Anda di halaman 1dari 14

TIFFANO TAUFAN

FIRDAUS
2150302155
GANGGUAN KOGNITIF VASKULAR

Definisi
Konstruksi gangguan kognitif dan demensia yang terkait dengan penyakit
serebrovaskular dan stroke telah melalui banyak permutasi, dari multi-infark demensia
hingga demensia vaskular (VaD) dengan istilah, gangguan kognitif vaskular (VCI)1. Dalam
pernyataan terbaru dari American Heart Association dan American Stroke Association (AHA-
ASA), VCI didefinisikan sebagai sindrom dengan bukti stroke klinis atau cedera otak
vaskular subklinis dan gangguan kognitif yang mempengaruhi setidaknya satu kognitif
domain1. VCI, karena meliputi semua tingkat keparahan potensi kognitif, dari bentuk yang
paling ringan terdeteksi oleh penilaian neuropsikologi untuk full-blown VaD. VCI juga
mencakup kedua bentuk kondisi patologis, yakni murni (penyakit serebrovaskular saja) dan
campuran (penyakit serebrovaskular dengan patologi lain, seperti penyakit Alzheimer [AD]).

Kriteria dari2 The National Institute of Neurological Disorders and Stroke dan
Association Internationale pour la Recherche et l'Enseignment en Neurosciences (NINDS-
AIREN) saat ini paling banyak digunakan dalam uji klinis VaD. Kriteria ini memerlukan
bukti neuroimaging dari kerusakan fokal otak fokal, tanda-tanda klinis fokal, dan penurunan
kognitif dalam minimal tiga domain kognitif, yang salah satunya adalah memori. Penurunan
kognitif harus dikaitkan dengan gangguan fungsional. Kelebihan dari hubungan antara
penyakit serebrovaskular dan gangguan kognitif adalah penentu utama dari probable
dibandingkan dengan possible dari diagnosis VaD. Dalam studi klinikopatologi, kriteria
NINDS-AIREN telah menunjukkan spesifisitas tinggi tetapi sensitifitas rendah, yang berarti
bahwa banyak kasus yang sebenarnya dari VaD tidak terdeteksi oleh kriteria tersebut.
Pernyataan AHA-ASA VCI baru-baru ini, termasuk kriteria diagnostik yang diperbarui untuk
VCI. Pedoman yang mencakup VaD dan kriteria gangguan kognitif ringan dan vaskular
(VaMCI), memerlukan domain kognitif terganggu yang lebih sedikit dibandingkan kriteria
NINDS-AIREN, dan tidak memerlukan gangguan memori. Mereka juga memperkenalkan
istilah unstable VaMCI untuk digunakan pada pasien yang beralih dari suatu gangguan
kognitif ke status kognitif tidak terganggu-misalnya, jika pasien menunjukkan pemulihan
kognitif vaskular. Kriteria AHA-ASA belum menjadi subjek studi klinikopatologi sehingga
sensitivitas dan spesifisitasnya belum diketahui.

1
Epidemiologi
Diperkirakan bahwa satu dari tiga orang akan mengalami stroke, demensia, atau
keduanya. Stroke dan AD sering terjadi bersamaan dan menimbulkan risiko untuk satu dan
lainnya3. Menariknya, silent stroke melebihi jumlah yang secara klinis dinyatakan dengan
faktor yang lebih besar karena silent stroke adalah pertanda stroke di masa depan dan
gangguan kognitif. Selain itu, sekitar 10 orang dewasa dalam komunitas silent stroke
memiliki usia rata-rata sekitar 63 tahun.
Biasanya, setelah AD, VaD telah dianggap sebagai penyebab utama kedua demensia
progresif dan ireversibel, namun demensia Lewy body saat ini dianggap sebagai penyebab
utama kedua oleh beberapa ahli. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian demensia
di Eropa tertinggi untuk AD (60% sampai 70% dari semua kasus), dengan VaD terhitung
sekitar 15% sampai 20% kasus5. Selain itu, insiden dari gangguan ini meningkat dengan
bertambahnya usia, tetapi menunjukkan variasi geografis, seperti lebih tinggi di negara-
negara Eropa barat laut daripada di Eropa selatan5, dan mungkin tidak ada perbedaan gender
dalam tingkat risiko VaD seperti yang pernah diperkirakan6. Selain itu, bukti yang cukup
menunjukkan stroke yang meningkatkan risiko dementia7, dan dalam beberapa studi
demensia setelah stroke telah dilaporkan pada hampir sepertiga pasien pasca stroke dalam
waktu 3 bulan. Hasil beberapa penelitian epidemiologi di negara-negara Asia menunjukkan
bahwa, karena tingkat stroke yang tinggi di wilayah tersebut, VCI mungkin lebih umum ada
dari AD8, 9.
Kelompok-kelompok lain yang telah terbukti berisiko untuk VCI termasuk Amerika-
Afrika, pasien dengan AD yang memiliki stroke, dan lansia (yang juga beresiko AD)10. Studi
neuropatologik menunjukkan pengaruh tambahan atau korelasi antara patologi AD dan infark
serebral dalam manifestasi gangguan kognitif11. Selanjutnya, neuropatologi campuran (yaitu,
AD ditambah perubahan VCI) adalah umum ditemukan pada orang dengan demensia atau
AD12.
Penurunan kognitif berhubungan dengan kelangsungan hidup yang juga menurun.
Orang dengan demensia berhubungan dengan komplikasi medis seperti pneumonia, episode
demam, dan masalah makan yang dihubungkan dengan kematian bila ada penyakit gangguan
kognitif13. Orang tua yang bertahan dari sepsis berat berisiko pada gangguan kognitif baru
yang cukup besar dan terus-menerus serta cacat fungsional yang dapat menurunkan
kemampuan mereka untuk hidup mandiri14. Biasanya, kualitas hidup di AD lebih lama
daripada VaD atau demensia campuran, tapi kelangsungan hidup bervariasi sesuai dengan
usia pasien, ras, atau kelompok etnis, dan tingkat keparahan kerusakan kognitif. Dalam
2
sebuah studi berbasis rumah sakit pada keturunan Amerika Afrika dengan AD, VAD, atau
stroke tanpa demensia yang diikuti hingga 7 tahun, tidak ada perbedaan substansial dalam
kelangsungan hidup antara salah satu kelompok diagnostik setelah disesuaikan umur15.

Penanda Risiko dan Faktor


Dalam konteks ulasan ini, penanda risiko mengacu pada paparan yang meningkatkan
risiko keadaan penyakit atau gangguan, dan faktor risiko mengacu pada paparan yang tidak
hanya meningkatkan risiko keadaan penyakit atau gangguan tetapi juga memiliki dampak
langsung seperti target penyakit atau risiko gangguan yang berkurang ketika faktor ini
diubah. Dalam beberapa contoh, istilah faktor risiko digunakan secara bergantian dengan
penanda risiko untuk kesederhanaan dan konsistensi dalam literatur. Diketahui bahwa risiko
untuk stroke juga risiko untuk VCI16. Dalam studi kasus-kontrol di antara 61 pasien dengan
demensia multi-infark dan 86 pasien dengan stroke tanpa gangguan kognitif, stroke dengan
demensia diperkirakan pada usia lanjut, tingkat pendidikan rendah, riwayat miokard infark,
dan merokok, sedangkan tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dikaitkan dengan tidak
adanya dementia16. Temuan yang paling awal menunjukkan bahwa faktor risiko untuk stroke
dan penyakit jantung koroner (PJK) adalah risiko bagi VCI juga. Hubungan antara tekanan
darah dan risiko kerusakan kognitif adalah hal yang kompleks, dibahas secara lebih rinci di
bagian bawah pada pencegahan dan pengobatan VCI. Pengetahuan konvensional
menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah pada pasien yang tidak memiliki gangguan
kognitif dapat mengurangi risiko penurunan kognitif berikutnya, sedangkan menurunkan
tekanan darah untuk melestarikan kognisi antara pasien yang sudah memiliki gangguan
kognitif tetap tidak terbukti sebagai strategi yang sukses.
Dalam studi pendamping berikutnya di mana sebuah kelompok pembanding AD
disertakan, ditemukan bahwa orang Amerika Afrika dengan diagnosis klinis AD sering
memiliki risiko untuk stroke (misalnya, 50% mengalami hipertensi, 15% PJK, dan diabetes
mellitus 13%)17 . Ketika nekropsi otak dilakukan dalam subkelompok pasien yang memiliki
diagnosis klinis AD dan faktor risiko stroke atau jantung, ada kesepakatan antara diagnosis
neuropatologik dan diagnosis klinis AD18. Temuan menghasilkan beberapa bukti awal yang
menunjukkan bahwa risiko kardiovaskular dimodifikasi cenderung muncul pada orang
dengan AD (Kasus 8-1).
Memang, stroke dan AD sering terjadi bersamaan dan menimbulkan risiko untuk satu
dan lainnya3. Risiko stroke, seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, hiperhomosisteinemia,
indeks massa tubuh tinggi dan asupan lemak, fibrilasi atrium, diabetes mellitus, merokok, dan
3
sindrom metabolik, saat ini dianggap risiko yang tidak hanya untuk VCI tetapi juga untuk
AD20. Faktor kardiovaskuler saat ini juga dihubungkan dengan AD termasuk juga penyakit
kardiovaskuler dan atherosklerosis. Panduan AHA-ASA yang baru-baru ini dipublikasikan
memasukkan daftar penanda resiko kunci yang mungkin dapat dihubungkan dengan VCI.
Kebanyakan dari faktor ini merupakan resiko kardiovaskuler ataupun gangguan maupun
penyakit.

Patogenesis
VCI dapat disebabkan oleh manifestasi klinis dari stroke berat maupun ringan ,
iskhemik maupu hemoragik. VCI juga bisa saja menjadi tumpuan cedera otak
serebrovaskuler subklinis. Seiring bertambahnya usia, proses patologis vaskuler otak umum
termasuk degenerasi bagian putih otak, penyakit pembuluh darah utama seperti
arteriosklerosis, lipohyalinosis, atherosklerosi, amiloid angipati cerebral (CAA) dan
perdarahan otak mikro. Perdarahan otak mikro pada bagian permukaan dianggap disebabkan
oleh CAA dan telah diasosiasikan dengan makrohemoragik dari otak dan gangguan kognitif.

Pada level mikroskopis otak, unit neurovaskuler merupakan penyalur dari disfungsi
neurovaskuler. Unit neurovaskuler terdiri dari neuron, glia dan sel vaskuler serta perivaskuler
dan mengatur struktur dan fungsi homeostasis dari lingkungan mikro otak. Stress oksidatif
vaskuler dan peradangan dipercaya merupakan mediator disfungsi neurovaskular yang
diinduksi oleh faktor resiko tradisional vaskuler dan amyloid-β. Sebuah interaksi yang rumit
antara stress oksidatif yang dimediasi oleh kebocoran vaskuler, ekstravasasi protein dan
produksi sitokin, serta peradangan yang meningkatkan regulasi ekspresi dari species oksigen
reaktif yang memproduksi enzim dan menurunkan regulasi pertahanan antioksidan. Sebagai
hasilnya, dengan disfungsi neurovaskuler, otak menjadi lebih rentan cedera dengan asupan
darah ke otak yang terganggu, gangguan pada sawar darah otak, dan menurunnya potensi
bantuan tropis dan perbaikan CVBI. Hal ini dihipotesakan bahwa kontrol terhadap faktor
resiko vaskuler, species reaktif oksigen, dan peradangan dapat merujuk ke strategi tindakan
pencegahan maupun pengobatan dalam VCI.
Tipe paling umum dari CVI adalah tipe subkortikal. Pembuluh darah arteri otak
timbul secara superficial dari sirkulasi subarachnoid sebagai terminasi dari arteri berukuran
medium dan lebih dalam sebagai pemisah dari arteri yang lebih besar dalam otak. Penyakit
oklusif pada pembuluh arteri yang dalam dan kecil dipercaya mengarah ke infark lakunar dan
gangguan demyelinasi dari bagian putih otak yang disebut leukoarairosis.
4
Faktor yang berhubungan dengan stroke yang dapat diidentifikasi dengan pencitraan
otak atau pada nekropsi otak seperti volume jaringan otak yang berkurang, lokasi infark,
jumlah infark, adanya atrofi otak, adanya lesi pada bagian putih otak, ataupun volume lesi
secara umum dipercaya mengindikasikan resiko VCI. Dengan alat pencitraan neurologis
seperti pencitraan tensor difusi, fungsional MRI, ndan morphometry yang didasarkan voxel,
peneliti menemukan perubahan struktur dan fungsi yang dapat terjadi pada otak.
Lebih lanjut, pemeriksaan pencitraan dapat mengklarifikasi kemungkinan peran dari
glukosa darah dan infrak pada hipocampus sebagai jalur penyebab dimana gangguan memori
dapat muncul pada subregio girus yang rusak, didasarkan pada tinggi glukosa darah, dimana
subregio CA1 telah dihubungkan dengan infark yang diasosiasikan degan hipoperfusi dan
gangguan kognitif. Pada akhirnya, infark mikro pada otak yang didiagnosa dengan nekropsi
telah menunjukkan hubungan antara atrofi otak dengan gangguan kognitif bahkan sebelum
dementia bermanifestasi secara klinis
Penanda resiko yang dapat dihubungkan dengan VCI

• Faktor demografis
• Penuaan
• Faktor gaya hidup
• Tingkat edukasi yang rendah
• Obesitas
• Kebiasaan merokk
• Kurangnya dukungan sosial
• Aktifitas fisik yang kurang
• Depresi (uncertain)
• Faktor fisiologis
• Hipertensi
• Hiperglikemi, resistensi insulin, dm, sindroma metabolik
• Hiperlipdemia (uncertain)
• Penyakit Vascular Klinis
• Penyakit arteri koronaria
• Stroke
• CKD
• Atrial Fibirilasi
• Penyakit arteri perifer
• Cardiac output yang rendah
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari pasien VCI dapat dihubungkan dengan ukuran dan lokasi dari
proses patologis utama. Jika ada gejala klinis stroke, lokasi, jumlah dan ukuran stroke
menentukan pola dan keparahan dari gangguan kognitif dan perubahan perilaku.
Disandingkan dengan fitur fokal dari lesi yang berhubangan dengan stroke yang spesifik
adalah gangguan kognitif dengan pola yang lebih difus terasosiasi dengan CBI. Pola ini

5
ditandai dengan mentasi yang lebih pelan (bradyphrenia), disfungsi eksekusi, defisit memori
ditandai dengan akuisisi yang inkonsisten daripada perlupaan yang cepat dan kekacauan
suasana hati.
Dua domain kognitif spesifik layak disebutkan secara tersendiri; fungsi eksekusi dan
memori. Meskipun banyak klinisi yang mempertimbangkan defisit pada fungsi eksekusi
merupakan cirikhas VCI, defisit ini tidaklah spesifik pada gangguan cerebrovaskuler. Pola
gangguan memori pada VCI dapat dibedakan secarqa kualitatif dari AD pada tidak
ditemukaanya perlupaan yang cepat pada informasi yang baru didapatkan. Depresi
merupakan gangguan psikiatris post stroke yang sering ditemukan dengan kira-kira satu
pertiga dari pasien mengalami depresi beberapa bulan setelah terkena stroke. Oleh karena
alasan ini, penting untuk mengawasi gejala depresi pada pasien yang dicuragai dengan CVBI.
Sering digunakan pada tes penjaringan pasien yang dicurigai VCI termasuk diantanya
Geriatric depression scale, Beck Depression Inventroy dan Center for Epidemiologic Studies
Depression Scale.
Sebuah review pada uji klinis pivotal pada VaD menunjukkan adanya inkonsistensi
demonstrasi dari perbaikan fungsional global dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perilaku fungsional pada VCI. Index Barthel merupakan salah satu alat pengukur hasil
fungsional yang dipakai pada pasien stroke tapi tidak dapat diandalkan pada pasien usia tua,
terutama pada pasien dengan gangguan kognitif. Sebaliknya, skala penilaian
ketidakmampuan pada demensia, dengan skor terpisah untuk inisiasi, perencanaan, dan
kinerja kegiatan, lebih siap untuk membedakan antara cacat fisik dan kognitif pada VCI.
Akhirnya, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tes fungsi terbaik memprediksi
penurunan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari baik dalam AD dan VaD.

Pencegahan dan Penatalaksanaan VCI


1. Pencegahan

Seperti telah disebutkan sebelumnya, tingkat keberhasilan pencegahan VCI


dengan modifikasi faktor resiko telah diterangkan dalam pedoman AHA-ASA
(Gorelic at al., 2011). Rekomendasi kuncinya dijelaskan dalam tabel 8-2 (Gorelic at
al., 2011). Dalam menginterpretasikan informasi pada tabel 8-2, harus dperhatikan
bahwa berbagai macam studi ilmiah sudah tersedia, dan diurutkan berdasarkan tingkat
dan kelas bukti ilmiahnya.

6
Pada jurnal ini pengobatan hipertensi memiliki hasil paling signifikan dalam
pencegahan VCI. Orang dengan resiko VCI sangat direkomendasikan untuk
mengontrol tekanan darah. Pada pasien dengan riwayat stroke, menurunkan tekanan
darah dapat menurunkan resiko dementia post stroke (Class I, LOE B) (Gorelic at al.,
2011).
Pada beberapa penelitian, menurunkan tekanan darah pada pasien usia muda
dan paruh baya memberikan hasil yang positif, akan tetapi pada lansia utamanya usia
80 tahun ke atas, menurunkan tekanan darah tidak memberikan hasil yang signifikan.
Konsensus NIH terkini menyatakan bahwa belum ada bukti ilmiah cukup bahwa
intervensi untuk mengurangi AD atau penurunan kognitif pada lansia dapat
memberikan hasil yang signifikan (Daviglus at al., 2010). Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memastikan peran intervensi vaskuler untuk mengurangi resiko
demensia dan penurunan fungsi kognitif (Pantoni at al., 2011).

2. Penatalaksanaan

Berbagai modalitas terapi telah dicoba untuk mencegah VCI, namun belum
yang dengan jelas terbukti manjur dan aman. Di sisi lain, ada anggapan bahwa
pengendalian tekanan darah antara 135-150 mmHg dapat bermanfaat untuk menjaga
fungsi kognitif pada pasien dengan hipertensi dan VCI, dan ada juga anggapan bahwa
terapi aspirin dapat bermanfaat untuk meningkatkan perfusi serebral, kemampuan
kognitif, kualitas hidup dan kemandirian pasien.
Baru-baru ini perhatian ditujukan pada inhibitor kolinesterase, berdasarkan
pemehaman bahwa jalur kolinergik dari nukleus basalis Meynert mungkin saja
terganggu oleh penyekit serebrovaskuler subkortikal, dan mungkin terdapat juga AD
dan VCI (European Pentoxifylline Multi-Infarc Dementia Study, 1996). Namun pada
clinical trial skala besar tentang peran golongan kolinesterase pada VCI tidak
menunjukkan hasil yang signifikan (Black at al., 2003; Roman at al., 2005;
Erkinjuntti at al., 2002; Auchus at al., 2007). Hasil serupa juga didapatkan pada
pemberian donepezil pada cerebral autosomal-dominant arteriopathy dengan infark
subkortikal dan leukoencelopati (CADASIL), bentuk umum dari VCI subkortikal,
namun entah bagaimana fungsi eksekutif pasien dapat meningkat (Dichgans at al.,
2008). Kegagalan inhibitor kolinesterase untuk pengobatan pasien VaD dilihat dari

7
perbaikan fungsi kognitif dan fungsi basis memunculkan pertanyaan apakah tidak
terjadi defisit kolinergik pada VaD murni (Perry at al., 2005).
Memantine, suatu antagonis reseptor N-methyl-D aspartate (NMDA) non
kompetitif, secara statistik memberikan hasil positif pada fungsi kognitif pasien
(Orgogozo at al., 2002). Nimodipin juga menunjukkan hasil positif pada fungsi
kognitif pasien (Pantoni at al., 2005).
Namun secara umum berbagai modalitas terapi di atas kurang menunjukkan
hasil yang konsisten antara satu percobaan dengan yang lainnya. Dengan
pertimbangan tersebut, berikut adalah rekomendasi untuk VCI dan pedoman
penatalaksanaan hasil kolaborasi dengan AHA-ASA (Gorelic at al., 2011):
1. Donepezil dapat bermanfaat untuk pasien dengan VAD (Class IIa, LOE A)
2. Penggunaan rivastigmine belum didukung bukti yang adekuat.

Inhibitor kolinesterase telah menunjukkan hasil yang signifikan,


memungkinkan peningkatan kualitas hidup pasien, dibandingkan dengan pengobatan
placebo, pada pasien dengan klinis demensia seperti AD atau VCI (Farlow at al.,
2006). Akan tetapi penelitian sistematik dari segi penurunan gejala neuropsikiatri
tidak menunjukkan hasil yang efektif, ditambah dengan kenyataan bahwa pengobatan
ini dapat meningkatkan resiko komplikasi penyakit kardiovaskuler, seperti stroke
(Sink at al., 2006).

8
DEMENSIA
1. DEFINISI
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/ gangguan otak yang
biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapt gangguan fungsi kognitif yang
multipel tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia
adalah intelegensia umum, daya ingat , daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya
tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai
(judgement), dan kemampuan sosial. Penyakit alzheimer adalah suatu penyakit
degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui. Jadi demensia Alzheimer
ialah penyakit gangguan otak yang biasanya bersifat progresif, dimana terdapat
gangguan yang multiple tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh penyakit
Alzheimer.1.3

2. EPIDEMOLOGI
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang
berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita
demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20%
menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% menderita
demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-
kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 thun menderita demensia tipe
Alzheimer, dibanding dengan 15-25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau
lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang
berjumlah kira-kira 15-30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling
sering ditemukan pada orang yang berusia ntara 60-70 tahun dan lebih sering pada
laki-laki dibanding wanita. Masing-masing 1-5% kasus adalah demensia yang
berhubungan dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai
demensia yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan
penyakit Parkinson).1

3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular secara bersama-sama berjumalah sebanyak 75% dari semua kasus
Penyakit demensia lainnya adalah penyakit Pick , penyakit Creutzfeldt-Jakob penyakit
Huntington, penyakit Parkinson, human immunodeficiency virus (HIV), dan trauma
kepala.1 Pada tabel di bawah ini adalah gangguan/ penyakit yang sering menyebabkan
demensia.

Genetik: autosomal dominan, early onset kromosom 21q & late onset kromosom 19,
sporadic pada kromosom 6

• Gangguan fungsi imunisasi


• Infeksi virus: terdapat antibodi reaktif & neurofibrillary tangles (NFT) (x:
penyakit Creutzfeldt-Jacob & Kuru)→ plak amiloid SSP→gangguan fungsi luhur
• Lingkungan:
• Polusi udara/ industry
• Intoksikasi logam 1

4. GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK


Secara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan kemampuan
daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
(personal activities of daily living) seperti mandi, makan, kebersihan diri, buang air
besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pada demensia tidak
ditemukan gangguan kesadaran (clear consciousness) dan gejala serta distabilitas
sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.3
Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya,
polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien yang berkeliaran, bingung,
perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan maksud
seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang tidak pantas,
misalnya memakai baju kaos dan celan dalam saja), aresif, depresif, cemas. Pasien
dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke UGD karena perubahan
perilaku yang mendadak.4
Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua
biasa pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan
tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial.4
Gambaran klinis:

• Kehilangan daya ingat/ memori, terutama memori jangka pendek. Pada orang tua
normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya
tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
• Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa, seperti tidak tahu bagaimana cara
membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
• Disorientasi orang, waktu dan tempat.
• Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif, misalnya tidak dapat
memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.
• Salah menemptkan barang
• Perubahan tingkah laku. Mood dapat berubah-ubah tanpa ada alasan yang jelas
• Mudah curiga dan tersinggung

Tabel 5.1. Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer

• Terdapat gejala demensia


• Onset bertahap (insidous set) dengan deteriotasi lamabat. Onset biasanya sulit
ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya
kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil
(plateau) secara nyata.
• Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan
bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, definisi vitamin B12,definisi niasin, neurosifilis, hidrosefalus, atau
hematom subdural).
• Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak
fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan
inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini
dikemudian hari dapat bertumpang tindih).

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol

Dengan onset dini: demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejala
cepat dan progresif (deteriorasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer
merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.
Dengan onset lambat: sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalan
penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran
utamanya.

Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: yang tidak cocok dengan kedua tipe di atas.
Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular.

Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified)

5. DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa
pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single
photon emission computed tomography).1
Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium onset
penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif lamanya
berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi noktural dari gejala, gangguan
jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta
atensi dan kesadaran amat terganggu.1,4
Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan
dengan depresi mempunyai gejala depresi yang menonjol, mempunyai lebih banyak
tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan seringkali mempunyai
riwayat episode depresif di masa lalu, onsetny cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan
EEG normal.1,4
Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu derjat
gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibanding gejala yang
berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia.1
Penuaan normal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang tua.
Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan
beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan terjadi di baagian
temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat daya ingat.
Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan fungsi faal otak terutama
daya ingat. Sehingga orang tua mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness).1,2
Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa mengingat lagi
nama benda atau orn jika dibantu denagan menyebut suku kata depannya, bisa
mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan bentuk dan fungsinya. Atau
setiap waktu lupa, lain kali ingat lagi serta masih bisa hidup mandiri secara normal
dan tidak mengganggu kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.

6. PROGNOSIS
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena
sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang
dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik sesaaat. Regresi gejala
tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yangg reversibel
(misalnya demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan
normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari
kemajuan yang tetap (sering pada demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan
demensia yang bertambah (sering pada demensia vaskular) samapai suatu demensia
yang stabil (misalnya pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala).1
7. TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan dilakukan
tapat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus dialkukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati,terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar. Pendekatan umum pada
pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan
emosional untuk pasein dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala
spesifik, termasuk gejal aperilaku yang mengganggu.1
Pengobatan simtomatik termasuk :pemerliharaan diet gizi, latihan yang tepat,
terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan auditoris, dan
pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus harus diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama. Beberapa
ahli klinis menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang berdayakerja pendek untuk
mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko terhadap fungsi kognitif
dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunanan benzodiazepin yang
berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5-15 mg/hari per oral, lorazepam [Ativan] 0,,5-1
mg/hari per oral, termazepam [Resoril] 7,5-15 mg/hari per oral) dianjurkan karena
waktu paruh dari semua zat ini tidak meningkat pada lansia oleh sebab fungsi hati
yang terganggu.1,4,5
Anti depresan (seperti litium, amitriptylin dan trazodon) dan anti konvulsan
dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis rendah, dinaikan lembat laun,
dan dipantau dengan pemeriksaan darah rutin. Penghambatan oksidase monoamin
(MAOI) seperti moclobemide (Aourorix) 300-600mg/hari dapat berguna pada depresi
yang berhubungan dengan demensia. 4,5
Antipsikotik seperti klorpromazine(Largaktil 10-600mg/hari), haloperidol
(Serenace 5-15mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25-100mg/hari) dapat diberikan
pada pasien dengan waham dan halusinasi. 1,5
Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk ansietas atau
insomnia, tetapi dapat menyebabkan efek samping antikolinergik yang justru para
lensia amat rentan terhadap masalah ini. 4
Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan manfaat
karena perjalan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada merka. Mereka juga
mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan dalam menerima beratnya
ketidakmampuan mereka.5

Anda mungkin juga menyukai