Anda di halaman 1dari 2

LAWANGGADHA

Pada jaman Kerajaan Cirebon dibawah kepemimpinan Sunan gunung jati sebagai susuhunan
panembahan.
Kerajaan Cirebon terkenal tentram, damai walaupun dengan keberagaman suku Bahasa dan
kepercayaan.
Pembangunan fisik Kerajaan dan Pendidikan berjalan dengan baik.
Bahkan menjadikan Cirebon sebagai pusat Pendidikan islam yang terkenal.

Komplek istana Cirebon sebagai pusat pemerintahan membentang dari :


Pintu gerbang besar sebagai batas barat.
Ke timur sampai Pantai.
Dari Selatan menjadi dalem agung yang berdekatan dengan garasi kapal lawangsanga,muara
Sungai kriyan
Bangunan benteng baluarti keraton atau benteng pertahanan keraton kutha kosod.
Sebagai lambing keagungan dan pertahanan negri.

Di ujung Kutha Kosod sebelah barat dibangun pintu gerbang diberi nama Gopala gopali yang terbuat
dari kayu jati kuno berasal dari Kerajaan majapahit.
Disampingnya terdapat patung Dwarapala dengan membawa Gadha Rujak Pala.
Bentuknya seperti martil bulat dengan ujung menyerupai buah labu.
Gadha biasaanya digunakan oleh prajurit yang berbadan besar dan berotot kuat.
Penempatan patung dwarapala membawa gadha ini menunjukan Istana Cirebon sebagai pusat
pemerintahan negara besar.
Pengetahuan, teknologi serta transportasi Masyarakat berkembang pesat.
Contohnya : paksi naga liman

Seiring perjalanan waktu, Pengelolaan Kerajaan Cirebon yang semula dipimpim oleh raja atau
panembahan berubah menjadi kesultanan dan dipimpin oleh 2 sultan.
Yaitu sultan anom dan sultan sepuh.
Begitu pula keraton berkembang menjadi keraton kanoman dan kasepuhan.

Kedatangan bangsa eropa seperti portugis, iggris, perancis dan nederland telah banyak
mempengaruhi perubahan tata Kelola Kerajaan Nusantara termasuk Cirebon.
Kompeni banyak mencampuri keputusan kerajaan serta merugikan kesultanan dan Masyarakat
sehingga menyebabkan pemberontakan dan perlawanan rakyat yang berlangsung berabad-abad
diberbagai daerah.

“Hai inlander, tanam rempah-rempah dari bibit yang telah kami sediakan, dan jual hasil panen
hanya pada kami jika kalian ingin mendapatkan uang”

Ancaman tentara bersenjata lengkap merupakan perlakuan buruk kompeni pada rakyat.
Kesultanan tidak bisa berbuat banyak, namun Masyarakat Nusantara termasuk Cirebon dapat
mempertahankan kebudayaan, tradisi, adab dan akhlak selama berpuluh tahun.

Dalam melawan penjajah yang memonopoli perdagangan, banyak pembesar Kerajaan atau
kesultanan yang ditangkap dan diasingkan karena memberontak.
Mereka semua diganti dengan orang-orang yang patuh yang haus materi dengan cara tidak
benar dan menjadi antek-antek kompeni.

Untuk mengawasi para raja atau sultan yang memberontak melawan kompeni, mereka membangun
pos pengawasan di sekitar keraton.
“Berikan informasi pada kami tentang segala kegiatan dikeraton, kalian akan kami beri uang
dan jangan ada yang menentang atau kalian akan kami habisi”

Semakin lama mereka memaksa Kerajaan menghancurkan benteng dan gerbang agung, padahal
Kutha Kosod merupakan gerbang utama yang menjadi penanda kebesaran kesultanan Cirebon.
Alasan mereka ingin membangun rel kereta api.
Sehingga semua benteng dihancurkan dan diganti menjadi jalan kereta api.
Jika ada yang melawan maka akan diasingkan dan dibuang ke pulau terluar Nusantara.

Akhirnya semua hancur, namun Masyarakat tak bisa melupakan kebesaran dan kebanggan
Kerajaan.
Mereka menamakan Kawasan itu dengan Lawanggadha.
Yang berarti pada jaman dahulu terdapat Lawang atau pintu gerbang.
Dan Gadha yang menandakan patung dengan gadha rujak pala.
Bahkan untuk mengabadikan daun pintu dari Kerajaan majapahit kembar Gopala gopali,
mereka menyebut jalan parujakan sebagai penanda gadha rujak pala, dengan sebutan Jalan
Kembar hingga saat ini.

Sekian dongeng dari saya.. ada sedikit pantun nih..

Pintu gerbang Namanya lawang


Patung dharwapala membawa gadha
Kalau kalian punya banyak uang
Jangan lupa jajan ke Lawanggadha

TERIMAKASIH sampai jumpa lagi kawan semuanya WASSALAMU’ALAIKUM wr.wb

Anda mungkin juga menyukai