Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Pendidikan

2.1.1 Pengelolaan Pendidikan


Kata pengelolaan berasal dari kata manajemen sedangkan
istilah manajemen sama saja artinya dengan administrasi (Sutisna
: 1983) oleh karena itu pengelolaan pendidikan dapat pula
diartikan sebagai upaya untuk menerapkan kaidah- kaidah
administrasi dalam bidang pendidikan khususnya di SDN Jombor.
Hal ini juga diungkapkan oleh Balderton (dalam Adisasmita, 2011:
21) istilah pengelolaan sama dengan manajemen yaitu
menggerakan, mengorganisasikan dan mengarahkan usaha
manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas
untuk mencapai suatu tujuan. Seperti yang akan dilakukan adalah
memanfaatkan sarana dan prasarana di sekolah dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Berikut adalah defenisi manajemen : “management is the
process of planning and decision making, organizing, leading and
controlling and organization human, financial, physical and
information resowayanurces to archieve organizational goals in
an efficient and effective manner”, dikatakan bahwa manajemen
merupakan suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan,
pengorganisasian, memimpin, pengendalian organisasi manusia,
keuangan, fisikal, informasi sumber daya untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien dan efektif. Sehingga pengelolaan

1
sekolah adalah melakukan langkah- langkah dimulai dari
perencanaan sampai pada pengambilan keputusan untuk mencapai
tujuan sekolah dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya
yang ada.
Menurut Griffin (2004), pengertian pengelolaan merujuk
pada pengaturan suatu organisasi yang dilakukan secara baik
dengan memaksimalkan tugas dan tanggungjawab setiap anggota
serta memanfaatkan secara maksimal sumber daya yang dimiliki
dalam organisasi agar tercapai tujuan dari organisasi tersebut.
Disekolah juga harus memaksimalkan tugas dan tanggungjawab
dari kepala sekolah, guru dan murid bahkan setiap anggota sekolah
dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sehingga dalam hal ini
pengelolaan pendidikan disekolah dapat diartikan bagaimana
setiap komponen sekolah seperti kepala sekolah, guru, pegawai,
murid dan komite sekolah dapat saling bekerjasama dengan setiap
kemampuan dan keahlian yang dimiliki agar dapat tercapainya
tujuan yang sudah dibangun oleh sekolah. Didalam melakukan
tugas dan tanggungjawab masing- masing, setiap sekolah telah
memiliki struktur dan aturannya yang harus ditaati oleh setiap
anggota sekolah agar tujuan sekolah dapat dijalankan dan sesuai
dengan rencana.
2.1.2 Fungsi Pengelolaan Pendidikan
Fungsi pengelolaan atau manajemen adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan (Liang Gie, 2000:
21) adalah:

2
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan
tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai
tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku
itu atau pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai itu.
Sekolah harus melakukan perhitungan akan apa saja tujuan
yang ingin dicapai dan bagaimana pelaksanaannya serta siapa
yang melakukannya misalnya kepala sekolah melakukan
tugasnya sebagai pemimpin dan guru sebagai pengajar serta
siswa belajar.
Menurut Arikunto (1993: 38), perencanaan merupakan
suatu proses mempersiapkan serangkaian pengambilan
keputusan untuk dilakukannya tindakan dalam mencapai
tujuan organisasi dengan dan tanpa menggunakan sumber-
sumber yang ada. Adapun aspek dalam perencanaan adalah: (a)
apa yang dilakukan; (b) siapa yang melakukan; (c) dimana
akan melakukan; (d) apa saja yang diperlukan agar tercapainya
tujuan dapat dilakukan; (e) bagaimana melakukannya; (f) apa
saja yang dilakukan agar tercapainya tujuan dapat maksimum.
Sekolah harus bisa mengambil keputusan yaitu tindakan apa
saja yang akan diambil untuk mencapai tujuan sekolah.
Dari uraian diatas, perencanaan merupakan dasar yang
menentukan bagaimana jalannya suatu proses dalam suatu
kegiatan. Dengan adanya perencanaan akan diketahui
komponen- komponen penting yang dibutuhkan, bagaimana

3
pelaksanaannya dan tatacara yang harus dilakukan kelak pada
saat proses pelaksanaan dilakukan.
Proses perencanaan pada pengelolaan pendidikan
disekolah merupakan cara atau langkah yang diambil oleh
sekolah dalam mempersiapkan dan merencakan bagaimana
suatu proses dapat dilakukan kelak. Pada proses inilah pihak
sekolah akan merencanakan tindakan apa yang dilakukan serta
bagaimana cara mencapai tujuan sekolah dengan maksimal,
kemudian sekolah dapat memprediksi efektivitas dan efisiensi
dari jalannya proses serta bagaimana sekolah mempersiapkan
sedini mungkin pengambilan keputusan dan solusi bagi
hambatan dan penyimpangan sedini mungkin.
b. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan-
kegiatan penugasan, kegiatan- kegiatan penyediaan keperluan
dan wewenang untuk melaksanakan kegiatannya. Sekolah
harus dengan jelas membagi tugas da kewajiban setiap
anggotanya sehingga pada pelaksanaan pengelolaan
pendidikan setiap anggota mengetahui hal- hal apa saja yang
harus dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Dengan demikian pengorganisasian disekolah merupakan
langkah yang diambil dengan cara membagi tugas terhadap
semua anggota- anggota yang ada disekolah sesuai dengan
kemampuan dan kompetensi yang dimiliki.Dalam proses

4
pengorganisasian setiap anggota diskeolah diwajibkan
memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan masing-
masing. Seperti kepala sekolah dengan tugasnya sendiri
demikian juga dengan guru dan murid, semua dilakukan
dengan pembagian tugas yang sudah dilakukan untuk
mencapai tujuan sekolah yang sudah dibahas dalam proses
perencanaan.
c. Pengarahan (actuating)
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa pengarahan
atau actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-
anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka
berkeinginan dan berusaha mencapai sasaran organisasi.
Disekolah kepala sekolah memiliki tugas untuk memberikan
pengarahan untuk menggerakkan guru- guru dan siswa bahkan
setiap anggota sekolah dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya demi tercapainya tujuan yang diinginkan.
Dengan demikian, pengarahan merupakan langkah yang
diambil oleh kepala dalam sebuah organisasi untuk
memberikan semangat dan motivasi bagi anggotanya sehingga
lebih efektif dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya
demi mencapai tujuan organisasi.
Proses pengarahan disekolah merupakan cara yang
dilakukan kepala sekolah dalam memberi motivasi kepada
guru dan siswa bahkan semua komponen disekolah agar dapat
melakukan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan

5
perencanaan pada awal. Dengan adanya pengarahan
diharapkan setiap anggota disekolah dapat melakukan
tanggungjawabnya dengan maksimal dan merasa bahwa
melakukan tugas yang diembannya merupakan hal yang
penting dilakukan karena tujuan organisasi merupakan hal
utama yang menjadi prioritas disekolah.
d. Pengawasan (controlling)
Menurut Sutarno NS (2004: 128), pengawasan atau kontrol
adalah kegiatan membandingkan atau mengukur yang sedang
atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma- norma standar
atau rencana- rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Sekolah dapat membandingkan standar yang ditetapkan
dengan keadaan yang terjadi disekolah melalui fungsi
pengawasan yang dimiliki. Kemudian M. Manullang (2002:
173) memberi defenisi pengawasan adalah suatu proses
menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Adapun
sekolah dapat memberi koreksi pada pelaksanaan kegiatan
apabila didapati kesalahan dan kekurangan sehingga
pelaksanaannya tetap mengacu pada rencana awal yang sudah
ditentukan. Ditambahkan oleh George Terry (2010), bahwa
pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap
diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi
yang meliputi tiga tahap yaitu: menetapkan standar

6
pelaksanaan, pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan
dengan standar dan menentukan kesenjangan antara
pelaksanaan dengan standar dan rencana. Sekolah dapat
menentukan standar apa yang akan disandingkan dengan
kegiatan yang sedang terjadi kemudian dapat membandingkan
keadaan sesungguhnya dengan standar tersebut kemudian akan
ditemukan kesenjangan.
Pengawasan dalam hal ini merujuk pada kegiatan yang
dilakukan untuk melihat bagaimana jalannya kegiatan apakah
sudah sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan atau
belum. Dengan adanya pengawasan akan dilakukan secara
detail tentang berjalannya proses kemudian apakah ada
kekurangan dari pelaksanaan tersebut sehingga terlihat jelas
bagaimana rencana awal sudah maksimal atau belum
kemudian akan dicari solusi yang tepat untuk tahap
selanjutnya.
Sehingga pengawasan dalam pengelolaan pendidikan
dilakukan oleh kepala sekolah bahkah organisasi diatas
sekolah atau komite yang akan melihat dan menilai apakah
tujuan sekolah yang sudah direncanakan sudah berjalan sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak. Dengan adanya
pengawasan pada pengelolaan sekolah maka setiap proses
diharapkan akan berjalan sesuai dengan rencana dan apabila
ditemukan kekurangan maka akan dengan cepat dapat

7
dilakukan perbaikan dan bagaimana kepala sekolah dapat
bertanggungjawab terhadap setiap kegiatan disekolah.
2.1.3 Prinsip Pengelolaan Pendidikan
Dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan terdapat
prinsip- prinsip yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan
aktivitas manajerial, prinsip- prinsip tersebut dikemukakan oleh
Saefullah (2012: 10) dengan mengutip pandangan dari Henry
Fayol, yaitu:
1. Division of Work (Asas pembagian kerja)
Pembagian kerja diantara semua orang bekerja menjadi
sangat penting karena dapat memperoleh hasil kerja yang baik
sesuai dengan keahlian masing- masing. Misalnya kepala
sekola memiliki tugas sendiri begitupun guru dan pegawai
memiliki tugas dan tanggungjawab masing- masing.
2. Authority and Responsibility (Asas wewenang dan
tanggungjawab)
Semua komponen yang sudah diberikan tugas memiliki
wewenang untuk membantu memperlancar tugas masing-
masing akan tetapi juga memiliki tanggungjawab terhadap
atasan atau terhadap tujuan yang hendak dicapai. Kepala
sekolah, guru, pegawai dan siswa memiliki wewenang dan
tanggungjawab masing- masing dalam mencapai tujuan
pendidikan.

8
3. Discipline (Asas disiplin)
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kerja
dengan cara melakukan apa yang sudah disetujui bersama
antara pimpinan dan anggota lainnya yang terdapat dalam
peraturan yang dibuat baik dalam bentuk tertulis maupun lisan.
Disiplin dilakukan oleh semua anggota sekolah agar
tercapainya tujuan yang diinginkan dengan menaati semua
peraturan yang sudah dibuat dan disepakati bersama
sebelumnya.
4. Unity of Command (Asas kesatuan perintah)
Perintah berada ditingkat pimpinan tertinggi kepada
anggotanya. Dalam penelitian ini adalah kepala sekolah.
5. Unity of Direction (Asas kesatuan jurusan atau arah)
Meskipun dalam sebuah organisasi terdiri dari beberapa
bidang, namun wewenang dan tanggungjawab dari seluruh
pelaksanaan kegiatan diarahkan pada satu tujuan organisasi.
Dalam hal ini kepala sekolah dan wakil kepala sekolah terbagi
dalam berbagai bidang dan tugas yang berbeda namun
memiliki satu tujuan yang sama.
6. Subordination of Individual Interest into general Interest (Asas
kepentingan umum diatas kepentingan pribadi)
Kepentingan organisasi yang harus didahulukan atau lebih
penting daripada kepentingan pribadi. Sama halnya kepala
sekolah dan guru harus mendahulukan kepentingan yang

9
berhubungan dengan kemajuan dan kesuksesan sekolah
daripada kepentingan pribadi masing- masing.
7. Renumeration of Personnel (Asas pembagian gaji yang wajar)
Prinsip ini didasarkan pada upah harus sesuai dengan
tingkat kesulitan pekerjaannya. Jabatan dan tanggungjawab
diukur yang besar didukung dengan upah yang seimbang.
Misalnya gaji guru dan kepala sekolah diberikan berbeda
disesuaikan dengan beratnya beban kerja.
8. Centralization (Asas pemusatan wewenang)
Prinsip ini berpandangan bahwa setiap organisasi
senantiasa memiliki pusat kekuasaan dan wewenang. Pimpinna
utama memiliki wewenang tertinggi yang didelegasikan
kepada manajer fungsional dibawahnya. Misalnya kepala dinas
pendidikan yang memberikan wewenang dan tanggungjawab
kepada kepala sekolah demikian pula kepala sekolah
memberikan wewenang dan tanggungjawab kepada wakil
kepala sekolah bagian kesiswaan untuk mengurus siswa dan
bagian kurikulum untuk mengurus kurikulum.
9. Scalar of Chain (Asas hierarki atau asas rantai berkala)
Pemberian perintah atau tanggungjawab bersifat hierarkis
atau sesuai dengan kapasitas dan wewenangnya. Jadi kepala
sekolah memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan
wewenang yang diberikan kepadanya.

10
10. Order (Asas keteraturan)
Menempatkan setiap anggotanya sesuai dengan keahlian
yang dimilikinya. Misalnya guru biologi ditempatkan menjadi
guru biologi karena sesuai dengan kemmapuan keahlian yang
dimilikinya.
11. Equity (Asas keadilan)
Setiap anggota dalam organisasi memiliki pangkat dan
jabatan yang berbeda sehingga memiliki wewenang dan
tanggungjawab yang berbeda demikian juga jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan organisasi maka sanksi pun tidak
akan sama karena bergantung pada tingkat pelanggaran yang
dilakukan. Dalam pengelolaan pendidikan disekolah maka jika
kepala sekolah melakukan kesalahan akan diberikan sanksi
sesuai dengan jabatan dan beratnya kesalahan yang dilakukan,
demikian halnya dengan guru.
12. Iniative (Asas inisiatif)
Inisiatif dalam organisasi tidak bebas sekehandak para
anggotanya tetapi pimpinan harus memberikan dorongan
kepada para bawahannya untuk berinisiatif sendiri
mengembangkan kinerjanya tetapi tetap harus searah dengan
visi dan misi organisasi. Dalam kasus sekolah, kepala sekolah
harus memberikan dorongan kepada guru dan pegawainya
untuk meningkatkan kinerjanya.

11
13. Esprit de Corps (Asas kesatuan)
Prinsip ini berasas pada kesatuan visi dan misi yang telah
dicananglkan oleh organisasi sehingga para anggotanya harus
bersatu menjadi tim kerja yang bersama memperjuangkan
tujuan organisasi. Dalam hal disekolah, guru, kepala sekolah,
pegawai, komite dan siswa serta seluruh komponen skeolah
harus bekerjasama dan saling mendukung untuk mencapai
tujuan sekolah.
14. Stability of Turn-Over Personnel (Asas kestabilan masa
jabatan)
Prinsip ini menekankan pada situasi yang membuat para
anggota merasa nyaman dalam bekerja. Dalam hal ini siatuasi
yang tercipta antara kepala sekolah, guru dan siswa harus
menciptakan suasana dan situasi yang nyaman agar masing-
masing dapat melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan
baik dan nyaman.
Dari beberapa hal yang telah dijelaskan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa prinsip- prinsip dalam pengelolaan
pendidikan adalah keseluruhan komponen dalam organisasi
yang dimaksimalkan potensinya untuk mencapai tujuan
organisasi. Setiap prinsip yang dianut dalam pengelolaan jika
dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan perencanaan
dan aturan yang berlaku akan menghasilkan pencapaian yang
maksimal.

12
2.1.4 Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar pengelolaan terdiri dari 3 bagian yakni standar
pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh
pemerintah daerah dan standar pengelolaan oleh pemerintah.
Pengelolaan pendidikan adalah kriteria mengenai perencanaan,
pelaksanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/ kota, provinsi atau
nasional agar tercapai efiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
a. Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah
yaag ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan dan akuntabilitas. Pengelolaan satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi
perguruan tinggi.
b. Standar Pengelolaan oleh Pemerintah
Menurut Pasal 60, Pemerintah menyusun rencana kerja
tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
wajib belajar; peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk
jenjang pendidikan menengah dan tinggi; penuntasan
pemberantasan buta aksara; penjaminan mutu pada satuan
pendidikan, baik yang diselengarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat; peningkatan status guru sebagai profesi;

13
1. Peningkatan mutu guru/dosen;
2. Standarisasi pendidikan;
3. Akreditasi pendidikan;
4. Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan
lokal, nasional dan global;
5. Pemenuhan Standar Pelayanan Minima (SPM ) bidang
pendidikan; dan
6. Penjaminan mutu pendidikan nasional.
c. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59 : 1 Pemerintah daerah menyusun rencana kerja
tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
1. Wajib belajar;
2. Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang
pendidikan menengah;
3. Penuntasan pemberantasan buta aksara;
4. Penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik yang
diselengarakan oleh Pemerintah Daerah maupun
masyarakat;
5. Peningkatan status guru sebagai profesi;
6. Akreditasi pendidikan;
7. Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat;dan
8. Pemenuhan Standar pelayanan minimal (SPM) bidang
pendidikan.

14
d. Beberapa aspek standar pengelolaan sekolah yang harus
dipenuhi adalah meliputi:
1. Perencanaan program
2. Pelaksanaan rencana kerja
3. Pengawasan dan evaluasi
4. Kepemimpinan sekolah/madrasah
5. Sistem informasi manajemen

Berdasarkan Permendiknas No 19 tahun 2007 tentang


standar pengelolaan pendidikan, maka hal yang menjadi perhatian
dalam proses pengelolaan pendidikan disekolah adalah bagaimana
sekolah tersebut dapat merencanakan program apa saja yang akan
dilakukan dalam proses tersebut dengan acuan pada visi dan misi
serta tujuan sekolah. Kemudian pada proses pelaksanaan rencana
kerja harus didasarkan pada pedoman yang telah disusun dan
pembagian tugas dan tanggungjawab berdasarkan struktur
organisasi yang telah diatur sesuai dengan kemampuan masing-
masing komponen sekolah. Lalu dilakukan tahapan pengawasan
dan evaluasi hasil pelaksanaan pengelolaan pendidikan melalui
proses evaluasi program pengawasan serta evaluasi bagi semua
komponen dalam struktur organisasi sekolah tersebut. Dalam
proses pengelolaan pendidikan dibutuhkan peran serta yang
maksimal dari kepala sekolah serta kepemimpinan dapat
mempengaruhi proses yang berjalan, mengoptimalkan
penggunaan sistem informasi manajemen agar administrasi
sekolah dapat dikelola dengan baik serta penilaian khusus menjadi

15
wadah dalam memacu sekolah agar pengelolaannya mengacu pada
standar nasional pendidikan.

Dapat diambil kesimpulan bahwa standar dalam


pengelolaan pendidikan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu
perencanaan, proses pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
Dengan adanya tahap- tahap tersebut maka pengelolaan
pendidikan menjadi terarah dan sesuai dengan tujuan awal dalam
proses perencanaan. Dengan adanya standar yang diterapkan
dalam pengelolaan pendidikan maka diketahui secara kompleks
bahwa hal- hal mana saja yang belum tercapai dan harus
diperbaiki.

Sehingga dalam pengelolaan sekolah, yang diterapkan


adalah standar pengelolaan no 19 tahun 2007 maka akan dilakukan
sesuai dengan standar yang sudah disusun. Dengan adanya standar
ini maka setiap proses yang dilakukan akan terarah dan dapat
dilihat apakah sudah berjalan sesuai dengan yang diinginkan atau
tidak. Dengan adanya standar pengelolaan akan terlihat hal- hal
apa saja yang menjadi kekurangan kemudian akan dilakukan
bagaimana memperbaiki kekurangan tersebut mengingat dalam
pengelolaan pendidikan ada banyak hal yang menjadi fokus
perhatian. Setiap standar dirumuskan sesuai dengan kebutuhan
disekolah sehingga dalam pencapaian dan pelaksanaannya hanya
befokus pada pencapaian tujuan sekolah.

16
2.2 Evaluasi

2.2.1 Konsep Evaluasi Pendidikan


Menurut Gronlund (1985), evaluasi merupakan suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat
keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai.
Ditambahkan juga oleh Endang Purwanti (2008: 6) evaluasi adalah
proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran
dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Sedangkan konsep evaluasi pendidikan
menurut Ratumanan (2003: 1) adalah suatu proses sistematik
dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional. Ralph
Tyler (1950) juga menjalaskan bahwa evaluasi dalam dunia
pendidikan adalah sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagaimana tujuan
pendidikan sudah tercapai.
Dari uraian diatas, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu
proses yang dilakukan dalam sebuah organisasi pendidikan untuk
mengetahui apakah perencanaan yang dilakukan sudah tercapai
atau belum. Dengan evaluasi, setiap kegiatan yang dilakukan akan
dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan sehingga akan
diketahui apakah terdapat kesalahan bahkan kekurangan yang
menjadi tugas setiap anggotanya untuk memperbaiki.
Sehingga evaluasi pada sekolah dilakukan oleh pihak
berwewenang untuk menilai apakah tujuan sekolah yang sudah
disepakati dan menjadi tujuan bersama antara setiap anggota

17
disekolah sudah masuk dalam kategori berhasil atau tidak. Dalam
hal ini keberhasilan tujuan sekolah dilihat dengan melihat standar
yang ditetapkan yaitu standar pengelolaan sekolah no 19 tahun
2007 sudah berjalan dan sesuai dengan keadaan dilapangan atau
tidak dan apabila ditemukan kekurangan maka akan segera
diperbaiki, demikianlah tujuan dari proses evaluasi dilakukan.
2.2.2 Tujuan Evaluasi Pendidikan
Didalam Undang- undang Sisdiknas no 20 tahun 2003 bab
XVI pasal 57 ayat 1 dan 2 menyatakan tujuan dari evaluasi adalah
untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Evaluasi pendidikan dilakukan
terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada
jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis
pendidikan. Anas Sudijono (2009) mengungkapkan bahwa
evaluasi memiliki tujuan untuk:
a. Mengukur kemajuan
Evaluasi digunakan untuk mengukur dan menilai sampai
dimanakan tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai,
sehingga dapat terlihat pada tahapan manakan yang sudah
berjalan dengan baik sesuai rencana dan pada tahap mana
masih didapati kendala.

18
b. Menunjang penyusunan rencana
Dalam proses evaluasi yang sudah dilakukan biasanya akan
didapati hasil yang sesuai dengan tujuan awal yang sudah
ditetapkan atau hasil yang berjalan tidak sesuai rencana dan
tujuan sehingga dalam hal ini seorang evaluator harus
mengambil sikap untuk memikirkan dan melakukan
pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun,
mengubah bahkan memperbaiki cara pelaksanaannya dengan
demikian dapat dikatakan bahwa evaluasi itu memiliki fungsi
menunjang penyusunan rencana.
c. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali
Dengan adanya evaluasi membuka peluang bagi evaluator
untuk merumuskan kembali tujuan yang ingin dicapai, apakah
akan dapat dicapai dalam waktu yang ditentukan ataukah tidak.
Apabila hasil yang didapati dari hasil evaluasi tidak sesuai
dengan rencana maka evaluator akan berusaha mencari dan
menemukan jalan keluar dan cara- cara pemecahannya.
Sehingga evaluasi sebenarnya dilakukan untuk melakukan
perbaikan dan penyempurnaan usaha.
Adapun menurut Worthen, Blaine R dan James (1987) tujuan
evaluasi pendidikan adalah:
a. Membuat kebijakan dan keputusan
b. Menilai hasil belajar yang dicapai para pelajar
c. Menilai kurikulum
d. Memberi kepercayaan kepada sekolah

19
e. Memonitor dana yang telah diberikan
f. Memperbaiki materi dan program pendidikan
Dengan demikian tujuan evaluasi pendidikan dapat
dikatakan untuk mengukur dan menilai apakah tujuan awal yang
ditetapkan sudah terpenuhi dan berjalan sesuai dengan standar atau
tidak. Sehingga dengan evaluasi memberi peluang kepada dunia
pendidikan untuk mengambil keputusan, merencanakan ulang dan
bagaimana pemecahan masalah terhadap proses yang
dilaksanakan. Apabila tujuan pendidikan belum tercapai maka
evaluasi merupakan salah satu cara untuk mengukur dan
pengambilan keputusan terhadap keberlangsungan pendidikan.
Sehingga skeolah sebagai organisasi pendidikan wajib
melakukan evaluasi dengan tujuan untuk melihat tujuan sekolah
telah terpenuhi sesuai standar atau tidak. Kepala skeolah dan setiap
anggota sekolah memiliki tanggungjawab sesuai dengan kapasitas
masing- masing untuk turut melaksanakan setiap standar yang
ditetapkan sehingga evaluasi bukan saja menjadi alat untuk
mengukur keberhasilan tujuan sekolah namun menjadi tolak ukur
setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya.
2.2.3 Macam- macam Model Evaluasi
Ada beberapa model evaluasi yang sering digunakan
menurut Arikunto dan Jabar (2009: 40-41) yaitu Goal Oriented
Evaluation Model yang dikembangkan oleh Tyler, Goal Free
Evaluation Model yang dikembanglkan oleh Michael Scriven,
Formatif Sumatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh

20
Michael Schiven, Countenance Evaluation Model and Responsive
Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake, CSE-UCLA
Evaluation Model yang menekankan kepada “kapan” evaluasi
dilakukan, CIPP Evaluation Model yang dikembangkan oleh
Stufflebeam dan Discrepancy Evaluation Model yang
dikembangkan oleh Malcolm Provus.
Berikut adalah penjelasan dari beberapa model evaluasi
yang sering digunakan dalam dunia pendidikan:
1. Goal Oriented Evaluation Model yang dikembangkan oleh
Tyler
Pada model ini yang menjadi obyek adalah tujuan dari
program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program mulai
dilakukan sehingga langkah- langkah yang dilakukan adalah
mengenali dulu tujuan dari suatu program yang akan dilakukan
kemudian membuat indikator- indicator pencapaian tujuan dan
alat pengukuran harus diketahui dengan pasti.
2. Goal Free Evaluation Model yang dikembanglkan oleh
Michael Scriven
Dalam model evaluasi ini yang menjadi perhatian utama
bukanlah tujuan dari program yang akan dilakukan melainkan
yang harus diperhatikan adalah bagaimana kerjanya program
dengan cara mengidentifikasi penampilan yang terjadi baik hal
positif yang diharapkan atau hal- hal negatif yang tidak
diharapkan terjadi.

21
3. Formatif Sumatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh
Michael Schiven
Evaluasi dilakukan pada waktu program masih berjalan
dan pada saat program sudah berakhir karena yang ingin dilihat
seberapa tinggi tingkat keberhasilan atau ketercapaian tujuan
untuk masing- masing pokok bahasan. Pada evaluasi formatif
dilaksanakan pada saat program masih berlangsung dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana program berlangsung
dan mengidentifikasi hambatannya secara dini kemudian pada
evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk
mengetahui dan mengukur ketercapaian program yang sudah
dilaksanakan.
4. Countenance Evaluation Model and Responsive Evaluation
Model yang dikembangkan oleh Stake
Pada model ini yang harus diperhatikan adalah masukan,
proses dan hasil data dibandingkan untuk menentukan apakah
ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi
dilapangan namun juga dibandingkan dengan standar absolute
untuk menilai manfaat program. Sedangkan pada evaluasi
model responsif lebih kearah proses dalam pelaksanaan
daripada tujuan dari program, kemudian membangun
hubungan dengan banyak kalangan untuk mendapatkan hasil
evaluasi dan perbedaan nilai perspektif dari individu menjadi
tolak ukur dalam melaporkan hasil sebuah program apakah
berhasil atau gagal.

22
5. CSE-UCLA Evaluation Model yang menekankan kepada
“kapan” evaluasi dilakukan
Pada model evaluasi ini ada 4 tahap yang dilakukan yaitu
a. Needs assessment
Tahap dimana evaluator memusatkan perhatian pada
penentuan masalah seperti hal apa saja yang perlu
dipertimbangkan, kebutuhan apa saja dan tujuan jangka
panjang yang dapat dicapai melalui program tersebut.
b. Program planning
Pada tahap ini evaluator mengumpulkan data yang
terkait dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang
telah diidentifikasi pada tahap pertama dan tidak lepas dari
tujuan yang telah dirumuskan.
c. Formative evaluation
Pada tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada
keterlaksanaan program sehingga evaluator benar- benar
terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data
dan berbagai informasi dari pengembangan program
tersebut.
d. Summative evaluation
Pada tahap ini evaluator mengumpulkan semua data
tentang hasil dan dampak dari program tersebut sehingga
akan diketahui apakah tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya sudah tercapai atau belum dan jika belum

23
maka akan dicari bagian mana yang belum dan apa
penyebabnya.
6. CIPP Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stufflebeam
Evaluasi ini memiliki pandangan bahwa keberhasilan pada
program pendidikan sangat ditentukan oleh beberapa faktor
seperti karakteristik peserta didik, tujuan program, sarana
prasarana, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program
pendidikan itu sendiri. Evaluasi ini meliputi beberapa tahap
yaitu evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses dan
evaluasi terhadap hasil.
7. Discrepancy Evaluation Model yang dikembangkan oleh
Malcolm Provus
Pada evaluasi ini yang dilakukan adalah melihat kelebihan
dan kekurangan pada sebuah pelaksanaan kegiatan atau
program dengan melihat pada standar dan kejadian yang
sebenarnya terjadi dilapangan sehingga ditemukan
kesenjangan.

2.3 Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy Evaluation


Model)

Evaluasi terhadap pengelolaan pendidikan pada dasarnya


membutuhkan jenis model yang sesuai karena yang dilihat adalah
proses perencanaan, pelaksanaan dan hasil serta evaluasi terhadap
hasil kemudian memberikan rekomendasi terhadap hasil yang
dievaluasi. Sehingga dalam mengevaluasi pengelolaan pendidikan

24
ini tidak semua model evaluasi bisa digunakan sehingga evaluasi
yang digunakan dan dipilih adalah model kesenjangan atau
discrepancy model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus
(1971) dalam buku yang ditulis dengan judul Discrepancy
Evaluation. Menurut Provus, evaluasi adalah proses untuk
menyetujui berdasarkan standar kemudian menentukan apakah ada
kesenjangan antara kinerja dan standar kinerja yang sudah
ditetapkan kemudian menggunakan informasi tentang kesenjangan
tersebut sebagai bahan untuk meningkatkan atau mengelola
organisasi atau program tersebut.
Provus juga menjelaskan dengan adanya evaluasi
kesenjangan ini akan membuat pertimbangan atas kekurangan dan
kelebihan suatu objek berdasarkan standar dan kinerja. Standar
dapat diukur dengan menjawab pertanyaan bagaimana program
berjalan sementara pencapaiannya adalah lebih kepada apakah
yang sebenarnya terjadi. Dalam proses evaluasi ini evaluator hanya
membantu membentuk dan menjelaskan peranan standar dan
pencapaian sehingga diharuskan untuk memahami secara tepat dan
jelas atas hal yang akan dievaluasi untuk menetapkan standar.
Evaluasi kesenjangan juga memberikan jalan keluar dengan
mengidentifikasikan kelemahan dan untuk mengambil tindakan
korektif.
Evaluasi kesenjangan merupakan salah satu bentuk
evaluasi yang melihat bagaimana kesenjangan atau jarak yang ada
antara apa yang sudah ditetapkan (standar) dan apa yang menjadi

25
kondisi rill dilapangan. Dengan evaluasi ini, akan terlihat apa saja
yang menjadi kelemahan dari proses dalam dunia pendidikan
sehingga atas hal tersebut seorang evaluator dapat menjadikan
kesenjangan tersebut sebagai tolak ukur dalam memperbaiki
kekurangan dari proses tersebut.
Sehingga evaluasi kesenjangan dalam pengelolaan
pendidikan disekolah adalah bagaimana kepala sekolah dapat
menjadi evaluator yang melihat dan menilai kesenjangan antara
standar yang ditetapkan disekolah dengan keadaan nyata yang
terjadi. Apabila ditemukan kelemahan dan kekurangan dalam
pengelolaan sekolah maka hasil evaluasi ini dapat menjadi bahan
bagi kepala sekolah untuk memperbaikinya kedepannya.Evaluasi
kesenjangan juga menjadi alat bantu setiap anggota sekolah
melakukan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Berikut adalah komponen- komponen dalam evaluasi
kesenjangan:
1. Design (tahap desain)
Pada tahap desain yang dilakukan adalah merancang
kegiatan atau program kerja kemudian merumuskan tujuan
serta pengalokasian sumber daya yang digunakan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada tahap ini juga akan
diberikan gambaran tujuan, proses serta harapan akan standar
yang dirumuskan dan diberikan. Standar ini yang akan menjadi
dasar dimana nantinya evaluasi akan berkelanjutan atau tidak.

26
Contoh dari tahap desain yang dilakukan pada pengelolaan
pendidikan adalah rumusan dan penetapan standar dalam
penelitian ini adalah tercapainya pengelolaan sekolah yang
sesuai dengan standar pengelolaan sekolah yang terdapat
dalam Permendiknas no 19 tahun 2007. Pada tahap ini sekolah
akan mendesain standar yang digunakan dengan hal- hal apa
saja yang menjadi fokus agar tujuan itu tercapai.
2. Installation (tahap instalasi)
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menyediakan
perangkat dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam proses
sehingga yang dievaluasi adalah ketepatan berbagai sumber
daya, perangkat dan kelengkapan serta meninjau kembali
penetapan standar.
Contoh dalam penelitian ini adalah dalam pengelolaan
pendidikan maka yang harus diperhatikan apakah tersedianya
komponen sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang sesuai
dengan Permendiknas no 19 tahun 2007 tentang standar
pengelolaan pendidikan.
3. Process (tahap proses)
Pada tahap ini adalah melakukan evaluasi dengan melihat
tujuan- tujuan manakah yang sudah dicapai kemudian
mengumpulkan data dari pelaksanaan kegiatan tersebut,
apakah terdapat kemajuan dan menentukan apakah sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak. Jika pada tahap ini

27
ditemukan kesenjangan atau ketidaksesuaian antara tujuan dan
kejadian dilapangan maka akan dilakukan proses
pengembangan, mengubah bahkan mengganti aktivitas-
aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan
tersebut.
Contoh dalam penelitian ini adalah apabila pada kenyataan
dilapangan ditemukan kesenjangan antara pengelolaan
pendidikan di SDN Jombor dengan standar pengelolaan
pendidikan dalam Permendiknas no 19 tahun 2007 maka akan
dilakukan langkah perubahan agar sistem pengelolaan di
sekolah ini menjadi lebih baik dengan melihat apa saja yang
menjadi kekurangan dan apa saja yang perlu diperbaiki.
4. Product (tahap produk)
Pada tahap ini akan diadakan analisis data dan menetapkan
tingkat produk atau hasil yang diperoleh. Apakah
pelaksanaannya sudah mencapai tujuan terminalnya dan
dampak jangka panjangnya ? dengan adanya hal ini, evaluator
tidak hanya mengevaluasi hasil saja namun harus mengadakan
studi lebih lanjut sebagai bagian dari evaluasi.
Contoh dalam penelitian ini adalah apakah hasil evaluasi
terhadap pengelolaan pendidikan di SDN Jombor sudah
mencapai tujuan terminal dan tujuan jangka panjangnya ?
disini juga harus dipikirkan bagaimana studi lebih lanjut dan
keberlangsungan dari kegiatan ini.

28
5. Cost (tahap biaya)
Diharapkan dari proses evaluasi ini terdapat implikasi atau
manfaat dalam sosial politik dan ekonomi yang dicapai.
Kemudian membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan
hasil yang diperoleh lalu membandingkan hasil yang telah
dicapai dengan tujuan yang ditetapkan, sehingga evaluator
harus menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk
disajikan pada para pengambil keputusan sehingga mereka bisa
mengambil keputusan yaitu apakah harus menghentikan
program, mengganti atau merivisi, meneruskan atau
memodifikasi tujuannya.
Pada penelitian ini, peneliti memberi batasan evaluasi
hanya pada tahap desain, instalasi, proses dan produk.
Tujuan dari evaluasi kesenjangan menurut Suharsimi
(2010) adalah (1) Untuk menentukan apakah pelaksanaan
kegiatan perlu diperbaiki, dipertahankan atau dihentikan, (2)
untuk mengidentifikasikan kelemahan (sesuai dengan standar
yang dipilih) dan untuk mengambil tindakan perbaikan dengan
penghentian kegiatan sebagai pilihan terakhir, (3) langkah-
langkah dalam evaluasi kesenjangan.

2.4 Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang relevan


dengan penelitian evaluasi Pengelolaan Pendidikan dan dapat
dijadikan bahan referensi, yaitu:

29
Penelitian yang dilakukan oleh Mugi Rahayu (2015)
dengan judul Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan di
Sekolah Dasar Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman dengan
hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan pengelolaan pendidikan
pada aspek perancanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
kepemimpinan serta aspek sistem informasi telah memenuhi
standar rata- rata 82,55% - 98%.
Penelitian selanjutnya oleh M. Yusuf Ibrahim (2013)
dengan judul Paradigma Baru dalam Pengelolaan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dengan menunjukkan bahwa
upaya perbaikan mutu yang dilakukan selama ini kurang berhasil
karena pengelolaan pendidikan bersifat macro oriented atau diatur
oleh jajaran birokrasi ditingkat pusat sehingga diperlukan
pemikiran pengelolaan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah yang berorientasi pada peserta didik.
Pada penelitian yang dilakukan Nur Hasanah (2014)
dengan judul model Organisasi Dinas Pendidikan dalam:
Pengelolaan Pendidikan Anak secara efektif (studi kasus daerah
pasca konflik kota ambon) dengan hasil dinas pendidikan kota
Ambon mengefektifkan kembali proses pembelajaran pasca
konflik dengan menerapkan model birokrasi pada pengelolaan
pendidikannya agar menghasilkan output yang berkualitas.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
Fakhrial Aulia dan Samino (2015) dengan judul Pengelolaan
Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Muhammadiyah

30
“Miftakhul Ulum” Pekajangan Pekalongan dengan hasil bahwa
pada proses pengelolaan pendidikan karakter terdapat 3 tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi namun masih ditemukan
kekurangan dalam penelitian ini yaitu kurangnya komitmen,
disiplin dan kurangnya sarana prasarana sehingga solusi yang
diberikan dengan pengelolaan pendidikan adalah dengan memberi
motivasi decara terus menerus serta melengkapi sarana dan
prasarana.
Ada juga penelitian oleh Irma Novayani (2017) dengan
judul Analisis Kritis tentang Kebijakan Standar Pengelolaan
Pendidikan yang berisi tentang analisis pelaksanaan pengelolaan
pendidikan yang berdasarkan pada Permendiknas no 19 tahun
2007 yang pada kenyataannya masih banyak sekolah dengan
banyak pimpinannya yang tidak mengetahui bagaimana cara
memformulasikan visi, misi serta tujuan sekolah sehingga solusi
yang dapat diambil adalah koordinasi antara kepala sekolah
dengan seluruh kegiatan administrasi sekolah dan fokus terhadap
tugasnya sebagai kepala sekolah.
Penelitian yang berbeda oleh Cut Zuriana (2013) dengan
judul Pengelolaan Pendidikan Prasekolah TK/RA/PAUD di Kota
Banda Aceh dengan hasil pengelolaan pendidikan dibanda aceh
dilaksanakan berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004
sehingga TK dan PAUD bisa mengembangkan lembaganya namun
masih ada beberapa lembaga pendidikan prasekolah dengan

31
kurangnya koordinasi sehingga tidak saling mendukung dalam
pengelolaannya.
Berikut adalah penelitian yang dilakukan Hidayati (2014)
dengan judul manajemen Pendidikan, Standar Pendidik, Tenaga
Kependidikan dan Mutu Pendidikan dengan hasil yang didapat
bahwa salah satu yang menunjang mutu pendidikan adalah bagian
pengelolaan pendidikan yaitu kepemimpinan serta standar
pendidikan dan kependidikan yang dapat menunjang upaya
merealisasikan mutu pendidikan yang baik.
Adapula penelitian yang membahas tentang Pengelolaan
Pendidikan Karakter di Sekolah yang dilakukan oleh Turmudzi
Abror (2011) dengan menemukan masalah yang terjadi yaitu
pelanggaran moralitas dimasyarakat sehingga pimpinan
memutuskan mengubah pengelolaan pendidikan dengan
menanamkan pendidikan karakter disekolah yang diharapkan
dapat menghasilkan output yaitu karakter yang baik.
Kemudian pengelolaan pendidikan juga dapat dipengaruhi
oleh komponen- komponen yang terdapat didalamnya seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Agung Basuki (2014) dengan judul
Peningkatan Profesionalisme Pengelola Pendidikan dan Pelatihan
Guna Menghasilkan Output yang Kompeten dan Profesional
dengan masalah yang didapat adalah pada penyelenggaraan
pendidikan masih kurang kompeten dan profesionalnya tenaga
pendidik yang ada sehingga pengelolaan pendidikan yang
dilakukan adalah dengan pengangkatan pejabat yang sesuai

32
dengan latar belakang yang dimilikinya, senantiasa melakukan
koordinasi, komunikasi dan kerjasama dengan pejabat yang lebih
berpengalaman dalam bidang kediklatan serta melakukan
pelatihan.
Penelitian yang terakhir oleh Suma K. Saleh dan Tomi
Bidjai (2017) dengan judul Pengelolaan Pendidikan Daerah
Tertinggal seKecamatan Buko Selatan dengan hasil yang didapati
adalah proses pengelolaan pendidikan didaerah yang tertinggal
sudah berjalan dengan baik namun peningkatan pendidikan yang
diprakarsai oleh pemerintah belum cukup memuaskan sehingga
diharapkan pemerintah dan sekolah sebagai tulang punggung dapat
meningkatkan perannya dengan mengoptimalkan peningkatan
pendidikan bagi masyarakat dan umum dimasa yang akan datang.
Sehingga dari beberapa penelitian diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti tentang pengelolaan pendidikan. Penelitian yang
dilakukan oleh peneliti memiliki persamaan dengan hasil
penelitian sebelumnya yaitu mengevaluasi dan memberi solusi
terhadap pengelolaan pendidikan sedangkan perbedaan dnegan
penelitian sebelumnya adalah peneliti melakukan evaluasi yang
berbeda yaitu evaluasi kesenjangan (Discrepancy Evaluation
Model).
Model ini memiliki beberapa kelebihan dalam
menganalisis komponen dalam pengelolaan pendidikan karena
dapat mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi dalam
pengelolaan pendidikan yang seharusnya dicapai dan yang sudah

33
rill dicapai. Dengan model ini peneliti dapat mengetahui
bagaimana penyeleseian masalah yang terjadi, dapat melihat
perbandingan pelaksanaan pengelolaan pendidikan, dapat
membuat pertimbangan atas kelebihan dan kekurangan
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, kemudian dapat
mengidentifikasikan standar apa yang selanjutnya akan dipakai.
Oleh karena itu pengelolaan pendidikan di SDN Jombor akan
dievaluasi menggunakan model evaluasi kesenjangan dengan
berdasarkan pada standar pengelolaan pendidikan yang ada
didalam Permendiknas no 19 tahun 2007.

2.5 Kerangka Berpikir

Evaluasi terhadap pengelolaan pendidikan di SDN Jombor


bertujuan untuk mengukur sejauh mana efektivitas
pelaksanaannya. Model evaluasi yang digunakan adalah
Discrepancy Evaluation Model atau model evaluasi kesenjangann.
Berdasarkan tujuan penelitian ini, kegiatan evaluasi
terhadap pengelolaan pendidikan di SDN Jombor dilakukan untuk
menganalisis keadaan rill dengan standar yang telah ditetapkan
yaitu Permendiknas no 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan melalui empat komponen yaitu tahap desain, instalasi,
proses dan produk.
Hasil dari data dan analisis ke empat komponen dalam
evaluasi kesenjangan tersebut akan menghasilkan sebuah
kesimpulan terhadap evaluasi pengelolaan pendidikan di SDN

34
Jombor. Apabila hasil evaluasi tidak sesuai makan akan dilakukan
perbaikan namun apabila hasil sesuai dengan kriteria dan standar
yang ditetapkan makan akan dipertahankan dan dikembangkan.
Kemudian, pada akhirnya akan memberi kesimpulan untuk
dapat dijadikan rekomendasi dalam pelaksanaan selanjutnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah kerangka
berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

35

Anda mungkin juga menyukai