya. Berbeda dengan wujud
ide, wujud aktivitas dapat dilihat dan dirasakan langsung kehadirannya.

Contohnya adalah upacara perkawinan adat tertentu, kegiatan kampanye untuk


mendukung calon pemimpin, dsb. Setiap upacara adat tertentu pasti memiliki suatu aktivitas
yang kontinu (secara turun-temurun sama). Partai tertentu juga memiliki kegiatan dengan
pola, visi dan misi yang sama dan dijaga pula konsistensinya.

3. Sistem Artifak
Artifak adalah wujud yang paling konkret dari kebudayaan. Berbentuk benda fisik
yang bisa dilihat, diraba dan dirasakan langsung oleh pancaindra. Misalnya, wayang golek
dari Jawa dan kain ulos dari Batak.

Benda-benda tersebut merupakan perwujudan dari ide hingga aktivitas individu dari
suatu masyarakat. Terkadang beberapa wujud aktivitas membutuhkan artifak khusus, begitu
pula sebaliknya. Tidak hanya adat-istiadat, kegiatan kampanye juga biasanya dapat diiringi
oleh lambang-lambang partai pada bendera, kaus, dan atribut lainnya.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen


utama:

 Kebudayaan material
Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan
seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

 Kebudayaan nonmaterial

18
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi
ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

C. Ciri Ciri dan Jenis Kebudayaan

Secara umum ciri-ciri kebudayaan adalah sebagai berikut ini:

- Kebudayaan dapat dipelajari


- Kebudayaan dapat diwariskan
- Kebudayaan hidup dan berkembang dalam masyarakat
- Kebudayaan dapat berubah
- Kebudayaan bersifat terintegrasi

Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:


 Hidup-kebatinan manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib damainya hidup
masyarakat dengan adat-istiadatnya,pemerintahan negeri, agama atau ilmu kebatinan
 Angan-angan manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa,
kesusasteraan dan kesusilaan.
 Kepandaian manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam kepandaian
tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas,
kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994).

2.3.2 Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya

Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak
lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan
kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik,
benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran
dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.

Berbudaya merupakan kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Manusia adalah


makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu manusia harus
menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi
disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan,
kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu

19
manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi semua
makhluk Tuhan

Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan


hidupnya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan manusia
yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang mampu
mendukungnya. Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan. Kroeber dan Kluckholn
(1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang kebudayaan, namun pada dasarnya
tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip

Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi
karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan beradaptasi dengan apa yang telah
dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan
hidupnya.

Kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.


Manusia berbeda dengan binatang, bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, namun juga
dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah
antara  manusia dan binatang .

Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif diimbangi oleh kemampuan lain


yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat
fisik. Kemampuan untuk belajar dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan cara
berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan
yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan,
dengan pikiran, kemauan dan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan
memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.

A. Etika Berbudaya

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ‘ethos’ yang berarti adat
kebiasaan atau akhlak yang baik. Etika adalah ilmu tentang kebiasaan perilaku yang baik .
Kebudayaan merupakan induk dari berbagai macam pranata yang dimiliki manusia dalam
hidup bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan.
Ukuran etis dan tidak etis merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan. Manusia

20
membutuhkan kebudayaan, yang didalamnya terdapat unsur etika, untuk bisa menjaga
kelangsungan hidup. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang menjaga tata aturan
hidup.

Manusia sebagai individu berhubungan dengan norma etik karena menyangkut


kehidupan pribadi. Norma etik didukung oleh nurani individu dan bukan manusia sebagai
makhluk sosial ataupun sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma etik dapat
melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kekhawatiran diri sendiri.

Norma etik bersumber dari manusia itu sendiri dan ditujukan kepada sikap batin
manusia. Norma etik ditujukan kepada manusia agar kebaikan akhlak pribadi dapat terbentuk.
Perbuatan jahat seperti misalkan membunuh, mencuri, ataupun berzina sangat bertentangan
dengan norma kepercayaan dan kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Perasaan malu,
penyesalan, takut, dan rasa bersalah akan muncul dalam hati nurani seiring melakukan
perbuatan yang melanggar norma.

Manusia yang beretika akan dapat menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik
di dalamnya. Etika dalam berbudaya mengandung suatu keharusan agar manusia
menciptakan budaya yang mengandung nilai-nilai etik yang secara sosial dapat diterima oleh
sebagian besar masyarakat. Budaya yang beretika adalah budaya yang mampu menjaga,
mempertahankan, dan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sedangkan
budaya yang tidak beretika adalah kebudayaan yang merendahkan dan bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.

B. Estetika Berbudaya

Estetika dapat diartikan sebagai teori tentang keindahan. Keindahan ini dapat
bermakna secara luas, sempit, dan estetik murni. (a) Secara luas, keindahan mengandung ide
kebaikan dimana segala sesuatu yang baik adalah indah. Dalam arti luas keindahan meliputi
watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan kebajikan yang indah. (b) Secara
sempit, keindahan hanya terbatas pada ruang lingkup persepsi pengelihatan seperti bentuk
dan warna. (c) Secara estetik murni, keindahan menyangkut pengalaman estetik seseorang
yang berhubungan dengan panca indra manusia seperti pengelihatan, pendengaran, perabaan,
dan perasaan.

21
Budaya yang estetik ditandai dengan adanya unsur keindahan di dalamnya. Akan
tetapi, sesuatu yang bernilai indah bagi seseorang belum tentu bernilai yang sama bagi orang
lain. Ini berart nilai estetik memiliki sifat yang subjektif, dimana individu yang satu tidak bisa
memaksa individu yang lainnya untuk mengakui keindahan suatu budaya sebagaimana
pandangan kita. Nilai-nilai estetik lebih menitikberatkan kepada perasaan, bukannya
pernyataan.

Manusia cenderung menyukai hal-hal yang memiliki keindahan. Hal ini mendorong
manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Namun, kembali lagi kepada hakikat estetika
bahwasanya budaya yang dianggap indah oleh diri sendiri belum tentu indah bagi individu
lainnya. Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata harus memenuhi nilai-nilai
keindahan. Estetika berbudaya mengharuskan manusia untuk menghargai keindahan budaya
yang dihasilkan oleh manusia yang lain.

2.3.3 Problematika Kebudayaan

Kebudayaan yang telah diciptakan oleh manusia dalam dimensi ruang dan waktu yang
berbeda-beda akan menghasilkan keragaman budaya. Kebudayaan yang dimiliki sekelompok
manusia akan membentuk ciri dan menjadi pembeda dengan kelompok lainnya. Ini
menandakan kebudayaan merupakan identitas diri dari suatu kelompok peradaban manusia.

Seiring berjalannya waktu, kebudayaan akan mengalami dinamika seiring dengan


pergaulan hidup manusia sebagai pencipta dan pemilik kebudayaan. Hal ini menyebabkan
terjadinya pewarisan kebudayaan, perubahan kebudayaan, dan penyebaran kebudayaan.2

Pertama, pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan,


dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan. Namun
dalam prosesnya bisa muncuk permasalahan seperti: kesesuaian budaya warisan tersebut
dengan dinamika masyarakat sekarang, penolakan oleh generai penerima, dan munculnya
budaya baru.

Kedua, perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadu sebagai akibat dari
adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi
ketidakerasian fungsi bagi kehidupan. Perubahan kebudayaan ini mencakup banyak aspek
2
Herimanto, dkk. 2016. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 123

22
seperti bentuk, sifat, perubahan, dampak perubahan, dan mekanisme yang dilalui.
Pembangunan dan modernisasi termasuk ke dalam kategori perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan dapat menimbulkan problematika antara lain: apabila perubahan
justru mengalami kemunduran bukannya kemajuan maka akan merugikan manusia dan
perubahan akan berdampak buruk jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan di
luar kendali manusia.

Ketiga, penyebaran kebudayaan adalah proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaan


dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lain yang berbeda wilayah. Penyebaran
kebudayaan bisa menimbulkan problematika, dimana masyarakat yang menerima
kebudayaan akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal karena tergerus kebudayaan yang baru.

2.4 KERAGAMAN DAN KESETARAAN

2.4.1 Pengertian Keragaman

Keragaman adalah suatu  kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaaan


dalam berbagai bidang terutamasuku bangsa, ras, agama, ideologi, budaya (masyarakat yang
majemuk). keragaman dalam masyarakat adalah sebuah keadaaan yang menunjukkan
perbedaan yang cukup banyak macam atau jenisnya dalam masyarakat.

Ada tiga macam istilah yang digunakan untk menggambarkan masyarakat yang
majemuk yang terdiri dari ras, agama, bahasa dan budaya yang berbeda yaitu masyarakat
pural, masyaraakat heterogen, dan masyarakat multikultural.

Keragaman disini memiliki makna sebagai suatu kondisi dalam masyarakat dimana
terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama
dan keyakinan, ideology, adat kesopanan, serta situasi ekonomi. Sedangkan kesederajatan
memiliki makna sebagai suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada
manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.

2.4.2 Pengertian Kesetaraan

23
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut
kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama
tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan
menunjukkan adanya tingkatan yan sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak
lebih rendah antara satu sama lain.

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahluk tuhan memiliki tingkat
atau kedudukan yang sama . Tingkatan atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau
kedudukan yang sama bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan
adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain, dihadapan tuhan , semua manusia adalah sama derajat,
kedudukan atau tingkatannya. yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan manusia
tersebut terhadap tuhan.

2.4.3 Keragaman Masyarakat Indonesia

Indonesia adalah negara yang beraneka ragam mulai dari suku, agama, ras, golongan,
bahasa daerah, dan kebudayaan lainnya. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara
multikultural. Keragaman yang dimiliki oleh Indonesia merupakan kekayaan milik Bangsa
Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan sehingga mampu memberikan warna
ketentraman dan kedamaian bagi rakyat Indonesia agar ke depan tidak banyak menimbulkan
persoalan yang mengancam disintegrasi bangsa. Hal ini sesuai dengan prinsip bangsa
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda beda tapi tetap satu jua.

Persatuan dan kesatuan bangsa yang terwujud dari sejumlah suku bangsa yang semula
merupakan masyarakat yang berdiri sendiri dan mendukung kebudayaan yang beraneka
ragam itu perlu diperkokoh dengan kerangka acuan yang bersifat nasional, yaitu kebudayaan
nasional. Suatu kebudayaan yang mampu memberi makna bagi kehidupan berbangsa dan
berkepribadian, akan dapat dibanggakan sebagai identitas nasional.

Bangsa Indonesia dalam menyikapi keberagaman haruslah menghindari sikap tidak


terbuka, diskriminasi, intoleransi, eksklusivisme agar keanekaragaman masyarakat Indonesia
tetap terjaga dengan baik. Untuk menghindari sikap tersebut, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu dengan meningkatkan semangat religius, semangat nasionalisme, semangat

24
pluralism, semangat humanism, dialog antar- umat beragama, dan membangun suatu pola
komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan
harmonisasi dunia.

2.4.4 Stratifikasi dan Diferensiasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana
anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Stratifikasi berasal dari
kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak. Stratifikasi sosial adalah
perbedaan vertikal yang memicu munculnya hierarki dan kelas-kelas sosial di masyarakat.

Stratifikasi sosial di masyarakat ditentukan oleh sesuatu yang dihargai oleh


masyarakat. Dasar yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat dalam stratifikasi
sosial adalah kekayaan, kekuasaan, keturunan, dan pendidikan. Menurut Pitirim Sorokin,
stratifikasi sosial sebagai pembeda dalam masyarakat mengklasifikasikan masyarakat ke
dalam kelas-kelas sosial yang bersusun bertingkat. Wujud nyata dari stratifikasi sosial adalah
pembagian kelas sosial atas, kelas sosial menengah, dan kelas sosial bawah.3 

Stratifikasi sosial dibedakan menjadi tiga macam yaitu:4

1. Stratifikasi sosial tertutup, jika masyarakat tidak dapat beralih dari satu strata ke strata lain.
Contohnya adalah sistem kasta di Bali

2. Stratifikasi sosial terbuka, jika masyarakat dapat beralih dari satu strata ke strata lain.
Contohnya adalah kekayaan.

3. Stratifikasi sosial campuran, merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutupdan terbuka.


Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukanterhormat di Bali, namun
apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperolehkedudukan rendah. Maka, ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompokmasyarakat di Jakarta.

Diferensiasi adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama.


Pengertian sama disini menunjukkan pada penggolongan atau klasifikasi masyarakat secara
horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak ada golongan daripembagian

3
Nasikun. (1993). Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm. 90
4
Ibid. hlm. 93

25
tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainnya. Adapun ciri ciri diferensiasi sosial
antara lain:5

Ciri Fisik: terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu.Misalnya : warna kulit, bentuk mata,
rambut, hidung, muka, dsb.

Ciri Sosial: karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan carapandang dan pola perilaku
dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori iniadalah perbedaan peranan, prestise
dan kekuasaan.Contohnya: pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang
karyawan kantor.

Ciri Budaya: berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-
nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistemkekeluargaan, keuletan dan
ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatumasyarakat dapat kita lihat dari
bahasa,kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dsb.

2.4.5 Problematika Keragaman dan Kesetaraan di Masyarakat

A. Masalah Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa


semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan
identitas gender mereka, yang bersifat kodrati. Ini adalah salah satu tujuan dari Deklarasi
Universal Hak asasi Manusia, PBB yang berusaha untuk menciptakan kesetaraan dalam
bidang sosial dan hukum, seperti dalam aktivitas demokrasi dan memastikan akses pekerjaan
yang setara dan upah yang sama.

Dalam praktiknya, tujuan dari kesetaraan gender adalah agar tiap orang memperoleh
perlakuan yang sama dan adil dalam masyarakat, tidak hanya dalam bidang politik, di tempat
kerja, atau bidang yang terkait dengan kebijakan tertentu. Untuk menghindari
komplikasi, jenis kelamin selain laki-laki dan perempuan akan tidak akan dibahas dalam
artikel ini.

Dalam realita yang terjadi di masyarakat, masih terdapat adanya diskriminasi gender
yang sering didapatkan oleh perempuan. Diskriminasi gender terjadi karena adanya
pembedaan yang disebabkan oleh status gender seseorang. Perlakuan yang didapatkan oleh

5
https://jurnalmanajemen.com/diferensiasi-sosial/ diakses pada 04 April 2021 pukul 22.01 WIB

26
perempuan dalam memperoleh hak haknya menjadi tidak adil dan ia berada pada posisi yang
lemah.

B. Masalah Kesetaraan Bangsa dan Ras

Indonesia adalah salah satu negara yang mendukung adanya kesetaraan antar bangsa
bangsa di dunia. Hal ini ditemukan dalam pembukaan UUD NRI 1945 Alinea 1 disebutkan :
bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri
keadilan. Setiap bangsa di dunia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam dunia
internasional, suatu negara memiliki kesetaraan dan kesamaan derajat dengan negara lainnya.
Maka negara tersebut harus dihormati oleh negara lainnya.6

Permasalahan ras dalam dunia internasional masih sering ditemukan, terutama


menyangkut tentang perlakuan ras kulit putih terhadap ras kulit hitam di negara amerika dan
eropa. Ras kulit putih menganggap bahwa derajat mereka lebih tinggi dari ras kulit hitam. Hal
ini disebabkan oleh faktor historis dimana bangsa barat menganggap bahwa ras kulit hitam
adalah budak budak mereka saja dan tidak berhak memiliki kedudukan yang sama dengan
mereka.

C. Masalah Ideologi dan Politik

Ideologi dan politik adalah sesuatu yang diyakini oleh setiap manusia. Sering kali
antar individu satu dengan individu lainnya memiliki perbedaan dalam ideologi dan politik
yang ia anut. Perbedaan paham ideologi dan politik dapat menyebabkan pertikaian yang
terjadi di masyarakat. Pancasila sendiri sebagai ideologi bangsa Indonesia masih mendapat
tekanan dan ancaman dari ideologi asing yang berpotensi melunturkan nilai nilai Pancasila.
Permasalahan tentang ideologi ini juga merupakan hal yang krusial karena dalam praktiknya
sehari hari terdapat berbagai macam ancaman terhadap ideologi negara, misalnya
radikalisme, terorisme, liberalisme, dan komunisme.

D. Kesenjangan Ekonomi dan Sosial

6
Ketidakadilan Gender & Kekerasan Terhadap Perempuan Vol.II. (2018, November 23). Diambil pada 04
April, 2021, dari Masyarakat, Pemantau Peradilan Indonesia: http://mappifhui.org/2018/11/23/ketidakadilan-
gender-kekerasan-terhadap-perempuan-vol-ii/

27
Kesenjangan Sosial adalah suatu keadaan/ kondisi yang tidak seimbang dalam
kehidupan sosial masyarakat, baik individu maupun kelompok, dimana terjadi ketidakadilan/
ketidaksetaraan distribusi hal-hal yang dianggap penting dalam suatu masyarakat.

Kesenjangan sosial sering dikaitkan dengan adanya perbedaan yang nyata dari segi
finansial masyarakat mencakup kekayaan harta, kekayaan barang dan jasa dan
lainnya. Adanya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat dapat dilihat dari keberadaan
peluang dan manfaat yang tidak sama untuk posisi sosial yang berbeda dalam masyarakat.

Selain itu, kesenjangan sosial juga dapat ditandai dengan tidak seimbangnya barang
atau jasa, imbalan, kekayaan, kesempatan, dan hukum yang didapatkan masing-masing
individu.

2.5 NILAI DAN MORAL MASYARAKAT

2.5.1 Pengertian, Sifat, dan Hierarki Nilai

Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Adapun
menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu
untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. 

Dalam perspektif Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan
nilai-nilai dan kesejahteraan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai
dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui kekuatan individual yang dikenal
dengan istilah “ roh subjektif” (subjective spirit) dan kekuatan nilai-nilai budaya merupakan
“roh objektif” (objevtive spirit). Roh objektif akan berkembang manakala didukung oleh roh
subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan berpedoman kepada roh
objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai.

28
Nilai memiliki sifat antara lain : bersifat abstrak dalam kehidupan manusia, memiliki
sifat normatif, dan memiliki fungsi sebagai daya dorong bagi manusia sebagai pendukung
nilai. Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama
tingginya. Menurut rendahnya, Nilai-nilai dapat di kelompokan dalam 4 tingkatan sebagai
berikut:7

1.     Nilai-nilai kenikmatan
2.     Nilai-nilai kehidupan
3.     Nilai-nilai kejiwaan
4.     Nilai-nilai kerohanian

2.5.2 Pengertian dan Hakekat Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang bersinonim dengan kesusilaan,


atau tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-
aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral.

Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji dan
mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Norma tersebut adalah perwujudan martabat
manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.

Moral merupakan istilah manusia mengacu pada langkah-langkah manusia atau


lainnya yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki apa yang disebut moral
yang amoral dan tidak bermoral berarti ia tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Jadi moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Apa hal yang
berkaitan dengan proses sosialisasi moral yang eksplisit dari individu tanpa orang yang
bermoral tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral saat ini memiliki nilai implisit
karena banyak orang yang memiliki sikap moral atau tidak bermoral dari sudut pandang yang
sempit.
7
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Manusia%20Nilai,%20Moral%20dan%20Hukum_0.pdf diakses pada
04 April 2021 pukul 22.08 WIB

29
Dilihat dari macamnya, nilai moral secara umum terbagi dalam berbagai jenis. Antara
lain;

1. Baik

Nilai moral baik adalah serangkaian bentuk nilai yang dikaitkan dengan kesesuaian antara
harapan dan tujuan hidup manusia dalam menjalankannya bisa ditinjaun dari kaidah sosial
masyarakat. Sangat nyata, mana yang salah dan yang baik.

Contohnya saja dalam kategori nilai moral yang baik ini seperti adanya tindakan seseorang
dalam monolong semasama yang membutuhkan satu sama lainnya. Atau prilaku seseorang
yang mengikuti gotong royong untuk memberihkan lingkungan.

2. Buruk

Jenis nilai moral selanjutnya adalah tentang keburukan, yang artinya lawan kata dengan
istilah kebaikan. Nilai ini dianggap menyimpang terhadap keteraturan sosial, selain itu
dampak yang ditimbulkan akan menciptakan berbagai arti masalah sosial yang akan terjadi.

Misalnya saja nilai ini seperti melakukan tinkan mencuri, korupsi, kulusi, nepostisme, dan
lain sebagainya. Sehingga dianggap masyarakat layak untuk memperoleh hukuman.

Contoh Nilai Moral

Contoh nilai moral yang berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan, yaitu:

1. Berbicara Pelan di Hadapan Orang Tua

Tindakan inilah sebagai rujuakan penjelas mengenai rasa penghormatan yang selalu di
munculkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki kebudayaan bangsa timur,
seperti Indonesia. Kemunculan berbicara di depan sebagai ilustrasi nyata prilaku moral yang
baik.

2. Menunduk Ketika Berjalan

Contoh lainnya mengenai nilai moral ini seperti tindakan menunduk sesaat setelah melwati
orang-rang disekeliling. Berajalan yang menunduk sudah diajarkan oleh nenek moyang dan
juga sebagai harapan mendapatkan rasa penghormatan kepada orang yang lebih tua.

2.5.3 Hubungan Antara Nilai dan Moral di Masyarakat

30
Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang dijadikan
dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem nilai tertentu
daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.

Moral merupakan tatanan prilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk dilakukan
individu dalam hubungannya dengan individu, kelompok, atau masyarakat. Moralitas
merupakan pencerminan dari nilai-nilai idealitas seseorang (Rogers, 1985). Dalam moralitas
terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan prilaku ( Saffer, 1979).

Hubungannya adalah bahwa nilai merupakan dasar petimbangan bagi individu  untuk


melakukan sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari
tentang baik dan buruknya suatu perilaku. Maka dengan sistem nilai yang dimiliki, individu
akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan
tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang
mendasarinya.

2.5.4 Problematika Nilai dan Moral di Masyarakat

Problematika nilai dan moral dalam masyarakat adalah mengenai terjadinya


pergeseran nilai dan moral masyarakat ke arah dimensi negatif yang disebabkan oleh faktor
intern, misalnya rendahnya kesadaran individu akan pentingnya menanamkan nilai tersebut
dalam dirinya, dan faktor ekstern, yaitu misalnya pengaruh ideologi dan budaya asing yang
menggeser tatanan nilai yang sudah ada. Misalnya tentang nilai kesopanan dalam berpakaian
yang mulai luntur oleh budaya fashion barat yang terbuka.

2.5.5 Tujuan dan Manfaat Manusia Memiliki Nilai dan Moral

Nilai dan moral adalah hal yang berkaitan erat satu sama lain. Nilai merupakan dasar
petimbangan bagi individu  untuk melakukan sesuatu, sedangkan moral merupakan perilaku
yang seharusnya dilakukan atau dihindari tentang baik dan buruknya suatu perilaku. Maka
dengan memiliki pemahaman terhadap nilai nilai yang baik akan berpengaruh perilaku moral
seseorang. Artinya nilai tersebut akan diimplementasikannya dalam sebuah perilaku moral
dalam tindakannya.

31
Nilai dan moral penting bagi manusia untuk dijaga kebenaran dan kebaikannya dari
pengaruh yang dapat melunturkan nilai nilai tersebut. Permasalahan terhadap nilai dan moral
masyarakat haruslah menjadi perhatian bagi setiap orang tua untuk memperbaiki dan menjaga
nilai dan moralnya dari pengaruh negatif.

2.6 Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi

2.6.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan yang bersifat antisosial, “ia” dianggap


sebagai patologi sosial, oleh karenanya korupsi menjadi “penyakit” dan merugikan
masyarakat. Korupsi adalah merupakan suatu bentuk kejahatan, Thomas Hobbes
menyatakan: “a crime, is a sin, consisting in the committing, by deed or word, of that which
the law forbiddeth or the omission of what it hath commanded. So that every crime is a sin,
but not every sin is a crime” (Thomas Hobbes,1962:162). Menurut pandangan tersebut
kejahatan merupakan suatu dosa yang terdiri dari kelakuan baik berupa perbuatan atau
ucapan yang dilarang oleh hukum atau tidak melakukan suatu yang diperintahkan. Berkaitan
dengan perbuatan korupsi bisa dilakukan dengan melanggar perbuatan yang dilarang ataupun
tidak berbuat sesuatu (omission) dari hal yang diperintahkan oleh hukum.

Menurut Henry Campbell Black dalam Black’s Law Dictionary korupsi diartikan
sebagai “An act done with an intent to give some advantage inconsisten with official duty and
rights of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongffuly
uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the rights of others” (Henry Campbell Black,1990).

Dalam hal ini korupsi dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak
dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan
dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.Dengan demikian menurut Henry
Campbell Black korupsi merujuk kepada perbuatan yang berkaitan penyalahgunaan jabatan,
untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya atau orang lain dimana perbuatan yang
dilakukan bertentangan atau tidak sesuai dengan kewajibannya.

32
Korupsi yang dipahami oleh masyarakat secara umum sebagai hasrat buruk untuk
memperkaya diri dengan penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan tercela lain, tentunya
bukan potret mati tanpa dapat ditelusuri latar belakang dan konsep-konsep ide yang melatar
belakangi munculnya tindak pidana tersebut. Dalam kerangka berfikir pelaku tentunya ada
dan ditentukan oleh motif-motif atau tujuan tertentu, yang mungkin bisa bersumber pada
permasalahan ekonomi, moral, politik bahkan budaya.

Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan
yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan lain yang memenuhi rumusan delik yang menurut
sifatnya merugikan masyarakat atau orang perseorangan. Ketentuan ini terlihat dari
bermacammacam tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Ruang Lingkup Korupsi

Persoalan korupsi adalah persoalan yang komplek, bukan semata-mata sebagai


persoalan hukum (yuridis), korupsi bersumber dan dapat didekati dari berbagai segi atau
sudut pandang. Korupsi bisa dilihat dari sudut filsafat, budaya, moral, ekonomi, politik,
kriminologi bahkan dari sudut pertahanan. Dari sudut hukum (normative), korupsi mewujud
dalam seperangkat aturan normative yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan apa saja
yang dipandang sebagai tindak pidana korupsi, persoalan pertanggungjawaban pidana pelaku
tindak pidana korupsi dan masalah pidana dan pemidanaan.

Alatas dalam buku karya Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah yang
berjudul “Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi”
mengembangkan korupsi menjadi 7 (tujuh) tipologi (Chaerudin, 2009), yaitu sebagai berikut:

a. Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor
dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak;

b. Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk
menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku
korupsi;

c. Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk
mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang;

33
d. Korupsi nepotisik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam
pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat;

e. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan
karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai
kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan;

f. Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan; dan

g. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari
pemerasan.

2.6.2 Jenis Perilaku Korupsi

Jenis-jenis dari Korupsi antara lain :


a.       Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara.
b.      Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap.
c.       Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan.
d.      Korupsi yang terkait dengan pemerasan.
e.       Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.
f.       Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan.
g.      Korupsi yang terkait dengan gratifikasi.

a)      Penyuapan 
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah
pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa
berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara
atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan public.
b)      Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau penggelembungan (froud).
Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang,
properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan

34
mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada
praktik penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela.
c)      Pemerasan (Extorion)
Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang
menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku
jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan.
d)     Nepotisme (nepotism)
Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan
hubungan kekeluargaan, bukan karena kemampuannya. Kata nepotisme ini berasal dari kata
Latin nepos, berarti "keponakan" atau "cucu". Dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,
menyebutkan bahwa, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara
melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara, (Pasal 1 Angka 5). Contoh nepotisme misalnya
seorang pejabat Negara mengangkat anggota keluarganya menduduki jabatan tertentu, tanpa
memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
e)      Gratifikasi
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU
Pemberantasan Tipikor).
Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.

2.6.3 Penyebab dan Motivasi Korupsi


Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara

35
garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:

a. Aspek Perilaku Individu


 Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka
membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak
dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.

 Moral yang kurang kuat Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

 Gaya hidup yang konsumtif Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya
hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
b. Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan
bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk
korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya.
Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman
pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

2. Faktor Eksternal
Pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku, dapat dirinci
menjadi:

36
2.6.4 Nilai Nilai Antikorupsi

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah ini, daapat kita simpulkan beberapa hal, diantaranya yaitu:
1. Manusia sebagai makhluk sosial penting mempelajari mata kuliah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar sebagai pedoman dan pengetahuan dalam memahami realita sosial yang
terjadi di masyarakat. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dapat memberikan pemahaman
konsep dan pengetahuan tentang kehidupan bermasyarakat.
2. Manusia sebagai mahluk individu artinya manusia merupakan satu kesatuan antara
jasmani dan rohani. Seseorang dikatakan sebagai individu apabila kedua unsur tersebut
menyatu dalam dirinya. Selain sebagai makhluk individu juga, manusia adalah makhluk
sosial. Salah satunya dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan
atau berinteraksi dengan orang lain yang satu sama lain saling membutuhkan. Untuk
menjadi pribadi yang bermakhluk sosial setiap individu dihadapkan dengan sosialisasi,
yaitu suatu proses  dimana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi
dalam masyarakat.
3. Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan
kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang
baik, benar dan adil. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Perkembangan budaya dan kebudayaan meliputi unsur unsurnya, jenisnya, wujudnya,
etika dan estetika dalam berbudaya, serta berbagai problematika yang membentuk
kebudayaan tersebut.
4. Keanekaragaman dan kesetaraan adalah hal yang harus saling mendukung satu sama lain.
Keanekaragaman dengan banyaknya perbedaan dibutuhkan adanya suatu pemahaman
tentang kesetaraan antar satu sama lain. Dengan adanya pemahaman tentang kesetaraan
akan menyebabkan keadilan satu sama lain. Problematika yang ada terkait dengan
stratifikasi dan diferensiasi sosial serta masalah dan kesenjangan lainnya dapat dicegah

38
dengan pemahaman tentang adanya kesetaraan terhadap setiap orang baik dalam hak
akses ekonomi, pendidikan, politik, dan lain lain.
5. Nilai dan moral adalah hal yang berkaitan erat satu sama lain. Nilai merupakan dasar
petimbangan bagi individu  untuk melakukan sesuatu, sedangkan moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari tentang baik dan buruknya suatu
perilaku. Maka dengan memiliki pemahaman terhadap nilai nilai yang baik akan
berpengaruh perilaku moral seseorang. Artinya nilai tersebut akan diimplementasikannya
dalam sebuah perilaku moral dalam tindakannya.

3.2 Saran

Penting bagi mahasiswa untuk mempelajari dan memahami secara komprehensif


tentang konsep dan materi yang terdapat dalam mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ini
sebagai mata kuliah umum tentang kehidupan bermasyarakat di Pendidikan Tinggi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, (1991), Ilmu Sosial Dasar, Rineka Cipta, Jakarta.


Indra Siswarini Larasati (2003), Modul Acuan Pembelajaran Mata Kuliah
Berkehidupan Masyarakat (MBB), ISBD, Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi,
Dipermakem,Jakarta.
Herimanto, (2008), Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakarta.
https://jurnalmanajemen.com/diferensiasi-sosial/ diakses pada 04 Maret 2021 pukul 22.01 WIB.
Ketidakadilan Gender & Kekerasan Terhadap Perempuan Vol.II. (2018, November 23). Diambil
pada 04 Maret, 2021, dari Masyarakat, Pemantau Peradilan Indonesia:
http://mappifhui.org/2018/11/23/ketidakadilan-gender-kekerasan-terhadap- perempuan-
vol-ii/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Manusia%20Nilai,%20Moral%20dan%20Hukum_ 0.pdf
diakses pada 04 Maret 2021 pukul 22.08 WIB.
K. Bertens, (2004), Etika, PT Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Munandar Soelaeman,
(1990), Ilmu Budaya Dasar, PT Eresco, Bandung.
Nursid Sumaatmadja, (2002), Pendidikan Pemanusiaan Manusia, Alfabeta, Bandung.
Ralp Linton (1978), The Cultural Background of Personality.
Robert Bellah, (1999), Good Society.
Syahidin, (2004), Kajian Pedagogis mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (ISBD) Di Perguruan
Tinggi, Depdiknas, Jakarta.
Soejono Soekanto, (2009), Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta.

40
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yeni Herlina Azis


NIM : 200803100
Tempat, tanggal lahir : Medan, 19 Desember 2002
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Perti Swadaya No. 5F
Medan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : WNI
Status : Mahasiswa
No. HP : 081973761653
Alamat E-mail : yeniherlina1912@gmail.com

Riwayat Pendidikan

2008 – 2014 : SD Swasta Unggulan Muhammadiyah 08 Medan


2014 – 2017 : SMP Negeri 23 Medan
2017 – 2020 : SMA Negeri 6 Medan
2020 – Sekarang : S1 Matematika Universitas Sumatera Utara

41

Anda mungkin juga menyukai