Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. opt i m a p re p . co. i d
1
SOAL
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya
Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
Tuberculosis
Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB
Mulai Pengobatan
Pengobatan TB Lini 1TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2
TB
Terkonfirmasi Klinis
Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain
2016
Lanjutkan Pengobatan
TB RO
TB
Terkonfirmasi Klinis
Pengobatan TB Lini 1
Pengobatan TB RO
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
3
SOAL
Tn. The Sound Pillar Tengen, usia 35 tahun, datang dengan keluhan
batuk sejak 6 bulan SMRS. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien pernah
pengobatan TB namun hanya 20 hari selebihnya pasien tidak
melanjutkan pengobatan.
Tn. Pareia, usia 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
berdahak yang dialami sejak 2 bulan ini. Pasien juga mengeluh batuk
disertai keringat pada malam hari, dan penurunan BB tanpa sebab. Pada
pemeriksaan BTA didapatkan hasil positif dan pasien didiagnosis dengan
TB paru. Pasien kemudian diberikan OAT kategori 1 oleh dokter.
• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004
Klasifikasi Serangan Asma (PDPI 2004)
Gejala dan tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Dapat tidur Duduk
Posisi Duduk
terlentang membungkuk
Kalimat, mungkin Beberapa kata, Kata demi kata, Mengamuk, gelisah,
Cara berbicara
gelisah gelisah gelisah kesadaran menurun
Frekuensi nafas <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit
Nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardi
Pulsus Tidak ada -/+ 10-20 mmHg +>25 mmHg
paradoksus
Kelelahan otot,
Otot bantu
Tidak ada Ada Ada torakoabdominal
nafas dan
paradoksal
retraksi
Inspirasi dan
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
Managing exacerbations in PRIMARY CARE
PRIMARY CARE Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation
Is it asthma?
ASSESS the Risk factors for asthma-related death?
PATIENT Severity of exacerbation?
START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)
IMPROVING
FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending on
background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?
• Inspeksi
– Pursed - lips breathing (mulut • Perkusi:
setengah terkatup mencucu) – pada emfisema hipersonor dan batas
– Barrel chest (diameter antero jantung mengecil, letak diafragma
- posterior dan transversal rendah, hepar terdorong ke bawah
sebanding)
– Penggunaan otot bantu napas • Auskultasi
– Hipertropi otot bantu napas – suara napas vesikuler normal,
– Pelebaran sela iga atau melemah
– Bila telah terjadi gagal – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
jantung kanan terlihat denyut bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
vena jugularis di leher dan – ekspirasi memanjang
edema tungkai – bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
PPOK Eksaserbasi
• Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai dengan
perburukan gejala respirasi dan variasi gejala normal haran dan
membutuhkan perubahan terapi.
• Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi, polusi udara, kelelahan atau
timbulnya komplikasi
• Gejala dan tanda eksaserbasi PPOK antara lain:
1. Bertambahnya sesak
2. Meningkatnya jumlah sputum
3. Terjadi perubahan karakteristik dan konsistensi sputum
• Menurut Anthonisen 1987, derajat eksaserbasi PPOK dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Tipe I (Berat), memiliki 3 gejala eksaserbasi
2. Tipe II (Sedang), memiliki 2 gejala eksaserbasi
3. Tipe III (Ringan), memiliki 1 gejala eksaserbasi ditambah ISPA lebih dari
5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan
mengi/ frekuensi nafas >20% nilai dasar atau frekuensi nadi >20% nilai
dasar.
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
PPOK Eksaserbasi
• Tujuan tatalaksana akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan
mencegah terjadinya gagal napas.
• Hal yang harus diperhatikan: derajat sesak,
frekuensi nafas, pernafasan paradoksal,
kesadaran, TTV, analisis gas darah,
pneumonia
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
PPOK Eksaserbasi
• Berdasarkan derajat eksaserbasi tersebut, maka
prinsip penatalaksanaan menjadi:
1. Eksaserbasi ringan meningkatkan pemakaian
bronkodilator (dapat dilakukan di rumah / di
klinik)
2. Eksaserbasi sedang menambahkan antibiotik /
steroid sistemik atau keduanya (dapat dilakukan
di puskesmas atau klinik atau praktik dokter)
3. Eksaserbasi berat tatalaksana di RS
Tatalaksana Eksaserbasi Ringan di Rumah
• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Berdasarkan agen penyebab, pneumonia
dibagi menjadi:
– Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi
pada semua usia)
– Pneumonia atipikal (disebabkan
Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia)
– Pneumonia virus
– Pneumonia jamur (immunocompromised)
Pneumonia
MIKROORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA
LOBARIS
Cough, particularly cough productive of sputum, is the
most consistent presenting symptom of bacterial
pneumonia and may suggest a particular pathogen, as
follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal species:
May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad- tasting sputum
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview
14
SOAL
• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”,
penyebaran bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang
tampak karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat
inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Penanganan Pneumonia
• Pneumonia dapat ditangani secara rawat
jalan atau rawat inap tergantung dari
keparahan penyakit
• Penentuan rawat inap atau rawat jalan
dapat menggunakan skoring CURB-65 atau
Pneumonia Severity Index (PSI)
CURB-65
https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
Pneumonia Severity Index
https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
15
SOAL
Rawat Inap non ICU Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
ATAU
β laktam ditambah makrolid
Ruang Rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
• β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru
atau floroquinolon respirasi IV
Pertimbangan Khusus Bila ada faktor risiko pseudomonas:
• Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime,
imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
• Tambahkan vankomisin atau linezolid
16
SOAL
Imaging
• Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy
infiltrates and posterior segment upper lobes. Chemical
pneumonitis typically affects the most dependent regions
of the lungs.
• Aspiration pneumonia of several days’ or longer
duration may reveal necrosis (especially community-
acquired anaerobic pneumonias) and even cavitation
with air-fluid levels, indicating lung abscess.
Tatalaksana
Community-acquired anaerobic aspiration pneumonia
• clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally).
• Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used.
• Alternative oral agents include:
– amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily),
– amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily).
– Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.
Laki laki usia 52 tahun, dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
sejak 3 bulan yang lalu. Tekanan darah 160/80 mmHg, frekuensi
nadi 98 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, suhu 38 0C,
terdapat rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan roentgen toraks
tampak gambaran kistik multiple dengan isi cairan pada bronkus dan
cabangnya. Diagnosis pasien ini adalah...
A. Bronkiektasis
B. PPOK
C. Pneumonia lobaris
D. Bronkopneumonia
E. TB paru
Bronchiectasis
• Bronchiectasis:
– Major causes: obstruction & infection
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010.
BRONKIEKTASIS
• Gejala dan Tanda:
– Dilatasi patologis bronkus
– Obliterasi percabangan berikutnya
– Retensi sekret
– Peradangan kronik pada jaringan setempat
• Klasifikasi:
– Kongenital (immotile cilia syndrome, defisiensi
enzi afa-antitripsin, sindrom kartagener.
– Akuisita (infeksi saluran nafas bawah berulang)
Bronkiektasis
Three types of bronchial dilatation can be seen in patients with bronchiectasis, and their appearanc
Paediatric multi-detector row chest CT: What you really need to know - Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/Three- types-of-bronchial-dilatation-can-be-seen-in-patients-with-bronchiectasis-and_fig15_225307387
[accessed 16 May, 2018]
Tatalaksana Bronkiektasis
• Pengobatan bronkiektasis terinfeksi diarahkan pada
kontrol infeksi aktif dan perbaikan dalam
pembersihan sekresi dan kebersihan bronkus
sehingga dapat mengurangi patogen dalam saluran
udara dan meminimalkan risiko infeksi berulang.
• Antibiotik harus diberikan pada eksaserbasi, jenis
yang dipakai sebaiknya yang mampu mengatasi
patogen penyebab harus diberikan pada eksaserbasi
akut, biasanya untuk 14 hari.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Untuk terapi oral:
– tanpa data kultur bisa memakai fluoroquinolon.
– Untuk pasien yang kultur sputumnya tidak menunjukkan H. influenzae atau
Pseudomonas penghasil beta-laktamase: amoxicillin, 500 mg tiga kali
sehari, atau macrolide.
– Jika hasil kultur adalah H. influenzae penghasil beta-laktamase:
amoksisilin- klavulanat, generasi kedua atau ketiga sefalosporin,
azitromisin atau klaritromisin, doksisiklin, atau fluoroquinolone.
– Jika positif P. Aeruginosa, sebaiknya disesuaikan dengan pola resistensi.
Jika tidak ada resistensi yang diketahui terhadap kuinolon, bisa memakai
ciprofloxacin, 500 hingga 750 mg dua kali sehari.
• Jika terdapat indikasi rawat (peningkatan frekuensi pernafasan
≥25x/menit, hipotensi, suhu ≥38˚C, hipoksemia (saturasi oksigen pulsa
<92%), atau gagal antibiotik oral), pemberian antibiotik sebaiknya
disesuaikan dengan kultur darah atau terapi empiris sesuai data resistensi
lokal
Tatalaksana Bronkiektasis
• Kebersihan bronkial juga merupakan tatalaksana
yang penting untuk mencegah eksaserbasi.
• Berbagai pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan
pembersihan sekresi pada bronkiektasis termasuk
pemberian hidrasi dan mukolitik, aerosolisasi
bronkodilator dan agen hiperosmolar (misalnya, saline
hipertonik dan manitol), dan fisioterapi dada.
• Untuk pasien yang mengalami eksaserbasi rekuren
(minimal 2-3 kali dalam setahun) disarankan untuk
mengkonsumsi antibiotik jangka panjang seperti makrolid,
atau antibiotik inhalasi (misal tobramycin aerosolized)
sesuai dengan kultur sputum.
20
SOAL
Silicosis with Progressive Massive Fibrosis. There are large conglomerate upper lobe "masses" (black
arrows). Multiple enlarged and calcified hilar lymph nodes are seen, many with rim-like or "egg-
shell" calcification (white arrows). There is scarring in both lower lobes (green arrows).
Silikosis
Ny. The Insect Pillar Shinobu, berusia 38 tahun datang ke UGD RS dengan
keluhan sesak napas disertai mengi sejak 3 jam yang lalu. Pasien diketahui
memiliki riwayat asma, berobat teratur dan biasa menggunakan bronkodilator
inhalasi.
Sebelum ke UGD RS pasien sempat menggunakannya namun tidak ada
perubahan.
Pemeriksaan fisis didapatkan kesadaran CM, TD 130/80, N 100x/mnt, RR
38x/mnt dangkal, S 37,4oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wheezing di
kedua lapang paru. Bila diajak berbicara, pasien tidak dapat menyelesaikan satu
kata secara utuh.
(K)*
(K)*
(K)*
(K)*
• Mekanisme
Sebagai mekanisme defensif punya afferent and
efferent pathways.
The afferent limb includes receptors within the sensory
distribution of the trigeminal, glossopharyngeal,
superior laryngeal and vagus nerves.
The efferent limb includes the recurrent laryngeal nerve and
the spinal nerves.
Tipe Batuk
Contoh
Opioids: Codein, Pholcodein
Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
Antihistaminics: Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
23
SOAL
Ny. Kacho Hui, 25 tahun, datang dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh mual, muntah dan perut nyeri di kanan
atas.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR
22x/menit, suhu 370C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ssklera ikterik, venektasi dada (+), ascites (+),
edema tungkai (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan SGPT
meningkat moderat, bilirubin total 5,5 mg/dL (0.1 to 1.2 mg/dL), bilirubin direk
2,5 mg/dL (< 0,3 mg/dL) dan Urobilinogen di urin (+).
Pathophysiology of disease
Ikterus
• Terdapat 2 jenis
- Sirosis hepatis kompensata:
asimptomatikmasih terkompensasi
- Sirosis hepatis dekompensata: timbul
gejala klinisstigmata sirosis
• Etiologi:
- Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat
- Etiologi tersering di Indonesia: hepatitis B (40-50%)
Ny. Lesch Nyhan, usia 28 tahun, datang ke tempat praktik Dokter dengan keluhan nyeri
pada ulu hati. Sudah berobat 2 bulan yang lalu, nyeri memberat 2 hari ini. Keluhan juga
timbul saat malam hari sehingga pasien terbangun dari tidur. Keluhan akan membaik
beberapa menit bila mengkonsumsi makanan dan beberapa jam bila mengkonsumsi
antasida. Pasien mengatakan akhir -akhir ini pekerjaan dikantor berat dan pasien
sering mengkonsumsi kopi.
Riwayat penggunaan obat hanya antasida, riwayat penyakit lain disangkal, pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Dokter meminta pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering
dan memberikan obat berupa H2 bloker.
Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
Pemeriksaan Ulkus Peptikum
• Comprehensive history and physical exam
to exclude other diagnoses.
• Diagnostic modalities include endoscopy or
upper GI series.
• Endoscopy is preferred and remains the
gold standard for diagnosis of PUD. The
presence of a mucosal break ≥5 mm in the
stomach or duodenum confirms the
diagnosis.
Indikasi Esofagoduodenoskopi
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, PF: konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik -/-, abd: meteorismus, nyeri tekan epigastrik (-). Pada
pemeriksaan gastroskopi didapatkan hiperemis sepanjang esofagus.
• Symptoms:
– Heartburn; midline retrosternal burning
sensation that radiates to the throat, occasionally
to the intrascapular region.
– Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation
of excessive saliva.
GI-Liver secrets
GERD
• Bloating • Bronchospasm
• Epigastric pain
Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh karena rasa
5. 0 1 2 3
terbakar di dada (hearburn) dan/atau naiknya isi perut?
Seberapa sering Anda meminum obat tambahan untuk rasa terbakar di
6. dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut (regurgitasi), selain yang 0 1 2 3
diberikan oleh dokter Anda? (seperti obat maag yang dijual bebas)
• Erosive esophagitis
– 20-30% of GERD
– Endoscopy found mucosal break in esophagus
Indication for Endoscopy
• Endoscopy in GERD indicated for patients:
– Had alarm symptoms
– The patient does not respond to the PPI
empirical therapy with a dose of 2 times a day.
• Endoscopy in GERD
– The findings of reflux esophagitis has specificity of
90- 95% for GERD.
– Los Angeles or Savary-Miller classification for
severity of esophagitis.
• Management:
– Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
– Surgery is encouraged for the fit patient who requires
chronic high doses of pharmacologic therapy to control
GERD or who dislikes taking medicines.
– Endoscopic treatments for GERD are very promising, but
controlled long-term comparative trials with proton
pump inhibitors and/or surgery are lacking.
GERD
34
SOAL
Seorang perempuan usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati.
Pada anamnesis didapatkan riwayat pasien sering terlambat makan dan
suka makanan pedas.
Ny. The Mist Pillar Muichiro, usia 30 tahun, dengan keluhan utama nyeri
pada ulu hati jika terlambat makan. Pasien sudah mengalami gejala-gejala
tersebut semenjak kuliah dan akan kambuh jika pasien terlambat makan
atau mengkonsumsi makanan pedas atau asam.
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa
gejala berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran
cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.
Ny. The Love Pillar Mitsuri, usia 47 tahun datang dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 3 hari yang lalu, keluhan dirasa semakin
memberat. Pasien memiliki riwayat batu empedu. Pasien tampak dalam
posisi terpaksa membungkuk, menahan sakit.
KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising
usus menurun (ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens
– periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat
PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
– Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-
14 hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)
https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
PANKREATITIS AKUT
• Pankreatitis adalah
inflamasi pankreas
yang berlangsung akut
(onset tiba-tiba,
durasi kurang dari 6
bulan) atau akut
berulang (>1 episode
pankreatitis akut
sampai kronik - durasi
lebih dari 6 bulan).
Farmakologis
• For non-infants: Give equine heptavalent botulinum antitoxin
(HBAT), which contains antibodies for seven known botulism types (A
through G), as early as possible. Once a clinical diagnosis is made,
antitoxin should be administered before laboratory confirmation
– The antitoxin (BAT, Cangene Corporation), it is derived from horse
serum, so there is a significant incidence of serum sickness.
– Skin testing (conjunctival instillation and observation for 15 min), and
possible desensitization, is recommended before treatment.
• Give wound botulism patients penicillin 2 million U IV q4h
after antitoxin has been given.
– Use metronidazole 500 million U IV q8h as alternative for penicillin-
allergic patients.
– Avoid aminoglycosides and tetracyclines, as they are ineffective and can
worsen neuromuscular blockade.
Tatalaksana
• For
infants:
– Give human botulinum immunoglobulin (BabyBIG)
IV, single dose. Do not use equine antitoxin.
– Babies with infantile intestinal botulism may benefit
from a cathartic to mechanically clear the number
of
C. botulinum vegetative forms and spores residing in
the gastrointestinal tract.
• Antibiotics are not recommended for
infant botulism or for adults with
suspected gastrointestinal botulism
– because lysis of intraluminal C. botulinum could
increase the amount of toxin available for
absorption.
38
SOAL
• Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.
• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk
anak 0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV.
Jika tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret &
keringat berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak
25- 50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60
menit.
39
SOAL
Double tracking = is
spreading of these ulcer result
in large round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
IBD
• IBD: penyakit kronik karena
aktiviasi imun di mukosa saluran
cerna.
• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif
adalah diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase
mukus tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di
kiri bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.
• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah
makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah
Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.
IBD
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of
lumen Collar
button ulcers
Double tracking = is
spreading of these ulcer result
in large round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of
lumen Collar button
ulcers
Pseudopolyps - 'island'
of preserved colonic
mucosa, surrounded
by 'sea' of ulcerated
hemorrhagic mucosa
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Chronic stage
Loss of haustrations
Shortened and
narrowed colon – due
to spasm or fibrosis
(Lead-pipe colon)
40
SOAL
• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif
adalah diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase
mukus tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.
• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah
makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi
di kanan bawah
Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.
Cheifettz A. Management Active Crohn Disease. 0 JAMA, May 22/29, 2013—Vol 309, No. 20
Gambaran Radiologi Chron Disease
Aphthous ulcers –
First sign
Cobblestone appearance - due to deep fissuring ulcers aro
Gambaran Radiologi Chron Disease
Aphthous ulcers –
First sign
Cobblestone
appearance
String sign – due to spasm or fibrosis of intestinal wall
41
SOAL
Seorang wanita usia 49 tahun datang dengan nyeri perut sudah 3 bulan.
Diikuti dengan perubahan frekuensi BAB menjadi 3-4x/hari. BAB kadang
diare kadang sulit. Nyeri berkurang setelah pasien BAB. Penurunan BB
disangkal. Keluhan terutama dirasakan jika banyak tugas adminitrasi yang
belum terurus.
• Epidemiologi
Sekitar 2 juta penduduk di US
(about 1% of the population)
Typical presentation age: 40 to
50 yr. Kebanyakan terjadi pada
usia sebelum 60.
Patients with alcoholic hepatitis
typically drink more than 80 g
of alcohol daily for at least 5
years
Alcoholic Liver Disease
Manifestasi Klinis
• Alcoholic liver disease dapat diklasifikasikan :
Alcoholic fatty liver
Alcoholic hepatitis
Alcoholic cirrhosis of liver
Alcoholic Fatty Liver
• Patients with fatty liver and most patients with mild/moderate AH
are usually asymptomatic.
• Some patients have vague symptoms such as anorexia,
malaise, nausea or right hypochondrial discomfort/pain.
• Pada 15% kasus didapatkan ikterus.
• Physical examination:
– unremarkable although a mild smooth, non-tender hepatomegaly
without any signs of chronic liver disease (CLD) may be present.
• Laboratorium:
– Aminotransferases can be elevated and gamma-glutamyl
transpeptidase levels are often increased as a result of ethanol-
induced microsomal enzyme activity.
• Alcoholic fatty liver can be difficult to differentiate from
non- alcoholic fatty liver disease.
Fatty liver Normal liver
Alcoholic Hepatitis
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Fisik
Rapid onset of jaundice Fever
Nausea/vomiting Tachycardia
Malaise Hypotension
Low-grade fever Hepatomegaly, with tender
Anorexia liver on palpation
Jaundice and ascites
Abdominal distention/pain
Splenomegaly
Weight loss or Asterixis (a flapping tremor)
malnourishment
Peripheral edema
Complications of liver Abdominal distention
impairment (GI with shifting dullness
bleed; confusion, (ascites)
lethargy, ascites) Hepatic bruit
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Cirrhosis of Liver
• Patients with cirrhosis may remain asymptomatic
and others have vague symptoms, such as tiredness,
malaise or features of hepato-cellular failure, such as
jaundice, ascites, peripheral oedema, etc.
• Physical signs of CLD is usually present in patients with
cirrhosis and can broadly be divided into the
following:
– Signs of portal hypertension, i.e. ascites, splenomegaly
and prominent abdominal wall veins.
– Signs of alcoholism and liver disease, such as jaundice,
telangiectasia, palmar erythema, parotid
enlargement, clubbing, Dupuytren’s contracture,
neuropathy, etc.
– Signs of hormonal dysfunction (feminisation), such
as hypogonadism and gynaecomastia..
Pemeriksaan Alcoholic Liver Disease
Pemeriksaan Histologi
Biopsi hepar :
Macrovascular steatosis
Hepatocyte injury
(ballooning
degeneration and focal
hepatocyte necrosis)
Mallory’s bodies
(characteristic of
alcoholic hepatitis)
Perivenular fibrosis
Portal and
lobular
inflammation
Pemeriksaan Imaging
• Abdominal ultrasound
– is the first-line and the most costeffective imaging modality.
– An increased echogenicity of liver is sensitive for fatty liver.
– macrovesikular steatosis
– The presence of splenomegaly, ascites, dilated portal vein
and collaterals suggest portal hypertension.
• Computed tomography (CT) and magnetic
resonance imaging (MRI)
– more sensitive in diagnosis of cirrhosis and demonstrate liver
surface nodularity and altered density of the liver.
• Ultrasound elastography (Fibroscan)
– has recently been used as a noninvasive method to establish the
presence of hepatic fibrosis (by assessing the elasticity of the
liver).
Diffuse fat accumulation in the liver at US. The echogenicity of the liver is greater
than that of the renal cortex (rc). Intrahepatic vessels are not well depicted. The
ultrasound beam is attenuated posteriorly, and the diaphragm is poorly
delineated.
Tn. Upper Moon Doma, usia 43 tahun datang dengan keluhan gangguan
penglihatan pada malam hari. Gangguan penglihatan dirasakan
mengganggu pekerjaan pasien sebagai supir truk antarkota. Keluhan
disertai BAB dengan feses berminyak. Pasien memiliki riwayat konsumsi
alkohol sejak usia 17 tahun.
Seorang pria berusia 42 tahun datang ke IGD RS karena nyeri perut kanan
atas sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai demam tinggi. Pasien
pernah mengalami BAB lendir dan darah tiga tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum ikterik dengan suhu 37,9C,
hepar teraba 2 jari beserta nyeri tekan perut kanan atas. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan SGPT 90 IU/L dan SGOT 80 IU/L.
Pada USG abdomen ditemukan lesi anekoik pada hepar berdiameter 2
cm, batas tegas, dengan internal echo disekitarnya. Apakah diagnosis
yang paling mungkin?
A. Abses hepar
B. Kista hepar
C. Hepatoma
D. Hepatitis
E. Sirosis Hepatis
Abses Hepar
• Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit,
jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal.
– Abses hati amebik (AHA) Entamoeba histolytica
– Abses hati piogenik (AHP) 80% kasus
• Enterobactericeae, streptococci, klebsiella pneumoniae,
bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida,
aspergillus, actinomyces, yersinia enterolitica, salmonella thypii, dll
– Jamur e.c. Candida
• AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis,
infeksi intraabdominal, infeksi sistem biliaris
• Lobus kanan > lobus kiri
– lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika superior
dan vena portal, sedangkan lobus kiri dari a. mesenterika
inferior dan aliran limfatik
Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a
variable appearance,
ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also
be seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence
of central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan
dengan daerah
endemis
• Komplikasi
Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk
vena porta menuju
hepar
• Karakteristik AHA:
abses berisi jaringan
hepatik lisis dalam
berbagai ukuran
abses coklat-
kemerahan
“Anchovy Paste”
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Nyeri Abdomen – Leukositosis
tanpa eosinofilia
kuadran kanan – Peningkatan alkalin
atas (Ludwig Sign) fosfatase,
– Demam transaminase
– Proteinuria
– Anoreksia – Elevasi hemidiafragma
– Ikterik kanan pada CXR
– Hepatomegali – Pemeriksaan feses
– Aspirasi tidak rutin
– Batuk pada AHA karena sulit
– Riwayat mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
diare terhadap obat empiris
sebelumnya atau abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica
amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar Amebik
• Medical management is the cornerstone of therapy in
amebic liver abscess.
• Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
• Antibiotic coverage for amebic liver abscesses includes:
• DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300 mg
(2-3 minggu)
• Luminal agent: after therapy with tissue agent treatment with
any luminal agent is required even if the stool is negative,
such as paromomycin (25-35 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis)
for 10 days or diiodohydroxyquin for 20 days.
Indikasi Aspirasi dan Operasi
Abses Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver
abscess in the following situations:
high risk of abscess rupture, as defined by cavity
size greater than 5 cm;
left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture
into the pericardium;
failure to observe a clinical medical response to
therapy within 5-7 days; and
cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess
is inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.
47
SOAL
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar ALT 56 U/L dan AST 51 U/L.
Dokter telah mendiagnosis pasien dengan abses hepar.
Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a
variable appearance,
ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also
be seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence
of central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan
dengan daerah
endemis
• Komplikasi
Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk
vena porta menuju
hepar
• Karakteristik AHA:
abses berisi jaringan
hepatik lisis dalam
berbagai ukuran
abses coklat-
kemerahan
“Anchovy Paste”
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Nyeri Abdomen – Leukositosis
tanpa eosinofilia
kuadran kanan – Peningkatan alkalin
atas (Ludwig Sign) fosfatase,
– Demam transaminase
– Proteinuria
– Anoreksia – Elevasi hemidiafragma
– Ikterik kanan pada CXR
– Hepatomegali – Pemeriksaan feses
– Aspirasi tidak rutin
– Batuk pada AHA karena sulit
– Riwayat mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
diare terhadap obat empiris
sebelumnya atau abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica
amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar Amebik
• Medical management is the cornerstone of therapy in
amebic liver abscess.
• Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
• Antibiotic coverage for amebic liver abscesses includes:
• DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300 mg
(2-3 minggu)
• Luminal agent: after therapy with tissue agent treatment with
any luminal agent is required even if the stool is negative,
such as paromomycin (25-35 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis)
for 10 days or diiodohydroxyquin for 20 days.
Indikasi Aspirasi dan Operasi
Abses Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver
abscess in the following situations:
high risk of abscess rupture, as defined by cavity
size greater than 5 cm;
left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture
into the pericardium;
failure to observe a clinical medical response to
therapy within 5-7 days; and
cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess
is inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.
48
SOAL
Tn. Memphis, berusia 37 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
berupa susah menelan sejak 6 bulan smrs. Keluhan dirasakan pasien hilang
timbul. Pasien pada awalnya mampu menelan makanan padat dan dibantu
minuman dan makin lama keluhan makin memberat sehingga pasien hanya
mampu memakan makanan cair.
Pasien mengeluh sering tersedak dan terbatuk saat menelan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.
Tn. The Serpent Pillar Obanai, berusia 17 tahun datang ke UGD RS dengan
keluhan nyeri dan rasa terbakar di tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan
mual muntah dan nyeri menelan. Pada 6 jam sebelumnya pasien
meminum cairan pembersih kamar mandi karena ingin bunuh diri setelah
diputuskan secara sepihak oleh pacarnya, padahal pasien masih sayang.
ACID AKALI
• Acids are potent dessicants • Alkalis cause liquefaction
• Cause coagulative necrosis necrosis, saponification of
fats, dehydration and
with eschar formation thrombosis of blood vessels
• Eschar may limit penetration • No eschar formation,
to deeper layers of the hence deeper injuries
oesophageal wall – Usually leads to fibrous scarring
• More esophageal damage than
• Induce intense
stomach and duodenum
pylorospasm with pooling
• Do not induce pylorospasm
in the antrum
– More gastric damage than alkalis
Corrosive injuries
• Accidental atau suicidal
• Paling banyak terjadi pd anak-anak
• Dpt terjadi pada pasien psychotic,
percobaan bunuh diri and pasien alkoholik
• Menyebabkan kerusakan hebat pada
mulut, faring, laring, esofagus dan
lambung.
• Jenis zat, konsentrasi, volume yang
terminum serta durasi menentukan luas
kerusakan
Manifestasi Klinis
• Laring atau epiglotitis
– suara serak atau stridor
• Esofagus
– disfagia,odinofagia, striktur
• Lambung
– nyeri epigastrik, muntah,
hematemesis, perforasi
dan fistula aortoentrik
• Apabila tidak terdapat
nyeri belum tentu
mengeksklusi kerusakan GI
tract
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
• Rontgen
– udara di mediastinum atau bawah
diafragma ( melihat adanya perforasi)
• Konfirmasi perforasi
– agen barium sulfat
• Pemeriksaan barium meal esogagus
– evaluasi progres disfagia hingga
kejadian striktur
• Endoskopi
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Tatalaksana Umum
• Pasien asimptomatik
– low volume, accidental ingestion of low concentration
• tidak perlu endoskopi
• Follow up dan rawat jalan
Pasien laki laki, 60 tahun, datang dengan nyeri perut dan masa di perut
sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan terdapat mual dan
muntah.