Anda di halaman 1dari 158

Elektronika Analog Modul

Ajar 1

PENDAHULUAN

Topik : Pengantar Mata Kuliah Elektronika Analog


Substansi : − Gambaran tentang materi pada kuliah elektronika dan ketentuan
perkuliahan.

− Teori rangkaian listrik dasar : Teorima Thevenin dan Rangkaian


Pembagi Tegangan

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan tujuan pembelajaran
(2) melakukan analisis rangkaian listrik dengan menggunakan teori
dasar rangkaian

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR

I.1. MUATAN ELEKTRON

Suatu materi tersusun dari berbagai jenis molekul. Suatu molekul tersusun dari atom-atom.
Atom tersusun dari elektron (bermuatan negatif), proton (bermuatan positif) dan neutron (tidak
bermuatan). Muatan sebuah proton sebesar 1,6 x 10-19 coulomb dan muatan sebuah elektron sebesar -
1,6 x 10-19 coulomb. Interaksi antara muatan positif dan muatan negatif mengikuti Hukum Coulomb,
seperti yang ditunjukkan olah Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Hukum Coulomb pada partikel bermuatan.

Model atom yang paling sederhana ditunjukkan oleh Gambar 1.1, dimana sebuah atom terdiri
dari inti atom dan elektron yang bergerak mengelilingi inti pada orbit-orbit tertentu sesuai dengan
tingkat level energinya. Elektron bisa berpindah ke level energi lebih rendah dengan melepaskan
sejumlah energi. Begitu sebaliknya, elektron bisa berpindah ke level energi lebih tinggi dengan
menyerap sejumlah energi.

Gambar 1.2. Model atom yang paling sederhana.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Elektron yang menempati level terluar dinamakan elektron valensi. Jika elektron valensi
menyerap sejumlah energi, elektron tersebut akan lepas dari ikatan atom dan menjadi elektron bebas.
Pada beberapa material, elektron bebas ini bisa berpindah dari satu ataom ke atom yang lain sehingga
terjadi apa yang dinamakan arus listrik. Material tersebut dinamakan material konduktor. Gambar 1.3
menunjukkan atom-atom pada konduktor, dalam hal ini tembaga (Copper), yang tersusun rapi dalam
baris dan kolom, yang biasanya disebut lattice. Elektron yang telah lepas dari ikatan atom
(digambarkan dalam lingkaran kecil) berada bebas diantara atom-atom. Jika kedua ujung sepotong
kawat tembaga diberi gaya dari luar, misalnya berupa beda potensial dari sebuah baterei, maka
elektron akan bergerak dari kutup negatif ke kutup positif, sehingga timbul yang dinamakan arus
listrik.

Gambar 1.3. Susunan atom pada konduktor.

Gambar 1.4. Aliran elektron pada kawat tembaga jika dikenai beda potensial pada kedua ujungnya.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

I.2. TEGANGAN, ARUS, DAN RESISTOR

Tegangan

Tegangan adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan satu unit muatan positif
dari titik yang lebih negatif (potensial lebih rendah) menuju titik yang lebih positif (potensial lebih
tinggi). Secara ekuivalen, tegangan juga bisa didefinisikan sebagai energi yang dilepaskan ketika satu
unit muatan bergerak ‘jatuh’ dari potensial tinggi ke potensial lebih rendah. Tegangan biasa disebut
beda potensial atau gaya elektromotif (electromotive force, EMF). Besaran ini diukur dalam satuan
volt (V). Satu joule adalah usaha yang dibutuhkan untuk menggerakkan satu coulomb muatan
melintasi beda potensial sebesar satu volt. (Coulomb merupakan satuan untuk besaran muatan listrik
dengan 1 coulomb mendekati besar muatan 6 x 1018 elektron).

Arus

Arus adalah laju dari aliran muatan listrik yang melewati satu titik. Besaran ini diukur dalam
satuan ampere (A). Arus sebesar satu ampere sama dengan aliran dari satu coulomb muatan per
second. Secara konvensional, besar arus dalam suatu rangkaian listrik dinyatakan oleh besar aliran dari
titik lebih positif ke titik yang lebih negatif, meskipun, pada kenyataannya elektron mengalir dengan
arah yang berlawanan.

Tegangan dan arus dapat diamati pada suatu rangkaian listrik seperti pada Gambar 1.5. Besarnya daya
listrik yang digunakan rangkaian tersebut, P, merupakan perkalian dari besar tegangan, V, dan arus
listrik, I, dalam rangkaian. Daya listrik dinyatakan dalan satuan watt (W) di mana 1 watt = 1 joule/s.

𝑃𝑃 = 𝑉𝑉𝑉𝑉 (1.1)

Gambar 1.5. Tegangan dan arus listrik pada sebuah rangkaian listrik.

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Resistansi dan Resistor

Mengamati hubungan dari tegangan dan arus listrik pada sebuah komponen dalam sebuah
rangkaian listrik merupakan jantung dari elektronika. Hal ini biasanyan dituangkan dalam bentuk
grafik karakteristik I – V. Sebagai contoh, hambatan atau resistor ( secara sederhana I sebanding
dengan V), kapasitor (I sebanding dengan laju perubahan V), dioda ( I yang mengalir satu arah) dan
lain sebagainya.

Besar arus yang melewati sebuah kawat konduktor sebanding dengan besar tegangan atau
beda potensial yang dikenakan pada kedua ujung konduktor tersebut. Pernyataan tersebut pertama kali
ditemukan oleh Gregor Ohm sehingga dikenal dengan hukum Ohm, di mana,

𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝑟𝑟 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇
= 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 (1.2)
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴

Kawat konduktor yang digunakan berbeda, akan menghasilkan nilai konstanta yang berbeda. Besarnya
konstanta tersebut selanjutnya disebut dengan resistansi atau besar hambatan, R, dengan,

𝑉𝑉
𝑅𝑅 = (1.3)
𝐼𝐼

Resistansi atau besar hambatan dinyatakan dalam satuan ohm (Ω).

Dalam prakteknya, kawat konduktor yang kita gunakan dalam sebuah rangkaian listrik dipilih
setipis mungkin sehingga tegangan drop yang disebabkan oleh hambatan kawat bisa diabaikan.
Beberapa rangkaian membutuhkan hambatan yang lebih besar daripada hambatan pada kawat
konduktor. Untuk kasus tersebut digunakan sebuah resistor atau hambatan (Gambar 1.6). Resistor
dibuat dari bahan konduktor seperti karbon, logam tipis, karbon film, atau kawat konduktor dengan
konduktivitas yang rendah.

(a) (b)

Gambar 1.6. Resistor (a) dan simbol (b) yang digunakan pada gambar rangkaian listrik.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Dalam rangkaian listrik, resistor bisa tersusun seri dan tersusun pararel. Resistor yang tersusun seri
ditunjukkan oleh Gambar 1.7. Besar nilai resistansi effektif nya adalah,

𝑅𝑅 = 𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅2 (1.4)

Gambar 1.7. Resistor tersusun seri.

Resistor yang tersusun pararel ditunjukkan oleh Gambar 1.8. Besar nilai resistansi effektif nya adalah,

1
𝑅𝑅 = (1.5)
� �𝑅𝑅 +1�𝑅𝑅 �
1
1 2

Gambar 1.8. Resistor tersusun seri.

I.3 SUMBER TEGANGAN

Sumber tegangan pada rangkaian listrik disimbolkan seperti Gambar 1.9. Sumber tegangan
dibedakan menjadi sumber tegangan dc, dengan besar tegangan bernilai konstan terhadap waktu
(Gambar 1.10a), dan sumber tegangan ac atau bolak-balik, dengan besar tegangan bernilai bervariasi
terhadap waktu (contoh pada Gambar 1.10b).

Sumber tegangan ac digambarkan dalam nilai-nilai ac seperti :

1. Frekuensi, f, adalah banyaknya siklus per detik. Satuan frekuensi adalah Hertz.
2. Amplitudo, atau nilai maksimum, atau nilai puncak (peak value), Vp, adalah nilai terbesar yang
dicapai dalam setengah siklus.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

3. Nilai puncak ke puncak (peak to peak value) , Vpp, adalah selisih antara nilai maksimum dan nilai
minimum dalam satu siklus.
4. Nilai rata-rata (average value) , Vave, adalah nilai rata-rata yang diukur dalam setengah siklus,
dirumuskan sebagai,

𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠


𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = (1.6)
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Untuk gelombang sinus,

2𝑉𝑉𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = (1.7)
𝜋𝜋

5. Nilai efektif adalah nilai dari sumber tegangan ac yang menghasilkan efek pemanasan yang sama
dengan nilai dc ekuivalennya. Nilai efektif disebut juga nilai rms (root mean square) , Vrms.

Untuk gelombang sinus,

𝑉𝑉𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = (1.8)
√2

Gambar 1.9. Simbol sumber tegangan dc dan tegangan ac.

(a) (b)

Gambar 1.10. Besar sumber tegangan dc (a) dan tegangan ac sinusoidal (b) terhadap waktu.
7
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Sumber tegangan dikatakan sebagai sumber tegangan ideal jika sumber tegangan dua terminal
yang mampu menghasilkan tegangan drop tetap melalui kedua terminalnya ( atau pada sebuah
hambatan beban). Sebagai contoh, tinjau Gambar 1.11 yang menunjukkan sebuah rangkaian yang
terdiri dari sebuah sumber tegangan dc ideal dan sebuah hambatan beban. Secara ideal maka tegangan
drop pada hambatan beban akan sama dengan tegangan pada sumber.

𝑉𝑉𝐵𝐵 = 𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅 (1.9)

Sumber tegangan ideal hanya ada secara teori, karena ketika hambatan beban mendekati nol, maka
akan menghasilkan arus sebesar tak terhingga. Kenyataannya, tidak ada sumber tegangan yang ideal.
Sebuah sumber tegangan selalu mempunyai hambatan dalam, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.12.

V R
B L

Gambar 1.11. Rangkaian dengan sebuah sumber tegangan dc ideal dan sebuah hambatan
beban.

R
S

V R
B L

Gambar 1.12. Rangkaian dengan sebuah sumber tegangan dc nyata dan sebuah hambatan
beban.

Pada rangkaian Gambar 1.12 dapat ditulis,

𝑉𝑉𝐵𝐵 = 𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅 (1.10)

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Agar mendekati sumber tegangan ideal, maka hambatan sumber didesain sekecil mungkin sehingga
tegangan drop pada hambatan beban mendekati nilai tegangan pada sumber. Hambatan sumber bisa
diabaikan jika besarnya

𝑅𝑅𝑆𝑆 < 0,01 𝑅𝑅𝐿𝐿 (1.11)

I.4. HUKUM KIRCHOFF

Hukum Kirchoff Arus

Jumlah arus listrik yang masuk pada titik percabangan sama dengan jumlah arus istrik
yang keluar dari titik percabanagn. Atau dengan kata lain bisa dikatakan bahwa jumlah arus pada titik
percabangan sama dengan nol. Secara matematis dapat dituliskan,

∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑖𝑖𝑛𝑛 = 0 (1.12)

dengan n adalah jumlah cabang yang terhubung pada satu titik percabangan.

𝑖𝑖1 − 𝑖𝑖2 + 𝑖𝑖3 + 𝑖𝑖4 − 𝑖𝑖5 = 0

Gambar 1.13. Gambaran tentang hukum Kirchoff Arus.

Hukum Kirchoff Tegangan

Jumlah tegangan drop (yaitu hasil perkalian dari arus dan resistansi) pada sebuah lup tertutup sama
dengan nol. Secara matematis dapat dituliskan,

∑𝑚𝑚
𝑖𝑖=1 𝑣𝑣𝑚𝑚 = 0 (1.13)

dengan m adalah jumlah cabang yang terhubung pada satu lup tertutup.
9
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

−𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 + 𝑣𝑣3 − 𝑣𝑣4 + 𝑣𝑣5 = 0

Gambar 1.14. Gambaran tentang hukum Kirchoff Tegangan.

I.5. TEOREMA THEVENIN

Theorema Thevenin merupakan salah satu theorema untuk menyederhanakan sebuah


rangkaian listrik sehingga akan lebih mudah dianalisis. Theorema Thevenin menyatakan bahwa
rangkaian listrik dua terminal yang terdiri dari resistor dan sumber tegangan akan ekuivaleh dengan
sebuah rangkaian sebuah resistor, RTH, yang seri dengan sebuah sumber tegangan, VTH.

V
V TH
in

R
R TH
1

R R
2 R load
load

Gambar 1.15. Penyederhanaan rangkaian listrik dalam Theorema Thevenin.

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

V
in

R
1

V =V
TH open circuit

R
2

Gambar 1.16. Rangkaian listrik dua terminal.

Dari Gambar 1.16 didapatkan,

𝑅𝑅2
𝑉𝑉𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜_𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 = 𝑉𝑉 (1.14)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2 𝑖𝑖𝑖𝑖

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖
𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜_𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 = (1.15)
𝑅𝑅1

𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜_𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2


𝑅𝑅𝑇𝑇𝑇𝑇 = = (1.16)
𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜_𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2

I.6. RANGKAIAN PEMBAGI TEGANGAN

Gambar 1.17 menunjukkan sebuah rangkaian pembagi tegangan. Rangkaian ini banyak
digunakan secara luas pada berbagai aplikasi.

Arus yang melewati rangkaian oleh tegangan masukan, Vin, sebesar,

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖
𝐼𝐼 = (1.17)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2

Tegangan keluaran, Vout, sama dengan tegangan drop pada hambatan, R2, yaitu sebesar,

𝑅𝑅2
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑉𝑉 (1.19)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2 𝑖𝑖𝑖𝑖

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

V
in

R
1

V
out

R
2

Gambar 1.17. Rangkaian Pembagi Tegangan.

Rangkaian pembagi tegangan sering digunakan dalam rangkaian untuk membangkitkan


tegangan keluaran tertentu baik yang bernilai tetap maupun tegangan yang berubah-rubah. Misalnya
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.18 di mana tegangan keluaran sesuai dengan besar resistansi
R2 dari suatu resistor variabel atau potensiometer.

Gambar 1.18. Rangkaian volume control : tegangan keluaran sesuai masukan resistor variable atau
potensiometer.

Rangkaian pembagi tegangan juga sering digunakan untuk mendapatkan tegangan keluaran
dengan nilai yang lebih rendah dibandingkan tegangan masukan sesuai dengan yang dibutuhkan suatu
rangkaian. Sebagai contoh, tinjau Gambar 1.19. Diinginkan tegangan drop pada beban sama dengan
5V, tetapi sumber yang tersedia sama dengan 12 V. Maka digunakan rangkaian pembagi tegangan
yang membagi tegangan pada beban yang lain. Dengan memasang R1 dan R2 dengan perbandingan R1

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

: R2 = 7 : 5 agar mendapatkan tegangan drop pada beban sama dengan 5V (Pers. 1.19). Tetapi perlu
diingat bahwa semakin besar R1 dan R2 maka semakin besar tegangan drop padanya. Sehingga perlu
diperhatikan Pers. 1.11 sehingga akan mendekati kasus sumber tegangan ideal.

V
in

R
1

R
2 R
load

Gambar 1.19. Rangkaian pembagi tegangan pada sebuah hambatan beban.

I.7. KAPASITOR

Kapasitor adalah komponen elektronika yang digunakan untuk menyimpan energi listrik.
Kapasitor sederhana terdiri dari dua plat yang disusun sejajar dan saling berhadapan.

Gambar 1.20. Kapasitor plat sejajar.

Gambar 1.21 menunjukkan sebuah kapasitor plat sejajar yang dihubungan pada dua terminal
yang berlawanan dari sebuah baterei dari sumber tegangan V volt. Dengan konfigurasi seperti itu,
maka medan listrik akan timbul pada daerah di antara 2 plat (Gambar 1.20) sebesar

𝑉𝑉
𝐸𝐸 = (1.20)
𝑑𝑑

13
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

dengan d adalah jarak kedua plat.

Gambar 1.21. Kapasitor plat sejajar dengan sebuah sumber tegangan dc.

Medan listrik statis muncul dari muatan listrik, dimana garis-garis medan listrik berawal dan berakhir
pada muatan-muatan listrik. Jadi, adanya medan menandakan adanya muatan positif dan muatan
negatif pada jumlah yang sama pada kedua plat. Jika muatan positif sejumlah +Q coulumb pada plat
yang satu dan muatan negatif –Q coulumb pada plat yang lain, maka properti dari pasangan plat sejajar
yang menyatakan jumlah muatan sesuai dengan besar tegangan, V, yang diberikan disebut
kapasitansi, yang besarnya,

𝑄𝑄
𝐶𝐶 = (1.21)
𝑉𝑉

Gambar 1.22. Medan listrik statis pada kapasitor plat sejajar.

Kapasitansi diukur dalan satuan farad (F). Simbol dari kapasitor dalam rangkaian ditunjukkan oleh
Gambar 1.23.

Gambar 1.23. Simbol kapasitor dalam rangkaian listrik.

14
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Jika arus listrik adalah laju dari aliran muatan listrik yang melewati satu titik, 𝐼𝐼 = 𝑑𝑑𝑑𝑑 ⁄𝑑𝑑𝑑𝑑,
maka arus listrik yang melalui kapasitor sebesar,

𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 (1.22)
𝑑𝑑𝑑𝑑

Dapat dilihat bahwa komponen kapasitor tidak sesederhana resistor. Jika tegangan yang melewati
kapasitor berubah sebesar 1 volt per detik maka akan menimbulkan arus sebesar 1 A. Begitu juga
sebaliknya, jika ada 1 A arus mengalir selama 1 detik mengalir pada rangkaian, maka akan
menyebabkan perubahan tegangan pada kapasitor sebesar 1 volt.

Gambar 1.24. Perubahan tegangan pada kapasitor akibat adanya arus listrik.

Kapasitor terhubung pararel dan seri

Gambar 1.25 menunjukkan tiga buah kapasitor yang terhubung pararel. Maka besar muatan
total,

𝑄𝑄𝑇𝑇 = 𝑄𝑄1 + 𝑄𝑄2 + 𝑄𝑄3 (1.23)

𝐶𝐶𝑇𝑇 = 𝐶𝐶1 + 𝐶𝐶2 + 𝐶𝐶3 (1.24)

15
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Gambar 1.25. Tiga buah kapasitor yang terhubung pararel.

Gambar 1.26 menunjukkan tiga buah kapasitor yang terhubung seri. Maka besar muatan total,

𝑄𝑄𝑇𝑇 = 𝑄𝑄1 = 𝑄𝑄2 = 𝑄𝑄3 (1.25)

𝑉𝑉𝑇𝑇 = 𝑉𝑉1 + 𝑉𝑉2 + 𝐶𝐶𝐶𝐶3 (1.26)

1 1 1 1
= + + (1.27)
𝐶𝐶𝑇𝑇 𝐶𝐶1 𝐶𝐶2 𝐶𝐶3

Gambar 1.26. Tiga buah kapasitor yang terhubung seri.

Rangkaian RC

Rangkaian RC seperti pada Gambar 1.27 merupakan rangkaian dengan kapasitor yang paling
sederhana. Dengan hukum Kirchoff tegangan didapatkan

𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑉𝑉
𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 =− (1.28)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅

𝑉𝑉 = 𝐴𝐴𝑒𝑒 −𝑡𝑡/𝑅𝑅𝑅𝑅 (1.29)

16
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Gambar 1.27. Tiga buah kapasitor yang terhubung seri.

Grafik tegangan pada kapasitor sebagai fungsi waktu ditunjukkan oleh Gambar 1.28 yang merupakan
sebuah grafik pengurasan tegangan pada kapasitor (capacitor discharging). Hasil perkalian RC
merupakan konstanta waktu dari rangkaian. Semakin besar RC maka semakin lambat proses
pengurasan.

Gambar 1.28. Grafik tegangan pada kapasitor terhadap waktu dari rangkaian Gambar 1.27.

Gambar 1.29 menunjukkan sebuah rangkaian yang sedikit berbeda dengan rangkaian pada
Gambar 1.27. Pada 𝑡𝑡 = 0 saklar ditutup.

Gambar 1.29.

17
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Persamaan rangkaian menjadi,

𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑉𝑉𝑖𝑖 −𝑉𝑉


𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 = (1.30)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅

𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑖𝑖 + 𝐴𝐴𝑒𝑒 −𝑡𝑡/𝑅𝑅𝑅𝑅 (1.31)

Untuk 𝑉𝑉 = 0 pada saat 𝑡𝑡 = 0 maka,

𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑖𝑖 (1 + 𝑉𝑉𝑖𝑖 𝑒𝑒 −𝑡𝑡/𝑅𝑅𝑅𝑅 ) (1.32)

Grafik tegangan pada kapasitor sebagai fungsi waktu ditunjukkan oleh Gambar 1.30 yang merupakan
sebuah grafik pengisian tegangan kapasitor (capacitor charging).

Gambar 1.30.

Gambar 1.31. Tegangan keluaran pada kapasitor (bawah) jika diberi masukan berupa tegangan kotak.

18
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

I.8. INDUKTOR

Induktor merupakan komponen elektronika yang bekerja dengan prinsip dasar induktansi.
Induktansi adalah salah satu properti dalam rangkaian listrik di mana sebuh beda potensial
(electromotiforce / emf) diinduksi dalam rangkaian dengan memberikan perubahan fluks yang
dihasilkan oleh perubahan arus listrik. Jika emf diinduksi oleh fluks karena perubahan arus pada
rangkaian itu sendiri, properti tersebut dinamakan self-inductance, L. Dan jika emf diinduksi oleh fluks
karena perubahan arus pada rangkaian disebelahnya, properti tersebut dinamakan mutual-inductance,
M.

Induktansi diukur dalam satuan henry (H). Suatu rangkaian mempunyai induktansi sebesar 1
henry jika emf satu volt dinduksi dalam rangkaian tersebut oleh perubahan arus dengan laju sebesar 1
ampere per detik.

Emf yang diinduksi dalam sebuah kumparan dengan N lilitan adalah,

𝑑𝑑Φ
𝑉𝑉 = −𝑁𝑁 (1.33)
𝑑𝑑𝑑𝑑

dengan 𝑑𝑑Φ adalah perubahan fluks (dalam webers) yang terjadi pada rentang waktu 𝑑𝑑t (dalam detik).
Emf yang diinduksi dalam sebuah kumparan dengan induktansi L adalah

𝑑𝑑I
𝑉𝑉 = −𝐿𝐿 (1.34)
𝑑𝑑𝑑𝑑

dengan 𝑑𝑑I adalah perubahan arus (dalam ampere) yang terjadi pada rentang waktu 𝑑𝑑t (dalam detik).
Tanda minus pada kedua persamaan di atas menunjukkan arahnya (seperti diberikan oleh hukum
Lenz).

Bentuk dasar induktor secara sederhana berupa kumparan kawat (Gambar 1.32) dengan
simbol dalam rangkaian ditunjukkan oleh Gambar 1.33.

Gambar 1.32. Dua contoh induktor.

19
Elektronika Analog Modul
Ajar 1

Gambar 1.33. Simbol induktor dalam rangkaian listrik.

I.9. IMPEDANSI DAN REAKTAN

Rangkaian dengan kapasitor dan induktor lebih komplek daripada hanya dengan hambatan
atau resistor karena tersebut akan mempunyai prilaku yang tergantung pada frekuensinya. Meskipun
demikian, kapasitor dan induktor merupakan komponen linier, yang berarti bahwa amplitudo dari
gelombang keluarannya, apapun bentuk gelombangnya, sebanding dengan amplitudo gelombang
masukannya.

Keluaran dari rangkaian linier yang diberi masukan berupa gelombang sinus dengan frekuensi
,f, akan menghasilkan keluaran dengan frekuensi yang sama (sebagian besar dengan
perubahan amplitudo atau fasenya)

Pada rangkaian yang tersusun dari komponen linier, dimungkinkan untuk menerapkan hukum Ohm
dengan mengganti istilah ‘resistansi’ dengan ‘impedansi’. Hukum Ohm dengan impedansi, Z, secara
umum dapat ditulis,

𝑉𝑉
𝐼𝐼 = (1.35)
𝑍𝑍

Impedansi dari resistor, 𝑍𝑍𝑅𝑅 , kapasitor, 𝑍𝑍𝐶𝐶 , dan induktor, 𝑍𝑍𝐿𝐿 , adalah

𝑍𝑍𝑅𝑅 = 𝑅𝑅 (1.36)

𝑗𝑗 1
𝑍𝑍𝐶𝐶 = − = (1.37)
𝜔𝜔𝜔𝜔 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

𝑍𝑍𝑅𝑅 = 𝑗𝑗ω𝐿𝐿 (1.38)

dengan kecepatan sudut ω = 2π𝑓𝑓.

20
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

PENDAHULUAN

Topik : Dasar-dasar Fisika Semikonduktor

Substansi : − Material konduktor, semikonduktor, dan isolator.

− Semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik.

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan perbedaan antara konduktor, semikonduktor, dan
isolator
(2) menjelaskan tentang semikonduktor instrinsik dan ekstrinsik

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

SEMIKONDUKTOR

Pengendalian laju partikel bermuatan adalah operasi dasar dari semua komponen elektronika.
Sebagai konsekuensi, material yang digunakan harus mampu untuk menyediakan sumber muatan-
muatan bebas dan proses yang memungkinkan untuk laju partikel bermuatan itu dikendalikan. Dalam
Bab ini dibahas properti fisis dari semikonduktor dan hubungannya dengan karakteristik komponen
aktif elektronika. Karakteristik kelistrikan semikonduktor yang berbeda jika dibandingkan isolator dan
kondukto dan bagaimana pemberian doping pada semikonduktor dengan bahan tertentu untuk
mengendalikan lingkungan kelistrikannya akan didiskusikan di sini.

II.1. TEORI PITA ENERGI

Model atom yang paling sederhana ditunjukkan oleh Gambar 1.1, dimana sebuah atom terdiri
dari inti atom dan elektron yang bergerak mengelilingi inti pada orbit-orbit tertentu sesuai dengan
tingkat level energinya. Semakin jauh posisi orbit suatu elektron dari inti atom, semakin tinggi level
energinya. Elektron yang menempati level terluar dinamakan elektron valensi. Elektron valensi
mempunyai tingkat level energi terbesar.

Gambar 2.1. Model atom yang paling sederhana dan level energi elektron.

Di antara level energi individual yang dimiliki elektron pada orbit tertentu, terdapat celah
energi (energy gap ). Elektron tidak dapat mengorbit pada celah tersebut, tetapi elektron bisa
melewatinya dengan cepat, misalnya pada saat elektron menerima energi tambahan dari luar (seperti
energi panas atau cahaya) atau saat melepas energinya ke luar.

Bila atom-atom tunggal bahan saling berdekatan sehingga membentuk suatu kisi-kisi kristal,
maka atom-atom akan berinteraksi dengan mempunyai ikatan kovalen. Karena level energi setiap

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

elektron valensi tidak sama, maka level energi jutaan elektron dari suatu bahan akan membentuk
rentang energi yang selanjutnya disebut pita energi valensi atau pita valensi.

Jika elektron valensi menyerap sejumlah energi, elektron tersebut akan lepas dari ikatan atom
dan menjadi elektron bebas dengan level energi terletak pada level pita energi konduksi. Gambar 2.2
menunjukkan besar celah energi (Eg) antara pita valensi dan pita konduksi suatu bahan isolator,
semikonduktor, atau konduktor. Dapat dilihat bahwa besar celah energi (Eg) antara pita valensi dan
pita konduksi suatu bahan akan menunjukkan apakan bahan tersebut termasuk isolator,
semikonduktor, atau konduktor.

Gambar 2.2. Perbandingan besar energy gap (Eg) antara pita valensi dan pita konduksi suatu bahan
isolator, semikonduktor, atau konduktor.

Pada bahan isolator, jarak antara pita valensi dan pita konduksi sangat jauh. Elektron valensi
membutuhkan energi yang relatif besar untuk bisa meloncat ke pita konduksi, sehingga pada suhu
ruang, hanya ada sedikit sekali (atau tidak ada) elektron bebar pada pita konduksi. Sebaliknya, pada
bahan konduktor, pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tindih. Elektron-elektron valensi
berupa elektron bebas yang sekaligus menempati pita konduksi. Oleh karena itu bahan konduktor
sangat mudah menghantarkan arus listrik jika dikenai beda potensial di kedua ujungnya.

Bahan semikonduktor memiliki besar celah energi yang relatif lebih kecil dari isolator dan
relatif lebih besar dari konduktor. Pada suhu mutlak 0o K, tidak ada elektron bebas pada pita konduksi,
sehingga pada suhu ini, semikonduktor merupakan isolator yang baik. Namun pada suhu ruang, energi
dari luar yang lebih besar dari energi gap mampu untuk membuat elektron berpindah dari pita valensi
ke pita konduksi menjadi elektron bebas.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

II.2. STRUKTUR ATOM BAHAN SEMIKONDUKTOR

Gambar 2.3 menunjukkan struktur atom silikon dan germanium yang merupakan contoh dari
bahan semikonduktor yang digunakan pada komponen elektronika. Saat ini, yang paling banyak
digunakan adalah silikon.

Gambar 2.3. Struktur atom silikon (a) dan germanium (b).

Atom silikon mempunyai 14 elektron yang mengorbit mengelilingi inti atom dengan 4
elektron valensi (tetra-valens). Elektron valensi tersebut akan membentuk ikatan kovalen dengan
elektron valensi atom-atom disebelahnya membentuk struktur kisi-kisi kristal silikon murni seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Struktur kisi-kisi kristal silikon.

II.3. SEMIKONDUKTOR INSTRINSIK


Besar energi gap silikon dan germanium masing-masing adalah 1,1 eV dan 0,67 eV. Pada
suhu mutlak 0o K, tidak ada elektron bebas pada pita konduksi, sehingga pada suhu ini, semikonduktor
merupakan isolator yang baik. Namun pada suhu ruang, misal 300o K, energi dari luar (seperti panas
atau cahaya) yang lebih besar dari energi gap mampu untuk membuat elektron berpindah dari pita
valensi ke pita konduksi menjadi elektron bebas (Gambar 2.5). Tempat yang ditinggalkan elektron
pada pita velensi disebut hole dan bersifat seperti muatan positif. Pada semikonduktor instrinsik,
jumlah elektron bebas sama dengan jumlah hole.
4
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

(a)

(b)
Gambar 2.5. Terbentuknya elektron bebas dan hole pada semikonduktor instrinsik.

Jika bahan semikonduktor dikenai suatu beda potensial seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.6,
maka elektron akan bergerak dari kutub negatif mendekati kutub positif. Pergerakan elektron dari
kutub negatif menuju kutub positif, dapat juga dilihat sebagai pergerakan hole pada arah yang
berlawanan (sesuai arah arus konvensional). Hal ini terjadi karena lubang yang bisa ditempati elektron
diisi oleh elektron yang lebih dekat ke kutub negatif, dan elektron yang terlepas dari lubang yang lain
mengisi tempat yang lebih dekat ke kutub positif, akibatnya hole seakan-akan bergerak ke kutub
negatif.

Gambar 2.6. Perpindahan elektron bebas dan hole pada semikonduktor instrinsik.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

II.4. SEMIKONDUKTOR EKSTRINSIK

Konduktifitas dari semikonduktor instrinsik terbatas karena terbatasnya jumlah pembawa


muatan, yaitu elektron dan hole. Salah satu cara untuk meningkatkan konduktivitas bahan
semikonduktor adalah doping, yang dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengotor
(impurity/impuritas) pada kristal instrinsik untuk menambah jumlah pembawa muatan.

Semikonduktor tipe n

Semikonduktor tipe n diperoleh jika semikonduktor instrinsik, seperti bahan silikon, didoping
dengan bahan impuritas bervalensi lima (penta-valens) misalnya antimony, arsenic, dan phosphor
(Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Atom penta-valens.

Struktur kisi-kisi kristal silikon tipe n ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Atom antimoni (Sb)
bervalensi lima. Empat elektron valensinya akan berikatan kovalen dengan elektron valensi atom
silikon. Satu elektron valensi sisanya menjadi elektron bebas. Setiap atom pengotor akan
menyumbangkan satu elektron bebas. Oleh karena itu atom ini dinamakan atom ‘donor’. Elektron
bebas sumbangan atom donor ini yang dapat dikendalikan jumlah maupun konsentrasinya.

(a) (b)
Gambar 2.8. Ikatan atom silikon dan atom antimony (a) dan level energi elektron bebas pada
semikonduktor tipe n.
6
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

Elektron bebas pada semikonduktor tipe n menjadi pembawa muatan mayoritas karena
jumlahnya relatif jauh lebih besar dibandingkan hole. Jumlah elektron bebasnya (pembawa mayoritas)
meningkat dan jumlah hole (pembawa muatan minoritas) menurun dibandingkan dengan
semikonduktor instrinsik karena dengan bertambahnya jumlah elektron bebas, maka kecepatan
elektron-hole berekombinasi (bergabung kembali) juga semakin bertambah. Meskipun demikian,
secara keseluruhan, kristal ini tetap netral karena jumlah muatan positif pada inti atom sama dengan
jumlah keseluruhan elektronnya.

Level energi semikonduktor tipe n ditunjukkan oleh Gambar 2.8.b, di mana elektron bebas
yang disumbangkan atom donor menempati level energi donor yang berada tepat di bawah level
konduksinya atau pita konduksi. Jarak antara pita konduksi dan level energi donor sebesar 0,05 eV
untuk silikon dan 0,01 eV untuk germanium, relatif kecil, sehingga pada suhu kamar elektron donor
mampu untuk mencapai pita konduksi dan menjadi elektron bebas.

Semikonduktor tipe p

Semikonduktor tipe p diperoleh jika semikonduktor instrinsik, seperti bahan silikon, didoping
dengan bahan impuritas bervalensi tiga (tri-valens) misalnya boron, aluminium, dan galium (Gambar
2.9).

Gambar 2.9. Atom tri-valens.

Struktur kisi-kisi kristal silikon tipe p ditunjukkan oleh Gambar 2.10. Atom boron (B)
bervalensi tiga maka hanya terbentuk tiga ikatan kovalen dengan elektron valensi atom silikon. Satu
tempat sisa elektron valensi atom silikon yang seharusnya untuk ikatan kovalen yang keempat menjadi
kosong (atau membentuk hole) dan bisa ditempati oleh elektron valensi lain. Di sini, sebuah atom
bervalensi tiga akan menyumbangkan satu hole, sehingga disebut atom ‘akseptor’ (atom yang bisa
menerima elektron).
Seperti halnya pada semikonduktor tipe n, secara keseluruhan, kristal semikonduktor tipe p
tetap netral karena jumlah muatan positif pada inti atom sama dengan jumlah keseluruhan elektronnya.

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

Dengan penambahan atom impuritas tri-valens, hole merupakan pembawa muatan mayoritas dan
elektron sebagai pembawa muatan minoritas. Hole yang disumbangkan atom akseptor berada pada
level energi akseptor berada tepat di atas level valensinya atau pita valensi. Jarak antara level energi
akseptor dan pita valensi sebesar 0,05 eV untuk silikon dan 0,01 eV untuk germanium, relatif kecil,
sehingga pada suhu kamar hole mampu untuk mencapai pita valensi sebagai pembawa muatan
mayoritas.

(a) (b)
Gambar 2.10. Ikatan atom silikon dan atom boron (a) dan level energi hole pada semikonduktor tipe p.

II.5. SAMBUNGAN PN (PN JUNCTION)

Sambungan yang terbentuk antara semikonduktor tipe p dan tipe n disebut sambungan pn (pn
junction). Sambungan pn merupakan inti dari operasi dasar dari dioda, transistor dan rangkaian
terintegrasi (IC). Dengan memahami karakteristik dari sambungan pn, akan memudahkan kita untuk
memahami semua komponen semikonduktor.

Gambar 2.11 menunjukkan visualisasi bagaimana terbentuknya sambungan pn.


Semikonduktor tipe p digambarkan dengan hole sebagai pembawa muatan mayoritas, dan
semikonduktor tipe n digambarkan dengan elektron sebagai pembawa muatan mayoritas. Saat
sambungan pn terbentuk, karena adanya gaya tarik menarik antara kedua pembawa muatan, elektron
dari tipe n cenderung untuk berdifusi ke tipe p dan menyebar ke segala arah.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 2

Gambar 2.11. Proses terbentuknya sambungan pn.

Ketika elektron masuk ke daerah p, maka akan menjadi pembawa muatan minoritas dan
cenderung untuk berekombinasi dengan hole yang banyak berada di sekitarnya. Hole dan elektron
yang berekombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar sambungan ini akan kosong
dari pembawa muatandan terbentuk daerah pengosongan (depletion layer). Pada sambungan di sisi p
akan menyisakan ion-ion akseptor dan di sisi n akan menyisakan ion-ion donor. Proses ini tidak
berlangsung terus-menerus karena potensial dari ion-ion akseptor dan donor akan menghalanginya.
Tegangan atau beda potensial ekuivalen pada daerah pengosongan ono dinamakan tegangan
penghalang atau barrier potensial yang besarnya 0,2 V untuk germanium dan 0,6 V untuk silikon.
Level energi dari sambungan pn ditunjukkan oleh Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Level energi dari sambungan pn dalam keadaan setimbang.

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

PENDAHULUAN

Topik : Teori Dioda

Substansi : − Operasi fisis dioda pn junction


− Model DC dioda
− Analisa DC rangkaian dioda

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan operasi fisis pada dioda
(2) melakukan analisa rangkaian dioda

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

TEORI DIODA

III.1. BENTUK DAN SIMBOL DIODA

Dioda merupakan komponen elektronika non linier yang sederhana. Struktur dasar dioda
berupa sambungan semikonduktor tipe p dan semikonduktor tipe n (pn junction). Bentuk fisik dan
simbol dioda ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Pada ujung bahan tipe p dijadikan terminal Anoda (A) dan
ujung lainnya sebagai Katoda (K). Operasi dioda ditentukan relatif kaki Anoda terhadap kaki Katoda.

Gambar 3.1 Bentuk fisik dan simbol dioda.

III.2. OPERASI FISIS DIODA

Struktur dasar dioda berupa sambungan semikonduktor tipe p dan semikonduktor tipe n (pn
junction). Gambar 3.2. menunjukkan level energi sambungan pn dalam keadaan setimbang dengan
tegangan penghalang atau barrier potensial yang besarnya 0,2 V untuk germanium dan 0,6 V untuk
silikon.

Gambar 3.2. Level energi dari dioda pn junction dalam keadaan setimbang.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Bias Mundur

Bias mundur (reverse bias) pada dioda terjadi jika Anoda dihubungkan pada kutup negatif
baterei dan Katoda dihubungkan pada kutup positif baterei atau 𝑉𝑉𝐴𝐴−𝐾𝐾 < 0. Level energi dari dioda
dalam keadaan dibias mundur ditunjukkan oleh Gambar 3.4. Bias mundur akan membuat level energi
pada daerah sambungan menjadi curam dan menyulitkan pembawa muatan dari bahan tipe p maupun
bahan tipe n untuk melewati sambungan.

Gambar 3.3. Level energi dari dioda dalam keadaan dibias mundur.

Dalam keadaan bias mundur, pembawa mayoritas dari tipe p (hole) akan tertarik oleh kutup
negatif baterei untuk menjauhi sambungan. Demikian juga dengan pembawa mayoritas dari tipe n
(elektron) akan tertarik oleh kutup positif baterei untuk menjauhi sambungan.

Sedangkan pembawa muatan minoritas dari bahan tipe p maupun tipe n akan berekombinasi
dan menghasilkan arus saturasi mundur (reverse saturation current), 𝐼𝐼𝑆𝑆 . Arus ini dikatakan arus
saturasi karena dengan cepat mencapai harga maksimum tanpa dipengaruhi besarnya tegangan baterei.
Besarnya arus saturasi dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi harga
arus saturasi. Pada suhu ruang, besar arus saturasi dalam skala mikro-ampere untuk dioda germanium
dan dalam skala nano ampere untuk dioda silikon.

Bias Maju (Forward Bias)

Bias maju (forward bias) pada dioda terjadi jika Anoda dihubungkan pada kutup positif
baterei dan Katoda dihubungkan pada kutup negatif baterei atau 𝑉𝑉𝐴𝐴−𝐾𝐾 > 0.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Gambar 3.4. Level energi dari dioda dalam keadaan dibias maju.

Level energi dari dioda dalam keadaan dibias maju ditunjukkan oleh Gambar 3.4. Bias maju
dengan tegangan baterei lebih besar dari tegangan penghalang (barrier) akan membuat level energi
pada daerah sambungan melandai dan memudahkan pembawa muatan dari bahan tipe p maupun bahan
tipe n untuk melewati sambungan. Dalam keadaan bias maju, ketika tegangan baterei lebih besar dari
tegangan penghalang (barrier), maka pembawa mayoritas dari tipe p (hole) akan tertarik oleh kutup
negatif baterei untuk melewati sambungan dan berekombinasi dengan elektron (pembawa muatan
mayoritas dari tipe n). Begitu juga sebaliknya, pembawa mayoritas dari tipe n (elektron) akan tertarik
oleh kutup positif baterei untuk melewati sambungan dan berekombinasi dengan hole pada tipe p.
Perpindahan pembawa muatan mayoritas menyebabkan adanya arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , mengalir dalam
rangkaian dari arah p ke n.

Kurva I-V Karakteristik dioda

Kurva hubungan antara tegangan dan arus yang mengalir dalam dioda ditunjukkan oleh
Gambar 3.5. Gambar 3.5 menunjukkan kurva karakteristik I-V pada dioda silikon (Si) dan dioda
germanium (Ge).

Pada saat dioda dibias maju, 𝑉𝑉𝐴𝐴−𝐾𝐾 > 0, maka arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , akan naik dengan cepat setelah
tegangan mencapai tegangan cut-in (𝑉𝑉𝛾𝛾 ) yang besarnya besarnya 0,2 V untuk germanium dan 0,6 V
untuk silikon.

Saat dioda dibias mundur, 𝑉𝑉𝐴𝐴−𝐾𝐾 < 0, arus saturasi mundur, 𝐼𝐼𝑆𝑆 , akan mengalir dengan besar
arus saturasi dalam skala mikro-ampere untuk dioda germanium dan dalam skala nano ampere untuk
dioda silikon. Apabila tegangan mundur terus diperbesar sampai mencapai tegangan patah (break
down), maka arus saturasi ini akan naik dengan tiba-tiba. Tegangan break down akan menyebabkan
4
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

medan listrik pada sambungan tinggi sehingga pembawa muatan akan dipercepat untuk bisa melewati
sambungan. Pada dioda biasa, pencapaian tegangan break down ini dihindari karena dioda bisa rusak.

Gambar 3.5. Kurva karakteristik I-V dari dioda.

Hubungan arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , dan tegangan, 𝑉𝑉𝐷𝐷 , dioda dapat dinyatakan dalam persamaan
matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu

𝑉𝑉
− 𝐷𝐷
𝐼𝐼𝐷𝐷 = 𝐼𝐼𝑆𝑆 �𝑒𝑒 𝑛𝑛𝑉𝑉𝑇𝑇 − 1� (3.1)

Harga 𝐼𝐼𝑆𝑆 tergantung dari temperatur, tingkat doping, dan geometri dioda. 𝑛𝑛 adalah konstanta yang
besarnya tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda. Harga 𝑛𝑛 sama dengan 1 untuk
germanium dan 2 untuk silikon. Sedangkan 𝑉𝑉𝑇𝑇 adalah tegangan ekuivalen temperatur, yang
ditentukan oleh

𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑉𝑉𝑇𝑇 = (3.2)
𝑞𝑞

dengan 𝑘𝑘 adalah konstanta Boltzman yang besarnya 1,381 x 10-23 J/K, 𝑇𝑇 adalah temperatur mutlak
dalam Kelvin dan 𝑞𝑞 adalah muatan sebuah elektron, 1,602 x 10-19 C.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Pada saat dioda beroperasi, temperatur pada sambungan akan lebih besar daripada temperatur
sekitarnya (temperatur ambient) di mana panas tersebut dihasilkan oleh rekombinasi pasangan hole
elektron. Hal ini menyebabkan perubahan pada nilai tegangan barrier dan arus saturasi pada dioda.

Meningkatnya temperatur sambungan akan menyebabkan munculnya lebih banyak hole dan elektron
bebas baru pada daerah terdoping. Hole dan elektron bebas tersebut akan melintasi daerah sambungan
sehingga akan menyebabkan daerah sambungan akan semakin tipis. Ini berarti bahwa tegangan barrier
dioda akan turun. Perubahan tegangan barrier ,∆𝑉𝑉, karena perubahan temperatur sambungan, ∆𝑇𝑇, bisa
diestimasi dengan persamaan

∆𝑉𝑉
= −2 mV/oC (3.3)
∆𝑇𝑇

Sedangkan, pada arus saturasi, meningkatnya temperatur sambungan akan memberikan efek yang
bertolak belakang dengan efek pada tegangan barrier. Meningkatnya temperatur sambungan akan
menyebabkan munculnya lebih banyak pasangan hole dan elektron minoritas pada bahan yang akan
meningkatkan arus saturasi dan daerah sambungan akan lebih lebar. Perubahan arus saturasi ,∆𝐼𝐼𝑆𝑆 ,
karena perubahan temperatur sambungan, ∆𝑇𝑇, bisa diestimasi dengan,

a. 𝐼𝐼𝑆𝑆 akan bernilai dobel setiap kenaikan temperatur 10 oC, atau

Persen ∆𝐼𝐼𝑆𝑆 = 100% untuk setiap kenaikan temperatur 10 oC

b. Untuk kenaikan temperatur kurang dari 10 oC, maka

Persen ∆𝐼𝐼𝑆𝑆 = 7% per oC

III.3. MODEL DIODA

Model adalah suatu rangkaian ekuivalen yang terdiri dari beberapa elemen yang lebih
sederhana yang bisa mewakili karakteristik dari suatu komponen. Karena model memiliki karakteristik
yang sama dengan komponen yang digantikannya, penggunaan model tidak akan mempengaruhi
perilaku suatu sistem atau rangkaian total. Dalam banyak hal, model atau rangkaian ekuivalen ini akan
memudahkan dalam analisis suatu rangkaian. Secara umum, ada tiga macam pendekatan yang
digunakan untuk membuat model suatu dioda.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Pendekatan Pertama : Model Dioda Ideal

Model dioda ideal merupakan model pendekatan dioda dengan menganggap bahwa dioda
mempunyai karakteristik seperti saklar ditunjukkan oleh Gambar 3.6.

I I A A
D D
+

V
D

-
V
D
K K

Bias Maju Bias Mundur

(a) (b)

Gambar 3.6. Karakteristik (a) dan model (b) dioda ideal.

Saat dioda di bias maju, 𝑉𝑉𝐷𝐷 > 0, maka arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , akan mengalir dalam dioda. Pada
kondisi ini, dioda seperti saklar yang menutup atau dioda akan ON. Sedangkan, saat dioda di bias
mundur, 𝑉𝑉𝐷𝐷 < 0, arus dioda, , 𝐼𝐼𝐷𝐷 , sama dengan nol. Dioda seperti saklar yang terbuka atau dioda akan
OFF.

Pendekatan Kedua

Pada pendekatan kedua, karakteristik dari dioda didekati dengan kurva seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.7. Saat dioda di bias maju, 𝑉𝑉𝐷𝐷 > 0, maka arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , akan mengalir
dalam dioda jika 𝑉𝑉𝐷𝐷 > 𝑉𝑉𝛾𝛾 . 𝑉𝑉𝛾𝛾 merupakan tegangan cut-in dioda, yang dalam model ini besar 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7
V. Sedangkan, saat dioda di bias mundur, 𝑉𝑉𝐷𝐷 < 0, arus dioda, , 𝐼𝐼𝐷𝐷 , sama dengan nol.

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

I I A A
D D
+

V
D V
γ

-
V
V D
K K
γ

Bias Maju Bias Mundur

(a) (b)
Gambar 3.7. Karakteristik (a) dan model (b) dioda dengan pendekatan kedua.

Pendekatan Ketiga : Model Dioda Riel

Model dioda riel merupakan rangkaian ekuivalen dioda yang mewakili karakteristik riel dari
dioda seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab III.2.

Saat dioda di bias maju, 𝑉𝑉𝐷𝐷 > 0, maka arus dioda, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , akan mengalir dalam dioda jika 𝑉𝑉𝐷𝐷 > 𝑉𝑉𝛾𝛾 dengan
hambaran dioda 𝑅𝑅𝑓𝑓 .

Gambar 3.8. Karakteristik (a) dan model riel (b) dioda saat dibias maju.

Saat dioda di bias mundur, 𝑉𝑉𝐷𝐷 < 0, maka arus saturasi mundur, 𝐼𝐼𝑆𝑆 , akan mengalir dalam dioda dengan
hambaran dioda 𝑅𝑅𝑟𝑟 . Besar hambatan 𝑅𝑅𝑟𝑟 pada skala mega ohm karena besar arus saturasi untuk dioda
germanium dalam skala mikro-ampere dan dalam skala untuk dioda silikon nano ampere. Dalam
analisis rangkaian, hambatan 𝑅𝑅𝑟𝑟 sering dimodelkan sebagai saklar terbuka.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Gambar 3.9. Karakteristik (a) dan model riel (b) dioda saat dibias maju.

Contoh 3.1.

Dapatkan besar arus dan tegangan operasi dari dioda pada rangkaian Gambar 3.10 (𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 = 4,5 V) jika

a. Dioda ideal
b. Dioda dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,5 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 10 Ω.

0,6 kΩ

V 0,3 kΩ 0,4 kΩ
BB

Gambar 3.10.

Penyelesaian

Dengan menggunakan theorema thevenin, rangkaian bisa disederhanakan menjadi seperti pada
Gambar 3.11 dengan arus dan tegangan operasi pada dioda masing-masing adalah 𝐼𝐼𝐷𝐷 dan 𝑉𝑉𝐷𝐷 .

0,3 𝑘𝑘
𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ = 4,5 𝑉𝑉 = 1,5 𝑉𝑉
0,6𝑘𝑘 + 0,3𝑘𝑘

0.6𝑘𝑘. 0,3 𝑘𝑘
𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ = = 0,2 Ω
0,6𝑘𝑘 + 0,3𝑘𝑘

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

R + V -
th D

I
D
V 0,4Ω
th

Gambar 3.11. Bentuk sederhana dari rangkaian Gambar 3.10.

a. Dioda ideal
Asumsi bahwa dioda ON (dibias maju), maka rangkaian ekuivalen dari rangkaian Gambar
1.11 ditunjukkan oleh Gambar 3.12.
R
th +V -
D

I
D
V 0,4Ω
th

Gambar 3.12. Rangkaian ekuivalen Gambar 3.11 dengan model dioda ideal ON.

Hukum Kirchoff Tegangan pada lup rangkaian Gambar 3.12,


−𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ + 𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ 𝐼𝐼 + 0,4𝑘𝑘𝑘𝑘 = 0
𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ 1,5
𝐼𝐼 = = = 2,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ + 0,4𝑘𝑘 0,2𝑘𝑘 + 0,4𝑘𝑘

Arus I positif, berarti asumsi bahwa dioda ON benar. Arus yang mengalir pada dioda
𝐼𝐼𝐷𝐷 = 𝐼𝐼 = 2,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
Tegangan yang mengalir pada dioda
𝑉𝑉𝐷𝐷 = 0

c. Dioda dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,5 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 10 Ω.


Asumsi bahwa dioda ON (dibias maju), maka rangkaian ekuivalen dari rangkaian Gambar
1.11 dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,5 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 10 Ω ditunjukkan oleh Gambar 3.13.

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

+ V -
R D
th

V R
I γ f
D
V 0,4Ω
th

Gambar 3.13. Rangkaian ekuivalen Gambar 3.11 dengan dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,5 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 10 Ω.

Hukum Kirchoff Tegangan pada lup rangkaian Gambar 3.13,


−𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ + 𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ 𝐼𝐼 + 𝑉𝑉𝛾𝛾 + 𝑅𝑅𝑓𝑓 𝐼𝐼 + 0,4𝑘𝑘𝑘𝑘 = 0
𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ − 𝑉𝑉𝛾𝛾 1,5 − 0,5
𝐼𝐼 = = = 1,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ + 𝑅𝑅𝑓𝑓 + 0,4𝑘𝑘 0,2𝑘𝑘 + 0,01𝑘𝑘 + 0,4𝑘𝑘

Arus I positif, berarti asumsi bahwa dioda ON benar. Arus yang mengalir pada dioda
𝐼𝐼𝐷𝐷 = 𝐼𝐼 = 1,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
Tegangan yang mengalir pada dioda
𝑉𝑉𝐷𝐷 = 𝑉𝑉𝛾𝛾 + 𝑅𝑅𝑓𝑓 𝐼𝐼 = 0,5 + (0,01𝑘𝑘. 1,6𝑚𝑚) = 0,516 𝑉𝑉

Latihan 3.1.

Dapatkan besar tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜 , rangkaian Gambar 3.14 jika diketahui tegangan masukan,

a. 𝑣𝑣1 = 5V dan 𝑣𝑣2 = 5V


b. 𝑣𝑣1 = 5V dan 𝑣𝑣2 = 0V
c. 𝑣𝑣1 = 0V dan 𝑣𝑣2 = 5V
d. 𝑣𝑣1 = 0V dan 𝑣𝑣2 = 0V

Gambar 3.14.

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

III.4. KONSEP GARIS BEBAN

Gambar 3.15 menunjukkan suatu komponen elektronika non linier yang dihubungkan dengan
sebuah rangkaian beban berupa hambatan dan sumber tegangan sehingga menyebabkan arus 𝑖𝑖𝑥𝑥 dan
tegangan 𝑣𝑣𝑥𝑥 mengalir melewati komponen dengan persamaan garis beban,

−𝑉𝑉𝐴𝐴𝐴𝐴 + 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑥𝑥 + 𝑣𝑣𝑥𝑥 = 0 (3.4)

+
i
x
Komponen v
x V
AA

Gambar 3.15. Analisis Garis Beban.

Garis beban akan memotong sumbu 𝑉𝑉 diagram I-V pada 𝑖𝑖𝑥𝑥 = 0 𝐴𝐴 dan

𝑣𝑣𝑥𝑥 = 𝑉𝑉𝐴𝐴𝐴𝐴 (3.5)

Titik (𝑉𝑉𝐴𝐴𝐴𝐴 , 0) disebut titik cut off karena menyatakan arus minimum pada rangkaian. Garis beban akan
memotong sumbu 𝐼𝐼 diagram I-V pada 𝑣𝑣𝑥𝑥 = 0 𝑉𝑉

𝑉𝑉𝐴𝐴𝐴𝐴
𝑖𝑖𝑥𝑥 = (3.6)
𝑅𝑅

𝑉𝑉𝐴𝐴𝐴𝐴
Titik (0, ) disebut titik saturasi karena menyatakan arus maksimum pada rangkaian.
𝑅𝑅

Jika garis beban pada Pers. (3.4) dipotongkan pada kurva karakteristik komponen non linier,
dalam hal ini diambil kasus dioda, maka titik perpotongan antara garis beban dan kurva karakteristik
komponen disebut titik operasi (titik Q) komponen (Gambar 3.16). Pada Gambar 3.16 dapat dilihat
bahwa letak titik operasi (Q) komponen tergantung dari karakteristik komponen dan rangkaian yang
membebani komponen.

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

Gambar 3.16. Titik operasi (Q) komponen.

Contoh 3.2.

Dapatkan besar arus dan tegangan operasi dari dioda pada rangkaian Gambar 3.10. (𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 = 4,5 V) jika
karakteristik dioda ditunjukkan oleh Gambar 3.17.

Gambar 3.17. Karakteristik dioda pada rangkaian Gambar 3.10.

Penyelesaian
Dengan menggunakan theorema thevenin, rangkaian bisa disederhanalan menjadi seperti pada
Gambar 3.18 dengan arus dan tegangan operasi pada dioda masing-masing adalah 𝐼𝐼𝐷𝐷 dan 𝑉𝑉𝐷𝐷 .

0,3 𝑘𝑘
𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ = 4,5 𝑉𝑉 = 1,5 𝑉𝑉
0,6𝑘𝑘 + 0,3𝑘𝑘

13
Elektronika Analog Modul
Ajar 3

0.6𝑘𝑘. 0,3 𝑘𝑘
𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ = = 0,2 Ω
0,6𝑘𝑘 + 0,3𝑘𝑘
R + V -
th D

I
D
V 0,4Ω
th

Gambar 3.18. Bentuk sederhana dari rangkaian Gambar 3.10.

Persamaan garis beban dapat dituliskan

−𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ + 𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ 𝐼𝐼𝐷𝐷 + 𝑉𝑉𝐷𝐷 + 0,4𝑘𝑘𝐼𝐼𝐷𝐷 = 0

Garis beban akan memotong sumbu 𝑉𝑉 diagram I-V pada 𝐼𝐼𝐷𝐷 = 0 𝐴𝐴 dan,

𝑉𝑉𝐷𝐷 = 𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ = 1,5 𝑉𝑉

Garis beban akan memotong sumbu 𝐼𝐼 diagram I-V pada 𝑉𝑉𝐷𝐷 = 0 𝑉𝑉 dan,

𝑉𝑉𝑇𝑇ℎ 1,5
𝐼𝐼𝐷𝐷 = = = 2,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑅𝑅𝑇𝑇ℎ + 0,4𝑘𝑘 0,2𝑘𝑘 + 0,4𝑘𝑘
Perpotongan garis beban dengan kurva karakteristik dioda ditunjukkan oleh Gambar 3.19.
Dapat dilihat bahwa titik operasi dioda berada pada 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷 = 1,6 𝑚𝑚𝑚𝑚 dan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 = 0,52 𝑉𝑉.

Gambar 3.19. Karakteristik dioda pada rangkaian Gambar 3.10.

14
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

PENDAHULUAN

Topik : Rangkaian aplikasi dioda

Substansi : − Half-wave rectifier


− Full-wave rectifier
− Bridge rectifier
− Limiter

Tujuan Pembelajaran : Dapat menjelaskan fungsi dan prinsip kerja rangkaian aplikasi dioda
dengan melakukan analisa rangkaian.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

RANGKAIAN APLIKASI DIODA

Penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah berarti
mengubah arus bolak balik (ac) menjadi arus searah (dc). Sebagian besar peralatan elektronik
membutuhkan sumber arus searah. Untuk kebutuhan daya dan tegangan yang kecil, cukup
menggunakan baterei atau aki, tetapi untuk kebutuhan yang lebih besar diperlukan sebuah catu daya
dengan komponen utama berupa rangkaian penyearah.

IV.1. RANGKAIAN PENYEARAH SETENGAH GELOMBANG

Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.1.

ideal

+
v v
in out
-

Gambar 4.1. Rangkaian penyearah setengah gelombang.

Sebuah sumber tegangan ac dengan besar tegangan puncak, 𝑣𝑣𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 , sebesar 𝑉𝑉𝑃𝑃(𝑖𝑖𝑖𝑖) , seperti
ditunjukkan oleh Gambar 4.2 sebagai masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , rangkaian penyearah. Proses penyearahan
tegangan ac atau, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , pada rangkaian Gambar 4.1 dapat dijelaskan sebagai berikut dengan
mengasumsikan dioda yang digunakan adalah dioda ideal. Saat masukan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 berada pada siklus
positif, maka dioda akan dibias maju sehingga dioda dapat dimodelkan sebagai saklar tertutup
(Gambar 4.3a). Sebaliknya, bila masukan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 berada pada siklus negatif, maka dioda akan dibias
mundur sehingga dioda dapat dimodelkan sebagai saklar terbuka (Gambar 4.3b). Bentuk gelombang
tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , ditunjukkan oleh Gambar 4.4 dengan hubungan antara tegangan masukan dan
tegangan keluaran rangkaian penyearah setengah gelombang dapat digambarkan dengan sebuah grafik
karakteristik transfer seperti pada Gambar 4.5.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Gambar 4.2. Tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , untuk rangkaian rangkaian penyearah setengah gelombang.

(a) (b)
Gambar 4.3. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan masukan pada siklus positif (a) dan
pada siklus negatif (b).

Gambar 4.4. Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , rangkaian penyearah setengah gelombang.

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

Gambar 4.5. Grafik karakteristik transfer rangkaian penyearah setengah gelombang.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Untuk penyearah setengah gelombang ideal :

a. Nilai puncak dari tegangan keluaran sama dengan puncak tegangan masukan.

𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) (4.1)

b. Frekuensi tegangan keluaran sama dengan frekuensi tegangan keluaran.

𝑓𝑓𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 (4.2)

c. Harga dc dari tegangan keluaran, yaitu besar tegangan keluaran yang diukur dengan voltmeter dc,
sama dengan nilai tegangan rata-rata.

𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)
𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 = (4.3)
𝜋𝜋

Contoh 4.1.

Untuk rangkaian penyearah setengah gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Jika
dioda mempunyai harga 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V,
a. Gambar grafik karakteristik transfer.
b. Hitung besar nilai puncak dan dc dari sinyal tegangan keluaran.

Penyelesaian

a. Gambar grafik karakteristik transfer.


Pada kondisi dioda ON, rangkaian penyearah setengah gelombang Gambar 4.1 dengan dioda
yang mempunyai harga 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V digantikan oleh rangkaian Gambar 4.6.
0,7 V

+
v v
in out
-

Gambar 4.6. Rangkaian ekuivalen untuk Gambar 4.1 dengan harga 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V.

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Dengan hukum Kirchoff tegangan pada lup,


−𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 + 0,7 + 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 0
−𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 + 0,7 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 = 0
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0,7
𝐼𝐼 =
𝑅𝑅
Dioda ON pada
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 > 0,7 dan 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0,7.
Dioda OFF pada
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 < 0,7 dan dioda open sehingga 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 =0.

Grafik karakteristik transfer ditunjukkan oleh Gambar 4.6.

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
0,7V

Gambar 4.7. Grafik karakteristik transfer rangkaian Gambar 4.1 dengan dioda yang mempunyai harga
𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V.

b. Besar nilai puncak, 𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) , dan dc, 𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 , dari sinyal tegangan keluaran.
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) − 0,7
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) 𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) − 0,7
𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 = =
𝜋𝜋 𝜋𝜋

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Dalam banyak kasus, transformer atau trafo banyak digunakan untuk menurunkan tegangan
pada level yang lebih rendah atau lebih aman untuk peralatan elektronik dengan komponen
semikonduktor. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan sebuah trafo step down ditunjukkan
oleh Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Penyearah setengah gelombang dengan sebuah trafo step down.

Besar tegangan keluaran atau tegangan sekunder travo yang menjadi masukan dari rangkaian
penyearah setengah gelombang adalah,

𝑁𝑁2
𝑉𝑉𝑝𝑝2 = 𝑉𝑉 (4.4)
𝑁𝑁1 𝑝𝑝1

dimana 𝑁𝑁1 dan 𝑁𝑁2 masing-masing adalah jumlah lilitan primer dan sekunder trafo.

IV.2. RANGKAIAN PENYEARAH GELOMBANG PENUH

Gambar 4.9 menunjukkan suatu rangkaian penyearah gelombang penuh. Trafo yang
digunakan adalah trafo center-tap, dapat dilihat pada letak ground pada pusat lilitan kedua trafo.
Rangkaian penyearah setengah gelombang ekuivalen dengan dua rangkaian penyearah setengah
gelombang. Karena adanya center-tap, masing-masing penyearah mempunyai masukan sebesar
setengah dari tegangan sekunder trafo.

Gambar 4.9. Rangkaian penyearah gelombang penuh.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Gambar 4.10a menunjukkan rangkaian ekuivalen untuk siklus positif. D1 akan dibias maju, atau ON
dan menghasilkan positif tegangan beban pada RL. Gambar 4.10b menunjukkan rangkaian ekuivalen
untuk siklus negatif. D2 akan dibias maju, atau ON dan menghasilkan positif tegangan beban pada RL.
Bentuk gelombang tegangan keluaran ditunjukkan oleh Gambar 4.10c. Rangkaian dinamakan
rangkaian penyearah gelombang penuh karena merubah tengangan masukan ac dirubah menjadi pulsa
tengangan keluaran dc.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.10. Rangkaian ekuivalen untuk siklus positif (a), rangkaian ekuivalen untuk siklus negatif
(b) dan gelombang tegangan keluaran (c) dari rangkaian penyearah gelombang penuh.

Untuk rangkaian penyearah gelombang penuh ideal:

a. Nilai puncak dari tegangan keluaran sama dengan setengah puncak tegangan masukan.

𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖)
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = (4.5)
2

Dengan penggunaan trafo, maka,

𝑁𝑁2
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) = 𝑉𝑉𝑝𝑝2 = 𝑉𝑉 (4.6)
𝑁𝑁1 𝑝𝑝1

b. Frekuensi tegangan keluaran sama dengan dua kali frekuensi tegangan keluaran.

𝑓𝑓𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 2𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 (4.7)


7
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

c. Harga dc dari tegangan keluaran,

2𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)
𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 = (4.8)
𝜋𝜋

Contoh 4.2.

Hitung besar nilai puncak, frekuensi, dan nilai dc dari sinyal tegangan keluaran untuk rangkaian
penyearah setengah gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 jika dioda mempunyai
harga 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V, tegangan masukan 120 V/60 Hz dengan trafo 10:1.

Penyelesaian

Untuk 120 V/60 Hz,

𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 120
𝑉𝑉𝑝𝑝1 = = = 170 𝑉𝑉
0,707 0,707

Trafo 10:1 maka

170
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) = 𝑉𝑉𝑝𝑝2 = = 17 𝑉𝑉
10
a. Nilai puncak dari tegangan keluaran
17
𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = − 0,7 = 8,5 − 0,7 = 7,8 𝑉𝑉
2
b. Frekuensi tegangan keluaran

𝑓𝑓𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 2(60) = 120 𝐻𝐻𝐻𝐻

c. Harga dc dari tegangan keluaran,

2(7,8)
𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 =
𝜋𝜋

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

IV.3. RANGKAIAN PENYEARAH JEMBATAN (BRIDGE)

Rangkaian penyearah jembatan (bridge) ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Rangkaian penyearah
jembatan mirip dengan rangkaian penyearah gelombang penuh karena menghasilkan tegangan
keluaran gelombang penuh.

Dioda D1 dan D2 akan ON saat siklus positif dan dioda D3 dan D4 akan ON saat siklus
negatif (Gambar 4.12a dan 4.12b). Selama kedua siklus, tegangan pada hambatan beban RL
mempunyai polaritas yang sama dan arus pada hambatan beban RL mempunyai arah yang sama.
Rangkaian merubah tegangan masukan ac menjadi pulsa-pulsa tegangan keluaran dc (Gambar 4.12c).

Gambar 4.11. Rangkaian penyearah jembatan.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.12. Rangkaian ekuivalen untuk siklus positif (a), rangkaian ekuivalen untuk siklus negatif
(b) dan gelombang tegangan keluaran (c) penyearah gelombang bridge.

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Untuk rangkaian penyearah gelombang bridge,

a. Nilai puncak dari tegangan keluaran sama dengan setengah puncak tegangan masukan.

𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑖𝑖𝑖𝑖) (4.9)

b. Frekuensi tegangan keluaran sama dengan dua kali frekuensi tegangan keluaran.

𝑓𝑓𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 2𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 (4.10)

c. Harga dc dari tegangan keluaran,

2𝑉𝑉𝑝𝑝(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)
𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 = (4.11)
𝜋𝜋

IV.4. FILTER PADA RANGKAIAN PENYEARAH

Filter Choke-Input

Rangkaian filter Choke-Input ditunjukkan oleh Gambar 4.13. Tegangan sumber ac


menghasilkan arus pada induktor, kapasitor, dan resistor. Tegangan keluaran filter dapat ditulis
dengan,

𝑋𝑋𝑐𝑐
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑉𝑉 (4.12)
𝑋𝑋𝐿𝐿 𝑖𝑖𝑖𝑖

dengan 𝑋𝑋𝐶𝐶 adalah reaktan dari kapasitor dan 𝑋𝑋𝐿𝐿 adalah reaktan dari induktor,

1
𝑋𝑋𝐶𝐶 = (4.13)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋

𝑋𝑋𝐿𝐿 = 2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 (4.14)

(a) (b)
Gambar 4.13. Filter Choke-input (a) dan rangkaian ekuivalen ac (b).
10
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Pada frekuensi masukan, filter ini di desain dengan,

a. 𝑋𝑋𝐶𝐶 harus jauh lebih kecil dari 𝑅𝑅𝐿𝐿 sehingga 𝑅𝑅𝐿𝐿 bisa diabaikan (Gambar 4.13b).
b. 𝑋𝑋𝐶𝐶 harus jauh lebih kecil dari 𝑋𝑋𝐿𝐿 sehingga tegangan keluaran ac besarnya mendekati nol. Di
sisi lain, dengan kondisi ini, arus dc akan dengan mudah mengalir pada 𝑅𝑅𝐿𝐿 dengan loss yang
minimal.

Contoh penggunaan filter choke-input pada suatu rangkaian penyearah ditunjukkan oleh
Gambar 4.14a, di mana filter dipasang diantara rangkaian penyearah dan hambatan beban. Keluaran
dari rangkaian penyearah mempunyai dua komponen berbeda, yaitu tegangan dc (tegangan rata-rata)
dan tegangan ac, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.14b. Karena 𝑋𝑋𝐶𝐶 jauh lebih kecil dari 𝑋𝑋𝐿𝐿
maka, pada frekuensi masukan, tegangan keluaran ac besarnya mendekati nol. Untuk komponen dc,
pada 0 Hz, reaktan kapasitor sama dengan tak terhingga dan reaktan induktor sama dengan nol
(Gambar 4.14c). Dengan membuat 𝑅𝑅𝑠𝑠 jauh lebih kecil dari 𝑅𝑅𝐿𝐿 , membuat sebagian besar komponen dc
akan melewati 𝑅𝑅𝐿𝐿 .

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.14. Filter Choke-input pada suatu rangkaian penyearah (a), tegangan keluaran penyearah
(b), rangkaian ekuivalen dc (c), dan tegangan keluaran filter (d).

Tegangan keluaran rengkaian penyearah dengan filter choke-input ditunjukkan oleh Gambar
4.14d. Dengan filter ini, sebagian besar komponen dc dapat melewati 𝑅𝑅𝐿𝐿 dan sebagian besar
komponen ac dihilangkan sehingga tegangan keluaran mendekati sumber tegangan dc ideal.
Kelemahan dari filter ini adalah penggunaan induktor dengan jumlah lilitan yang tinggi untuk

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

mendapatkan harga 𝑋𝑋𝐿𝐿 yang besar pada frekuensi masukan akan membuat loss pada komponen dc
pada keluarannya.

Filter Capasitor-Input

Filter Choke-Input menghasilkan tegangan keluaran dc yang besarnya sama dengan tegangan
rata-rata dari tegangan hasil penyearah. Filter Capasitor-Input menghasilkan tegangan keluaran dc
yang besarnya sama dengan nilai tegangan puncak tegangan hasil penyearah. Gambar 4.15
menunjukkan suatu filter Capasitor-Input yang diletakkan diantara sumber ac dan hambatan beban 𝑅𝑅𝐿𝐿 .

Proses penfilteran rangkaian Gambar 4.15a dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awalnya
kapasitor dalam keadaan kosong. Selama seperampat siklus positif, dioda akan ON, akan terjadi proses
pengisian pada kapasitor sampai mencapai nilai maksimum, yaitu 𝑉𝑉𝑃𝑃 . Setelah itu, sumber akan turun,
dioda akan OFF karena tegangan sumber lebih kecil dari tegangan pada kapasitor. Pada kondisi ini
kapasitor akan menguras muatannya melewati hambatan beban 𝑅𝑅𝐿𝐿 .

(a)

(b) (c)

Gambar 4.15. Filter Capasitor-Input yang diletakkan diantara penyearan setengah gelombang dan
hambatan beban 𝑅𝑅𝐿𝐿 (a), tegangan keluaran filter (b), dan tegangan keluaran filter untuk rangkaian
penyearah gelombang penuh (c).

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 4

Sepanjang harga konstanta waktu 𝑅𝑅𝐿𝐿 𝐶𝐶 lebih besar dari periode sumber, maka kapasitor akan berada di
sekitar kondisi terisi penuh, dan tegangan pada 𝑅𝑅𝐿𝐿 mendekati 𝑉𝑉𝑃𝑃 . Deviasi dari nilai ideal dc yang
diharapkan disebut ripple (Gambar 4.15b). Semakin kecil nilai puncak ke puncak dari ripple,
gelombang tegangan keluaran filter akan semakin mendekati ideal dc.

Besar nilai puncak ke puncak dari ripple gelombang tegangan filter Capasitor-Input, 𝑉𝑉𝑅𝑅 , adalah

𝐼𝐼
𝑉𝑉𝑅𝑅 = (4.15)
𝑓𝑓𝑓𝑓

dengan 𝐼𝐼= arus DC yang mengalir pada 𝑅𝑅𝐿𝐿

𝑓𝑓= frekuensi ripple

𝐶𝐶= kapasitansi dari kapasitor.

Jika filter Capasitor-Input dihubungkan pada rangkaian penyearah gelombang penuh atau rangkaian
penyearah jembatan, nilai ripple menjadi setengah dari nilai ripple pada rangkaian penyearah setengah
gelombang (Gambar 4.15c). Ini disebabkan karena frekuensi tegangan keluaran rangkaian penyearah
gelombang penuh atau rangkaian penyearah jembatan dua kali dari frekuensi tegangan keluaran
penyearah setengah gelombang.

13
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

PENDAHULUAN

Topik : Fisis Bipolar Junction Transistor (BJT)


− Operasi Fisis BJT
Substansi :
− Model DC BJT
− Analisa DC rangkaian BJT

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan operasi fisis pada BJT
(2) melakukan analisa DC pada rangkaian BJT

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

BIPOLAR JUNCTION TRANSISTOR (BJT)

V.1. BENTUK DAN SIMBOL BJT

Transistor merupakan komponen semikonduktor pertama dengan penguatan. Ditemukan


pertama kali oleh Walter H. Brattain dan John Bardeen pada akhir Desember 1947 di Bell Telephone
Laboratories. Transistor tersusun dari dua sambungan pn yang saling membelakangi. Berdasarkan
susunan sambungan pn, dikenal transistor NPN dan transistor PNP. Gambar 5.1 menunjukkan struktur
dasar dan simbol dari transistor NPN dan transistor PNP, sementara contoh bentuk fisik komponen
transistor ditunjukkan oleh Gambar 5.2. Untuk pembahasan selanjutnya, dalam Bab ini akan dibahas
transistor NPN.

(a) (b)
Gambar 5.1. Struktur dasar dan simbol dari transistor NPN (a) dan transistor PNP (b).

Gambar 5.2.Bentuk fisik komponen BJT.

Transistor BJT sendiri merupakan komponen semikonduktor dengan tiga terminal, yaitu
Emitor (E), Basis (B) dan Kolektor (C). Emitor merupakan bahan semikonduktor dengan tingkat
pengotor yang sangat tinggi karena sumber pembawa muatan bebas dari transistor BJT berasal dari

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

emitor. Sedangkan Basis terbuat dari bahan semikonduktor dengan tingkat pengotor yang sangat
rendah. Ukuran basis dibuat sangat tipis dibandingkan ukuran emitor dan kolektor. Material transistor
NPN dan level energinya ditunjukkan oleh Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Material (a) dan level energi (b) dari transistor NPN.

V.2. OPERASI FISIS BJT

Operasi fisis dapat dijelaskan melalui Gambar 5.4 yang menunjukkan transistor NPN dalam
rangkaian dengan konfigurasi common emitor.
VCE

Depletion Region

Base Region

IE
n p n

IC

IB

VBE

Gambar 5.4. Transistor NPN dalam konfigurasi common emitor.

Dalam konfigurasi seperti pada Gambar 5.4, sambungan PN pada Basis Emitor dibias maju. Kurva
karakteristik arus emitor, 𝐼𝐼𝐸𝐸 , terhadap tegangan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 ditunjukkan oleh Gambar 5.5, dengan
karakteristik seperti dioda PN yang dibias maju.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Gambar 5.5. Kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐸𝐸 - 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 .

Karakteristik arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , terhadap tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 dapat diamati dengan membandingkan
besar tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 terhadap tegangan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 .

Mode Ohmic atau Saturasi

Pada saat 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 < 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 , sambungan PN antara Basis dan Kolektor dibias maju. Sehingga, semakin besar
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 maka semakin besar pula arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 . Dalam kondisi ini transistor dalam mode ohmic atau
saturasi.

Mode Aktif

Pada saat 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 > 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 , sambungan PN antara Basis dan Kolektor dibias mundur. Elektron dari Emitor
yang telah berada di Basis, yang disebabkan Emitor - Basis dibias maju, akan menerobos menuju
Kolektor menjadi arus Kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 . Semakin besar 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 tidak akan mempengaruhi banyaknya elektron
yang menerobos sambungan PN pada Basis-Kolektor, atau dengan kata lain, besar arus kolektor
konstan. Dalam kondidi ini transistor dalam mode aktif.

Sebagian kecil elektron juga akan berekombinasi dengan hole di Basis dengan pembawa
muatan mayoritas hole. Akibatnya, muncul arus basis, 𝐼𝐼𝐵𝐵 (Gambar 5.6). Daerah Basis dibuat tipis dan
didoping dengan tingkat doping rendah agar kemungkinan elektron berekombinasi dengan hole pada
basis kecil sehingga arus kolektor akan mendekati arus emitor. Perbandingan arus kolektor terhadap
arus emitor dinyatakan dengan α, dengan

𝐼𝐼𝐶𝐶
𝛼𝛼 = (5.1)
𝐼𝐼𝐸𝐸

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Sementara itu, perbandingan nilai arus kolektor terhadap arus basis pada suatu komponen dinyatakan
dengan nilai β, dimana

𝐼𝐼𝐶𝐶
𝛽𝛽 = (5.2)
𝐼𝐼𝐵𝐵

VCE> VBE

n p n
Depletion Region

Base Region

Forward electron Collector


IE electron
injection current
current

Reverse hole injection Electron lost by Reverse saturation IC


current recombination current

IB

VBE

Gambar 5.6. Operasi Fisis Transistor NPN pada mode aktif.

Semakin kecil kemungkinan elektron berekombinasi dengan hole pada Basis, arus Basis semakin
kecil, maka arus Kolektor akan semakin besar, yang artinya nilai β komponen akan semakin besar.

Hubungan arus Basis, arus Kolektor, dan arus Emitor pada suatu komponen dengan mode aktif
ditunjukkan oleh Gambar 5.7, dengan

𝐼𝐼𝐸𝐸 = 𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝐼𝐼𝐵𝐵 (5.3)

Gambar 5.7. Hubungan, 𝐼𝐼𝐵𝐵 , 𝐼𝐼𝐶𝐶 , dan 𝐼𝐼𝐸𝐸 .

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Kurva karakteristik arus emitor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , terhadap tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 ditunjukkan oleh Gambar 5.8. Kararteristik
mode ochmic atau saturasi, dicapai saat sambungan PN pada Basis-Emitor dibias maju dan sampungan
PN pada Basis-Kolektor dibias maju, digambarkan pada daerah ohmic/saturasi (ohmic/saturation
region). Kararteristik mode aktif, dicapai saat sambungan PN pada Basis-Emitor dibias maju dan
sampungan PN pada Basis-Kolektor dibias mundur, digambarkan pada daerah aktif (active region).

Gambar 5.8. Kurva karakteristik arus emitor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , terhadap tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 .

V.3. MODEL DC BJT

Dalam Sub Bab ini dijelaskan tentang model atau rangkaian ekuivalen yang mewakili
karakteristik transistor pada mode aktif.
C
+
B
+
V
E CE
V
BE

- -

Gambar 5.9. Transistor yang dalam rangkaian awal.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Pendekatan Pertama : Model Ideal

Pendekatan pertama dilakukan dengan dengan menganggap transistor ideal. Karakteristik 𝐼𝐼𝐵𝐵
terhadap 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 diwakili oleh sebuah dioda dengan karakteristik ideal. Sementara itu, karakteristik 𝐼𝐼𝐶𝐶
terhadap 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 diwakili oleh karakteristik suatu sumber arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , yang konstan terhadap
perubahan tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 , sedangkan besarnya ditentukan oleh

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝐷𝐷𝐷𝐷 𝐼𝐼𝐵𝐵 (5.4)

(a)

(b)
Gambar 5.10. Karakteristik (a) dan model (b) transistor dengan pendekatan pertama.

Pendekatan Kedua

Pada pendekatan kedua, karakteristik 𝐼𝐼𝐵𝐵 terhadap 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 diwakili oleh sebuah dioda dengan
tegangan cut-in, 𝑉𝑉𝛾𝛾 (pendekatan kedua dioda). Sementara itu, karakteristik 𝐼𝐼𝐶𝐶 terhadap 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 diwakili
oleh karakteristik suatu sumber arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , yang konstan terhadap perubahan tegangan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 ,
sedangkan besarnya ditentukan oleh

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝐷𝐷𝐷𝐷 𝐼𝐼𝐵𝐵 (5.5)

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

(a)

(b)
Gambar 5.11. Karakteristik (a) dan model (b) transistor dengan pendekatan kedua.

Pendekatan Ketiga

Pada pendekatan ketiga, karakteristik 𝐼𝐼𝐵𝐵 terhadap 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 diwakili oleh sebuah dioda dengan
tegangan cut-in, 𝑉𝑉𝛾𝛾 , dan sebuah hambatan dalam, 𝑅𝑅𝑓𝑓 (pendekatan ketiga dioda). Sementara itu,
karakteristik 𝐼𝐼𝐶𝐶 terhadap 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 diwakili oleh karakteristik suatu sumber arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , dan sebuah
hambatan dalam Kolektor, 𝑟𝑟𝐵𝐵(𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐) .

(a)

(b)
Gambar 5.12. Karakteristik (a) dan model (b) transistor dengan pendekatan ketiga.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Contoh 5.1.

Dapatkan harga 𝐼𝐼𝐶𝐶 dan 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 rangkaian pada Gambar 5.13 dengan menggunakan
a. pendekatan transistor pertama atau ideal
b. pendekatan transistor kedua dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V
c. pendekatan transistor ketiga dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 0,5 kΩ.

3,6 kΩ

470 kΩ
β =100
dc

15 V 15 V

Gambar 5.13

Penyelesaian

a. Pendekatan transistor pertama atau ideal, ditunjukkan oleh Gambar 5.14.


3,6 kΩ
470 kΩ B C I
I C
B

II
I

I =β I
15 V C dc B 15 V

Gambar 5.14. Rangkaian Gambar 5.13 dengan model pertama atau ideal.

Lup I
−15 + 470𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 = 0
15
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 0,032 𝑚𝑚A
470𝑘𝑘

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100 . 0,032 𝑚𝑚 = 3,2 𝑚𝑚A

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

Lup II
−15 + 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘(3,2𝑚𝑚) = 3,48 V

b. Pendekatan transistor kedua dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V, ditunjukkan oleh Gambar 5.15.
3,6 kΩ
470 kΩ B C I
I C
B

I II

I =β I
15 V 0,7 V C dc B 15 V

Gambar 5.15. Rangkaian Gambar 5.13 dengan model kedua.

Lup I
−15 + 470𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 = 0
15−0,7
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 0,030 𝑚𝑚A
470𝑘𝑘

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100 . 0,0304 𝑚𝑚 = 3,04 𝑚𝑚A

Lup II
−15 + 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘(3,04𝑚𝑚) = 4,06 V

c. Pendekatan transistor ketiga dengan 𝑉𝑉𝛾𝛾 = 0,7 V dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 0,5 kΩ

Lup I

−15 + 470𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 + 0,5𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 = 0

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 5

15−0,7
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 0,0303 𝑚𝑚A
470𝑘𝑘+0,5𝑘𝑘

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100 . 0,0303 𝑚𝑚 = 3,03 𝑚𝑚A

3,6 kΩ
470 kΩ B C I
I C
B

II
I 0,7 V

I =β I
15 V 0,5 Ω C dc B 15 V

36k
Gambar 5.16. Rangkaian Gambar 5.13 dengan model ketiga.

Lup II
−15 + 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3,6𝑘𝑘(3,03𝑚𝑚) = 4,09 V

Dari contoh 5.1 dapat dilihat bahwa perbedaan hasil perhitungan antara ketiga pendekatan kurang dari
1 volt. Pada pembahasan sejanjutnya digunakan model pendekatan kedua transistor untuk melakukan
analisis DC pada rangkaian dengan transistor.

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

PENDAHULUAN

Topik : Bias pada Bipolar Junction Transistor (BJT)

Substansi : − Bias pada daerah ohmic/saturasi (Base Bias)


− Bias pada daerah aktif (Emitter Bias, Voltage Divider Bias, Two
Supply Emitter Bias)

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) melakukan analisa pada rangkaian pembias BJT
(2) menjelaskan bagaimana suatu rangkaian pembias BJT dikatakan
stabil dalam menyangga titik kerja BJT

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

BIAS PADA BJT

VI.1. BIAS PADA DAERAH SATURASI

Tinjau rangkaian pada Gambar 6.1. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan letak
daerah titik kerja transistor.

V =15 V
CC

6 kΩ

Lup II

470 kΩ
15 V β =100
dc
+
0,7 V
-
Lup I

Gambar 6.1. Rangkaian Saturasi

Lup I
−15 + 470𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 − 0,7 = 0 (6.1)
15−0,7
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 0,030 𝑚𝑚A
470𝑘𝑘

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100 . 0,0304 𝑚𝑚 = 3,04 𝑚𝑚A (6.2)

Lup II
−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 6𝑘𝑘 (3,04𝑚𝑚) = −3,24 V (6.3)

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Analisis di atas dilakukan dengan mengasumsikan bahwa transistor bekerja pada daerah aktif.
Untuk mengetahui apakah sebenarnya transistor bekerja pada daerah aktif atau daerah saturasi, dapat
dilakukan dengan menggambarkan garis beban rangkaian pada kurva 𝐼𝐼𝐸𝐸 − 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 .

Garis beban rangkaian pada kurva 𝐼𝐼𝐸𝐸 − 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 (Gambar 6.2) di dapat dengan persamaan pada lup II,

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0 (6.4)

Titik cut off dicapai saat 𝐼𝐼𝐶𝐶 = 0, sehingga

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 15 V (6.5)

Titik saturasi dicapai saat 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0, sehingga

15
𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎) = = 2,5 𝑚𝑚A (6.6)
6𝑘𝑘
I
C

I
C(sat)

V
CE
V
CC

Gambar 6.2. Garis beban rangkaian Gambar 6.1.

Untuk mengetahui apakah sebenarnya transistor bekerja pada daerah aktif atau daerah saturasi, dapat
dilakukan dengan,

a. Metode Arus Saturasi


Arus saturasi, atau 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) adalah arus maksimum yang melewati rangkaian. Sehingga tidak
mungkin arus kolektor, 𝐼𝐼𝐶𝐶 , melebihi arus 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) . Arus saturasi, atau 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) dicapai saat transistor
bekerja pada daerah sangat saturasi (hard saturation).

b. Metode Tegangan Kolektor Emitor


Tegangan Kolektor Emitor, 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 , tidak mungkin kurang dari nol. 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 minimal sama dengan nol
dan dicapai saat hard saturation.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Kembali pada rangkaian Gambar 6.1, dari analisis didapat,


• 𝐼𝐼𝐶𝐶 = 3,04 𝑚𝑚A, sementara 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 2,5 𝑚𝑚A. Sehingga 𝐼𝐼𝐶𝐶 > 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) . Jadi rangkaian pada
kondisi Saturasi dengan 𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝐼𝐼𝐶𝐶(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 2,5 𝑚𝑚A (diasumsikan untuk hard saturation).
• 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = −3,24 V < 0. Jadi rangkaian pada kondisi Saturasi.

VI.2. BIAS PADA DAERAH AKTIF

Nilai gain arus 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 tergantung dari tiga faktor, yaitu, (1) jenis transistor, (2) besar arus
kolektor, dan (3) temperatur. Gambar 6.3 menunjukkan variasi nilai gain arus 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 terhadap nilai 𝐼𝐼𝐶𝐶 dan
temperatur untuk transistor 2N3904. Dapat dilihat, pada suhu ambien, 25oC, nilai gain arus 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑
tertinggi adalah 100 pada 𝐼𝐼𝐶𝐶 =10 mA. Pada temperatur 125oC, nilai gain arus 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 tertinggi sampai nilai
300 pada 𝐼𝐼𝐶𝐶 =10 mA. Ini dikarenakan dengan naiknya temperatur akan menimbulkan munculnya
pasangan hole elektron baru.

Gambar 6.3. Variasi nilai gain arus 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 terhadap nilai 𝐼𝐼𝐶𝐶 dan temperatur untuk transistor 2N3904.

Bias Pada Basis

Rangkaian pada Gambar 6.4 merupakan salah satu contoh rangkaian bias pada Basis. Jika
diketahui nilai 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 transistor yang digunakan sebesar 100 dan mengasumsikan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0, maka
besar arus kolektor sebesar,

−15 + 500𝑘𝑘𝐼𝐼𝐵𝐵 = 0 (6.7)


15
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 0,030 𝑚𝑚A
500𝑘𝑘

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100 . 0,030 𝑚𝑚 = 3 𝑚𝑚A (6.8)


4
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Gambar 6.4. Rangkaian bias pada basis.

Tegangan kolektor emitor bisa dihitung dengan,


−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 3𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0
𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 3𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3𝑘𝑘 (3𝑚𝑚) = 6 V (6.9)

Arus kolektor dan tegangan kolektor emitor yang besarnya masing-masing 3 𝑚𝑚A dan 6V jika
digambarkan pada kurva karakteristik transistor, seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.5, berupa suatu
titik yang disebut dengan titik operasi transistor dan ditandai dengan huruf Q (sering disebut dengan
titik Quiescent).
Bagaimana letak titik kerja, Q, transistor jika nilai 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 transistor berubah?. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa nilai 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 transistor tidak konstan. Misal diasumsikan bahwa 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑
transistor berubah menjadi 50, maka besar arus kolektor sebesar,

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 50 . 0,03 𝑚𝑚 = 1,5 𝑚𝑚A (6.10)

Dan tegangan kolektor emitor sebesar,

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 3𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3𝑘𝑘 (1,5𝑚𝑚) = 10,5 V (6.11)

Titik kerja transistor ditunjukkan oleh titik QL pada Gambar 6.5. Sementara itu, jika diasumsikan
bahwa 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 transistor berubah menjadi 150, maka besar arus kolektor sebesar,

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 150 . 0,03 𝑚𝑚 = 4,5 𝑚𝑚A (6.12)

Dan tegangan kolektor emitor sebesar,

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 3𝑘𝑘𝐼𝐼𝐶𝐶 = 15 − 3𝑘𝑘 (4,5𝑚𝑚) = 1,5 V (6.13)

Titik kerja transistor ditunjukkan oleh titik QH pada Gambar 6.5.


5
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Gambar 6.5. Letak titik kerja Q (Q point) pada kurva karakteristik I-V transistor.

Tiga titik Q pada Gambar 6.5 menggambarkan bagaimana sensitif titik kerja transistor bias
Basis terhadap perubahan 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 . Pada saat gain arus, 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 , berubah dari 50 sampai 150, arus kolektor
berubah dari 1,5 sampai 4,5 mA. Jika terjadi perubahan gain arus, 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 , lebih besar lagi, titik kerja
transistor yang tadinya didesain pada daerah aktif bisa bergeser dan masuk ke daerah saturasi atau
cutoff. Untuk aplikasi transistor pada rangkaian penguat (amplifier), bergesernya daerah kerja
transistor dari daerah aktif akan membuat rangkaian penguat tidak bisa berfungsi dengan baik.
Rangkaian bias pada basis sangat berguna untuk aplikasi pada rangkaian-rangkaian digital, di mana
pada aplikasi ini transistor dibias pada daerah ohmic/saturasi.

Bias Pada Emitor

Rangkaian pada Gambar 6.6 merupakan rangkaian bias pada Emitor. Dapat dilihat, jika
dibandingkan dengan rangkaian bias pada basis, hambatan yang tadinya terletak pada kaki Basis
dipindahkan ke kaki Emitor.

Gambar 6.6. Rangkaian bias pada Emitor.


6
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Titik kerja, Q, transistor untuk rangkaian bias pada Emitor dapat di analisis sebagai berikut.
Diasumsikan transistor bekerja pada daerah aktif dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7.

−𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 + 0,7 + 𝐼𝐼𝐸𝐸 𝑅𝑅𝐸𝐸 = 0

𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 −0,7
𝐼𝐼𝐸𝐸 = (6.14)
𝑅𝑅𝐸𝐸

Arus kolektor yang mengalir dalam rangkaian, dengan harga 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 ≫ 1, sebesar,

𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝐼𝐼 ≈ 𝐼𝐼𝐸𝐸
𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 + 1 𝐸𝐸

𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 −0,7
𝐼𝐼𝐶𝐶 ≈ 𝐼𝐼𝐸𝐸 = (6.15)
𝑅𝑅𝐸𝐸

Tegangan kolektor emitor sebesar,

−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝐼𝐼𝐶𝐶 𝑅𝑅𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝐼𝐼𝐸𝐸 𝑅𝑅𝐸𝐸 = 0


𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 𝐼𝐼𝐶𝐶 𝑅𝑅𝐶𝐶 − 𝐼𝐼𝐸𝐸 𝑅𝑅𝐸𝐸 (6.16)

Dari pers. (6.15) dan (6.16) dapat dilihat bahwa titik kerja transistor yang dilihat dari besar arus
kolektor dan tegangan kolektor emitor tidak dipengaruhi harga gain arus, 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 . Bisa dikatakan bahwa
titik kerja transistor rangkaian bias emitor bebas dari perubahan harga gain arus, 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 .

Bias Pembagi Tegangan (Voltage Divider Bias)

Rangkaian pada Gambar 6.7a. merupakan rangkaian bias menggunakan rangkaian bias
pembagi tegangan. Rangkaian bias ini sangat luas digunakan untuk rangkaian pembias transistor.
Rangkaian ini pada dasarnya merupakan rangkaian bias pada Emitor. Dalam kenyataannya, kadang
sulit ditemukan sumber tegangan dengan nilai tegangan seperti yang diinginkan, misalnya 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 . Nilai
𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 ini digantikan oleh sumber tegangan yang tersedia, 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 , yang terangkai dalam rangkaian tegangan
(Gambar 6.7b), dengan,

𝑅𝑅2
𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝑉𝑉 (6.17)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2 𝐶𝐶𝐶𝐶

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Gambar 6.7. Rangkaian Voltage Divider Bias (VDB)(a), rangkaian pembagi tegangan (b), dan
rangkaian bias pada Emitor (c).

Secara ideal, rangakaian bias pada Emitor dengan sumber basis sebesar 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 ditunjukkan oleh Gambar
6.7c. Selanjutnya analisis untuk mendapatkan titik kerja transistor seperti yang telah dijelaskan pada
rangkaian bias pada Emitor.

Analisis rangkaian secara ideal seperti pada bias pada Emitor dapat dilakukan jika tegangan
drop pada rangkaian pembagi tegangan, atau pada 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 , dapat diabaikan. Dalam kondisi ini
rangkaian VDB dikatakan sebagai rangkaian well design. Seperti yang telah dijelaskan dalam Modul
Ajar 1 bahwa suatu hambatan dari suatu sumber tegangan bisa kita abaikan (stiff voltage source), 𝑅𝑅𝑆𝑆 ,
jika,

𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅 < 0,01 𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅

𝑅𝑅𝑆𝑆 < 0,01 𝑅𝑅𝐿𝐿 (6.18)

Jika kondisi ini terpenuhi, maka tegangan pada hambatan beban akan menyimpang 1 % dari tegangan
idealnya.

Syarat yang dijelaskan di atas juga bisa digunakan untuk menganalisis apakah rangkaian
pembagi tegangan yang digunakan pada rangkaian VDB. Dengan menggunakan Teorema Thevenin
rangkaian Gambar 6.7a bisa disederhanakan menjadi rangkaian Gambar 6.8.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Tegangan pada hambatan 𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 bisa diabaikan pada,

𝑉𝑉𝑅𝑅1∥𝑅𝑅2 < 0,01 𝑉𝑉𝑅𝑅𝑅𝑅

𝐼𝐼𝐵𝐵 (𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 ) < 0,01 𝐼𝐼𝐸𝐸 𝑅𝑅𝐸𝐸

𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 < 0,01 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅𝐸𝐸 (6.19)

Gambar 6.8. Analisa Rangkaian Voltage VDB dengan memperhatikan tegangan pada hambatan 𝑅𝑅1 dan
𝑅𝑅2 .

Analisis yang lebih akurat bisa dilakukan dengan memperhatikan tegangan drop pada 𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 .
Diasumsikan transistor bekerja pada daerah aktif dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7, maka arus kolektor bisa dihitung
dengan,

−𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 + (𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 )𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 + 𝑅𝑅𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸 = 0

𝑉𝑉 −0,7
𝐼𝐼𝐶𝐶= 𝐼𝐼𝐸𝐸 = (𝑅𝑅1𝐵𝐵𝐵𝐵
∥𝑅𝑅2 ) (6.20)
+𝑅𝑅𝐸𝐸
𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑

Two Supply Emitter Bias (TSEB)

Beberapa peralatan elektronik mempunyai suplai daya yang menghasilkan dua suplai tegangan
positif dan negatif. Gambar 6.9 menunjukkan rangkaian transistor dengan dua suplai daya, yaitu −𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸
dan +𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 . Suplai tegangan negatif membias maju dioda Emitor. Suplai tegangan positif membias
mundur tegangan Kolektor. Dengan alasan ini, rangkaian Gambar 6.9 dinamakan rangkaian Two
Supply Emitter Bias (TSEB).

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Dengan mengasumsikan transistor bekerja pada daerah aktif dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7, maka arus
kolektor bisa dihitung dengan,

𝑅𝑅𝐵𝐵 𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 + 𝑅𝑅𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸 − 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 = 0

𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 −0,7
𝐼𝐼𝐶𝐶= 𝐼𝐼𝐸𝐸= 𝑅𝑅𝐵𝐵 (6.21)
+𝑅𝑅𝐸𝐸
𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑

Jika rangkaian TSEB well designed maka harus memenuhi,

𝑅𝑅𝐵𝐵 < 0,01𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅𝐸𝐸 (6.22)

𝑅𝑅𝐶𝐶

𝑅𝑅𝐵𝐵

Gambar 6.9. Rangkaian Two Supply Emitter bias (TSEB)

Dalam kasus ini, 𝑉𝑉𝐵𝐵 = 𝑅𝑅𝐵𝐵 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 0, sehingga, pers. (6.21) menjadi,

𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 −0,7
𝐼𝐼𝐶𝐶= 𝐼𝐼𝐸𝐸= (6.23)
𝑅𝑅𝐸𝐸

Tegangan kolektor emitor dapat diperoleh dari,

−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐶𝐶 𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸 − 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 − 𝐼𝐼𝐶𝐶 (𝑅𝑅𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐸𝐸 ) (6.24)

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 6

Latihan 6.1.

Rangkaian pada Gambar 6.10 merupakan rangkaian bias transistor dengan umpan balik emitor
(a) dan umpan balik kolektor (b). Lakukan analisis titik kerja dan tunjukkan bahwa rangkaian tersebut
tahan terhadap perbahan gain arus, 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 .

(a) (b)

Gambar 6.10. Rangkaian bias umpan balik emitor (a) dan bias umpan balik kolektor (b).

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

PENDAHULUAN

Topik : Model AC Bipolar Junction Transistor (BJT)

Substansi : − Operasi sinyal kecil BJT (pemodelan AC)


− Analisa pada rangkaian penguat.

Tujuan Pembelajaran : Dapat :


(1) Menjelaskan model AC dari BJT
(2) Menggunakan model AC dari BJT untuk melakukan analisis
rangkaian penguat.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

MODEL AC
BIPOLAR JUNCTION TRANSISTOR

IX.1. OPERASI SINYAL KECIL BJT

Tinjau rangkaian pembias pada Gambar 9.1. Nilai 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,7 bisa diabaikan karena relatif
jauh lebih kecil dari +30V. Sehingga besar arus basis,

30
𝐼𝐼𝐵𝐵 = = 30𝜇𝜇A (9.1)
1𝑀𝑀

Dengan 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 = 100, maka menghasilkan arus kolektor sebesar

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 = 100(30𝜇𝜇) = 3 𝑚𝑚A (9.2)

Tegangan kolektor emitor sebesar,

−30 + 5𝑘𝑘 (3𝑚𝑚) + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 30 − 5𝑘𝑘 (3𝑚𝑚) = 15V (9.3)

Jadi titik kerja transistor bekerja pada 3 mA dan 15 V.

Gambar 9.1

Gambar 9.2 menunjukkan bagaimana ramkaian pembias Gambar 9.1 dibangun menjadi sebuah
penguat tegangan atau voltage amplifier dengan menambah coupling capacitor yang akan menahan
sinyal dc dan melalukan sinyal ac. Coupling capacitor akan menjaga sumber ac dan hambatan beban
dari perubahan titik kerja, Q.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gambar 9.2. Rangkaian penguat dengan pembias basis

Komponen dc dan ac ditunjukkan oleh Gambar 9.3. Arus basis, arus kolektor, dan tegangan kolektor dc
akan bekerja pada titik kerjanya, yang masing-masing sebesar 30µA, 3mA, dan 15 V. Komponen ac
yang dimasukkan melalui basis akan bekerja disekitar titik kerja dc nya. Jika digambarkan pada kurva
karakteristik transfer dari transistor, bisa ditunjukkan oleh Gambar 9.4.

(a) (b)

(c)
Gambar 9.3. Komponen dc dan ac, arus basis (a), arus kolektor (b), dan tegangan kolektor (c).

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gambar 9.4. Daerah kerja transistor saat masukan sinyal ac dikenakan.

Total tegangan emitor basis pada Gambar 9.4 adalah tegangan ac yang berpusat pada tegangan dc.
Ukuran dari tegangan ac ditentukan oleh sejauh mana titik kerja berpindah dari titik kerja dc nya.
Semakin besar tegangan basis ac akan menghasilkan variasi yang besar, sebaliknya tegangan basis ac
yang kecil akan menghasilkan variasi yang kecil.

Idealnya, bentuk gelombang arur emitor ac mendekati bentuk gelombang tegangan basis emitor
ac. Jika gelombang tegangan basis emitor berbentuk sinusoidal, maka gelombang arus emitor ac akan
mendekati sinusoidal juga. Kenyataannya, bentuk gelombang arus emitor tidak bisa secara sempurna
menyerupai bentuk gelombang tegangan basis emitor atau mengurangi distorsi karena kurva
karakteristik transfer dari transistor yang tidak linier.

Salah satu cara untuk mengurangi distorsi tersebut dengan menjaga tegangan basis ac tetap
bernilai kecil. Jika total arus emitor, 𝐼𝐼𝐸𝐸 , pada Gambar 9.4 terdiri dari komponen dc, 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸 , dan komponen
ac, 𝑖𝑖𝑒𝑒 , yang dapat ditulis dengan,

𝐼𝐼𝐸𝐸 = 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸 + 𝑖𝑖𝑒𝑒 (9.4)

maka, untuk mengurangi distorsi, nilai puncak ke puncak dari 𝑖𝑖𝑒𝑒 harus lebih kecil dibandingkan 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸 .
Atau, operasi sinyal kecil berlaku jika

𝑖𝑖𝑒𝑒(𝑝𝑝𝑝𝑝) < 0,1𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸 (9.5)

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gambar 9.5. Definisi dari operasi sinyal kecil.

Untuk operasi sinyal kecil, dari Gambar 9.5 dapat dilihat bahwa daerah kerja transistor saat
masukan sinyal ac dikenakan bisa didekati dengan sebuah garis lurus dengan besar kemiringannya
menyatakan besar hambatan emitor ac, 𝑟𝑟𝑒𝑒, , dengan,

∆𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑣𝑣𝑏𝑏𝑒𝑒 25 𝑚𝑚𝑚𝑚


𝑟𝑟𝑒𝑒, = = ≈ (9.6)
∆𝐼𝐼𝐸𝐸 𝑖𝑖𝑖𝑖 𝐼𝐼𝐸𝐸

Secara praktis, hampir semua transistor komersial mempunyai besar hambatan emitor ac antara 25
mV/IE sampai 50 mV/IE.

Gain arus ac, β, berbeda dengan gain arus dc, βdc. Gain arus ac, β, didefinisikan sebagai
perbandingan antara arus kolektor ac, 𝑖𝑖𝑐𝑐 , terhadap arus basis ac, 𝑖𝑖𝑏𝑏 , atau,
𝑖𝑖𝑐𝑐
𝛽𝛽 = (9.7)
𝑖𝑖𝑏𝑏

Hambatan basis ac bisa didefinisikan dengan perbandingan antara tegangan basis ac terhadap arus basis
ac, atau,
𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏
𝑟𝑟𝑏𝑏 = = 𝛽𝛽𝑟𝑟𝑒𝑒, (9.8)
𝑖𝑖𝑖𝑖

Dari uraian di atas, model ac transistor untuk operasi sinyal kecil dapat ditunjukkan oleh Gambar 9.6.

Gambar 9.6. Model ac transistor untuk operasi sinyal kecil.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

IX.2. ANALISA DARI PENGUAT TEGANGAN

Tinjau suatu rangkaian penguat tegangan dengan pembias pada basis seperti ditunjukkan oleh
Gambar 9.7.

Gambar 9.7. Penguat tegangan dengan pembias pada basis.

Analisis dari penguat tegangan lebih komplek dari analisis sebelumya karena pada sebuah
penguat tegangan mempunyai dua sumber tegangan, yaitu sumber tegangan dc untuk membias transistor
pada daerah aktif, dan sumber tegangan ac sebagai masukan tegangan yang dikuatkan. Untuk
menganalisis penguat tegangan, digunakan prinsip superposisi. Analisis akan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu analisis efek dari sumber dc atau analisis dc (1), kemudian dilakukan analisis efek dari
sumber ac atau analisis ac (2).

Analisis DC

Analisis DC dilakukan untuk mendapatkan besar arus dan tegangan dc. Kapasitor akan open
terhadap sumber dc. Gambar 9.8 menunjukkan rangkaian ekuivalen dc untuk rangkaian penguat
tegangan pada Gambar 9.7.

Dengan nilai 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,7 besar arus basis dan arus kolektor berturut-turut,

−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐵𝐵 𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 −0,7
𝐼𝐼𝐵𝐵 = (9.9)
𝑅𝑅𝐵𝐵

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 (9.10)

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gambar 9.8. Rangkaian ekuivalen dc penguat tegangan Gambar 9.7.

Tegangan kolektor dc sebesar,

−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐶𝐶 𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 𝑅𝑅𝐶𝐶 𝐼𝐼𝐶𝐶 (9.11)

Dalam analisis dc harus dipastikan bahwa transistor dibias pada daerah aktif.

Analisis AC
Analisis ac dilakukan untuk mendapatkan besar gain atau penguatan tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar
tegangan keluaran ac yang diamati pada hambatan beban, 𝑅𝑅𝐿𝐿 . Analisis ac dilakukan dengan membuat
semua kapasitor short dan membuat nol semua tegangan dc (prinsip superposisi) seperti pada Gambar
9.9.

Gambar 9.9. Analisis ac rangkaian penguat Gambar 9.7.

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Selanjutnya, transistor diganti dengan model ac untuk operasi sinyal kecil sehingga didapatkan
rangkaian ekuivalen ac (Gambar 9.10).

Gambar 9.10. Rangkaian ekuivalen ac penguat tegangan Gambar 9.7.

Impedansi masukan , 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , termasuk didalamnya adalah hambatan pembias, 𝑅𝑅𝐵𝐵 , yang
pararel dengan impedansi masukan pada basis, 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) , atau,

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 𝑅𝑅𝐵𝐵 ∥ 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) (9.12)

Besar tegangan ac pada basis, 𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 , diamati pada hambatan basis ac, 𝑟𝑟𝑏𝑏 = 𝛽𝛽𝑟𝑟𝑒𝑒, , yaitu,

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑛𝑛 (9.13)

Impedansi keluaran, 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , terdiri dari hambatan kolektor, 𝑅𝑅𝐶𝐶 , pararel dengan hambatan beban , 𝑅𝑅𝐿𝐿 , atau,

𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑅𝑅𝐿𝐿 (9.14)

Tegangan keluaran ac, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , diamati pada hambatan beban, 𝑅𝑅𝐿𝐿 , yang besarnya bisa dianalisis dari
rangkaian Gambar 4.39 sebagai berikut.

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝑖𝑖𝑐𝑐 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽𝑖𝑖𝑏𝑏 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽 𝑍𝑍
𝑟𝑟𝑏𝑏 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (9.15)
𝑟𝑟𝑒𝑒,

Tanda minus menunjukkan bahwa tegangan keluaran ac berbeda fase 180o dengan tegangan masukan
ac.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , adalah besar penguatan tegangan oleh penguat yang didefinisikan dengan
perbandingan antara tegangan keluaran ac, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , terhadap tegangan masukan ac, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , atau,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
𝐴𝐴𝑣𝑣 = � �= (9.16)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑟𝑟𝑒𝑒,

Contoh 9.1.

Dapatkan besar gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar tegangan keluaran ac yang diamati pada hambatan
beban, 100 kΩ !. (Asumsikan bahwa rangkaian well design dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7V).

Gambar 9.11. Rangkaian contoh 9.1.

Penyelesaian

Analisa DC
Analisis dc dilakukan dengan membuat semua kapasitor open (Gambar 9.12). Diasumsikan
bahwa rangkaian well design dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7V, maka
2,2𝑘𝑘
𝑉𝑉𝐵𝐵 = 10 = 1,8V
2,2𝑘𝑘+10𝑘𝑘

−1,8 + 0,7 + 1𝑘𝑘𝐼𝐼𝐸𝐸 = 0

1,8−0,7
𝐼𝐼𝐸𝐸 = = 1,1 𝑚𝑚A
1𝑘𝑘

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 10 − 1,1𝑚𝑚(3,6𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘) = 4,94V

Jadi titik kerja dc berada pada 1,1 mA dan 4,94 V.


9
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Gambar 9.12. Rangkaian ekuivalen dc penguat tegangan Gambar 9.11.

Analisa AC

Analisis ac dilakukan dengan membuat semua kapasitor short, membuat nol semua tegangan dc
(prinsip superposisi) dan mengganti transistor dengan model ac seperti pada Gambar 9.13.

600 Ω

+ +
3,6 kΩ
10 kΩ v r i
b 10 kΩ
be c
1 mV 2,2 kΩ

- -

Gambar 9.13. Rangkaian ekuivalen ac penguat tegangan Gambar 9.11.

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 9

Besar gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar tegangan keluaran ac didapatkan dengan perhitungan
sebagai berikut,

25𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑟𝑟𝑏𝑏 = 𝛽𝛽𝑟𝑟𝑒𝑒, = 100 = 2,27𝑘𝑘Ω
1,1𝑚𝑚𝑚𝑚

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 ∥ 𝑟𝑟𝑏𝑏 = 1 𝑘𝑘Ω

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) 1𝑘𝑘
𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 = 1𝑚𝑚𝑚𝑚 = 1𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,625𝑚𝑚𝑚𝑚
600 + 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) 0,6𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘

𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑅𝑅𝐿𝐿 = 2,65𝑘𝑘Ω

Besar tegangan keluaran ac adalah

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 0,625𝑚𝑚
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −100 2,65𝑘𝑘 = −72,88𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑟𝑟𝑏𝑏 2,27𝑘𝑘

Gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , adalah

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 −72,88𝑚𝑚
𝐴𝐴𝑣𝑣 = � �=� � = 72,88
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 1𝑚𝑚

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

PENDAHULUAN

Topik : Penguat Tegangan (Voltage Amplifier)

Substansi : − Gain tegangan


− Common Emitter Amplifier
− Common Collector Amplifier
− Amplifier bertingkat (Multistage Amplfier)

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) Menjelaskan fungsi dari penguat Common Emitter (CE) dan
Common Collector (CC)
(2) Melakukan analisis rangkaian penguat tegangan.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

PENGUAT TEGANGAN

X.1. ANALISA DARI PENGUAT TEGANGAN

Tinjau suatu rangkaian penguat tegangan dengan pembias pada basis seperti ditunjukkan oleh
Gambar 10.1.

Gambar 10.1. Penguat tegangan dengan pembias pada basis.

Analisis dari penguat tegangan lebih komplek dari analisis sebelumya karena pada sebuah
penguat tegangan mempunyai dua sumber tegangan, yaitu sumber tegangan dc untuk membias
transistor pada daerah aktif, dan sumber tegangan ac sebagai masukan tegangan yang dikuatkan.
Untuk menganalisis penguat tegangan, digunakan prinsip superposisi. Analisis akan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu analisis efek dari sumber dc atau analisis dc (1), kemudian dilakukan analisis efek
dari sumber ac atau analisis ac (2).

Analisis DC

Analisis DC dilakukan untuk mendapatkan besar arus dan tegangan dc. Kapasitor akan open
terhadap sumber dc. Gambar 10.2 menunjukkan rangkaian ekuivalen dc untuk rangkaian penguat
tegangan pada Gambar 10.1.

Dengan nilai 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,7 besar arus basis dan arus kolektor berturut-turut,
−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐵𝐵 𝐼𝐼𝐵𝐵 + 0,7 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 −0,7
𝐼𝐼𝐵𝐵 = (10.1)
𝑅𝑅𝐵𝐵

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝛽𝛽𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐼𝐼𝐵𝐵 (10.2)


2
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Gambar 10.2. Rangkaian ekuivalen dc penguat tegangan Gambar 10.1.

Tegangan kolektor dc sebesar,

−𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑅𝑅𝐶𝐶 𝐼𝐼𝐶𝐶 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 − 𝑅𝑅𝐶𝐶 𝐼𝐼𝐶𝐶 (10.3)

Dalam analisis dc harus dipastikan bahwa transistor dibias pada daerah aktif.

Analisis AC
Analisis ac dilakukan untuk mendapatkan besar gain atau penguatan tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar
tegangan keluaran ac yang diamati pada hambatan beban, 𝑅𝑅𝐿𝐿 . Analisis ac dilakukan dengan membuat
semua kapasitor short dan membuat nol semua tegangan dc (prinsip superposisi) seperti pada Gambar
10.3.

Gambar 10.3. Analisis ac rangkaian penguat Gambar 10.1.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Selanjutnya, transistor diganti dengan model ac untuk operasi sinyal kecil sehingga didapatkan
rangkaian ekuivalen ac (Gambar 10.4).

Gambar 10.4. Rangkaian ekuivalen ac penguat tegangan Gambar 10.1.

Impedansi masukan , 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , termasuk didalamnya adalah hambatan pembias, 𝑅𝑅𝐵𝐵 , yang
pararel dengan impedansi masukan pada basis, 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) , atau,

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 𝑅𝑅𝐵𝐵 ∥ 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) (10.4)

Besar tegangan ac pada basis, 𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 , diamati pada hambatan basis ac, 𝑟𝑟𝑏𝑏 = 𝛽𝛽𝑟𝑟𝑒𝑒, , yaitu,

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 (10.5)

Impedansi keluaran, 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , terdiri dari hambatan kolektor, 𝑅𝑅𝐶𝐶 , pararel dengan hambatan beban , 𝑅𝑅𝐿𝐿 ,
atau,

𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑅𝑅𝐿𝐿 (10.6)

Tegangan keluaran ac, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , diamati pada hambatan beban, 𝑅𝑅𝐿𝐿 , yang besarnya bisa dianalisis dari
rangkaian Gambar 4.39 sebagai berikut.

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝑖𝑖𝑐𝑐 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽𝑖𝑖𝑏𝑏 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽 𝑍𝑍
𝑟𝑟𝑏𝑏 𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (10.7)
𝑟𝑟𝑒𝑒,

Tanda minus menunjukkan bahwa tegangan keluaran ac berbeda fase 180o dengan tegangan masukan
ac.
4
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , adalah besar penguatan tegangan oleh penguat yang didefinisikan dengan
perbandingan antara tegangan keluaran ac, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , terhadap tegangan masukan ac, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , atau,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
𝐴𝐴𝑣𝑣 = � �= (10.8)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑟𝑟𝑒𝑒,

Contoh 10.1.

Dapatkan besar gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar tegangan keluaran ac yang diamati pada
hambatan beban, 100 kΩ !. (Asumsikan bahwa rangkaian well design dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7V).

Gambar 10.5. Rangkaian contoh 9.1.

Penyelesaian

Analisa DC
Analisis dc dilakukan dengan membuat semua kapasitor open (Gambar 10.6). Diasumsikan
bahwa rangkaian well design dan 𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,7V, maka
2,2𝑘𝑘
𝑉𝑉𝐵𝐵 = 10 = 1,8V
2,2𝑘𝑘+10𝑘𝑘

−1,8 + 0,7 + 1𝑘𝑘𝐼𝐼𝐸𝐸 = 0

1,8−0,7
𝐼𝐼𝐸𝐸 = = 1,1 𝑚𝑚A
1𝑘𝑘

𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 = 10 − 1,1𝑚𝑚(3,6𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘) = 4,94V

Jadi titik kerja dc berada pada 1,1 mA dan 4,94 V.


5
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Gambar 10.6. Rangkaian ekuivalen dc penguat tegangan Gambar 10.5.

Analisa AC
Analisis ac dilakukan dengan membuat semua kapasitor short, membuat nol semua tegangan
dc (prinsip superposisi) dan mengganti transistor dengan model ac seperti pada Gambar 10.7.

600 Ω

+ +
3,6 kΩ
10 kΩ v r i
b 10 kΩ
be c
1 mV 2,2 kΩ

- -

Gambar 10.7. Rangkaian ekuivalen ac penguat tegangan Gambar 10.5.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Besar gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , dan besar tegangan keluaran ac didapatkan dengan perhitungan
sebagai berikut,
25𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑟𝑟𝑏𝑏 = 𝛽𝛽𝑟𝑟𝑒𝑒, = 100 = 2,27𝑘𝑘Ω
1,1𝑚𝑚𝑚𝑚

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = 𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 ∥ 𝑟𝑟𝑏𝑏 = 1 𝑘𝑘Ω

𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) 1𝑘𝑘
𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 = 1𝑚𝑚𝑚𝑚 = 1𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,625𝑚𝑚𝑚𝑚
600 + 𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) 0,6𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘

𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑅𝑅𝐿𝐿 = 2,65𝑘𝑘Ω

Besar tegangan keluaran ac adalah

𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏 0,625𝑚𝑚
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝛽𝛽 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −100 2,65𝑘𝑘 = −72,88𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑟𝑟𝑏𝑏 2,27𝑘𝑘

Gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , adalah

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 −72,88𝑚𝑚
𝐴𝐴𝑣𝑣 = � �=� � = 72,88
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 1𝑚𝑚

X.2. PENGUAT TEGANGAN BERTINGKAT

Penguat tegangan bertingkat digunakan untuk gain tegangan yang lebih besar. Keluaran dari
tingkat pertama akan menjadi masukan untuk tingkat kedua. Keluaran dari tingkat kedua akan menjadi
masukan untuk tingkat ketiga. Begitu seterusnya sampai tingkat terakhir. Gambar 10.8a menunjukkan
suatu rangkaian penguat tegangan bertingkat dua. Rangkaian tersebut terdiri dari dua rangkaian
penguat Common Emitor.

Gain Tegangan Tingkat Pertama

Gambar 10.8b menunjukkan rangkaian ekuivalen ac. Dapat dilihat bahwa impedansi masukan
penguat tingkat kedua menjadi beban pada penguat tingkat pertama. Sehingga impedansi keluaran
penguat tingkat pertama menjadi,

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) (10.9)

Tegangan basis penguat tingkat pertama, 𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) , adalah

𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1)
𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) = 𝑣𝑣 (10.10)
𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) +𝑅𝑅𝐺𝐺 𝑔𝑔

Jika 𝑅𝑅𝐺𝐺 ≪ 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1) maka 𝑣𝑣𝑏𝑏𝑏𝑏(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) = 𝑣𝑣𝑔𝑔 .

Dengan menggunakan Pers. (4.49) maka gain tegangan tingkat pertama, 𝐴𝐴1 , adalah

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2)


𝐴𝐴1= � �= = (10.11)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) 𝑟𝑟𝑒𝑒, (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1) 𝑟𝑟𝑒𝑒, (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 1)

(a)

(b)
Gambar 10.8. Rangkaian penguat tegangan bertingkat dua (a), rangkaian ekuivalen ac (b).

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 10

Gain Tegangan Tingkat Kedua

Impedansi keluaran penguat tingkat kedua adalah

𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) = 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥ 𝑅𝑅𝐿𝐿 (10.12)

dan gain tegangan tingkat kedua, 𝐴𝐴2 , adalah

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) 𝑍𝑍𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) 𝑅𝑅𝐶𝐶 ∥𝑅𝑅𝐿𝐿


𝐴𝐴2= � �= = (10.13)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) 𝑟𝑟𝑒𝑒, (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2) 𝑟𝑟𝑒𝑒, (𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2)

Gain Tegangan Total

Gain tegangan total dari penguat tegangan bertingkat dua diberikan oleh hasil perkalian dari gain
tegangan masing-masing tingkat,

𝐴𝐴 = 𝐴𝐴1 𝐴𝐴2 (10.14)

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

PENDAHULUAN

Topik : Junction Field Effect Transistor (JFET)

Substansi : − Operasi Fisis JFET


− Model DC JFET
− Bias pada JFET

Tujuan Pembelajaran : Dapat :


(1) menjelaskan operasi fisis pada JFET
(2) melakukan analisa DC pada rangkaian JFET

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

JUNCTION FIELD EFFECT TRANSISTOR (JFET)

Field effect transistor (FET) merupakan transistor unipolar. Beda dengan BJT, pada
operasinya, FET hanya tergantung pada satu tipe muatan, bisa elektron atau hole yang menjadi
pembawa muatan mayoritasnya. Konsep dasar dari operasi FET adalah lebar dari kanal konduksi
dalam sebuah semikonduktor yang bisa divariasikan oleh medan listrik dari luar. Sehingga perilaku
FET seperti hambatan yang dikontrol oleh tegangan (voltage controlled resistors).

FET menawarkan impedansi masukan yang lebih tinggi dari BJT. Sebagai contoh, impedansi
masukan sebuah BJT yang dioperasikan pada mode common emitter sebesar 2,5 kΩ, sementara itu,
FET yang dioperasikan pada mode common source mempunyai impedansi masukan sebasar 100 MΩ.
Ini yang membuat FET sesuai untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan impedansi masukan yang
tinggi. Salah satunya, FET sangat banyak digunakan dalam aplikasi rangkaian switching.

Ada dua jenis FET yang akan dijelaskan dalam Bab ini, yaitu junction field effect transistor
(JFET) dan metal oxide semiconductor field effect transistor (MOSFET).

XI.1. BENTUK DAN SIMBOL JFET

Konstruksi dasar dan simbol dari JFET tipe n ditunjukkan oleh Gambar 11.1. JFET tipe n
terdiri dari elemen badan dari semikonduktor tipe n yang tepinya didoping dengan semikonduktor tipe
p untuk membentuk terminal Gate. Badan semikonduktor ini akan menjadi kanal konduksi elektron
dari terminal Source ke Drain.

(a) (b)
Gambar 11.1 Konstruksi (a) dan simbol (b) n-JFET

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

XI.2. OPERASI FISIS JFET

Kurva Transkonduktansi

Kurva transkonduktansi akan menggambarkan bagaimana arus drain dikendalikan oleh


masukan berupa tegangan gate. Tinjau Gambar 11.2 yang menunjukkan n-JFET yang dibias normal.
Untuk mendapatkan kurva transkonduktansi, tegangan drain-souce, 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 di buat positif. Dalam kondisi
demikian, elektron akan mengalir pada badan semikonduktor tipe n dari source ke drain atau timbul
arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 .

VDS
VGS

Gambar 11.2. n-JFET yang dibias normal.

Pertama, tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , sama dengan nol, maka arus drain yang mengalir adalah arus
drain maksimum, 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 . Jika tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dibuat negatif, maka hal itu akan membuat
dioda pada gate-drain maupun gate-source terbias mundur sehingga akan menyebabkan timbulnya
daerah deplesi antara gate tipe p dan badan semikonduktor tipe n, seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 11.3a. Daerah deplesi ini akan menghambat jalannya elektron dari source ke drain yang
menyebabkan arus drain berkurang.

Gambar 11.3. Daerah deplesi terbentuk saat tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , bernilai negatif (a) dan kondisi
pinchoff.

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Jika tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dibuat semakin negatif maka daerah deplesi akan semakin melebar
dan akhirnya akan menutup kanal elektron seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.3b. Kondisi ini
dinamakan kondisi pinchoff. Pada kondisi elektron tidak dapat mengalir dari source ke drain sehingga
arus drain sama dengan nol. Tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , saat kondisi pinchoff terjadi dinamakan
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) .

Kurva transkonduktansi ditunjukkan oleh Gambar 11.4. Hubungan antara besar arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 ,
terhadap tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , ditunjukkan oleh,

2
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺
𝐼𝐼𝐷𝐷 = 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 �1 − � (11.1)
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)

Gambar 11.4. Kurva transkonduktansi dari n-JFET.

Pada normal bias seperti yang telah dijelaskan di atas, dioda gate-source selalu terbias mundur
sehingga elektron dari source tidak bisa menuju ke gate, atau dengan kata lain arus gate, 𝐼𝐼𝐺𝐺 , sama
dengan nol.

Kurva Karakteristik 𝑰𝑰𝑫𝑫 -𝑽𝑽𝑫𝑫𝑫𝑫

Tinjau Gambar 11.5 yang menunjukkan n-JFET yang dibias normal dengan tegangan gate-
source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , sama dengan nol. Jika besar tegangan drain-source dinaikkan dari nol sampai ke nilai
tertentu, maka karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 terhadap perubahan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 ditunjukkan oleh kurva pada Gambar 11.6.

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Gambar 11.5. n-JFET yang dibias normal dengan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 0.

Saat besar 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 mulai dinaikkan dari nol, maka semakin besar nilai 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 semakin besar pula
arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , mengikuti hukum ohm pada sebuah konduktor. Sementara itu, jika besar 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 dinaikkan
maka semakin membias mundur dioda gate-drain. Daerah deplesi pada dioda gate-drain semakin
melebar sampai kondisi pinchoff, kanal konduksi tertutup, tercapai pada saat tegangan pinchoff, 𝑉𝑉𝑃𝑃 .
Pada saat ini arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , bernilai maksimum, 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 .

Gambar 11.6. Kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 saat 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 0.

Kondisi kanal konduksi benar-benar tertutup tidak mungkin terjadi. Yang terjadi adalah kanal
konduksi hampir tertutup yang masih memungkinkan elektron untuk melewatinya. Kanal konduksi
yang sempit ini akan menjaga naiknya arus. Medan listrik yang semakin besar akibat naiknya
tegangan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 akan menyebabkan mobilitas elektron akan berbanding terbalik dengan medan listrik
sehingga kecepatan driff elektron akan konstan. Hal inilah yang menyebabkan arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , bernilai
konstan jika tegangan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 dinaikkan dari tegangan pinchoff, 𝑉𝑉𝑃𝑃 sampai kondisi breakdown tercapai
saat 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 .

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 terhadap perubahan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 akan sama untuk nilai tegangan gate-source yang
berbeda-beda, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11.7.

Gambar 11.7. Kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 JFET.

Tegangan pinchoff, 𝑉𝑉𝑃𝑃 , membagi kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 menjadi dua daerah operasi utama dari
JFET. Daerah dengan kurva hampir horisontal, dinamakan daerah aktif. Daerah dengan kurva hampir
vertikal, dinamakan daerah ochmic atau saturasi. Disebut ochmic karena hukum ohm masih berlaku
di daerah operasi ini. Pada daerah ochmic atau saturasi, sebuah JFET ekuivalen dengan sebuah
hambatan yang bernilai,

𝑉𝑉𝑃𝑃
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 = (11.2)
𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷

𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 disebut dengan hambatan ochmic (ochmic resistance) dari JFET.

Dari penjelasan di atas juga dapat diketahui bahwa kondisi saat kanal konduksi tertutup
dicapai saat tegangan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) pada kurva transkonduktansi atau saat tegangan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑉𝑉𝑃𝑃 pada
kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 . Sehingga dapat ditulis bahwa,

𝑉𝑉𝑃𝑃 = −𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) (11.3)

XI.3. MODEL DC JFET

Pada SubBab ini dijelaskan tentang model DC atau rangkaian ekuivalen yang mewakili JFET.
Gambar 11.8 menunjukkan rangkaian awal n-JFET.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

+
D

G
+
VDS
VGS S

- -

Gambar 11.8. Rangkaian awal n-JFET.

Berdasarkan operasi fisis dari JFET yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada normal
bias, dioda gate-source selalu terbias mundur sehingga elektron dari source tidak bisa menuju ke gate,
atau dengan kata lain arus gate, 𝐼𝐼𝐺𝐺 , sama dengan nol. Gate-source bisa dimodelkan dengan suatu
rangkaian open dengan beda potensial sebesar 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 .

Sementara itu, pada mode aktif, arus drain yang mengalir dari drain ke source dikendalikan
oleh tegangan gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dengan hubungan mengikuti Pers. (11.1). Sehingga antara drain dan
source bisa dimodelkan dengan sebuah sumber arus, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , yang besarnya ditentukan oleh tegangan
gate-source, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 . Model DC dari JFET pada mode aktif ditunjukkan oleh Gambar 11.9.

G D
+ +

I
D
V V
GS
DS

S
- -

Gambar 11.9. Model DC dari JFET pada mode aktif.

Pada mode ohmic atau saturasi, sebuah JFET ekuivalen dengan sebuah hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 seperti yang
ditunjukkan oleh Pers. (11.2). Gambar 11.10 menunjukkan model DC JFET pada mode ohmic atau
saturasi.

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

G D
+ +

R
V DS
GS V
DS

S
- -

Gambar 11.10. Model DC dari JFET pada mode ohmic atau saturasi.

Contoh 11.1

Dapatkan harga 𝐼𝐼𝐷𝐷 , 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 rangkaian pada Gambar 11.11.

Gambar 11.11.

Penyelesaian

Rangkaian ekuivalen Gambar 11.9 pada mode aktif ditunjukkan oleh Gambar 11.10. Analisis
rangkaian untuk mendapatkan harga 𝐼𝐼𝐷𝐷 , 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 sebagai berikut.
1 MΩ 3,6 kΩ
G D
+ +

V I
GS D V
DS

lup I 20 V
- lup II
S -

1 kΩ

Gambar 11.12. Rangkaian ekuivalen Gambar 11.11 pada mode aktif.


8
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Arus gate, 𝐼𝐼𝐺𝐺 , sama dengan nol, sehingga 𝐼𝐼𝑆𝑆 = 𝐼𝐼𝐷𝐷 . Diasumsikan JFET pada mode aktif.

Lup I
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 + 1𝑘𝑘𝐼𝐼𝐷𝐷 = 0

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −1𝑘𝑘𝐼𝐼𝐷𝐷 (1)

Hubungan 𝐼𝐼𝐷𝐷 dan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 mengikuti hubungan pada Pers. (11.1). Dengan 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 10 𝑚𝑚A dan
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = −4V, maka,

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 2
𝐼𝐼𝐷𝐷 = 10𝑚𝑚 �1 − � (2)
−4

Substitusi Pers. (2) ke Pers. (1), didapatkan harga 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −2,15 𝑉𝑉 dan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −7,45 𝑉𝑉. Harga
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −7,45 𝑉𝑉 tidak mungkin karena lebih kecil dari harga 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = −4V.

Substitusi harga 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −2,15 𝑉𝑉 ke Pers.(1) didapat harga 𝐼𝐼𝐷𝐷 = 2,15 𝑚𝑚 𝐴𝐴.

Sementara itu, arus maksimum yang bisa lewat pada rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , dihitung pada saat
𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 = 0,
20
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = = 4,35 𝑚𝑚A
(3,6𝑘𝑘+1𝑘𝑘)

𝐼𝐼𝐷𝐷 = 2,15 𝑚𝑚 𝐴𝐴 < 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠)

Jadi asumsi bahwa JFET beroperasi pada daerah aktif adalah benar (Gambar 11.13).

I
D

I
D(sat)

Q V
GS
I
D

V
DS

Gambar 11.13. Garis beban rangkaian Gambar 11.11 terhadap kurva karakteristik JFET.

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Lup II
−20 + 3,6𝑘𝑘𝐼𝐼𝐷𝐷 + 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 + 1𝑘𝑘𝐼𝐼𝐷𝐷 = 0

𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 = 20 − (3,6𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘)𝐼𝐼𝐷𝐷 = 20 − 4,6𝑘𝑘(2,15𝑚𝑚) = 9,9V

XI.4. BIAS PADA JFET

Bias pada Gate (Gate Bias)

Gambar 11.14a menunjukkan rangkaian bias pada gate. Persamaan garis beban rangkaian
pada kurva transkonduktansi dapat ditulis,
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 (11.4)

(a) (b)
Gambar 11.14. Rangkaian bias pada gate (a) dan titik Q yang tidak stabil pada daerah aktif (b).

Garis beban yang digambarkan pada kurva karakteristik transistor ditunjukkan oleh Gambar 11.14b.
Karakteristik JFET yang diwakili oleh nilai 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 dan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) bervariasi. Sebagai contoh, JFET
2N5459 mempunyai karakteristik yang bervariasi dengan variasi 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 dari 4 sampai 16 mA dan variasi
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) dari -2 sampai -8V. Variasi tersebut juga ditunjukkan pada Gambar 11.14b. Dapat dilihat
bahwa akibat dari variasi dari kurva transkonduktansi ini menyebabkan titik kerja, Q, dari JFET pada
rangkaian bias pada gate Gambar 11.14a juga bergeser. Bergesernya titik kerja ini bisa
mengindikasikan yang tadinya rangkaian didesain dengan JFET pada daerah aktif bergeser ke daerah
ohmic atau saturasi karena besarnya arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , yang bekerja pada rangkaian.

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Meskipun rangkaian bias pada gate tidak stabil menjaga titik kerja pada daerah aktif,
rangkaian ini sempurna untuk digunakan sebagai pembias pada daerah ohmic atau saturasi. Dengan
memastikan bahwa arus maksimum yang bisa melewati rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , jauh lebih kecil dari 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 ,

𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) ≪ 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 (11.5)

maka JFET bisa dipastikan akan dibias pada daerah ohmic atau saturasi (Gambar 11.15a). Pada daerah
ohmic atau saturasi, JFET ekuivalen dengan sebuah hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 (Gambar 11.15b).

(a) (b)
Gambar 11.15. Bias pada daerah ohmic atau saturasi (a) dan JFET ekuivalen dengan sebuah hambatan.

Contoh 11.2.

Dapatkan tegangan drain, 𝑉𝑉𝐷𝐷 , untuk rangkaian pada Gambar 11.16.

+10 V

10 kΩ

0V
I =10 mA
DSS
- 10 V V =4 V
P

1 MΩ

Gambar 11.16.

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Penyelesaian

Untuk tegangan masukan 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 = −10 𝑉𝑉,

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 = −10 𝑉𝑉 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) sehingga 𝐼𝐼𝐷𝐷 = 0 atau drain-source open (Gambar 11.17).
Dalam kasus ini tegangan drain, 𝑉𝑉𝐷𝐷 = 10 𝑉𝑉.

+10 V

10 kΩ

D V =10 V
D

Gambar 11.17. D-S open

Untuk tegangan masukan 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 = 0 𝑉𝑉,

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 = 0 𝑉𝑉

Arus drain maksimum yang mungkin melewati rangkaian,

10
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = = 1𝑚𝑚𝑚𝑚 ≪ 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷
10𝑘𝑘

JFET dibias pada daerah ohmic atau saturasi (Gambar 11.18) dan ekuivalen dengan hambatan
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 , sebesar,

𝑉𝑉𝑃𝑃 4
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 = = = 0,4 𝑘𝑘Ω
𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 10𝑚𝑚

Dalam kasus ini tegangan drain sebesar,

𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 0,4𝑘𝑘
𝑉𝑉𝐷𝐷 = 10 = 10 = 0,385V
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 +10𝑘𝑘 0,4𝑘𝑘+10𝑘𝑘

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

I +10 V
D

I
DSS V =0
10 mA 10 kΩ
GS

R
DS

1 mA

V
DS
10 V

(a) (b)

Gambar 11.18. JFET pada daerah ohmic atau saturasi (a), dan ekuivalen dengan hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 (b).

Bias dengan Pembagi Tegangan (Votage Divider Bias)

Gambar 11.19a menunjukkan rangkaian bias dengan pembagi tegangan atau voltage divider
bias (VDB). Jika rangkaian well designed, maka rangkaian VDB bisa dianalisis sebagai berikut.
Tegangan pada gate, 𝑉𝑉𝐺𝐺 , sebesar,

𝑅𝑅2
𝑉𝑉𝐺𝐺 = 𝑉𝑉 (11.6)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2 𝐷𝐷𝐷𝐷

Persamaan garis beban rangkaian pada kurva transkonduktansi dapat ditulis sebagai,

𝑉𝑉𝐺𝐺 −𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺
𝐼𝐼𝐷𝐷 = (11.7)
𝑅𝑅𝑆𝑆

Gambar 11.19b menunjukkan persamaan garis beban rangkaian pada kurva transkonduktansi. Jika
dibuat harga 𝑉𝑉𝐺𝐺 ≫ 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 maka pers. (11.7) menjadi

𝑉𝑉𝐺𝐺 −𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑉𝑉𝐺𝐺


𝐼𝐼𝐷𝐷 = ≈ (11.8)
𝑅𝑅𝑆𝑆 𝑅𝑅𝑆𝑆

Garis beban pada Gambar 11.19b akan semakin mendatar sehingga pergeseran titik kerja Q karena
perubahan karakteristik JFET terjadi pada arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , yang sama. Dengan kata lain, dengan
membuat tegangan gate jauh lebih besar daripada tegangan gate-source JFET maka rangkaian VDB
akan stabil menjaga titik kerja Q akan tetap pada daerah aktif.
13
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

(a) (b)
Gambar 11.19. Rangkaian VDB (a), dan variasi titik kerja rangkaian terhadap perubahan karakteristik
JFET.

Two Supply Source Bias

Gambar 11.20a menunjukkan rangkaian two supply source bias. Persamaan garis beban
rangkaian pada kurva transkonduktansi dapat ditulis sebagai,

𝑉𝑉𝑆𝑆𝑆𝑆 −𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑉𝑉𝑆𝑆𝑆𝑆


𝐼𝐼𝐷𝐷 = ≈ (11.9)
𝑅𝑅𝑆𝑆 𝑅𝑅𝑆𝑆

Dengan membuat harga 𝑉𝑉𝑆𝑆𝑆𝑆 ≫ 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 maka garis beban pada Gambar 11.20b akan semakin mendatar
sehingga rangkaian two supply source bias akan stabil menjaga titik kerja Q akan tetap pada daerah
aktif.

(a) (b)
Gambar 11.20. Rangkaian two supply source bias (a), dan variasi titik kerja rangkaian terhadap
perubahan karakteristik JFET.
14
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

Bias dengan Sumber Arus (Current Source Bias)

Ketika tegangan suplai dari drain tidak cukup besar, tegangan gate tidak mungkin bisa
mengatasi variasi 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 . Dalam kasus ini, akan lebih baik jika digunakan bias dengan sumber arus
(current source bias) seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.21.

Gambar 11.21. Current Source Bias

Pada rangkaian ini, transistor BJT akan menyediakan arus drain yang tetap melalui JFET. Arus drain
diberikan oleh,
𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 + 𝑅𝑅𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐷𝐷 − 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 = 0

𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 −𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐼𝐼𝐷𝐷 = (11.10)
𝑅𝑅𝐸𝐸

Dengan cara ini, meskipun 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 berbeda untuk setiap titik kerja Q, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 tidak lagi berpengaruh terhadap
besar arus drain pada rangkaian.

Self-Bias

Rangkaian Gambar 11.22a merupakan rangkaian Self Bias. Persamaan garis beban pada kurva
transkonduktansi diberikan oleh,

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = −𝐼𝐼𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑆𝑆 (11.11)

dan ditunjukkan oleh Gambar 11.22b dengan menggambarkan untuk variasi harga 𝑅𝑅𝑆𝑆 . Dapat dilihat
bahwa nilai medium dari 𝑅𝑅𝑆𝑆 diberikan saat tegangan gate-source setengah dari tegangan 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) nya.
Nilai medium dari 𝑅𝑅𝑆𝑆 harus mendekati nilai hambatan ohmic nya, atau,

15
Elektronika Analog Modul
Ajar 11

𝑅𝑅𝑆𝑆 ≈ 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 (11.12)

Dari Gambar 11.22b juga dapat dilihat bahwa rangkaian self bias tidak sestabil rangkaian VDB,
source bias, atau current source bias dalam menjaga titik kerja Q pada daerah aktif.

Gambar 11.22. Rangkaian self bias (a), dan variasi titik kerja rangkaian terhadap perubahan nilai 𝑅𝑅𝑆𝑆 .

16
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

PENDAHULUAN

Topik : Aplikasi Rangkaian Junction Field Effect Transistor (JFET)

Substansi : − Model AC JFET


− JFET Analog Switch
− JFET Source Follower

Tujuan Pembelajaran : Dapat menjelaskan fungsi rangkaian aplikasi JFET dengan


melakukan analisis rangkaian.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

RANGKAIAN APLIKASI
Junction Field Effect Transistor (JFET)

XII.1. MODEL AC JFET

Untuk operasi sinyal kecil, daerah kerja transistor saat masukan sinyal ac dikenakan bisa
didekati dengan sebuah garis lurus dengan besar kemiringannya dengan sebuah transkonduktansi, 𝑔𝑔𝑚𝑚 ,
dengan
𝜕𝜕𝐼𝐼𝐷𝐷 𝑖𝑖𝑑𝑑
𝑔𝑔𝑚𝑚 ≡ � = (12.1)
𝜕𝜕𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑉𝑉 𝑣𝑣𝑔𝑔𝑔𝑔
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷

−2𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺
𝑔𝑔𝑚𝑚 = �1 − � (12.2)
𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)

I
D

I
DSS

Q
2
Q I
1 DQ

V V
GS
GS(off)

V
GSQ

Gambar 12.1. Daerah kerja transistor saat masukan sinyal ac dikenakan.

Dari Pers. (12.1) dapat dikatakan bahwa transkonduktansi sama dengan arus drain ac dibagi dengan
tegangan gate-source ac. Transkonduktansi memberikan informasi seberapa efektif tegangan gate-
source dalam mengendalikan arus drain. Satuan transkonduktansi adalah mho yang merupakan rasio
arus terhadap tegangan. Ekuivalen dan lebih modern dari mho adalah siemens (S).

Dari uraian di atas, maka model ac untuk operasi sinyal kecil dari JFET ditunjukkan oleh
Gambar 12.2. 𝑅𝑅𝐺𝐺𝐺𝐺 adalah hambatan antara gate dan source yang karena nilainya yang besar sehingga
gate dan source bisa dianggap sebagai rangkaian open.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

Gambar 12.2. Model AC untuk operasi sinyal kecil JFET.

XII.2. JFET SOURCE FOLLOWER

Rangkaian pada Gambar 12.3 menunjukkan suatu rangkaian source follower. Sinyal masukan
masuk melalui gate, dan sinyal keluaran dimasukkan oleh source menuju hambatan beban, 𝑅𝑅𝐿𝐿 . Seperti
pada emitter follower (penguat common collector), rangkaian source follower mempunyai besar gain
tegangan kurang dari 1. Kegunaan utama dari rangkaian source follower adalah rangkaian ini
mempunyai input impedansi yang sangat tinggi. Rangkaian source follower seringkali digunakan pada
sisi ujung system, diikuti oleh penguat tegangan bipolar.

+V
DD

R
1

V
in

+
R
2 R R
S L V
out

Gambar 12.3. Rangkaian source follower.

Besar gain tegangan bisa dianalisis dengan menggunakan model ac seperti ditunjukkan oleh Gambar
12.4. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pada saat analisis ac dilakukan, kapasitor akan short dan
sumber dc bernilai nol (prinsip superposisi).

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

+ +

v v
gs i =g v gs i =g v
d m gs d m gs

- -
V R R V R ||R
in 1 2 in 1 2

+ +

R R V Z =R ||R V
S L out out S L out

- -

(a) (b)
Gambar 12.4. Model ac rangkaian source follower (a), dan penyederhanaannya (b)

Tegangan gate-source, 𝑣𝑣𝑔𝑔𝑔𝑔 , diberikan oleh,

𝑣𝑣𝑔𝑔𝑔𝑔 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (12.3)

Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , diberikan oleh,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑖𝑖𝑑𝑑 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑔𝑔𝑚𝑚 𝑣𝑣𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (12.4)

Substitusi Pers. (12.3) ke Pers. (12.4) didapatkan gain tegangan, 𝐴𝐴𝑣𝑣 , diberikan oleh,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑔𝑔𝑚𝑚 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜


𝐴𝐴𝑣𝑣 = � �= (12.5)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 1+𝑔𝑔𝑚𝑚 𝑧𝑧𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

Penyebut pers. (12.5) selalu lebih besar dari pembilangannya, maka gain tegangan selalu lebih kecil
dari 1.

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

IX.3. JFET ANALOG SWITCH

Disamping sebagai source follower, aplikasi utama dari JFET adalah sebagai analog
switching. Dalam aplikasi ini, JFET akan berprilaku seperti swicth yang bisa melalukan atau menahan
sinyal ac yang masuk ke gate. JFET akan bekerja di dua daerah, yaitu daerah ohmic dan cutoff.

Rangkaian Gambar 12.5 menunjukkan sebuah rangkaian shunt switch. Drain-source akan
open atau short tergantung apakah 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 bernilai tinggi atau rendah sehingga sinyal masukan ac, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 ,
akan dilalukan atau ditahan.

Gambar 12.5. Rangkaian shunt switch.

Analisis terhadap rangkaian shunt switch dapat dilakukan sebagai berikut.

Saat 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 bernilai tinggi (𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 0),

Arus maksimum yang melalui rangkaian, 𝑖𝑖𝑑𝑑(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , yang diberikan oleh

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑖𝑖𝑑𝑑(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = (12.6)
𝑅𝑅𝐷𝐷

Pada normal operasi, sinyal masukan ac, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , harus merupakan sinyal kecil, biasanya kurang
dari 100 mV karena untuk menjamin JFET tetap berada pada daerah ohmic atau saturasi maka,

𝑖𝑖𝑑𝑑(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) ≪ 𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 (12.7)

Pada kondisi ohmic atau saturasi, JFET ekuivalen dengan sebuah hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 .
Rangkaian ekuivalennya bisa dilihat pada Gambar 12.6. Besar 𝑅𝑅𝐷𝐷 harus jauh lebih besar dari
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 untuk memastikan JFET pada kondisi hard saturation.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 12

R
D
V V
out
in
D

R
DS

Gambar 12.6. Rangkaian ekuivalen shunt switch dengan JFET saturasi.

Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , diberikan oleh,

𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 ≈ 0 (12.8)
𝑅𝑅𝐷𝐷 +𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷

Dalam kasus ini, JFET menahan sinyal masukan ac.

Saat 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 bernilai rendah (𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) ),

Karena 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) , maka arus drain sama dengan nol. JFET akan beroperasi pada daerah
cutoff dan ekuivalen dengan rangkaian open pada drain-source seperti ditunjukkan oleh
Gambar 12.7.
R
D
V V
out
in

Gambar 12.7. Rangkaian ekuivalen shunt switch dengan JFET cutoff.

Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , diberikan oleh,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 (12.9)

Dalam kasus ini, JFET melalukan sinyal masukan ac.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

PENDAHULUAN

Topik : Metal Oxide Field Effect Transistor (MOSFET)

Substansi : − Operasi fisis MOSFET


− Rangkaian aplikasi MOSFET

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan operasi fisis pada MOSFET
(2) menjelaskan fungsi rangkaian aplikasi MOSFET dengan
melakukan analisis rangkaian.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

METAL OXIDE SEMICONDUCTOR


FIELD EFFECT TRANSISTOR (MOSFET)

Ada dua jenis MOSFET, yaitu tipe depletion-mode dan tipe enhancement-mode. MOSFET tipe
enhancement-mode sangat luas digunakan baik untuk aplikasi rangkaian diskrit maupun rangkaian
terintegrasi. Dalam rangkaian diskrit, kegunaan utama MOSFET sebagai power switching, artinya
akan menyalakan atau mematikan arus kuat. Pada rangkaian terintegrasi, kegunaan utama sebagai
digital switching, yang merupakan proses yang paling dasar dari suatu komputer modern. Sementara
itu, MOSFET tipe depletion-mode jarang digunakan. Penjelasan pada SubBab ini akan fokus pada
enhancement MOSFET.

XIII.1. BENTUK DAN SIMBOL MOSFET

Konstruksi dasar dan simbol dari enhancement MOSFET ditunjukkan oleh Gambar 13.1.
Perbedaan utama MOSFET terhadap JFET adalah pada gate yang terisolasi dari kanal konduksi
dengan material SiO2.(Silicon dioxide). Hal ini akan lebih menjamin bahwa arus gate akan lebih kecil
dibandingkan pada JFET. Oleh karena itu, MOSFET seringkali dinamakan IGFET, kepanjangan dari
insulated-gate FET.

(a) (b)
Gambar 13.1. Konstruksi dasar dan simbol dari n-channel enhancement MOSFET (a) dan p-channel
enhancement MOSFET (b).
2
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

XIII.2. OPERASI FISIS MOSFET

Kurva Transkonduktansi

Gambar 13.2 menunjukkan sebuah MOSFET tipe enhancement kanal n yang dibias normal
dengan kurva transkonduktansi yang menunjukkan karakteristik arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , terhadap variasi
tegangan gate, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , pada Gambar 13.3.

VDS
S

VGS

Gambar 13.2. n channel enhancement MOSFET yang dibias normal.

Gambar 13.3. Kurva transkonduktansi.

Pada saat tegangan gate sama dengan nol, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 0, arus antara source dan drain sama dengan
nol. Untuk alasan ini, suatu E-MOSFET dikatakan normally off saat tegangan gate sama dengan nol
(Gambar 13.4a).

Ketika tegangan gate positif, hal itu akan menarik elektron pada semikonduktor tipe p ke atas
untuk berekombinasi dengan hole di dekat silicon dioxide. Jika tegangan positif gate cukup, maka

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

semua hole yang berada di dekat silicon dioxide akan terisi, dan kemuadian elektron bebas akan mulai
mengalir dari source ke drain. Lapisan tipe n di dekat silicon dioxide yang terbentuk, yang dinamakan
n-type inversion layer, yang menjadi kanal konduksi yang membuat elektron bebas bisa mengalir dari
source ke drain (Gambar 13.4b). 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 minimum yang bisa menciptakan kanal konduksi tipe n dibawah
silocon dioxide disebut dengan tegangan ambang atau threshold, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) . Jika tegangan gate kurang
dari tegangan threshold maka arus drain akan sama dengan nol.

(a) (b) (c)


Gambar 13.4. E-MOSFET kanal n pada saat normally off(a), kanal konduksi (n-type inversion layer)
terbentuk, dan arus drain maksimum (c).

Semakin besar tegangan gate positif, maka semakin lebar kanal konduksi yang terbentuk dan
arus drain semakin besar pula sampai mencapai arus maksimumnya atau arus saturasi, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠)
(Gambar 13.4c.). Di atas titik ini, E-MOSFET dibias pada daerah ochmic atau saturasi. Untuk aplikasi
switching, MOSFET harus dipastikan dibias pada daerah ohmic atau saturasi. Untuk menjamin kondisi
E-MOSFET pada hard saturation, tegangan gate pada 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) yang jauh di atas 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) (Gambar
13.3).

Kurva Karakteristik 𝑰𝑰𝑫𝑫 -𝑽𝑽𝑫𝑫𝑫𝑫

Kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 E-MOSFET ditunjukkan oleh Gambar 13.5. Kurva ini
menunjukkan karakteristik arus drain, 𝐼𝐼𝐷𝐷 , saat tegangan gate, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 , dan tegangan drain, 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 ,
divariasikan.

Tinjau pada satu kurva tertentu, misalnya pada 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 15 V. Jika 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 terus dinaikkan, maka
semakin banyak elektron bebas yang berpindah dari drain ke source melalui kanal konduksi, atau arus
drain bertambah besar. Pertambahan arus drain akan sebanding dengan naiknya 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 mengikuti hukum
4
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

ohm. Pada kondisi ini dikatakan E-MOSFET dibias pada daerah ohmic atau saturasi dan dapat dilihat
pada garis yang hampir vertikal Gambar 13.5.

Tegangan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 yang terus naik juga akan membuat medan listrik pada dioda drain-bulk
semiconductor juga akan naik. Ini akan menyebabkan pada harga 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 tertentu, di mana medan listrik
tinggi, mobilitas elektron justru berbanding terbalik dengan naiknya medan listrik. Kecepatan drift
elektron akan konstan atau dengan kata lain, arus drain akan konstan. Hal ini dapat dilihat pada garis
yang horisontal pada Gambar 13.5. Pada kondisi ini dikatakan E-MOSFET dibias pada daerah aktif.

Gambar 13.5. Kurva karakteristik 𝐼𝐼𝐷𝐷 -𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 E-MOSFET.

XIII.3. DIGITAL SWITCHING

E-MOSFET sangat sesuai digunakan untuk divais switching karena tegangan thresholdnya.
Jika tegangan gate bernilai di atas tegangan thresholdnya maka divais akan berpindah dari titik cutoff
ke saturasi. Aksi on-off ini adalah proses dasar pada komputer.

Bias pada Daerah Ohmic

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, E-MOSFET banyak diterapkan untuk aplikasi
switching. Dan untuk aplikasi ini, E-MOSFET harus dipastikan dibias pada daerah ohmic atau saturasi.
Untuk menjamin kondisi E-MOSFET pada hard saturation, tegangan gate pada 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) yang jauh di
atas 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) dan arus drain yang mengalir pada MOSFET sebesar 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) .

E-MOSFET yang dibias pada daerah ohmic atau saturasi akan ekuivalen dengan suatu
hambatan drain-source, 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) . Hambatan drain-source, 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) ada di setiap spesifikasi dari E-
5
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

MOSFET. Untuk mendapatkan besar hambatan drain-source, 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) , suatu E-MOSFET dibias pada
titik kerja , 𝑄𝑄𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 , pada 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) dan mengukur besar arus 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) dan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 (𝑜𝑜𝑜𝑜) pada titik kerja

, 𝑄𝑄𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 tersebut (Gambar 13.6). Hambatan drain-source, 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) , dapat dihitung dengan,

𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜)
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) (13.1)
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜)

Gambar 13.6. Pengukuran 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) .

Tinjau rangkaian pada Gambar 13.7a. Arus drain maksimum pada rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) ,
diberikan oleh,

𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = (13.2)
𝑅𝑅𝐷𝐷

dan tegangan cutoff pada 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 . Garis beban rangkaian bisa dilihat pada Gambar 13.7b.

+V
DD

R
D

V
out

V
GS(on)

+0 V
V
in

Gambar 13.7. 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) harus lebih kecil dari 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) untuk titik kerja Q di daerah ohmic.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

Ketika 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 0, maka arus drain akan sama dengan nol karena 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) . Titik kerja, Q, bekerja
di titik cutoff. Ketika 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) , titik kerja, Q, bekerja di titik saturasi karena 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) lebih besar
dari arus drain maksimum pada rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) .

Dari uraian di atas dapat dituliskan bahwa untuk membias E-MOSFET pada daerah ohmic atau
saturasi, maka ,

𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) < 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) saat 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) (13.3)

Passive Load Switching

Rangkaian pada Gambar 13.8 merupakan rangkaian dari passive load switching. Kata
‘passive’ merujuk pada penggunaan beban berupa hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷 . Untuk rangkaian ini, tegangan
masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , bernilai rendah atau tinggi.

Agar rangkaian bekerja dengan baik maka arus maksimum pada rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , harus lebih kecil
dari 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) saat tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , sama dengan atau lebih besar dari 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) . Pada kondisi ini
MOSFET akan ekuivalen dengan sebuah hambatan drain-source, 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) , yang besarnya harus jauh
lebih kecil dari hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷 agar titik kerja Q tepat pada titik saturasi.

+V
DD

R
D

V
out

V
GS(on)

+0 V
V
in

Gambar 13.8. Rangkaian dari passive load switching.

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

Analisis terhadap rangkaian passive load switching dapat dilakukan sebagai berikut.

Saat 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 bernilai rendah (𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) ),

Karena 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺 < 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑡𝑡ℎ) , maka arus drain sama dengan nol. E-MOSFET akan beroperasi pada
daerah cutoff dan ekuivalen dengan rangkaian open pada drain-source seperti ditunjukkan
oleh Gambar 13.9.
+V
DD

R
D

V
out

Gambar 13.9. Rangkaian ekuivalen passive load switching dengan E-MOSFET cutoff.

Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan bernilai tinggi yang diberikan oleh,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 (13.4)

Saat 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 bernilai tinggi (𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑜𝑜𝑜𝑜) ),

Arus maksimum yang melalui rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) , yang diberikan oleh,

𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) = (13.5)
𝑅𝑅𝐷𝐷

Untuk menjamin E-MOSFET tetap berada pada daerah ohmic atau saturasi maka,

𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) ≪ 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) (13.6)


Pada kondisi ohmic atau saturasi, E-MOSFET ekuivalen dengan sebuah hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 (𝑜𝑜𝑜𝑜).
Rangkaian ekuivalennya bisa dilihat pada Gambar 13.10. Besar 𝑅𝑅𝐷𝐷 harus jauh lebih besar dari
𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) untuk memastikan JFET pada kondisi hard saturation.
8
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan bernilai rendah yang diberikan oleh,

𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑉𝑉 ≈0 (13.7)
𝑅𝑅𝐷𝐷 +𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 𝐷𝐷𝐷𝐷

+V
DD

R
D

V
out

Gambar 13.10. Rangkaian ekuivalen passive load switching dengan E-MOSFET saturasi.

Active Load Switching

Suatu rangkaian terintegrasi (IC) terdiri dari beribu-ribu transistor berukuran mikro, baik
transistor bipolar maupun MOS. IC generasi lama menggunakan rangkaian passive load switching.
Masalah yang timbul adalah, dengan menggunakan beban berupa hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷 menyebabkan ukuran
IC yang relatif besar. IC generasi baru dimungkinkan dibuat dengan ukuran kecil atau mini dengan
menggunakan rangkaian active load switching.

Gambar 13.11a menunjukkan suatu rangkaian active load switching. Beban berupa hambatan
𝑅𝑅𝐷𝐷 pada passive load switching digantikan oleh E-MOSFET yang bekerja pada daerah aktif, Q1.
Dapat dilihat bahwa pada E-MOSFET aktif Q1 terdapat umpan balik kaki gate ke kaki drain sehingga,

𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑄𝑄1) = 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑄𝑄1) (13.8)

Untuk nilai 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑄𝑄1) yang berbeda-beda, dengan Pers. (13.9) dapat dilihat pada Gambar 13.11c di mana
grafik titik kerja Q1 membentuk garis lurus linier seperti prilaku divais dua terminal berupa hambatan,
dengan nilai hambatan dapat dihitung dari,

𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑄𝑄1)
𝑅𝑅𝐷𝐷 = (13.9)
𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑄𝑄1)

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

dan 𝑅𝑅𝐷𝐷 harus jauh lebih besar dari 𝑅𝑅𝐷𝐷(𝑜𝑜𝑜𝑜) untuk untuk memastikan JFET pada kondisi hard
saturation.

(a) (b) (c)

Gambar 13.11. Rangkaian active load switching (a), rangkaian ekuivalen (b), dan kurva dua terminal
dari active MOSFET (c).

Misal, 𝑉𝑉𝐺𝐺𝐺𝐺(𝑄𝑄1) = 15 V, maka 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑄𝑄1) = 15 𝑉𝑉, dan akan mengalirkan arus drain sebesar 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑄𝑄1) =
3𝑚𝑚A. E-MOSFET aktif Q1 akan berlaku seperti divais dua terminal berupa hambatan 𝑅𝑅𝐷𝐷 sebesar,
5kΩ. Jika, pada saat tegangan masukan tinggi, E-MOSFET Q2 ekuivalen dengan 𝑅𝑅𝐷𝐷𝐷𝐷 = 667Ω, maka
rangkaian ekuivalen dari active load switching bisa dilihat pada Gambar 13.11b.

Complementary MOS (CMOS)

Dengan active load switching, arus drain beroperasi mendekati arus maksimum pada
rangkaian, 𝐼𝐼𝐷𝐷(𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠) . Ini sangat memungkinkan akan bermasalah dengan baterei yang beroperasi. Salah
satu cara untuk mengurangi arus drain pada suatu rangkaian digital, digunakan CMOS
(Complementary MOS). CMOS merupakan rangkaian switching yang menggabungkan E-MOSFET
kanal n dan kanal p seperti ditunjukkan oleh Gambar 13.12.

Aksi dasarnya adalah sebagai berikut. Tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , pada level tinggi (+𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 ) dan
rendah (0). E-MOSFET kanal n akan on untuk tegangan masukan tinggi dan akan off untuk tegangan

10
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

masukan rendah. Sementara itu, E-MOSFET kanal p akan on untuk tegangan masukan rendah dan
akan off untuk tegangan masukan masukan. (Sebagai catatan, arus drain akan mengalir pada E-
MOSFET kanal p saat tegangan gate-source lebih negatif dari tegangan drain-source).

Gambar 13.12. CMOS inverter.

Saat tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , pada level rendah (𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 0), maka E-MOSFET kanal n akan off
dan E-MOSFET kanal p akan on. Rangkaian ekuivalen CMOS ditunjukkan oleh Gambar 13.13a.
Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , sama dengan +𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 (tinggi).

Saat tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , pada level tinggi (+𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 ), maka E-MOSFET kanal n akan on dan
E-MOSFET kanal p akan off. Rangkaian ekuivalen CMOS ditunjukkan oleh Gambar 13.13b. Tegangan
keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , sama dengan nol (rendah).
+V +V
DD DD

R
DS(on)-p

V V
out out

R
DS(on)-n

(a) (b)
Gambar 13.13. Rangkaian ekuivalen CMOS saat tegangan masukan rendah (a) dan tegangan masukan
tinggi (b).

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 13

Gambar 13.14. Menunjukkan hubungan antara tegangan masukan dan tegangan keluaran dari
CMOS. Ketika tegangan masukan nol, tegangan keluaran akan tinggi. Ketika tegangan masukan
tinggi, tegangan keluaran akan nol. Saat tegangan masukan berada di tengah-tengah nilai rendah dan
tinggi, atau 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 /2, kedua MOSFET berada pada resistansi yang sama dan tegangan keluaran
sama dengan 𝑉𝑉𝐷𝐷𝐷𝐷 /2.

Gambar 13.14. Grafik masukan-keluaran CMOS.

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

PENDAHULUAN

Topik : Operational Amplifier (Op-Amp)

Substansi : − Operasi fisis Op-Amp


− Rangkaian aplikasi Op-Amp

Tujuan Pembelajaran : Dapat:


(1) menjelaskan operasi fisis dan karakteristik Op-Amp
(2) menjelaskan fungsi rangkaian aplikasi Op-Amp dengan
melakukan analisis rangkaian.

Waktu : 3 sks (3 x 50 menit)

1
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

Kata operasional amplifier (op amp) sendiri mengacu pada suatu penguat (amplifier) yang
membentuk suatu operasi matematis tertentu. Op Amp pertama digunakan pada suada komputer
analog, dimana didalamnya terdapat operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan lain
sebagainya. Seiring berjalannya waktu, op amp dibangun sebagai rangkaian diskrit. Sekarang op amp
sudah berupa rangkaian yang terintegrasi (IC).

Op amp secara tipikal merupakan penguat dc dengan gain yang sangat tinggi, impedansi
masukan yang sangat besar, dan impedansi keluaran yang sangat rendah. Frekuensi gain unity dari 1
sampai 20 MHz. Op amp merupakan komponen aktif dasar yang paling banyak digunakan dalam
sistem analog. Dengan hanya menghubungkan dua hambatan eksternal, sudah bisa didapatkan gain
tegangan dan bandwith yang diinginkan. Lebih jauh lagi, dengan komponen eksternal yang lain, akan
bisa dibangun suatu filter aktif, osilator, konverter, dan banyak rangkaian yang lain.

XIV.1. GAMBARAN UMUM OP-AMP

Konfigurasi Dasar dan Simbol

Gambar 14.1 menunjukkan blok diagram dari suatu op amp. Stage masukan berupa suatu
penguat diferensial (differential amplifier) yang diikuti oleh beberapa stage penguat dan sebuah emiter
follower. Karena penguat diferensial berada pada stage pertama, maka akan menentukan karakteristik
masukan dari op amp.

Gambar 14.1. Blok diagram op amp.

2
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Kapasitor biasanya digunakan sebagai coupling capasitor dan bypass capasitor pada sebuah
penguat atau amplifier. Tetapi nilai kapasitansi dari kapasitor yang kecil (kurang dari 50pF) akan
membuat berkurangnya gain tegangan pada sebuah penguat. Desainer IC harus bisa menggunakan
coupling langsung dan perlu untuk mengeliminasi penggunaan bypass capasitor. Rangkaian penguat
differensial bisa menjawab permasalahan di atas. Oleh karena itu, penguat differential digunakan pada
hampir setiap op amp.

Gambar 14.2 menunjukkan sebuah penguat diferensial dengan yang terdiri dari dua penguat
CE yang disusun pararel dengan sebuah hambatan emitor. Rankaian penguat diferensial seringkali
disebut dengan rangkaian long-tail pair karena dua transistor menggunakan satu hambatan emitor
yang seperti ekor (tail).

Rangkaian penguat diferensial mempunyai dua masukan (𝑣𝑣1 dan 𝑣𝑣2 ) dan dua keluaran berupa
tegangan kolektor (𝑣𝑣𝑐𝑐1 dan 𝑣𝑣𝑐𝑐2 ), sehingga tegangan keluaran rangkaian, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , dapat dituliskan dengan,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑣𝑣𝑐𝑐1 − 𝑣𝑣𝑐𝑐2 (14.1)

Tegangan keluaran ini disebut dengan tegangan keluaran diferensial karena besarnya merupakan
gabungan dua tegangan kolektor dalam satu tegangan yang sama dengan selisih (difference) dari kedua
tegangan kolektor tersebut.

Gambar 14.2. Masukan differensial dan keluaran differensial.

Penguat diferensial pada Gambar 14.2 mempunyai dua masukan terpisah. Masukan 𝑣𝑣1 disebut
masukan sefase (non inverting input) karena tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan sefase dengan 𝑣𝑣1 . Masukan
𝑣𝑣2 disebut masukan tidak sefase (inverting input) karena tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan berbeda fase

3
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

180o dengan 𝑣𝑣2 . Jika kedua masukan ini ada, maka masukan total disebut dengan masukan diferensial
karena tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , sama dengan perkalian dari gain, 𝐴𝐴𝑜𝑜 , dengan selisih (difference) dari
kedua tegangan masukan, atau,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐴𝐴𝑜𝑜 (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ) (14.2)

Rangkaian pada Gambar 14.3 merupakan rangkaian penguat diferensial yang luas digunakan
karena rangkaian ini dapat digunakan dengan beban satu ujung, single-ended load, dengan satu ujung
yang lain terhubung ground.

(a) (b)
Gambar 14.3. Keluaran single-ended (a) dan simbol (b).

Pada rangkaian pada Gambar 14.3, tegangan keluaran ac diambil dari tegangan kolektor pada sisi
kanan, sementara hambatan kolektor di sisi kiri dihilangkan. Karena rangkaian mempunyai tegangan
masukan diferensial, maka besar tegangan keluaran , 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , masih sama ditunjukkan oleh Pers. (14.2)
yaitu sama dengan perkalian dari gain, 𝐴𝐴, dengan selisih (difference) dari kedua tegangan masukan.
Gain tegangan, 𝐴𝐴𝑜𝑜 , pada rangkaian penguat diferensial dengan keluaran single-ended bernilai setengah
dari penguat diferensial dengan keluaran diferensial karena tegangan keluaran hanya berasal dari satu
sisi penguat.

Gambar 14.3b menunjukkan simbol dari rangkaian penguat diferensial dengan keluaran
single-ended. Simbol yang sama yang digunakan untuk sebuah op amp seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 14.4.

4
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 14.4. Simbol op amp.

Sebagian besar op amp mempunyai keluaran single-ended. Berdasarkan Pers. (14.2), dengan tegangan
masukan berupa 𝑣𝑣1 (non inverting input) dan 𝑣𝑣2 (inverting input) maka tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan,

i. Jika 𝑣𝑣2 > 𝑣𝑣1 maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai positif.


ii. Jika 𝑣𝑣2 < 𝑣𝑣1 maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai negatif.
iii. Jika 𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣1 maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai nol.

Skematik Diagram

Salah satu op amp yang sering digunakan adalah op amp 741 karena murah dan mudah
digunakan. Op amp 741 diproduksi oleh beberapa perusahaan semikonduktor, diantaranya adalah
LM741 oleh National Semiconduktor, MC1741 oleh Motorolla, SN72741 oleh Texas Semiconductor,
dan sebagainya. Semua jenis op amp tersebut equivalent karena mempunyai spesifikasi data sheet
yang sama. Skematik diagram dari op amp 741 ditunjukkan oleh Gambar 14.5.

Q1 dan Q2 merupakan stage masukan yang berupa penguat diferensial. Resistor emitor digantikan oleh
sebuah transistor Q4, yang bersama-sama R2 dan Q13 berfungsi sebagai sumber arus pada ekor penguat
diferensial Q1 dan Q2. Hambatan kolektor digantikan dengan hambatan beban aktif berupa Q4 yang
berfungsi sebagai sumber arus dengan impedansi masukan yang tinggi sehingga penguat diferensial
bisa menghasilkan gain tegangan yang lebih besar dibandingkan jika menggunakan beban pasif.

Sinyal yang telah dikuatkan oleh penguat diferensial masuk ke basis dari Q5 yang merupakan
rangkaian emitter follower yang akan meningkatkan level impedansi sehingga mengatasi efek
pembebanan dari penguat diferensial. Q6 merupakan stage penguat CE dengan beban aktif Q11
sehingga mempunyai gain tegangan yang tinggi.

5
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 14.5. Skematik diagram dari op amp 741.

Sinyat hasil penguatan Q6 akan menuju ke stage akhir berupa emitter follower Q9 dan Q10.
Karena berbeda sumber tegangan, VCC dan VEE, maka tegangan keluaran idealnya akan sama dengan
nol jika tegangan input sama dengan nol.

Properties dan Karakteristik Op Amp

Rangkaian ekuivalen op amp ditunjukkan oleh Gambar 14.6. Tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 ,
diberikan oleh

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ) (14.3)

Gambar 14.6. Rangkaian ekuivalen op amp.

6
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Properti utama dari op amp adalah,

1. Gain tegangan lup terbuka, 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 , sangat tinggi, sekitar 10−5 untuk dc dan ac frekuensi rendah, dan
akan berkurang dengan meningkatnya frekuensi masukan.
2. Impedansi masukan, 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 , yang tinggi, sekitar 106 sampai 1012 Ω, sehingga arus dari sumber daya
sangat kecil dan loss tegangan masukan yang dilewatkan op amp akan kecil.
3. Impedansi keluaran, 𝑅𝑅𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , yang kecil, sekitar 100 Ω, sehingga tegangan keluaran dapat
dipindahkan secara efektif ke hambatan beban yang lebih besar beberapa kiloohm dari impedansi
keluaran.

Karakteristik Transfer

Grafik karateristik transfer menunjukkan bagaimana tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , bervariasi


terhadap tegangan masukan (𝑣𝑣2 − 𝑣𝑣1 ) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.7. Dapat dilihat
bahwa range tegangan masukan yang linier terhadap tegangan keluaran hanya terbatas pada POQ. Di
luar range tersebut, tegangan keluaran akan saturasi pada +𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 atau −𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 . Hal ini disebabkan karena
gain tegangan lup terbuka, 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 , yang sangat tinggi. Semakin tinggi 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 semakin sempit range POQ
dari op amp.

+𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶 =

+𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸 =

Gambar 14.7. Karahteristik tegangan op amp.

Umpan Balik Negatif (Negative Feedback)

Hampir semua aplikasi op amp membutuhkan umpan balik negatif yang mengumpankan
tegangan keluaran ke masukan inverting. Tegangan keluaran yang dihasilkan akan berlawanan dengan
tegangan yang dihasilkan sebelumnya. Umpan balik negatif juga akan menngurangi tegangan keluaran

7
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

yang dihasilkan sehingga menciptakan gain tegangan lup tertutup, 𝐴𝐴, yang besarnya jauh lebih kecil
dari gain tegangan lup terbuka, 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 . Dengan cara seperti ini, maka range tegangan masukan op amp
akan lebih lebar.

Sepanjang 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 > 𝐴𝐴, maka umpan balik negatif akan memberikan :

1. Gain tegangan A konstan dan bisa diprediksi.


2. Mengurangi distorsi pada tegangan keluaran.
3. Respon frekuensi yang lebih baik.

Gain tegangan yang lebih rendah yang dihasilkan karena umpan balik negatif bisa diatasi
dengan penggunaan penguat secara bertingkat.

Bandwidth
Gain tegangan lup terbuka tidak konstan untuk semua frekuensi karena efek kapasitif yang
terjadi pada frekuansi tinggi. Gambar 14.8 menunjukkan karakteristik gain-bandwidth dari op amp
741. Dapat dilihat, gain tegangan konstan pada frekuensi kurang dari 10 Hz, tetapi pada frekuensi
lebih tinggi, gain akan berkurang 20 dB tiap dekade. Gain- Bandwith Product (GBP) adalah perkalian
antara gain tegangan linier, A, dengan bandwidth pada gain tersebut, 𝑓𝑓2𝐶𝐶𝐶𝐶 , yang besarnya sama
dengan frekuensi saat gain lup tertutup sama dengan satu atau frekuensi unity, 𝑓𝑓𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 ,
𝑓𝑓𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = 𝐴𝐴. 𝑓𝑓2𝐶𝐶𝐶𝐶 (14.4)

Gambar 14.8. Karakteristik gain-bandwidth dari op amp 741.

8
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Pada Gambar 14.8 menunjukkan untuk op amp 741 mempunyai 𝑓𝑓𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = 106 𝐻𝐻𝐻𝐻. Gain tegangan 10
atau 20 dB memberikan bandwidth sebesar 105 𝐻𝐻𝐻𝐻. Sementara itu, gain tegangan 1000 atau 60 dB
memberikan bandwidth sebesar 103 𝐻𝐻𝐻𝐻.

Beberapa karakteristik dari op amp lainnya diantaranya adalah :


Arus Bias Masukan (Input Bias Current)
Arus bias masukan, 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) , adalah arus rata-rata yang masuk pada dua terminal masukan
dengan tegangan keluaran sama dengan nol volt yang besarnya sekitar 80 nA untuk op amp 741. Arus
bias masukan ini akan meyebabkan tegangan drop pada impedansi masukan, 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 .

Arus Offset Masukan (Input Offset Current)


Arus offset masukan, 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) , adalah beda antara arus masukan bias pada dua terminal
masukan saat tegangan keluaran sama dengan nol volt, dan besarnya sekitar 20 nA untuk op amp 741.

Tegangan Offset Masukan (Input Offset Voltage)


Pada ideal op amp, dengan masukan nol volt, harusnya mempunyai keluaran sebesar nol volt.
Sehubungan dengan ketidakseimbangan yang terjadi di dalam op amp menyebabkan tegangan
keluaran yang kecil, sekitar 1mV untuk op amp 741, saat masukan sama dengan nol volt. Tegangan ini
yang dinamakan tegangan offset masukan, 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) .

Common Mode Rejection Ratio (CMRR)

Tegangan keluaran op amp sebanding dengan perbedaan tegangan yang masuk pada kedua
terminal masukan op amp. Idealnya, saat besar kedua tegangan masukan sama, maka tegangan
keluaran akan sama dengan nol. Sinyal yang dimasukkan kedua terminal disebut dengan sinyal
common mode. Sinyal tegangan ini biasanya berupa sinyal yang tidak diinginkan, bisa berupa noise
yang mungkin muncul karena vibrasi elektronik. Kemampuan op amp dalam menghilangkan sinyal
common mode ini dinamakan Common Mode Rejection Ratio (CMRR), yang didefinisikan dengan,

𝐴𝐴
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 20 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 � � dB (14.5)
𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶

dengan 𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 adalah gain common mode.

9
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Contoh soal 14.1.

Dapatkan besar gain common mode, 𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 , dari op amp yang mempunyai gain tegangan diferensial dan
CMRR masing-masing sebesar 150 𝑥𝑥 103 dan 90 dB.

Penyelesaian.

Dengan menggunakan Pers. (14.5), maka besar gain common mode, 𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 , dari op amp adalah,

150. 103
90 = 20 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 � �
𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶

𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 = 4,74

Contoh soal 14.2.

Penguat diferensial mempunyai gain tegangan lup terbuka sebesar 120 dan sinyal common sebesar 3 V
dikenakan pada kedua terminal masukan. Jika diketahui sinyal keluaran sebesar 24 mV, dapatkan
besar gain common mode, 𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 , dan CMRR.

Penyelesaian.

Dengan menggunakan Pers. (14.5), maka besar gain common mode, 𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 , dari op amp adalah,

𝑉𝑉𝑜𝑜 𝐶𝐶𝐶𝐶 24 𝑚𝑚
𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 = = = 0,008
𝑉𝑉𝑖𝑖 𝐶𝐶𝐶𝐶 3

𝐴𝐴 120
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 20 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 � � = 20 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 � � = 83,52 dB
𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 0,008

Slew Rate

Slew rate adalah laju perubahan tegangan keluaran maksimum untuk mengikuti tegangan
masukan step. Gambar 14.9 menunjukkan slewing effect yang menyebabkan tegangan keluaran
berubah dengan laju lebih lambat daripada tegangan masukan. Dapat dilihat bahwa tegangan keluaran
mengalami distorsi terhadap tegangan input sebesar 0,5 V/µs, harga slew rate untuk op amp 741.
10
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 6.9. Slewing effect.

XIV.2. INVERTING AMPLIFIER

Rangkaian dasar dari penguat inverting ditunjukkan oleh Gambar 14.10. Tegangan masukan,
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , bisa ac maupun dc dikuatkan pada masukan inverting (-) op amp melalui hambatan 𝑅𝑅1 . Tegangan
keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan mempunyai keluaran yang tidak sefase dengan tegangan masukan. Terminal
masukan non inverting (+) op amp dihubungkan pada ground. Umpan balik negatif diterapkan dengan
mengumpankan tegangan keluaran ke terminal masukan inverting (-) op amp melalui hambatan 𝑅𝑅2 .

Gambar 14.10. Inverting Amplifier.

Gain Penguat

Untuk mendapatkan besar gain tegangan penguat inverting pada Gambar 14.10, diambil
asumsi bahwa op amp ideal, dengan karakteristik sebagai berikut,

11
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

i. Impedansi masukan bernilai tak terhingga, 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∞, sehingga tidak ada arus yang lewat antara
kedua terminal masukan op amp.
ii. Impedansi keluaran sama dengan nol, 𝑅𝑅𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 0 dan gain lup terbuka op amp bernilai tak
terhingga, 𝐴𝐴𝑜𝑜 = ∞, sehingga, tegangan pada kedua terminal masukan op amp akan sama, 𝑣𝑣1 =
𝑣𝑣2 .
iii. Op amp memberikan respon yang sama untuk semua frekuensi tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 .

Pada penguat inverting pada Gambar 14.10, 𝑣𝑣1 = 0 karena terhubung ground, sehingga 𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣1 = 0.
Arus yang melalui hambatan 𝑅𝑅1 sama dengan arus yang melalui hambatan 𝑅𝑅2 ,

𝐼𝐼𝑅𝑅1 = 𝐼𝐼𝑅𝑅2 (14.6)

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 −𝑣𝑣2 𝑣𝑣2 −𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜


= (14.7)
𝑅𝑅1 𝑅𝑅2

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 −0 0−𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
= (14.8)
𝑅𝑅1 𝑅𝑅2

Gain tegangan lup tertutup dari penguat sebesar,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑅𝑅2
𝐴𝐴 = =− (14.9)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑅𝑅1

Dari Pers. (14.9) dapat dilihat bahwa gain tegangan lup tertutup dari amplifier hanya tergantung dari
dua hambatan luar yang dipakai pada rangkaian, yang dapat didesain sesuai dengan besar penguatan
yang diinginkan.

Impedansi Masukan

Dalam beberapa aplikasi, dibutuhkan untuk bisa mengatur impedansi masukan secara khusus.
Salah satu keuntungan dari penguat inverting ini adalah impedansi masukan dapat diatur dengan
mudah. Tinjau kembali Gambar 14.10. Dengan asumsi op amp ideal, maka 𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣1 = 0 atau ujung
kanan 𝑅𝑅1 secara virtual terhubung dengan ground, sehingga impedansi masukan lup tertutup akan
sama dengan 𝑅𝑅1 pararel dengan 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 . Karena 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 ≫ 𝑅𝑅1 , maka nilai impedansi masukan lup tertutup
adalah
𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑅𝑅1 (14.10)

12
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Contoh soal 14.3.

Diketahui rangkaian penguat inverting dengan harga 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 masing-masing 10 kΩ dan 1 MΩ. Op
amp mempunyai arus bias masukan, 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) , sebesar 100 nA pada 20oC. Hitung,

a. Gain tegangan, A ?
b. Tegangan offset masukan, 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) ?
c. Bagaimana cara meminimalkan efek dari arus masukan bias ini ?

Penyelesaian.

a. Gain tegangan, A
𝑅𝑅2 1 𝑀𝑀
𝐴𝐴 = − =− = −100
𝑅𝑅1 10 𝑘𝑘
b. Tegangan offset masukan, 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜)
𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) menyebabkan tegangan drop pada hambatan sumber ekuivalen, dalam hal ini pararel
dari 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 , sebesar
10𝑘𝑘. 1𝑀𝑀
𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) (𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2 ) = 100𝑛𝑛 � � = 0,99 𝑚𝑚𝑚𝑚
10𝑘𝑘 + 1𝑀𝑀

c. Efek dari arus masukan bias dapat diminimalkan dengan memastikan baahwa kedua terminal
masukan harus bisa melihat hambatan sumber yang sama. Artinya, hambatan sumber 𝑅𝑅1 ∥ 𝑅𝑅2
dapat diletakkan antara terminal masukan non inverting(+) dan ground.

Contoh soal 14.4.

Desain sebuah penguat inverting yang mempunyai gain tegangan 40 dB, bandwidth 5 kHz dan
mempunyai impedansi masukan sebesar 10 kΩ.

Penyelesaian.

Gain tegangan dari op amp dalam dB diberikan oleh,

𝐴𝐴(𝑑𝑑𝑑𝑑) = 20𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 𝐴𝐴

40 = 20𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 𝐴𝐴
13
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

𝐴𝐴 = 100

Impedansi masukan op amp sebesar 10 kΩ, maka,

𝑅𝑅1 = 10 kΩ

Sehingga,

𝑅𝑅2 = 𝐴𝐴𝑅𝑅1 = 1MΩ.

Op amp yang digunakan dalam desain ini adalah op amp yang mempunyai properti 𝑓𝑓𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
yang sesuai dengan bandwidth dan gain tegangan yang diinginkan.

𝑓𝑓𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = 𝐴𝐴. 𝑓𝑓2𝐶𝐶𝐶𝐶 = (500)(5 𝑘𝑘) = 500 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘

XIV.3. NONINVERTING AMPLIFIER

Rangkaian dasar dari penguat non inverting ditunjukkan oleh Gambar 14.11. Tegangan
masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 , bisa ac maupun dc dikuatkan pada masukan non inverting (+) op amp. Tegangan
keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , akan mempunyai keluaran yang sefase dengan tegangan masukan. Terminal masukan
non inverting (+) op amp dihubungkan pada ground. Umpan balik negatif diterapkan dengan
mengumpankan tegangan keluaran ke terminal masukan inverting (-) op amp melalui rangkaian
pembagi tegangan yang dibentuk oleh hambatan 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 .

Gambar 14.11. Non-inverting Amplifier.

14
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gain Penguat

Pada Gambar 14.11, terminal masukan inverting (-) atau 𝑣𝑣2 merupakan keluaran dari
rangkaian pembagi tegangan yang dibentuk oleh hambatan 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 .

𝑅𝑅1
𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (14.11)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2

Analisis perhitungan gain tegangan dilakukan dengan asumsi op amp ideal dengan 𝑣𝑣1 = 𝑣𝑣2 , sehingga,

𝑅𝑅1
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑣𝑣1 = 𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (14.12)
𝑅𝑅1 +𝑅𝑅2

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑅𝑅2
𝐴𝐴 = =1+ (14.13)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑅𝑅1

Impedansi Masukan
Karena tidak ada virtual ground pada terminal masukan non inverting (+), impedansi masukan
pada penguat non inverting ini relatif lebih besar dibandingkan penguat inverting (sekitar 50 MΩ).
Rangkaian penguat non inverting ini akan memberikan respon yang bagus ketika dikenai masukan
dengan hambatan sumber yang tinggi.

XIV.4. VOLTAGE FOLLOWER

Voltage follower adalah kasus khusus dari penguat non inverting di mana 100 % umpan balik
negatif didapatkan dengan menghubungkan keluaran dengan terminal masukan inverting (-), seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 14.12. Berdasarkan Pers. (14.9) maka gain tegangan dari rangkaian
voltage follower mendekati satu, 𝐴𝐴 ≈ 1 dan 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 .

Gambar 14.12. Voltage Follower.

15
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Rangkaian Gambar 14.12 disebut dengan rangkaian voltage follower karena fungsinya sama
seperti rangkaian emitter follower, di mana 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 mengikuti 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 . Rangkaian ini mempunyai impedansi
masukan yang besar dan mempunyai impedansi keluaran yang kecil. Fungsi utama rangkaian ini
adalah sebagai buffer amplifier, yang memberikan penguatan arus untuk menyesuaikan impedansi
sumber yang besar ke impedansi beban yang relatif lebih kecil. Sebagai contoh, rangkaian ini sering
digunakan pada stage masukan dari voltmeter analog, di mana impedansi masukan sebesar mungkin
dibutuhkan agar tidak mengganggu rangkaian yang diukur. Tegangan keluaran diukur dengan moving-
coil meter yang mempunyai impedansi relatif kecil.

XIV.5. SUMMING AMPLIFIER

Sebuah op amp dapat digunakan sebagai penjumlah beberapa sumber tegangan, bisa dc
ataupun ac, ketika dihubungkan dengan sebuah penguat inverting multi input. Salah satu contoh
aplikasinya adalah di sistem audio, di mana rangkaian ini banyak digunakan sebagai ‘mixer’ yang
mencampur atau menambah beberapa sinyal masukan suara yang berasal dari gitar, drum dsb.
Rangkaian ini juga bisa digunakan untuk menjalankan operasi penjumlahan pada sebuah komputer
analog.

Rangkaian Gambar 14.13 menunjukkan rangkaian summing amplifier dengan dua masukan.
Asumsi op amp ideal digunakan untuk mendapatkan besar tegangan keluaran rangkaian. Jumlah arus
yang melewati 𝑅𝑅1 dan 𝑅𝑅2 sama dengan jumlah arus yang melewati 𝑅𝑅𝑓𝑓 .

𝐼𝐼𝑅𝑅1 + 𝐼𝐼𝑅𝑅2 = 𝐼𝐼𝑅𝑅𝑅𝑅 (14.14)

Gambar 14.13. Summing Amplifier.

16
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Karena tegangan kedua terminal masukan op amp sama dengan nol maka,

𝑣𝑣1 𝑣𝑣2 −𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜


+ = (14.15)
𝑅𝑅1 𝑅𝑅2 𝑅𝑅𝑓𝑓

𝑅𝑅𝑓𝑓 𝑅𝑅𝑓𝑓
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − � 𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 � (14.16)
𝑅𝑅1 𝑅𝑅2

Jika diambil harga 𝑅𝑅1 = 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 𝑅𝑅, maka,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −(𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 ) (14.17)

Dari Pers. (14.17) dapat dilihat bahwa tegangan keluaran rangkaian summing amplifier merupakan
hasil penjumlahan dan penguatan dari kedua tegangan masukan 𝑣𝑣1 dan 𝑣𝑣2 .

Contoh soal 14.5.

Dapatkan tegangan keluaran dari rangkaian Gambar 14.14.

10 kΩ
0,5 V 6 kΩ
20 kΩ
0,8 V
30 kΩ
1,2 V -
V
out

Gambar 14.14

Penyelesaian.

6𝑘𝑘 6𝑘𝑘 6𝑘𝑘


𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − � 0,5 𝑉𝑉 + 0,8 𝑉𝑉 + 1,2 𝑉𝑉�
10𝑘𝑘 20𝑘𝑘 30𝑘𝑘

𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −6,5 𝑉𝑉

17
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

XIV.6. VOLTAGE COMPARATOR

Jika kedua terminal masukan op amp digunakan secara simultan seperti ditunjukkan oleh
Gambar 14.15, maka tegangan keluaran ditentukan oleh Pers. (14.3), yaitu,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 )

v -
1
V
out
v +
2

Gambar 14.15. Op Amp voltage comparator.

Tinjau Gambar 14.7 yang menunjukkan grafik transfer karakteristik op amp. Jika 𝑣𝑣2 > 𝑣𝑣1 ,
maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai positif dengan nilai maksimumnya sebesar suplai positif +𝑉𝑉𝑠𝑠 dan kemudian akan
𝑉𝑉𝑠𝑠
saturasi pada (𝑣𝑣2 − 𝑣𝑣1 ) ≥ . Jika 𝑣𝑣1 > 𝑣𝑣2 , maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai negatif dan akan saturasi pada
𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂
𝑉𝑉𝑠𝑠
(𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ) ≥ dengan nilai maksimumnya sebesar suplai negatif −𝑉𝑉𝑠𝑠 .
𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂

Perubahan kecil yang terjadi pada (𝑣𝑣2 −𝑣𝑣1 ) akan menyebabkan 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 berubah antara +𝑉𝑉𝑠𝑠 dan
−𝑉𝑉𝑠𝑠 dan membuat op amp untuk mengindikasikan apakan 𝑣𝑣2 lebih besar atau lebih kecil dari 𝑣𝑣1 .
Dalam hal ini op amp berlaku sebagai penguat diferensial dan membandingkan nilai dua tegangan
masukan.

Contoh soal 14.6.

Diketahui suatu sensor LDR yang dirangkai dengan rangkaian voltage comparator untuk
mengatur nyala lampu merah dan lampu hijau pada Gambar 14.17. Jika diketahui LDR pada siang hari
mempunyai 𝑅𝑅𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 1 kΩ, sedangkan malam hari, 𝑅𝑅𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 4 kΩ. Kapan lampu merah atau lampu
hijau akan menyala?.

18
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 6.16.

Penyelesaian.

Tegangan pada terminal masukan inverting (-) sebesar,

1𝑘𝑘
𝑣𝑣1 = 15 = 4,7 𝑉𝑉
1𝑘𝑘 + 2,2𝑘𝑘

Pada siang hari, 𝑅𝑅𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 1 kΩ. Tegangan pada terminal masukan non inverting (+) sebesar,

1𝑘𝑘
𝑣𝑣2 = 15 = 7,5 𝑉𝑉
1𝑘𝑘 + 1𝑘𝑘

Karena 𝑣𝑣2 > 𝑣𝑣1 , maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai positif dan akan menyalakan lampu merah.

Pada malam hari, 𝑅𝑅𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 4 kΩ. Tegangan pada terminal masukan non inverting (+) sebesar,

1𝑘𝑘
𝑣𝑣2 = 15 = 3 𝑉𝑉
1𝑘𝑘 + 4𝑘𝑘

Karena 𝑣𝑣1 > 𝑣𝑣2 , maka 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 bernilai negatif dan akan menyalakan lampu hijau.

19
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

XIV.7. INTEGRATOR

Rangkaian op amp integrator ditunjukkan oleh Gambar 14.17. Rangkaian ini seperti
rangkaian penguat inverting tetapi umpan balik negatif melewati sebuah kapasitor.

R
V
in V
out

Gambar 14.17. Rangkaian Integrator.

Tegangan keluaran dapat dianalisis menggunakan asumsi op amp ideal. Arus yang mengalir pada
hambatan R sama dengan arus yang mengalir pada kapasitor C,

𝐼𝐼𝑅𝑅 = 𝐼𝐼𝐶𝐶 (14.18)

Arus yang mengalir pada sebuah kapasitor diberikan oleh,

𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝐶𝐶 (14.19)
𝑑𝑑𝑑𝑑

Tegangan kedua terminal masukan op amp sama dengan nol, sehingga Pers. (14.18) menjadi,

𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 −𝑑𝑑𝑑𝑑𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
= 𝐶𝐶 (14.20)
𝑅𝑅 𝑑𝑑𝑑𝑑

Tegangan keluaran rangkaian integrator adalah,

1
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − ∫ 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑 (14.21)
𝐶𝐶𝐶𝐶

Dari Pers. (14.21) dapat dilihat bahwa tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑢𝑢𝑢𝑢 , merupakan hasil integrasi tegangan
masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 .

20
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

XIV.8. DIFFERENTIATOR

Rangkaian op amp differentiator ditunjukkan oleh Gambar 14.18. Tegangan keluaran dapat
dianalisis menggunakan asumsi op amp ideal. Arus yang mengalir pada kapasitor C sama dengan arus
yang mengalir pada hambatan R,

𝐼𝐼𝐶𝐶 = 𝐼𝐼𝑅𝑅 (14.22)

C
V
in V
out

Gambar 14.18. Rangkaian Integrator.

Tegangan kedua terminal masukan op amp sama dengan nol, sehingga,

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑖𝑖𝑖𝑖 −𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
𝐶𝐶 = (14.23)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅

Tegangan keluaran rangkaian differentiator adalah,

𝑑𝑑𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = −𝑅𝑅𝑅𝑅 (14.24)
𝑑𝑑𝑑𝑑

Dari Pers. (14.24) dapat dilihat bahwa tegangan keluaran, 𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 , merupakan hasil differensiasi
tegangan masukan, 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 .

XIV.9. OP AMP DIFFERENTIAL AMPLIFIER

Rangkaian untuk op amp differential amplifier ditunjukkan oleh Gambar 14.19, di mana
tegangan masukan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 dan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 dikenakan pada kedua terminal masukan op amp dan selisih antara
keduanya akan dikuatkan.

21
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

R
f

R
1
V
in1 V
out
V
in2
R
2
R
3

Gambar 14.19. Rangkaian differential amplifier.

Analisis rangkaian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, sebagai berikut :

(i). Jika 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 dikenakan pada terminal masukan inverting dan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 = 0, maka gain tegangan lup
tertutup sebesar,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑅𝑅𝑓𝑓
𝐴𝐴 = =− (14.25)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 𝑅𝑅1

(ii). Sebaliknya, jika 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 = 0 dan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 dikenakan pada terminal masukan non inverting, maka
tegangan pada terminal masukan non inverting,

𝑅𝑅3
𝑣𝑣2 = 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 (14.26)
𝑅𝑅2 +𝑅𝑅3

Pada terminal masukan inverting, arus yang mengalir pada 𝑅𝑅1 sama dengan arus yang mengalir
pada 𝑅𝑅𝑓𝑓 , sehingga,

−𝑣𝑣1 𝑣𝑣1 −𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜


= (14.27)
𝑅𝑅1 𝑅𝑅𝑓𝑓

Karena tegangan kedua terminal masukan op amp sama, 𝑣𝑣1 = 𝑣𝑣2 , maka gain tegangan,

𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑅𝑅3 𝑅𝑅𝑓𝑓


𝐴𝐴 = =� � �1 + � (14.28)
𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 𝑅𝑅2 +𝑅𝑅3 𝑅𝑅1

(iii). Terakhir, jika tegangan masukan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 dan 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 dikenakan pada kedua terminal masukan op amp
maka selisih antara keduanya akan dikuatkan.

22
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Jika 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 > 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 , maka

𝑅𝑅𝑓𝑓
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = (𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 − 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 ) �− � (14.29)
𝑅𝑅1

Jika 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 < 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 , maka

𝑅𝑅3 𝑅𝑅𝑓𝑓
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = (𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖2 − 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖1 ) � � �1 + � (14.30)
𝑅𝑅2 +𝑅𝑅3 𝑅𝑅1

XIV.10. DIGITAL TO ANALOG CONVERTER (D/A)

Salah satu contoh rangkaian D/A converter ditunjukkan oleh Gambar 14.20. Rangkaian ini
menkonversi sinyal digital menjadi sinyal analog. Rangkaian ini dibutuhkan untuk banyak aplikasi.
Salah satu contohnya adalah pada proses menampilkan gambar di monitor pada suatu sistem komputer
digital. Tegangan keluaran digital dari komputer akan secara kontinyu dirubah menjadi tegangan
analog aleh D/A converter sebagai tegangan masukan ke monitor CRT (Cathode Ray Tube). Sinyal
analog masukan tersebut akan mendefleksikan berkas elektron pada CRT untuk menghasilkan gambar
pada layar monitor.

V
ref

S R
1 V
1

m.s.b.
R
f
S 2R
2 V
2
4-bit digital input

3R V
S out
3 V
3

S 4R
4 V
4

l.s.b.

Gambar 14.20. D/A converter.


23
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Rangkaian dasar dari D/A converter menggunakan rangkaian dasar summing amplifier
dengan menggunakan umpan balik hambatan 𝑅𝑅𝑓𝑓 . Rangkaian digunakan untuk masukan 4-bit dengan
hambatan 𝑅𝑅, 2𝑅𝑅, 4𝑅𝑅, dan 8𝑅𝑅 sesuai dengan skala biner. Sinyal digital akan mengendalikan switch S1
sampai S4.

Berdasarkan Pers. (14.16), tegangan keluaran analog diberikan oleh,

𝑅𝑅𝑓𝑓 𝑅𝑅𝑓𝑓 𝑅𝑅𝑓𝑓 𝑅𝑅𝑓𝑓


𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − � 𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣 + 𝑣𝑣 + 𝑣𝑣 � (14.31)
𝑅𝑅 2𝑅𝑅 2 3𝑅𝑅 3 4𝑅𝑅 4

Tegangan masukan 𝑣𝑣1 , 𝑣𝑣2 , 𝑣𝑣3 , dan 𝑣𝑣4 akan bernilai 0 atau 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 untuk nilai digital 0 atau 1.

Dengan mengambil 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 𝑅𝑅 = 1 kΩ, maka Pers. (14.31) menjadi,

1 1 1
𝑣𝑣𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − �𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 + 𝑣𝑣3 + 𝑣𝑣4 � (14.32)
2 3 4

Misal dengan masukan 4-bit 0001 (untuk nilai desimal 1), maka S1, S2, dan S3 akan menghubungkan
hambatan R, 2R, dan 3R dengan tegangan 0 V. Sedangkan S4 akan menghubungkan hambatan 8R
dengan 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 . Rangkaian dengan 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = −8 V akan mempunyai tegangan keluaran analog sebesar,

1
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − �0 + 0 + 0 + (−8)� = +1 (14.33)
8

Dengan masukan 4-bit 0101 (untuk nilai desimal 1), maka S1 dan S3 akan menghubungkan
hambatan R dan 3R dengan tegangan 0 V. Sedangkan S2 dan S4 akan menghubungkan hambatan 2R
dan 8R dengan 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 . Rangkaian dengan 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑒𝑒𝑒𝑒 = −8 V akan mempunyai tegangan keluaran analog
sebesar,

1 1
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = − �0 + (−8) + 0 + (−8)� = +5V (14.34)
2 8

Jika masukan 0111 (untuk desimal 7), tegangan keluaran akan sama dengan 7 V, dan seterrusnya.
Dalam contoh ini dapat dilihat bahwa tegangan keluaran analog sebanding langsung dengan masukan
digital. Bentuk gelombang keluaran ditunjukkan oleh Gambar 14.21.

24
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 14.21. Bentuk gelombang analog rangkaian D/A converter Gambar 6.18 dengan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = 𝑅𝑅 = 1
kΩ dan 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = −8 V.

XIV.11. ANALOG TO DIGITAL CONVERTER (A/D)

Blok diagram untuk 4-bit counter A/D converter ditunjukkan oleh Gambar 14.22. Rangkaian
dasar op amp yang digunakan adalah rangkaian voltage comparator. Tegangan masukan analog 𝑉𝑉2
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.23a. , yang merupakan tegangan dc tunak, dikenakan pada
terminal masukan op amp non inverting(+), sementara sumber tegangan sawtooth 𝑉𝑉1 dikenakan pada
terminal masukan op amp inverting(-).Tegangan keluaran dari voltage comparator selanjutnya
sebagai masukan gerbang AND yang memberikan keluaran 1 (high) jika 𝑉𝑉1 > 𝑉𝑉2 dan 0 (low) jika
𝑉𝑉2 > 𝑉𝑉1 seperti ditunjukkan oleh Gambar 14.23b. Gerbang AND juga menerimakan masukan lain
yang berasal dari pulse generator (Gambar 14.23.c) sehingga menghasilkan bentuk sinyal keluaran
seperti pada Gambar 14.23d. Waktu yang digunakan 𝑉𝑉1 untuk mencapai 𝑉𝑉2 sebanding dengan
tegangan analog jika sinyal ramp berbentuk linier. Pulsa keluaran dari gerbang AND akan direkam
oleh binary counter (Gambar 14.23e) dan secara digital akan ekuivalen dengan tegangan analog 𝑉𝑉2 .
Dalam aplikasinya, generator sinyal ramp dari D/A converter mengambil masukan digital dari binary
counter seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.20 melalui D/A converter.

25
Elektronika Analog Modul
Ajar 14

Gambar 14.22. Blok diagram untuk 4-bit counter A/D converter.

Gambar 14.23. Sinyal keluaran untuk tiap komponen pada Gambar 6.22.

26

Anda mungkin juga menyukai