Anda di halaman 1dari 8

Institute for Community and Development Studies Artikel

Penulis : Ery Prasadja


Staff Pengajar ICDS

Marta dan Maria


(Lukas 10.38-42)

Manakah yang kita pilih, berdoa atau bekerja? Bagi sekelompok orang Kristen,
kunjungan Tuhan Yesus kepada Marta dan Maria dianggap sebagai teks yang
memberikan legalitas bahwa berdoa adalah tugas yang lebih penting dibandingkan
dengan bekerja. Belum lagi jika kita memperhatikan bagian selanjutnya dari narasi ini
adalah perikop yang mengajarkan mengenai doa dan setelahnya adalah pengajaran
tentang peperangan rohani. Tetapi barangkali yang sering dilupakan orang adalah narasi
yang mendahului bagian ini: “Orang Samaria yang Baik Hati,” dimana perbuatan baik
dipandang sebagai kunci utama di dalam kehidupan Kristen, lebih dari status belaka.

Siapakah pemeran utama di dalam narasi ini? Marta disebutkan sebagai yang
mengundang dan menerima Tuhan Yesus untuk datang ke rumahnya. Maria hanya
disebutkan sebagai saudara Marta. Maria bersikap pasif, duduk diam dan mendengarkan
perkataan-perkataan Tuhan Yesus. Marta dilukiskan sebagai seorang perempuan yang
sibuk melayani. Di dalam imajinasi kita, seperti layaknya seorang tuan rumah, Marta
mungkin sangat sibuk untuk menyiapkan makan, menyiapkan air panas dan
membereskan tempat tidur bagi Tuhan Yesus. Ditilik dari gaya bahasanya, Marta nampak
terlibat di dalam percakapan yang cukup hangat, bersahabat dan terbuka dengan Tuhan
Yesus. Maria ditampilkan diam membisu tanpa sepatah katapun. Satu-satunya sikap
Maria yang aktif adalah karena ia membiarkan Marta bekerja sendiri (LAI: 10.40) –
Tetapi kata “membiarkan”pun adalah salah satu bentuk nyata dari sikap yang pasif.
Tetapi mengapa kita terbius untuk selalu menyebut episode ini “Maria dan Marta”? Di
dalam alam bawah sadar kita bahkan terasa ada kejanggalan jika judul episode ini diubah
menjadi “Marta dan Maria.” Keaktifan Marta seakan kurang dihargai dibandingkan
kepasifan Maria. Nama Marta seolah tidak layak untuk mendahului Maria, meskipun ia
disebut lebih dahulu dalam perikop ini.

Di dalam cerita mengenai orang Samaria yang baik hati (Lukas 10.25-37), orang yang
diharapkan untuk aktif berbuat baik (seorang iman dan seorang Lewi) ternyata bersikap
pasif di dalam merelakan diri menolong sesamanya. Orang Samaria yang sesungguhnya
tidak disenangi oleh orang-orang Yahudi dan dianggap kafir justru menunjukkan sikap
yang aktif di dalam berbuat baik menolong sesamanya. Demikian pula di dalam
pengajaran Tuhan Yesus tentang doa (Lukas 11.1-13), tuan rumah yang selalu siap
menolong meskipun hari telah malam, dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik
dibandingkan dengan sikap yang pasif dan tidak merelakan diri untuk menolong mereka
yang membutuhkan (Meskipun contoh ini sebenarnya ingin menunjukkan akan Tuhan
yang selalu siap menjawab doa di dalam situasi apapun).

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Tetapi mengapa di dalam episode ini (Lukas 10. 38-42), keakftifan Marta dinilai kurang
berharga dibandingkan dengan kepasifan Maria? Apakah Marta mengerjakan sesuatu
yang salah dan jahat seperti yang dilakukan oleh si Imam dan si orang Lewi yang tidak
peduli pada orang yang dirampok habis-habisan? Apakah Marta mengerjakan sesuatu
yang memalukan seperti tuan rumah yang tidak bersedia membuka pintu rumahnya bagi
mereka yang membutuhkan pertolongan? Sama sekali tidak! Bukankah Marta
mengerjakan hal-hal yang sangat baik untuk melayani Tuhan Yesus dan tamu-tamu
lainnya?

Kunjungan Tuhan Yesus kepada Marta dan Maria tidak dilakukannya seorang diri.
Tuhan Yesus membawa murid-muridNya bersamanya. Apapun penafsiran kita tentang
strategi Tuhan Yesus di dalam narasi ini, nampak bahwa Ia memiliki kepentingan dengan
menghadirkan murid-muridNya. Setidak-tidaknya di dalam pelayananNya, Tuhan Yesus
nampak tidak merasa cukup nyaman untuk seorang diri memasuki rumah yang dihuni
oleh perempuan. Apa pandangan kalayak ramai jika hal ini benar-benar terjadi,
khususnya di dalam budaya waktu itu? Bukankah interaksi antara laki-laki dan
perempuan pada saat itu sangat dibatasi oleh adat, agama dan budaya lokal yang ketat?

Kesempatan untuk mendengarkan kotbah Tuhan Yesus di sebuah kampung, bukanlah hal
yang dapat terjadi setiap saat. Nama Tuhan Yesus sebagai pengajar dan pembuat mujizat
sudah terkenal di seluruh negeri. Karenanya ketika Tuhan Yesus melewati kampung
tempat kediaman Marta dan Maria, Marta langsung berinisiatif untuk mengundang
pembicara kondang ini. Gereja manakah yang tidak akan mengundang seorang Billy
Graham untuk berkotbah jika tiba-tiba ia melewati sebuah desa kecil di Indonesia
misalnya. Gereja sesatpun pasti tertarik untuk mendengarkan beliau berkotbah.

Tuhan Yesus pada masa itu bahkan barangkali lebih berpengaruh dan terkenal
dibandingkan dengan Billy Graham. Setiap kampung menunggu-nunggu saatnya untuk
bisa beraudiensi secara langsung denganNya. Kotbah dan perbuatan ajaib yang
dilakukanNya sangat dinanti-nantikan. Diantara sekian puluh atau ratus penduduk
kampung itu, tampilah seorang perempuan (bukan laki-laki) bernama Marta yang
berinisiatif mengundang Tuhan Yesus untuk menampilkan kebolehanNya. Peristiwa ini
adalah hal yang sangat luar biasa. Bukan Kepala Kampung (yang pasti laki-laki) atau
pemimpin agama (yang juga pasti laki-laki) atau suami Marta (yang juga pasti laki-laki –
jika ia bersuami) yang pada budaya waktu itu berkuasa, yang berinisiatif untuk
mengundang Tuhan Yesus bertandang ke rumahnya, tetapi Marta seorang perempuan
yang penuh dengan inisiatif. Harus diakui bahwa kita sangat membutuhkan perempuan-
perempuan yang penuh dengan inisiatif seperti Marta. Jika bukan karena Marta, mungkin
Tuhan Yesus tidak akan pernah berkotbah di kampung itu. Kalau peristiwa ini
disejajarkan dengan kebaktian kebangunan rohani (KKR) di Gelora Bung Karno, Jakarta,
maka Marta adalah ketua umum panitianya.

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Jadi jelas sudah mengapa Tuhan Yesus menerima undangan Marta. Tuhan Yesus
menerima undangan tersebut dengan tujuan utama untuk berkotbah, bukan yang lainnya.
Singkat kata dari sedemikian banyak orang yang hadir di rumah Marta, Maria memilih
duduk di dekat kaki Tuhan Yesus. Kebaktian ini tidak dihadiri hanya oleh Marta, Maria
dan Tuhan Yesus serta murid-muridNya, tetapi juga oleh orang-orang sekampung yang
merindukan mendengar sabda Tuhan Yesus yang sedang booming saat itu.

Jika diumpamakan dengan nonton film di bioskop, Maria memang telah memilih tempat
yang terbaik. Ia duduk paling dekat dengan Tuhan Yesus, dan karenanya mampu untuk
menangkap pesan Tuhan Yesus dengan amat jelas. Kata kerja “mendengarkan” yang
dilekatkan pada sosok Maria mengandung pengertian secara terus menerus dan penuh
dengan konsentrasi. Sikapnya yang mendekat kepada Tuhan Yesus juga menunjukkan
bahwa Maria sangat merindukan untuk mendengarkan perkataan-perkataan Tuhan Yesus
yang memang merupakan barang langka di kampung itu. Maria adalah murid teladan
atau pendengar favorit bagi seorang pengajar, penceramah atau pengkotbah. Jika hari
ujian tiba, maka Maria berpeluang emas untuk mendapatkan nilai tertinggi dan kemudian
menjadi juara kelas. Kedekatannya kepada Tuhan Yesus dan konsentrasi pada
perkataanNya menolong Maria untuk terhindar dari kesalahan-kesalahan penafsiran dari
firman yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Di dalam kamus iman Kristen, mereka yang
melekat kepada firman Tuhan dan memiliki pengetahuan yang benar akan Allah akan
menghasilkan kehidupan yang benar. Maria tanpa diragukan telah mengambil pilihan
yang tepat.

Kenyataan bahwa Maria mengambil tempat yang paling dekat dengan Tuhan Yesus
adalah pemandangan yang sangat langka. Bagaimana mungkin di tengah-tengah
keramaian manusia yang ingin mendengarkan Tuhan Yesus dan di tengah-tengah budaya
dimana dominasi laki-laki merajalela, justru seorang perempuan yang duduk paling dekat
dengan Tuhan Yesus. Peristiwa ini adalah jelas bertentangan dengan adat dan kebiasaan
saat itu. Sekali lagi, bukan pemimpin kampung, laki-laki yang dituakan atau pemimpin
agama yang duduk dekat dengan Tuhan Yesus, tetapi perempuan muda Maria – bahkan
bukan suaminya (jika ia bersuami). Sampai hari inipun, di jaman serba modern ini lebih
banyak laki-laki yang biasanya mengitari pembicara utama di dalam suatu kebaktian.
Baik di dalam dunia sekuler maupun non-sekuler, pucuk pimpinan juga lebih sering
dikelililingi oleh kaum laki-laki. Berapa banyak menteri, anggota parlemen bahkan
majelis gereja sekalipun yang perempuan dibandingkan dengan yang laki-laki? Tindakan
Maria yang memberanikan diri untuk mendekat kepada Tuhan Yesus pada waktu itu di
dalam konteks adat dan budaya setempat bukanlah tanpa risiko. Untuk keberaniannya ini,
Maria patut untuk mendapatkan penghargaan dan hormat. Pernyataan Tuhan Yesus
tentang “Maria telah memilih bagian yang baik” (10.42) memiliki pengertian bahwa
“Maria telah memilih berani mengambil risiko untuk sesuatu yang baik.”

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Bagaimana dengan Marta? – Ia yang telah berlelah-lelah melayani Tuhan Yesus. Apa
yang sesungguhnya terjadi dengannya? Terjemahan LAI mengenai Marta tidaklah terlalu
akurat di dalam menggambarkan peristiwa ini. Di dalam terjemahan yang lebih akurat,
Marta dilukiskan bukan hanya sebagai seorang yang sangat sibuk melayani Tuhan Yesus,
tetapi juga sebagai seorang yang terganggu konsentrasinya karena kuatir tidak dapat
memberikan “servis” yang baik bagi tamu-tamunyanya. Marta tidak sibuk melayani
Tuhan Yesus dan tamu-tamu lainnya (aktif), tetapi disibukkan (dikuatirkan) dengan
segala kegiatan untuk melayani Tuhan Yesus dan tamu-tamu lainnya (pasif). Di tengah-
tengah acara kebaktian, dimana Tuhan Yesus menyampaikan perkataan-perkataanNya,
Marta tidak menunjukkan sikap yang sama dengan saudaranya Maria. Marta tidak
memilih dan memberikan diri untuk mendengarkan kotbah Tuhan Yesus dengan penuh
perhatian. Konsentrasi Marta terpecah antara mendengarkan firman Tuhan dan usaha
untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk melayani Tuhan Yesus tamu-tamu yang lain.

Yang terjadi sesungguhnya bukanlah Maria mendengarkan perkataan Tuhan Yesus, dan
Marta melayani urusan-urusan dapur. Yang terjadi sesungguhnya adalah kakak beradik
Marta dan Maria mendengarkan perkataan-perkataan Tuhan Yesus: Maria mendengarkan
dengan penuh perhatian dan konsentrasi, sedangkan Marta mendengarkan dengan
perhatian dan konsentrasi yang terpecah karena urusan-urusan dapur. Setidaknya, jika
memiliki pembantu rumah tangga, Martapun sesungguhnya ingin mendengarkan
perkataan-perkataanNya dengan konsentrasi di sisi kaki Tuhan Yesus yang satunya.

Di dalam kesibukan melayani, Marta mulai merasakan lelah dan penat. Rasa lelah ini
menjadi bertambah ketika ia melihat saudaranya Maria duduk santai di kaki Tuhan Yesus
mendengarkan perkataan-perkataanNya. Maria yang penuh konsentrasi bahkan tidak
terusik dengan kesibukan Marta yang meneteskan keringat di ruangan tanpa pendingin
yang penuh sesak dengan manusia. Karenanya, Marta mendekat kepada Tuhan Yesus
untuk mengatakan sesuatu kepadaNya. Marta tidak melakukan protes dengan berteriak-
teriak dari dapur. Marta mendekat kepada Tuhan Yesus dan mengatakan dua hal yang
dianggapnya sangat penting saat itu.

Pertama, Marta ingin menunjukkan kepada Tuhan Yesus bahwa Maria telah bersalah
dengan membiarkannya bekerja sendirian di dalam segala persiapan melayani Tuhan
Yesus dan tamu-tamu lainnya. Di satu sisi, Marta melayangkan keluhan kepada Maria
yang dianggapnya bersalah tidak mengambil pilihan membantu kesibukannya. Tetapi di
sisi yang lebih dalam sesungguhnya Marta melayangkan keluhan kepada Tuhan Yesus
yang tidak peduli terhadap situasi tidak adil yang dihadapinya.

Marta melihat Maria sebagai sosok yang telah mengambil keputusan salah dengan diam
di kaki Tuhan Yesus mendengarkan perkataanNya. Bukankah pada situasi saat itu Marta
membutuhkan banyak tenaga untuk melayani tamu-tamu, mengapa Maria, saudaranya,
orang terdekat baginya justru tidak memberikan bantuan apapun kepadanya.

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Jika saudara terdekat saja mengacuhkannya, apa yang bisa diharapkan dari orang lain.
Apakah layak untuk memohon pertolongan dari tetangga sebelah?

Marta juga melihat Tuhan Yesus sebagai sosok yang telah mengambil keputusan salah
dengan membiarkan Maria berlaku seperti itu. Dengan keputusanNya itu, Marta merasa
diabaikan oleh Tuhan Yesus – padahal Marta, bukan Maria, yang mengundang Tuhan
Yesus untuk datang ke rumahnya. Tuan rumah yang seharusnya menjadi tokoh utama
selain tamu utamanya seolah-olah justru diabaikan oleh sang tamu. Keluhan Marta yang
sesungguhnya bukan karena Tuhan Yesus membiarkan Maria berdiam diri tidak
membantunya. Keluhan Marta yang sesungguhnya adalah karena Tuhan Yesus seolah-
olah membiarkannya bekerja berlelah-lelah sendirian tanpa menaruh rasa peduli dan
penghargaan sedikitpun kepadanya. Bahwa Marta menganggap Maria bersalah
sebaiknya dimengerti sebagai pelampiasan yang nampak di balik alasan yang lebih
dalam.

Kedua, di atas pengertian itulah, Marta meminta Tuhan Yesus memerintahkan Maria
untuk membantunya. Marta menuntut keadilan, jika aku lelah, saudaraku juga harus
lelah. Bukankah Marta sudah melakukan tindakan yang benar di dalam menghadapi
tamu-tamu, terlebih lagi karena kehadiran Tuhan Yesus di rumah itu, dan karenanya
Marta juga ingin supaya adiknya bertindak benar pula untuk mempersiapkan yang terbaik
bagi Tuhan Yesus dan tamu-tamu lainnya.

Jika benar demikian maka kesalahan Marta bukanlah terletak pada kesibukannya di
dalam melayani tamu-tamu, bukan pula pada konsentrasinya yang terpecah ketika firman
diberitakan. Tuhan Yesus tidak pernah mengeluh menyaksikan sikap Marta yang
demikian. Kesalahan Marta adalah karena ia merasa (1) bahwa Tuhan Yesus telah
berlaku tidak adil kepadanya dan tidak memiliki rasa peduli kepadanya, dan (2) bahwa ia
lebih benar dibandingkan Maria di dalam keputusan dan tindakannya.

Kesalahan-kesalahan inilah yang mendorong Tuhan Yesus untuk memberikan


tanggapanNya. Tuhan Yesus tidak marah, tidak pula menyalahkan Marta. Tuhan Yesus
mengerti akan segala motivasi melayani, kesibukan dan kerja keras Marta – dan
tampaknya semuanya baik kecuali satu: di dalam pandangan Tuhan Yesus, Marta telah
menyusahkan dirinya sendiri dan diliputi dengan kekuatiran akan banyak hal yang
sesungguhnya tidak perlu. Bukankah Tuhan Yesus datang memenuhi undangan Marta
untuk menyampaikan kotbah di rumahnya. Jika memang tujuan Tuhan Yesus adalah
berkotbah, maka tanggapan yang paling baik terhadap tujuan itu adalah mendengarkan
kotbahnya dengan seksama, bukan yang lainnya.

Jika seandainya tujuan Tuhan Yesus datang ke rumah Marta adalah untuk beristirahat,
makan dan minum, maka apa yang dilakukan oleh Marta adalah lebih benar
dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Maria. Tuhan Yesus mungkin akan
memberikan kritik yang sepadan kepada Maria dalam konteks tersebut.

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Pernyataan Tuhan Yesus di beberapa terjemahan Alkitab yang menjelaskan bahwa Maria
telah memilih yang “terbaik” atau yang “lebih baik” sering memimpin kita kepada
kesimpulan bahwa Marta telah mengerjakan hal-hal yang kurang baik, yang jahat dan
yang berdosa serta tidak berkenan kepada Tuhan. Kesimpulan ini tentunya menyesatkan.
Terjemahan yang lebih akurat menyatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang
“baik” – bukan yang terbaik atau yang lebih baik, tetapi bagian yang baik. Tuhan Yesus
tidak pernah membandingkan keputusan Marta dan Maria. Tuhan Yesus tidak pernah
mengatakan bahwa pilihan Marta adalah lebih buruk dibandingkan dengan pilihan Maria.
Kritik Tuhan terhadap Marta bukanlah pada apa yang telah diputuskannya atau
diperbuatnya di dalam melayani Tuhan Yesus dan tamu-tamu lainnya. Kritik Tuhan
Yesus terhadap Marta adalah karena ia pertama-tama mempertanyakan keadilan Tuhan,
dan kedua karena ia merasa lebih benar dibandingkan Maria. Kritik Tuhan Yesus sama
sekali tidak menyudutkan Marta sebagai pihak yang bersalah karena apa yang
dilakukannya di dalam melayani para tamu. Kritik Tuhan Yesus menjelaskan bahwa
Marta telah merepotkan dirinya sendiri dengan kekuatiran yang berlebihan, yang
sesungguhnya tidak perlu dipikirkan dan dikuatirkan. Kritik Tuhan Yesus tidak ditujukan
kepada keputusan dan tindakan Marta, tetapi alasan di balik keputusan dan tindakan itu
sendiri.

Bagian yang baik yang telah dipilih oleh Maria itu, masih dijelaskan lebih lanjut sebagai
sesuatu yang “tidak akan diambil dari padanya.” Apakah pernyataan tersebut
dimaksudkan untuk membandingkan keputusan Maria dan Marta? Sifat dan karakter dari
keputusan Maria memiliki nilai yang kekal dan akan diam selamanya di dalam diri Maria.
Tuhan Yesus sama sekali tidak menjelaskan mengenai sifat dan karakter dari keputusan
Marta. Kita tidak tahu apakah Tuhan Yesus di dalam hal ini bermaksud membandingkan
keputusan Marta dari keputusan saudaranya, Maria.

Sesuatu yang kekal yang berkaitan dengan keputusan Maria adalah tentunya berhubungan
dengan perkataan-perkataan Tuhan Yesus. Bukankah alkitab menyaksikan bahwa firman
Tuhan itu kekal selama-lamanya? (Yesaya 40.7-8; 1 Pet 1.24-25). Semua kemuliaan di
dunia ini, bahkan yang seindah bunga di padang sekalipun semuanya bersifat tidak kekal,
kecuali firman Tuhan satu-satunya yang kekal selama-lamanya. Di dalam hal ini. Maria
telah memilih bagian yang kekal yang akan terus-menerus hidup di dalam dirinya, seperti
yang disaksikan oleh Injil Yohanes, firman Tuhan itu hidup di dalam hidup manusia dan
manusia itu seharusnya hidup di dalam firman Tuhan (Yohanes 15.1-8).

Pekerjaan dan pelayanan Marta adalah baik adanya, tidak ada yang menyangkal akan hal
tersebut. Pekerjaan Marta juga adalah sangat penting di dalam hidup dan pelayanan
gerejaNya di tengah-tengah dunia ini. Tetapi di saat yang sama, pembaca episode ini
segera mengerti bahwa Tuhan Yesus ingin pula mengatakan bahwa segala kesibukan
serta kekuatiran dan jerih lelah Marta, meskipun berguna dan baik, tetapi tidak
menghasilkan sesuatu yang kekal adanya di dalam kehidupan manusia. Narasi ini sama
sekali tidak mengatakan bahwa pelayanan yang satu lebih baik dari yang lain.

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Maria tidak lebih baik dari Marta dan sebaliknya. Bagian ini menceritakan bahwa
keputusan Maria memiliki hasil yang berbeda dari keputusan Marta: yang satu bersifat
kekal, yang lainnya tampak bersifat sementara – tapi keduanya tetap diperlukan.

Kembali kepada pertanyaan kita yang semula, apakah berdoa lebih penting dibandingkan
dengan bekerja? Bagian ini tidak memberikan jawabannya. Maria tidak berdoa di dalam
pengertian berbicara atau memohon kepada Tuhan. Maria hadir dalam satu kebaktian
dan mendengarkan firman Tuhan secara seksama. Dengan cara ini Maria mengijinkan
firman Tuhan itu tinggal di dalam hidupnya dan ia hidup di dalam firman Tuhan itu. Jika
demikian pertanyaan kita seharusnya bergeser: “Apakah mendengarkan firman Tuhan
lebih penting dibandingkan dengan bekerja?” Bagian inipun tidak mengatakan
jawbaannya. Teks ini menjelaskan kekekalan firman Tuhan di dalam hiduo Maria, buah
keputusan yang telah diambil olehnya.

Mendengarkan firman Tuhan tampak lebih positif dan bersinar dari semestinya dalam
bagian ini karena beberapa hal: (1) konteks narasi ini ingin menceritakan Tuhan Yesus
yang berkunjung ke rumah Marta karena undangan untuk berkotbah – bukan untuk
istirahat, makan dan minum. Setidaknya itulah harapan dari kalayak ramai di kampung
itu. (2) keluhan-keluhan Marta yang mempertanyakan keadilan Tuhan Yesus dan
membenarkan diri sendiri menjadi bumerang bagi pelayanannya sendiri. (3) tanggapan
Tuhan Yesus tentang kesibukan dan kekuatirannya akan hal-hal yang tidak perlu yang
dilakukan oleh Marta menambah gambaran negatif akan keputusan, tindakan dan
pelayanan Marta, yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi para tamu dan bahkan oleh
Tuhan Yesus sendiri di tengah kelelahan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke
desa.

Mendengarkan firman Tuhan dan bekerja adalah sama pentingnya. Firman Tuhan yang
bersifat kekal itu yang seharusnya menjadi dasar dari setiap pekerjaan yang kita lakukan.
Di dalam bahasa yang lebih tajam, kita melihat keseimbangan yang harmonis antara
mendengarkan firman Tuhan dan melakukan firman Tuhan di dalam narasi Marta dan
Maria. Narasi ini bukanlah tempat untuk mempertentangkan aspek bekerja dan
mendengarkan firman Tuhan. Narasi ini bukanlah tempat untuk mempertentangkan hal
hal yang lahiriah dari yang rohani. Narasi ini justru menunjukkan betapa seharusnya
keduanya berjalan seiring secara harmonis.

Yang harus dihindarkan sebaliknya adalah menjadi pribadi yang menyibukkan diri dan
dipenuhi perasaan kuatir yang berlebihan. Demikian pula sikap-sikap yang menganggap
keputusan diri sendiri sebagai pribadi paling benar dengan keputusan paling benar hanya
akan membuahkan petaka di dalam pelayanan gerejaNya di tengah-tengah dunia ini.

Marta dan Maria, atau Maria dan Marta adalah dua perempuan yang dipakai Tuhan
dengan luar biasa untuk mendobrak budaya yang mengaggungkan laki-laki sebagai
pengendali dan penguasa alam.

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.
Institute for Community and Development Studies Artikel
Penulis : Ery Prasadja
Staff Pengajar ICDS

Marta adalah perempuan yang penuh dengan inisiatif melebihi pemimpin masyarakat
dan pemimpin agama waktu itu dengan keberaniaannya mengundang Tuhan Yesus
datang ke rumahnya untuk berbicara tentang hal-hal yang pada saat itu sangat
kontroversial melawan adat dan agama Yahudi. Maria adalah juga seorang perempuan
yang tidak takut mengambil risiko dengan memberanikan diri duduk dekat kaki Tuhan
Yesus mendengarkan firmanNya – tempat yang seharusnya menjadi tahta kaum laki-laki.
Kita membutuhkan hari ini bukan hanya perempuan-perempuan yang berani mengambil
risiko seperti Maria, tetapi juga mereka yang berani mengambil inisiatif seperti Marta.

Ery Prasadja/4 Juni 2003

Hak Cipta & Penerbitan milik ICDS College


Artikel ini dapat digunakan hanya untuk kepentingan pendidikan/Studi Banding
Dilarang untuk memperbanyak/menyebarluaskan untuk kepentingan pribadi tanpa mencantumkan/ijin
Dari ICDS College. Tuhan memberkati.

Anda mungkin juga menyukai