Anda di halaman 1dari 16

IMPLEMENTASI PRINSIP GREEN GOVERNANCE

PADA KOTA BOGOR


Disusun untuk memenuhi tugas UAS
Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan

DOSEN PENGAMPU:
Erni Zuhriyati, S.S., S.IP., MA.

DISUSUN OLEH:
Nurulaeni (20230520056)

PRODI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diberikannya
kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan Paper ini dengan tepat waktu.Penulis
mengucapkan syukur Tuhan yang maha esa atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
Paper dengan judul Implementasi Prinsip Green Governance Pada Kota Bogor. Paper ini
bertujuan untuk menganalisis penerapan green governance yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap Kota Bogor. Penulis menyadari bahwa Paper ini jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan Paper ini. Demikian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini, penulis memohon maaf sebesar-besarnya.Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Erni Zuhriyati, S.S., S.IP., MA,. Selaku dosen pengampu
mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Pemerintahan. Harapannya semoga paper ini dapat bermanfaat
bagi orang lain dan khususnya bagi penulis. Demikian semoga paper ini dapat bermanfaaat.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 09 Januari 2024
ABSTRAK

Bogor merupakan kota pertama di belahan timur yang diakui sebagai kota hijau karena sifat
dan karakternya. Oleh karena itu, Kota Bogor punya alasan untuk kembali meraih reputasi
sebagai kota hijau. Semua kegiatan akan diarahkan untuk meraih identitas yang tidak dimilki
oleh daerah lainnya. Kota Bogor memiliki luas RTH hanya sebesar 2.031,66 ha atau sekitar
10,9% dari luas wilayah kota bogor, namun sekarang terancam oleh semakin pesatnya
pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat sehingga menyebabkan
penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kota Bogor setiap tahunnya. Ketersediaan
kawasan terbuka hijau merupakan bagian penting dari upaya mengatasi permasalahan
lingkungan perkotaan seperti peningkatan suhu udara, tingginya polusi, berkurangnya resapan
air dan terbatasnya ruang interaksi masyarakat.Upaya Kota Bogor dalam mengembangkan
kawasan hijau dirasa masih kurang untuk menjadi kota hijau.Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan upaya pemerintah kota Bogor dalam menerapkan konsep Green Governance
dalam membangun image kotanya sebagai kota hijau dengan memperbanyak RTH. selain itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kendala dan isu dalam penerapan green governance
dikota Bogor. Metode dalam penelitian ini adalah Metode studi kasus kualitatif adalah suatu
pendekatan kualitatif yang diperkenalkan oleh John W. Creswell. Data yang digunakan dalam
penelitian jurnal ini bersifat kualitatif dan terkait dengan konsep kota hijau, undang-undang,
regulasi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan banjir di Kota Bandung.

.
PENDAHULUAN

Kota Bogor terbagi menjadi 6 kecamatan, salah satunya adalah Bogor Barat dengan
jumlah penduduk paling banyak yaitu sebesar 233,64 ribu jiwa atau 22,4%. Di urutan kedua,
terdapat kecamatan Tanah sereal yang dihuni sebanyak 218,09 ribu jiwa atau 20,91%. Di urutan
ketiga, kecamatan Bogor Selatan dihuni oleh 204,03 ribu jiwa atau 19,56%. Pada urutan ke
empat, kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 186,72 ribu jiwa atau 17,9%. Pada urutan ke lima,
kecamatan Bogor Timur dihuni oleh 104,33 ribu jiwa atau 10%. Dan yang paling sedikit pada
urutan ke enam di kecamatan Bogor Tengah yakni 96,26 ribu jiwa atau 9,23%.1.Dampak
pertumbuhan penduduk yang besar dapat memberikan dampak positif bagi suatu kota atau
menjadi beban bagi kota tersebut. Namun hal tersebut hanya mungkin terjadi jika terdapat
sumber daya manusia yang baik dan kualitas hidup seluruh warganya terjamin oleh
pemerintah kota(Isep H Insan, 2023)
Pertumbuhan penduduk berdampak pada permasalahan lingkungan hidup. Ini adalah
masalah yang sangat sulit yang harus dihadapi manusia di lingkungannya. Pesatnya
pertumbuhan manusia dianggap menjadi masalah bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan
berkaitan dengan pemuasan kebutuhan manusia, manusia merupakan subjek pembangunan
yang menentukan baik buruknya lingkungan sekitar. Permasalahan lingkungan hidup di
Indonesia terus bertambah seiring berjalannya waktu akibat ketidakpatuhan terhadap undang-
undang setempat dan rendahnya kesadaran masyarakat. Permasalahan ini berdampak pada
berkurangnya kuantitas dan kualitas lingkungan hidup di perkotaan, baik berupa ruang terbuka
maupun non-hijau(Isep H Insan, 2023).
Dampak pemanasan global menginspirasi proyek tentang pembangunan
berkelanjutan.Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan (negara, kota,
perusahaan,komunitas, dll) dengan tujuan memenuhi kebutuhan masa kini serta kebutuhan
generasi mendatang.Diperlukan upaya karena perkembangan dan pertumbuhan kota/kota serta
perubahan penggunaan lahan yang cepat akan merugikan lingkungan dan menurunkan daya
dukung tanah untukmenunjang penghidupan masyarakat.di perkotaan.Memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang
memadai(Osly et al., 2022).
Intensitas pembangunan perkotaan mempengaruhi karakteristik alami ruang hijau. Luas
ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan
adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan yang sebelumnya dibuka untuk pengembangan
untuk berbagai keperluan Pembangunan antara lain: Meningkatnya persaingan di bidang
perumahan, industri, perdagangan dan jasa dan perkantoran jalan raya, penggantian lahan
produk namun adanya kegiatan perekonomian. Sebagai akibat persaingan yang semakin ketat
apabila terdapat lahan yang produktif tetapi kurang memiliki nilai ekonomi akan tergantikan.
Sebaliknya jika terdapat lahan terbuka hijau yang berada pada lokasi stategis dan mempunyai
nilai ekonomi tinggi fungsinya akan terancam, terutama fungsi ekologisnya. Persaingan dalam
pemanfaatan lahan saat ini lebih banyak yang berpihak pada kepentingan ekonomis
dibandingkan kepentingan ekologisnya. Hal inilah yang menyebabkan proporsi RTH Kota
Bogor berkurang(Osly et al., 2022)
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pentingnya
pemanfaatan RTH di setiap kawasan manapun. juga dapat memperhatikan lingkungan kawasan
setempat membantu masyarakat agar lebih sebagai RTH yang masih bisa dimanfaatkan serta
dapat menjadi bahan pertimbangan pada seluruh Kecamatan Kota Bogor untuk meningkatkan
pengaadan RTH berdarkan kebutuhanya(Ananda & Ihsani, 2021).
Kota Bogor merupakan kota berkembang yang menghadapi permasalahan serius.
Lokasi geografis kota, bersama dengan jumlah penduduk yang tinggi, pertumbuhan industri
dan kemacetan lalu lintas, berdampak pada tingginya tingkat polusi. Warga Kota Bogor
terpapar sejumlah polutan udara yang berdampak pada kesehatan pernapasannya. Penyakit
menular memiliki banyak kondisi yang mempengaruhi saluran udara, paru-paru, dan bagian
lain dari sistem pernapasanBanyak penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara polusi
udara dan dampak serta tingkat keparahan penyakit pernapasan. (Priyana, 2023).
Green Government merupakan sebuah konsep baru dalam menjalankan pemerintahan
suatu negara atau kota. Tujuan dari konsep ini adalah untuk menghilangkan permasalahan
lingkungan hidup, dan dalam penerapannya pemerintah tidak hanya peduli terhadap
lingkungan saja, namun juga secara jelas menunjukkan visi dan tujuan pemerintahan hijau
untuk mengembangkan kota yang sehat lingkungan. Secara sejarah, Green government
diperkenalkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhono, dan program ini pertama kali
diperkenalkan di Jakarta. Ketentuan mengenai tata kelola hijau antara lain namun tidak terbatas
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, khususnya Pasal 63 ayat
(3).(Isep H Insan, 2023).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
penduduk dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup. Salah satu kota yang
mengalami pertumbuhan penduduk adalah kota Bogor. Permasalahan lingkungan hidup yang
dihadapi Kota Bogor antara lain kemacetan lalu lintas, pembuangan sampah sembarangan,
serta pencemaran lingkungan dan udara. Pemerintah Kota Bogor sebaiknya menerapkan
program pengelolaan hijau untuk menjaga lingkungan. Tujuan dari konsep ini adalah untuk
mengatasi permasalahan lingkungan hidup, dan dalam penerapannya bukan tentang kepedulian
pemerintah terhadap lingkungan hidup, namun secara jelas menunjukkan visi dan tujuan
pemerintahan hijau untuk pembangunan perkotaan dengan menggunakan energi ramah
lingkungan(Isep H Insan, 2023).
Pada penelitian ini penulis melihat bahwa penerapan green governance adalah cara
efektif untuk membangun kota hijau (Green city) dengan memperluas RTH . Pada penelitian
ini, peneliti berfokus untuk menganalisis Upaya implementasi green governance pada Kota
Bogor dan tantangan penerapan green governance pada Kota Bogor . Pada penelitian ini
memiliki rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja tantangan yang di hadapi dalam penerapan Green Governance pada Kota Bogor?
2.Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah untuk menerapkan prinsip Green Governance
pada kota bogor?
Metode studi kasus kualitatif adalah suatu pendekatan kualitatif yang diperkenalkan
oleh John W. Creswell. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis, menyelidiki, dan
memahami sebuah peristiwa dari suatu masalah dengan mengumpulkan berbagai informasi
terkait, seperti peristiwa, fenomena, waktu, tempat, dan lainnya. Informasi tersebut kemudian
diolah untuk mencari solusi dan memberikan justifikasi agar masalah yang dihadapi dapat
diselesaikan dengan argumentasi yang kuat. Data yang digunakan dalam penelitian jurnal ini
bersifat kualitatif dan terkait dengan konsep kota hijau, undang-undang, regulasi, serta faktor-
faktor yang mempengaruhi permasalahan banjir di Kota Bogor.

ISI

1. Tantangan Penerapan Prinsip Green Governance pada Kota Bogor

a). Meningkatnya Jumlah Penduduk di Kota Bogor

Gambar 1 Jumlah Penduduk Kota Bogor Sebanyak 1,04 Juta Jiwa pada 2020

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/17/jumlah-penduduk-kota-bogor-sebanyak-104-juta-jiwa-pada-2020

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Kota Bogor, Jawa Barat
sebanyak 1,04 juta jiwa pada 2020. Rinciannya, sebanyak 529,24 ribu jiwa atau 50,74%
berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 513,83 ribu jiwa atau 49,26% merupakan
perempuan.Bogor Barat tercatat sebagai kecamatan dengan penduduk terbanyak di Kota
Bogor, yakni 233,64 ribu jiwa atau 22,4% dari total populasinya. Posisi kedua ditempati oleh
Kecamatan Tanah Sereal dengan penduduk sebanyak 218,09 ribu jiwa atau 20,91% dari total
populasinya.Kemudian, Kecamatan Bogor Selatan dihuni oleh 204,03 ribu jiwa atau 19,56%
dari total populasi di Kota Bogor. Sebanyak 186,72 ribu jiwa atau 17,9% penduduk Kota Bogor
ada di Kecamatan Bogor Utara.Lalu, Kecamatan Bogor Timur dihuni oleh 104,33 ribu jiwa
atau 10% dari total populasi(Databoks, 2020).

Sementara, kecamatan di Kota Bogor yang paling sedikit penduduknya adalah Bogor
Tengah, yakni 96,26 ribu jiwa atau 9,23% dari total populasinya.Menurut kelompok umur,
sebanyak 730,74 ribu jiwa atau 70,06% penduduk Kota Bogor berusia produktif (15-64 tahun).
Sementara, sebanyak 312,33 ribu jiwa atau 29,94% penduduk Kota Bogor masuk usia tidak
produktif. Rinciannya, sebanyak 254,55 ribu jiwa atau 24,4% merupakan usia belum produktif
(0-14 tahun). Sementara, 57,78 ribu jiwa atau 5,53% di usia tidak produktif (65 tahun ke
atas).Sebagai informasi, Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat dengan luas
118,8 kilometer (km) persegi dan kepadatan penduduk 8.802/km persegi. Secara administrasi,
Kota Bogor terbagi atas enam kecamatan dan 68 desa/kelurahan(Databoks, 2020)..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan


penduduk sensitif terhadap masalah lingkungan. Salah satu kota yang terkena dampak
pertumbuhan penduduk adalah Kota Bogor. Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi
Kota Bogor antara lain kemacetan lalu lintas, sampah dan pencemaran lingkungan. Dalam hal
ini Pemerintah Kota Bogor yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor yang bertanggung
jawab langsung terhadap lingkungan hidup.(Isep H Insan, 2023).

Pertumbuhan penduduk berdampak pada permasalahan lingkungan hidup. Ini adalah


masalah yang sangat sulit yang harus dihadapi manusia di lingkungannya. Pesatnya
pertumbuhan penduduk dianggap menjadi masalah bagi lingkungan. Hal ini disebabkan karena
berkaitan dengan pemuasan kebutuhan manusia, manusia merupakan subjek pembangunan
yang menentukan baik buruknya lingkungan sekitarnya. Permasalahan lingkungan hidup di
Indonesia terus berkembang seiring berjalannya waktu akibat ketidakpatuhan terhadap
peraturan setempat dan rendahnya kesadaran masyarakat. Permasalahan ini berdampak pada
berkurangnya kuantitas dan kualitas lingkungan hidup di perkotaan, baik berupa ruang terbuka
maupun non-hijau(Isep H Insan, 2023).

b). Meningkatnya Pembangunan di Kota Bogor

Dengan perkembangan yang semakin pesat, Kota Bogor telah menjadi pusat kegiatan
masyarakat bagi komunitas yang berbeda. Meningkatnya aktifitas masyarakat ini juga diikuti
dengan meningkatnya jumlah penduduk baik masyarakat asli maupun pendatang dari luar kota.
Pembangunan kota dapat meningkatkan infrastruktur dan fasilitas untuk aktifitas masyarakat
serta akan berdampak positif pada rusaknya pemandangan alam. Selain itu, terbatasnya ruang
interaksi masyarakat menjadi permasalahan sosial yang kompleks(Salamuddin et al., n.d.).
Manusia merupakan subjek pembangunan yang menentukan baik buruknya lingkungan
sekitar. Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia terus bertambah seiring berjalannya
waktu akibat ketidakpatuhan terhadap undang-undang setempat dan rendahnya kesadaran
masyarakat. Permasalahan ini berdampak pada berkurangnya kuantitas dan kualitas lingkungan
hidup di perkotaan, baik berupa ruang terbuka maupun non-hijau(Isep H Insan, 2023). Dampak
pemanasan iklim menginspirasi proyek pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan adalah proses pembangunan (negara, kota, perusahaan, komunitas, dll) yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan. Hal ini diperlukan
karena adanya perkembangan dan pertumbuhan perkotaan serta perubahan penggunaan lahan
yang secara cepat merusak lingkungan hidup dan menurunkan daya dukung bumi dalam
menunjang penghidupan masyarakat di perkotaan(Osly et al., 2022).

Gambar 2 contoh pesatnya pembangunan di kota bogor

Sumber:Pemerintah Kota Bogor

Dari gambar di atas terlihat peningkatan infrastruktur jalamn raya yang terus di bangun
sehingga menyebabkan penyempitan lahan.Selain peralihan ke jalan tol, perubahan
penggunaan lahan juga teramati di wilayah penelitian dari penggunaan lahan non tol menjadi
golongan. Terlihat penggunaan lahan pada kelompok berupa. Vegetasi seperti sawah, ladang,
kebun campuran dan lahan kosong sangat mengurangi luas lahan pada saat yang sama,
penggunaan lahan kelompok kelas berupa lahan terbangun seperti usaha dan jasa,perumahan
dan pendidikan mengalami pertumbuhan yang cukup besar di wilayah Bogor(Susanto &
Marsoyo, 2019).
c). Meningkatnya Polusi Udara di Kota Bogor

Kota Bogor merupakan kota padat penduduk dengan polusi udara yang signifikan
akibat aktivitas industri, lalu lintas dan gaya hidup sosial. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis kausal untuk mengidentifikasi hubungan antara polusi udara dan penyakit pernapasan.
Data konsentrasi pencemar udara (partikel PM2.5, SO2, NO2) dan kejadian penyakit
pernafasan diambil dari sumber yang tersedia,seperti Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor dan
puskesmas setempat(Priyana, 2023). Salah satu permasalahan yang sering muncul adalah
bahwa perencanaan perkotaan seringkali mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan,
perencanaan, dan desain yang dapat menciptakan kota yang sehat. Pentingnya lingkungan yang
mendukung kesehatan tidak hanya terletak pada pengurangan faktor risiko kesehatan secara
langsung, tetapi juga pada kontribusi terhadap peluang kesehatan yang mungkin secara tidak
langsung mendukung kesejahteraan. Terutama di wilayah perkotaan dengan kepadatan
aktivitas manusia tinggi, seperti beberapa kota besar di Indonesia, dimana hampir seluruh lahan
telah terbangun. Menurut Hansen (2020), kualitas hidup yang baik sangat terkait dengan desain
perkotaan yang baik, kesehatan mental, dan kesejahteraan. Salah satu faktor yang sangat
memengaruhi hal-hal tersebut adalah adanya ruang terbuka yang terhubung erat dengan alam,
termasuk pohon, tumbuhan, air, serta flora dan fauna yang ada di dalamnya(Hani Dania, 2023).

Gambar 3 Polusi Udara Bogor Pagi Hari Terburuk di Jabodetabek

Polusi Udara Bogor Pagi Hari Terburuk di Jabodetabek (Selasa, 21 November 2023) (katadata.co.id)

Kualitas udara di Bogor pagi ini mencapai tingkat terburuk di wilayah Jabodetabek, seperti
yang terlihat dari data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) KLHK. Pada pukul 08.00 WIB,
Selasa (21/11/2023), Bogor mencatatkan indeks kualitas udara sebesar 506. Di peringkat kedua
terdapat Bekasi dengan indeks kualitas udara sebesar 102, sementara Tangerang berada di urutan
ketiga dengan skor 90. KLHK menyarankan agar warga di daerah dengan kualitas udara yang
tidak sehat mengurangi aktivitas fisik di luar ruangan. Bagi yang tinggal di wilayah dengan
kualitas udara sedang, masih diperbolehkan beraktivitas di luar ruangan kecuali untuk kelompok
sensitif. Namun, bagi mereka yang berada di daerah dengan kualitas udara sangat tidak sehat
dan berbahaya, disarankan untuk menghindari sepenuhnya aktivitas di luar ruangan(Databoks,
2023).

2. Implementasi Prinsip Green Governance pada Kota Bogor

Salah satu permasalahan yang sering muncul adalah bahwa perencanaan kota-kota
seringkali mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan yang mengarah pada pembentukan kota
yang memenuhi kriteria Kota Sehat. Meskipun lingkungan yang membentuk kota sehat dapat
berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup, perencanaan tersebut seringkali terlewat.
Pemerintah telah merespons isu ini dengan menetapkan ketentuan 30% lahan perkotaan sebagai
Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 26 tahun 2007 melalui
program Kota Hijau. Namun, sayangnya, implementasi Undang-undang ini di berbagai daerah
di Indonesia masih belum optimal(Hani Dania, 2023).

Ide Konsep Kota Hijau merujuk pada upaya menciptakan lingkungan perkotaan yang
ramah lingkungan. Dalam konsep ini, pemanfaatan sumber daya air dan energi dilakukan
secara efisien dan efektif, dengan tujuan mengurangi limbah, meningkatkan kesehatan
lingkungan, dan mengoptimalkan lingkungan alam dan buatan sesuai prinsip pembangunan
berkelanjutan. Makna strategis dari konsep ini terletak pada pertimbangan bahwa pertumbuhan
kota yang cepat dapat menyebabkan masalah perkotaan seperti pemukiman yang tidak teratur,
kemacetan, kesenjangan sosial, banjir, dan kurangnya ruang terbuka hijau(Fuady, 2021).

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki peran yang sangat vital dalam
mengatasi tantangan perkotaan. Fungsi RTH tidak hanya terbatas pada aspek estetika kota,
tetapi juga sebagai tempat untuk berbagai aktivitas seperti bermain, olahraga, bersosialisasi,
dan kegiatan sosial-budaya lainnya. Dari segi ekologi, RTH memberikan manfaat yang
signifikan, termasuk memberikan iklim mikro yang baik untuk lingkungan sekitarnya, serta
mampu menghasilkan oksigen dan menyerap polusi karbon dioksida dalam lingkungan kota.
Namun, saat ini, ketersediaan RTH Kota Bogor semakin terancam karena perubahan
penggunaan lahan yang menyebabkan penurunan luas RTH. Selain itu, adanya rencana
pembangunan yang kurang mempertimbangkan aspek lingkungan juga turut menyumbang
pada masalah ini secara masif(Salamuddin et al., n.d.).

Dengan adanya konsep Kota Hijau, pemerintah kota dapat menghadapi tantangan-
tantangan tersebut secara lebih efektif. Ini menjadi semakin penting mengingat fenomena
perubahan iklim yang semakin meruncing, memerlukan persiapan yang seksama,
komprehensif, dan realistis sebagai solusi terhadap perubahan global. Konsep Kota Hijau di
Indonesia diinisiasi oleh Direktorat Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR melalui
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Program ini didukung oleh Rencana Aksi Kota
Hijau (RAKH) yang berfokus pada tata ruang untuk pengembangan wilayah dengan konsep
kota berkelanjutan dan mandiri. Peran provinsi dan pemerintah pusat juga diakui penting dalam
koordinasi untuk menjaga kelanjutan program ini(Fuady, 2021).
Ruang Terbuka Hijau merujuk pada area terbuka yang ditumbuhi oleh tumbuhan atau
vegetasi, dengan tujuan mendukung berbagai manfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Fungsi dari Ruang Terbuka Hijau tersebut meliputi penciptaan keindahan,
kenyamanan, dan kesejahteraan di wilayah yang memiliki ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka
Hijau publik, sebagai bagian dari konsep ini, merupakan area terbuka yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota, dan dijadikan untuk kepentingan umum masyarakat
dengan penanaman tumbuhan sebagai salah satu ciri utamanya (sesuai UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Pasal 29 Ayat 1)(Syamsiyah, 2021).

Kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi suatu kebutuhan yang
muncul karena tuntutan akan ruang publik. RTH dianggap sebagai fasilitas umum yang
memiliki berbagai fungsi, dapat menampung kebutuhan masyarakat akan interaksi sosial,
menjadi tempat rekreasi, dan olahraga. Untuk memastikan pemahaman yang baik dari
masyarakat terhadap nilai-nilai RTH, merupakan suatu modal sosial yang penting. Oleh karena
itu, pihak perencana dan pengelola memerlukan suatu metode konseptual yang efektif untuk
mengatur kualitas ekosistem kota, khususnya terkait dengan fungsi dan bentuk RTH. Hal ini
berkaitan dengan upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari pembangunan kota dan
memenuhi tuntutan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem lingkungan perkotaan(Syamsiyah,
2021).

Hasil penelitian ini menggambarkan manfaat pohon di Ruang Terbuka Hijau (RTH)
kota, menunjukkan bahwa proporsi tutupan lahan di perkotaan berpengaruh signifikan terhadap
kualitas ekosistem kota. Dalam konteks tiga manfaat ekologis RTH, seperti potensi
pengurangan limpasan permukaan, penyerapan polutan, dan kemampuan penyimpanan serta
penurunan karbon, simulasi model menunjukkan bahwa peningkatan luas kanopi pohon dapat
memberikan peningkatan manfaat ekologis yang signifikan.Penerapan program analisis
CITYGreen sebagai alat bantu dalam penilaian nilai ekologi dan ekonomi RTH kota dapat
dilakukan untuk kota Bogor. Hasil analisis yang disajikan dengan cara yang jelas dan sederhana
diharapkan dapat memberikan masukan berharga bagi perencana, pengelola kota, dan pihak-
pihak terkait dalam merancang kebijakan pengelolaan RTH Kota yang berkelanjutan(Fatimah
et al., 2013).

Dilihat dari kasus studi yang bersumber dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai
inisiatif kota sehat dengan pembuatan program strategis, upaya pemerintah dalam
mengimplementasikan program Kota Hijau terbilang positif, namun belum merata dan belum
menjadi prioritas di berbagai kota besar. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang erat
dengan pemerintah kota di seluruh wilayah untuk merancang dan mengembangkan perkotaan
yang ramah lingkungan. Fokus utama adalah pada pengelolaan RTH agar dapat mendukung
transformasi kota-kota di Indonesia menjadi kota sehat atau Urban Health, sebelum area-area
tersebut terkena dampak penggusuran oleh bangunan dan perkerasan(Fatimah et al., 2013).

Konsep Green City menggambarkan citra kota ideal yang mengedepankan


pembangunan berkelanjutan untuk menjamin berbagai sektor kegiatan di dalamnya. Dalam
kerangka konsep ini, pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak hanya fokus pada aspek
kuantitas luas RTH publik dan fungsi ekologis saja, tetapi juga menekankan penilaian terhadap
kualitas RTH sebagai fasilitas publik dengan fungsi sosial dan ekonomi yang bersifat inklusif
bagi berbagai lapisan masyarakat.Dalam konteks ini, Kota Bogor perlu memperhatikan ulang
pemenuhan RTH dengan merujuk pada atribut Green City, khususnya Green Open Space dan
Green Planning & Design, sebagai dasar untuk pengembangan RTH. Pembangunan kota saat
ini dianggap kurang responsif terhadap dinamika yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
kebijakan perencanaan cenderung tidak selaras dengan aspirasi masyarakat(Salamuddin et al.,
n.d.).

KESIMPULAN

Teori Green Government yang diajukan oleh Register (1987) menggambarkan konsep
pemerintahan yang mampu membangun sebuah kota yang mandiri, dengan kemampuan
menggunakan sumber energi yang bersahabat dengan lingkungan, memiliki tingkat polusi yang
sangat rendah, dan gedung-gedung yang menggunakan bahan ramah lingkungan, serta
berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim.Dalam implementasinya, Green
Government melibatkan langkah-langkah pemerintah seperti peningkatan penggunaan energi
terbarukan, transisi menuju emisi nol bersih pada gedung dan armada pemerintah,
meningkatkan ketahanan gedung pemerintah, menetapkan kebijakan pengadaan berkelanjutan,
dan mencari solusi yang berbasis alam. Pertumbuhan penduduk memiliki dampak langsung
terhadap permasalahan lingkungan, dan salah satu kota yang mengalami dampak ini adalah
Kota Bogor. Permasalahan lingkungan yang muncul di Kota Bogor melibatkan kemacetan,
peningkatan volume sampah, dan pencemaran lingkungan.Selain kepadatan penduduk masalah
yang di hadapi adalah dengan meningkatnya Pembangunan dan infrastruktur membuat
penyemptan lahan dan terjadi polusi buruk karena kekurangan lahan terbuka hijau. Penanggung
jawab langsung terhadap lingkungan di Kota Bogor adalah Dinas Lingkungan Hidup Kota
Bogor, sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Walikota Bogor Nomor 107 Tahun 2019 yang
mengatur tugas pokok, fungsi, tata kerja, dan uraian tugas jabatan struktural di lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup.Untuk menjaga kelestarian lingkungan, Pemerintah Kota Bogor
perlu menerapkan konsep-konsep green government. Implementasi konsep ini tidak hanya
mencakup tindakan pemerintahan yang peduli terhadap lingkungan, tetapi lebih jauh lagi,
mencerminkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan visi dan misi green government
untuk pembangunan kota yang mengedepankan penggunaan energi ramah lingkungan.Dalam
penelitian mengahasilkan bahwa dengan memperluas RTH merupakan cara paling efektif u
ntuk menjadikan kota Bogor sebagai (City Green). Ruang terbuka hijau memiliki banyak
manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Manfaat pertama yang diberikan oleh ruang terbuka
hijau adalah menyediakan udara bersih. Vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat
menghasilkan oksigen dan menyerap polutan. Dengan begitu, udara di sekitarnya menjadi lebih
segar dan bersih. Ruang terbuka hijau memiliki banyak manfaat bagi lingkungan dan
masyarakat. Manfaat pertama yang diberikan oleh ruang terbuka hijau adalah menyediakan
udara bersih. Vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat menghasilkan oksigen dan menyerap
polutan. Dengan begitu, udara di sekitarnya menjadi lebih segar dan bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, dwi putri, & Ihsani, I. (2021). Penduduk di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah (
Analysis of Green Open Space Provision in Densely Populated Areas in Bogor City ,
Central Bogor Sub-. Jurnal Artesis, 1(2), 207–217.
Databoks. (2020). meningkatnya penduduk kota bogor.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/17/jumlah-penduduk-kota-bogor-
sebanyak-104-juta-jiwa-pada-2020
Databoks. (2023). No Title.
Fatimah, I. S., Sinukaban, N., & Munandar, A. (2013). Kota Bogor Dengan Aplikasi
Citygreen 5 . 4. 3(1), 31–38.
Fuady, M. (2021). Konsep kota hijau dan peningkatan ketahanan kota di Indonesia. Region :
Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Perencanaan Partisipatif, 16(2), 266.
https://doi.org/10.20961/region.v16i2.47698
Hani Dania, A. (2023). Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Strategi Kota Sehat pada
Kawasan Perkotaan di Indonesia. Rustic Jurnal Arsitektur, 3(1), 28–45. http://ojs.itb-
ad.ac.id/index.php/RUSTIC
Isep H Insan. (2023). IMPLEMENTASI PRINSIP GREEN GOVERNMENT PADA
PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR. Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 09, 104–120.
Osly, P. J., Mardiana, I., Tinumbia, N., & Ihsani, I. (2022). Analisis Kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Di Kota Bogor. Jurnal ARTESIS, 2(1),
67–73. https://doi.org/10.35814/artesis.v2i1.3763
Priyana, Y. (2023). Studi Kausalitas antara Polusi Udara dan Kejadian Penyakit Saluran
Pernapasan pada Penduduk Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Jurnal Multidisiplin
West Science, 2(06), 462–472. https://doi.org/10.58812/jmws.v2i6.434
Salamuddin, F. A., Sitorus, S. R. P., Z, R. M., & City, G. (n.d.). Analisis spasial ketersediaan
ruang terbuka hijau untuk mendukung program green city kota bogor. 11–17.
Susanto, A., & Marsoyo, A. (2019). Pengaruh Lokasi Exit Toll Jalan Tol Lingkar Luar Bogor
Terhadap Perubahan Guna Lahan Di Sekitar Jalan Soleh Iskandar Kota Bogor. JURNAL
GEOGRAFI Geografi Dan Pengajarannya, 17(2), 1.
https://doi.org/10.26740/jggp.v17n2.p1-14
Syamsiyah, E. M. W. ; N. R. (2021). Identifikasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2Kh)
Pada Ruang Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan Konsep Smart City (Studi Kasus :
Taman Samarendah Di Samarinda). Seminar Ilmiah Arsitektur II, 8686, 544–551.
ISI

Green government adalah pemerintahan yang berwawasan lingkungan dalam arti pemerintahan
yang peduli lingkungan hidup dan memiliki visi misi terhadap kota yang berkelanjutan
mengutamakan pengaruhnya dalam adaptasi atas perubahan iklim dalam kebijakan pemerintah
contohnya kota hijau.Register(1987) menyatakan bahwa green government sama artinya
pemerintah yang dapat membangun sebuah kota mandiri,yang bisa menggunakan sumber
energi yamng ramah lingkungan ,berpolusi sangat rendah , Gedung gedung bermatrial ramah
lingkungan ,berkontribusi meminimalisir terjadinya perubahan iklim.

Anda mungkin juga menyukai