Anda di halaman 1dari 11

i

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan sektor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di wilayah Indonesia. Kegiatan pertanian sering dikaitkan sebagai salah
satu cara dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan
sumber daya baik itu manusia maupun alam dan penggunaan teknologi terbarukan
dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (Sidharta et al., 2021). Faktor
kondisi lahan pertanian yang tersedia menjadi suatu permasalahan dalam upaya
pembangunan pertanian berkelanjutan. Hal tersebut diikuti dengan adanya
pembangunan-pembangunan selain pada sektor pertanian di berbagai wilayah yang
menyebabkan luasan lahan untuk digunakan bagi kegiatan pertanian semakin
terbatas (Saragih dan Panggulu, 2021).
Permasalahan mengenai terbatasnya kondisi lahan khususnya bagi masyarakat
yang bermukim di wilayah perkotaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan
yang tersedia. Masyarakat perkotaan yang mampu memanfaatkan lahan yang
terbatas untuk kegiatan pertanian akan berpengaruh terhadap keberlanjutan bagi
sektor pertanian yang ada di perkotaan (Suryani et al., 2020). Salah satu upaya
dalam menjalankan pertanian di perkotaan dengan melakukan urban farming.
Sistem pertanian dengan menggunakan urban farming sangat tepat untuk
diterapkan di perkotaan yang memiliki ketersediaan lahan yang kurang memadai.
Aktivitas urban farming yang mudah ditemui yaitu dengan menanam sayuran
dengan menggunakan barang bekas seperti botol plastik yang diletakkan di
pekarangan rumah (Khasanah, 2021).
Kebutuhan yang diperlukan dalam kegiatan bercocok tanam yaitu adanya media
tanam. Media tanam menjadi faktor yang harus tersedia dalam penerapan urban
farming. Hal tersebut dikarenakan akan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan
tanaman. Tanaman yang dibudidayakan harus membutuhkan media tanam sebagai
tempat untuk berpijak ketika masih dalam bentuk benih hingga menjadi tanaman
yang besar. Adapun jenis media tanam yang akan digunakan harus memiliki
kemampuan dalam menstabilkan kelembaban pada akar, menjamin unsur hara yang

1
tersedia bagi tanaman, dan kadar oksigen yang ada mencukupi (Febriani et al.,
2021).
Media tanam yang digunakan dalam konsep urban farming dapat berupa tanah.
Selain itu, terdapat media lain yang bukan tanah untuk digunakan menjadi media
tanam dalam urban farming yang dikenal dengan media tanam nir tanah (Widodo
et al., 2022). Media tanam nir tanah terbagi menjadi dua menurut ada atau tidaknya
bahan kimia yaitu media tanam organik dan anorganik. Media tanam organik
berupa media yang terbuat dari residu makhluk hidup seperti cocopeat, arang sekam
padi, dan kompos. Komposisi media tanam yang dibutuhkan tanaman berhubungan
dengan bagaimana media tersebut mampu menyediakan air bagi tanaman sekaligus
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Suparto et al.,
2023).
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukannya kegiatan praktikum mengenai
media tanam dalam budidaya tanaman guna mengetahui kombinasi dari beberapa
macam media tanam yang digunakan serta kadar air yang terkandung dalam media
tanam tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui kadar air pada
berbagai media tanam dalam budidaya tanaman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Pentingnya Mahir Berbudidaya Urban Farming


Kebutuhan akan pangan yang tersedia bagi masyarakat perkotaan merupakan
sebuah masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah. Faktor lain yang
menyebabkan hal tersebut karena banyaknya perantau dari luar daerah yang datang
ke perkotaan sehingga dapat mengganggu ketersediaan pangan, selain itu lahan
untuk kegiatan pertanian menjadi semakin terbatas akibat alih fungsi lahan menjadi
perumahan atau bangunan lainnya. Kondisi lahan yang tersedia di perkotaan
semakin terbatas menjadi salah satu masalah penting dalam upaya memenuhi
kebutuhan pangan. Terdapat suatu konsep bercocok tanam yang menjadi solusi
untuk mengatasi ketersediaan lahan yang terbatas dengan memanfaatkan lahan
yang tersedia. Konsep tersebut dikenal sebagai pertanian perkotaan atau urban
farming (Wijaya et al., 2020).
Urban farming dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam pembudidayaan
dengan menggabungkan antara sektor pertanian, perikanan, dan peternakan secara
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan agar selalu tersedia (Septya et
al., 2022). Pertanian dengan menggunakan urban farming juga membantu menjaga
kondisi lingkungan tetap bersih dan terjaga dengan cara melakukan penanganan
terhadap sampah organik khususnya yang memiliki jumlah sangat tinggi di
perkotaan dengan melaksanakan kegiatan yang dikenal dengan 3R (reuse, reduse,
recycle). Sampah organik yang dihasilkan dapat menjadi bahan dasar dalam
pembuatan pupuk kompos sehingga dapat digunakan kembali untuk menunjang
kegiatan urban farming (Wijaya et al., 2020).
Pelaksanaan kegiatan urban farming ini sangat membutuhkan tenaga dari
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dalam bidangnya.
Kemampuan dasar serta pengetahuan mengenai program budidaya secara urban
farming wajib dipelajari karena sangat penting bagi keberhasilan program tersebut.
Pentingnya memperkaya ilmu pengetahuan tentang budidaya tanaman
menggunakan sistem urban farming agar masyarakat yang tinggal di perkotaan
memiliki keterampilan dengan membantu meningkatkan produksi pangan secara

3
berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dan yang
terpenting yaitu membantu dalam menjaga ketahanan pangan (Danugroho, 2022).

Gambar 1. Urban Farming dalam Skala Rumah Tangga


(Sumber: www.dictio.id)

2.2 Media Tanam dalam Urban Farming


Tanaman yang dibudidayakan memerlukan media sebagai tempat bertumbuh
serta berkembang. Media tanam sebagai unsur terpenting dalam proses budidaya
pertanian harus memiliki kandungan hara mikro atau makro yang tersedia guna
sebagai nutrisi yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang optimal (Wibowo et al., 2023). Penggunaan media tanam untuk
proses budidaya harus memperhatikan jenis tanaman yang akan ditanam. Media
tanam yang dikategorikan baik yaitu memiliki kemampuan dalam mencukupi
tersedianya air dan unsur hara untuk tanaman, memiliki kondisi tata udara dan air
yang baik, serta ruang yang cukup untuk akar tanaman tumbuh (Mariana, 2017).
Penggunaan media tanam yang berpatokan pada substrat ataupun campuran
antar substrat dapat memberikan daya dukung bagi tanaman secara mekanik,
menyuplai kebutuhan air serta nutrisi mineral untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Febriani et al., 2021). Media tanam yang umum
digunakan yaitu tanah. Namun, terdapat alternatif selain menggunakan tanah atau
biasa disebut media tanam nirtanah.
Pelaksanaan budidaya urban farming memiliki banyak cara dalam
memanfaatkan media tanam selain tanah yaitu dengan menggunakan media
nirtanah. Keunggulan yang didapatkan ketika menggunakan media tanam nirtanah

4
yaitu dapat dilakukan di tempat yang tidak memiliki tanah dengan area terbatas
sesuai dengan prinsip urban farming yang memanfaatkan area lahan yang sangat
terbatas, membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit, menggunakan air dan pupuk
dengan efisien, dan menghasilkan produksi tanaman yang lebih tinggi sesuai
dengan potensi genetiknya (Putra et al., 2021).
Media tanam nirtanah ada yang berbahan organik maupun anorganik. Media
tanam organic yang digunakan dalam urban farming seperti cocopeat, arang sekam,
kompos. Penambahan bahan organik sangat berguna dalam pengikatan partikel liat
tanah sehingga akan teragregasi dengan lebih baik serta akan meningkatkan
sirkulasi udara dan air dalam tanah (Rosman et al., 2019).

Gambar 2. Macam-Macam Media Tanam


(Sumber: radarpekalonga.id)

2.3 Kadar Air dalam Media Tanam


Kadar air merupakan kumpulan sejumlah air yang tersimpan pada suatu
material seperti tanah, batuan, dan lain-lain. Teknik pengukuran yang dilakukan
untuk mengukur tingkat kadar air harus sesuai dan dinyatakan dalam perbandingan,
dalam kondisi kering hingga kondisi jenuh air atau semua pori-pori tanah terisi
dengan air. Kadar air dapat ditentukan dengan berbagai metode seperti metode
volumetrik atau gravimetrik (didasarkan pada massa) (Prasetyo et al., 2019).
Kadar air pada media tanam menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan
jadwal penyiraman, sehingga kebutuhan air yang diperkukan tanaman tetap terjaga
dan tidak menyebabkan titik layu permanen. Selain itu, terdapat beberapa faktor

5
yang mempengaruhi tingkat kadar air diantaranya iklim, jenis tanaman yang
dibudidayakan, dan jenis media tanam yang digunakan (Listina et al., 2022).

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Berat Basah Tanah (g)

Ulangan (U)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3
Tanah (T) 1325 g 1345 g 1308 g 1326 g
Tanah+Sekam (TS) 1590 g 1723 g 1388 g 1567 g
Tanah+Cocopeat (TC) 1460 g 1378 g 1516 g 1451,3 g
Tanah+Kompos (TK) 1435 g 1428 g 1315 g 1392,6 g

Tabel 2. Hasil Pengukuran Berat Kering Tanah (g)

Ulangan (U)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3
Tanah (T) 1007 g 1007 g 1007 g 1007 g
Tanah+Sekam (TS) 1007 g 1007 g 1007 g 1007 g
Tanah+Cocopeat (TC) 1007g 1007 g 1007 g 1007 g
Tanah+Kompos (TK) 1007 g 1007 g 1007 g 1007 g

Tabel 3. Pengamatan Perhitungan Kadar Air Tanah

Ulangan (U)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3
Tanah (T) 31,80% 33,80% 30,10% 31,90%
Tanah+Sekam (TS) 58,30% 71,60% 38,10% 56%
Tanah+Cocopeat (TC) 45,30% 37,10% 50,86% 44,42%
Tanah+Kompos (TK) 42,80% 42,10% 30,80% 35,56%

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas mengenai kadar air yang terdapat pada
media tanam. Media tanam sangat penting untuk keberlangsungan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, dikarenakan fungsinya sebagai tempat untuk tumbuh
dari suatu tanaman. Media tanam juga harus memenuhi beberapa kriteria seperti
selalu menjaga ketersediaan air, unsur hara yang terkandung dalam kondisi yang
tercukupi bagi tanaman. Pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam termasuk
dalam pengaruh dari media tanam yang digunakan sehingga dapat meningkatkan
produksi hasil produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adiprasetyo et
al., (2020) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman yaitu media tanam. Media tanam yang digunakan untuk tanaman harus
disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam, sehingga akan
mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan oleh tanaman.
Media tanam yang yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Tanah (T),
Tanah+Sekam (TS), Tanah+Cocopeat (TC), dan Tanah+Kompos (TK). Masing-
masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali ulangan. Media tanam
memiliki kemampuan untuk menyimpan atau menahan air. Jika terjadi kelembaban
yang sangat tidak sesuai bagi tanaman, hal tersebut menjadi faktor kematian
dikarenakan membuat akar pada tanaman menjadi busuk akar.
Berdasarkan tabel 3, hasil perhitungan kadar air pada perlakuan penggunaan
tanah (T) didapatkan nilai rata-rata kadar air dari ketiga ulangan sebesar 31,90%.
Pada perlakuan TS didapatkan nilai rata-rata kadar air dari ketiga ulangan sebesar
56%. Selanjutnya, pada perlakuan TC didapatkan nilai rata-rata kadar air dari ketiga
ulangan sebesar 44,42%. Pada perlakuan terakhir yaitu TK didapatkan nilai rata-
rata sebesar 35,56%. Nilai kadar air yang telah didapat menunjukkan perlakuan TS
memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi yaitu 56% dikarenakan karakteristik dari
sekam dapat memiliki porositas yang baik serta proses aerasi dan drainase dapat
dimanfaatkan secara baik untuk sirkulasi udara yang ada di dalam media TS. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan Vanesaputri et al., (2022) yang menyatakan bahwa
ciri-ciri dari sekam memiliki porositas yang cukup baik, hal tersebut membuat
sekam dapat mengikat air yang masuk. Selain itu, sirkulasi udara yang terjadi di
dalam media sekam dapat berlangsung dengan baik.
Berikutnya, nilai kadar air tertinggi kedua yaitu pada perlakuan TC yaitu
44,42%. Hasil yang didapat menunjukkan karakteristik dari cocopeat itu sendiri
memiliki bentuk fisik yang ringan dan halus sehingga membuat daya menyimpan
air yang cukup tinggi. Menurut hasil penelitian Kuntardina et al., (2022)
menyatakan bahwa pemanfaatan cocopeat sebagai media tanam memberikan hasil
yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Ditinjau dari karakteristik yang
dimiliki cocopeat yang mana memiliki kemampuan yang memudahkan air
menyerap dan tersimpan pada pori-pori serta menjadi proses sirkulasi udara dan
cahaya matahari dapat berlangsung dengan baik. Selain itu, dapat membuat
kegemburan media tanam tetap terjaga.
Pada perlakuan TK nilai kadar air didapatkan yaitu 35,56%, nilai tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan TS maupun TC. Hal tersebut dikarenakan
kompos walaupun memiliki tingkat porositas yang tinggi serta daya menyerap air
yang cukup namun memiliki pori-pori yang agak padat sehingga air yang masuk ke
dalam media tanam akan lebih sedikit. Menurut pernyataan Jufri et al., (2023) yang
menyatakan bahwa karakteristik dari kompos ini mampu memperbaiki sifat fisik
tanah yang membuat porositas yang dimiliki cukup tinggi. Laju dekomposisi bahan
organik yang terjadi pada kompos membutuhkan waktu yang cukup lama disertai
dengan adanya reaksi yang disebabkan faktor biologis sehingga akan terhambat dan
mengakibatkan kadar air yang rendah.
Nilai kadar air terendah didapatkan pada perlakuan T sebesar 31,90%, yang
mana merupakan media tanam diisi oleh tanah tanpa kombinasi media lain
(kontrol). Karakter yang dimiliki oleh tanah kering memiliki laju evapotranspirasi
yang cukup tinggi membuat kondisi tanah sukar untuk menyimpan air. Menurut
pernyataan Kahfi dan Pohan (2023) yang menyatakan bahwa bahan organik yang
terkandung dalam tanah akan mempengaruhi tinggi rendahnya kadar air yang
dimiliki oleh media tanah. Ketika terdapat kandungan bahan organik yang cukup
tinggi maka nilai kadar air yang dimiliki akan tinggi, hal tersebut dikarenakan bahan
organik juga menjaga kelembaban tanah.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan media tanam yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan jenis media tanam
harus selalu diperhatikan dan sesuaikan dengan jenis tanaman. Hasil perhitungan
kadar air didapatkan perlakuan Tanah+Sekam (TS) memiliki nilai kadar air tertinggi
yaitu 56%, diikuti perlakuan Tanah+Cocopeat (TC) yaitu 44,42%, perlakuan
Tanah+Kompos (TK) yaitu 35,56%, dan perlakuan Tanah (T) yaitu 31,90%.
Perbedaan nilai kadar air dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing media
tanam.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini diharapkan
praktikan mampu menjalankan kegiatan praktikum dengan teliti ketika melakukan
penimbangan dan perhitungan kadar air. Praktikan diharapkan juga agar membaca
literatur dan tidak berfokus pada satu sumber agar dapat menambah pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai