Proposal
Proposal
Oleh:
B12190068
Oleh:
Marvin Leonhard Margo
B12190068
Pembimbing Proposal,
ii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Kebutuhan .................................................................................. 4
1.3. Tujuan ........................................................................................................ 6
1.4. Manfaat ...................................................................................................... 7
iii
2.1.6.3. Pengolahan Madu........................................................... 22
2.2. Studi Preseden .......................................................................................... 24
2.2.1. Studi Preseden Program Peternakan dan Pengolahan – Mizengo
Pinda Asali & Nyuki Sanctuary ................................................... 24
2.2.2. Studi Preseden Program Galeri – The Bee Museum in Rhodes .. 26
2.2.3. Studi Preseden Program Observasi – Camp Adventure
Observation Tower ....................................................................... 27
2.2.4. Studi Preseden Pendekatan – FarmED Education Centre ............ 29
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pohon Koompassia excelsa dengan sarang lebah madu Apis dorsata . 1
Gambar 1.2 Proses panen madu dengan warga memanjat pohon Koompassia
excelsa ...................................................................................................................... 2
Gambar 1.3 Peta tutupan lahan Suaka Margasatwa Rawa Singkil .......................... 3
Gambar 2.1 Siklus hidup lebah madu betina ......................................................... 10
Gambar 2.2 Lebah madu Apis dorsata................................................................... 12
Gambar 2.3 Tingkat kematian larva pada perbedaan temperatur .......................... 13
Gambar 2.4 Jumlah populasi lebah madu Apis dorsata dan Apis florea dalam 1
tahun ....................................................................................................................... 14
Gambar 2.5 Periode berbunga dan jumlah tanaman di area................................... 14
Gambar 2.6 Metode rafter beekeeping................................................................... 19
Gambar 2.7 Pohon Koompassia excelsa di Sabah, Kalimantan............................. 20
Gambar 2.8 Mizengo Pinda Asali & Nyuki Sanctuary .......................................... 24
Gambar 2.9 Mizengo Pinda Asali & Nyuki Sanctuary .......................................... 25
Gambar 2.10 Ruang interaksi fasilitas pengolahan ................................................ 25
Gambar 2.11 The Bee Museum in Rhodes ............................................................ 26
Gambar 2.12 The Bee Museum in Rhodes ............................................................ 27
Gambar 2.13 Camp Adventure Observation Tower .............................................. 27
Gambar 2.14 Camp Adventure Observation Tower .............................................. 28
Gambar 2.15 FarmED Education Centre ............................................................... 29
Gambar 2.16 Ruang tengah FarmED Education Centre ........................................ 29
Gambar 3.1 Foto satelit alternatif tapak 1 .............................................................. 32
Gambar 3.2 Foto satelit alternatif tapak 2 .............................................................. 34
Gambar 3.3 Foto satelit alternatif tapak 2 zona pertanian ..................................... 34
Gambar 3.4 Foto satelit alternatif tapak 2 zona hutan lindung .............................. 35
Gambar 3.5 Grafik perbandingan alternatif tapak berdasarkan kriteria pemilihan 37
Gambar 3.6 Data suhu dan angin di Kemukiman Buloh Seuma............................ 38
Gambar 3.7 Analisis Meso lingkungan sekitar tapak............................................. 38
Gambar 3.8 Analisis Meso pencapaian tapak dari kota dan desa terdekat ............ 39
Gambar 3.9 Analisis Meso aksesibilitas makro tapak ........................................... 39
v
Gambar 3.10 Analisis Meso pencapaian tapak dari desa-desa di Kemukiman
Buloh Seuma .......................................................................................................... 40
Gambar 3.11 Analisis Meso pengunaan lahan di Kemukiman Buloh Seuma ....... 40
Gambar 3.12 Analisis Mikro solar chart dan angin .............................................. 41
Gambar 3.13 Analisis Mikro akses dan view ke dalam tapak ............................... 41
Gambar 3.14 Analisis Mikro view keluar tapak .................................................... 42
Gambar 3.15 Zoning tapak berdasarkan analisis ................................................... 42
Gambar 3.16 Justifikasi zona fasilitas umum/utama.............................................. 43
Gambar 3.17 justifikasi zona penginapan .............................................................. 43
Gambar 3.18 Justifikasi zona peternakan............................................................... 44
Gambar 3.19 Justifikasi zona pengolahan.............................................................. 44
Gambar 3.20 Justifikasi zona observasi ................................................................. 45
Gambar 3.21 Diagram hubungan antar zoning ...................................................... 50
Gambar 3.22 Diagram hubungan antar ruang ........................................................ 51
Gambar 4.1 Jenis integrasi lingkungan binaan dengan lingkungan alam .............. 61
Gambar 4.2 Kerangka berpikir............................................................................... 62
vi
DAFTAR TABEL
vii
RINGKASAN
Aceh terkenal sebagai daerah yang memiliki banyak keindahan wisata alam
dan daerah Buloh Seuma tidak terkecualikan. Buloh Seuma adalah sebuah
kemukiman di Aceh Selatan yang memiliki budaya unik dalam membudidayakan
lebah madu dan memiliki keindahan alam berupa Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Namun dibalik keindahan tersebut, daerah Buloh Seuma sudah sejak lama
mengalami masalah seperti kurangnya perhatian dari pemerintah, penebangan
hutan, dan berkurangnya populasi lebah akibat pembangunan.
Dari potensi dan masalah tersebut diperlukan sebuah fasilitas yang dapat
memanfaatkan potensi yang ada sekaligus menyelesaikan masalah yang ada.
Fasilitas wisata yang mengutamakan budaya budidaya lebah madu dipilih sebagai
upaya membuka nama Buloh Seuma ke mata publik dan pemerintah sekaligus
mengedukasi masyarakat tentang keunikan budaya budidaya lebah di daerah
tersebut. Dengan adanya fasilitas yang meningkatkan tingkat pariwisata ini juga
diharapkan dapat meningkatkan ekonomi daerah Buloh Seuma dan membuka
lapangan pekerjaan di sekitar Suaka Margasatwa Rawa Singkil dalam upaya
menurunkan tingkat penebangan hutan liar.
Dengan dilakukannya pembangunan di daerah tersebut, terdapat sebuah
kemungkinan bahwa pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak yang
buruk terhadap ekosistem terutama habitat lebah, mengingat bahwa populasi lebah
di Buloh Seuma sudah menurun akibat terjadinya pembangunan lain. Untuk
mangatasi terjadinya masalah tersebut, digunakan pendekatan ecodesign Ken
Yeang yang mengutamakan integrasi physical, systemic, dan temporal dari sebuah
bangunan dengan lingkungannya.
Kata kunci : Buloh Seuma, Aceh Selatan, Lebah Madu, Wisata, Ekologi
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Pohon Koompassia excelsa dengan sarang lebah madu Apis
dorsata
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=k8kH5L5nlZw
1
tradisional dan penduduk sekitar merasa bahwa cara tradisional tersebut justru lebih
produktif dan proses panen ini tidak akan bisa berhasil jika dilakukan dengan teknik
modern. Proses panen madu diiringi dengan budaya dan alat-alat tradisional seperti
pembawaan lagu/pantun oleh pawang madu yang dilakukan pada malam hari
sebagai permintaan izin kepada lebah madu hingga proses pengambilan sarang
lebah dimana penduduk harus memanjat pohon setinggi 80m untuk mencapai letak
sarang. Karena kualitas madu yang dihasilkan serta proses pengambilan yang
tradisional tersebut, madu dari daerah ini sering disebut sebagai madu lebah alami
terbaik di keseluruhan Aceh (Manan, 2021).
Gambar 1.2 Proses panen madu dengan warga memanjat pohon Koompassia
excelsa
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=k8kH5L5nlZw
2
Gambar 1.3 Peta tutupan lahan Suaka Margasatwa Rawa Singkil
Sumber: Sugianto et al., 2021
Meski dengan adanya budaya dan potensi tersebut, daerah ini sudah sejak
lama terisolasi dan merasa tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu
contoh kurangnya perhatian tersebut terlihat pada upaya penduduk setempat dalam
meyakinkan pemerintah untuk membangun jalan yang dapat membuka
keterasingan Buloh Seuma. Permintaan ini pada tahun 2008 diterima dan
direncanakan pembangunan jalan yang menghubungkan Buloh Seuma ke Keude
Trumon, namun rencana pembangunan tersebut ditunda terus menerus hingga pada
tahun 2022 baru diselesaikan. Penduduk Buloh Seuma juga pernah mengupayakan
agar daerahnya dimasukkan ke dalam komunitas adat tertinggal untuk mendapatkan
prioritas pembangunan dan mendapat anggaran dana dari pemerintah. Permintaan
ini juga pada awalnya diterima dan disahkan namun kemudian terdapat kabar
bahwa alokasi dana dan pembangunan tersebut dipindahkan ke daerah lain, yaitu
Gampong Teupin Tinggi (Fasya, 2011). Sifat isolasi dan kurangnya perhatian ini
membuat penduduk setempat sempat mencoba melakukan publikasi Buloh Seuma
agar mendapat kepedulian dari pihak luar untuk membantu daerah ini, namun tidak
3
berhasil karena kekurangan dana (Fasya, 2011).
Masalah lain yang terdapat di daerah ini adalah penebangan hutan liar yang
dilakukan karena keputusasaan dan keterbatasan lapangan kerja, dimana dari
Januari hingga Juli 2022, sebanyak 334 hektar tutupan hutan Rawa Singkil yang
terletak di Aceh Selatan telah hilang (Hanafiah, 2022). Aksi penebangan tersebut
digabungkan dengan pembangunan yang tidak mempertimbangkan dampaknya
pada alam menyebabkan populasi lebah di hutan Rawa Singkil semakin berkurang,
memaksa meningkatnya harga jual madu dari yang aslinya Rp 300.000/lt menjadi
Rp 600.000/ lt (Bakri, 2016).
Dari potensi dan masalah yang ada tersebut, serta dengan mengingat bahwa
pertumbuhan pariwisata merupakan salah satu elemen terpenting dalam
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah rural dan terpencil (Greiner, 2010),
dibutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan tingkat pariwisata di daerah Buloh
Seuma dengan memaparkan dan menonjolkan budaya budidaya madu di sana, demi
mempublikasikan nama Buloh Seuma dan meningkatkan ekonomi setempat. Upaya
ini juga diharapkan dapat menjadi mata pencaharian alternatif sehingga mengurangi
tingkat penebangan hutan liar, dimana Lukmanul Hakim, seorang Manager
Geographic Information System Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh,
mengatakan bahwa salah satu cara terbaik menghentikan perambahan hutan adalah
dengan membuka mata pencaharian alternatif kepada masyarakat di sekitar
kawasan hutan (Hanafiah, 2022).
4
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah rural dan terpencil (Greiner, 2022).
Mengingat bahwa Buloh Seuma merupakan daerah terpencil yang ingin
dipublikasikan, perkembangan pariwisata ini akan membuka nama Buloh Seuma
ke masyarakat luas, meningkatkan ekonomi setempat, dan mendapat perhatian dari
pemerintah.
- Potensi turisme yang belum dikembangkan
Tgk Amran selaku bupati Aceh Selatan mengatakan bahwa “hutan yang
masih utuh dan alami bisa menjadi ikon wisata Aceh Selatan.”(Zass, 2020). Dari
pernyataan tersebut terlihat bahwa pemerintah Aceh Selatan cukup yakin akan
keberhasilan pengembangan pariwisata di daerah Aceh Selatan jika mengutamakan
dan memanfaatkan budaya serta keindahan alam yang ada di daerah sekitar.
Mengingat bahwa daerah Buloh Seuma memiliki budaya budidaya lebah yang unik
serta keindahan alam Suaka Margasatwa Rawa Singkil, potensi-potensi tersebut
dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan turisme.
- Penebangan hutan liar
Agus Arianto, selaku kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh,
mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi terjadinya penebangan hutan
liar di Suaka Margasatwa Rawa Singkil adalah dengan membuka mata pencaharian
alternatif kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan (Hanafiah, 2020). Dari
pernyataan tersebut terlihat bahwa salah satu alasan terjadinya penebangan hutan
liar di Aceh Selatan adalah karena kurangnya lapangan pekerjaan, maka dari itu
penyelesaiannya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan alternatif pada
kawasan sekitar hutan.
5
- Kelestarian Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
Kriteria yang terkait dengan prinsip kelestarian ODTWA adalah:
a) Terpeliharanya keberadaan dan kualitas ODTW utama
b) Pengembangan sumber daya lain/lingkungan yang mendukung ODTW
utama
c) Pencegahan dan penanganan vandalisme
1.3 Tujuan
Perancangan “Fasilitas Wisata Lebah Madu Apis dorsata di Kemukiman
Buloh Seuma, Aceh Selatan” bertujuan menyediakan sarana bagi masyarakat
Indonesia untuk mengenal lebih tentang keunikan tradisi mengambil madu di Buloh
Seuma, serta mengembangkan sektor pariwisata di Buloh Seuma dan
6
mengembalikan ekosistem lebah yang telah terganggu.
1.4 Manfaat
- Bagi pengunjung:
Diharapkan fasilitas dapat mengedukasi pengunjung akan budaya
pengambilan madu yang dilakukan oleh rakyat setempat serta
meningkatkan kesadaran mengenai potensi dan keindahan daerah Buloh
Seuma.
- Bagi masyarakat setempat:
Diharapkan masyarakat di Buloh Seuma akan terberdayakan dengan
terbukanya lapangan pekerjaan baru serta nilai komoditas lokal berupa
“Madu Buloh Seuma” akan meningkat, serta daerah Buloh Seuma mendapat
publikasi dan perhatian dari publik.
- Bagi lingkungan & alam:
Diharapkan jumlah perambah liar hutan akan berkurang dengan terbukanya
lapangan pekerjaan baru sehingga jumlah tutupan lahan tidak semakin
berkurang dan hutan dan lebah yang menjadi kebanggaan daerah tersebut
dapat dilestarikan.
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
8
Apis mellifera berasal dari daerah tersebut. (Han, Wallberg,
Webster, 2012) Hampir semua spesies dari lebah madu dapat dan
pernah dibudidayakan untuk dipanen madunya sebagai sumber
makanan dan lilinnya sebagai bahan dalam pembuatan lilin, sabun,
pelembab bibir, dan produk kosmetik lainnya.
Lebah madu hidup dalam sebuah koloni yang dimana dalam
koloni tersebut terdapat 1 (satu) lebah ratu, beberapa ribu lebah
jantan/drone bee, dan beberapa puluh ribu lebah betina/worker
bee.(Gould & Gould, 1995) Meskipun setiap spesies memiliki ciri
yang berbeda, secara umum lebah madu memiliki siklus hidup yang
cukup sama, seperti:
1. Lebah ratu bertelur ke dalam sel yang telah dibentuk oleh lebah
betina dalam sebuah koloni. Lebah ratu kemudian dapat memilih
untuk menyuburkan atau tidak menyuburkan sebuah telur untuk
menentukan jenis lebah yang menetas, dimana lebah jantan
menetas dari telur yang tidak disuburkan dan lebah betina
menetas dari telur yang disuburkan.
2. Lebah betina yang masih muda, disebut nurse bees,
membersihkan sarang dan memberi royal jelly atau yang kadang
disebut susu ratu lebah sebagai sumber makanan larva. Pada
tahap awal larva diberi makan royal jelly yang kemudian diganti
menjadi madu dan serbuk sari, kecuali larva lebah ratu yang
sepenuhnya diberi makan royal jelly.
3. Larva melakukan beberapa kali pergantian kulit kemudian
membentuk sebuah kepompong hingga akhirnya menjadi sebuah
pupa.
9
Gambar 2.1 Siklus hidup lebah madu betina
Sumber: Serendipibee
10
2.13.2.3 Lebah Betina (Worker Bee)
Lebah pekerja adalah lebah betina yang tidak
memiliki kapasitas reproduksi penuh seperti ratu lebah
koloni. Pekerja lebah madu mengumpulkan serbuk sari ke
dalam keranjang serbuk sari di kaki belakang mereka dan
membawanya kembali ke sarang untuk digunakan sebagai
makanan bagi induk yang sedang berkembang. Serbuk sari
yang dibawa oleh tubuh mereka dapat dibawa ke bunga lain
di mana sebagian kecil dapat terjatuh ke putik, menghasilkan
penyerbukan silang. Sejumlah besar pasokan makanan
dunia, terutama buah-buahan, sangat bergantung pada
penyerbukan tanaman oleh lebah madu.
11
Gambar 2.2 Lebah madu Apis dorsata
Sumber: Exotic Bee ID
2.1.3.3.1 Habitat
Apis dorsata ditemukan dari benua India hingga Asia
Tenggara, dengan populasi terbesar ditemukan di Cina,
Malaysia, Indonesia, India, Pakistan, dan Sri Lanka. Mereka
kebanyakan tinggal di pohon-pohon tinggi di hutan lebat,
tetapi juga ditemukan membangun sarang di gedung-gedung
perkotaan. Lebah ini hidup di daerah tropis dan bermigrasi
secara musiman. Koloni-koloni lebah ini bermigrasi dari satu
sarang ke sarang lainnya selama transisi dari musim hujan ke
musim kemarau dan menempati setiap sarang selama sekitar
3-4 bulan setiap kalinya. Beberapa bukti terbaru
menunjukkan bahwa lebah ini kembali ke lokasi sarang yang
sama, meskipun sebagian besar, jika tidak semua, pekerja
asli mungkin diganti dalam proses tersebut karena pekerja
biasanya hidup kurang dari dua bulan (Paar, Oldroyd,
Huettinger, & Kastberger, 2004). Selain itu, lebah ini
membuat sarang kecil yang berfungsi sebagai sarang
sementara selama migrasi yang panjang.
Pada umumnya lebah madu memiliki kepekaan yang
sangat tinggi terhadap temperatur dan spesies Apis dorsata
12
tidak terkecualikan. Pada tahun 2002 dilakukan sebuah
eksperimen oleh Makhdzir Mardan dan Peter G. Kevan
dimana lebah madu Apis dorsata dan larva nya diletakkan ke
dalam inkubator dan dilakukan pengamatan dalam
temperatur yang berbeda-beda. Ditemukan pada larva, pada
temperatur 36°C, tingkat kematian di atas 98%, dan pada
temperatur 38°C, tingkat kematian 100%. Pada temperatur
25-28°C, tingkat kematian kurang dari 20% namun 75%
larva yang menetas memiliki sayap yang tidak sempurna.
Hanya pada temperatur 34°C tingkat kematian 1% dan sayap
terbentuk sempurna.
13
Apis dorsata seperti spesies lebah madu lainnya
merupakan penyerbuk alami karena sumber makanan
utamanya adalah nektar dan serbuk sari yang didapat dari
bunga yang kemudian diubah menjadi madu. Interaksi ini
menciptakan simbiosis antara lebah dengan bunga yang
saling menguntungkan, yang dimana simbiosis ini kemudian
berpengaruh terhadap perilaku lebah madu. Ditemukan
bahwa jumlah sarang lebah madu Apis dorsata berbanding
lurus dengan periode berbunga tumbuhan yang ada di
sekitarnya (Ali, Saeed, & Sajjad, 2017).
14
Ditemukan juga bahwa lebah Apis dorsata memiliki
preferensi dalam memilih tanaman yang didatangi bunganya
dan memiliki kebiasaan untuk menetap hanya pada 1 spesies
bunga meskipun terdapat banyak jenis bunga lainnya yang
sedang mekar di daerah tersebut. Beberapa contoh bunga
yang paling disukai oleh lebah madu Apis dorsata adalah
Helianthus annuus atau yang dikenal sebagai bunga
matahari, Moringa oleifera atau yang dikenal sebagai kelor
atau merunggai, dan Citrus reticulata atau yang dikenal
sebagai jeruk mandarin atau jeruk keprok.
15
yang kemudian diolah menjadi sebuah paku yang
kemudian digunakan untuk memaku batang pohon.
- Tandang
Tandang adalah Pateng yang dipasakkan ke batang
sebagai pijakan antar dahan, karena jarak antar dahan
biasanya cukup jauh sehingga dibutuhkan tempat
pijakan dan pegangan tambahan.
- Nyulo
Nyulo adalah kayu diikatkan ke pateng agar pateng
lebih kuat dan aman untuk diinjak. Kayu nyulo ini
diikatkan mulai dari pateng pertama sampai pateng
terakhir.
- Tunam / piandang
Alat yang terbuat dari batang sirih hutan yang telah
dikeringkan kemudian diikat menggunakan rotam,
alat ini digunakan untuk menyapu/memindahkan
lebah dari sarang.
- Jalang / beulangong dara
Wajan yang telah diolah yang kemudian dipasang tali
untuk menurunkan hasil panen dari atas pohon ke
bawah.
- Peungayoh / dayung
Kayu yang diolah menjadi dayung yang biasanya
digunakan oleh nelayan. Pada proses panun dayung
ini digunakan untuk melepaskan sambang yang
masih sangat kuat merekat di dahan sialang.
- Benang / talo
Tali panjang yang diikatkan ke beulangong dara
yang digunakan untuk menurunkan madu yang telah
dipanen dari atas pohon ke bawah untuk diremas dan
dibersihkan
- Geulugo
16
Kayu yang telah diolah menjadi sebuah martil/palu
yang digunakan untuk memukul pateng ke dalam
batang pohon
- Awe
Rotan yang telah diolah kecil-kecil menjadi tali yang
kemudian digunakan untuk menghubungkan nyulo
dan pateng.
17
lagi, serta doa ini ditujukan untuk menjaga keselamatan
selama proses panen.
Setelah dipanjatkannya doa, pawang madu akan
melakukan peh pateng yaitu penanaman paku pateng ke
dalam batang pohon. Peh pateng pertama, kedua, dan ketiga
hanya boleh dilakukan oleh pawang dan tidak boleh
dilakukan oleh orang lain karena ketiga peh pateng pertama
ini diiringi dengan doa yang hanya diketahui oleh pawang.
Tujaun dari doa ini adalah untuk melindungi warga yang
memanjat naik ke atas pohon. Warga mempercayai bahwa
peh pateng yang telah didoakan ini menembus batang pohon
dengan kuat sehingga mereka mendapat keberanian untuk
memanjat.
Setelah proses peh pateng, pawang madu akan
membawa sebuah lagu/syair yang merupakan permintaan
izin kepada lebah madu bahwa mereka akan memindahkan
lebah dari sarangnya sementara. Sesudah dibacakannya
pantun, pawang akan melakukan panen pertama atau yang
disebut tanturot, panen pertama ini juga harus dilakukan oleh
pawang karena perlu dilakukan pembacaan doa dan 3 kali
salawat. Setelah dipanjatkannya doa, piandang dibakar
ujungnya lalu dipukul ke dahan pohon hingga mengeluarkan
kembang api, yang kemudian lebah beterbangan mengejar
api tersebut. Setelah lebah keluar dari sarang, madu dapat
dipanen dan diturunkan ke warga yang menunggu di bawah.
18
Metode ini dilakukan dengan meletakkan batang pohon di
atas tiang kayu setinggi +-2m. Batang pohon diletakkan pada sebuah
sudut kemiringan agar terlihat seperti dahan pohon besar, dengan
tujuan menarik perhatian lebah madu yang sedang bermigrasi untuk
membuat sarang disana (WWF, 2019).
Karena dengan metode ini sarang lebah terletak dekat
dengan tanah, maka proses panen jauh lebih aman karena pemanen
tidak perlu memanjat pohon untuk mencari sarang yang biasanya
terletak sangat tinggi. Metode ini dapat meningkatkan tingkat panen
setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat dari sebuah fenomena
pada tahun 2009 dimana pada sebuah peternakan lebah di Kamboja,
100 lebih koloni lebah bersarang di peternakan tersebut
menggunakan metode rafter beekeeping pada musim hujan, dimana
pada umumnya jumlah koloni lebah madu Apis dorsata menurun
drastis pada bulan-bulan musim hujan (Bees unlimited, 2022).
19
sangat besar sebagai penopang bebannya dan juga karena zat hara pada
tanah hutan hujan terdapat pada permukaan. Spesies pohon ini memiliki
batang yang licin yang melindunginya dari beruang madu, interaksi ini
membuatnya sering dijadikan rumah bagi spesies lebah madu Apis dorsata.
2.1.6 Madu
2.1.6.1 Definisi Madu
Madu adalah zat manis dan kental yang dibuat oleh lebah
dengan mengumpulkan dan memurnikan sekresi manis dari tanaman
seperti nektar bunga (Crane, 2013). Penyempurnaan ini terjadi baik
di dalam individu lebah, melalui regurgitasi dan aktivitas enzimatik,
maupun selama penyimpanan di dalam sarang, melalui penguapan
air yang memusatkan gula madu hingga menjadi kental.
Madu mendapat rasa manis karena memiliki konsentrasi
tinggi dari monosakarida fruktosa dan glukosa membuatnya
memiliki rasa manis yang relatif sama dengan sukrosa/gula meja.
20
Satu sendok makan madu menyediakan sekitar 46 kilokalorienergi
makanan.
21
- Pelembab Kulit
Karena kemampuannya menahan air, madu
menjadi pelembab yang sangat baik, karena
menghidrasi kulit tanpa menimbulkan rasa
berminyak. Antioksidan yang terdapat pada madu
bekerja melindungi kulit dari pengaruh lingkungan,
sementara sifat alaminya dapat membantu kulit
sensitif. Madu juga bagus untuk kulit berminyak,
membantu menjaga pori-pori tetap bersih dan
mengurangi kulit yang berminyak, dan menjadi
bahan yang sangat baik untuk meningkatkan
kehalusan kulit (Gianni, 2022).
- Pelembab Bibir
Karena memiliki vitamin dan antioksidan,
madu memiliki sifat anti-inflamasi yang sangat
dibutuhkan bibir, terutama saat cuaca dingin. Sebagai
pelembab alami, madu juga bagus untuk membantu
bibir mengunci kelembapan. Selain semua manfaat
ini, produk madu cenderung memiliki aroma yang
harum dan aplikasi yang halus (Hogan, 2022).
- Obat batuk
Dalam sebuah penelitian, anak usia 1 hingga
5 tahun dengan infeksi saluran pernapasan atas
diberikan 2 sendok teh madu sebelum tidur, dan
dilihat madu mengurangi batuk malam hari dan
meningkatkan kualitas tidur. Dalam penelitian
tersebut, madu terlihat sama efektifnya dengan obat
batuk biasa (Tosh, 2020).
22
ekstraktor. Sarang biasanya ditempatkan di mesin sentrifuse
yang berputar memaksa madu untuk keluar. Madu diputar ke
sisi ekstraktor dan kemudian mengalir keluar dari bawah ke
wadah pengumpul. Lilin yang tersisa dapat ditekan dengan alat
pres untuk menghilangkan sisa madu (McHugh, 2017).
- Pemanasan
Karena madu mentah bersifat kental dan lengket,
penyaringan bisa menjadi sulit. Maka dari itu madu biasanya
dipanaskan hingga 66°–77°C untuk menurunkan kekentalannya
sebelum disaring. Beberapa madu dipasteurisasi, yang
membutuhkan suhu 72°C atau lebih tinggi. Proses pemanasan
juga mengurangi kadar air, menunda kristalisasi, dan
menghancurkan sel ragi, sehingga memperlambat
kadaluarsa.Pemanasan dapat dilakukan di dalam tangki atau
dengan menggunakan pemanas infra merah atau lampu pemanas
di atas produk (McHugh, 2017).
- Filtrasi
Tujuan utama filtrasi adalah untuk memperlambat
kristalisasi dan menghasilkan produk yang jernih. Berbagai
jenis penyaringan digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis
madu dengan filter membran yang paling sering digunakan.
Membran memungkinkan beberapa senyawa melewatinya dan
yang lainnya tetap tertinggal tergantung pada ukuran pori dan
distribusi pori. Filtrasi makro digunakan sebagai filtrasi kotor
(10–1.000 µm) untuk menghilangkan gelembung, debu, bagian
serangga, dan kristal menggunakan kain tipis atau layar logam
atau nilon. Mikrofiltrasi (0,1–10 µm) juga menghilangkan sel
ragi, debu batu bara, dan beberapa bakteri. Madu biasanya
dipanaskan sebelum mikrofiltrasi dan diklasifikasikan sebagai
madu yang disaring. Ultrafiltrasi (0,001–0,1 µm) adalah proses
yang terkadang digunakan untuk menghasilkan produk yang
tidak lagi diklasifikasikan sebagai madu.Ultrafiltrasi melibatkan
23
penambahan air dan penyaringan di bawah tekanan tinggi pada
tingkat molekuler, kemudian mengeluarkan air (McHugh,
2017).
24
Gambar 2.9 Mizengo Pinda Asali & Nyuki Sanctuary
Sumber: architizer
25
berbentuk radial di sekitar tapak yang fungsinya sebagai ruang berkumpul
dan berbincang, hal ini karena arsitek ingin fasilitas ini bukan hanya sebagai
industri pengolahan madu namun sebagai tempat komunitas, kolaborasi, dan
pengembangan melalui interaksi-interaksi yang diciptakan dari desain
ruang.
Langgam dari bangunan didesain untuk menyatu dengan kondisi
tapaknya dan tidak merusak kontinuitas visual sekitarnya, dengan
penggunaan bahan-bahan lokal yang berkelanjutan seperti bata dari lumpur
yang dibuat langsung di lokasi proyek.
26
Gambar 2.12 The Bee Museum in Rhodes
Sumber: Rhodes Private Tours
27
Sumber: Archdaily
28
2.2.4 Studi Preseden Pendekatan – FarmED Education Centre
29
Sang arsitek percaya bahwa lingkungan sekitar dan data mengenai
lingkungan merupakan penggerak utama dari sebuah design, konsep ini
dapat dilihat seperti pada gambar 2.16, dimana penataan massa membentuk
ruang hijau di tengah yang setelah pembangunan fasilitas ini, ruang tengah
tersebut menjadi tempat hidup serangga dan lebah yang menyerbuki
tanaman-tanaman di sawah sekitar.
Pemilihan material bangunan juga sangat efisien dan karbon yang
dihasilkan dikurangi secara drastis dengan penggunaan kayu yang didapat
secara lokal untuk fasad eksterior maupun dinding interior. Penggunaan
kayu lokal ini menghemat 15 ton karbon jika dibandingkan dengan
konstruksi bata dan plaster konvensional. Penggunaan bulu domba sebagai
insulasi pada bangunan ini juga menghemat 17 ton karbon jika
dibandingkan dengan penggunaan insulasi konvensional.
30
BAB 3. DESKRIPSI RENCANA OBJEK PERANCANGAN
31
- Tapak dapat memiliki dampak terhadap perkembangan Buloh Seuma
- Tapak berada dekat dengan kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil
- Memiliki akses baik fisik maupun visual dari jalan utama
- Peruntukan lahan memperbolehkan fasilitas wisata yang ingin dibangun
32
Kabupaten Aceh Selatan, Aceh.
Luasan: 68,162 m2
Regulasi:
- Peruntukan: Zona Pertanian
- Perizinan: Pengusahaan Hutan, Kegiatan Penunjang
Pendidikan, Aktivitas Rekreasi Lainnya, Peternakan, Pergudangan
dan Penyimpanan (Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 2018)
- KDB: 15% = 68,162 * 15% = 10,224 m2
- KLB: 0.1 = 68,162 * 0.1 = 6,816 m2
- KDH: 80% = 68,162 * 80% = 54,529 m2
- GSB: 3 m dari jalan
- Tinggi Maksimum: 3 lantai
Kelebihan Tapak:
- Terletak tepat di samping Gampong Teungoh, salah satu desa di
Kemukiman Buloh Seuma
- Terdapat sungai sebagai salah satu atraksi alam di arah utara
- Terletak di antara 2 jalan dengan banyak potensi aksesibilitas
Kekurangan Tapak:
- Terletak cukup jauh dari hutan yang merupakan potensi utama yang
ingin ditonjolkan sebagai habitat dan tempat peternakan madu yang
dihasilkan lebah madu Apis dorsata
- Keindahan alam sekitar kurang dapat dimanfaatkan karena area
sekitar berupa desa dan perkebunan.
- Regulasi yang memiliki nilai KLB sangat kecil
33
3.2.2 Alternatif Tapak 2
ZONA PERTANIAN
Luasan: 44,933 m2
Regulasi:
- Peruntukan: Zona Pertanian
- Perizinan: Pengusahaan Hutan, Kegiatan Penunjang
34
Pendidikan, Aktivitas Rekreasi Lainnya, Peternakan, Pergudangan
dan Penyimpanan (Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 2018)
- KDB: 15% = 44,933 * 15% = 6,739 m2
- KLB: 0.1 = 44,933 * 0.1 = 4,493 m2
- KDH: 80% = 44,933 * 80% = 35,946 m2
- GSB: 3 m dari jalan
- Tinggi Maksimum: 3 lantai
Luasan: 35,360 m2
Regulasi:
- Peruntukan: Zona Hutan Lindung
- Perizinan: Budidaya Lebah, Wisata Alam, Industri selain
Industri primer hasil hutan, pertanian tertentu dalam rangka
ketahanan pangan (Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 2018)
- KDB: 2% = 35,360 * 2% = 707 m2
- KLB: 0.05 = 35,360 * 0.05 = 1,768 m2
- KDH: 85% = 35,360 * 85% = 30,056 m2
- GSB: 3 m dari jalan
- Tinggi Maksimum: 3 lantai
35
Kelebihan Tapak:
- Sebagian dari tapak berupa zona hutan yang menjadi habitat dan
tempat tinggal lebah madu Apis dorsata
- Aksesibilitas visual yang baik dari jalan utama
- Berjarak +-800m dari desa terdekat sehingga aktivitas tidak
mengganggu masyarakat sekitar
Kekurangan Tapak:
- Regulasi yang memiliki nilai KLB sangat kecil
- Aksesibilitas fisik tidak sebaik alternatif 1
36
bukan jalan utama
Peruntukan Diizinkan pemanfaatan Diizinkan pemanfaatan
Lahan kawasan sebagai wisata alam kawasan sebagai wisata alam
Tabel 3.1 Perbandingan alternatif tapak berdasarkan kriteria pemilihan
Sumber: Analisis Penulis
37
dan musim kemarau, atau yang disebut musim barat oleh warga sekitar, dari bulan
April hingga Oktober. Rata-rata suhu maksimal di Buloh Seuma adalah 30,5°C,
dengan suhu tertinggi 34°C, sedangkan rata-rata suhu minimum adalah 23.5°C
dengan suhu terendah 21°C. Arah angin cenderung datang dari arah Barat Daya
yang merupakan sisi laut dan menuju Timur Laut yang merupakan daerah Gunung
Leuser.
Sebagian dari tapak berada di zona hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai
area peternakan dan observasi habitat alami lebah madu Apis dorsata, pada sisi
38
barat terdapat laut dan Pantai Suak Leube.
Gambar 3.8 Analisis Meso pencapaian tapak dari kota dan desa terdekat
Sumber: Analisis Penulis
39
Tapak terletak pada sebuah cabang jalan dari Desa Kuta Padang di sisi
selatan tapak, dengan jalan sekunder selebar +-4m dan jalan utama selebar +-8m.
40
Gambar 3.12 Analisis Mikro solar chart dan angin
Sumber: Analisis Penulis; Marsh, A.J., 2014
41
Gambar 3.14 Analisis Mikro view keluar tapak
Sumber: Analisis Penulis
42
Gambar 3.16 Justifikasi zona fasilitas umum/utama
Sumber: Analisis Penulis
Zona fasilitas umum/utama dengan aktivitas paling hidup diletakkan pada
area yang paling terlihat dari luar dan mendapat view
43
Gambar 3.18 Justifikasi zona peternakan
Sumber: Analisis Penulis
Zona peternakan diletakkan di antara hutan dengan area ladang buatan
untuk menarik perhatian dan memaksimalkan jumlah koloni lebah yang
bersarang.
44
Gambar 3.20 Justifikasi zona observasi
Sumber: Analisis Penulis
Zona observasi memanfaatkan area dari tapakyang termasuk dalam hutan
dan merupakan habitat asli lebah dan menggunakannya sebagai area mengamati
satwa yang ada termasuk proses pengambilan madu lebah secara tradisional.
- Wildlife enthusiast
Suaka margasatwa rawa singkil dikenal sebagai the little amazon in
aceh yang memiliki banyak margasatwa endemik Sumatra seperti
Orangutan Sumatra, Kerbau Rawa, Anggrek Pensil, Elang, Monyet, dll.
Kelebihan ini dijadikan daya tarik utama untuk mengundang wildlife
45
enthusiasts ke dalam fasilitas.
- Pembeli madu
Madu Buloh Seuma dikenal sebagai madu berkualitas tinggi namun
belum banyak yang mengetahui dan orang yang tertarik untuk membeli pun
terkadang meragukan keasliannya, seperti yang dikatakan oleh Keucik M.
Zakir (realitasonlineid, n.d.). Fasilitas ini dapat menjadi pusat utama bagi
orang yang ingin membeli dan melihat proses produksi madu asli Buloh
Seuma
- Pejabat/dinas
Terdapat cerita tentang pejabat-pejabat yang ditugaskan di Buloh
Seuma yang mengeluh tentang nasibnya yang terperangkap di daerah
tersebut karena tidak terdapat tempat penginapan yang layak. Fasilitas ini
dapat mengatasi masalah tersebut dengan menyediakan penginapan bagi
petugas-petugas tersebut.
46
Tabel 3.2 Tabel aktivitas dan pengguna fasilitas
Sumber: Analisis Penulis
FASILITAS UTAMA
1. Zona Galeri:
a. Area display gantung
b. Area display instalasi
c. Kantor
d. Toilet Umum
e. Toilet Staff
2. Zona Observasi:
a. Kabin observasi
3. Zona Retail/Toko/Showroom:
a. Display produk
b. Kasir
c. Penyimpanan sementara
4. Zona Pengunaan Madu (Spa/Perawatan):
a. Area tunggu
b. Resepsionis
47
c. Area massage
d. Area perawatan rambut
e. Area perawatan muka
f. Kantor
g. Penyimpanan alat
h. Toilet umum
i. Toilet staff
5. Zona Pengunaan Madu (Restoran):
a. Area makan pengunjung
b. Dapur
c. Toilet umum
d. Toilet staff
6. Zona Pengolahan Madu:
a. Area ekstraksi madu
b. Area filtrasi madu
c. Area pemanasan madu
d. Area pengemasan madu
e. Area pengolahan lilin lebah
f. Penyimpanan produk
g. Loading/Unloading
h. Kantor logistik
i. Toilet umum
j. Toilet staff
7. Zona Peternakan:
a. Area peternakan rafter
b. Penyimpanan sementara hasil panel
c. Penyimpanan air
FASILITAS PENDUKUNG
1. Zona Multifungsi:
a. Area duduk
b. Toilet umum
48
c. Toilet staff
2. Zona Penginapan:
a. Living room
b. Area tidur utama
c. Area tidur anak
d. Kamar mandi utama
e. Kamar mandi anak
f. Dapur
g. Area makan
h. Dormitory
i. Penginapan satff
FASILITAS PENERIMAAN
1. Zona Fasilitas Penerimaan:
a. Lobi
b. Resepsionis
c. Kantor resepsionis
d. Lounge
e. Toilet umum
f. Toilet staff
g. Musholla
FASILITAS SERVICE
1. Zona Administrasi:
a. Kantor pimpinan
b. Kantor manajer
c. Ruang rapat
d. Ruang arsip
e. Ruang loker staff
f. Break room staff
g. Toilet staff
h. Musholla staff
49
2. Zona Service
a. Area makan satt
b. Dapur staff
c. Tandon bawah
d. Ruang meteran
e. Ruang pompa
f. STP
g. Ruang PLN
h. Ruang trafo
i. Ruang genset
j. MDP
k. TPS
l. Ruang kontrol
m. Pos keamanan
n. Ruang linen
o. Ruang laundry
50
Gambar 3.22 Diagram hubungan antar ruang
Sumber: Analisis Penulis
Keterangan Sumber:
AD Architect's Data
SP Studi Preseden
MEE Mechanical and Electrical Equipment for Building
AP Asumsi Pribadi
51
Zona Fasilitas Penerimaan
Nama Jumlah Jumlah Luasan
Ruang/Area Standar Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Lobi 1.5 m2/orang AD 60 orang 1 90
Resepsionis 0.1 m2/pengunjung AD 60 pengunjung 1 6
Kantor
Resepsionis 4.5 m2/orang AD 2 orang 1 9
Lounge 1.5 m2/orang AD 20 orang 1 30
Toilet Umum 1.275 m2/orang AD 5 orang 2 12.75
Toilet Staff 1.275 m2/orang AD 5 orang 2 12.75
Musholla 1.5 m2/orang AD 60 orang 1 90
30% Sirkulasi 75.15
Total Luasan Zona 325.65
Tabel 3.3 Perhitungan luasan zona fasilitas penerimaan
Sumber: Analisis Penulis
Zona Galeri
Nama Jumlah Jumlah Luasan
Ruang/Area Standar Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Area display
gantung 3 m2/display AD 75 display 1 225
Area display
instalasi 6 m2/dsiplay AD 50 display 1 300
Kantor 4.5 m2/orang AD 2 orang 1 9
Toilet Umum 1.275 m2/orang AD 5 orang 2 12.75
Toilet Staff 1.275 m2/orang AD 5 orang 2 12.75
30% Sirkulasi 167.85
Total Luasan Zona 727.35
Tabel 3.4 Perhitungan luasan zona galeri
Sumber: Analisis Penulis
Zona Observasi
Nama Standar Jumlah Jumlah Luasan Total
Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang (m2)
Kabin Observasi 135 m2/unit SP 10 unit 1 1350
30% Sirkulasi 405
Total Luasan Zona 1755
52
Tabel 3.5 Perhitungan luasan zona observasi
Sumber: Analisis Penulis
Zona Retail/Toko/Showroom
Nama Standar Jumlah Jumlah Luasan
Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Display produk 1.5 m2/orang AD 75 orang 1 112.5
Kasir 2.34 m2/unit AD 1 unit 1 2.34
Penyimpanan
sementara 1.8 m2/unit AD 5 unit 1 9
30% Sirkulasi 37.152
Total Luasan Zona 160.992
Tabel 3.6 Perhitungan luasan zona retail/toko/showroom
Sumber: Analisis Penulis
53
Area makan
pengunjung 2 m2/seating AD 90 orang 1 180
Dapur 1.6 m2/seating AD 90 orang 1 144
Toilet Umum 1.275 m2/orang AD 2 orang 1 2.55
Toilet Staff 1.275 m2/orang AD 2 orang 1 2.55
30% Sirkulasi 98.73
Total Luasan Zona 427.83
Tabel 3.8 Perhitungan luasan zona pengunaan madu (restoran)
Sumber: Analisis Penulis
Zona Peternakan
Standar Jumlah Jumlah Luasan
Nama Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Area peternakan
400
Rafter 8 m2/unit AP 50 unit 1
Penyimpanan
18
sementara hasil panen 1.8 m2/unit AD 10 unit 1
54
Penyimpanan alat 1.8 m2/unit AD 2 unit 1 3.6
Zona Penginapan
Nama Standar Jumlah Jumlah Luasan Total
Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang (m2)
Living room 16 m2/unit SP 1 unit 5 80
Area tidur utama 22 m2/unit SP 1 unit 5 110
Area tidur anak 11.5 m2/unit AD 1 unit 2 23
Kamar mandi
utama 4.25 m2/unit SP 1 unit 5 21.25
Kamar mandi
anak 3.4 m2/unit AD 1 unit 2 6.8
Dapur 7.2 m2/unit AD 1 unit 5 36
Area makan 4 m2/unit AD 1 unit 5 20
Dormitory 6 m2/orang SP 6 orang 4 144
Penginapan
Staff 6 m2/orang SP 6 orang 4 144
30% Sirkulasi 175.515
Total Luasan Zona 760.565
Tabel 3.11 Perhitungan luasan zona penginapan
Sumber: Analisis Penulis
Zona Multifungsi
Nama Standar Jumlah Jumlah Luasan Total
Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang (m2)
Area duduk 1 m2/orang AD 120 orang 1 120
Toilet Umum 1.275 m2/orang AD 2 orang 1 2.55
Toilet Staff 1.275 m2/orang AD 2 orang 1 2.55
30% Sirkulasi 37.53
Total Luasan Zona 162.63
Tabel 3.12 Perhitungan luasan zona multifungsi
Sumber: Analisis Penulis
55
Zona Administrasi
Nama Standar Jumlah Jumlah Luasan Total
Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang (m2)
Kantor
13.4 m2/orang AD 1 orang 1 13.4
pimpinan
Kantor manajer 9.3 m2/orang AD 1 orang 3 27.9
Zona Service
Nama Jumlah Jumlah Luasan
Ruang/Area Standar Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Area makan
50
staff 2 m2/seating AD 25 orang 1
Dapur staff 1.6 m2/seating AD 25 orang 1 40
56
m2/unit
Ruang Linen 0.7 penginapan AD 50 unit 1 35
Ruang m2/unit
Laundry 0.7 penginapan AD 50 unit 1 35
30% Sirkulasi 111.975
Total Luasan Zona 485.225
Tabel 3.14 Perhitungan luasan zona service
Sumber: Analisis Penulis
FASILITAS UTAMA
Galeri 727.35
Observasi 1755
Retail/Toko/Showroom 160.992
Spa/Perawatan 181.675
Pengolahan 309.075
Peternakan 548.08
Restoran 427.83
4110.002
FASILITAS PENDUKUNG
Penginapan 760.565
Multifungsi 162.63
923.195
FASILITAS PENERIMAAN
325.65
FASILITAS SERVICE
Administrasi 170.3195
Service 485.225
655.5445
57
Parkir Pengunjung (Estimasi 120 Pengunjung):
- Mobil
Karena tapak terletak pada daerah yang cukup terpencil, transportasi
utama dari pengunjung diasumsikan menggunakan mobil dan bus.
Diasumsikan skenario 1 orang menggunakan 1 mobil:
120 * 50% = 60 unit parkir mobil
- Bus
Karena tapak terletak pada daerah yang cukup terpencil, transportasi
utama dari pengunjung diasumsikan menggunakan mobil dan bus.
Diasumsikan kapasitas bus adalah 40 orang:
120 * 50% = 60 pengunjung/40 = 2 unit bus
- Motor
Karena tapak terletak pada daerah yang cukup terpencil, diasumsikan tidak
ada pengunjung yang menggunakan transportasi motor, namun diberi
kelonggaran 15% sebagai parkir motor pengunjung
120 * 15% = 18 unit parkir motor
Zona Parkir
Standar Jumlah Jumlah Luasan
Nama Ruang/Area Luasan Sumber pengguna ruang Total (m2)
Parkir Mobil
750
Pengunjung 12.5 m2/unit AD 60 unit 1
Parkir Motor
36
Pengunjung 2 m2/unit AD 18 unit 1
Parkir Bus
85
Pengunjung 42.5 m2/unit AD 2 unit 1
Parkir Mobil
187.5
Pengelola/Staff 12.5 m2/unit AD 15 unit 1
Parkir Motor
70
Pengelola/Staff 2 m2/unit AD 35 unit 1
Total Luasan Zona 1128.5
Tabel 3.16 Perhitungan luasan parkir
Sumber: Analisis Penulis
58
BAB 4. MASALAH DAN PENDEKATAN PERANCANGAN
59
4.3 Pendekatan Perancangan
Sebagai usaha untuk menjawab masalah desain yang telah dipaparkan,
pendekatan perancangan yang digunakan adalah pendekatan ecodesign. Pendekatan
ini dipilih karena kondisi eksisting alam pada area tersebut cukup sensitif terhadap
perubahan. Hal ini dapat dilihat dari populasi lebah yang semakin menurun akibat
ekosistemnya terganggu karena adanya pembangunan. Maka dari itu pendekatan
ekologi diperlukan dalam proses desain agar desain fasilitas dapat terintegrasi
dengan lingkungan alami sebagai upaya melestarikan ekosistem yang ada.
Pendekatan ekologi atau yang disebut sebagai ecodesign disini adalah
sebuah strategi desain dimana lingkungan binaan kita dan proses hidup kita di-
integrasikan secara tidak berbahaya dan mulus dengan lingkungan alami yang telah
ada sebelumnya. Kata kunci dari pendekatan ecodesign adalah integrasi, dimana
jika manusia berhasil mengintegrasikan keseluruhan lingkungan binaannya,
fungsinya, dan semua proses yang berada di dalamnya dengan lingkungan alami,
semua masalah yang timbul dari aktivitas manusia pada dunia ini dapat dihilangkan
(Yeang, 2006). Menurut Ken Yeang, integrasi antara lingkungan binaan dengan
lingkungan alam dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan:
- Physical Integration
Tahapan ini merupakan integrasi geografi dan lokasi dari
lingkungan binaan kita dengan kondisi fisik dan proses dari sebuah
ekosistem.
- Systemic Integration
Tahapan ini merupakan integrasi dari pergerakan, fungsi, operasi,
dan proses dari lingkungan binaan kita dengan proses dan fungsi dari
sebuah ekosistem.
- Temporal Integration
Tahapan ini merupakan integrasi pada tingkat yang berkelanjutan
dari penggunaan dan konsumsi sumber daya alam, ekosistem dan proses
biosfer oleh manusia dan oleh lingkungan binaan kita dengan tingkat
pembaharuan dan regenerasi alami yang terjadi di ekosistem dan di
biosfer.
Desain yang memperhatikan ekologi harus memperhatikan dan mempelajari
60
proses dan sistem yang ada pada ekosistem secara luas sebelum mengambil
kepututsan apapun dalam tahap desain. Karena ekosistem tidak bersifat tetap namun
berganti seiring berjalannya waktu, seorang perancang juga harus memperhatikan
keadaan ekosistem tersebit secara berkala dan bagaimana proses dan sistemnya
akan berubah dan mempengaruhi ekosistem lain di masa depan. Ecodesign
bukanlah tindakan yang dilakukan satu kali namun berkala dengan memperhatikan
masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
61
4.4 Kerangka Berpikir
62
BAB 5. JADWAL PERANCANGAN
63
Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4
13 Penyajian Evaluasi 3
14 Evaluasi 3 8 Mei – 10 Mei 2023
Mei
Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4
Revisi evaluasi 3, pengembangan
15 desain, detailing bangunan
Juni
Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4
16 Penyajian Produk Akhir TA
17 Sidang Akhir 19 Juni – 22 Juni 2023
18 Perbaikan Produk TA 26 Juni – 7 Juli 2023
19 Sidang Perbaikan Produk TA 12 Juli 2023
20 Pembuatan Laporan & Jurnal 26 Juni – 16 Juli 2023
21 Pengumpulan Laporan & Jurnal 17 Juli 2023
Proses Yudisium Semester Gasal
22 2022/2023 19 Juli 2023
64
DAFTAR PUSTAKA
Bakri. (2016, September 14). Madu Buloh Seuma dalam Krisis. Retrieved from
Serambinews: https://aceh.tribunnews.com/2016/09/14/madu-buloh-
seuma-dalam-krisis
Balmford, A., Beresford, J., Green, J., Naidoo, R., Walpole, M., & Manica, A.
(2009). A Global Perspective on Trends in Nature-Based Tourism. PLOS
Biology, 6.
Brones, A. (2017, Desember 6). 20 Unusual Uses for Honey. Retrieved from
huffpost: https://www.huffpost.com/entry/20-unusual-uses-for-
honey_b_949475
Clark, M. C. (2018). Coexisting on Earth Homo sapiens Quagmire.
Loganapithecus Production.
Crane, E. (2013). Honey from honeybees and other insects. Ethology Ecology &
Evolution, 100-105.
Fasya, T. K. (2011). Buloh Seuma : Terhunjam Kegelapan di Tengah Peradaban.
Basis, 16-22.
Gianni, A. (2022, April 20). Honey: The Perfect Moisturizing, Deep-Cleansing,
Natural Skin + Hair Beautifier. Retrieved from annmariegianni:
https://www.annmariegianni.com/honey-the-perfect-moisturizing-deep-
cleansing-natural-skin-beautifier/
Gould, J. L., & Gould, C. G. (1995). The Honey Bee. Scientific American Library,
19.
Greiner, R. (2010). Improving the Net Benefits from Tourism for People Living in
Remote Northern Australia. sustainability, 2197-2218.
Han, F., Wallbert, A., & Wesbter, M. T. (2012). From where did the Western
honeybee (Apis mellifera) originate. Ecol Evol, 1949-1957.
Hanafiah, J. (2022, September 9). Suaka Margasatwa Rawa Singkil Masih
Dirambah, Bagaimana Pengawasannya? Retrieved from Mongabay:
https://www.mongabay.co.id/2022/09/09/suaka-margasatwa-rawa-singkil-
masih-dirambah-bagaimana-pengawasannya/
Hogan, A. (2022, Oktober 10). 9 Honey Lip Balms You Need This Season.
Retrieved from newbeauty: https://www.newbeauty.com/honey-lip-
65
balms/2
Jump, D. (2022). Rafter Beekeeping in NW Cambodia. Retrieved from Bees
Unlimited: https://beesunlimited.com/rafter-beekeeping
Manan, A. (2021). Tradisi Mengambil Madu Lebah Buloh Seuma Kabupaten
Aceh Selatan. Suwa, 101-116.
Mardan, M., & Kevan, P. G. (2002). Critical temperatures for survival of brood
and adult workers of the giant honeybee, Apis dorsata. Apidologie 33, 295-
301.
Marsh, A. (2014). andrewmarsh. Retrieved from Sun-Path Chart:
http://andrewmarsh.com/apps/releases/sunpath2d.html
McHugh, T. (2017, Juni 1). How Honey Is Processed. Retrieved from IFT:
https://www.ift.org/news-and-publications/food-technology-
magazine/issues/2017/june/columns/processing-how-honey-is-processed
Neecey. (2005). 9 WAYS TO USE HONEY OTHER THAN EATING IT. Retrieved
from allwomenstalk: https://diy.allwomenstalk.com/ways-to-use-honey-
other-than-eating-it/
Paar, J., Oldroyd, B., Huettinger, E., & Kastberger, G. (2004). Genetic Structure
of an Apis dorsata Population: The Significance of Migration and Colony
Aggregation. Journal of Heredity, 119-126.
Plt. Bupati Aceh Selatan : Produk Madu Hutan Asli Buloh Seuma Resmi Sebagai
Produk Unggulan Aceh Selatan. (2020, Maret 16). Retrieved from Berita
Merdeka Online: https://www.beritamerdekaonline.com/2020/03/plt-
bupati-aceh-selatan-produk-madu-hutan-asli-buloh-seuma-resmi-sebagai-
produk-unggulan-aceh-selatan/
Randa, Y. (2017, Agustus 28). Rawa Singkil, The Little Amazon in Aceh.
Retrieved from Hikayat Banda:
https://www.hikayatbanda.com/2017/08/suaka-margasatwa-rawa-singkil-
little.html
realitasonlineid. (n.d.). Hasil Madu Lebah “Boloh Seuma” Bisa Tingkatkan
Ekonomi Masyarakat. Retrieved from https://realitasonline.id/:
https://realitasonline.id/aceh/hasil-madu-lebah-boloh-seuma-bisa-
tingkatkan-ekonomi-masyarakat/
66
Root, A., & Root, E. (1980). The ABC and XYZ of bee culture : an encyclopedia
pertaining to scientific and practical culture of bees. Medina, Ohio: A.I.
Root Co.
Serendipibee. (n.d.). Life cycle of the honey bee. Retrieved from Serendipibee:
https://www.serendipi-bee.ca/basics/intro/life-cycle/
Tosh, P. K. (2020, Agustus 6). Is it true that honey calms coughs better than
cough medicine does? Retrieved from mayoclinic:
https://www.mayoclinic.org/symptoms/cough/expert-answers/honey/faq-
20058031
WWF. (2019, Desember). RAFTER BEEKEEPING SUSTAINABLE
MANAGEMENT WITH APIS DORSATA. Retrieved from WWF:
https://www.wwf.or.th/en/scp/upcoming_event_/reports_/rafter_beekeepin
g/
Yeang, K. (2006). Ecodesign a Manual for Ecological Design. Wiley-Academy.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1. RDTR Zona Pertanian
68
Lampiran 3. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Selatan
69