Anda di halaman 1dari 33

MODUL PRAKTIKUM

FITOKIMIA

TIM PENYUSUN:
KOORDINATOR : apt. Rahmi Muthia,M.Si.
ANGGOTA : apt. Revita Saputri, M.Farm.
apt. Eka Fitri Susiani, M.Sc.
apt. Fitriyanti, M.Farm.
apt. Aditya Noviadi R., M.Farm.

Yayasan Borneo Lestari


Universitas Borneo Lestari
Jl. Kelapa Sawit No.8 Bumi Berkat Telp. (0511) 5911626
Kel. Sei. Besar Kec. Banjarbaru Selatan 70714 Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan http://www.unbl.ac.id/
KATA PENGANTAR

Praktikum fitokimia diberikan kepada mahasiswa agar mahasiswa mengetahui cara-


cara ekstraksi, teknik ekstraksi dan modifikasinya, kromatografi, destilasi, dan isolasi
senyawa dalam tumbuhan, khususnya tumbuhan obat. Materi praktikum disusun sedemikian
rupa sehingga dapat menunjang serta sekaligus memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai materi yang diberikan pada perkuliahan. Melalui praktikum yang terarah
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan merangsang inovasi baru dari mahasiswa
dalam teknis praktis.
Buku panduan praktikum fitokimia ini diupayakan dapat memberi gambaran
mengenai tahapan analisis fitokimia yang biasa dilakukan oleh para peneliti bahan alam,
dimulai dengan tahapan pengenalan metabolit sekunder dalam tanaman obat melalui
penapisan fitokimia, metode ekstraksi untuk memisahkan sebagian besar komponen kimia,
metode pemisahan metabolit sekunder dengan teknik kromatografi, serta metode
pemurniannya, sehingga diperoleh komponen tunggal/isolat. Selain itu, juga dipelajari
mengenai isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi dari hasil
pemerasan. Teknik yang diberikan dalam buku panduan ini merupakan teknik dasar
namun dapat diterapkan di laboratorium dan cukup terandalkan.
Harapan kami semoga buku Panduan Praktikum Fitokimia ini dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk proses pembelajaran di Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas
Farmasi Universitas Borneo Lestari, khususnya dalam mata kuliah Fitokimia.

Banjarbaru, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
Praktikum 1 Ekstraksi
Praktikum 2 Isolasi Minyak Atsiri
Praktikum 3 Metode Pemisahan Ekstrak/Fraksinasi
Praktikum 4 Kromatografi
Praktikum 5 Skrining Fitokimia
Praktikum 6 Penetapan Kadar Senyawa Metabolit Sekunder
PENDAHULUAN

Fitokimia ialah suatu ilmu yang terletak antara kimia organik bahan alam dan
biokimia tumbuhan. Bidang yang menjadi perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, meliputi struktur kimianya, biosintesisnya,
perubahan dan metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, serta fungsi biologinya.
Untuk melakukan analisis fitokimia diperlukan pengetahuan mengenai metode
ekstraksi, pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan kimia dalam tumbuhan.
Pemanfaatan teknik analisis fitokimia yang sudah dikenal secara umum dan inovasinya
terhadap teknik tersebut diharapkan mampu menangani masalah-masalah yang timbul dalam
analisis fitokimia yang terjadi di kemudian hari.
Buku ini berupa panduan praktikum fitokimia bagi mahasiswa, terdiri dari beberapa
topik, dimulai dengan penapisan fitokimia, ekstraksi, fraksinasi, pemurnian/isolasi, serta
isolasi minyak atsiri dengan destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi dari hasil pemerasan.
Metode penapisan fitokimia merupakan praktikum paling mendasar yang bertujuan
untuk mengetahui golongan metabolit yang terkandung dalam simplisia dan merupakan
panduan untuk melakukan ekstraksi, pemisahan, dan identifikasi isolatnya.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu ekstraksi dengan
menggunakan pelarut atau tidak menggunakan pelarut organik; dengan penambahan suhu
(cara panas) atau pada suhu kamar (cara dingin); atau dengan beberapa metode ekstraksi
lainnya. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat kimia dari kandungan tumbuhan
tersebut. Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi mengandung berbagai macam
metabolit primer dan sekunder. Untuk pemisahan metabolit dalam ekstrak tersebut, dapat
digunakan beberapa cara metode fraksinasi seperti ekstraksi cair-cair (ECC) dan
kromatografi dipercepat (Fast Chromatography). Metode pemurnian fraksi dimaksudkan
untuk memperoleh suatu isolat/komponen yang terdapat dalam fraksi. Pemurnian dapat
dilakukan dengan satu atau gabungan beberapa teknik kromatografi, seperti kromatografi
datar dan metode kromatografi kolom.
Topik lain membahas metode penetapan kadar minyak atsiri menggunakan metode
destilasi dengan alat destilasi Stahl. Metode penetapan kadar minyak atsiri menggunakan alat
destilasi Stahl ini merupakan metode yang paling sederhana tetapi mempunyai
ketepatan dan ketelitian yang dapat diandalkan, sehingga metode ini dapat dikatakan menjadi
metode baku bagi penetapan kadar minyak atsiri dalam suatu simplisia. Selain itu,
dilakukan isolasi minyak atsiri menggunakan destilasi air, serta destlasi uap dan air untuk
jumlah simplisia yang lebih banyak dari bagian tanaman. Selain itu, isolasi minyak atsiri
pun dapat dilakukan metode enfleurasi untuk simplisia dari bagian bunga tanaman, serta
metode ekstraksi hasil pemerasan dari bagian kulit buah tanaman.
PRAKTIKUM 1. EKSTRAKSI

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan
beberapa metode ekstraksi.

TEORI
Pada analisis fitokimia tumbuhan obat idealnya digunakan bahan baku segar yang
dididihkan dengan alkohol selama beberapa menit segera setelah dikumpulkan. Hal ini
dimaksudkan untuk menonaktifkan enzim, supaya tidak terjadi reaksi enzimatis selama
percobaan dilakukan. Kadang-kadang tumbuhan yang akan diteliti tidak dapat diperoleh
dengan segera dan bahkan mungkin kolektornya tinggal di daerah atau benua lain, sehingga
bahan baku dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi. Pengeringan ini harus
dilakukan dengan hati-hati dan dijaga jangan sampai terjadi perubahan kimia. Oleh karena
itu, tumbuhan sesegera mungkin dikeringkan diudara terbuka tanpa menggunakan panas
tinggi. Setelah kering, bahan bisa disimpan lama sebelum dilakukan ekstraksi.
Ekstraksi merupakan tahap awal pada jalur isolasi metabolit sekunder dari tumbuhan
obat. Ekstraksi dapat dibagi menjadi beberapa golongan tergantung dari beberapa keadaan
yang menyertainya. Ditinjau dari suhu, ekstraksi dibagi menjadi dua golongan, yaitu
ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi dingin misalnya maserasi dan perkolasi.
Ekstraksi dingin dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang engandung senyawa yang
bersifat termolabil. Metode ini memerlukan waktu yang relatif lebih lama bila
dibandingkan dengan ekstraksi panas. Ekstraksi panas misalnya dengan cara infus, dekok,
refluks, dan menggunakan alat soxhlet.
Ditinjau dari banyaknya ulangan proses, ekstraksi dibagi menjadi dua golongan pula,
yaitu ekstraksi satu kali, misalnya maserasi dan ekstraksi berulang kali, misalnya dengan alat
soxhlet. Dalam hal ini efektivitas proses ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya
pengulangan proses ekstraksi. Ditinjau dari penggunaan pelarut, metode ekstraksi terdiri atas
metode yang menggunakan pelarut seperti maserasi, perkolasi, soxhlet, refluks, infus,
dekok dan digesti dan metode ekstraksi tanpa pelarut misalnya destilasi uap yaitu pemisahan
berdasarkan perbedaan titik uap. Terdapat beberapa metode ekstraksi lainnya
misalnya ekstraksi dengan karbondioksida superkritik, ekstraksi ultrasonik dan ekstraksi
energi listrik.
Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada jaringan tumbuhan, kadar air dan golongan
senyawa yang akan diisolasi. Pada umumnya diperlukan mematikan jaringan tumbuhan
terlebih dahulu dengan etanol mendidih supaya tidak terjadi oksidasi enzimatis atau
hidrolisis. Etanol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi tahap awal dan dapat
digunakan untuk menghilangkan klorofil yang terdapat pada simplisia, misalnya daun yang
berwarna hijau. Pada ekstraksi pertama klorofil akan tertarik dan pada ekstraksi selanjutnya
dengan etanol diharapkan simplisia telah bebas dari klorofil.
Berdasarkan pengertian bahwa ekstraksi adalah metode penarikan metabolit sekunder
dari tumbuhan atau bagian tumbuhan dengan pelarut yang sesuai, maka dalam pemilihan
pelarut pengekstraksi berlaku prinsip: polar loves polar, nonpolar loves nonpolar, artinya
bila kita akan mengekstraksi senyawa polar, harus digunakan pelarut polar dan apabila kita
akan mengekstraksi senyawa nonpolar, maka harus digunakan pelarut nonpolar. Namun pada
prakteknya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut dalam gradasi kepolaran,
mulai dari nonpolar ke polar atau dari polar ke nonpolar. Contoh pelarut polar adalah air,
metanol, etanol, pelarut semi polar adalah aseton, etil asetat, kloroform. dan pelarut nonpolar
adalah n-heksana, eter minyak tanah, toluen, benzene. Pelarut-pelarut nonpolar benzena,
kloroform dan karbon tetraklorida sekarang jarang digunakan, karena sifatnya hepatotoksik
atau karsinogenik. Pelarut metanol merupakan pelarut yang baik daripada etanol tetapi kini
dihindari karena memiliki sifat toksik akut dan kronik. Untuk memperoleh ekstrak total,
pelarut yang digunakan dipilih yang dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder
yang terkandung dalam simplisia tanaman obat. Campuran pelarut alkohol-air merupakan
campuran yang baik untuk ekstraksi awal dan diperbolehkan menurut peraturan. Faktor
utama untuk mempertimbangkan pemilihan cairan pernyari adalah selektivitas, kemudahan
bekerja/proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan.
Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan penguap vakum putar pada tekanan rendah
(rotavapor=rotary evaporator) hingga diperoleh ekstrak kental. Terhadap ekstrak kental
dilakukan pemeriksaan kualitas ekstrak yang meliputi parameter kimia dan fisika seperti
organoleptik, pola kromatogram (lapis tipis dan dinamolisis), kadar air, dan bobot
jenis ekstrak.

PROSEDUR EKSTRAKSI
1. MASERASI
Bagian dasar maserator dilapisi dengan kapas sebagai penyaring. Kemudian
dimasukkan sebanyak 250 gram serbuk simplisia ke dalam maserator. Tambahkan pelarut
etanol 70% atau 95% secukupnya dan biarkan selama kira-kira 10 menit agar terjadi proses
pembasahan simplisia, kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh serbuk
simplisia terendam. Didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak cair yang
diperoleh kemudian. Ekstraksi diulangi sampai ekstrak cair yang diperoleh hampir tidak
berwarna. Ukur volume ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotavapor

pada suhu 30-40 oC sehingga diperoleh ekstrak kental.

2. EKSTRAKSI DENGAN ALAT SOXHLET


Tuangkan 250 mL pelarut etanol 95% ke dalam labu alas bulat atau sampai kurang
lebih 1/2-2/3 bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Serbuk simplisia sebanyak
50 gram disiapkan dalam kertas saring whatman dan dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet.
Pasang alat soxhlet sesuai tempatnya dan tambahkan 50 mL pelarut dari bagian atas tabung
soxhlet untuk pembasahan simplisia dan nyalakan heating mantle sampai suhu mencapai
titik didih pelarut. Ekstraksi simplisia sampai tetesan pelarut hampir tidak berwarna.
Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi
ekstrak kental.

3. EKSTRAKSI DENGAN CARA REFLUKS


Sebanyak 50 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat, tambahkan
kedalamnya pelarut etanol 95% sebanyak 250 ml. Pasangkan kondensor dengan alat refluks
dan nyalakan heating mantle sampai suhu titik didih pelarut. Ekstraksi dilakukan sampai
tetesan pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan
dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.

PROSEDUR PEMERIKSAAN PARAMETER EKSTRAK:

Pemeriksaan parameter ekstrak perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas ekstrak


dilihat dari sifat fisik dan kandungan kimianya. Parameter yang diperiksa adalah
sebagai berikut :
1. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna,
bau dan rasa dari ekstrak yang diperoleh.

2. Rendemen Ekstrak
Rendemen dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :

Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sejumlah tertentu ekstrak kental dalam cawan penguap
ditimbang kemudian diuapkan di atas penangas air dengan temperatur 40- 50˚C sampai
bobot tetap. Tentukan berat ekstrak setelah penguapan dengan mengurangkan dengan bobot
cawan kosong, kemudian hitung rendemen ekstrak (% b/b) sesuai dengan rumus di atas.

3. Bobot Jenis Ekstrak


Penetapan bobot jenis ekstrak dapat dilakukan sebagai berikut.. Ditimbang piknometer
dengan volume tertentu dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan
air dan ditimbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian piknometer dikosongkan
dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai
volume tertentu, dapat ditetapkan kerapatan ekstrak. Bobot jenis ekstrak ditetapkan dengan
rumus sebagai berikut :
PRAKTIKUM 2. ISOLASI MINYAK ATSIRI

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air, destilasi uap dan air,
enfleurasi, dan pemerasan.

TEORI
Minyak atsiri merupakan suatu lipophilic mixtures yang mudah menguap, yang pada
umumnya diperoleh dengan cara destilasi uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak
atsiri mempunyai bau yang khas dan tersusun oleh suatu susunan senyawa kimia yang
kompleks yang terdiri atas puluhan hingga ratusan komponen. Sifat umum dari minyak atsiri
adalah mudah menguap, berbau aromatik, bila masih segar umumnya tidak berwarna atau
kekuning-kuningan yang berubah menjadi gelap pada pendiaman, tidak mengeruhkan air,
optis aktif, mempunyai indeks bias tinggi. Minyak atsiri yang diperoleh dengan cara destilasi
bila diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut tidak akan meninggalkan bekas seperti
bintik lemak.
Secara kimia umumnya minyak atsiri terdiri atas komponen- komponen terpenoid,
umumnya monoterpen dan seskuiterpen sebagai penyusun utama. Selain itu terdapat
berbagai komponen lain yang merupakan komponen minor, yang terdiri atas senyawa-
senyawa kimia alifatik, aromatik, turunan benzena, dan lain-lain. Pada umumnya
komponen minyak atsiri golongan mono dan seskuiterpen merupakan senyawa kimia turunan
isopren C5H8. Monoterpen tersusun atas 2 unit isopren, sedangkan seskuiterpen tersusun
atas 3 unit isopren. Kedua golongan tersebut masih terpilah lagi menjadi komponen-
komponen lain berdasarkan gugus fungsionalnya ataupun rangka strukturnya, misalnya
monoterpen dan seskuiterpen asiklik, monosiklik, atau bisiklik, monoterpen atau
seskuiterpen alkohol (misalnya eugenol), monoterpen atau seskuiterpen aldehid (misalnya
sitral), atau monoterpen dan seskuiterpen keton (misalnya karvon).
Tergantung pada sifat tumbuhan asal atau minyak atsiri yang terkandung didalamnya, dikenal
berbagai cara isolasi minyak atsiri, misalnya :
1. Destilasi uap
Merupakan proses isolasi minyak atsiri dengan bantuan uap air. Air dan uap air akan
menembus dinding sel dan dengan adanya panas, minyak atsiri akan terbawa oleh uap air.
Pada pendinginan, minyak atsiri akan terkondensasi dan terpisah dari airnya.
2. Pemerasan
Merupakan metode isolasi minyak atsiri yang sangat sederhana. Bahan langsung diperas
atau ditekan dengan suatu alat. Sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan
minyak atsirinya keluar. Cara ini digunakan untuk tumbuhan yang mengandung cukup
banyak minyak atsiri. Keburukan cara ini adalah terjadinya pengotoran minyak atsiri oleh
zat warna yang ikut terperas.

3. Penyarian
Minyak atsiri dalam tumbuhan dapat diisolasi dengan cara penyarian / ekstraksi
menggunakan pelarut yang non polar misalnya heksana, atau pelarut yang kurang polar
seperti misalnya alkohol. Pelarut penyari kemudian dipisahkan dengan cara destilasi, hingga
diperoleh minyak atsiri yang terbebas dari pelarutnya.

4. Enfleurage
Cara ini merupakan cara klasik untuk isolasi minyak atsiri. Simplisia yang mengandung
minyak atsiri, misalnya bunga mawar ditempatkan di atas lapisan semacam vaselin di atas
papan. Setelah dibiarkan beberapa lama, minyak atsiri akan terserap di dalam vaselin,
kemudian dipisahkan dari vaselinnya dengan cara destilasi.
PRAKTIKUM 3. METODE PEMISAHAN EKSTRAK/FRAKSINASI

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak atau fraksinasi tumbuhan obat
dengan metode ekstraksi cair-cair (ECC) dan fast chromatography.

TEORI
Pada sistem pemisahan selalu berhubungan dengan tiga hal, yaitu sampel dan dua
pelarut yang saling tidak bercampur satu sama lain. Sampel akan terpartisi atau terdistribusi
ke dalam kedua pelarut dan pemisahan akan berakhir setelah terjadi kesetimbangan. Ada tiga
macam penggolongan metode pemisahan yang didasarkan pada jenis kedua pelarut, jenis
dari pelarut pertama (initial phase), dan pelarut kedua (second phase). Pada masing-
masing metode pemisahan kedua pelarut mempunyai nama yang berlainan. Sebagai contoh
nama pelarut-pelarut tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nama Pelarut pada Beberapa Metode Pemisahan

METODE
PEMISAHAN PELARUT I PELARUT II
KROMATOGRAFI FASE DIAM FASE GERAK
ECC RAFINAT EKSTRAKTAN
DIALISIS RENETAT DIFUSAT

Pada pengerjaan pemisahan setelah selesai selalu didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna, perbandingan konsentrasi sampel (komponen) pada kedua pelarut menjadi
konstan dan dapat diekspresikan sebagai konstanta kesetimbangan yang dinyatakan dengan
koefisien distribusi (KD) atau koefisien partisi (Kp)

EKSTRAKSI CAIR-CAIR (ECC)


Ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan yang sangat populer, yang
menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur satu sama lain, yang disebut raffinate dan
extractant. Pada pemisahan sampel Q, maka sampel ini akan terpartisi ke dalam rafinat dan
ekstraktan.
Prosedur :
Sebanyak 1 gram ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan metode maserasi
atau soxhlet dilarutkan dalam 100 ml air kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah
dan ditambah n-heksana sama banyak dengan pelarut pertama (100 ml), didiamkan.
Kemudian dikocok, sesekali udara di dalam corong pisah dikeluarkan, lalu dikocok lagi dan
didiamkan sampai kedua pelarut terpisah sempurna. Pemisahan diulang sampai diperoleh
fraksi n-heksana yang hampir tidak berwarna. Fraksi n- heksana dan fraksi air dipisahkan.
Pada fraksi air kemudian ditambahkan pelarut etil asetat 100 ml dan dikocok seperti prosedur
diatas. Fraksi n- heksana, etil asetat dan air kemudian diuapkan dan dihitung rendemen
masing-masing fraksi.

”FAST CHROMATOGRAPHY”

Kromatografi dipercepat atau Fast Chromatography merupakan metode kromatografi


kolom yang dimodifikasi dengan cara pengurangan tekanan melalui penghisapan dengan
kompresor. Akibat pengurangan tekanan ini kecepatan aliran pelarut (eluen) dalam
kolom akan meningkat dengan pesat. Hal ini merupakan solusi untuk mengatasi lamanya
waktu yang dibutuhkan pada kromatografi kolom konvensional.
Seperti halnya kromatografi konvensional, pemisahan komponen pada kromatografi
dipercepat dilakukan atas dasar perbedaan migrasi diferensial melalui kolom yang berisi
fasa diam. Ekstrak yang akan dipisahkan ditempatkan di bagian atas penjerap dalam kolom,
kemudian dielusi dengan pelarut yang bertindak sebagai fasa gerak. Di dalam kolom,
komponen-komponen akan terpisah sebagai pita-pita yang pada elusi seterusnya akan keluar
meninggalkan kolom sebagai fraksi-fraksi komponen yang terpisah. Larutan fraksi
komponen yang keluar kolom ditampung sebagai fraksi (disebut eluat atau efluen) untuk
kemudian dianalisis lebih lanjut.
Kecepatan perpindahan masing-masing komponen dalam kolom ditentukan oleh
kombinasi beberapa faktor yang mengatur karakterisasi sistem adsorpsi dan partisi.
Pemisahan dalam kolom adsorpsi tergantung pada antar aksi antara permukaan penjerap,
komponen yang dipisahkan, serta sistem pelarut elusi. Pemisahan dalam kolom partisi
merupakan proses yang menyangkut partisi komponen dalam fasa gerak dan fasa diam
yang berupa lapisan tipis pada zat pendukung hidrofilik.
Pemilihan sistem penjerap untuk kolom kromatografi cepat dan pemilihan sistem
pelarut elusi dapat dilakukan dengan bantuan metode kromatografi lapis tipis. Data
kromatografi lapis tipis sebagai acuan dalam pemilihan sistem penjerap dan sistem pelarut
elusi.
Pengembangan sistem kromatografi lapis tipis sebagai model untuk teknik
kromatografi kolom memerlukan perhatian pada nilai Rf atau hRf komponen yang
dipisahkan. Komponen yang dapat dipisahkan dengan baik melalui metode kromatografi
cepat adalah komponen yang mempunyai nilai hRf 20-30 pada sistem kromatografi lapis
tipis. Makin besar nilai hRf pada sistem kromatografi lapis tipis makin buruk hasil
pemisahan dengan sistem kromatografi cepat atau kromatografi kolom konvensional.
Seperti halnya pada kromatografi lapis tipis, pada kromatogafi kolom, baik kromatografi
kolom konvensional maupun kromatografi dipercepat, jenis atau tipe penjerap yang
digunakan merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan suatu pemisahan.
Namun dari berbagai jenis dan tipe penjerap dengan segala perbedaan dan sifat-sifat
fisikokimianya, alumina dan silika gel G merupakan penjerap yang umum untuk pengerjaan
kromatografi kolom, termasuk kromatografi kolom dipercepat.

Prosedur :
Kolom diisi dengan ± 50 gram silika gel, sehingga ½ dari tinggi kolom terisi silika
gel, kemudian vakum dijalankan dan permukaan silika gel ditekan dengan batang pengaduk
yang bersalut hingga menjadi padat dan rapat. Setelah itu dimasukkan pelarut yang
kepolarannya paling rendah untuk mencoba apakah kolom telah sempurna. Jika kolom
sempurna, pelarut tersebut akan turun secara horizontal. Disamping itu ekstrak ditimbang
sebanyak 2 gram dan ditambahkan silika gel dengan berat yang sama dengan ekstrak.
Kemudian silika gel yang tersalut ekstrak tersebut digerus hingga homogen dan halus
kemudian diangin- anginkan beberapa saat agar campuran silika gel dan ekstrak yang akan
dimasukkan kedalam kolom dalam keadaan kering. Setelah itu campuran ekstrak dan silika
gel dimasukkan dalam kolom dan diratakan kemudian dilapisi dengan kertas saring. Pelarut
dimasukkan dan vakum dijalankan hinggga pelarut mengelusi komponen kimia dan kering
didalam kolom, setelah kering vakum dimatikan. Selanjutnya dimasukkan pelarut lain yang
tingkat kepolarannya lebih tinggi dari pelarut pertama dan vakum
dijalankan kembali. Begitu seterusnya hingga pelarut yang digunakan itu memiliki tingkat
kepolaran yang tinggi yang dapat mengelusi semua komponen kimia dalam ekstrak. Hasil
fraksi ditampung dalam botol 150 mL kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan KLT.
PRAKTIKUM 4. KROMATOGRAFI

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan pemisahan/separasi fraksi yang diperoleh dari hasil fraksinasi pada
praktikum sehingga dapat memisahkan suatu senyawa/bercak/isolat dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif atau Kromatografi Kolom.

TEORI
Pemurnian fraksi dimaksudkan untuk memisahkan suatu komponen dari komponen
lainnya yang sama-sama terkandung dalam suatu fraksi. Terdapat beberapa metode untuk
melakukan pemisahan komponen dan biasanya dilakukan dengan satu atau beberapa
kombinasi teknik kromatografi. Teknik kromatografi yang biasa digunakan adalah
kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi cair kinerja tinggi dan
kromatografi gas cair.
KLT (Kromatografi Lapis Tipis) merupakan salah satu teknik kromatografi, yaitu suatu
teknik atau metode pemisahan/pemurnian senyawa kimia berdasarkan pada perbedaan
koefisien partisi senyawa dalam fasa diam dan fasa gerak, atau berdasarkan dayaadsorpsi
senyawa pada adsorben yang bertindak sebagai fasa diam. Fasa diam adalah fasa yang terikat
pada pendukung, sedangkan fasa gerak adalah fasa yang bergerak melalui fasadiam.
Senyawa yang akan dipisahkan ikut bergerak bersama fasa gerak.Selama senyawa
bergerak terjadi proses partisi komponen di antara fasa gerak dan fasa diam, atau terjadi
proses adsorpsi senyawa oleh adsorben yang bertindak sebagai fasa diam. Akibat adanya
perbedaan koefisien partisi dan/atau afinitas adsorpsi, terjadilah perbedaan kecepatan
gerakan senyawa-senyawa yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Berdasarkan jenis fasa
gerak dan fasa diam, kromatografi dapat dibedakan atas berbagai tipe sebagai berikut
:
Selain itu, penggolongan kromatografi juga dapat dilakukan berdasar pada jenis
fasa geraknya saja, berdasarkan mekanisme pemisahan, berdasarkan jenis pendukung, atau
berdasarkan proses pengembangannya. Penggolongan berdasarkan fasa gerak memberikan
dua tipe kromatografi sebagai berikut :

Penggunaan kromatografi berdasarkan mekanisme pemisahan :

Pembagian kromatografi berdasarkan jenis pendukungnya adalah sebagai berikut :

Jenis pendukung Tipe kromatografi


kertas Kr. Kertas
Kaca/Lempeng logam tipis Kr. Lapis Tipis (KLT)
Kolom Kr. Kolom
Berdasarkan arah pengembangannya kromatografi dapat dibedakan atas beberapa tipe
yaitu :

Arah Pengembangan TipeKromatografi

Horizontal Kr. Horizontal Vertikal Menurun Kr. Vertikal Menurun Vertikal


Menaik Kr. Vertikal Menaik Sirkular Kr. Sirkular
Dua Arah Tegak Lurus Kr. Dua Arah

Pada kromatografi dibedakan istilah pengembangan dan elusi. Istilah pengembangan


digunakan untuk kromatografi datar yang fasa geraknya berjalan melalui fasa diam tanpa
terjadi pengeluaran senyawa dari fasa diamnya. Istilah ini digunakan pada kromatografi datar
seperti kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis (KLT). Istilah elusi digunakan pada
kromatografi yang fasa geraknya melalui fasa diam sambil membawa senyawa keluar dari
fasa diam. Istilah ini digunakan pada kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu tipe dari kromatografi datar, dengan fasa
diam berupa adsorben yang melekat pada pendukung berupa lempeng kaca atau logam tipis.
Penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain, seperti
silika gel, alumunium oksida, celite, kalisium hidroksida, magnesium sulfat, poliamida,
sephadex, polifenilpirolidon, selulosa atau campuran dua atau lebih bahan diatas.
Pemisahan pada KLT dapat berlangsung melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme
adsorpsi dan mekanisme partisi. Bertitik tolak dari kedua mekanisme tersebut, pada KLT
selain polaritas sistem yang merupakan penentu keberhasilan pemisahan, pemilihan sistem
adsorpsi, sistem partisi, serta pelarut merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan. Selain
pemilihan pelarut yang berdasar pada falsafah polar loves polar, adsorben merupakan
faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan pemisahan pada metode KLT. Berbagai
adsorben dapat digunakan pada KLT, namun yang paling umum digunakan adalah silika gel,
alumina, kieselguhr (tanah diatomae), dan selulosa. Pemisahan adsorben untuk suatu
pemisahan KLT selain mempertimbangkan sifat kimia senyawa sifat kimia adsorben juga
harus diperhatikan tingkat / derajat aktif adsorbennya. Menurut Brockmann, derajat aktif
adsorben ini dapat dilihat dari kandungan air dalam adsorben tersebut. Adsorben dengan
kandungan air paling rendah merupakan adsorben yang mempunyai derajat aktif tertinggi
dan dinyatakan sebagai
adsorben dengan derajat aktif I, sedangkan adsorben dengan derajat aktif terendah dinyatakan
sebagai adsorben derajataktif V. Adsorben derajat aktif 1 dapat ditingkatkan derajat aktifnya

dengan cara memanaskan adsorben tersebut pada suhu 105o C dalam waktu tertentu.
Proses tersebut dikenal dengan sebutan pengaktifan adsorben. Proses pengembangan
pada KLT umumnya dibedakan atas pengembangan satu kali dan pengembangan berulang.
Metode pengembangan berulang ini merupakan modifikasi dari pengembangan biasa, yaitu
kromatogram dikembangkan dengan suatu fasa gerak, kemudian diangkat dan dikeringkan
tanpa pemanasan. Setelah itu kromatogram dikembangkan dengan fasa gerak yang sama.
Berbeda dengan kromatografi kertas, keterulangan (reproduksibilitas) nilai Rf pada
KLT sangat tidak dapat diharapkan karena berbagai faktor penyebab seperti misalnya
derajat aktif adsorben, kejenuhan tabung pengembang, kondisi pengembangan, homogenitas
adsorben, suhu, dan lain-lain. Selain pengembangan satu arah (menaik atau menurun, tetapi
umumnya menaik), KLT juga dapat dikembangkan dalam dua arah yang saling tegak lurus
dengan fasa gerak yang sama atau berbeda. Pengembangan seperti itu dikenal dengan sebutan
KLT dua arah. Sebagai pendeteksi bercak pada kromatogram dapat dilakukan dengan visual
untuk komponen yang berwarna, sinar UV 254 nm dan 366 nm, pereaksi penampak bercak
seperti uap iodium,asam sulfat pekat dalam etanol, asam sulfat kromat, ninhidrin dalam
butanol, asam difenil borat, vanillin sulfat, dragendorff,dan sebagainya.

KLT PREPARATIF
Kromatografi lapis tipis preparatif dimaksudkan untuk memisahkan senyawa dalam
jumlah gram. Pelat dapat dipersiapkan lebih tebal (0,5–2 mm). Sampel diteteskan ke pelat
dengan alat syringe membentuk suatu pita (band). Pendeteksian senyawa tidak boleh
merusak senyawa. Pita yang akan dipisahkan dapat dikerok dan dilarutkan dalam pelarut
untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan.
Cara pembuatan pelat Silika gel pada penyangga kaca :
Bersihkan dulu kaca yang sudah diatur di atas alat Desaga dengan aseton, supaya bebas
dari lemak. Buat bubur Silika gel 25 g dalam 50 ml air suling dan dikocok kuat dalam labu
erlenmeyer. Tuangkan semua bubur ke dalam tabung desaga lalu cepat-
cepat dibalik diatas kaca pertama, kemudian segera diratakan pada kaca berikutnya sampai
kaca terakhir. Diamkan lapisan silika pada pelat hingga mengering pada suhu kamar kira-
kira 10-20 menit, lalu pelat dikeringkan dalam oven dengan suhu 110-120˚C selama 1-
2 jam.

KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom biasanya digunakan untuk memisahkan komponen dalam jumlah
lebih besar (gram). Mempersiapkan kolom harus dilakukan dengan hati-hati agar
dihasilkan kolom kemas yang serba sama (homogen). Jika kolom tidak mempunyai
penyaring kaca masir, maka kita harus menyumbat kolom dengan segumpal kaca wool atau
kapas. Sumbat ini harus terendam dengan pelarut pengelusi setinggi 10 cm. Selanjutnya
penjerap dijadikan bubur dalam gelas piala menggunakan pelarut yang sama, lalu dituangkan
hati-hati ke dalam kolom dan tidak terputus-putus, untuk mencegah terbentuknya lapisan.
Setelah itu penjerap dibiarkan turun dan kelebihan pelarut dikeluarkan melalui keran. Pada
poliamid dianjurkan kemasan direndam dulu selama satu jam, supaya mengembang.
Langkah pertama pada kromatografi kolom ialah menempatkan larutan cuplikan pada kolom
sedemikian rupasehingga terbentuk pita yang siap untuk dielusi. Untuk mencapai iitu,
cuplikan harus dilarutkan dalam pelarut yang volumenya sesedikit mungkin. Pelarut yang
dipakai harus sama dengan pelarut pengelusi, dan sebaiknya pelarut yang kepolarannya
paling rendah, walaupun hal ini tidak selalu dapat dilaksanakan berhubung dengan
kelarutannya. Menempatkan larutan pekat pada kolom harus hati-hati supaya kemasan
kolom tidak terganggu, dan untuk ini dianjurkan menggunakan pipet. Cuplikan dibiarkan
meresap ke dalam kolom, baru proses kromatografi dimulai.
Jika cuplikan tidak dapat melarutdalam eluen, maka dapat digunakan cara penjerapan.
Cuplikan dilarutkan ke dalam sedikit pelarut sembarang yang cocok, dan dicampur dengan
sedikit penjerap. Lalu penjerap dikeringkan dan ditaburkan di atas kolom semerata mungkin
sebagai serbuk.
Prosedur Identifikasi kandungan kimia tanaman Menggunakan KLT
Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu kemudian ekstrak cair ditutulkan pada
garis awal dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga
pelarutnya menguap. Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembang. Proses kromatografi dihentikan
sampai cairan pengembang sampai ke garis depan. Amati pola kromatogram dibawah lampu
UV 254 dan 366 nm dan hitung Rf setiap bercak yang teramati. Penampak bercak dapat
juga menggunakan asam sulfat 10% dalam metanol.
PRAKTIKUM 5. SKRINING FITOKIMIA

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan pengujian penapisan fitokimia terhadap beberapa simplisia tumbuhan obat
sehingga diketahui golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia tersebut.

TEORI
Tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yang digunakan baik untuk
pencegahan ataupun pengobatan penyakit-penyakit tertentu, atas dasar pengggunaan secara
empirik ataupun pengujian ilmiah. Pengujian khasiat suatu tanaman obat dilakukan melalui
uji pra klinik hingga uji klinik. Pengembangan obat tradisional di Indonesia semakin
menunjukkan kemajuan yang mengarah kepada upaya memasuki jalur pelayanan kesehatan
formal. Obat tradisional yang akan memasuki jalur pelayanan kesehatan formal dituntut
mempunyai kualitas yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Evaluasi kualitas ini
diperlukan untuk mendapatkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan, memiliki
khasiat, dan aman digunakan. Khasiat atau aktivitas farmakologi yang menjadi tumpuan bagi
penggunaan suatu tumbuhan sebagai tumbuhan obat ditentukan oleh kandungan senyawa
metabolit sekunder dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan tersebut.
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai arti penting dalam kaitan
dengan khasiat atau aktivitas farmakologi tumbuhan obat adalah senyawa metabolit sekunder
kelompok alkaloid, tanin dan polifenolat, mono dan sesquiterpen, senyawa kuinon, glikosida
jantung, flavonoid, triterpenoid dan steroid, serta saponin. Uji fitokimia terhadap kandungan
senyawa kimia metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian
mengenai tumbuhan obat atau dalam hal penelusuran senyawa aktif baru yang berasal dari
bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat- obat baru atau menjadi
prototype senyawa obat dengan aktivitas tertentu. Oleh karenanya,metode uji fitokimia harus
merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak digunakan
adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di lapangan atau di
laboratorium.
SKRINING FITOKIMIA
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang dalam struktur molekulnya terdapat
atom Nitrogen (umumnya heterosiklik). Adanya pasangan elektron bebas pada atom
Nitrogen ini menyebabkan alkaloid dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan
logam-logam berat. Fenomena ini merupakan dasar bagi reaksi pengenalan adanya alkaloid
dalam simplisia tumbuhan obat.
Alkaloid adalah kelompok atau golongan senyawa kimia metabolit sekunder asal
tumbuhan atau hewan dengan struktur yang mempunyai atom Nitrogen (umumnya terikat
dalam lingkar heterosiklik), bersifat basa, serta mempunyai aktivitas fisiologis tertentu.

Berdasarkan biosintesisnya, alkaloid terbagi atas:


(1) True alkaloid (alkaloid sesungguhnya), biosintesisnya berasal dari asam amino,bersifat
basa, umumnya mempunyai atom Nitrogen dalam lingkar heterosiklik
(2) Proto alkaloid, merupakan amina yang bersifat sederhana dengan atom
Nitrogen yang tidak terdapat dalam lingkar heterosiklik. Contoh meskalin, efedrin
(3) Pseudo alkaloid, biosintesisnya tidak berasal dari asam amino. Contohnya basa
purin (antara lain kafein)

Umumnya alkaloid bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom
Nitrogennya (Teori Asam-Basa Lewis). Dalam tumbuhan biasanya alkaloid terdapat dalam
bentuk garam (tartrat, laktat, sitrat). Sifat kimia alkaloid ini merupakan dasar bagi cara isolasi
maupun pengenalannya. Pengenalan alkaloid didasarkan pada kemampuannya membentuk
senyawa kompleks tidak larut dengan pereaksi-pereaksi yang mengandung logam berat,
misalnya pereaksi Mayer (mengandung kalium ioda dan raksa (II) klorida), pereaksi
Dragendorff (mengandung Bismuth subnitrat dan raksa (II) klorida). Alkaloid dengan
pereaksi Mayer akan memberikan endapan putih, sedangkan pereaksi Dragendorff akan
memberikan endapan jingga coklat. Walaupun reaksi pengenalan alkaloid dengan kedua
pereaksi tersebut merupakan reaksi pengenalan umum tetapi beberapa senyawa non
alkaloid dapat mengendap dengan pereaksi- pereaksi tersebut di atas, misalnya protein,
kumarin, α-piron, hidroksi flavon serta tannin. Reaksi pengenalan palsu tersebut terkenal
dengan sebutan reaksi positif palsu (false positive). Perlu menjadi
perhatian, selain adanya reaksi positif palsu, dengan metode ini senyawa alkaloid kuarterner
dalam simplisia tidak dapat diubah menjadi alkaloid bentuk basa dan akan tetap tinggal
dalam sel, sehingga tidak dapat dikenali dengan metode pengendapan oleh reaksi-reaksi
tersebut di atas. Keadaan seperti itu disebut sebagai reaksi negatif palsu (false negative).
Metode:
Ekstrak dibasakan dengan ammonia encer kemudian ditambahkan beberapa milliliter
kloroform, kemudian dikocok dengan asam klorida 2 N. Campuran disaring kemudian filtrate
dipisahkan kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan diperlakukan sebagai berikut :
(1) Bagian pertama digunakan sebagai blangko
(2) Bagian kedua ditetesi dengan larutan pereaksi Mayer, kemudian diamati ada atau
tidaknya endapan berwarna putih
(3) Bagian ketiga ditetesi dengan larutan pereaksi Dragendorff, kemudian diamati ada atau
tidaknya endapan jingga coklat

b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memberikan berbagai warna pada
tumbuhan. Flavonoid mempunyai struktur yang sangat bervariasi, namun pada umumnya
mempunyai struktur dasar:

Gambar. Struktur dasar Flavonoid


Pengenalan flavonoid didasarkan pada reaksi reduksi gugusan karbonil pada lingkar
lakton menjadi gugusan alkohol membentuk senyawa hidroksi yang berwarna-warna
tergantung pada gugusan fungsional yang terikat pada lingkar A atau B. warna yang terjadi
dapat ditarik oleh amil alkohol.
Metode:
Ekstrak diteteskan pada kertas saring sebanyak 2 tetes kemudian diuapi dengan
ammonia. Flavonoid ditandai dengan adanya warna kuning hingga jingga.
Ekstrak ditambahkan dengan campuran logam Magnesium dan asam klorida 5N,
kemudian disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat
ditarik oleh amil alkohol. Untuk lebih m emudahkan pengamatan sebaiknya digunakan
percobaan blangko.

c. Tanin dan Polifenol


Tanin dan senyawa polifenolat alam mudah dikenali melalui pengenalan gugusan fenol
yang dapat memberikan warna biru-hitam dengan pereaksi besi (III) klorida. Untuk
membedakan tanin dengan polifenolat alam, digunakan sifat tanin yang dapat mengendapkan
larutan gelatin 1%.

Metode:
Ekstrak ditambahkan aquades dan ditetesi larutan besi (III) klorida. Terbentuknya
warna biru-hitam menunjukkan adanya tanin dan polifenol alam.
Esktrak diuji ulang dengan penambahan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih
menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat tanin.

d. Saponin
Saponin adalah senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan yang bersifat dapat
membentuk busa, serta dapat menghemolisis sel darah merah. Struktur kimia umumnya
merupakan glikosida, yang bila dihidrolisis akan menghasilkan bagian glikon (senyawa gula)
dan aglikon (senyawa non gula). Struktur aglikon tannin umumnya merupakan struktur
triterpenoid dan struktur steroid, hingga ditinjau dari strukturnya saponin dapat dipilah
menjadi saponin-triterpenoid dan saponin-steroid. Reaksi pengenalan saponin didasarkan
pada sifatnya yang mampu memberikan busa pada pengocokan dan persisten pada
penambahan sedikit asam atau pada pendiaman.

Metode:
Di atas tangas air, dalam tabung reaksi, ekstrak dicampur dengan air dan dipanaskan
beberapa saat, kemudian disaring. Setelah dingin filtrat dalam tabung reaksi dikocok kuat-
kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan
persisten selama beberapa menit serta tidak hilang setelah penambahan 1 tetes asam klorida
encer menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat saponin.

e. Monoterpenoid dan Sesquiterpenoid


Monoterpenoid dan sesquiterpenoid adalah senyawa-senyawa C10-C15 yang tersusun
dari unit isoprene (C5H8). Senyawa monoterpenoid dan sesquiterpenoid ini merupakan
komponen-komponen penyusun minyak atsiri. Reaksi pengenalan didasarkan pada
kemampuannya membentuk warna-warna dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau
pereaksi vanillin-sulfat.

Metode:
Ekstrak ditetesi anisaldehid-asam sulfat atau pereaksi vanillin-sulfat dari pinggir
cawan. Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan
sesquiterpenoid.
f. Steroid dan Triterpenoid
Senyawa kelompok steroid dan triterpenoid adalah senyawa- senyawa kelompok
metabolit sekunder yang mempunyai struktur dasar yang hampir sama.

(a) (b)
Gambar. (a) Steroid, (b) Triterpenoi d

Pengenalan senyawa triterpenoid dan steroid didasarkan kemampuannya membentuk


warna dengan pereaksi Liebermann- Burchard. Pereaksi Liebermann-Burchard dibuat
dengan cara mencampurkan 20 bagian asam asetat anhidrat dengan 1 bagian asam sulfat
pekat. Pereaksi ini harus digunakan dalam media bebas air.

Metode:
Ekstrak diteteskan pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna ungu
menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung senyawa kelompok triterpenoid, sedangkan
bila terbentuk warna biru-hijau menunjukkan adanya senyawa kelompok steroid.

g. Senyawa Kuinon
Senyawa kuinon umumnya merupakan turunan p-benzokuinon.

Gambar. p-benzokuinon
Pengenalan senyawa ini didasarkan pada kemampuannya membentuk garam berwarna
antara hidrokuinon dengan larutan alkali kuat (NaOH atau KOH).

Gambar. Reaksi hidrokuinon dengan larutan alkali kuat

Metode:
Ekstrak dipanaskan pada hoteplate selama 5 menit, disaring, filtratnya diambil dan ditetesi dengan
larutan NaOH 5%. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa
kelompok kuinon.
PRAKTIKUM 6. PENETAPAN KADAR SENYAWA METABOLIT

TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar senyawa metabolit sekunder tertentu dalam kandungan ekstrak

METODE
A. Penetapan Kadar Fenol Total
a. Pembuatan Larutan Induk Asam Galat
Dibuat larutan induk asam galat 1000 ppm dengan cara ditimbang 10 mg asam galat
dilarutkan dengan etanol p.a hingga 10 mL. Larutan baku kerja dibuat 100 ppm pada
labu ukur 25 mL dan ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas (Mukhriani, 2019).
Kemudian dibuat larutan standar asam galat 25, 35, 45, 55 dan 65 ppm pada masing-
masing labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas.
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Diambil 0,5 mL larutan asam galat 25 ppm ditambahkan dengan 0,4 mL reagen Folin-
Ciocalteu dikocok dan dibiarkan sekitar 4-8 menit, lalu ditambahkan 3 mL Na2CO3 7%
dan dikocok hingga homogen dan dicukupkan dengan aquades 10 mL. Didiamkan
selama 90 menit dan dilakukan pembacaan dengan spektrofotometri UV-Vispada
panjang gelombang 700-800 nm (Mukhriani, 2019; Rezky, 2019; Elefe, 2021).
c. Penentuan Operating Time Asam Galat
Larutan asam galat 25 ppm diambil sebanyak 0,5 ml ditambahkan 0,4 mL reagen Folin-
Ciocalteu dikocok dan dibiarkan sekitar 4-8 menit, lalu ditambahkan 3 mL Na2CO3 7%
dan dikocok hingga homogen dan dicukupkan dengan aquades 10 mL. Larutan tersebut
diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang telah diperoleh dengan interval
pada waktu 2 menit selama 60 menit sampai diperoleh absorbansi yang stabil
(Mukhriani, 2019; Elefe, 2021).
d. Penentuan Kurva Baku Asam Galat
Diambil larutan baku kerja asam galat 100 ppm sebesar 2,5; 3,5; 4,5; 5,5 dan 6,5 mL,
dimasukkan pada masing-masing labu ukur 10 mL dan ditambahkan 10 mL etanol p.a
sampai tanda batas 10 mL. sehingga dihasilkan larutan seri kadar 25, 35, 45, 55 dan 65
ppm. Seri kadar masing-masing di ambil sebanyak 0,5 mL ditambahkan 0,4 mL reagen
Folin-Ciocalteu dikocok dan dibiarkan sekitar 4-8 menit, lalu ditambahkan 3 mL
Na2CO3 7% dan dikocok hingga homogen dan dicukupkan dengan aquades 10 mL.
Didiamkan selama Operating Time dan dilakukan pembacaan dengan menggunakan
spektrofotometri UV- Vis pada panjang gelombang maksimum (Mukhriani, 2019; Elefe,
2021).
e. Penetapan Kadar Fenolik Total
Ditimbang 10 mg ekstrak dilarutkan dengan pelarut p.a 10 mL sehingga diperoleh
konsentrasi larutan ekstrak 1000 ppm. Larutan dipipet 1 mL dibuat pengenceran 100
ppm pada labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas. Sampel
diambil sebanyak 0,5 mL, kemudian ditambahkan dengan 0,4 mL reagen Folin-
Ciocalteu dikocok dan dibiarkan sekitar 4-8 menit, lalu ditambahkan 3 mL Na2CO3 7%
dan dikocok hingga homogen dan dicukupkan dengan aquades 10 mL. Didiamkan
selama Operating Time dan dilakukan pembacaan dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang didapatkan
(Mukhriani, 2019).
f. Analisis Data
Analisis data dengan persamaan regresi linear menggunakan program Microsoft excel.
Kadar total flavonoid didapat dengan cara memasukkan nilai absorbansi larutan uji ke
dalam regresi linier y = bx +a larutan standar asam galat, dimana y merupakan
absorbansi larutan uji dan x konsentrasi total fenolik yang terkandung di dalam ekstrak.
Kadar total fenolik ditunjukkan dengan dinyatakan sebagai total asam galat ekuivalen
per 1 g ekstrak (mg GAE/g) (Yuliani, 2021). Kadar total dapat dihitung dengan rumus :

Kadar total fenolik = C x Vxfp / M


Keterangan:
C : Konsentrasi Asam Galat
V : Volume Ekstrak
M : Berat Ekstrak
Fp : Faktor pengenceran

B. Penetapan Kadar Favonoid Total


a. Pembuatan Larutan Induk Kuersetin
Dibuat larutan kuersetin 1000 ppm dengan cara di timbang 10 mg kuersetin, kemudian
dilarutkan dengan etanol p.a hingga 10 mL. Kemudian dibuat larutan standar kuersetin
40, 60, 80, 100 dan 120 ppm pada masing-masing labu ukur 10 mL dan ditambahkan
etanol p.a sampai tanda batas.
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Di ambil 1 mL larutan baku kerja kuersetin 100 ppm ditambahkan dengan 1 mL AlCl3
10% dan 8 mL asam asetat 5%. Didiamkan selama 30 menit dan dilakukan pembacaan
dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 350-450 nm (Sari &
Ayuchecaria, 2017; Ramadhan et al., 2021).
c. Penentuan Operating Time Kuersetin
Larutan kuersetin 100 ppm diambil sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL AlCl3
10% dan 8 mL asam asetat 5%. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang
gelombang yang telah diperoleh dengan interval pada waktu 2 menit selama 60 menit
sampai diperoleh absorbansi yang stabil (Sari & Ayuchecaria, 2017).
d. Penentuan Kurva Baku Kuersetin
Larutan induk 1000 ppm diambil sebanyak 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 mL, dimasukkan
pada masing-masing labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas.
Sehingga dihasikan larutan seri kadar kuersetin sebesar 40, 60, 80, 100 dan 120 ppm.
Seri kadar masing-masing di ambil sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL AlCl3
10% dan 8 mL asam asetat 5%. Didiamkan selama Operating Time dan dilakukan
pembacaan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum (Ramadhan et al., 2021).
e. Penetapan Kadar Flavonoid Total
Ditimbang 10 mg ekstrak kemudian dilarutkan dengan pelarut p.a sampai volumenya 10
mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan ekstrak 1000 ppm. Larutan dipipet 1 mL
dibuat pengenceran 100 ppm pada labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol p.a sampai
tanda batas. Sampel diambil sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan dengan 1 mL AlCl3
10% dan 8 mL asam asetat 5%. Didiamkan selama Operating Time dan dilakukan
pembacaan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada Panjang gelombang
maksimum yang didapatkan (Ramadhan et al., 2021).
f. Analisis Data
Analisis data dengan persamaan regresi linear menggunakan program Microsoft excel.
Kadar total flavonoid didapat dengan cara memasukkan nilai absorbansi larutan uji ke
dalam regresi linier y = bx + a larutan standar kuersetin, dimana y merupakan absorbansi
larutan uji dan x konsentrasi total flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak.Kadar
total flavonoid ditunjukkan dengan dinyatakan sebagai total kuersetin ekuivalen per 1 g
ekstrak (mg QE/g) (Yuliani, 2021). Kadar total dapat dihitung dengan rumus :

Kadar total flavonoid = C x Vxfp / M

Keterangan:
C : Konsentrasi Kuersetin
V : Volume Ekstrak
M : Berat Ekstrak
Fp : Faktor pengenceran

C. Penetapan Kadar Tanin Total


a. Pembuatan Larutan Baku Induk
Sebanyak 10 mg asam tanat dilarutkan dengan aquadest sampai volumenya 10 mL,
sehingga diperoleh larutan baku induk 1000 ppm. Larutan baku induk diencerkan
dengan cara memipet masing-masing 0,4; 0,6; 0,8; 1 dan 1,2 mL ke dalam labu ukur
10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 40, 60, 80, 100, 120 ppm (Wulandari et al.,
2021).
b. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
Salah satu konstentrasi larutan baku diambil sebanyak 1 mL kemudian masukkan
kedalam labu ukur 10 mL yang telah berisi 7,5 mL aquabidestilata. Ke dalam labu
tersebut ditambahkan 0,5 mL pereaksi folin denis, didiamkan selama 3 menit dan
ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 jenuh, didiamkan selama 15 menit. Absorbansi
diukur pada panjang gelombang dengan rentang 700-800 nm (Mukhriani et al., 2014;
Wulandari et al., 2021).
c. Pembuatan Kurva Baku Asam Tanat
Larutan baku asam tanat dari masing-masing konsentrasi 40, 60, 80, 100 dan 120 ppm
dipipet sebanyak 1 mL kemudian masukkan ke dalam labu ukur 10 mL yang telah berisi
7,5 mL aquabidestilata. Ke dalam labu tersebut ditambahkan 0,5 mL pereaksi folin
denis, didiamkan selama 3 menit dan ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 jenuh.
Kemudian didiamkan selama 15 menit. Semua larutan diukur absorbannya pada panjang
gelombang maksimum yang didapatkan, dilakukan 3 kali replikasi. Dibuat kurva
kalibrasi hubungan antara konsentrasi asam tanat dengan absorban (Wulandari et al.,
2021).
d. Penetapan Kadar Tanin
Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dengan aquabidestilata hingga 10 mL sehingga
diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Larutan 1000 ppm sampel diencerkan dengan memipet
sebanyak 2,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL dan diperoleh konsentrasi 250 ppm. Larutan
sampel 250 ppm dipipet 1 mL, dimasukkan ke dalam wadah berukuran 10 mL yang
telah berisi 7,5 mL aquabidestilata. Kemudian ditambahkan 0,5 mL pereaksi folin denis,
didiamkan selama 3 menit dan ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 jenuh, didiamkan
selama 15 menit. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang
didapatkan, dilakukan 3 kali replikasi (Wulandari et al., 2021).
e. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian penetapan kadar senyawa tannin pada ekstrak
berupa data absorbansi yang dihitung persamaan y= bx + a. Kadar tanin yang diperoleh
dinyatakan dalam satuan mg ekuivalen asam tanat/g sampel (mgTAE/g). Perhitungan
kadar tannin menggunakan rumus (Ulfasari, 2021):
Kadar = C×VxFP / w(g)
Keterangan:
C : Konsentrasi
V : Volume (L)
Fp : Faktor Pengenceran
W : Berat Sampel (g)

D. Penetapan Kadar Saponin


a. Penetapan Kadar
Sebanyak 0,625 g ekstrak direfluks dengan petroleum eter sebanyak 25 mL pada suhu
60-80°C selama 30 menit. Buang larutan petroleum eter yang telah dingin dan residu
yang tertinggal dilarutkan dalam 25 mL etil asetat, pisahkan larutan etil asetat dengan
residu dalam corong pisah. Residu yang tertinggal dilarutkan dengan n- butanol masing-
masing dengan 25 mL sebanyak 3 kali. Campur seluruh larutan n-butanol dan uapkan
dengan penangas air. Sisa penguapan dilarutkan dengan 5 mL metanol kemudian
ditambahkan ke dalam 25 mL dietil eter sambil diaduk. Endapan yang terbentuk dituang
pada kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Keringkan kertas saring kemudian
ditimbang sampai bobot tetap. Kertas saring sebelum dan sesudah penyaringan dihitung
selisihnya, hasil tersebut ditetapkan sebagai kadar saponin (Noviyanty et al., 2020).
Penetapan kadar saponin dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan prosedur yang
sama. Kemudian lakukan uji penegasan dengan uji busa, mengeruk endapan sebanyak
0,1 g, dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan aquadest 10 mL, dikocok selama
10 detik, dibiarkan selama 10 menit, ditambahkan 1 mL larutan HCl 2 N, busa yang
terbentuk stabil setelah penambahan HCl 2 N, menunjukkan endapan positif
mengandung saponin (Ramadhan et al., 2020).

b. Analisis Data
Analisis data kadar saponin dilakukan secara univariat, dimana dihitung menggunakan
rumus:
Kadar saponin = X2−X1/ A x 100 %

Keterangan:
X1 = bobot kertas saring (g)
X2 = bobot kertas saring + endapan saponin (g)
A = bobot ekstrak (g) (Noviyanty et al., 2021).

Anda mungkin juga menyukai