Anda di halaman 1dari 17

Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

Konsep Kepemilikan dalam Islam


Pendahuluan
Oleh : Ali Akbar
Sebagai sutu sistem kehidupan universal Islam memberikan ruang dan kesempatan
dan komprehensif, Islam hadir dan kepada manusia untuk mengakses segala
dipercaya oleh pemeluknya sebagai ajaran sumber kekayaan yang dianugerahkan-Nya
yang mengatur tentang segala bentuk di bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan
aktivitas manusia, termasuk masalah kehidupannya. Konsep kepemilikan dalam
ekonomi. Salah satu bentuk aktivitas yang ajaran Islam berangkat dari pandangan
berkaitan dengan masalah ekonomi adalah bahwa manusia memiliki kecendrungan
persoalan kepemilikan (al-milkiyyah). Islam dasar (fithrah) untuk memiliki harta secara
senantiasa memberikan ruang dan individual, tetapi juga membutuhkan pihak
kesempatan kepada manusia untuk lain dalam kehidupan sosialnya. Harta atau
mengakses segala sumber kekayaan yang kekayaan yang telah dianugerahkan-Nya di
dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna alam semesta ini, merupakan pemberian
memenuhi semua tuntutan kehidupan, dari Allah kepada manusia untuk dapat
memerangi kemiskinan, dan merealisasikan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna
kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan kesejahteraan seluruh umat manusia
manusia. secara ekonomi, sesuai dengan kehendak
Secara historis, persoalan kepemilikan Allah Swt.
sebenarnya telah ada dan muncul sejak
adanya manusia pertama di muka bumi ini. Keywords : Islam, Kepemilikan dan
Ketika itu, makna kepemilikan tidak lebih Konsep
dari sekedar penggunaan sesuatu guna
memenuhi kebutuhan hidupnya, karena
manusia belum berfikiran untuk penggunaan untuk memenuhi kebutuhan
menyimpan apa yang ia miliki. Hal ini, hidup, menjadi kewenangan dan kekuasaan,
disebabkan karena penghuni bumi saat itu saat ini muncul istilah kepemilikan (property),
masih sedikit, sedangkan kebutuhan hidup atau dikenal juga dengan “al-milkiyyah”.
sangat melimpah. Kepemilikan terhadap Kepemilikan dalam syariat Islam adalah
sesuatu pada saat itu, hanya sekedar penguasaan terhadap sesuatu sesuai dengan
penggunaan untuk memenuhi kebutuhan aturan hukum, dan memiliki wewenang
hidupnya. untuk bertindak terhadap apa yang ia miliki
Namun, seiring dengan perkembangan selama dalam jalur yang benar dan sesuai
waktu dan tuntutan kebutuhan masyarakat, dengan hukum. Pada prinsipnya Islam tidak
sedikit demi sedikit jumlah manusia mulai membatasi bentuk dan macam usaha bagi
bertambah dan memenuhi penjuru bumi. seseorang dalam memperoleh harta,
Ketika itu mulailah persaingan guna begitupun Islam tidak membatasi pula kadar
mencukupi kebutuhan hidupnya, setiap banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha
orang ingin memenuhi kebutuhan seseorang. Hal ini tergantung pada
hidupnya. Maka sejak ini mulai pergeseran kemampuan, kecakapan dan ketrampilan
makna kepemilikan yang awalnya hanya masing-masing, asalkan dilakukan dengan

124 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

wajar dan halal, artinya sah menurut hukum memiliki. 3 Dalam bahasa Arab kata
dan benar menurut ukuran moral dan akal “ “ berarti memelihara dan menguasai
(QS. al-Baqarah [2]:188,1 an-Nisaa’ [4] :32)2 sesuatu secara bebas. 4 Maksudnya
serta tidak membahayakan bagi dirinya kepenguasaan seseorang terhadap sesuatu
maupun orang lain. harta (barang atau jasa) yang
Selain itu, setiap orang dituntut pula membolehkannya untuk mengambil
untuk menggunakan sebagian dari hak manfaat dengan segala cara yang dibolehkan
miliknya untuk memenuhi kepentingan oleh syara’, sehingga orang lain tidak
hidupnya (al-hajâh al-’udhawiyah) baik diperkenankan mengambil manfaat dengan
perseorangan, kelompok masyarakat barang tersebut kecuali dengan izinnya, dan
maupun negara. Sebab Islam mengakui sesuai dengan bentuk-bentuk muamalah
adanya kepemilikan pribadi (al-fardiyah), yang diperbolehkan. Misalnya, Ahmad
masyarakat umum (al-‘jama’iyah) maupun memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa
kepemilikan negara (al-daulah), dan sepeda motor itu dalam kekuasaan dan
menjadikan sebagai dasar bangunan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk
ekonomi. Namun demikian, secara teologis memanfaatkan dan orang lain tidak boleh
kepemilikan hakiki berada di tangan Allah, menghalangi dan merintanginya dalam
sedangkan manusia hanya diberi menikmati sepeda motor yang dimilikinya
kesempatan untuk memanfa’atkan dalam tersebut, kecuali setelah mendapat izin dari
bentuk amanah. pemiliknya.
Mengingat begitu pentingnya aspek Sedangkan pengertian “kepemilikan”
kepemilikan dalam bangunan ekonomi, menurut istilah berbagai ungkapan yang
maka dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan oleh para ahli, namun secara
dipaparkan tentang “Kepemilikan (al- esensial seluruh definisi itu pada prinsipnya
milkiyyah):al-khassah al-fardiyah (pribadi/ sama. Misalnya Muhammad Mushthafa al-
privat); al-’ammah-al-jama’iyah (umum/ Salaby mendefinisikan al-Milk sebagai
publik); al-daulah al-hukumah (negara/ berikut:
pemerintah), dengan menitik beratkan
pembahasannya tentang arti kepemilikan,
pandangan Islam terhadap kepemilikan, 5

sebab-sebab kepemilikan dan klasifikasi


kepemilikan dalam Islam. Kemudian akan “Pengkhususan (keistimewaan) atas sesuatu
diakhiri dengan kesimpulan sebagai penutup benda yang menghalangi orang lain bertindak
dari tulisan ini. atasnya dan memungkinkan pemiliknya
melakukan tindakan secara langsung
A. Pengertian Kepemilikan (al- terhadap benda itu, selama tidak ada halangan
Milkiyyah) syara’”

Kata “kepemilikan” dalam bahasa Musthafa Ahmad Zarqa’ mendefinisikan


Indonesia terambil dari kata “milik”. Ia al-Milkiyyah sebagai berikut:
merupakan kata serapan dari kata “al-milk” 6
dalam bahasa Arab. Secara etimologi kata
“al-milk” terambil dari akar kata “Kepemilikan adalah kekhususan
“ “ yang artinya (keistimewaan) yang bersifat menghalangi

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 125


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

(orang lain) yang syara’ memberikan 2. Dimaksudkan karena untuk melindungi


kewenangan kepada pemiliknya melakukan hak orang lain, seperti yang belaku pada
tindakan kecuali terdapat halangan”. harta bersama, dan halangan yang
dimaksudkan karena untuk melindungi
Abdul Karim Zaidan mendefinisikan al- kepentingan orang lain atau
Milk sebagai berikut: kepentingan masyarakat umum.

B. Pandangan Islam Terhadap


Kepemilikan
7
Islam memiliki suatu pandangan yang
“Pengkhususan (keistimewaan) atas sesuatu khas mengenai masalah kepemilikan
benda yang memungkinkan pemiliknya secara (property), yang berbeda dengan pandangan
pribadi untuk menggunakan atau melakukan kapitalisme dan sosialisme.9 Harta benda –
suatu tindakan terhadap harta tersebut tanpa menurut Islam - bukanlah milik pribadi
ada sesuatu yang mencegah menurut syariat (kapitalisme) dan bukan pula milik bersama
Islam”. (sosialisme) melainkan milik Allah, sebab ia
dielaborasi dari al-Quran dan Sunnah.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, Konsep kepemilikan dalam ajaran Islam
dapat dipahami bahwa kepemilikan berangkat dari pandangan bahwa manusia
merupakan kepenguasaan seseorang memiliki kecendrungan dasar (fithrah) untuk
terhadap sesuatu berupa barang atau harta memiliki sesuatu harta10 secara individual,
baik secara riil maupun secara hukum, yang tetapi juga membutuhkan pihak lain dalam
memungkinkan pemilik melakukan kehidupan sosialnya. Harta atau kekayaan
tindakan hukum, seperti jual beli, hibah, yang telah dianugerahkan-Nya di alam
wakaf, dan sebagainya, sehingga dengan semesta ini, merupakan pemberian dari
kekuasaan ini orang lain baik secara Allah kepada manusia untuk dapat
individual maupun kelembagaan terhalang dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna
untuk memanfaatkan atau mempergunakan kesejahteraan seluruh umat manusia secara
barang tersebut. Pada prinsipnya atas dasar ekonomi, sesuai dengan kehendak Allah
kepemilikan itu, seseorang mempunyai Swt. Dia-lah Pencipta, Pengatur dan Pemilik
keistimewaan berupa kebebasan dalam segala yang ada di alam semesta ini.
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu Pernyataan ini disebutkan dalam firman-
kecuali ada halangan tertentu yang diakui Nya surat al-Ma’idah ayat 120:
syara’.
Adapun maksud halangan syara’ di sini
adalah sesuatu yang membatasi kebebasan
pemiliknya untuk mempergunakan atau
memanfaatkannya, karena disebabkan dua
macam,8 yaitu: “Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan
1. Disebabkan karena pemiliknya bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia
dipandang tidak cakap secara hukum, menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan
seperti anak kecil, safih (cacat mental) Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.
atau karena taflis (pailit). al-Ma’idah : 120).

126 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

Selain itu, Allah òSwt. memberikan memenuhi kepentingannya. Firman Allah


wewenang pula kepada manusia untuk Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 29:
menguasai (istikhlaf) hak milik tersebut, dan
memberikan izin kepemilikan pada orang
tertentu yang sifatnya real. Allah òSwt. “Dialah yang telah menciptakan untukmu
berfirman: segala apa yang ada di bumi…”.

Di samping itu, Islam telah mengatur


dengan jelas bagaimana suatu hak milik
“Berikanlah kepada mereka sebagian dari dapat diperoleh secara sah dan pantas.
harta Allah yang dikaruniakan-Nya Sebaliknya, Islam melarang perampasan
kepadamu”. (QS. an-Nuur : 33). atau perampokan atas suatu hak milik,
sehingga menimbulkan ketidakadilan
Manusia adalah pihak yang (kezhaliman) atau penindasan atas suatu
mendapatkan kuasa dari Allah Swt. untuk pihak dengan pihak lainnya.
memiliki dan memanfaatkan harta tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: D. Sebab-Sebab Kepemilikan

Adapun maksud dengan sebab-sebab


pemilikan harta disini adalah sebab yang
menjadikan seseorang memiliki harta
tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul- hak miliknya. Sebab pemilikan harta itu
Nya dan nafkahkanlah sebagian dari telah dibatasi dengan batasan yang telah
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu dijelaskan oleh syara’. Menurut syari’at
menguasainya…”(QS. al-Hadiid : 7). Islam setidaknya ada lima sebab kepemilikan
(asbab al-tamalluk) yang dijadikan sebagai
Seseorang yang memperoleh harta, sumber daya ekonomi,11 yaitu:
pada hakekatnya hanya menerima titipan 1. Bekerja (al’amal)
sebagai amanat untuk disalurkan dan Kata “bekerja” wujudnya sangat
dibelanjakan sesuai dengan kehendak luas, ber macam-macam jenisnya,
pemilik-Nya, baik dalam pengembangan bentuknya pun beragam, serta hasilnya
harta maupun penggunaannya. Bahkan pun berbeda-beda, maka Allah swt.
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “pada tidak membiarkan “bekerja” tersebut
mulanya” manusialah yang berwenang secara mutlak. Allah swt. juga tidak
meng gunakan harta tersebut secara menetapkan “bekerja” tersebut dengan
proporsional menjadi milik individu, milik bentuk yang sangat umum. Akan tetapi
kolektif dan milik negara, sesuai dengan Allah swt. telah menetapkan dalam
tingkat kepentingan dan urgensinya masing- bentuk kerja-kerja tertentu yang layak
masing melalui cara-cara yang dibenarkan. untuk dijadikan sebagai sebab
Sebab sejak semula Allah Swt. telah kepemilikan. Bentuk-bentuk kerja yang
menetapkan bahwa harta yang disyariatkan, sekaligus bisa dijadikan
dianugerahkan-Nya adalah diperuntukkan sebagai sebab pemilikan harta, antara
buat manusia di muka bumi, guna lain:

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 127


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

a. Menghidupkan Tanah Mati (ihya’ al- orang yang bersangkutan atas tanah
mawaat) tersebut telah hilang.
Tanah mati adalah tanah yang tidak b. Menggali Kandungan Bumi
ada pemiliknya, dan tidak Yang termasuk kategori bekerja
dimanfaatkan oleh seorang pun. adalah menggali apa terkandung di
Sedangkan yang dimaksud dengan dalam perut bumi, yang bukan
menghidupkannya adalah merupakan harta yang dibutuhkan
mengolahnya dengan menanaminya, oleh suatu komunitas (publik), atau
baik dengan tanaman maupun disebut rikaz. Adapun jika harta
pepohonan, atau dengan mendirikan temuan hasil penggalian tersebut
bangunan di atasnya. Dengan adanya merupakan hak seluruh kaum
usaha seseorang untuk menghidupkan muslimin, maka harta galian
tanah, berarti usaha orang tadi telah tersebut merupakan hak milik
menjadikan tanah tersebut menjadi umum (collective property). Apabila
miliknya. Berdasarkan sabda Nabi harta tersebut asli, namun tidak
Saw. yang menyatakan: dibutuhkan oleh suatu komunitas
12 (publik), semisal ada seorang
pemukul batu yang berhasil
“Siapa saja yang menghidupkan menggali batu bangunan dari sana,
tanah mati, maka tanah (mati yang ataupun yang lain, maka harta
telah dihidupkan) tersebut adalah tersebut tidak termasuk rikaz, juga
miliknya.” (HR. Imam Bukhari tidak termasuk hak milik umum
dari Umar Bin Khaththab). (collective property), melainkan
termasuk hak milik individu (private
Ketentuan ini berlaku umum, property).
mencakup semua bentuk tanah; Termasuk juga dalam
baik tanah dar al-Islam (negara pengertian jenis harta galian (hasil
Islam), ataupun tanah dar al-kufur perut bumi) seperti barang yang
(negara kufur); baik tanah tersebut diserap dari udara, seperti oksigen
berstatus ‘usyriyah (yang dikuasai dan nitrogen. Begitu juga dengan
negara Islam tanpa melalui ciptaan Allah yang telah
peperangan) ataupun kharajiyah diperbolehkan oleh syara’ dan
(yang ditaklukkan Islam melalui dibiarkan agar bisa dimanfaatkan.
peperangan). Kepemilikan atas c. Berburu
tanah tersebut agar menjadi hak Berburu termasuk dalam kategori
miliknya, maka tanah tersebut harus bekerja. Misalnya berburu ikan,
dikelola selama tiga tahun secara mutiara, batu pemata, bunga karang
terus-menerus sejak mulai dibuka. serta harta yang dipeloleh dari hasil
Apabila tanah tersebut belum buruan laut lainnya, maka harta
pernah dikelola selama tiga tahun tersebut adalah hak milik orang
berturut-turut sejak tanah itu yang memburunya, sebagaimana
dibuka, atau setelah dibuka malah yang berlaku dalam perburuan
dibiarkan selama tiga tahun burung dan hewan-hewan yang lain.
berturut-turut, maka hak pemilikan Demikian harta yang dipeloleh dari

128 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

hasil buruan darat, maka harta pengelola termasuk dalam kategori


tersebut adalah milik orang yang bekerja serta merupakan salah satu
memburunya. Allah Swt. berfirman sebab kepemilikan. Akan tetapi,
dalam surat al-Ma’idah ayat 96: mudlarabah bagi pihak pemilik
modal (investor) tidak termasuk
dalam kategori sebab kepemilikan,
melainkan merupakan salah satu
sebab pengembangan kekayaan.
Nabi Saw. pernah bersabda:

“Dihalalkan bagimu, binatang


buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan
yang lezat bagimu, dan bagi orang- 13
orang yang dalam perjalanan, dan
diharamkan atasmu (menangkap) “Perlindungan Allah Swt. di atas
binatang buruan darat, selama dua orang yang melakukan
kamu dalam ihram”. (Q.S. Al- perseroan (ker jasama) selama
Ma’idah : 96) mereka tidak saling menghianati.
Jika salah seorang dari mereka
d. Makelar (samsarah) berdua menghianati mitranya, maka
Simsar (broker/pialang) adalah Allah mencabut perlindungan-Nya
sebutan bagi orang yang bekerja atas keduanya” (HR. Ad-
untuk orang lain dengan upah, baik Daruquthny).
untuk keperluan menjual maupun f. Musaqat (paroan kebun)
membelikan. Sebutan ini juga layak Musaqat adalah seseorang
dipakai untuk orang yang menyerahkan pepohonan (kebun)
mencarikan (menunjukkan) orang nya kepada orang lain agar ia
lain. Makelar (samsarah) termasuk mengurus dan merawatnya dengan
dalam kategori bekerja yang bisa mendapatkan konpensasi berupa
dipergunakan untuk memiliki harta, bagian dari hasil panennya. Dengan
secara sah menurut syara’. demikian, musaqat termasuk dalam
e. Mudlarabah (bagi hasil) kategori bekerja yang telah
Mudlarabah adalah perseroan dinyatakan kebolehannya oleh
(kerjasama) antara dua orang dalam syara’.
suatu perdagangan. Dimana, modal g. Ijarah (kontrak kerja)
(investasi) finansial dari satu pihak, Islam memperbolehkan seseorang
sedangkan pihak lain memberikan untuk mengontrak tenaga para
tenaga (‘amal). Dalam sistem pekerja atau buruh, agar mereka
mudlarabah, pihak pengelola bekerja untuk orang tersebut. Ijarah
memiliki bagian pada harta pihak adalah pemilikan jasa dari seorang
lain karena kerja yang dilakukannya. ajiir (orang yang dikontrak
Sebab, mudlarabah bagi pihak tenaganya) oleh musta’jir (orang

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 129


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

yang mengontrak tenaga), serta memberi mereka harta untuk


pemilikan harta dari pihak musta’jir meng garap tanah pertanian atau
oleh seorang ajiir. Sementara ajiir melunasi hutang-hutang. Umar bin
adakalanya bekerja untuk seseorang Khaththab telah membantu rakyatnya
dalam jangka waktu tertentu, seperti untuk menggarap tanah pertanian guna
orang yang bekerja di laboratorium, memenuhi hajat hidupnya, tanpa
kebun, atau ladang seseorang meminta imbalan. Kemudian syara’
dengan honorarium tertentu, atau memberikan hak kepada mereka yang
seperti pegawai negeri atau swasta. mempunyai hutang berupa harta zakat.
Mereka akan diberi dari bagian zakat
2. Pewarisan (al-irts) tersebut untuk melunasi hutang-hutang
Yang termasuk dalam kategori mereka, apabila mereka tidak mampu
sebab-sebab pemilikan harta adalah membayarnya. Firman Allah Swt.:
pewarisan, yaitu pemindahan hak “... dan orang-orang gharim.” (Q.S.
kepemilikan dari orang yang meninggal at-Taubah: 60). Maksudnya adalah
dunia kepada ahli warisnya, sehingga orang-orang yang mempunyai hutang.
ahli warisnya menjadi sah untuk
memiliki harta warisan tersebut. 4. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi
Berdasarkan firman Allah Swt.: harta atau tenaga
Dan Allah swt. mensyariatkan bagimu Yang termasuk dalam kategori
tentang (pembagian harta pusaka untuk) sebab kepemilikan adalah perolehan
anak-anakmu. Yaitu bagian seorang individu, sebagian mereka dari sebagian
anak laki-laki sama dengan bagian dua yang lain, atas sejumlah harta tertentu
orang anak wanita; dan jika anak itu tanpa kompensasi harta atau tenaga apa
semuanya wanita lebih dari dua, maka pun. Dalam hal ini mencakup lima hal:
bagi mereka dua pertiga dari harta yang a. Hubungan pribadi, antara sebagian
ditinggalkan”. (QS. an-Nisaa’:11). orang dengan sebagian yang lain,
baik - harta yang diperoleh karena
Dengan demikian, pewarisan adalah - hubungn ketika masih hidup,
salah satu sebab pemilikan yang seperti hibbah dan hadiah, ataupun
disyariatkan. Oleh karena itu, siapa saja sepeninggal mereka, seperti wasiat.
yang menerima harta waris, maka secara b. Pemilikan harta sebagai ganti rugi
syara’ dia telah memilikinya. Jadi waris (kompensasi) dari kemudharatan
merupakan salah satu sebab pemilikan yang menimpa seseorang, semisal
yang telah diizinkan oleh syari’at Islam. diyat orang yang terbunuh dan diyat
luka karena dilukai orang.
3. Pemberian harta negara kepada rakyat c. Mendapatkan mahar berikut hal-hal
Yang juga termasuk dalam kategori yang diperoleh melalui akad nikah.
sebab kepemilikan adalah pemberian d. Luqathah ( barang temuan).
negara kepada rakyat yang diambilkan e. Santunan yang diberiakan kepada
dari harta baitul maal, dalam rangka khalifah dan orang-orang yang
memenuhi kebutuhan hidup, atau disamakan statusnya, yaitu sama-
memanfaatkan kepemilikan. Mengenai sama melaksanakan tugas-tugas
pemenuhan hajat hidup adalah semisal termasuk kompensasi kerja mereka,

130 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

melainkan konpensasi dari Kepemilikan individu (private


pengekangan diri mereka untuk property) tersebut adalah semisal hak
melaksanakan tugas-tugas negara. milik seseorang atas roti dan rumah.
Maka, orang tersebut bisa saja memiliki
Dengan demikian, Islam melarang roti untuk dimakan, dijual serta diambil
seorang muslim memperoleh barang keuntungan dari harganya. Orang
dan jasa dengan cara yang tidak diridhai tersebut juga boleh memiliki rumah
Allah Swt, seperti; judi, riba, pelacuran, untuk dihuni, dijual serta diambil
korupsi, mencuri, menipu dan keuntungan dari harganya. Dimana,
perbuatan maksiat lainnya. masing-masing roti dan rumah tersebut
adalah zat. Sementara hukum syara’
E. Klasifikasi Kepemilikan Dalam yang ditentukan untuk keduanya adalah
Islam izin al-Syari’ kepada manusia untuk
memanfaatkannya dengan cara dipakai
Sebagai sebuah sistem tersendiri, langsung habis, dimanfaatkan ataupun
ekonomi Islam telah menjelaskan segala hal ditukar. Izin untuk memanfaatkan ini
yang berkaitan dengan masalah kepemilikan telah menjadikan pemilik barang –
(al-milkiyyah), tata cara mengelola dan dimana dia merupakan orang yang
mengembangkan (kayfiyyah al-tasarruf fi al- mendapatkan izin– bisa memakan roti
mal), serta cara mendistribusikannya (al- dan menempati rumah tersebut,
tawzi’ al-tharwah bayna al-nas) secara detail sebagaimana dia diperbolehkan juga
melalui ketetapan hukum-hukum-Nya. untuk menjualnya. Hukum syara’ yang
Dalam hal ini, pembahasan hanya berhubungan dengan roti tersebut,
difokuskan pada masalah kepemilikan (al- adalah hukum syara’ yang ditentukan
milkiyyah). Menurut pandangan Islam, (al- pada zatnya, yaitu izin untuk
milkiyyah) dibedakan menjadi tiga kelompok, menghabiskannya. Sedangkan hukum
yaitu : (1). kepemilikan individu (private syara’ yang berhubungan dengan
property); (2) kepemilikan umum (collective rumah, adalah hukum syara’ yang
property); dan (3) kepemilikan negara (state ditentukan pada kegunaan (utility)-nya,
property).14 yaitu izin menempatinya.
1. Kepemilikan individu (al-milkiyat al- Atas dasar inilah, maka kepemilikan
fardiyah/private property). itu merupakan izin al-Syari’ untuk
Kepemilikan individu (private memanfaatkan zat tertentu. Oleh
property) adalah hukum syara’ yang karena itu, kepemilikan tersebut tidak
ditentukan pada zat ataupun kegunaan akan ditetapkan selain dengan ketetapan
(utility) tertentu, yang memungkinkan dari al-Syari’ terhadap zat tersebut, serta
siapa saja yang mendapatkannya untuk sebab-sebab kepemilikannya. Jika
memanfaatkan barang tersebut, serta demikian, maka kepemilikan atas suatu
memperoleh kompensasi –baik karena zat tertentu itu tentu bukan semata-
barangnya diambil kegunaan (utility) -nya mata berasal dari zat itu sendiri, ataupun
oleh orang lain seperti disewa, ataupun dari karakter dasarnya, semisal karena
karena dikonsumsi untuk dihabiskan bermanfaat (satisfaction) ataupun tidak
zatnya seperti dibeli - dari barang (disatisfaction). Akan tetapi, ia berasal dari
tersebut. adanya izin yang diberikan oleh al-

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 131


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

Syari’, serta berasal dari sebab yang kekayaan yang dimilikinya dengan
diperbolehkan oleh al- Syari’untuk menggunakan mekanisme tertentu,
memiliki zat tersebut, sehing ga sehingga menjadikan kepemilikan
melahirkan akibatnya, yaitu adanya tersebut sebagai hak syara’ yang
kepemilikan atas zat tersebut sah secara diberikan kepada seseorang. Dimana,
syar’i. undang-undang telah menjadikan
Dalam hal ini, terlihat bahwa Allah pemeliharaan hak milik individu
memberikan izin untuk memiliki tersebut sebagai kewajiban negara. Hak
beberapa zat dan melarang memiliki zat- milik tersebut juga harus dihormati,
zat yang lain. Allah juga telah dijaga serta tidak boleh diciderai. Oleh
memberikan izin terhadap beberapa karena itu, dibuatlah sanksi-sanksi
transaksi serta melarang bentuk-bentuk hukum yang bersifat preventif yang
transaksi yang lain. Sebagai contoh, diberlakukan kepada siapa saja yang
Allah melarang seorang muslim untuk menciderai hak tersebut, baik karena
memiliki minuman keras dan babi, mencuri, merampok, atau karena cara-
sebagaimana Allah melarang siapapun cara lain yang tidak dibenarkan oleh
yang menjadi warga negara Islam untuk syara’. Undang-undang ini juga
memiliki harta hasil riba dan perjudian. menerapkan sanksi-sanksi hukum yang
Tetapi Allah memberi izin untuk bersifat preventif kepada orang yang
melakukan jual beli, bahkan bersangkutan, serta dibuatlah
menghalalkannya, disamping melarang pembinaan-pembinaan yang bersifat
dan mengharamkan riba. Firman Allah mendidik, untuk mencegah munculnya
Swt.dalam surat al-Baqarah ayat 275: hal-hal yang bisa mendorong untuk
memiliki salah satu hak milik yang
bukan menjadi haknya, serta munculnya
dorongan untuk memiliki hak milik
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli orang lain. Sehingga, harta yang halal
dan mengharamkan riba” (QS. al- adalah harta yang diperoleh sesuai
Baqarah : 275). dengan makna kepemilikan tersebut.
Sedangkan harta yang haram, adalah
Kepemilikan atas suatu zat itu harta yang diperoleh tidak sesuai dengan
berarti kepemilikan atas zat barangnya maka kepemilikan tersebut, serta tidak
sekaligus kegunaan (utility) zatnya, layak disebut dengan makna milik.
bukan hanya sekedar kepemilikan atas Dalam Islam kepemilikan pribadi
kegunaan (utility)-nya saja. Karena merupakan suatu hal yang sudah dikenal
tujuan yang esensi dari adanya dan diperbolehkan. Karenanya ketika
kepemilikan tersebut adalah menjelaskan asal kepemilikan, Allah
pemanfaatan atas suatu zat dengan cara menisbatkan harta kepada Diri-Nya:
pemanfaatan tertentu yang telah maal Allah (harta Allah). Lalu ketika
dijelaskan oleh syara’. menjelaskan perpindahan kepemilikan
Dengan demikian jelaslah, bahwa kepada manusia, Allah menisbatkan
makna kepemilikan individu (private harta kepada manusia: amwaalihim (harta
property) itu adalah mewujudkan mereka) (QS. an-Nisa’ [5]: 6; QS. at-
kekuasaan pada seseorang terhadap Taubah [9]: 103); amwaalikum (harta

132 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

kalian) (QS. al-Baqarah [2]: 279); yang alami. Seandainya kepemilikan


maaluhu (hartanya) (QS. al-Lail [92]: 11). pribadi ini tidak diperbolehkan, maka
Di dalam al-Qur’an diterangkan seseorang tidak akan dapat memiliki
bahwa jiwa manusia secara fitrah hasil usahanya. Untuk menetapkan
mempunyai kecintaan terhadap harta. kepemilikan pribadi tersebut, ada
Sebagaimana Allah berfirman dalam bebarapa hal yang diatur Islam, yaitu:
surat Ali Imran ayat 14: a. Mengatur tentang barang atau jasa
yang diizinkan (dibolehkan) untuk
dimiliki dan yang tidak. Dalam hal
ini, Allah telah menentukan sesuatu
dengan halal dan haram.
b. Mengatur tentang tata cara
memperoleh harta yang diizinkan
(dibolehkan) dan yang tidak.
Perolehan harta itu bisa melalui tata
cara bagaimana memperoleh harta
dan tata cara mengembangkan harta

Kepemilikan di dalam Islam tidak


hanya mengenai kepemilikan mata uang
semata, tetapi lebih dari itu seperti harta
“Dijadikan indah pada (pandangan) perolehan, harta perdagangan, modal
manusia kecintaan kepada apa-apa yang produksi, dan harta lainya yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak- termasuk harta pribadi, berbeda dengan
anak, harta yang banyak dari jenis emas, harta-harta negara maupun harta
perak, kuda pilihan, binatang-binatang umum, maka tidak diperbolehkan bagi
ter nak dan sawah ladang. Itulah seseorang umpamanya memiliki tanah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi yang diwakafkan, atau memiliki sungai
Allah-lah tempat kembali yang baik yang besar atau lautan. Tanah-tanah
(surga)”. (QS. Ali Imran: 14). yang dapat dimiliki secara pribadi antara
lain seperti; tanah yang diserahkan
Juga firman-Nya dalam surat al-Fajr kepada seseorang dari pemiliknya, tanah
ayat 20: sulh, tanah ihya al-mawat, tanah iqtha
(lahan kosong yang digarap seseeorang).

“Dan kamu mencintai harta benda 2. Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-


dengan kecintaan yang berlebihan” ’ammah/public property)
(QS.al-Fajr :20). Kepemilikan umum adalah izin al-
syari’ kepada suatu komunitas untuk
Ini menunjukkan bahwa setiap bersama-sama memanfaatkan benda/
orang bisa memiliki kekayaan dengan barang. Sedangkan benda-benda yang
cara-cara kepemilikan tertentu (seperti tergolong kategori kepemilikan umum
telah disebut pada bagian terdahulu), adalah benda-benda yang telah
karena yang demikian merupakan suatu dinyatakan oleh al-syari’ sebagai benda-

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 133


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

benda yang dimiliki suatu komunitas diambil tersebut. Adapun al-kala’


secara bersama-sama dan tidak boleh adalah padang rumput, baik rumput
dikuasai oleh hanya seorang saja. basah atau hijau (al-khala) maupun
Karena milik umum, maka setiap rumput kering (al-hashish) yang
individu dapat memanfaatkannya, tumbuh di tanah, gunung atau aliran
namun dilarang memilikinya. Setidak- sungai yang tidak ada pemiliknya.
tidaknya, benda-benda yang dapat Sedangkan yang dimaksud al-nar
dikelompokkan ke dalam kepemilikan (api) adalah bahan bakar dan segala
umum ini, ada tiga jenis, yaitu: sesuatu yang terkait dengannya,
a. Fasilitas dan Sarana Umum termasuk didalamnya adalah kayu
Maksud fasilitas atau sarana umum bakar.
adalah apa saja yang dianggap Bentuk kepemilikan umum,
sebagai kepentingan manusia secara tidak hanya terbatas pada tiga
umum. Benda ini tergolong ke macam benda tersebut saja,
dalam jenis kepemilikan umum melainkan juga mencakup segala
karena menjadi kebutuhan pokok sesuatu yang diperlukan oleh
masyarakat, dan jika tidak terpenuhi masyarakat dan jika tidak terpenuhi,
dapat menyebabkan perpecahan dapat menyebabkan perpecahan
dan persengketaan. Jenis harta ini dan persengketaan. Hal ini,
dijelaskan dalam hadits Nabi Saw. disebabkan karena adanya indikasi
yang berkaitan dengan sarana al-syari’ yang terkait dengan masalah
umum: ini memandang bahwa benda-benda
tersebut dikategorikan sebagai
kepemilikan umum karena sifat
15 tertentu yang terdapat di dalamnya
sehingga dikategorikan sebagai
“Manusia berserikat (bersama-sama kepemilikan umum (pubilc facilities).
memiliki) dalam tiga hal: air, b. Sumber alam yang tabiat
padang rumput dan api”(HR. Abu pembentukannya menghalangi
Daud). dimiliki oleh individu secara
perorangan
Dalam hal ini diakui bahwa Meski sama-sama sebagai sarana
manusia memang sama-sama umum sebagaimana kepemilikan
membutuhkan air, padang dan api. umum jenis pertama, akan tetapi
Air yang dimaksudkan dalam hadits terdapat perbedaan antara keduanya.
di atas adalah air yang masih belum Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat
diambil, baik yang keluar dari mata dan asal pembentukannya tidak
air, sumur, maupun yang mengalir menghalangi seseorang untuk
di sungai atau danau bukan air yang memilikinya, maka jenis kedua ini,
dimiliki oleh perorangan di secara tabiat dan asal
rumahnya. Oleh karena itu, pembentukannya, menghalangi
pembahasan para fuqaha’ mengenai seseorang untuk memilikinya secara
air sebagai kepemilikan umum pribadi. Sebagaimana hadits Nabi
difokuskan pada air-air yang belum Saw.:

134 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

c. Barang tambang yang depositnya


tidak terbatas
“Kota Mina menjadi tempat mukim Dalil yang digunakan dasar untuk
siapa saja yang lebih dahulu (sampai jenis barang yang depositnya tidak
kepadanya)” terbatas ini adalah hadits Nabi
riwayat Abu Dawud tentang
Mina adalah sebuah nama Abyadh ibn Hamal yang meminta
tempat yang terletak di luar kota kepada Rasulullah agar dia diizinkan
Makkah al-Mukarramah sebagai mengelola tambang garam di
tempat singgah jama’ah haji setelah daerah Ma’rab:
menyelesaikan wukuf di padang
‘Arafah dengan tujuan
melaksanakan syi’ar ibadah haji
yang waktunya sudah ditentukan,
seperti melempar jumrah,
menyembelih hewan hadd,
memotong qurban, dan bermalam
di sana. Makna “munakh man
sabaq” (tempat mukim orang yang
lebih dahulu sampai) dalam lafad “Bahwa ia datang kepada
hadits tersebut adalah bahwa Mina Rasulullah Saw. meminta (tambang)
merupakan tempat seluruh kaum garam, maka beliaupun
muslimin. Barang siapa yang lebih memberikannya. Setelah ia pergi,
dahulu sampai di bagian tempat di ada seorang laki-laki yang bertanya
Mina dan ia menempatinya, maka kepada beliau: “Wahai Rasulullah,
bagian itu adalah bagiannya dan tahukah apa yang engkau berikan
bukan merupakan milik perorangan, kepadanya? Sesungguhnya engkau
sehingga orang lain tidak boleh telah memberikan sesuatu yang
memilikinya (menempatinya). bagaikan air mengalir”.Lalu ia
Demikian juga jalan umum, berkata: Kemudian Rasulullah pun
manusia berhak lalu lalang di atasnya. menarik kembali tambang itu
Oleh karenanya, penggunaan jalan darinya”
yang dapat merugikan orang lain
yang membutuhkan, tidak boleh Larangan tersebut tidak hanya
diizinkan oleh penguasa. Hal terbatas pada tambang garam saja,
tersebut juga berlaku untuk Masjid. melainkan meliputi seluruh barang
Termasuk dalam kategori ini adalah tambang yang jumlah depositnya
kereta api, instalasi air dan listrik, banyak (laksana air mengalir) atau
tiang-tiang penyangga listrik, saluran tidak terbatas. Ini juga mencakup
air dan pipa-pipanya, semuanya kepemilikan semua jenis tambang,
adalah milik umum sesuai dengan baik yang tampak di permukaan
status jalan umum itu sendiri sebagai bumi seperti garam, batu mulia atau
milik umum, sehingga ia tidak boleh tambang yang berada dalam perut
dimiliki secara pribadi. bumi seperti tambang emas, perak,

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 135


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

besi, tembaga, minyak, timah dan dimiliki khalifah/pemerintah untuk


sejenisnya. mengelolanya.
Barang tambang semacam ini Kepemilikan negara ini meliputi
menjadi milik umum sehingga tidak semua jenis harta benda yang tidak
boleh dimiliki oleh perorangan atau dapat digolongkan ke dalam jenis harta
beberapa orang. Demikian juga milik umum (al-milkiyyat al-’ammah/public
tidak boleh hukumnya, property), namun terkadang bisa
memberikan keistimewaan kepada tergolong dalam jenis harta kepemilikan
seseorang atau lembaga tertentu individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).
untuk mengeksploitasinya tetapi Maksudnya kepemilikan Negara (al-
penguasa wajib membiarkannya Milkiyyat al-Dawlah/ State property) pada
sebagai milik umum bagi seluruh dasarnya juga merupakan hak milik
rakyat. Negaralah yang wajib umum, tetapi hak pengelolaannya
menggalinya, memisahkannya dari menjadi wewenang dan tanggung jawab
benda-benda lain, menjual dan pemerintah. Meskipun demikian,
menyimpan hasilnya di bayt al- cakupan kepemilikan umum dapat
mal. dikuasai oleh pemerintah, karena ia
Sedangkan barang tambang merupakan hak seluruh rakyat dalam
yang depositnya tergolong kecil suatu negara, yang wewenang
atau sangat terbatas, dapat dimiliki pengelolaannya ada pada tangan
oleh perseorangan atau pemerintah. Dengan demikian,
perserikatan. Hal ini didasarkan pemerintah dalam hal ini memiliki hak
kepada hadits Nabi Saw. yang untuk mengelola hak milik ini, karena
mengizinkan kepada Bilal ibn ia merupakan representasi kepentingan
Harits al-Muzani memiliki barang rakyat, mengemban amanah
tambang yang sudah ada dibagian masyarakat, atau bahkan pemerintah
Najd dan Tihamah. Hanya saja merupakan institusi kekhalifahan Allah
mereka wajib membayar khumus di muka bumi.
(seperlima) dari yang diproduksinya Memang diakui bahwa hak milik
kepada bayt al-mal. negara berbeda dengan hak milik
umum. Hak milik negara ini dapat
3. Kepemilikan Negara (al-Milkiyyat al- dialihkan menjadi hak milik individu jika
Dawlah/ State property) memang kebijakan negara menghendaki
Kepemilikan Negara adalah harta demikian. Akan tetapi, hak milik umum
yang ditetapkan Allah menjadi hak tidak dapat dialihkan menjadi hak milik
seluruh kaum muslimin/rakyat, dan individu, meskipun ia dikelola oleh
pengelolaannya menjadi wewenang pemerintah. Dalam kaitannya dengan
khalifah/negara, dimana khalifah/ hak milik umum pada dasarnya
negara berhak memberikan atau pemerintah hanyalah pengorganisir dan
mengkhususkannya kepada sebagian pelaksana amanah dari masyarakat,
kaum muslim/rakyat sesuai dengan sementara berkaitan dengan hak milik
ijtihad/kebijakannya. Makna negara pemerintah memiliki otoritas
pengelolaan oleh khalifah/pemerintah sepenuhnya.
ini adalah adanya kekuasaan yang Berikut ada beberapa harta yang

156 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

dapat dikategorikan ke dalam jenis Terhadap kepemilikan negara ini,


kepemilikan negara menurut al-syari’, Allah telah memberikan kepada
dan khalifah/pemerintah berhak pemerintah kewenangan untuk
mengelolanya dengan pandangan mengatur urusan kaum muslimin,
ijtihadnya,16 yaitu: meraih kemaslahatan dan memenuhi
1. Harta ghanimah, anfal (harta yang kebutuhan, sesuai dengan ijtihadnya
diperoleh dari rampasan perang dalam meraih kebaikan dan
dengan orang kafir), fay’ (harta yang kemaslahatan. Maka pemerintah harus
diperoleh dari musuh tanpa mengelola harta-harta milik negara
peperangan) dan khumus semaksimal mungkin agar pendapatan
2. Harta yang berasal dari kharaj (hak baitul mal bertambah, dan dapat
kaum muslim atas tanah yang dimanfaatkan kaum muslim, sehingga
diperoleh dari orang kafir, baik milik negara tidak sia-sia, hilang
melalui peperangan atau tidak) manfaatnya dan pendapatannya
3. Harta yang berasal dari jizyah (hak terputus.
yang diberikan Allah kepada kaum Pengaturan Islam terhadap semua
muslim dari orang kafir sebagai jenis kepelmilikan sepertimana disebut
tunduknya mereka kepada Islam) di atas, bertujuan untuk memberikan
4. Harta yang berasal dari daribah perlindungan agar tidak terjadi dua
(pajak) persoalan mendasar,17 berikut:
5. Harta yang berasal dari ushur (pajak 1. Penguasaan harta oleh seseorang
penjualan yang diambil pemerintah secara berlebihan dan
dari pedagang yang melewati batas menjadikannya tak terbatas.
wilayahnya dengan pungutan yang Sebagaimana diingatkan-Nya dalam
diklasifikasikan berdasarkan surat al-‘Alaq ayat 6-7.18
agamanya) 2. Munculnya kemiskinan dan efek-
6. Harta yang tidak ada ahli warisnya efek nagatif lainnya, baik dalam
atau kelebihan harta dari sisa waris ukuran individu maupun sosial.
(amwal al-fadla)
7. Harta yang ditinggalkan oleh orang- Untuk itu, harta itu menjadi
orang murtad tanggung jawab negara yang diwakili oleh
8. Harta yang diperoleh secara tidak pejabat atau pemerintahan untuk merawat,
sah para penguasa, pegawai negara, mengelola dan memanfaatkannya untuk
harta yang didapat tidak sejalan kepentingan rakyatnya, seperti keperluan
dengan syara’ perang, menggaji pegawai pemerintah,
9. Harta lain milik negara yang penyelenggaraan pendidikan, penyediaan
diperoleh dari badan usaha milik fasilitas publik, memelihara hukum dan
negara (di Indonesia disebut keadilan, menyantuni fakir-miskin, dan
BUMN) semisal; padang pasir, hal-hal lain yang terkait dengan
gunung, pantai, laut dan tanah mati kepentingan dan kemaslahatan
yang tidak ada pemiliknya, dan rakyatnya.
semua bangunan yang didirikan Di bawah ini, akan digambarkan
oleh negara dengan menggunakan pembagian kepemilikan (al-milkiyyat)
harta bait al-maal. sebagai berikut:

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 137


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

Kesimpulan Catatan Akhir


1
Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan
Islam mengakui fitrah manusia untuk harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
mencintai harta dan memilikinya. Harta yang ada harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
di tangan manusia hanyalah titipan dan amanat sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
yang harus ditunaikan sesuai apa yang diinginkan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS.
sang pemilik-Nya. Konsep harta dalam Islam al-Baqarah : 188).
2
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa
sangat komprehensif, dimana Islam tidak hanya
yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih
mengatur bagaimana harta itu dapat diperoleh banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
dengan cara yang halal, bagaimana harta dapat laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
dikembangkan, dan didayagunakan, akan tetapi usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari
juga mengatur bagaimana agar harta itu dapat apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
berfungsi mensejahterakan umat, yaitu dengan Mengetahui segala sesuatu”. (QS. an-Nisaa’ : 32).
menggerakkan para pemilik untuk 3
Ibn Manzhur, ‘Allamah Abi al-Fadhl Jamal al-Din
mendistribusikan guna memenuhi kebutuhan Muhammad ibn Mukram, Lisan al-Arab, Beirut:
hidupnya. Justru itu, Islam mengakui adanya Daar al-Fikr, 1990. hal. 492
4
Musthafa Ahmad al-Zarqa’, al-Madkhal al-Fiqh al-
kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan
‘Amm, Beirut : Dar al-Fikr, Jilid I, 1968,hal. 240
kepemilikan negara. Ketiga macam kepemilikan 5
Muhammad Mushthafa al-Syalabi, al-Madkhal fi
tersebut diberi batasan wewenang sesuai dengan Ta’rif bi al-Fiqh al-Islami wa Qawa’id al-Milkiyyah
fungsinya masing-masing. yang pada intinya agar wa al-‘Uqud Fihi, Mesir: Dar al-Ta’rif, 1960, Jilid
terjaga keseimbangan untuk menuju III, hal. 19. Lihat juga Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh
al-Islamy wa Adillatuhu, Beiru : Dar al-Fikr, Juz IV,
kesejahteraan baik individu, masyarakat dan hal. 57.
negara. 6
Musthafa Ahmad al-Zarqa’, op. cit., hal. 241
7
Abdul Karim Zaidan, al-Madkhal li Dirasat al-
Wallahu a’lamu bi al-Shawab Syariah al-Islamiyah, Beirut: Mu’assasah al-Risalah,

138 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

Cet. XI , 1989M/1410H), hal. 189. Bukhari), Shahih al-Bukhari, t.tp t.th., juz 8, hal.
8
Musthafa Ahmad al-Zarqa’, op. cit., hal. 288. 414
9 13
Dalam persoalan kepemilikan, terdapat perbedaan Ali ibn Umar Abu al-Hasan al-Daruquthny al-
pandangan yang tajam antara Kapitalisme dan Baghdady (selanjutnya disebut dengan al-
Sosialisme. Kapitalisme sangat menjunjung tinggi Daruquthny), Sunan al-Daruquthny, Beirut : Dar
hak-hak milik individu terhadap sumber daya al-Ma’rifat, 1386 H/1966 M, Juz III, hal. 35.
14
ekonomi, walaupun hak individu ini dalam M. B. Hendrie Anto, op. cit., hal. 99. Lihat
keadaan bertentangan dengan hak sosial. Manusia penjelasan lebih lanjut Taqiyuddin An-Nabhani,
adalah pemilik satu-satunya terhadap harta yang an-Nizham al-Iqtishad fi al-Islam (Terjemahan),
telah diusahakannya, tidak ada hak orang lain di Bogor : Redaksi al-Azhar Press, 2009, Cet. I, hal.
dalamnya. Sebaliknya Sosialisme sumber daya 64-245. Bandingkan M. Sholahuddin, S.E., M.Si.,
ekonomi adalah milik kolektif masyarakat atau Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
negara, sehingga individu-individu tidak berhak Persada, 2007), hal. 64-94. Lihat juga Faisal
untuk memilikinya. Ekonomi sosialis memandang Badroen, M.B.A., Etika Bisnis Dalam Islam, (Cet.
bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat- II; Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.
alat produksi adalah milik bersama masyarakat. 108-109.
15
Para anggota masyarakat secara individu tidak Sulaiman bin al-Asy’ats Abu Daud al-Sajistany al-
memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka Azdy (selanjutnya disebut dengan Abu Daud),
peroleh sebagai bentuk pelayanan publik. Lihat Sunan Abi Daud, Dar al-Fikr, Juz II, hal. 300.
16
M. B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, op. cit., hal. 244-
Islami, Yokyakarta : Ekonisia, Cet. I, 2003, hal. 245. Bandingkan juga M. B. Hendrie Anto, op.
95. Bandingkan juga Abdullah Abdul Husain at- cit., hal. 110-111.
17
Tariqi, Ekonomi Islam : Prinsip, Dasar dan Tujuan, Ibrahim Zaid al-Kahlani dkk., Dirasat fi fikr al-
Yokyakarta : Magistra Insania Press, Cet. I, 2004, ‘Arabi al-Islami, Amman : Dar al-Fikr, 1995, 195.
18
hal. 40-43. Artinya : “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-
10
Secara umum yang dimaksudkan harta di sini benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba
adalah sesuatu yang dapat dikuasai, dapat cukup”. (QS. al-‘Alaq : 6-7).
disimpan serta dapat pula dimanfaatkan menurut
kebiasaan. Lihat Mushthafa al-Syalabi, op. cit., hal.
239. Bandingkan pula Wahbah al-Zuhaily, op.
Tentang Penulis
cit.,hal. 40
11
Lihat Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, op. cit., Ali Akbar adalah Tenaga Pengajar Tetap pada
hal. 97-126. Bandingkan Taqiyuddin An-Nabhani, Fakultas Ushuluddin UIN Riau, banyak karya-
an-Nizham al-Iqtishad fi al-Islam (Terjemahan), karya yang telah dihasilkan, baik berupa Jurnal,
Bogor : Redaksi al-Azhar Press, 2009, Cet. I, hal.
Penelitian, maupun buku ber-ISBN.
69-124. Bandingkan pula M. B. Hendrie Anto,
Pengantar Ekonomi Mikro Islami I, Yokyakarta :
Pengalaman kerja antara lain sebagai Kajur
Ekonisia, Cet. I, 2003, hal. 105-108. Lihat juga Jurusan Tafsir Hadis (2003-2006) dan
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas
Media Pratama, Cet. I, 2000, hal. 61 Ushuluddin UIN Suska Riau (2007 hingga
12
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah sekarang). Pada saat ini sedang menyelesaikan
al-Bukhari (selanjutnya disebut dengan al- Studi Program S3 di IAIN Imam Bonjol Padang

JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012 139


Ali Akbar: Konsep Kepemilikan dalam Islam

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Qur’an dan Terjemahnya


Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Kairo: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, Juz II.
Al-Daruquthny, Ali ibn Umar Abu al-Hasan al-Baghdady, Sunan al-Daruquthny, Beirut : Dar
al-Ma’rifat, Juz III, 1386 H/1966 M
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sajistany al-Azdy, Sunan Abi Daud, Dar al-Fikr, Juz
II, t. th.
Anto, M. B. Hendrie, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, Yokyakarta : Ekonisia, Cet. I, 2003
An-Nabhani, Taqiyuddin, an-Nizham al-Iqtishad fi al-Islam (Terjemahan), Bogor : Redaksi al-
Azhar Press, , Cet. I, 2009
Al-Kahlani, Ibrahim Zaid dkk., Dirasat fi fikr al-‘Arabi al-Islami, Amman : Dar al-Fikr, 1995
Bukhari, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-, Shahih al-Bukhari, t.tp t.th.,
Juz 8
Badroen, Faisal, M.B.A., Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. II
Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konteskstual, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
Cet. I, 2002
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet. I, 2000
Ibn Manzhur, ‘Allamah Abi al-Fadhl Jamal al-Din Muhammad ibn Mukram, Lisan al-Arab,
Beirut: Daar al-Fikr, 1990
Muhammad, M.Ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE-Jogjakarta, 2004, Jogjakarta.
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1997
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam I, Dana Bakti Wakat, 1997, Yogyakarta.
Syalabi, Muhammad Mushthafa al-, al-Madkhal fi Ta’rif bi al-Fiqh al-Islami wa Qawa’id al-
Milkiyyah wa al-‘Uqud Fihi, Mesir: Dar al-Ta’rif, Jilid III, 1960
Sa’id, Muhammad Ra’fat, al-Maal Milkiyyatuhu wa Istitsmaruhu wa Infaquhu Dirasah Maudhu’iyyah
fi al-‘Ahadits al-Nabawiyyah
Sholahuddin, M., S.E., M.Si., Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Tariqi, Abdullah Abdul Husain at-, Ekonomi Islam : Prinsip, Dasar dan Tujuan, Yokyakarta :
Magistra Insania Press, Cet. I, 2004
Zaidan, Abdul Karim, al-Madkhal li Dirasat al-Syari’ah al-Islamiyah, Beirut: Mu’assasah al-
Risalah, Cet. XI , 1989M/1410H
Zuhaily, Wahbah al-, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Beiru : Dar al-Fikr, Juz I
Zarqa’, Musthafa Ahmad al-, al-Madkhal alFiqh al-‘Amm, Beirut : Dar al-Fikr, Jilid I, 1968

140 JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai