Optimisme Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Berkebutuhan Khusus
Optimisme Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu :
Oleh
Nim 220701083
FAKULTAS PSIKOLOGI
2024
1
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul “Optimisme Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Berkebutuhan
Khusus”. Penyelesaian proposal ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir semester mata
kuliah Metode Penelitian Kualitatif yang diampu oleh Ibu Muhimmatul Hasanah, S.Psi.,
M.A.
Tak lupa penulis mengucapkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah kepada:
1. Bapak Awang Setiawan Wicaksono, M.Psi., Psikolog selaku Dekan Program Studi
Psikologi Univeristas Muhammadiyah Gresik.
2. Ibu Prianggi Amelasasih, S.Psi., M.Si. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas
Muhammadiyah Gresik.
3. Ibu Muhimmatul Hasanah, S. Psi., M.A. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metode
Penelitian Kualitatif.
Kami berharap dengan adanya pembuatan makalah ini dapat menambah wawasan serta
pengetahuan untuk para pembaca. Kami sebagai penulis menyadari dalam pembuatan
makalah masih terdapat banyaknya kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik
dan saran dari pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dalam makalah ini.
Penulis
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
2.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................................................6
2.3 Fokus Masalah...........................................................................................................................7
2.4 Rumusan Masalah.....................................................................................................................7
2.5 Tujuan Penelitian.......................................................................................................................8
2.6 Manfaat Penelitian....................................................................................................................8
BAB II..................................................................................................................................................9
KAJIAN PUSTAKA............................................................................................................................9
2.1 Optimisme Keluarga............................................................................................................9
2.2 Kebutuhan Khusus............................................................................................................11
BAB III...............................................................................................................................................14
METODE PENELITIAN..................................................................................................................14
3.1 Jenis Penelitian........................................................................................................................14
3.2 Batasan Konsep........................................................................................................................15
3.3 Unit Analisa Dan Subjek Penelitian.......................................................................................16
3.4 Teknik Pengumpulan Data......................................................................................................17
3.4.1 Teknik Analisis Data.........................................................................................................18
3.4.2 Kredibiltas Data..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................22
4
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Penelitian ini diawali dengan seorang peneliti yang memiliki seorang keluarga
yang tuna rungu. Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya
individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang tuna rungu dengan
individu lain yaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara
internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi,rata-
rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-
rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang
diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki
perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang
rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu
tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada
penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri
dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak normal pada
umumnya menurut Heri Purwanto (dalam Suparno, 2007:1). Keunikan yang ada pada
diri mereka menuntut pemahaman orang tua terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus.
Hambatan perkembangan dan hambatan belajar (brier to learning and development) pada
anak berkebutuhan khusus terkadang membuat bingung orang tua dalam pemberian
perlakuan dan layanan Pendidikan yang sesuai, di samping itu kekhawatiran akan
kemandirian dan masa depan anak turut menambah kegundahan orang tua dalam
membesarkannya.
5
yang paham apa yang S bicarakan. Saat ini S bekerja sebagai kuli bangunan, itu dia
kelebihan dari S. S merupakan orang yang bertanggung jawab dan giat dalam segala
pekerjaannya. Semua anggota keluarga sangat menyayanginya.
Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah hingga
jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya tingkat
prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi dan
pemahaman bahasa lebih sedikit bila disbanding dengan anak mampu mendengar. Anak
tunarungu mendapatkan informasi dari indera yang masih berfungsi, seperti indera
penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman tekanan emosi pada remaja yang
berstatus sebagai tunarunggu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan
menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan
kebimbangan dan keragu-raguan.
Emosi anak tunarungu selalu bergejolak karena kondisi dirinya yang berbeda
dengan teman dan orang lain selain itu karena pengaruh dari luar yang diterimanya.
Penilaian terhadap tuntutan lingkungan tersebut tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
kepribadian untuk sehingga dapat menyesuaikan diri secara baik meski dalam kondisi
yang khusus, diperlukan karakter kepribadian yang positif ditengah kondisi seperti itu
tunarungu diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan
dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan dengan
kondisi yang dihadapinya. Individu yang memiliki pola pandang positif, memiliki
harapan masa depan yang baik meskipun dengan banyak tantangan dan kemalangan
dikenal dengan individu yang memiliki optimisme.
Optimisme adalah cara berpikir atau paradigma berpikir positif. Orang yang
optimis adalah orang yang memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam
kehidupannya. Masa depan mencakup tujuan dan harapan- harapan yang baik dan positif
mencakup seluruh aspek kehidupannya. Konsep optimisme dan pesimisme fokus kepada
ekspektasi individu terhadap masa depan. Optimisme merupakan sikap selalu memiliki
harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang
menyengkan. Dengan kata lain optimisme adalah cara berpikir atau paradigma berpikir
positif.
Pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunarungu harus dimulai dari hal-hal yang
dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu
6
dimulai dari hal yang mudah dan berangsur ke tingkat yang lebih sulit. Pembelajaran
bagi anak tuna rungu dapat dilakukan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman
nyata secara berulang-ulang. Anak tuna rungu kurang memiliki informasi verbal , dalam
hal ini anak sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga dibutuhkan media
untuk memudahkan pemahaman suatu konsep pada anak tuna rungu.
Untuk itu salah satu upaya yang dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
memberikan akses pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB). Menurut pasal 5 (2) UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bahwa warga negara yang
memilki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
Dari hasil observasi lapangan, orang tua cenderung mendaftarkan anaknya di tempat-
tempat terapi dan Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kebutuhan anaknya seperti
halnya anak pada umumnya akan tetapi orang tua kurang ikut serta dalam mendampingi
anak-anakanya.11 Yang mana seharusnya sense of belonging orang tua kepada anak
berkebutuhan khusus ini sangat menonjol agar anak mendapatkan perlindungan yang
menjadikan kenyamanan pada diri anak. Fisher et all., (2015) Sense of
belonging atau rasa memiliki diartikan sebagai pengalaman individu dimana individu
merasa dihargai, dibutuhkan dan diterima oleh orangorang di lingkungan sosialnya.
7
1) Masalah Ekonomi
Anggota keluarga berkebutuhan khusus sering kali membutuhkan perawatan dan
dukungan khusus yang dapat membebani secara finansial bagi keluarga. Biaya
perawatan ini dapat mencakup biaya terapi, obat-obatan, pendidikan khusus, dan
peralatan khusus.
2) Pendidikan dan Dukungan
Pendidikan dan dukungan dapat membantu keluarga memahami dan mengatasi
masalah emosional dan psikologis yang mereka hadapi. Ada banyak sumber daya
yang tersedia untuk keluarga, termasuk kelompok dukungan, terapi, dan konseling.
3) Program dan Layanan
Ada banyak program dan layanan yang tersedia untuk membantu keluarga
memberikan perawatan dan dukungan yang dibutuhkan anggota keluarga
berkebutuhan khusus. Program-program ini dapat menyediakan layanan seperti
terapi, pendidikan khusus, dan bantuan keuangan.
4) Komunitas
Komunitas dapat memainkan peran penting dalam mendukung keluarga yang
memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus. Ada banyak organisasi dan
kelompok yang menyediakan dukungan dan sumber daya bagi keluarga.
8
5. Apa hubungan antara dukungan keluarga dengan penerimaan diri pada orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus?
6. Apa faktor-faktor yang memengaruhi stres pada orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus?
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Optimisme Keluarga
Optimisme keluarga dapat didefinisikan sebagai sikap positif dan harapan
yang optimis yang dimiliki oleh sebuah keluarga dalam menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan kehidupan. Dalam pandangan ahli psikologi klinis,
optimisme keluarga merupakan aspek yang penting dalam memahami kesejahteraan
psikologis keluarga secara keseluruhan. Berikut adalah penjelasan lebih rinci
mengenai definisi optimisme keluarga dalam pandangan ahli psikologi klinis Dalam
keluarga yang optimis, anggota keluarga cenderung memiliki pandangan positif
terhadap kehidupan. Mereka mungkin melihat setiap tantangan sebagai peluang
untuk tumbuh dan mengembangkan diri, bukan sebagai hambatan yang tidak dapat
diatasi. Dalam situasi sulit, keluarga optimis mungkin bersikap kooperatif dan
mencari solusi bersama.
10
keluarga untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman. Keluarga yang optimis
cenderung memiliki komunikasi yang terbuka, dukungan emosional yang kuat, dan
keterlibatan yang positif dalam pemecahan masalah.
Beberapa indikator optimisme keluarga yang dapat diamati oleh ahli psikologi
klinis meliputi sikap terbuka terhadap perubahan, kemampuan untuk menemukan
solusi positif dalam situasi sulit, serta kemauan untuk belajar dari pengalaman masa
lalu. Ahli psikologi klinis juga menekankan pentingnya mendukung dan
memperkuat optimisme keluarga melalui intervensi psikologis yang melibatkan
semua anggota keluarga.
Ini melibatkan keyakinan bahwa setiap anggota keluarga dapat tumbuh dan
berkembang secara positif, baik secara individu maupun sebagai bagian dari unit
keluarga. Optimisme keluarga mencerminkan sikap positif terhadap kehidupan
bersama, meskipun dihadapkan pada kesulitan atau rintangan.
Optimisme keluarga merujuk pada sikap positif dan keyakinan yang dimiliki
oleh anggota keluarga terhadap masa depan. Ini mencakup keyakinan bahwa
keluarga mereka dapat mengatasi tantangan, berkembang, dan mencapai
kebahagiaan serta kesuksesan bersama. Optimisme keluarga melibatkan sikap yang
memandang perubahan dan kesulitan sebagai peluang untuk tumbuh dan belajar
bersama.
Komitmen terhadap satu sama lain: Keluarga yang optimis menunjukkan komitmen
untuk saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
11
Fokus pada solusi: Keluarga yang optimis cenderung fokus pada mencari solusi
daripada terpaku pada masalah. Mereka melihat kesulitan sebagai tantangan yang
dapat diatasi.
12
efektif dapat bervariasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan spesifiknya. Oleh karena
itu, keluarga sering kali terlibat dalam pencarian informasi dan sumber daya, termasuk
mendapatkan dukungan dari profesional kesehatan, terapis, dan organisasi non-
pemerintah yang fokus pada kebutuhan khusus.
Psikolog klinis dapat terlibat dalam proses diagnosis dan evaluasi untuk memahami
kebutuhan khusus anggota keluarga.
Dukungan Emosional:
Psikolog klinis dapat membantu anggota keluarga dalam mengelola stres, kecemasan,
atau depresi yang mungkin terkait dengan kebutuhan khusus anggota keluarga.
Pemberian dukungan emosional adalah bagian penting dari peran psikolog klinis
dalam membantu keluarga mengatasi tantangan.
13
Pengembangan Strategi Penanganan:
Psikolog klinis dapat bekerja sama dengan keluarga untuk mengembangkan strategi
penanganan yang efektif.
Hal ini dapat melibatkan pemberian saran terkait manajemen perilaku, komunikasi,
atau adaptasi rutinitas sehari-hari.
Konseling Keluarga:
Psikolog klinis dapat berperan sebagai advokat untuk anggota keluarga yang
berkebutuhan khusus, membantu mereka mendapatkan sumber daya dan layanan yang
diperlukan.
Pendidikan keluarga tentang kondisi atau kebutuhan spesifik juga dapat menjadi
bagian dari intervensi.
Psikolog klinis dapat bekerja dalam kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter, terapis fisik, atau pekerja sosial, untuk memberikan pendekatan holistik dalam
merancang perawatan untuk anggota keluarga yang berkebutuhan khusus.
14
membangun saluran komunikasi yang terbuka di antara semua anggota keluarga. Hal
ini mencakup mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan ruang bagi
anggota keluarga untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan harapan
mereka.pemahaman keluarga tentang kondisi atau kebutuhan khusus anggota dapat
membantu mengurangi stigmatisasi dan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi
tantangan. Membuat lingkungan yang inklusif dan mendukung adalah kunci. Ini
mencakup penyesuaian rumah, perencanaan aktivitas keluarga, dan keterlibatan dalam
kegiatan komunitas yang mendukung keberagaman dan inklusi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk memahami
makna, persepsi, dan pengalaman manusia dalam konteks tertentu. Dalam penelitian
kualitatif, peneliti mengumpulkan dan menganalisis data berupa teks, gambar, suara, atau
video untuk memahami kompleksitas dan keragaman fenomena manusia. Berikut adalah
penjelasan tentang jenis penelitian kualitatif dengan judul "Optimisme Keluarga dalam
Menghadapi Anggota Keluarga yang Berkebutuhan Khusus":Penelitian kualitatif bertujuan
untuk memahami dan menjelaskan fenomena, proses, atau konteks dari sudut pandang
partisipan.penelitian kualitatif dapat memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman,
persepsi, dan strategi keluarga dalam menghadapi situasi tersebut
Dalam konteks judul tersebut, penelitian kualitatif dapat digunakan untuk menjelajahi
secara mendalam bagaimana keluarga mengalami dan mengonstruksi optimisme ketika
mereka memiliki anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Penelitian ini dapat
mencakup wawancara mendalam dengan anggota keluarga, pengamatan langsung terhadap
interaksi keluarga, dan analisis teks atau dokumen yang terkait.Penelitian ini dapat
melibatkan identifikasi pola-pola optimisme, strategi koping keluarga, dan faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat optimisme dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh anggota
keluarga yang berkebutuhan khusus. Analisis kualitatif dapat membantu merinci nuansa,
perasaan, dan makna di balik tindakan dan respons keluarga dalam situasi tersebut.
15
3.2 Batasan Konsep
Batasan konsep dalam konteks penelitian "Optimisme Keluarga dalam Menghadapi
Anggota Keluarga yang Berkebutuhan Khusus" dapat membantu merinci cakupan dan fokus
penelitian. Berikut adalah beberapa batasan konsep yang mungkin relevan untuk penelitian
ini:
Batasan dapat diterapkan pada rentang usia anggota keluarga yang menjadi subjek penelitian.
Misalnya, penelitian ini dapat membatasi diri pada keluarga dengan anak-anak berkebutuhan
khusus dalam rentang usia tertentu.
Fokus dapat ditempatkan pada jenis kebutuhan khusus tertentu, seperti disabilitas fisik,
gangguan perkembangan, atau kondisi kesehatan mental. Ini membantu menyempitkan
pemahaman tentang optimisme keluarga dalam konteks kebutuhan khusus yang spesifik.
Batasan dapat diterapkan pada keluarga dalam konteks budaya atau sosial tertentu. Variasi
dalam optimisme keluarga dapat terjadi berdasarkan perbedaan budaya dan konteks sosial.
Penelitian dapat membatasi diri pada bagaimana dukungan eksternal, seperti dukungan dari
komunitas atau lembaga, memengaruhi optimisme keluarga. Ini membantu mengidentifikasi
faktor-faktor eksternal yang mendukung keluarga.
Pembatasan pada aspek psikologis individu dalam keluarga, seperti tingkat stres, koping, atau
tingkat dukungan sosial yang diterima, dapat membantu lebih fokus pada dinamika psikologis
yang memengaruhi optimisme.
Penelitian dapat membatasi diri pada periode waktu tertentu atau tahap perkembangan
tertentu, misalnya, bagaimana optimisme keluarga berubah selama masa transisi seperti
peralihan dari anak-anak ke remaja.
16
Metode Pengumpulan Data:
Batasan dapat diterapkan pada metode pengumpulan data tertentu, seperti wawancara
mendalam, observasi, atau analisis teks, untuk mempersempit pendekatan penelitian.
Penelitian dapat membatasi diri pada keluarga dalam wilayah geografis atau lokasional
tertentu untuk mempertimbangkan variabilitas berdasarkan faktor-faktor regional.
Keluarga:
Keluarga menjadi unit analisis utama dalam penelitian ini. Dapat mencakup orang tua,
saudara kandung, dan anggota keluarga lainnya yang terlibat dalam mendukung anggota
keluarga yang berkebutuhan khusus.
Individu-individu dalam keluarga menjadi unit analisis tambahan. Fokus dapat ditempatkan
pada peran dan pengalaman setiap anggota keluarga, termasuk bagaimana mereka
mengonstruksi optimisme dan menghadapi tantangan.
Spesifiknya, anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus menjadi fokus utama dalam
penelitian ini. Analisis dapat mencakup pengalaman pribadi mereka, dukungan yang mereka
butuhkan, serta kontribusi mereka terhadap dinamika keluarga.
Subjek Penelitian:
Keluarga yang memiliki setidaknya satu anggota dengan kebutuhan khusus menjadi subjek
utama penelitian. Pemilihan keluarga ini dapat melibatkan kriteria seperti jenis kebutuhan
khusus, tingkat dukungan yang diterima, atau tahap perkembangan keluarga.
Memasukkan anggota keluarga lain yang tidak memiliki kebutuhan khusus tetapi terlibat
dalam mendukung anggota keluarga tersebut. Hal ini memungkinkan untuk memahami
dinamika keluarga secara lebih luas.
Melibatkan profesional kesehatan atau layanan sosial yang terlibat dalam memberikan
dukungan kepada keluarga yang memiliki anggota dengan kebutuhan khusus. Pendekatan
kolaboratif dan dukungan eksternal dapat dianalisis melalui perspektif profesional.
Dengan merinci unit analisis dan subjek penelitian ini, penelitian dapat memberikan
gambaran yang komprehensif tentang optimisme keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang berkebutuhan khusus, sekaligus mempertimbangkan berbagai perspektif dan
faktor yang memengaruhi dinamika keluarga tersebut.
18
teknik analisis data yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif dan
penelitian campuran (kombinasi kualitatif dan kuantitatif):
1. Analisis Tema:
2. Analisis Naratif:
Analisis naratif fokus pada penyusunan cerita atau narasi dari data. Ini dapat
membantu memahami bagaimana optimisme keluarga muncul dalam cerita atau
pengalaman keluarga yang berkebutuhan khusus.
3. Analisis Konten:
4. Analisis Fenomenologi:
Analisis teori terkait dengan pengembangan teori baru dari data tanpa adanya
kerangka konseptual sebelumnya. Dalam penelitian ini, analisis grounded theory
dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme
keluarga.
Jika penelitian juga melibatkan data kuantitatif, analisis statistik deskriptif dapat
digunakan untuk memberikan gambaran statistik tentang tingkat optimisme
keluarga, distribusi variabel, dan hubungan antar variabel kuantitatif.
19
7. Analisis Komparatif:
Pastikan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan sesuai dengan tujuan
penelitian dan dapat memberikan informasi yang akurat tentang optimisme
keluarga. Pastikan bahwa wawancara, observasi, atau metode lainnya dilakukan
secara konsisten dan tepat.
Triangulasi:
20
informasi yang diperoleh konsisten melalui berbagai sumber, maka
kredibilitasnya lebih tinggi.
Keterlibatan Peneliti:
Menyadari dan mengendalikan bias penelitian, baik yang berasal dari peneliti
maupun subjek penelitian, dapat membantu menjaga kredibilitas data. Langkah-
langkah transparan untuk meminimalkan bias harus diambil.
Auditabilitas:
21
Memilih partisipan yang memiliki relevansi dengan konteks penelitian dan
memiliki pengalaman nyata terkait optimisme keluarga dapat meningkatkan
kredibilitas data.
22
DAFTAR PUSTAKA
Olson, D. H., Portner, J., & Lavee, Y. (1985). Family Adaptability and Cohesion Evaluation
Scales (FACES III). Life Innovations.
Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Bantam
Books.
Walsh, F. (2003). Family resilience: A framework for clinical practice. Family Process,
42(1), 1-18.
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2007). Positive psychology: The scientific and practical
explorations of human strengths. Sage Publications.
McCubbin, H. I., & McCubbin, M. A. (1993). Family stress theory and assessment: The T-
double ABCX model of family adjustment and adaptation. In C. H. Mindel & R. W.
Habenstein (Eds.), Stress and the family: Vol. II. Coping with catastrophe (pp. 3-24).
Taylor & Francis.
Dunst, C. J., Trivette, C. M., & Hamby, D. W. (2007). Research Synthesis on Families of
Children with Disabilities: Implications for Future Directions in Parent and Family
Support. Division for Early Childhood, Council for Exceptional Children.
23