Animal Protein Consumption Level and The 2eaff013
Animal Protein Consumption Level and The 2eaff013
Ahmad Suhaimi, Yudhi Harianto & Alpisah, Tingkat Konsumsi Protein Hewani…
Tingkat Konsumsi Protein Hewani Dan Kaitannya Kejadian Stunting Pada Balita
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi protein hewani dengan kejadian
stunting pada balita di Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Penelitian ini dilaksanakan
di Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis chi square
dengan menggunakan aplikasi SPSS 20. Berdasarkan hasil penelitian dari 60 sampel menunjukkan tingkat
konsumsi protein hewani terdapat 22 balita dengan kategori kurang, 18 balita kategori sedang dan 20
balita kategori baik. Dapat disimpulkan Tingkat konsumsi protein hewani berhubungan dengan kejadian
stunting di Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, karena nilai p=0,001 < 0,005 hasil Ho
ditolak dan Ha diterima.
ABSTRACT
This study intend to determine the relationship between Animal Protein Consumption Levels with Stunting
Incidence in Toddlers in Hantakan District, Hulu Sungai Tengah Regency. This research was carried out
in the Hantakan sub-district, Hulu Sungai Tengah district. This type of research is descriptive quantitative
research, while the analytical technique used is chi square analysis using the SPSS 20 application. Based
on the results of the study from 60 samples, there were 22 children under five in the poor category, 18
under five in the moderate category and 20 in the good category. It can be concluded that the level of
animal protein consumption is related to the incidence of stunting in Hantakan District, Hulu Sungai
Tengah Regency, because the p-value = 0.001 < 0.005 results Ho is rejected and Ha is accepted.
Article History Submitted: Mei 2022 Approved with minor revision: Mei 2022
Accepted: Mei 2022 Published: Juni 2022
Rendahnya konsumsi pangan atau tidak hanya terjadi pada golongan ekonomi
kurang seimbangnya masukan zat-zat gizi bawah, juga pada golongan ekonomi atas,
yang dikonsumsi mengakibatkan walaupun secara persentase golongan
ekonomi bawah lebih besar.
terlambatnya pertumbuhan organ dan
Menurut Hendriadi (2013), kejadian
jaringan tubuh, yang pada akhirnya stunting bukan karena faktor ekonomi
menimbulkan terjadinya penyakit dan atau semata, juga dipengaruhi faktor lain. Secara
lemahnya daya tahan tubuh terhadap sistem agribisnis terdapat tiga kelompok
serangan penyakit serta menurunnya penyebab stunting:
kemampuan kerja. Hal ini tentunya akan (1) Basic causes (kondisi sosial, ekonomi dan
mempengaruhi kualitas sumber daya politik; akses rumah tangga ke fasilitas
pendidikan, pekerjaan dan lembaga
manusia di masa yang akan datang (Hartati,
finansial);
2006). (2) Underlying causes (kerawanan pangan
Indonesia merupakan salah satu negara rumah tangga, lingkungan rumah tangga
yang masih memiliki kendala dalam yang tidak sehat, dan kurangnya layanan
memenuhi asupan gizi masyarakat, sudah kesehatan); dan
banyak terjadi berbagai macam masalah (3) Immediate causes (kurangnya asupan
terkait kesehatan perorangan ataupun makanan dan penyakit)
masayarakatnya, baik yang dewasa, anak- Stunting adalah masalah kurang gizi
anak, balita, maupun bayi. kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
Prevalensi stunting (anak kerdil) pada kurang dalam waktu yang cukup lama akibat
balita (bayi di bawah lima tahun) masih pemberian makanan yang tidak sesuai
tinggi di Indonesia. Stunting adalah kondisi dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi
gagal tumbuh dari standar bakunya. mulai dalam kandungan dan baru nampak
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam pada saat anak berusia dua tahun.
kandungan dan pada masa awal setelah bayi Kekurangan gizi pada usia dini
lahir. Menurut hasil Pemantauan Status Gizi mengakibatkan angka kematian bayi dan
(PSG) yang dilakukan pada tahun 2016, anak, menyebabkan penderitanya mudah
sekitar 29% balita di Indonesia termasuk sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal
kategori stunted. Menurut World Health saat dewasa (Suhaimi, 2019).
Organization (WHO), prevalensi balita Menurut Dinas Kesehatan Provinsi
pendek menjadi masalah kesehatan Kalimantan Selatan (2019), angka prevalensi
masyarakat jika prevalensinya 20% atau stunting tertinggi berada di kabupaten Hulu
lebih. Oleh karena itu, balita stunting Sungai Utara sebesar 31,03%. Kemudian
menjadi masalah kesehatan di Indonesia Kabupaten Balangan sebesar 26,79%,
(Kemenkes 2017). Besarnya prevalensi Kabupaten Hulu Sungai Tengah sendiri
balita stunting akan mempengaruhi kualitas sebesar 14,3%, dan yang terendah adalah
sumber daya manusia (SDM) dan potensi Kabupaten Banjar sebesar 13,4%. Sedangkan
bangsa untuk mampu berdaya saing dengan pada tahun 2020 prevalensi stunting tertinggi
negara lain. berada di Kabupaten Balangan sebesar
Data Riset Kesehatan Dasar 26,2%.
(Riskesdas) tahun 2007 angka prevalensi Pemantauan status balita stunting
stunting di Indonesia yaitu 36,8%, tahun Puskesmas setiap Kecamatan di Kabupaten
2010 yaitu 35,6% dan pada tahun 2013 Hulu Sungai Tengah Tahun 2020 oleh Dinas
prevalensinya meningkat menjadi 37,2%, Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% menunjukkan bahwa prevalensi stunting
pendek. Data Riskesdes tahun 2018 setiap Kecamatan beragam, prevalensi
menunjukkan prevalensi balita stunting di stunting di Puskesmas Hantakan Kecamatan
Indonesia sebesar 30,8%. Berdasarkan Hantakan dengan persentase stunting 28,8 %
batasan WHO Indonesia berada pada atau sebanyak 84 balita dengan jumlah ukur
kategori masalah stunting yang tinggi. Ini 880 balita. Jumlah balita pendek 245 balita
25
Ahmad Suhaimi, Yudhi Harianto & Alpisah, Tingkat Konsumsi Protein Hewani…
dan sangat pendek 129 balita. Stunting di dari awal sebanyak 84 balita dengan
Kecamatan Hantakan masih tergolong tinggi. menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka N
dirasakan perlu adanya penelitian tentang
n = 1+N(e)²
Hubungan Konsumsi Protein Hewani dengan Dimana:
Kejadian Stunting Pada Balita di Kecamatan n = jumlah sampel
Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. N = jumlah populasi
e = presentasi kelonggaran ketelitian
METODE PENELITIAN kesalahan pengambilan sampel yang masih
bisa di tolerir sebesar 0,15%.
Tempat dan Waktu Penelitian Jadi rentang sampel yang dapat diambil
Penelitian ini dilaksanakan di dari teknik Slovin adalah antara 10-20% dari
Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu populasi penelitian. Sebanyak 30 balita
Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. stunting menjadi sampel dalam penelitian ini.
Waktu penelitian dumulai pada bulan Supaya data menjadi homogen, maka diambil
September 2021 sampai dengan Desember juga sampel balita normal (tidak stunting)
2021. sebanyak 30 balita. Jadi, jumlah sampel
keseluruhan dalam penelitian ini sebanyak 60
Jenis dan Sumber Data balita di Kecamatan Hantakan Kabupaten
Data diperoleh dengan cara Hulu Sungai Tengah.
wawancara, observasi dan kuesioner, dan
dari intansi terkait seperti Dinas Ketahanan Metode Pengumpulan Data
Pangan dan Perikanan, Puskesmas
Kecamatan Hantakan dan Dinas Kesehatan Recall 24 Jam
Kabupaten Hulu Sungan Tengah. Recall adalah salah satu teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam
Jenis Penelitian memperoleh data konsumsi protein pada
Jenis penelitian yang dilakukan adalah balita. Prinsip dari metode recall adalah
deskriptif kuantitatif, dan teknik mencatat jenis dan jumlah makanan yang
pengambilan sampel pada umumnya dikonsumsi dalam periode 24 jam yang lalu
dilakukan secara random, pengumpulan data (Supariasa et al, 2002). Survei konsumsi
menggunakan instrument penelitian, analisis protein hewani dilakukan selama 3 kali dalam
data bersifat kuantitatif atau statistik dengan selang waktu 2 hari. Pengulangan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah dimaksudkan untuk mendapatkan data
ditetapkan (Sugiyono, 2013). konsumsi riil yang lebih akurat. Metode ini
cukup akurat, cepat pelaksanaannya, mudah,
Metode Penarikan Sampel
murah dan tidak memerlukan peralatan yang
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan mahal dan rumit. Selain kepraktisannya
Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. kevalidan data masih dapat diperoleh dengan
Pertimbangn memilih wilayah dilakukan baik.
secara sengaja (Purposive) dengan alasan Analisis Data
logis wilayah penelitian termasuk prevalensi Menjawab tujuan pertama yaitu
stunting tertinggi di Kabupaten Hulu Sungai tingkat konsumsi protein hewani pada balita
Tengah Tahun 2020 yaitu sebesar 84 balita stunting di Kecamatan Hantakan Kabupaten
dengan persentase 28,8%. Hulu Sungai Tengah dianalisis menggunakan
Berdasarkan kejadian stunting pada Food Recall 24 Jam dilakukan pada ibu
balita, maka semua balita di kecamatan Balita untuk mengetahui konsumsi protein
terpilih dijadikan sebagai sasaran penelitian. hewani balita. Kekurangan konsumsi protein
Ditetapkan jumlah responden dalam hewani merupakan salah satu penyebab
penelitian ini berjumlah 30 balita stunting terjadinya gizi buruk, yang dalam jangka
26
Rawa Sains: Jurnal Sains STIPER Amuntai, Juni 2022, 12(1) 23-30 ISSN 2354-6379 EISSN 2686-3510
Tabel 3. Jumlah Konsumsi Protein Hewani Balita Normal dan Stunting di Kecamatan Hantakan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Kode Recall 24 jam Total Rata-Rata
No Status Gizi
Responden 1 2 3
1 R1 Stunting 3,41 5,24 1,83 10,48 3,49
2 R2 Stunting 8,03 8,03 8,03 8,03 8,03
3 R3 Stunting 9,03 - 3,41 12,44 4,15
4 R4 Stunting 28,72 6,81 7,72 43,25 14,42
5 R5 Stunting 51,31 22,03 12,53 85,87 28,62
6 R6 Stunting 22,43 4,20 20,26 46,89 15,63
7 R7 Stunting 40,15 40,15 40,15 120,45 40,15
8 R8 Stunting 47,58 15,22 13,62 76,42 25,47
9 R9 Stunting 6,00 3,41 7,83 17,24 5,75
10 R10 Stunting 14,53 3,41 3,41 21,35 7,12
11 R11 Stunting - 14,91 6,40 21,31 7,10
12 R12 Stunting 7,72 - - 7,72 2,57
13 R13 Stunting 26,58 3,41 7,72 37,71 12,57
14 R14 Stunting 7,10 3,41 - 10,51 3,50
15 R15 Stunting 31,38 31,38 31,38 94,14 31,38
16 R16 Stunting 40,15 40,15 40,15 120,45 40,15
17 R17 Stunting - - - - -
28
Rawa Sains: Jurnal Sains STIPER Amuntai, Juni 2022, 12(1) 23-30 ISSN 2354-6379 EISSN 2686-3510
nilai budaya daerah tersebut, dan bisa Rusyantia, A. 2018. Hubungan Kebiasaan
diasumsikan dari pola konsumsi Konsumsi Ikan dan Asupan Protein
keluarga mereka Hewani Dengan Kejadian Stunting
Batitan Di Pulau Pasaran
DAFTAR PUSTAKA Kotamadya Bandar Lampung.
(http://journal.umpalangkaraya.ac.i
Dinas Kesehatan Hulu Sungai Tengah, 2020. d/index.php/jsm/article/view/352,
Data Stunting Kabupaten Hulu diakses pada 21 desember 2020)
Sungai Tengah. Barabai Sugiyono. 2011:87. Metode penelitian,
Hartati, Yuli. 2006. Faktor-faktor Yang penarikan sampel,
Berhubungan dengan Konsumsi (file:///C:/Users/omg/Downloads/D
Ikan dan Status Gizi Anak 1-2 ocuments/BAB%203.pdf, diakses
Tahun di Kecamatan Gadus Kota 18 Desember 2020).
Palembang Tahun 2005. (Tesis). Suhaimi, A, 2019. Pangan, Gizi dan
Universitas Diponegoro, Semarang Kesehatan. CV. Budi Utama.
Hendriadi A (2013). Yogyakarta.
http://bkp.pertanian.go.id/blog/post/ UNICEF. (1998). The states of the world’s
peran-kementerian-pertanian- children. New York, USA: New York
dalam-penanganan-stunting Press.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil
Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
Kemenkes RI. httProfil-Kesehatan-
Indonesia-tahun-2017.pdf
Lisna. 2019. Keterkaitan Pola Konsumsi
Pangan Dengan Kejadian Stunting
pada Balita di Kecamatan Sungai
Pandan Kabupaten Hulu Sungai
Utara. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Pertanian Amuntai.
Muchtadi, Deddy. 2010. Kedelai: Komponen
Bioaktif untuk Kesehatan. Bandung:
Alfabeta