Anda di halaman 1dari 426

OPTIMAPREPARATION

| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |


| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
J a ka r ta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52
RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp
021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. opt i m a p re p . co. i d
1
SOAL

Tuan Wage Rudolf Supratman, 35 tahun, datang mengeluh


batuk kental warna hijau disertai flek darah dalam 1 bulan
terakhir.
Mengeluh lemas seluruh badan dan nafsu makan turun. Ayah
pasien juga mengeluh keluhan serupa dan sudah menjalani
pengobatan 6 bulan. TTV normal.

Dari PF didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru, wheezing (-).

Pemeriksaan yang paling dianjurkan pada pasien ini adalah…


A. Tes Cepat Molekular
B. Sputum BTA
C. Kultur Bakteri
D. Spirometri
E. Bronkoskopi
TUBERKULOSIS

Gejala Klinis Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah,


sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik:
demam, malaise, keringat malam, turun berat
badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen


PF posterior), apeks lobus inferior: suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda
penarikan paru, diafragma, dan mediastinum

Roentgen Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks &


posterior lobus superior, segmen superior lobus inferior,
Kavitas, Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif:
fibrotik, kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


Tanda dan Gejala
1. Gejala lokal/ gejala respiratorik
 batuk - batuk > 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat
malam, anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan fisik
• Pada TB paru
• tergantung luas kelainan struktur paru.
• Umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior.
• Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah.
• Pleuritis TB
• kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan
di rongga pleura.
• Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
• Pada limfadenitis TB
• terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang
di daerah axila
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya
Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tuberculosis
Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA


Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif Sensitive


(- -) (+ +)
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk Ulangi pemeriksaan Foto
TCM Toraks (Mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil pemeriksaan mikrokopis BTA negatif (- -) )
TB RR
TB Terkonfirmasi Bakteriologis MTB Pos, Rif MTB MTB
Foto Toraks Terapi Antibiotika Non OAT

Mulai Pengobatan
Pengobatan TB Lini 1TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2

Gambaran Mendukung TB Pos, Rif Neg


Tidak Mendukung TB;
Bukan TB; Cari
Tidak Ada Perbaikan
kemungkinan penyebab
penyakit lain
AdaKlinis, ada faktor risiko TB, dan atas pertimbangan dokter
Perbaikan TB RR; TB MDR TB Pre XDR TB XDR
Algoritma
TB Nasional
Klinis

TB
Terkonfirmasi Klinis
Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

2016
Lanjutkan Pengobatan
TB RO

TB
Terkonfirmasi Klinis

Pengobatan TB Lini 1
Pengobatan TB RO

Pemeriksaan tambahan pada semua pasien


TB yang terkonfirmasi baik secara
bakteriologis maupun klinis adalah
pemeriksaan HIV dan gula darah.
Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi
misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
2
SOAL

Seorang pasien, 24 tahun, datang dengan keluhan batuk


darah sejak 5 hari yang lalu. Pasien merasa bahwa
keluhan ini adalah kekambuhan karena mengaku pernah
berobat tuberkulosis selama tiga bulan dan keluhan
sudah membaik. Dari pemeriksaan TCM didapatkan TB (+)
sensitif rifampisin. Menurut Anda apakah kategori pasien
ini yang paling tepat?
A. TB baru BTA positif
B. TB default
C. TB kambuh
D. TB MDR
E. TB ekstra paru
Pembagian kasus TB
a. Kasus
baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-
5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat
Pengobatan Sebelumnya: (TB 2014)
• Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
• Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
selama 1 bulan atau lebih
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
– Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
– Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah pasien
yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal
sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
– Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
• Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Uji Kepekaan Obat

• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
3
SOAL

Tn. The Sound Pillar Tengen, usia 35 tahun, datang dengan keluhan
batuk sejak 6 bulan SMRS. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien pernah
pengobatan TB namun hanya 20 hari selebihnya pasien tidak
melanjutkan pengobatan.

Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR


80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.

Tergolong dalam pengobatan TB apakah pasien tersebut?


A. OAT sebagai gagal pengobatan
B. OAT sebagai kambuh
C. OAT sebagai kasus baru
D. OAT sebagai putus pengobatan
E. OAT sebagai relaps
TUBERKULOSIS
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
mycrobacterium tubercolosis dengan
gejala yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki
sifat tahan asam terhadap pewarnaan
Ziehl Neelsen sehingga dinamakan Basil
Tahan Asam (BTA).
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini
berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-
5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif
gambaran radiologik positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
4
SOAL

Seorang laki-laki, 35 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan


batuk 2 minggu. Pasien mengaku pernah menjalani pengobatan
TBC 6 bulan yang lalu tapi hanya selama 3 bulan karena merasa
sudah sembuh.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, napas 27 x/menit, suhu 37.5°C. Pada pemeriksaan
sputum SPS didapatkan hasil (-/+/+).

Apa regimen terapi yang diberikan?


A. 2(RHZE)/4(RH)3
B. 2(RHZE)S/(RHZE)/5(RH)3E3
C. 2RHZES/ 4R3H3
D. RHZE
E. 4RHZE/2RHE
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif
atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini
berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-
5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif
gambaran radiologik positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
TATALAKSANA
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori
1 sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Dosis Paduan OAT KDT
Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))
Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


5
SOAL

Seorang pasien TB kasus baru telah mendapatkan terapi


OAT selama 2 bulan. Kemudian dilakukan pemeriksaan
BTA dan hasilnya masih (+). Tindakan yang dilakukan
selanjutnya adalah...
A. Berikan sisipan selama 1 bulan
B. Stop terapi
C. Ganti menjadi OAT kategori 2
D. Lanjutkan OAT kategori 1 fase lanjutan, periksa
ulang BTA akhir bulan ketiga
E. Kultur dan uji resistensi
6
SOAL

Tn. Pareia, usia 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
berdahak yang dialami sejak 2 bulan ini. Pasien juga mengeluh batuk
disertai keringat pada malam hari, dan penurunan BB tanpa sebab. Pada
pemeriksaan BTA didapatkan hasil positif dan pasien didiagnosis dengan
TB paru. Pasien kemudian diberikan OAT kategori 1 oleh dokter.

Pada pemeriksaan BTA sebelum pemberian terapi didapati +3/+3. Setelah


dijalani pengobatan selama 5 bulan hasil BTA +1/+1.

Apakah tindakan selanjutnya yang paling tepat?


A. Melanjutkan OAT KAT 1
B. Mengganti dengan OAT KAT 2
C. Menghentikan OAT dan cek BTA ulang
D. Menghentikan OAT dan kultur sputum
E. Cek ulang SPS
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini
berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-
5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif
gambaran radiologik positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
TATALAKSANA
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori
1 sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


7
SOAL

Seorang perempuan, Ny. Bunga Mawar Mahogani, 28 tahun, datang


ke puskesmas diantar adiknya untuk berobat rutin TB. 3 hari
terakhir mengeluh pendengaran berkurang dan kaki untuk berjalan
sempoyongan.

Tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 98x/menit, respirasi


20x/menit, suhu 37,70C. Pemeriksaan paru dalam batas normal.

Obat yang bisa menyebabkan keluhan pasien ialah...


A. Etambutol
B. Streptomisin
C. Isoniazid
D. Rifampisin
E. Pirazinamid
EFEK SAMPING OAT

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Efek Samping OAT
MAYOR Kemungkinan Penyebab HENTIKAN OBAT
Gatal & kemerahan Semua jenis OAT Antihistamin &
evaluasi ketat
Tuli (gangguan Streptomisin Stop streptomisin
pendengaran)
Vertigo & nistagmus Streptomisin Stop streptomisin
(n.VIII) (Gangguan
keseimbangan)
Ikterus Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
s.d. ikterik menghilang,
hepatoprotektor
Mual, Muntah & Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &
confusion (dicurigai terjadi uji fungsi hati
gangguan fx hati bila
disertai icterus)
Gangguan penglihatan Etambutol Stop etambutol
Kelainan sistemik, syok Rifampisin Stop rifampisin
& purpura
Penurunan produksi Urin Streptomisin Stop streptomisin
8
SOAL

Laki-laki, usia 34 tahun, datang dengan keluhan sesak dan demam


sejak 2 hari SMRS. Os diketahui HIV (+), hitung CD4 210/mm3, sejak
1 bulan lalu mendapat pengobatan ARV. Os diketahui TB paru BTA
positif, mendapat pengobatan TB sejak 2 minggu lalu.

Dari roentgen thoraks didapatkan gambaran perluasan lesi.

Apakah diagnosis yang mungkin pada pasien ini?


A. Hepatitis imbas obat
B. Hepatitis fulminan
C. Sindrom inflamatoris rekonstitusi imun
D. Gejala putus obat
E. Infeksi sekunder di paru
Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)
• IRIS
– inflammatory disorders associated with paradoxical
worsening of preexisting infectious processes
following the initiation of highly active
antiretroviral therapy (HAART) in HIV-infected
individuals.
• Interrelates factor
– the extent of CD4+ T cell immune suppression prior
to the initiation of highly active antiretroviral therapy
(HAART).
– the degree of viral suppression and immune
recovery following the initiation of HAART.
Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome
IRIS
• Diagnostic criteria of IRIS
– AIDS with a low pretreatment CD4 count (often less than
100 cells/microL)
• however IRIS secondary to preexisting M. tuberculosis infection
may occur in individuals with CD4 counts >200.
– Positive virologic and immunological response to ART
– Absence of evidence of drug-resistant infection, bacterial
superinfection, drug allergy or other adverse drug
reactions, patient noncompliance, or reduced drug levels
due to drug- drug interactions or malabsorption after
appropriate evaluation for the clinical presentation.
– Presence of clinical manifestations consistent with
an inflammatory condition
– Temporal association between HAART initiation and the
onset of clinical features of illness
Kapan diberikan ARV pd pasien
TB? (WHO Guideline 2015)
• ARV diberikan pada semua pasien TB dengan HIV,
berapapun hitung CD4 (strong recommendation,
high quality evidence).
• OAT diberikan lebih dulu, baru diberikan ARV
secepatnya dalam kurun waktu 8 minggu (strong
recommendation, high quality evidence).
• Pasien TB-HIV dengan hitung CD4 sangat rendah (CD4 <
50 cells/mm3) hendaknya mendapatkan ARV dalam kurun
waktu 2 minggu setelah pengobatan.
• ARV diberikan pada anak dengan sakit TB secepatnya
dalam kurun waktu 8 minggu setelah pemberian
OAT, berapapun hitung CD4 dan stage klinisnya.
(strong recommendation, low quality evidence).
9
SOAL

Wanita 45 tahun datang dengan keluhan sesak napas keluhan sesak


napas yang dirasakan > 1 kali dalam seminggu, dan terkadang
mengganggu kegiatan sehari-hari, selain itu juga terdapat > 2 kali
serangan tiap malam dalam sebulan. Pasien punya riwayat asma sejak 10
tahun yang lalu.

Dari pemeriksaan spirometri PEV > 80 %, dan variasi expirasi <20-30 %.

Berdasarkan keterangan di atas maka termasuk dalam klasifikasi...


A. Intermitten
B. Persisten ringan
C. Persisten sedang
D. Persisten berat
E. Asma tidak terkontrol
10
SOAL

Seorang perempuan usia 18 tahun datang kedokter dengan keluhan


sesak nafas. Sesak sudah diderita sejak 5 tahun yang lalu, sesak
timbul bila sedang flu dan terkena asap rokok serta udara dingin.

Pada pemeriksaan pasien bisa mengucapkan beberapa kata, posisi


duduk, prekuensi nafas 28x/menit denyut nadi 115x/menit, pada
auskultasi terdengar mengi pada saat ekspirasi, pemeriksaan APE
(Arus puncak ekspirasi) 78% nilai prediksi.

Apakah terapi yang tepat untuk pasien di atas?


A. Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
B. Injeksi MgSO4
C. Injeksi adrenalin subkutan
D. Injeksi kostikosteroid
E. Injeksi antibiotik
Asma
• Definisi:
– Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan
elemennya.
– Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
• mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini
hari.
– Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.

• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah


dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004
Klasifikasi Serangan Asma (PDPI 2004)
Gejala dan tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Dapat tidur Duduk
Posisi Duduk
terlentang membungkuk
Kalimat, mungkin Beberapa kata, Kata demi kata, Mengamuk, gelisah,
Cara berbicara
gelisah gelisah gelisah kesadaran menurun
Frekuensi nafas <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit
Nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardi
Pulsus Tidak ada -/+ 10-20 mmHg +>25 mmHg
paradoksus
Kelelahan otot,
Otot bantu
Tidak ada Ada Ada torakoabdominal
nafas dan
paradoksal
retraksi
Inspirasi dan
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
Managing exacerbations in PRIMARY CARE
PRIMARY CARE Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation

Is it asthma?
ASSESS the Risk factors for asthma-related death?
PATIENT Severity of exacerbation?

MILD or MODERATE SEVERE


Talks in phrases, prefers Talks in words, sits LIFE-THREATENING
sitting to lying, not agitated hunched forwards, agitated Drowsy, confused
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min or silent chest
Accessory muscles not Accessory muscles in
used Pulse rate 100–120 use Pulse rate >120 bpm
bpm O2 saturation (on air) <90%
O2 saturation (on air) 90–95% PEF ≤50% predicted or URGENT
PEF >50% predicted or best best

START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

GINA 2017, Box 4-3 (4/7) © Global Initiative for Asthma


START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING
While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg
and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

CONTINUE TREATMENT with SABA as needed


ASSESS RESPONSE AT 1 HOUR (or earlier) WORSENING

IMPROVING

ASSESS FOR DISCHARGE ARRANGE at DISCHARGE


Symptoms improved, not needing SABA Reliever: continue as needed
PEF improving, and >60-80% of personal Controller: start, or step up. Check inhaler technique,
best or predicted adherence
Oxygen saturation >94% room air Prednisolone: continue, usually for 5–7 days
Resources at home adequate (3-5 days for children)
Follow up: within 2–7 days

FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending on
background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?

GINA 2017, Box 4-3 (7/7) © Global Initiative for Asthma


Short-acting beta2-agonists Short-acting beta2-agonists
Consider ipratropium bromide Ipratropium bromide
Controlled O2 to maintain Controlled O2 to maintain
saturation 93–95% (children 94-98%) saturation 93–95% (children 94-98%)
Oral corticosteroids Oral or IV corticosteroids
Consider IV magnesium
Consider high dose ICS

If continuing deterioration, treat as


severe and re-assess for ICU

ASSESS CLINICAL PROGRESS FREQUENTLY


MEASURE LUNG FUNCTION
in all patients one hour after initial treatment

FEV1 or PEF 60-80% of predicted or FEV1 or PEF <60% of predicted or personal


personal best and symptoms improved best,or lack of clinical response
MODERATE SEVERE
Consider for discharge planning Continue treatment as above
and reassess frequently

GINA 2017, Box 4-4 (4/4) © Global Initiative for Asthma


11
SOAL

Pasien laki-laki, 68 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas


disertai batuk sejak 3 minggu. Batuk pasien mengeluarkan dahak
kental berwarna kuning sampai kecoklatan. Riwayat batuk darah
disangkal. Pasien adalah perokok berat, sudah merokok sejak usia
17 tahun. Dari pemeriksaan ditemukan hemithorax cembung dan
perkusi hipersonor di kedua lapang paru.

Apa yang diharapkan dari pemeriksaan spirometri pada pasien ini?


A. Peningkatan kapasitas tidal
B. Peningkatan volume tidal
C. Peningkatan volume residu
D. Penurunan volume residu
E. Penurunan kapasitas total
PPOK
Pemeriksaan Penunjang PPOK
• Uji spirometri  merupakan gold standar
– FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia)
– Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas
dari infeksi pernapasan:
– FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75% menandakan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian
bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai
awal
– Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan, APE (arus puncak
ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai sebagai alternatif untuk
menunjang diagnosis dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore
tidak lebih dari 20%
• Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD
• Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.
12
SOAL

Seorang laki-laki berusia 67 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sesak


nafas sejak 4 hari yang lalu. Keluhan disertai demam, batuk berdahak, dan
nafsu makan menurun. Riwayat merokok 12 batang per hari selama 40
tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, denyut


nadi 72 x/menit, frekuensi napas 37 x/menit, terdapat ronchi basah pada
lapangan paru kanan disertai wheezing pada kedua lapang paru. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,5 g%, leukosit 9000 sel/uL.

Apakah diagnosis pada pasien ini?


A. Bronchitis kronik
B. TB paru
C. Tumor paru
D. Pneumonia
E. PPOK eksasebasi akut
PPOK
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap
derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh


gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis)
& obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap
individu.

• Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:


– Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan
napas distal)
– Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk
berdahak selama 3 bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)
Klinis PPOK
a. Anamnesis
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
• Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak,
mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
• saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
• Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


Pemeriksaan fisis PPOK
b. Pemeriksaan fisis (PPOK • Palpasi:
dini umumnya tidak ada – pada emfisema fremitus melemah, sela
kelainan) iga melebar

• Inspeksi
– Pursed - lips breathing (mulut • Perkusi:
setengah terkatup mencucu) – pada emfisema hipersonor dan batas
– Barrel chest (diameter antero jantung mengecil, letak diafragma
- posterior dan transversal rendah, hepar terdorong ke bawah
sebanding)
– Penggunaan otot bantu napas • Auskultasi
– Hipertropi otot bantu napas – suara napas vesikuler normal,
– Pelebaran sela iga atau melemah
– Bila telah terjadi gagal – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
jantung kanan terlihat denyut bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
vena jugularis di leher dan – ekspirasi memanjang
edema tungkai – bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
PPOK Eksaserbasi
• Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai dengan
perburukan gejala respirasi dan variasi gejala normal haran dan
membutuhkan perubahan terapi.
• Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi, polusi udara, kelelahan atau
timbulnya komplikasi
• Gejala dan tanda eksaserbasi PPOK antara lain:
1. Bertambahnya sesak
2. Meningkatnya jumlah sputum
3. Terjadi perubahan karakteristik dan konsistensi sputum
• Menurut Anthonisen 1987, derajat eksaserbasi PPOK dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Tipe I (Berat), memiliki 3 gejala eksaserbasi
2. Tipe II (Sedang), memiliki 2 gejala eksaserbasi
3. Tipe III (Ringan), memiliki 1 gejala eksaserbasi ditambah ISPA lebih dari
5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan
mengi/ frekuensi nafas >20% nilai dasar atau frekuensi nadi >20% nilai
dasar.
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
PPOK Eksaserbasi
• Tujuan tatalaksana akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan
mencegah terjadinya gagal napas.
• Hal yang harus diperhatikan: derajat sesak,
frekuensi nafas, pernafasan paradoksal,
kesadaran, TTV, analisis gas darah,
pneumonia
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
PPOK Eksaserbasi
• Berdasarkan derajat eksaserbasi tersebut, maka
prinsip penatalaksanaan menjadi:
1. Eksaserbasi ringan  meningkatkan pemakaian
bronkodilator (dapat dilakukan di rumah / di
klinik)
2. Eksaserbasi sedang  menambahkan antibiotik /
steroid sistemik atau keduanya (dapat dilakukan
di puskesmas atau klinik atau praktik dokter)
3. Eksaserbasi berat  tatalaksana di RS
Tatalaksana Eksaserbasi Ringan di Rumah

• Menambahkan dosis bronkodilator


atau dengan mengubah bentuk BD dari
oral/ inhaler menjadi dalam bentuk
nebulizer
• Menggunakan oksigen bila aktivitas
dan selama tidur
• Menambahkan mukolitik
• Menambahkan ekspektoran
Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
• Terapi oksigen
pertahankan saturasi 88-92%
Sungkup venturi lebih akurat dan dapat
mengontrol pemberian oksigen dibanding kanula
hidung
• Bronkodilator  short acting beta-2
agonist (SABA) dengan atau tanpa
antikolinergik
• Kortikosteroid  oral prednisone 40 mg/hari
selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg/hari
dosis tunggal atau terbagi. Jika IV diberikan
metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa disulih
ke oral.
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
 Antioksidan  N-asetilsistein 1200 mg/hari IV
selama 5 hari atau erdostein 2 x300 mg/hari selama 7
hari
 Mukolitik
 Imunomodulator  Echinacea purpurea 500 mg
dan vitamin C 50 mg serta mikronutrien (selenium
15 ug dan zink 10 mg) selama 2 minggu terutama
yang disebabkan ISPA.
 Nutrisi
 Pemberian antibiotik adekuat
 Ventilasi mekanik atas indikasi
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
• Antibiotik diberikan pada
Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala
cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya
jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi
sputum)
Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala
cardinal, apabila salah satunya adalah
bertambahnya purulensi sputum
Pasien PPOK eksaserbasi berat yang
membutuhkan ventilasi mekanis (invasive atau
non-invasive)
PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016
13
SOAL

Seorang pasien wanita berusia 55 tahun datang ke RS dengan keluhan


sesak dan demam tinggi sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan
semakin memberat beserta batuk hijau kental. Pasien juga mengeluh
demam naik turun dirasa selama 4 hari sebelumnya.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 110/70 mmHg, RR 20


x/menit, HR 80 x/min dan suhu 38 C. Pada pemeriksaan auskultasi
didapatkan ronkhi di kedua lapang paru, wheezing (-). Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan penunjang dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Apakah kemungkinan penyebab keluhan pasien tersebut?


A. Mycobacterium tuberculosis
B. Mycoplasma pneumoniae
C. Streptococcus pneumoniae
D. Staphylococcus aureus
E. Klebsiella pneumonia
Gambar pada Soal

Kokus gram positif


Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Berdasarkan agen penyebab, pneumonia
dibagi menjadi:
– Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi
pada semua usia)
– Pneumonia atipikal (disebabkan
Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia)
– Pneumonia virus
– Pneumonia jamur (immunocompromised)
Pneumonia
MIKROORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA
LOBARIS
Cough, particularly cough productive of sputum, is the
most consistent presenting symptom of bacterial
pneumonia and may suggest a particular pathogen, as
follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal species:
May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad- tasting sputum
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview
14
SOAL

Nyonya Keumalahayati 55 tahun mengeluh sesak dan demam tinggi


sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasa semakin memberat beserta
batuk hijau kental, demam naik turun dirasa selama 4 hari
sebelumnya. Dua minggu sebelumnya pasien ke Jawa Timur.
Pasien demam dan batuk selama 1 minggu dan temannya juga
sama mengeluh hal serupa.

TD 110/70 RR 20 x/menit N 80 x/min dan suhu 38 C. Dari PF


auskultasi ronkhi di kedua lapang paru, wheezing (-).

Berapakah skor penilaian CURB-65 pasien?


A. 0
B. 1
C. 2
D. 3
E. 4
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”,
penyebaran bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang
tampak karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat
inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Penanganan Pneumonia
• Pneumonia dapat ditangani secara rawat
jalan atau rawat inap tergantung dari
keparahan penyakit
• Penentuan rawat inap atau rawat jalan
dapat menggunakan skoring CURB-65 atau
Pneumonia Severity Index (PSI)
CURB-65

https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
Pneumonia Severity Index

https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
15
SOAL

Tn. Triptolemus, berusia 22 tahun, datang ke IGD rumah sakit dengan


keluhan sesak nafas disertai demam sejak 3 hari yang lalu. Pada awalnya
pasien batuk dengan dahak berwarna seperti karat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 116x/menit, napas
32x/menit, suhu 39,8C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi sonor,
auskultasi ronki kasar paru kanan, vocal fremitus meningkat. Dari pemeriksaan
foto thorak didapatkan konsolidasi dan infiltrat pada paru kanan.
Jika pasien dirawat inap, pakah terapi yang akan diberikan pada pasien
tersebut?
A. Kotrimoxazol oral 3x960mg/hari
B. Kloramfenikol IV 4x1gr
C. Cefadroxil oral 3x250mg
D. Ceftriakson IV 1x2gr
E. Metronidazol oral 3x500mg
Management

American Thoracic Society Guidelines for CAP.


Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
• Rawat jalan
– Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• β laktam atau β laktam + anti β laktamase
• Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
– Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
• β laktam + anti β laktamase
• β laktam ditambah makrolid

• Rawat inap non-ICU


– Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
– β laktam ditambah makrolid

• ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: β laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Pasien Keterangan
Rawat Jalan Pasien yg sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya :
• Golongan β laktam atau β laktam ditambah anti β
laktamase ATAU
• Makrolid baru (Klaritromisin, azitromisin)
Pasien dgn komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
• Florokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin)
ATAU
• Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
• β laktam ditambah makrolid

Rawat Inap non ICU Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
ATAU
β laktam ditambah makrolid
Ruang Rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
• β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru
atau floroquinolon respirasi IV
Pertimbangan Khusus Bila ada faktor risiko pseudomonas:
• Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime,
imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
• Tambahkan vankomisin atau linezolid
16
SOAL

Tn. Leorio, berusia 63 tahun datang dengan keluhan batuk-batuk dan


sesak sejak 3 hari SMRS. Pasien diketahui memiliki riwayat mengalami
stroke 1 tahun yang lalu. Sejak itu ia banyak menghabiskan waktunya di
tempat tidur & sering tersedak ketika makan.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR


80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
ronki basah kasar di basal paru, pada foto thorax didapatkan adanya
infiltrat.

Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?


A. Pneumonia komunitas
B. Pneumonia aspirasi
C. Hospital acquired pneumonia
D. Ventilator associated pneumonia
E. TB paru
PNEUMONIA ASPIRASI
• Aspiration pneumonia is a vague term that
refers to pulmonary abnormalities following
abnormal entry of endogenous or
exogenous substances in the lower airways.
• It is generally classified as:
– Aspiration (chemical pneumonitis)
– Primary bacterial aspiration pneumonia
– Secondary bacterial infection of
chemical pneumonitis
Etiology
CAP- Aspiration Pneumonia
• Generally results from predominantly anaerobic mouth bacteria
– (anaerobic and microaerophilic streptococci, fusobacteria, gram-
positive anaerobic nonspore-forming rods), Bacteroides species
(melaninogenicus, intermedius, oralis, ureolyticus), Haemophilus
influenzae, and Streptococcus pneumoniae
• Rarely caused by Bacteroides fragilis (of uncertain validity
in published studies) or Eikenella corrodens
• High-risk groups:
– the elderly;
– alcoholics;
– IV drug users;
– patients who are obtundedstroke victims; and
– those with esophageal disordersseizures, poor dentition, or
recent dental manipulations.
Etiology
HAP- Aspiration Pneumonia
• Often occurs among:
– elderly patients and others with diminished gag reflex;
– those with nasogastric tubes, intestinal obstruction, or ventilator support; and
– especially those exposed to contaminated nebulizers or unsterile suctioning.
• High-risk groups:
– seriously ill hospitalized patients (especially patients with coma,
acidosis, alcoholism, uremia, diabetes mellitus, nasogastric intubation,
or recent antimicrobial therapy, who are frequently colonized with
aerobic gram- negative rods);
– patients undergoing anesthesia;
– those with strokes, dementia, or swallowing disorders;
– the elderly; and
– those receiving antacids or H2 blockers (but not sucralfate).
• Hypoxic patients receiving concentrated O2 have diminished
ciliary activity, encouraging aspiration.
Pemeriksaan
Laboratorium
• CBC: leukocytosis often present.
• Sputum Gram stain.

Imaging
• Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy
infiltrates and posterior segment upper lobes. Chemical
pneumonitis typically affects the most dependent regions
of the lungs.
• Aspiration pneumonia of several days’ or longer
duration may reveal necrosis (especially community-
acquired anaerobic pneumonias) and even cavitation
with air-fluid levels, indicating lung abscess.
Tatalaksana
Community-acquired anaerobic aspiration pneumonia
• clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally).
• Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used.
• Alternative oral agents include:
– amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily),
– amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily).
– Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.

Hospital-acquired aspiration pneumonia:


• Piperacillin-tazobactam 3.375 g IV q6h, or
• cefoxitin 2 g IV q8h ± vancomycin IV to cover MRSA.
• Alternative agents are ceftriaxone 1 g IV q24h plus metronidazole 500 mg
IV q6h or 1 g IV q12h.
• Confirmed Pseudomonas pneumonia should be treated with
antipseudomonal beta-lactam agent plus an aminoglycoside until
antimicrobial sensitivities confirm that less toxic agents may replace the
aminoglycoside.
• Do not use metronidazole alone for anaerobes.
17
SOAL

Ny. Hesperia, berusia 45 tahun mengeluhkan sesak nafas yang


semakin memberat sejak 3 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat
gagal jantung sejak 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki di basal kedua paru, TD


150/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi pernafasan 36x/menit,
suhu 37.

Mekanisme yang mendasari keluhan pasien tersebut adalah…


A. Penumpukan cairan eksudat di alveoli
B. Penumpukan cairan transudat di alveoli
C. Penurunan tekanan onkotik paru
D. Penumpukan cairan di cavum pleura
E. Penurunan tekanan hidrostatik vaskuler
Edema Paru Akut
• Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang
bisa dikeluarkan.
• Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit
jantung maupun penyakit di luar jantung ( edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik ).
• Edem paru kardiogenik disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik
• Edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang
menyebabkan meningkatnya cairan dan protein
masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus
Edema Paru Akut
• Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah
atau melalui saluran limfatik.
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang-
kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Pemeriksaan Radiologi
• Edema paru kardiogenik
– Pemeriksaan radiologi polos dada
• menunjukkan adanya kardiomegali,
• redistribusi pembuluh darah paru,
• infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan
• efusi pleura
• Pada edema paru non kardiogenik
– biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi
di seluruh lapang paru, dengan tidak adanya
kardiomegali atau efusi pIeura.*
Gambaran Radiologi pada
Edema Paru Kardiogenik
• Kerley B lines (septal lines)  penebalan garis septa
parenkim paru, +- tebal 1 mm dan panjang 1 cm,
tegak lurus terhadap permukaan pleura, ditemukan
pada perifer paru
• Efusi pleura  biasanya bilateral, sisi kanan lebih
besar dari kiri. Jika unilateral, lebih sering di sisi kanan
• Peribronkial cuffing  gambaran cairan pada
dinding bronkus
• Batwing’s appearance  opasitas perihiler bilateral
• Kardiomegali (tidak selalu ada)
Batwing’s appearance Kerley B lines (panah putih) Peribronchial cuffing
18
SOAL

Tn. Kurapika, berusia 59 tahun datang ke RS dengan keluhan batuk sejak


2 bulan terakhir. Keluhan disertai sesak yang tidak berkurang dengan
istirahat.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, HR


80x/mnt dan RR 26x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan
didapatkan perkusi pekak pada seluruh lapangan hemithoraks kanan.

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan (Slide berikut)

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


A. Efusi pleura dextra
B. Atelektasis
C. Emfisema paru
D. Malignansi pada paru kanan
E. Bronkopneumonia
Gambar pada Soal

perselubungan homogen pada


seluruh hemithoraks dekstra
disertai penarikan trachea dan
mediastinum ke sisi kanan
ATELEKTASIS
• Atelectasis describes the loss of lung volume
due to the collapse of lung tissue.
• Atelectasis can be divided
pathophysiologically into:
– Obstructive atelectasis
• consequence of blockage of an airway  the
affected regions become gasless and then collapse.
– Non obstructive atelectasis.
• loss of contact between the parietal and visceral pleurae,
parenchymal compression, surfactant dysfunction,
replacement of lung tissue by scarring or infiltrative
disease, and strong vertical acceleration forces.
Atelectasis
• Clinical manifestation (depends
on rapidity of occlusion
development)
– Pain on the affected side,
sudden onset of dyspnea, and
cyanosis.
– Hypotension, tachycardia,
fever, and shock may also
occur.
• Lung examination
– Dullness to percussion over the
involved area and diminished
or
absent breath sounds. – The trachea and the
heart may be Mediastinal displacement,
opacification, and loss of volume
deviated toward the affected are present in the right hemithorax
side.
Treatment
• Depends on etiology.
• Nonpharmacologic therapies for improving cough
and clearance of secretions from the airways:
– chest physiotherapy + postural drainage
– chest wall percussion and vibration
– forced expiration technique (huffing)
• Medication:
– Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics)
• decrease muscle tone in both the small and large airways in the
lungs, thereby increasing ventilation
– Mucolytics (N-acetylsistein)
• May promote sputum removal of thick mucous plugs
– Antibiotics
• To treat underlying bronchitis or postobstructive infection
• Chronic atelectasis is treated with segmental resection
or lobectomy.
19
SOAL

Laki laki usia 52 tahun, dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
sejak 3 bulan yang lalu. Tekanan darah 160/80 mmHg, frekuensi
nadi 98 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, suhu 38 0C,
terdapat rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan roentgen toraks
tampak gambaran kistik multiple dengan isi cairan pada bronkus dan
cabangnya. Diagnosis pasien ini adalah...
A. Bronkiektasis
B. PPOK
C. Pneumonia lobaris
D. Bronkopneumonia
E. TB paru
Bronchiectasis
• Bronchiectasis:
– Major causes: obstruction & infection

– Bronchial obstruction  impaired clearing mechanisms  pooling


of secretions distal to the obstruction & airway inflammation

– Bronchiectasis causes severe, persistent cough; expectoration of foul-


smelling, sometimes bloody sputum; dyspnea and orthopnea in
severe cases; and occasional life-threatening hemoptysis.

– Paroxysms of cough are particularly frequent when the patient rises


in the morning, when changes in position lead to drainage of
collections of pus and secretions into the bronchi.

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010.
BRONKIEKTASIS
• Gejala dan Tanda:
– Dilatasi patologis bronkus
– Obliterasi percabangan berikutnya
– Retensi sekret
– Peradangan kronik pada jaringan setempat

• Klasifikasi:
– Kongenital (immotile cilia syndrome, defisiensi
enzi afa-antitripsin, sindrom kartagener.
– Akuisita (infeksi saluran nafas bawah berulang)
Bronkiektasis

Sputum 3 lapis pada


bronkiektasis
• Busa
• Saliva/cairan jenih
• Pus/ endapan
Tipe bronkiektasis (Lynne Reid)
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis bronkiektasis didasarkan pada riwayat klinis produksi
dahak kental harian dan temuan computed tomography (CT) scan.
• Rontgen toraks biasanya merupakan pemeriksaan pencitraan awal,
tetapi temuannya sering tidak spesifik, dan gambarnya dapat terlihat
normal.
– Penebalan dinding saluran pernafasan, sekresi yang banyak juga
dapat menyebabkan gambaran opaq pada tubular.
– Pada bronkiektasis sakular akan memeperlihatkan ruangan cystic dengan
atau tanpa air fluid level (honeycomb appearance)
• Computed tomography resolusi tinggi (HRCT) menjadi modalitas
gold standard
– Pemindaian HRCT bersifat non-invasif dan memiliki sensitivitas 96%
dan spesifisitas 93%.
• Sebelum munculnya HRCT, bronkografi adalah modalitas klasik
yang digunakan untuk pencitraan bronkiektasis.
– Bronkografi dilakukan dengan memberikan bahan kontras yodium
melalui kateter atau bronkoskop,
– Jarang dilakukan sekarang ini.
A posterior-anterior chest radiograph with
walls of airways dilated and thickened
(arrow) in the right upper lobe as seen in
allergic bronchopulmonary aspergillosis. In
the left upper lobe are airways filled with
mucus and cellular debris.
CT Scan

Three types of bronchial dilatation can be seen in patients with bronchiectasis, and their appearanc

Paediatric multi-detector row chest CT: What you really need to know - Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/Three- types-of-bronchial-dilatation-can-be-seen-in-patients-with-bronchiectasis-and_fig15_225307387
[accessed 16 May, 2018]
Tatalaksana Bronkiektasis
• Pengobatan bronkiektasis terinfeksi diarahkan pada
kontrol infeksi aktif dan perbaikan dalam
pembersihan sekresi dan kebersihan bronkus
sehingga dapat mengurangi patogen dalam saluran
udara dan meminimalkan risiko infeksi berulang.
• Antibiotik harus diberikan pada eksaserbasi, jenis
yang dipakai sebaiknya yang mampu mengatasi
patogen penyebab harus diberikan pada eksaserbasi
akut, biasanya untuk 14 hari.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Untuk terapi oral:
– tanpa data kultur bisa memakai fluoroquinolon.
– Untuk pasien yang kultur sputumnya tidak menunjukkan H. influenzae atau
Pseudomonas penghasil beta-laktamase: amoxicillin, 500 mg tiga kali
sehari, atau macrolide.
– Jika hasil kultur adalah H. influenzae penghasil beta-laktamase:
amoksisilin- klavulanat, generasi kedua atau ketiga sefalosporin,
azitromisin atau klaritromisin, doksisiklin, atau fluoroquinolone.
– Jika positif P. Aeruginosa, sebaiknya disesuaikan dengan pola resistensi.
Jika tidak ada resistensi yang diketahui terhadap kuinolon, bisa memakai
ciprofloxacin, 500 hingga 750 mg dua kali sehari.
• Jika terdapat indikasi rawat (peningkatan frekuensi pernafasan
≥25x/menit, hipotensi, suhu ≥38˚C, hipoksemia (saturasi oksigen pulsa
<92%), atau gagal antibiotik oral), pemberian antibiotik sebaiknya
disesuaikan dengan kultur darah atau terapi empiris sesuai data resistensi
lokal
Tatalaksana Bronkiektasis
• Kebersihan bronkial juga merupakan tatalaksana
yang penting untuk mencegah eksaserbasi.
• Berbagai pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan
pembersihan sekresi pada bronkiektasis termasuk
pemberian hidrasi dan mukolitik, aerosolisasi
bronkodilator dan agen hiperosmolar (misalnya, saline
hipertonik dan manitol), dan fisioterapi dada.
• Untuk pasien yang mengalami eksaserbasi rekuren
(minimal 2-3 kali dalam setahun) disarankan untuk
mengkonsumsi antibiotik jangka panjang seperti makrolid,
atau antibiotik inhalasi (misal tobramycin aerosolized)
sesuai dengan kultur sputum.
20
SOAL

Tn. Flame Pillar Kyojuro, 63 tahun, datang dengan keluhan sesak


yang semakin berat sejak 5 hari. Sesak sudah dirasakan sejak 1
tahun terakhir. Pasien memiliki riwayat bekerja sebagai
penambang batubara sejak usia 20 tahun.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 125/80, N 89x/mnt, R


32x/mnt, S 36.7C. Dari pemeriksaan rontgen dada didapatkan
kalsifikasi berupa gambaran eggshell pada daerah perihiller kanan.

Diagnosis yang tepat pada pasien tersebut adalah...


A. Pneumokoniosis
B. COPD
C. Pneumonia
D. TB paru
E. Fibrosis paru idiopatik
Occupational Lung Disease
Disease Exposure Clinical Findings
Silicosis Silica in mining, quarrying, and tunneling; Diffuse airspace or ground-glass
stonecutting, polishing, and cleaning disease in a perihilar distribution with
monumental masonry; sandblasting and air bronchograms.
glass manufacturing, foundry work, pottery Egg-shell calcifications in hilar and
and porcelain manufacturing, brick lining, mediastinal lymph nodes
boiler scaling, and vitreous enameling, Coal
miners
Byssinosis Textile workers exposed to the dust of cotton, Acute dyspnea, cough, wheezing
flax, hemp, and jute Xray:diffuse, ill-defined haziness,
predominantly in the lower lung
zones
Bagassosis Hypersensitivity Pneumonitis caused due to Shortness of breath, coughing blood,
inhalation of sugarcane fiber waste low grade fever.
Xray: mottling of lungs or may show a
shadow.
Farmers breathing in dust containing the spores of Diffuse air-space consolidation is
lung special, heat-tolerating bacteria or moulds typical of acute farmer's lung (with
often found on moldy crops. Spores from two acute antigen exposure). Nodular or
types of bacteria, "Micropolyspora faeni" and reticulonodular pattern is
"Thermoactinomyces vulgaris", and certain characteristic of the subacute phase
types of moulds called "Aspergillus"
Silikosis
• Agen : debu silika bebas(free-crystalline
silica), (bedakan dengan silikat !)
 SiO2 , kristal heksagonal (bentuk amorf tak berbahaya)
 Mineral plg banyak di bumi
 Berisiko jika kandungan SiO2 >1%
 Sumber : pasir kwarsa, batu granit, tanah gerabah, dll
 Pekerja berisiko : tambang, drilling, keramik, sand
blaster, industri ampelas/gerinda, pencetakan logam
• Penyakit yang sering menyertai : tbc,
penyakit obstruktif paru, kanker
• Dibagi Menjadi Silikosis kronik,
berkembang (accelerated), dan akut
• SILIKOSIS AKUT :
o Akibat paparan dengan dosis sangat tinggi
dalam waktu beberapa minggu – tahun (1 – 3
tahun)
o Pekerja berisiko : sandblaster, flint crusher, keramik
o Keluhan & gejala : sesak, febris, batuk, berat
badan turun
o Gejala lain : sering diserta odema paru atau
extrinsic allergic alveolitis
o Komplikasi silikosis
 Tuberkulosis dan infeksi aportunis
 Pnemotoraks
 Rematoid dan penyakit kolagen lain
 Penyakit ginjal
 Kanker paru
Silikosis
• Silikosis Kronik • Silikosis berkembang
 Setelah terpapar > 20 hilus)
tahun pada dosis rendah
 Umumnya tanpa keluhan.
 Keluhan (bila ada) :
napas pendek dan batuk
 Dapat berkembang menjadi
bentuk progresif :
progressive massive fibrosis
(pmf)
 Progresif : penurunan
fungsi (restriksi), distorsi
bronki.
 Komplikasi : kegagalan
kardio-
respirasi
 Radiologis : egg shell
calcification
(pengkapuran getah bening
 Akibat paparan pada
dosis tinggi > 5 tahun
 Secara cepat berkembang
menjadi pmf
 Keluhan napas
pendek muncul
lebih awal
 Cepat mengalami
hipoksia
 Nodul mengalami
konsolidasi
membesar > 1 cm
Pemeriksaan
• CT is the modality of choice for evaluating lung
pathologies, such as benign and malignant neoplasms,
infections, various interstitial lung diseases (ILDs) and
pneumoconiosis.
• In the pleura, effusions, empyema, pneumothorax and
tumours and in the mediastinum, lymphadenopathy
and neoplasm are well assessed.
• HRCT is a technique used for evaluating exquisite details
of the lung parenchyma.
• HRCT can detect pathologies, which are not apparent on
plain chest radiographs and has changed the
management of patient with ILDs and airway pathology.
Silikosis

Silicosis with Progressive Massive Fibrosis. There are large conglomerate upper lobe "masses" (black
arrows). Multiple enlarged and calcified hilar lymph nodes are seen, many with rim-like or "egg-
shell" calcification (white arrows). There is scarring in both lower lobes (green arrows).
Silikosis

High-resolution CT images of advanced coal-worker's pneumoconiosis with parenchymal nodules,


calcifications, and progressive and massive fibrosis. Advanced-stage silicosis is indistinguishable from
this condition.
21
SOAL

Ny. The Insect Pillar Shinobu, berusia 38 tahun datang ke UGD RS dengan
keluhan sesak napas disertai mengi sejak 3 jam yang lalu. Pasien diketahui
memiliki riwayat asma, berobat teratur dan biasa menggunakan bronkodilator
inhalasi.
Sebelum ke UGD RS pasien sempat menggunakannya namun tidak ada
perubahan.
Pemeriksaan fisis didapatkan kesadaran CM, TD 130/80, N 100x/mnt, RR
38x/mnt dangkal, S 37,4oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wheezing di
kedua lapang paru. Bila diajak berbicara, pasien tidak dapat menyelesaikan satu
kata secara utuh.

Apakah kemungkinan hasil pemeriksaan analisa gas darah pada pasien


tersebut?
A. pH meningkat
B. PCO2 meningkat
C. PO2 meningkat
D. HCO3 meningkat
E. PO2 meningkat
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
Metabolic
Acidosis
Metabolic
Alkalosis
Kelainan Asam-Basa Tubuh dengan
Reaksi Kompensasinya

(K)*

(K)*

(K)*

(K)*

*(K) adalah reaksi kompensasi yang terjadi akibat gangguan


keseimbangan pH
22
SOAL

Tn. Phaeton, berusia 47 tahun datang ke Ruamh sakit dengan keluhan


sesak disertai dengan bunyi ngik sejak 1 hari yang lalu. Sesak disertai
dengan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan. Pasien juga mengeluh Pilek
(+) sekret warna hijau kekuningan. Pasien mempunyai riwayat gangguan
jantung dan nyeri dada. Ibu dan nenek pasien punya riwayat asma dan
keduanya telah meninggal.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt,


RR 22x/mnt dan suhu 37C.

Obat batuk apa yang tepat diberikan kepada pasien?


A. Kodein
B. Noskapin
C. Dekstrometorfan
D. Difenhidramin
E. Bromhexin
Batuk
• Definisi
 Merupakan mekanisme proteksi untuk membersihkan
sekresi dan benda asing pada tracheo-bronchial tree.

• Mekanisme
 Sebagai mekanisme defensif  punya afferent and
efferent pathways.
 The afferent limb includes receptors within the sensory
distribution of the trigeminal, glossopharyngeal,
superior laryngeal and vagus nerves.
 The efferent limb includes the recurrent laryngeal nerve and
the spinal nerves.
Tipe Batuk

• Non-productive (dry): No useful purpose,


increases discomfort to the patient 
needs suppression
• Productive (tenacious): Presence of
excessive sputum  suppression not desired
 needs coughing/clearing out of the
sputum
Klasifikasi Obat Batuk
• Pharyngeal demulcents: Lozenges, cough drops, linctuses
containing syrup, Glycerine, Liquorice
• Expectorants:
1. Mucokinetics (Bronchial secretion enhancers): Sodium or
potassium citrate, Potassium iodide, Guaphenisin (Glyeryl
guaiacolate), balsum of Tolu, Vasaka, Ammonium chloride.
2. Mucolytics: Bromhexene, Ambroxol, Acetylcystein, Carbocystein
• Antitussives (Cough center supressants):
a) Opioids: Codein, Pholcodein
b) Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
c) Antihistaminics:Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
• Adjuvant antitussives:
Bronchodilators: Salbutamol, Terbutaline
Pharyngeal demulcents

• Melegakan tenggorokan dan


mengurangi impuls aferen dari mukosa
faring yg mengalami inflamasi/iritasi
• E.g: Lozenges, cough drops, linctuses
containing syrup, Glycerine,
Liquorice
Expectorants
• Meningkatkan sekresi bronkus atau
mengurangi viskositasnya 
mempermudah pengeluaran dahak
 Mucokinetics (Bronchial secretion enhancers) 
Sodium or potassium citrate, Potassium iodide,
Guaphenisin (Glyeryl guaiacolate), balsum of
Tolu, Vasaka, Ammonium chloride.
 Mucolytic  Bromhexene,
Ambroxol, Acetylcystein,
Carbocystein
Antitussives
(Cough Center Suppresant)
• Mekanisme
 Di CNS  meningkatkan ambang pusat batuk (and/or)
 Di perifer  mengurangi impuls batuk dari saluran pernapasan
• Gunakan hanya untuk batuk kering non produktif (or)
• Batuk sangat mengganggu, menganggu tidur (or)
• Terkait dgn penyakit lain (hernia,cardiac, ocular surgery)

Contoh
 Opioids: Codein, Pholcodein
 Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
 Antihistaminics: Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
23
SOAL

Seorang perempuan berusia 22 tahun datang ke praktik dokter dengan keluhan


batuk yang tidak kunjung sembuh. Semenjak 3 tahun terakhir pasien juga sering
batuk kering dan sesak hilang timbul, tapi membaik jika pasien minum obat
batuk warung. Sejak 3 tahun yang lalu itu juga, pasien mempunyai riwayat sering
demam pada malam hari dan sering terdapat memar pada tungkai dan palmar.
Terkadang pasien juga sering nyeri sendi terutama pada lutut.

PF konjungtiva anemis, Hb 10 g/dL, leukosit 8500 x 103/µL dan trombosit 168.000


x 103/µL.

Diagnosis apakah yang utama pada pasien ini?


A. TB paru
B. Sarcoidosis
C. Silicosis
D. Asbestosis
E. Asma Persisten Sedang
Sarcoidosis
• Sarcoidosis adalah penyakit langka yang
menyebabkan bengkak-bengkak kulit
yang kemerahan dan kecil, disebut
granuloma.
• Sarcoidosis mempengaruhi paru-paru dan kulit
• Gejala utama sarcoidosis:
– Lesi nodus kemerahan di kulit
– Sesak nafas
– Batuk kering yang persisten
• Pada beberapa orang dengan sarcoidosis
gejala dapat membaik tanpa terapi, atau biasa
gejala bersifat ringan.
https://www.nhs.uk/conditions/sarcoidosis/
https://foundation.chestnet.org/patient-education-resources/sarcoidosis/
24
SOAL

Seorang pasien perempuan 30 tahun datang dengan


keluhan mual dan muntah 4 hari. Diketahui bahwa
teman- temannya banyak menderita hal serupa. Hasil
pemeriksaan fisik suhu 370C dan sklera ikterik.
Pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk
menegakkan diagnosis adalah...
A. IgM anti-HAV
B. IgG anti-HAV
C. HbsAg
D. Anti HCV
E. HbeAg
Hepatitis A
• Hepatitis A IgM
antibodies are
usually detectable
3 to 4 weeks after
an initial exposure
and
return to normal after
about 8 weeks.
• Hepatitis A IgG
antibodies may begin
to develop 2 weeks
after the IgM
antibodies increase
to a high level.
Hepatitis A
Hepatitis A
Epidemiology
• Transmitted by the fecal-oral route
� The virus is hardy, surviving on human hands and
inanimate objects (fomites) .
�Transmission of hepatitis A from hospitalized patients with
unsuspected disease to staff is well recognized
• Prevalent in the economically developing regions of
Africa, Asia and Latin America where seroprevalence rates
approach 100% and most infections occurs by age 5
• Infection confers lifelong immunity
• Seroprevalence rates are approximately 33% in the US
• Rates of HAV have been decreasing over past 20yrs
secondary use of vaccine and improvements in
hygiene, sewage disposal and food safety
Hepatitis A
Clinical Presentation
� Often asymtomatic in children
� May begin with nonspecific prodrome of fever,
malaise, weakness, anorexia, nausea, vomitting,
arthralgias, mylagias and upper respiratory symptoms
� This is followed by 1-2 wks dark urine, jaundice,
mild pruritus and slight liver enlargement and
tenderness
� Labs reflect hepatocellular injury and
aminotransferase levels may be elevated between 500
and 5000; serum bilirubin usually peaks later then
transaminase levels but usually remains less then
10mg/dl
� Most patients have normalization of LFTs within
6 months
Hepatitis A
Diagnosis
• Diagnosis requires presence of serum
HAV IgM;
• IgM antibody persists for 3-6 months
after onset of symptoms
25
SOAL

Seorang Laki-laki usia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan utama badan


kuning sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR


20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
sklera ikterik dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kenaikan tes fungsi hati dan IgM anti HAV (+).

Apakah terapi farmakologis yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Hepatoprotektor
B. Vaksin
C. Immunoglobulin
D. Lamivudin
E. Interferon
Hepatitis A
• Treatment generally involves supportive care,
with specific complications treated as
appropriate.
– Initial therapy often consists of bed rest.
– Nausea and vomiting are treated with antiemetics.
– Dehydration may be managed with hospital admission and
intravenous (IV) fluids.
– In most instances, hospitalization is unnecessary.
– The majority of children have minimal symptoms;
adults are more likely to require more intensive care,
including hospitalization.
– Acetaminophen may be cautiously administered but is
strictly limited to a maximum dose of 3-4 g/day in
adults.
– Hepatoprotektor  curcuma
http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9
26
SOAL

Ny. Ius Wardhana, 20 tahun, datang ke klinik untuk berkonsultasi


dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium. Pasien
mengaku bahwa pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap
namun tetap ingin memastikan karena pasien akan mendaftar ke
sekolah keperawatan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HBsAg negatif, anti HBs


positif, anti HBc negatif, HBeAg negatif dan anti HBeAg negatif.

Apakah interpretasi hasil serologi tersebut?


A. Infeksi hepatitis B akut
B. Infeksi Hepatitis B kronik
C. Fase penyembuhan infeksi hepatitis B
D. Pernah terinfeksi virus hepatitis B
E. Pernah mendapatkan vaksin hepatitis B
Hepatitis B clinical course
HEPATITIS VIRUS
• HBsAg (the virus coat, s= surface)
–the earliest serological marker in the serum.
HBeAg
Degradation product of HBcAg.
It is a marker for replicating HBV.
• HBcAg (c = core)
– found in the nuclei of the hepatocytes.
– not present in the serum in its free form.
• Anti-HBs
– Sufficiently high titres of antibodies
ensure imunity.
• Anti-Hbe
– suggests cessation of infectivity.
• Anti-HBc
– the earliest immunological response to HBV
– detectable even during serological gap.
Principle & practice of hepatology.
27
SOAL

Ny. Susamaru, berusia 37 tahun datang ke unit gawat darurat RS


dengan keluhan tubuh berwarna kuning. Keluhan disertai dengan
penurunan berat badan. Sebulan yang lalu pasien tertusuk jarum suntik
setelah menyuntikkan obat pada pasien hepatitis. Pasien adalah perawat
di RSUD.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut kuadran kanan


atas.

Apakah hasil pemeriksaan penunjang yang menunjukkan etiologi pada


kasus di atas?
A. HAV antibodi (+)
B. HBc antibodi (+)
C. HBs antigen (+)
D. HBs antibody (+)
E. HCV antibodi
Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai
macam penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat,
virus, alkohol, dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering
disebabkan oleh virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C,
D, E).
• Incubation periods
– hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4 weeks)
– hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12 weeks)
– hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks)
– hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.
Hepatitis
Risk of HBV, HCV and HIV Transmission
after Occupational Percutaneous Exposure

• HBV risk varies depending on


e- antigen status of source
person
 If e-antigen positive, risk is up
to 30%
 If e-antigen negative, risk is 1-6%
• HCV risk is 1.8% (range of 0
- 7%)
• HIV risk is 0.3% (range of 0.2
- 0.5%)
Occupational Transmission of HCV
• Inefficiently transmitted by occupational
exposures.
• Average incidence 1.8% (range 0-7%)
following percutaneous exposure from HCV-
positive source.
• Case reports of transmission from blood splash
to mucous membrane.
• Prevalence 1-2% among healthcare personnel
Lower than among adults in the general population
10 times lower than for HBV infection
28
SOAL

Seorang pasien pria bernama Tn. Subroto Cokroaminoto, berusia 57 tahun


datang ke Praktek dokter umum dengan keluhan pruritus dan kehilangan
berat badan dalam 1 bulan terakhir. Selain itu, didapatkan tinja pucat.

Pasien tampak ikterik. Didapatkan peningkatan alkalin fosfatase, Gamma-


GT dan hiperbilirubinemia direk.

Keadaan yang menjelaskan kondisi pasien dari pilihan di bawah ini


adalah...
A. Hiperbilirubinemia, dugaan keganasan hati
B. Primary sclerosing cholangitis
C. Obstruksi bilier, dugaan karena batu empedu
D. Obstruksi bilier, dugaan karena keganasan
E. Pankreatitis
Ikterus
Tumor Pankreas
• 90% tumor ganas pada eksokrin pankreas.
• Angka kematian tinggi, 98% meninggal.
• Faktor risiko
– Eksogen (merokok, diet tinggi lemak, alkohol,
kopi, zat karsinogen industri)
– Endogen (usia, riwayat penyakit pankreas)
– Genetik (mutasi gen K-ras, deplesi dan mutasi
gen p53, p16, DPC4, dan BRCA2)
Tumor Pankreas
Manifestasi klinis syndrome)
• Nyeri perut (90% kasus) • Perdarahan GI
• Penurunan BB lebih dari 10% • Edema tungkai
• Ikterus obstruktif (80-90% tumor kaput
pankreas)
• Gizi kurang
• Teraba massa padat pada
epigastrium, sulit digerakkan
• Ikterus dan pembesaran
kandung empedu (Cuorvoisier’s
sign)
• Hepatosplenomegai
• Nodul periumbilikus (Sister Mary
Joseph’s
nodule)
• Trombosis vena dan migratory
thrombophlebitis (Trousseau’s
Pemeriksaan Penunjang
• Lab (kenaikan serum amilase, lipase,
glukosa; anemia, hipoalbuminemia,
kenaikan bilirubin serim, alkali
fosfatase, gamma GT, PT memanjang,
kenaikan enzim transaminase, dsb
• Tumor marker (CEA naik pada 85%,
Ca 19-9 memiliki sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi)
• Radiografi (filling defect,
angka 3 terbalik)
• USG
• CT Scan
• MRI
• ERCP (menyingkirkan diagnosis
kelainan gastroduodenum dan
ampula Vateri)
• EUS (endoscopic ultrasonography)
Bile Duct Cancer/
Cholangiocarcinoma
• Cholangiocarcinomas are malignant
tumors that arise from the epithelium
of the intrahepatic or extrahepatic bile
ducts.
• Cholangiocarcinomas are rare compared
to hepatocellular carcinoma, comprising
less than 10% of primary malignancies
of the liver
• Cholangiocarcinomas can arise at any site
in the intra- or extrahepatic biliary
system, but perihilar tumors comprise
two-thirds of the cases of
cholangiocarcinoma
Holland-Frei Cancer Medicine. 6th edition
Clinical Presentation
of
Cholangiocarcinoma
• The usual clinical presentation of patients with
hilar cholangiocarcinoma is painless jaundice.
• Patients may also report concomitant onset of
fatigue, pruritus, fever, vague abdominal pain, and
anorexia.
• The serum liver function tests in patients with hilar
cholangiocarcinoma commonly demonstrate
obstructive jaundice, with alkaline phosphatase
and total bilirubin levels elevated in greater than
90% of patients
Holland-Frei Cancer Medicine. 6th edition
29
SOAL

Ny. Kacho Hui, 25 tahun, datang dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh mual, muntah dan perut nyeri di kanan
atas.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR
22x/menit, suhu 370C.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ssklera ikterik, venektasi dada (+), ascites (+),
edema tungkai (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan SGPT
meningkat moderat, bilirubin total 5,5 mg/dL (0.1 to 1.2 mg/dL), bilirubin direk
2,5 mg/dL (< 0,3 mg/dL) dan Urobilinogen di urin (+).

Dimanakah kemungkinan letak kelainan pada pasien ini?


A. Prehepatik
B. Intrahepatik
C. posthepatik
D. Prebilier
E. Postbilier
Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


Ikterus

Pathophysiology of disease
Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


Ikterus
30
SOAL

Seorang pasien wanita bernama Ny. Maria Arabella Arianto,


berusia 47 tahun datang ke IGD RS Citra Medika dengan keluhan
badan lemah. Keluhan pasien ini disertai mata serta badan
menguning. Pasien mengaku memiliki riwayat liver. PF
didapatkan adanya asites.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan Bilirubin total 5.

Pada kondisi ini, apakah yang mungkin mengalami penurunan?


A. Albumin
B. Kreatinin
C. Alkalin fosfatase
D. INR
E. SGOT/SGPT
Sirosis hepatis
• Definisi: stadium akhir dari fibrosis hepatik progresif
yang ditandai dengan distorsi bentuk hepar dan
pembentukan nodul degeneratif

• Terdapat 2 jenis
- Sirosis hepatis kompensata:
asimptomatikmasih terkompensasi
- Sirosis hepatis dekompensata: timbul
gejala klinisstigmata sirosis

• Etiologi:
- Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat
- Etiologi tersering di Indonesia: hepatitis B (40-50%)

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI


Patofisiologi
STIGMATA SIROSIS
31
SOAL

Ny. Lesch Nyhan, usia 28 tahun, datang ke tempat praktik Dokter dengan keluhan nyeri
pada ulu hati. Sudah berobat 2 bulan yang lalu, nyeri memberat 2 hari ini. Keluhan juga
timbul saat malam hari sehingga pasien terbangun dari tidur. Keluhan akan membaik
beberapa menit bila mengkonsumsi makanan dan beberapa jam bila mengkonsumsi
antasida. Pasien mengatakan akhir -akhir ini pekerjaan dikantor berat dan pasien
sering mengkonsumsi kopi.

Riwayat penggunaan obat hanya antasida, riwayat penyakit lain disangkal, pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Dokter meminta pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering
dan memberikan obat berupa H2 bloker.

Apa diagnosis pasien tersebut?


A. Gastritis
B. Tukak duodenum
C. Irritable bowel syndrom
D. Ca Gaster
E. Tukak gaster
Ulkus GI

Pain after eating Relief after eating, and pain


again after 2-5 hours
(gastric emptying time)
Duodenal Ulcer Gastric Ulcer
• May present < age 40 • Usually seen in
50-60 year
• Rarely associated
olds
with NSAID use
• Strong relationship
• Pain often on empty to NSAID use
stomach, better with • Pain usually worse
food or antacids after meals
• H. pylori in 90% to 100% • H. pylori in 70% to 90%

Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
Pemeriksaan Ulkus Peptikum
• Comprehensive history and physical exam
to exclude other diagnoses.
• Diagnostic modalities include endoscopy or
upper GI series.
• Endoscopy is preferred and remains the
gold standard for diagnosis of PUD. The
presence of a mucosal break ≥5 mm in the
stomach or duodenum confirms the
diagnosis.
Indikasi Esofagoduodenoskopi

• Diagnostic evaluation for signs or symptoms


suggestive of upper gastrointestinal (GI) disease (eg,
dyspepsia, dysphagia, noncardiac chest pain, or
recurrent emesis)
• Surveillance for upper GI cancer in high-risk settings
(eg, Barrett esophagus or polyposis syndromes)
• Biopsy for known or suggested upper GI disease
(eg, malabsorption syndromes, neoplasms, or
infections)
• Therapeutic intervention (eg, retrieval of foreign
bodies, control of hemorrhage, dilatation or stenting of
stricture, ablation of neoplasms, or gastrostomy
placement)
TATALAKSANA
• Medikamentosa:
ANTACID SITOPROTEKTIF
H2R Antagonis PPI

Memperingan gejala nyeri ulu hati/dyspepsia.


Antagonis reseptor H2,Inhibisi
sehingga menurunkan Sukralfat: sebagai
sekresi asam protek
lambung.
Paling umum digunakan : gabungan
Contoh: Al(OH)3ranitidine,
cimetidine, dan
H+/K+ATPase.
Mg(OH)2 Membentuk lapisan peli
famotidine, nizatidine.
Bekerja dengan menetralisir asam lambung berlebihan
Bekerja amat poten dalam menghambat
Meningkatkan asam l
proliferas
Onset dalam 26 jam dengan durasi aksi 72- 96 j
Contoh obat: omeprazole, lansoprazole, esome
32
SOAL

Ny. Yakult Doco, 19 tahun, datang dengan keluhan sering bersendawa.


Keluhan juga disertai dengan rasa terbakar didada tengah, dan
kadang- kadang makanan terasa naik ke kerongkongan. Hal ini sering
membuat pasien merasa mual namun tidak muntah. Riwayat sendawa
seperti ini sudah 1 bulan.

Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, PF: konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik -/-, abd: meteorismus, nyeri tekan epigastrik (-). Pada
pemeriksaan gastroskopi didapatkan hiperemis sepanjang esofagus.

Diagnosis pasien tersebut adalah…


A. GERD
B. Gastritits
C. Kolesistitis
D. Kolelithiatis
E. Pankreatitis
GERD
• Definition:
– Suatu gangguan di mana isi lambung mengalami
refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang
menyebabkan terjadinya gejala dan/atau
komplikasi yang mengganggu.

• Symptoms:
– Heartburn; midline retrosternal burning
sensation that radiates to the throat, occasionally
to the intrascapular region.
– Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation
of excessive saliva.

GI-Liver secrets
GERD

• Terdapat kelemahan pada sfingter


esofagus bawah  refluks
Clinical Presentation of GERD
Typikal
• Heartburn Ektraesofageal
• Regurgitation • Laryngitis
• Asthma
Atypikal • Sinusitis
• Chest pain • Chronic cough
• Nausea • Aspiration pneumonia
• Vomiting • Dental erosion

• Bloating • Bronchospasm

• Dyspepsia • Sore throat

• Epigastric pain

Badillo R, et al. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2014.


Richter JE. Gastroenterol Clin North Am. 2007.
Alarm symptoms
• Progressive dysphagia
• Odynophagia
• Unknown weight loss
• New onset anemia
• Hematemesis and/or melena
• Familiy history with
malignancy of
stomach and/or
esophagus.
• Persistent vomiting
GERD-Q
Frekuensi skor untuk
No. Pertanyaan
gejala
0 2-3 4-7
1 hari
hari hari hari
Seberapa sering Anda mengalami perasaan terbakar di bagian belakang
1. 0 1 2 3
tulang dada Anda (heartburn)
Seberapa sering Anda mengalami naiknya isi lambung ke arah
2. 0 1 2 3
tenggorokan/mulut Anda (regurgitasi)
Seberapa sering Anda mengalami nyeri ulu hati?
3. 3 2 1 0

Seberapa sering Anda mengalami mual?


4. 3 2 1 0

Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh karena rasa
5. 0 1 2 3
terbakar di dada (hearburn) dan/atau naiknya isi perut?
Seberapa sering Anda meminum obat tambahan untuk rasa terbakar di
6. dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut (regurgitasi), selain yang 0 1 2 3
diberikan oleh dokter Anda? (seperti obat maag yang dijual bebas)

• Poin GerdQ < 7  GERD may be unlikely


• Poin GerdQ 8-18  probably GERD

Konsensus Nasional Penatalaksanaan GERD di Indonesia. 2013


GERD Classification
• Non-erosive reflux disease/NERD
– 60-70% of GERD
– Normal
endoscopy

• Erosive esophagitis
– 20-30% of GERD
– Endoscopy found mucosal break in esophagus
Indication for Endoscopy
• Endoscopy in GERD indicated for patients:
– Had alarm symptoms
– The patient does not respond to the PPI
empirical therapy with a dose of 2 times a day.

• Endoscopy in GERD
– The findings of reflux esophagitis has specificity of
90- 95% for GERD.
– Los Angeles or Savary-Miller classification for
severity of esophagitis.

ASGE. Gastrointest Endosc. 2007


Konsensus Nasional Penatalaksanaan GERD di Indonesia. 2013
33
SOAL

Ny. Nano Mono, 32 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan


radang tenggorokan dan panas di dada seperti terbakar sejak 1 bulan
terakhir. Akhir-akhir ini pasien mengaku sering merasa asam dan
pahit pada tenggorokkan. Terkadang juga terasa mual tapi tidak
sampai muntah.

TD 120/80, HR 75x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,9oC. Pada pemeriksaan


fisik ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.

Bagaimana edukasi pasien yang tepat?


A. Makan makanan besar dalam interval yang panjang
B. Bila ingin tidur setelah makan setidaknya diberi jarak 2-3 jam
C. Tidur kepala lurus tanpa bantal
D. Rokok tidak mempengaruhi keluhan pasien
E. Makan makanan berlemak
GERD

• Terdapat kelemahan pada sfingter


esofagus bawah  refluks
GERD

• Management:
– Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
– Surgery is encouraged for the fit patient who requires
chronic high doses of pharmacologic therapy to control
GERD or who dislikes taking medicines.
– Endoscopic treatments for GERD are very promising, but
controlled long-term comparative trials with proton
pump inhibitors and/or surgery are lacking.
GERD
34
SOAL

Seorang perempuan usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati.
Pada anamnesis didapatkan riwayat pasien sering terlambat makan dan
suka makanan pedas.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR


20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri epigastrik. Pasien kemudian diberikan obat antasida. Setelah
meminum obat tersebut pasien mengeluh sulit BAB.

Apakah senyawa kimia dalam obat tersebut yang menyebabkan keluhan


pasien ini?
A. AL (OH)3
B. Mg (OH)2
C. NaOH2
D. Ca (OH)2
E. K (OH)2
Acid Controlling Agents
• Types of Acid-Controlling Agents
 Antacids
 H2 antagonists
 Proton pump inhibitors
Antacids: Drug Effects
• Reduction of pain associated with acid-
related disorders
 Raising gastric pH from 1.3 to 1.6 neutralizes 50% of the
gastric acid
 Raising gastric pH 1 point (1.3 to 2.3) neutralizes 90% of
the gastric acid
 Reducing acidity reduces pain
• Antacids DO NOT prevent the over-production
of acid
• Antacids DO neutralize the acid once it’s in
the stomach
Aluminum Salts
• Forms: carbonate, hydroxide
• Have constipating effects
• Often used with magnesium to counteract constipation
• Examples
 Aluminum carbonate: Basaljel
 Hydroxide salt: AlternaGEL
 Combination products (aluminum and magnesium): Gaviscon,
Maalox, Mylanta, Di-Gel
Magnesium Salts
• Forms: carbonate, hydroxide, oxide, trisilicate
• Commonly cause diarrhea; usually used with other agents
to counteract this effect
• Dangerous when used with renal failure —the failing
kidney cannot excrete extra magnesium, resulting in
hypermagnesemia
• Examples
– Hydroxide salt: magnesium hydroxide (MOM)
– Carbonate salt: Gaviscon (also a combination product)
– Combination products such as Maalox,
Mylanta (aluminum and magnesium)
Calcium Salts
Forms: many, but carbonate is most common
• May cause constipation
• Their use may result in kidney stones
• Long duration of acid action may cause increased
gastric acid secretion (hyperacidity rebound)
• Often advertised as an extra source of dietary calcium
– Example: Tums (calcium carbonate)
Sodium Bicarbonate
• Highly soluble
• Buffers the acidic properties of HCl
• Quick onset, but short duration
• May cause metabolic alkalosis
• Sodium content may cause problems in
patients with HF, hypertension, or
renal insufficiency (fluid retention)
35
SOAL

Ny. The Mist Pillar Muichiro, usia 30 tahun, dengan keluhan utama nyeri
pada ulu hati jika terlambat makan. Pasien sudah mengalami gejala-gejala
tersebut semenjak kuliah dan akan kambuh jika pasien terlambat makan
atau mengkonsumsi makanan pedas atau asam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR


20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri
tekan epigastrium.

Apakah tata laksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Ranitidine 2x150 mg
B. Ranitidine 3x150 mg
C. Famotidine 2x50 mg
D. Famotidine 2x40 mg
E. Famotidine 3x40 mg
DISPEPSIA
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari
daerah abdomen bagian atas.

• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa
gejala berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran
cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik &


fungsional.
– Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis
erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan
– Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga
bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis
ditegakkan.
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.
KLASIFIKASI DISPEPSIA FUNGSIONAL (ROMA III)
months prior to diagnosis
Epigastric pain syndrome
• Dispepsia fungsional dengan gejala
predominan nyeri epigastrium
• Diagnostic criteria* Must include all
of the following:
– Pain or burning localized to the
epigastrium of at least
moderate severity, at least once
per week
– The pain is intermittent
– Not generalized or localized to
other abdominal or chest regions
– Not relieved by defecation or passage
of flatus
– Not fulfilling criteria for
gallbladder and sphincter of Oddi
disorders
* Criteria fulfilled for the last 3
months with symptom onset at least 6
Post prandial
distress
syndrome
• Dispepsia fungsional dengan
gejala predominan gejala
ketidaknyaman pada perut
• Diagnostic criteria (Must include
one or both of the following):
– Bothersome postprandial fullness,
occurring after ordinary-sized
meals, at least several times per
week
– Early satiation that prevents
finishing a regular meal, at least
several times per week
* Criteria fulfilled for the last 3 months with
symptom onset at least 6 months prior to
diagnosis
• Supportive criteria
– Upper abdominal bloating
or postprandial nausea or
excessive belching can be
present
– Epigastric pain syndrome may coexist
Dispepsia
• Gejala predominan
– Nyeri epigastrium
 PPI
(omeprazole,
lansoprazole,
dll)
– Cepat kenyang,
mual, muntah
 Agen
prokinetik
(contoh:
metoklopramid,
domperidon)
• Dapat
dikombinasikan
antara PPI dan
agen prokinetik
Dispepsia
36
SOAL

Ny. The Love Pillar Mitsuri, usia 47 tahun datang dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 3 hari yang lalu, keluhan dirasa semakin
memberat. Pasien memiliki riwayat batu empedu. Pasien tampak dalam
posisi terpaksa membungkuk, menahan sakit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg, HR


98x/menit, RR: 20x/menit dan suhu 37 C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Cullen sign (+).

Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Operasi
B. Rehidrasi cairan
C. Antibiotik
D. Bilas lambung
E. Antiemetik
PANKREATITIS AKUT
DEFINISI
• Reaksi peradangan pankreas yang akut

KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising
usus menurun (ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens
– periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat

PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
– Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-
14 hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)

https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
PANKREATITIS AKUT
• Pankreatitis adalah
inflamasi pankreas
yang berlangsung akut
(onset tiba-tiba,
durasi kurang dari 6
bulan) atau akut
berulang (>1 episode
pankreatitis akut
sampai kronik - durasi
lebih dari 6 bulan).

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


Pankreatitis Akut

Robbins & Cotran Pathologic basis of diseases.


Etiologi Pankreatitis
• Gallstones (batu empedu) 40-70%
• Alkohol (25-35%)
• Hipertrigliseridemia, terutama jika >
1000 mg/dL (1-4%)
• Massa jinak atau ganas pada pankreatoilier
(5- 14%)
Manifestasi Pankreatitis Akut
• Kriteria 2 dari 3:
– Nyeri hebat abdomen biasanya daerah
epigastrium dengan onset akut dan menjalar
ke punggung
– Kenaikan enzim amilase dan lipase lebih dari 3x
– Gambaran pankreatitis akut CT scan
dengan kontras, MRI, atau USG
• Grey-Turner’s sign  ekimosis pada pinggang
• Cullen’s sign  ekimosis periumbilikal
• Ikterik
• Nodul nekrosis lemak subkutan (pannikulitis)
Freedman SD, Lewis MD. Pancreatitis in adults. Uptodate 2016.
Pankreatitis Akut
• Diagnosis pankreatitis akut:
– Klinis
 Nyeri epigastrium akut menjalar ke punggung, adanya
faktor risiko alkoholisme atau penyakit bilier
– Pemeriksaan laboratorium
 Peningkatan amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali
– Evaluasi radiologi.
 CT scan bermanfaat untuk menemukan inflamasi &
menyingkirkan penyakit lain.
 Pemeriksaan contrast-enhanced computed tomographic
(CECT) dan/atau MRI pankreas sebaiknya dilakukan jika
diagnosis belum jelas atau klinis tidak membaik dalam 48-
72 jam pertama perawatan di RS
Pankreatitis Akut
• Enzim pankreas keluar  nekrosis lemak dan
inflamasi retroperitoneal atau perdarahan
intraabdomen
• Menyebar melalui ligamen rotundum ke umbilikus  Cullen sign
• Penyebaran dari retroperitoneum ke jaringan subkutan pinggang 
Grey Turner’s sign.
American College of Gastroenterology
Guideline: Management of Acute Pancreatitis,
2013
37
SOAL

Seorang laki-laki, berusia 35 tahun, datang ke IGD dengan keluhan muntah-


muntah sejak 1 jam yang lalu. Muntah sebanyak 15 kali disertai mual.
Keluhan disertai nyeri seluruh region perut. Pasien riwayat 2 jam
sebelumnya makan makanan kaleng. Pasien tampak lemah dan
mengantuk.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmhg, N 102x/m, RR


24x/m, T 36,9 C.

Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Antitoksin
B. Antibiotik
C. Antiemetik
D. Antipiretik
E. Antidiare
Clostridium Botulinum
Botulism
• Botulism is a rare disease with 4
naturally occurring syndromes:
– foodborne botulism is caused by ingestion of
foods contaminated with botulinum toxin,
– wound botulism is caused by Clostridium botulinum
colonization of a wound and in situ toxin
production,
– infant botulism is caused by intestinal
colonization and toxin production,
– adult intestinal toxemia botulism is an even rarer
form of intestinal colonization and toxin production in
adults.
Manifestasi Klinis
• Symptoms usually begin 12 to 36 hr following ingestion. Patients
present with symmetric descending flaccid paralysis and prominent
bulbar signs (diplopia, dysarthria, dysphonia, and dysphagia [the
four “Ds”])
• Severity of illness is related to the quantity of toxin ingested.
• Significant findings:
– Acute, bilateral cranial nerve palsies, with ocular and bulbar
manifestations being most frequent (diplopia, ophthalmoplegia,
ptosis, dysphagia, dysarthria, fixed and dilated pupils, and dry mouth)
– Usually bilateral nerve involvement that may progress to a
descending flaccid paralysis
– No sensory deficits, aside from possible blurred vision
– GI symptoms (dry mouth, nausea, vomiting, diarrhea, or cramps)
– Generally an absence of fever
– Normal heart rate to mild bradycardia with patient
remaining normotensive
– Normal mental status
Botulism
Tatalaksana
Non
Farmakologis
• Supportive care with intubation if respiratory failure occurs
• Debridement of the wound in wound botulism

Farmakologis
• For non-infants: Give equine heptavalent botulinum antitoxin
(HBAT), which contains antibodies for seven known botulism types (A
through G), as early as possible. Once a clinical diagnosis is made,
antitoxin should be administered before laboratory confirmation
– The antitoxin (BAT, Cangene Corporation), it is derived from horse
serum, so there is a significant incidence of serum sickness.
– Skin testing (conjunctival instillation and observation for 15 min), and
possible desensitization, is recommended before treatment.
• Give wound botulism patients penicillin 2 million U IV q4h
after antitoxin has been given.
– Use metronidazole 500 million U IV q8h as alternative for penicillin-
allergic patients.
– Avoid aminoglycosides and tetracyclines, as they are ineffective and can
worsen neuromuscular blockade.
Tatalaksana
• For
infants:
– Give human botulinum immunoglobulin (BabyBIG)
IV, single dose. Do not use equine antitoxin.
– Babies with infantile intestinal botulism may benefit
from a cathartic to mechanically clear the number
of
C. botulinum vegetative forms and spores residing in
the gastrointestinal tract.
• Antibiotics are not recommended for
infant botulism or for adults with
suspected gastrointestinal botulism
– because lysis of intraluminal C. botulinum could
increase the amount of toxin available for
absorption.
38
SOAL

Tn. Upper Moon Kaigaku, 47 tahun, datang ke UGD RS dengan


keluhan mual dan muntah sejak 4 jam yang lalu. Keluhan disertai
dengan diare. Sebelumnya ketika pasien bekerja di sawah, pasien
menyiapkan dan menggunakan insektisida parathion malathion.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 50x/mnt, RR 36x


/menit, suhu 37C, pupil miosis, hipersekresi kelenjar keringat dan saliva,
bising usus meningkat.

Bagaimana mekanisme kerja zat tersebut?


A. Meningkatkan kerja adrenergik
B. Meningkatkan kerja antagonis kolinergik
C. Menghambat kerja kolinesterase
D. Meningkatkan kerja kolinesterase
E. Meningkatkan kerja direct agonist kolinergik
Intoksikasi Organofosfat
• Organophosphorus pesticides
inhibit esterase enzymes,
especially acetylcholinesterase
in synapses and on red-cell
membranes.

• Acetylcholinesterase inhibition 
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions 
DUMBELS.

• DUMBELS: diarrhea, urination,


miosis,
bradycardia/bronchorea/bronchos
pasm, emesis, lacrimation,
salivation.
Patofisiologi Intoksikasi Organofosfat
Intoksikasi Organofosfat
Intoksikasi Organofosfat
Decontamination
• Remove all clothing from and gently cleanse patients suspected of
organophosphate exposure with soap and water because
organophosphates are hydrolyzed readily in aqueous solutions with a
high pH. Consider clothing as hazardous waste and discard accordingly.
• Health care providers must avoid contaminating themselves
while handling patients.
– Use personal protective equipment, such as neoprene gloves and gowns, when
decontaminating patients because hydrocarbons can penetrate nonpolar
substances such as latex and vinyl.
– Use charcoal cartridge masks for respiratory protection when decontaminating
patients who are significantly contaminated.
• Irrigate the eyes of patients who have had ocular exposure using isotonic
sodium chloride solution or lactated Ringer's solution. Morgan lenses can
be used for eye irrigation.
Intoksikasi Organofosfat
• Buku ajar IPD:
– Sulfas atropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk
anak 0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV.
Jika tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret &
keringat berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak
25- 50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60
menit.
39
SOAL

Tn. Narcissus, berusia 59 tahun, datang ke rumah sakit dengan


keluhan diare disertai darah sejak 3 bulan terakhir. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan tanda vital
TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.

Pada pemeriksaan barium enema didapatkan gambaran seperti


dibawah ini: (Slide Berikut)

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


A. Irritable bowel syndrome
B. Chron disease
C. Ulcerative colitis
D. Diverticulitis
E. Ca colon
Gambar pada Soal

Collar button ulcer

Double tracking = is
spreading of these ulcer result
in large round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
IBD
• IBD: penyakit kronik karena
aktiviasi imun di mukosa saluran
cerna.

• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif
adalah diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase
mukus tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di
kiri bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.

• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah
makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah
Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.
IBD
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of
lumen Collar
button ulcers

Wide and deep Base


Narrow neck Intestinal
Lumen
Gambar pada Soal

Collar button ulcer

Double tracking = is
spreading of these ulcer result
in large round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of
lumen Collar button
ulcers
Pseudopolyps - 'island'
of preserved colonic
mucosa, surrounded
by 'sea' of ulcerated
hemorrhagic mucosa
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Chronic stage
Loss of haustrations
Shortened and
narrowed colon – due
to spasm or fibrosis
(Lead-pipe colon)
40
SOAL

Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri abdomen


sejak 3 tahun SMRS. Nyeri dirasakan disertai dengan kram perut. Pasien
juga mengeluh terkadang mengalami diare namun tidak berdarah. Tidak
ada mual atau muntah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 115/70 mmHg, HR 90x/mnt, RR


22x/mnt dan suhu 37,2C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri
tekan. Pada pemeriksaan kontras didapatkan gambaran string sign.

Apakah kemungkinan diagnosis pasien ini?


A. Crohn disease
B. Ulcerative colitis
C. Tumor
D. IBS
E. GERD
IBD
• IBD: penyakit kronik karena
aktiviasi imun di mukosa saluran
cerna.

• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif
adalah diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase
mukus tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.

• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah
makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi
di kanan bawah
Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.
Cheifettz A. Management Active Crohn Disease. 0 JAMA, May 22/29, 2013—Vol 309, No. 20
Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers – First sign


Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers –
First sign
Cobblestone appearance - due to deep fissuring ulcers aro
Gambaran Radiologi Chron Disease
Aphthous ulcers –
First sign
Cobblestone
appearance
String sign – due to spasm or fibrosis of intestinal wall
41
SOAL

Seorang wanita usia 49 tahun datang dengan nyeri perut sudah 3 bulan.
Diikuti dengan perubahan frekuensi BAB menjadi 3-4x/hari. BAB kadang
diare kadang sulit. Nyeri berkurang setelah pasien BAB. Penurunan BB
disangkal. Keluhan terutama dirasakan jika banyak tugas adminitrasi yang
belum terurus.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR


20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C.

Apakah diagnosis yang paling mungkin?


A. IBS
B. IBD
C. ulkus duodenum
D. ulcerative colitis
E. ca colon
IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)
– kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri
atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan
dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air
besar setidaknya selama 3 bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu:
– IBS dengan diare (IBS-D):
• Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada laki-laki
– IBS dengan konstipasi (IBS-C):
• Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada wanita
– IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola
siklik (IBS-M)
• Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
– Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu
dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Kriteria diagnostik
• Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan
terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut
– Perbaikan dengan defekasi
– Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
– Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
• Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Pemeriksaan
• Pemeriksaan imaging:
– rontgen atau CT abdomen dan pelvis 
normal dan tidak diperlukan untuk diagnosis
• Colonoscopic  normal
– hanya dilakukan pada pasien dengan tanda
bahaya untuk menyingkirkan sebab
organic
Tatalaksana IBS
• Non farmakologi
– Menghindari makanan yang
menghasilkan gas (hindari FODMAP)
– Pemberian Serat larut
(psyllium/ispaghula) pada IBS-C
• Farmakologi
– IBS-C: Jika gagal dengan soluble
fiber, bisa berikan polyethylene
glycol. Jika gagal bisa berikan
lubiprostone (aktivator kanal klorida
C2 selektif), guanylate cyclase
agonists seperti linaclotide, atau
plecanatide.
– IBS-D: antidiare (loperamide),
alternatif: bile acin
sequestrant (kolestiramin,
kolestipol)
– Nyeri, kembung dan distensi:
antispasmodik, antibiotik
(rifaximin), probiotik, antidepresan
(amitriptilin)
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013 | Uptodate 2019
42
SOAL

Laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri perut


kanan atas yang menjalar ke bahu kanan sejak 1 hari yang
lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg,
nadi 80x/menit, napas 20x/menit, suhu 38,8oC, dan
murphy sign (+). Tatalaksana pada pasien adalah…
A. Antibiotik
B. Antasida
C. Analgetik
D. Antimetike
E. PPI
Cholecystitis
• Cholecystitis is inflammation of the
gallbladder that occurs most • Diagnosis kolesistitis:
commonly because of an obstruction – Murphy sign atau nyeri
of the cystic duct by gallstones arising tekan abdomen kanan atas
from the gallbladder (cholelithiasis).
– Demam, leukositosis,
• Clinical symptoms of acute
cholecystitis include abdominal pain atau peningkatan CRP
(right upper abdominal pain), nausea, – USG: ditemukan batu (90-95%
vomiting, and fever kasus), tanda inflamasi kandung
• Jaundice may be noted in empedu (penebalan dinding/double
approximately 15% of patients rim cairan perikolesistik, dilatasi
• Murphy’s sign are the characteristic duktus biliaris)
findings of acute cholecystitis.
• A positive Murphy’s sign has a
• Temuan lab lainnya:
specificity of 79%–96% for acute – aminotransferase meningkat
cholecystitis. sedang (biasanya <5 kali batas atas)
– Bilirubin meningkat ringan (<5
mg/dL), bila tinggi kemungkinan
koledokolitiasis
Penyakit Hepatobilier
• Temuan USG kolesistitis:
– Sonographic Murphy sign
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke
arah kandung empedu)
– Penebalan dinding
kandung empedu (>4 mm)
– Pembesaran kandung
empedu (long axis
diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
– Impacted stone,
pericholecystic
fluid collection
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat
Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Murphy sign
Kolesistitis
• Terapi
Medik
– Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit
– NSAID (ketorolac) untuk analgesik karena lebih
sedikit menimbulkan spasme sfingter Oddi daripada
morfin.
– Antibiotik IV: Ceftriaxone/ cefepime/
ciprofloxacine/ levofloxacin) + metronidazole;
carbapenems (ertapenem, meropenem);
piperacillin-tazobactam
• Terapi Bedah
– Waktu optimal untuk operasi tergantung
kestabilan pasien.
– Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan
terapi pilihan pada sebagian besar pasien kolesistitis
akut.
43
SOAL

Seorang Laki-laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan nyeri


perut kanan atas. Pasien memiliki riwayat hepatitis B sekitar
15 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/70 mmhg, HR 90x/m, RR 24x/m, T 36,9 C.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepar 5 cm BAC dan 6 cm


dibawah processus xyphoideus dan teraba berbenjol-benjol.

Apakah pemeriksaan yang akan dilakukan pada pasien tersebut?


A. PT memanjang
B. Peningkatan alfa fetoprotein
C. Peningkatan ALT
D. Peningkatan alkali fosfatase
E. Peningkatan serum ferritin
Hepatoma
• Keganasan hati, terutama • Faktor Risiko: infeksi
berhubungan dengan hepatitis kronis,
hepatitis B dan hepatitis C. aflatoksin, sirosis
• Seringkali tidak bergejala.
Gejala baru timbul di
• Gejala
tahap lanjut, seperti:
– ↑ɑ-fetoprotein pada >
– Perut makin membesar 50% kasus
– Nyeri abdomen kanan atas – Hati teraba keras,
– Ikterik bisa terdapat nodul
– Mudah kenyang – Adanya bruit atau friction
– Penurunan berat badan rub pada perabaan hati
– Teraba massa di
abdomen kanan atas

Current diagnosis & treatment in gastroenterology.


http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
Penegakan Diagnosis Hepatoma
CT Scan/ MRI abdomen Alpha-feto protein (AFP)
• Pemeriksaan penunjang • Merupakan tumor
inisial untuk mengetahui marker untuk hepatoma.
adanya massa/ nodul di
hepar. • Dapat false positive pada
kehamilan dan tumor lain
yang berasal dari gonad.
Biopsi • Digunakan sebagai skrining.
• Merupakan gold
standar penegakan
diagnosis. USG
• Dilakukan terutama bila • Dapat digunakan untuk
skrining mengetahui
didapatkan nodul >2 cm apakah ada nodul di hepar
• Kombinasi USG dan AFP
memberikan spesifitas
yang tinggi untuk diagnosis
hepatoma.
Hepatoma
Tata laksana
• Pembedahan/reseksi tumor (bila
tumor mengenai 1 lobus, ukuran < 3
cm)
• Injeksi etanol perkutan dengan tuntunan USG
(bila tumor < 3 buah, ukuran < 3 cm, tumor
yang residif pasca reseksi hati, tumor residual
pasca embolisasi)
• Transplantasi hati
• Kemoembolisasi tumor
• RFA pada tumor <5 cm
44
SOAL

Tn. The Wind Pillar Sanemi, berusia 45 tahun, datang ke puskesmas,


dengan keluhan kulit tampak kuning, mual, cepat lelah. Pasien riwayat
peminum alkohol sejak 6 tahun terakhir yang dilakukan hampir setiap
hari.

Tanda tanda vital : TD 110/70 mmHg, RR 24x/menit, Nadi 88x/menit,


suhu 36,5 C. Pada pemeriksaan fisik tampak sklera ikterik, hepar tidak
teraba.
Pemeriksan lab : SGOT 145 IU/L, SGPT 60 IU/L, GGT 150 IU/L, Bilirubin
total 6 mg/L, bilirubin direk 4 mg/L.

Diagnosa yang paling mungkin adalah…


A. Hepatitis A
B. Hepatitis B kronik
C. Abses hepar
D. Perlemakkan hepar
E. Hepatitis autoimun
Alcoholic Liver Disease
• Definisi
 Spektrum kerusakan hepar
yang disebabkan konsumsi
alkohol jangka panjang dapat
hanya berupa perlemakan
hepar (fatty liver) atau
kerusakan hepar yg irreversible
(sirosis).

• Epidemiologi
 Sekitar 2 juta penduduk di US
(about 1% of the population)
 Typical presentation age: 40 to
50 yr. Kebanyakan terjadi pada
usia sebelum 60.
 Patients with alcoholic hepatitis
typically drink more than 80 g
of alcohol daily for at least 5
years
Alcoholic Liver Disease
Manifestasi Klinis
• Alcoholic liver disease dapat diklasifikasikan :
 Alcoholic fatty liver
 Alcoholic hepatitis
 Alcoholic cirrhosis of liver
Alcoholic Fatty Liver
• Patients with fatty liver and most patients with mild/moderate AH
are usually asymptomatic.
• Some patients have vague symptoms such as anorexia,
malaise, nausea or right hypochondrial discomfort/pain.
• Pada 15% kasus didapatkan ikterus.
• Physical examination:
– unremarkable although a mild smooth, non-tender hepatomegaly
without any signs of chronic liver disease (CLD) may be present.
• Laboratorium:
– Aminotransferases can be elevated and gamma-glutamyl
transpeptidase levels are often increased as a result of ethanol-
induced microsomal enzyme activity.
• Alcoholic fatty liver can be difficult to differentiate from
non- alcoholic fatty liver disease.
Fatty liver Normal liver
Alcoholic Hepatitis
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Fisik
 Rapid onset of jaundice  Fever
 Nausea/vomiting  Tachycardia
 Malaise  Hypotension
 Low-grade fever  Hepatomegaly, with tender
 Anorexia liver on palpation
 Jaundice and ascites
 Abdominal distention/pain
 Splenomegaly
 Weight loss or  Asterixis (a flapping tremor)
malnourishment
 Peripheral edema
 Complications of liver  Abdominal distention
impairment (GI with shifting dullness
bleed; confusion, (ascites)
lethargy, ascites)  Hepatic bruit
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Cirrhosis of Liver
• Patients with cirrhosis may remain asymptomatic
and others have vague symptoms, such as tiredness,
malaise or features of hepato-cellular failure, such as
jaundice, ascites, peripheral oedema, etc.
• Physical signs of CLD is usually present in patients with
cirrhosis and can broadly be divided into the
following:
– Signs of portal hypertension, i.e. ascites, splenomegaly
and prominent abdominal wall veins.
– Signs of alcoholism and liver disease, such as jaundice,
telangiectasia, palmar erythema, parotid
enlargement, clubbing, Dupuytren’s contracture,
neuropathy, etc.
– Signs of hormonal dysfunction (feminisation), such
as hypogonadism and gynaecomastia..
Pemeriksaan Alcoholic Liver Disease
Pemeriksaan Histologi
Biopsi hepar :
 Macrovascular steatosis
 Hepatocyte injury
(ballooning
degeneration and focal
hepatocyte necrosis)
 Mallory’s bodies
(characteristic of
alcoholic hepatitis)
 Perivenular fibrosis
 Portal and
lobular
inflammation
Pemeriksaan Imaging
• Abdominal ultrasound
– is the first-line and the most costeffective imaging modality.
– An increased echogenicity of liver is sensitive for fatty liver.
– macrovesikular steatosis
– The presence of splenomegaly, ascites, dilated portal vein
and collaterals suggest portal hypertension.
• Computed tomography (CT) and magnetic
resonance imaging (MRI)
– more sensitive in diagnosis of cirrhosis and demonstrate liver
surface nodularity and altered density of the liver.
• Ultrasound elastography (Fibroscan)
– has recently been used as a noninvasive method to establish the
presence of hepatic fibrosis (by assessing the elasticity of the
liver).
Diffuse fat accumulation in the liver at US. The echogenicity of the liver is greater
than that of the renal cortex (rc). Intrahepatic vessels are not well depicted. The
ultrasound beam is attenuated posteriorly, and the diaphragm is poorly
delineated.

Normal appearance of the liver at US. The echogenicity of the liver is


equal to or slightly greater than that of the renal cortex (rc).

Focal fat accumulation in the liver at US. Transverse image shows,


adjacent to the left portal vein, a geographically shaped area of
high echogenicity that represents accumulation of fat (f) in the
falciform ligament, with posterior acoustic attenuation (arrows).
45
SOAL

Tn. Upper Moon Doma, usia 43 tahun datang dengan keluhan gangguan
penglihatan pada malam hari. Gangguan penglihatan dirasakan
mengganggu pekerjaan pasien sebagai supir truk antarkota. Keluhan
disertai BAB dengan feses berminyak. Pasien memiliki riwayat konsumsi
alkohol sejak usia 17 tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x//mnt, RR


22x/mnt dan suhu 37C.

Apa kemungkinan penyebab kelainan pada pasien tersebut?


A. Kekurangan vit A
B. Kekurangan vit D
C. Kekurangan vit E
D. Kekurangan vit K
E. Kekurangan vit C
Steatorrhea
Malabsorbsi Vitamin Larut Lemak
Pankreatitis Kronik
Definisi
 recurrent or persistent inflammatory
process of the pancreas characterized by
chronic pain and by pancreatic exocrine and/or
endocrine insufficiency.
Pankreatitis Kronik
Etiologi
• Chronic alcoholism (most common cause)
• Obstruction (ampullary stenosis, tumor, trauma [with pancreatic
duct stricture], pancreas divisum, annular pancreas)
• Tobacco
• Hereditary pancreatitis
• Severe malnutrition
• Idiopathic
• Untreated hyperparathyroidism (hypercalcemia)
• Mutations of the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR)
gene
• and the TF genotype
• Other genetic mutations (Cationic trypsinogen gene, chemotrypsinogen
C gene, calcium-sensing receptor gene, claudin-2 gene, serine protease
inhibitor, kazal type 1 gene)
• Autoimmune pancreatitis
Manifestasi Pankreatitis Kronik
• Nyeri abdomen
– Biasanya daerah epigastrik, menjalar punggung
– Mual-muntah
– Membaik dengan duduk tegap atau bungkuk
ke depan
• Insufisiensi pankreas
– Malabsorpsi lemak
– Diabetes pankreatik

Freedman SD, Lewis MD. Pancreatitis in adults. Uptodate 2016.


46
SOAL

Seorang pria berusia 42 tahun datang ke IGD RS karena nyeri perut kanan
atas sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai demam tinggi. Pasien
pernah mengalami BAB lendir dan darah tiga tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum ikterik dengan suhu 37,9C,
hepar teraba 2 jari beserta nyeri tekan perut kanan atas. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan SGPT 90 IU/L dan SGOT 80 IU/L.
Pada USG abdomen ditemukan lesi anekoik pada hepar berdiameter 2
cm, batas tegas, dengan internal echo disekitarnya. Apakah diagnosis
yang paling mungkin?
A. Abses hepar
B. Kista hepar
C. Hepatoma
D. Hepatitis
E. Sirosis Hepatis
Abses Hepar
• Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit,
jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal.
– Abses hati amebik (AHA)  Entamoeba histolytica
– Abses hati piogenik (AHP)  80% kasus
• Enterobactericeae, streptococci, klebsiella pneumoniae,
bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida,
aspergillus, actinomyces, yersinia enterolitica, salmonella thypii, dll
– Jamur  e.c. Candida
• AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis,
infeksi intraabdominal, infeksi sistem biliaris
• Lobus kanan > lobus kiri
– lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika superior
dan vena portal, sedangkan lobus kiri dari a. mesenterika
inferior dan aliran limfatik

Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a
variable appearance,
ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also
be seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence
of central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan
dengan daerah
endemis
• Komplikasi
Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk
vena porta menuju
hepar
• Karakteristik AHA:
abses berisi jaringan
hepatik lisis dalam
berbagai ukuran 
abses coklat-
kemerahan 
“Anchovy Paste”
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Nyeri Abdomen – Leukositosis
tanpa eosinofilia
kuadran kanan – Peningkatan alkalin
atas (Ludwig Sign) fosfatase,
– Demam transaminase
– Proteinuria
– Anoreksia – Elevasi hemidiafragma
– Ikterik kanan pada CXR
– Hepatomegali – Pemeriksaan feses
– Aspirasi  tidak rutin
– Batuk pada AHA karena sulit
– Riwayat mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
diare terhadap obat empiris
sebelumnya atau abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica
amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar Amebik
• Medical management is the cornerstone of therapy in
amebic liver abscess.
• Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
• Antibiotic coverage for amebic liver abscesses includes:
• DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300 mg
(2-3 minggu)
• Luminal agent: after therapy with tissue agent treatment with
any luminal agent is required even if the stool is negative,
such as paromomycin (25-35 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis)
for 10 days or diiodohydroxyquin for 20 days.
Indikasi Aspirasi dan Operasi
Abses Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver
abscess in the following situations:
 high risk of abscess rupture, as defined by cavity
size greater than 5 cm;
 left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture
into the pericardium;
 failure to observe a clinical medical response to
therapy within 5-7 days; and
 cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess
is inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.
47
SOAL

Tn Ouranos, 47 tahun, datang ke poliklinik rumah sakit dengan keluhan benjolan


disertai nyeri pada perut kanan atas sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengalami
diare disertai lendir tanpa darah sejak 4 minggu terakhir. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 120/80, HR 82, RR 20, suhu 37,8 C. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan Hepar teraba 3 jari BAC, konsistensi kenyal, tepi tumpul dan nyeri
tekan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar ALT 56 U/L dan AST 51 U/L.
Dokter telah mendiagnosis pasien dengan abses hepar.

Kapan pasien perlu dirujuk ke ahli bedah?


A. Jika abses < 5cm
B. Jika abses > 5 cm
C. Jika dengan pengobatan selama 7 hari keluhan tidak membaik
D. Jika dengan pengobatan 5 hari pasien tidak sembuh
E. Adanya keluhan yang memburuk
Abses Hepar
• Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit,
jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal.
– Abses hati amebik (AHA)  Entamoeba histolytica
– Abses hati piogenik (AHP)  80% kasus
• Enterobactericeae, streptococci, klebsiella pneumoniae,
bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida,
aspergillus, actinomyces, yersinia enterolitica, salmonella thypii, dll
– Jamur  e.c. Candida
• AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis,
infeksi intraabdominal, infeksi sistem biliaris
• Lobus kanan > lobus kiri
– lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika superior
dan vena portal, sedangkan lobus kiri dari a. mesenterika
inferior dan aliran limfatik

Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a
variable appearance,
ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also
be seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence
of central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan
dengan daerah
endemis
• Komplikasi
Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk
vena porta menuju
hepar
• Karakteristik AHA:
abses berisi jaringan
hepatik lisis dalam
berbagai ukuran 
abses coklat-
kemerahan 
“Anchovy Paste”
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Nyeri Abdomen – Leukositosis
tanpa eosinofilia
kuadran kanan – Peningkatan alkalin
atas (Ludwig Sign) fosfatase,
– Demam transaminase
– Proteinuria
– Anoreksia – Elevasi hemidiafragma
– Ikterik kanan pada CXR
– Hepatomegali – Pemeriksaan feses
– Aspirasi  tidak rutin
– Batuk pada AHA karena sulit
– Riwayat mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
diare terhadap obat empiris
sebelumnya atau abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica
amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar Amebik
• Medical management is the cornerstone of therapy in
amebic liver abscess.
• Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
• Antibiotic coverage for amebic liver abscesses includes:
• DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300 mg
(2-3 minggu)
• Luminal agent: after therapy with tissue agent treatment with
any luminal agent is required even if the stool is negative,
such as paromomycin (25-35 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis)
for 10 days or diiodohydroxyquin for 20 days.
Indikasi Aspirasi dan Operasi
Abses Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver
abscess in the following situations:
 high risk of abscess rupture, as defined by cavity
size greater than 5 cm;
 left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture
into the pericardium;
 failure to observe a clinical medical response to
therapy within 5-7 days; and
 cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess
is inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.
48
SOAL

Tn. Memphis, berusia 37 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
berupa susah menelan sejak 6 bulan smrs. Keluhan dirasakan pasien hilang
timbul. Pasien pada awalnya mampu menelan makanan padat dan dibantu
minuman dan makin lama keluhan makin memberat sehingga pasien hanya
mampu memakan makanan cair.

Pasien mengeluh sering tersedak dan terbatuk saat menelan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.

Pemeriksaan penunjang apa yang paling diperlukan untuk pasien tersebut?


A. Laboratorium darah
B. Foto polos toraks
C. CT scan
D. EKG
E. Barium swallow
Akalasia
• Akalasia ditandai dengan tidak adanya
peristaltis korpus esofagus bagian bawah dan
sfingter esofagus bagian bawah, sehingga
saat makanan masuk tidak dapat relaksasi
secara sempurna.
• Dari segi etiologi:
– Akalasia primer: penyebab jelas tidak diketahui
– Akalasia sekunder: infeksi, tumor
intraluminer, ataupun obat antikolinergik
Akalasia
• Manifestasi klinis
– Disfagia, baik makanan padat maupun cair
(>90% kasus), yang pada awal keluhan hilang
timbul
– Regurgitasi (70% kasus)
– Penurunan berat badan
– Nyeri dada (30% kasus), biasa dirasakan
saat minum air dingin
– Batuk dan pneumonia aspirasi
Akalasia
• Diagnosis
– Gejala klinis
– Pemeriksaan penunjang
• Radiologis Barium swallow
(meal)
– dilatasi esofagus, sering
berkelok-kelok, memanjang
dengan ujung distal
meruncing berbentuk paruh
burung
• Endoskopi saluran cerna atas
• manometri
Imaging
49
SOAL

Tn. The Serpent Pillar Obanai, berusia 17 tahun datang ke UGD RS dengan
keluhan nyeri dan rasa terbakar di tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan
mual muntah dan nyeri menelan. Pada 6 jam sebelumnya pasien
meminum cairan pembersih kamar mandi karena ingin bunuh diri setelah
diputuskan secara sepihak oleh pacarnya, padahal pasien masih sayang.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR


80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada status lokalis didapatkan luka
bakar di daerah mulut.

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


A. Esofagitis korosif
B. Esofagitis erosif
C. GERD
D. Ca esofagus
E. Atresia esofagus
Alkali vs Acid injuries

ACID AKALI
• Acids are potent dessicants • Alkalis cause liquefaction
• Cause coagulative necrosis necrosis, saponification of
fats, dehydration and
with eschar formation thrombosis of blood vessels
• Eschar may limit penetration • No eschar formation,
to deeper layers of the hence deeper injuries
oesophageal wall – Usually leads to fibrous scarring
• More esophageal damage than
• Induce intense
stomach and duodenum
pylorospasm with pooling
• Do not induce pylorospasm
in the antrum
– More gastric damage than alkalis
Corrosive injuries
• Accidental atau suicidal
• Paling banyak terjadi pd anak-anak
• Dpt terjadi pada pasien psychotic,
percobaan bunuh diri and pasien alkoholik
• Menyebabkan kerusakan hebat pada
mulut, faring, laring, esofagus dan
lambung.
• Jenis zat, konsentrasi, volume yang
terminum serta durasi  menentukan luas
kerusakan
Manifestasi Klinis
• Laring atau epiglotitis
– suara serak atau stridor
• Esofagus
– disfagia,odinofagia, striktur
• Lambung
– nyeri epigastrik, muntah,
hematemesis, perforasi
dan fistula aortoentrik
• Apabila tidak terdapat
nyeri belum tentu
mengeksklusi kerusakan GI
tract
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
• Rontgen
– udara di mediastinum atau bawah
diafragma ( melihat adanya perforasi)
• Konfirmasi perforasi
– agen barium sulfat
• Pemeriksaan barium meal esogagus
– evaluasi progres disfagia hingga
kejadian striktur
• Endoskopi
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Tatalaksana Umum
• Pasien asimptomatik
– low volume, accidental ingestion of low concentration
• tidak perlu endoskopi
• Follow up dan rawat jalan

• Signifikan ingesti  Tatalaksana bedah dan ICU


NPO, Stabiliasi hemodinamik, PPIs, Adequate analgesia
Cari tanda-tanda of perforasi, mediastinitis
atau peritonitis  OP cito
Intubasi atau trakeostomi
Tatalaksana Umum
• Use of emetics, neutralizing agents, or nasogastric
intubation to remove remaining corrosive
material is contraindicated

• In most patients, gastrointestinal endoscopy


should be performed during the first 24 hours
– Contraindication:
• hemodynamic instability
• evidence of perforation
• severe respiratory distress, or severe oropharyngeal or
glottic edema and necrosis
50
SOAL

Pasien laki laki, 60 tahun, datang dengan nyeri perut dan masa di perut
sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan terdapat mual dan
muntah.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR


20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Pada saat di endoskopi ada massa di
antrum dan pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya ada sel-sel
spindle dan CD117 (+).

Apakah sel yang menyebabkan kelainan pada pasien tersebut?


A. Sel cromafin
B. Sel Chief
C. Sel Cajal
D. Sel M
E. Sel Parietal
Gastrointestinal Stromal Tumor (GIST)
• Stromal or mesenchymal tumors of the GI
tract are divided into two groups:
– Those identical to tumors of the soft tissue arising in
the rest of the body
• Lipomas, Schwannomas, Hemangiomas, Usual
Leiomyomas, etc
– Stromal tumors arising from the smooth muscle of
the alimentary tractGIST
• Berasal dari interstisial cell of Cajal
• GISTs are usually found in the stomach or
small intestine but can occur anywhere along
the GI tract and rarely have extra-GI
involvement.
Epidemiologi
• Most common non epithelial benign neoplasm of the GI tract .
• GIST represents a form of sarcoma that comprises approx.
1% to 3% of all malignant GI tumors.
• GIST occurs predominantly in adults .
• The incidence has been slightly higher in men than women.
• Small asymptomatic GISTs are found at autopsy in more
than 50 % of individuals over the age of 50
• GIST treatment trials estimate an annual incidence of 4,500
– 6,000 new cases

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Manifestasi Klinis
• Upper GI bleeding is the most common clinical manifestation.
• Patients who have experienced significant blood loss may report
malaise, fatigue, or exertional dyspnea.
• Obstruction can result from intraluminal growth of an endophytic
tumor or from luminal compression from an exophytic lesion.
• The obstructive symptoms can be site-specific (eg, dysphagia with an
esophageal GIST, constipation with a colorectal GIST, obstructive
jaundice with a duodenal tumor).
• Other symptoms are generally associated with an enlarging
abdominal mass and may include the following:
– Abdominal pain
– Anorexia
– Nausea
– Vomiting
– Weight loss
– Epigastric fullness
– Early satiety
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Lab
• No laboratory test can specifically confirm or rule out
the presence of a gastrointestinal stromal tumor (GIST).
• The following tests are generally ordered in the workup of
patients who present with nonspecific abdominal
symptoms; abdominal pain; or findings that may be due
to complications of GISTs, such as hemorrhage,
obstruction, or perforation:
– Complete blood cell count
– Coagulation profile
– Serum chemistry studies
– BUN and creatinine
– Liver function tests
– Amylase and lipase values
– Blood type, screen, and crossmatch
– Serum albumin
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Imaging
• Plain abdominal radiography
– Abnormal gas patterns, including dilated loops
of bowel or free extraluminal air.
• Barium
– GISTs appear as a filling defect that is sharply
demarcated and is elevated compared with
the surrounding mucosa

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Histologi
• Cellular morphology as
visualized by light
microscopy can be
variable.
• Most often, the
tumors are highly
cellular and composed
of spindle- shaped
cells that resemble
smooth-
muscle tissue. Photomicrograph of gastric gastrointestinal stromal tumor (GIST) stained with
hematoxylin and eosin (H&E) and magnified 400X. This stromal tumor
demonstrates spindle cells with epithelioid features
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Imunohistokimia
• The c-kit receptor is one of many membrane
tyrosine kinase receptors involved in cellular
signaling pathways.
• CD117 molecule (or antigen) is part of the c-
kit receptor, a membrane tyrosine kinase.
• The c-kit receptor is a product of the c-kit or
KIT protooncogene.
• The CD117 antigen is expressed by almost all GISTs
in contrast to other spindle-cell tumors of the GI
tract.
• CD117 plays an important role in the latest
specific diagnostic criteria for GISTs
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
“ We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai