Anda di halaman 1dari 8

DEKADENSI MORAL SEBAGAI OUTPUT WESTERNISASI WUJUD TERJADINYA

GHAZWUL FIKR

Pendahuluan

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS),
pada Maret 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. Angka
tersebut porsinya mencapai 24% dari total penduduk. Usia yang dikategorikan remaja menurut
BKKBN adalah antara usia 10-24 tahun (www.bkkbn.go.id) remaja yang dalam bahasa Inggris
adalah adolesence, berasal dari bahasa Latin yaitu adolescare mempunyai arti tumbuh atau menjadi
tumbuh dewasa (www.bkkbn.go.id). Tetapi bagaimanapun, pengertian remaja bukanlah terbatas
pada pengertian itu saja. Melainkan mencakup kematangan emosional, sosial, dan fisik
(www.idai.or.id). Masa remaja ini dianggap sebagai masa kritikal didalam fase kehidupan yang
ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang pesat. Perubahan ini mencakup faktor; fisik, alat
reproduksi, sosial dan ekonomi, kemandirian dan pencarian identitas diri (www.who.int).

Tetapi sangatlah disayangkan saat ini para remaja terlibat dalam seks bebas, kekerasan, obat-
obatan, dan problem psikologis, lebih parahnya lagi remaja saat ini mempunyai kecenderungan dan
permisif terhadap hubungan seks pranikah karena seks bebas di kalangan remaja masa kini menjadi
hal yang biasa. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 (dilakukan per
5 tahun) mencatat bahwa kurang lebih 2% remaja wanita dan 8% remaja pria dengan usia 15-24
tahun mengaku bahwa mereka sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Tercatat
pada data Komisi Nasional Perlindungan Anak, sebanyak 62,7 persen remaja putri sudah tidak
perawan dan 21,2 persen dari para remaja putri tersebut pernah melakukan aborsi. Angka ini
diambil dari 4.726 responden pelajar SMP/SMA di 17 kota besar (www.kumparan.com). Di sisi lain
penggunaan obat-obatan terlarang atau narkoba juga semakin mengkhawatirkan. Kepala Badan
Narkotika Nasional (BNN) Komisiaris Jenderal Polisi Heru Winarko menyebut, penyalahgunaan
narkotika di kalangan remaja makin meningkat. Di mana ada peningkatan sebesar 24 hingga 28
persen remaja yang menggunakan narkotika, “hasil dari penelitian kita bahwa penyalahgunaan itu
beberapa tahun lalu, milenial atau generasi muda sebesar 20 persen dan sekarang meningkat 24 -28
persen itu adalah kebanyakan pengguna anak-anak dan remaja,” kata Heru di The Opus Grand
Ballroom At The Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (26/6), (www.bnn.go.id).

Fenomena pergaulan bebas dan seks bebas di kalangan remaja sangatlah mengkhawatirkan.
Jika tidaklah berlebihan istilah ‘moral panik’ akan dipergunakan untuk mendeskripsikan betapa
buruknya pergaulan remaja sekarang ini. Istilah ‘moral panik’ dalam jurnal didefinisikan sebagai
kepanikan massa yang disebabkan oleh perilaku salah remaja. Perilaku remaja yang jauh dari

1
ajaran-ajaran agama, dalam hal ini agama Islam seperti; seks bebas, hamil di luar nikah, aborsi, judi,
minum-minuman keras, dan penggunaan narkoba merupakan beberapa contoh perilaku remaja yang
meresahkan masyarakat umumnya, khususnya orang tua. Sifat remaja yang berani mengambil risiko
(risk taker) atau faktor keingintahuan remaja disinyalir menjadi penyebab perilaku sumbang
tersebut. Tetapi sifat remaja sebagai risk taker atau faktor keinginan tahu remaja bukanlah satu-
satunya faktor yang menyebabkan kemerosotan moral di kalangan remaja, faktor lingkungan,
kemajuan teknologi dan tidak tertanamnya ajaran-ajaran agama Islam memberikan kontribusi
terhadap permasalahan ini. Menurut Al-Ghazali bahwa lingkungan akan membentuk manusia dan
tujuan dari lingkungan adalah melaksanakan hukum-hukum Islam dan tujuan dari pada manusia
adalah untuk mencapai kebahagiaan dengan mendekatkan diri Allah SWT. Tetapi lingkungan dapat
berubah menjadi buruk atau lebih buruk dimana kekuatan individu tidak sebanding dengan
kekuatan lingkungan atau dapat dikatakan betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap anak dan
remaja.

Pemaparan kondisi di atas menjadi bukti kuat bahwa remaja saat ini mengalami dekadensi
moral yang sangat menghawatirkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dekadensi
berarti kemorosotan arti lain dari dekadensi adalah kemunduran atau secara bahasa adalah bentuk-
bentuk perubahan sosial di mana kondisi moral mengalami perubahan yang jatuh, kemerosotan atau
mengalami kemunduran sehingga jauh dari keidealan suatu kondisi masyarakat. Perubahan ini
sifatnya bisa sementara ataupun terus menerus baik disengaja ataupun tidak dan sulit untuk
dikembalikan atau diarahkan seperti keadaan semula.

Dekadensi Moral Sebagai Output Dari Adanya Westernisasi

Kemajuan dunia Barat sesungguhnya telah memberikan dekonstruksi dalam pemikiran, lemah
akidah dan lemah pengetahuan. Westernisasi adalah salah satu program yang dirancang oleh bangsa
Barat. Dengan tujuan mengakomodasi semua pola kehidupan masyarakat agar digiring untuk
mengikuti budaya dan kebiasaan bangsa Barat. Gerakan ini juga berupaya menjadikan seluruh umat
Muslim mengikuti paradigma dan gaya barat. Baik itu dalam aspek politik, sains dan agama.
Konsep westernisasi memberikan implikasi yang begitu besar terhadap umat Muslim termasuk
kondisi kemorosotan moral remaja yang menghawatirkan. Bahkan pada para cendekiawan Muslim.
Para cendekiawan Muslim yang sangat apresiatif terhadap paham sekularisme memberikan
penegasan, bahwa sistem sekuler adalah sistem Barat terbaik untuk diaplikasikan dalam kehidupan
intelektual, sosial, dan politik umat Muslim.

Dampaknya adalah, tidak sedikit dari para cendekiawan Muslim yang berani dengan tegas
menyatakan bahwa “Ilmu itu bebas nilai”. Bahkan “Nilai-nilai agama tidak boleh menjadi undang-

2
undang,” dan lain sebagainya. Pengaruh barat terhadap pemikiran umat Muslim tidak hanya dalam
akademik saja. Pengaruh westernisasi ini kian sudah masuk dalam pikiran masyarakat awam. Dari
pengaruh opini di media masa dan juga pada jejaring sosial. Penganut paham liberal menjadikan
Barat sebagai tujuan dan kiblat kehidupan.

Westernisasi (Kebarat-baratan/Taghrib) adalah salah satu strategi Barat untuk memadamkan


geliat syiar Islam itu. Sebuah gerakan yang berupaya menjadikan seluruh umat dunia mengikuti
pola pikir dan pola sikap Barat.

Lauren Brown pernah mengatakan: “Kalau seluruh Imperium Arab ini bersatu maka akan
menjadi momok yang menakutkan bagi dunia barat. Kalau mereka berpecah belah, maka akan
menjadi tanpa kekuatan dan tanpa pengaruh lagi”. (Muhammad Hamid An-Nashir, Menjawab
Modernisasi Islam).Westernisasi ini mempunyai jangkauan yang teramat luas, meliputi keyakinan,
politik, ekonomi dan sosial budaya.

Gerakan westernisasi di dunia Islam, memiliki tujuan mendasar yakni melakukan upaya
pengubahan terhadap seluruh ajaran Islam. Memisahkan umat Islam dari jati dirinya, berusaha
melontarkan keragu-raguan terhadap agama, mengaburkan sejarah kejayaannya, mengeliminasi
pemikiran, bahasa, busana, makanan, gaya hidup, dan keyakinan secara menyeluruh. Beberapa
output dari westernisasi adalah : Pertama, Bidang Kepercayaan yaitu memberi ruang dan
menyebarkan paham darwinisme, atheisme, pluralisme, dst. Kedua, pada bidang politik dan
pemikiran yaitu sekularisme, demokrasi, liberalisme, nasionalisme, dst. Ketiga, dalam bidang
ekonomi tidak lain adalah ekonomi kapitalistik, judi seperti bursa saham, ribawi, dst. Keempat yaitu
bidang sosial-budaya contohnya food & drink tidak halal dan thoyyib, fans tidak Islami, fashion
mengumbar aurat, LGBT, gaya hidup bebas seperti pacaran, seks bebas dan lain sebagainya yang
berdampak pada kerusakan atau kemorosotan moral remaja.

Selain itu, tujuan politik westernisasi tiada lain adalah sesuai namanya yakni untuk
memuluskan kepentingan Barat. Apalagi kalau bukan melanggengakan ideologi kapitalisme. Raja
Louis IX, seorang Raja Prancis pernah mengatakan: “Peperangan terhadap Muslim harus dimulai
dengan merusak aqidah mereka yang sudah berurat berakar sehingga membentuk kekuatan jihad
dan perlawanan. Harus dipisahkan antara aqidah dan syariat”. (Muhammad Hamid, Menjawab
Modernisasi Islam).

Ghazwul Fikr

Secara Etimologi Ghazwul fikri (al-ghazw al-fikriy) berasal dari kata ghazwatun dan fikrun,
yang secara harfiah dapat diartikan “Perang Pemikiran” atau “Invasi Pemikiran”. Secara istilah,

3
Ghazwul Fikr adalah penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna
mengubah apa yang ada di dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang
benar karena telah tercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami.

Jika dibedah dua kata tersebut yaitu kata “ghazwatun” artinya perang. Bermakna adanya
saling menyerang. Kata kedua yaitu “fikr” menunjukkan bahwa senjata dalam perang ini bukan
peluru, bom atau pedang, melainkan pemikiran berupa pengetahuan atau ilmu. Menunjukkan bahwa
yang lebih kuat pemikirannya yang akan jadi pemenangnya. Menariknya ghazwul fikr targetnya
tidak seperti perang, bukan membunuh musuh atau merebut wilayah, tapi menaklukkan akalnya
(pemikirannya). Dalam perang, kita bisa mendapat kehormatan jika keluar sebagai pemenang, tapi
kalau kalah dan terbunuh masih bisa menjadi syuhada dan berakhir dengan mulia. Dalam ghazwul
fikr, tidak ada pilihan kalah. Jika kalah, tidak akan menjadi syuhada, melainkan jadi bonekanya
musuh dan berakhir dengan kehinaan dihadapan Allah.

Sejarawan barat, Jacgues C. Reister, yang mengakui secara objektif bahwa selama lima ratus
tahun Islam telah menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang
tinggi. Selain itu Montgomery Watt juga menyatakan peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses
regenerasi sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi motornya, kondisi barat tidak
akan ada artinya. Dengan melihat kegemilangan Islam, dari sinilah gelora kebencian kaum Kafir
khususnya Barat begitu membara dan terus bergejolak. Musuh-musuh Islam hendak memadamkan
cahaya Islam (dakwah) dan melenyapkannya dari muka bumi. Mereka tidak akan pernah Ridha,
hingga muslim mengikuti millah mereka.

Perang pemikiran (al-ghazw al-fikriy) merupakan keniscayaan bagi umat manusia. Sebab
Islam memang agama perjuangan sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi. Perang pemikiran itu
intinya adalah pertarungan antara ide Islam (mafahim al-islam) melawan ide kufur (mafahim al-
kufr) meskipun bentuk kekufuran itu bisa jadi berbeda-beda pada setiap zaman. Dalam pandangan
ideologis, terdapat tiga ideologi (mabda') yang ada di dunia, yaitu : Islam, demokrasi kapitalisme
(sekularisme), dan sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme). Maka dalam arena pertarungan
perang pemikiran kontemporer, ide kufur (mafahim al-kufr) yang menjadi musuh Islam tersebut saat
ini ada dua ideologi.

Pertarungan antara hak dan batil terus terjadi dari dulu hingga kini. Pertarungan itu berawal
dari kota mekah tempat permulaan dakwah Rasul SAW, kemudian berdirinya peradaban Islam yang
gemilang dan terus berlanjut dalam lintasan sejarah. Bukti sejarah lainnya adalah serangan dari
bangsa Mongol dan Tartar, kemudian perang salib, lalu dilanjutkan dengan imperialisme Eropa

4
hinga kini imperialisme wajah baru diaplikasikan kepada kaum muslim di beberapa wilayah yang
masih dalam dekapan kaum kafir. Itulah kenyataan pertarungan abadi antara yang Hak dan Batil.

Bentuk-Bentuk Upaya Penghancuran Pemikiran Umat Islam

Upaya penghancuran pemikiran umat Islam seperti ini sudah lama dilakukan. Pertama kali
diikrarkan oleh Samuel Zwemmer, aktivis Yahudi yang menjabat direktur organisasi misionaris dan
pendiri Jurnal the Muslim World. Pada Konferensi Misionaris di Kota Yerussalem, Palestina (1935),
Zwemmer mengatakan, “Misi kolonialisnme dan misionaris terhadap Islam bukanlah
menghancurkan kaum Muslimin. Namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar dia
menjadi orang Muslim yang tidak berakhlak. Dengan begitu akan membuka pintu bagi kemenangan
imperialis di negeri-negeri Islam.”

Harry Dorman dalam bukunya, Towards Understanding Islam, mengungkapkan pernyataan,


“Boleh jadi dalam beberapa tahun mendatang, sumbangan besar misionaris di wilayah-wilayah
Muslim akan tidak begitu banyak memurtadkan orang Muslim, melainkan lebih banyak
menyelewengkan Islam itu sendiri. Inilah bidang tugas yang tidak bisa diabaikan.”

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menyerang pemikiran kaum Muslimin memiliki beberapa
bentuk, di antaranya:

Pertama, menghancurkan peradaban lawan (baca: peradaban Islam), kemudian membina


kembali dalam bentuk peradaban Barat. Ini perlu dilakukan agar Muslim dapat berdiri pada barisan
budaya Barat yang akhirnya muncul menjadi generasi Muslim yang memusuhi agamanya sendiri.”

Keberhasilan gerakan-gerakan barat, di antaranya adalah pertama, suksesnya penyebaran


paham teologi pluralis yang dimaksudkan untuk menghilangkan sitat ekslusif umat Islam. Umat
Islam diharapkan tidak lagi bersikap fanatik, atau merasa paling benar tentang ajaran agamanya.

Kedua, penyebaran gagasan kawin antar agama. Malangnya, gagasan ini mendapat sambutan
positif dari sekelompok “cendekiawan Muslim” yang didukung Universtias Paramadina. Buku yang
berjudul Fiqih Lintas Agama adalah contoh hasil pemikiran yang disebarkan Barat.

Ketiga, penerbitan buku-buku Kristen dan sekuler. Terkadang, buku-buku seperti ini judulnya
kelihatan Islami, meski di dalamnya sangat membela sekularisme, pluralisme agama, dan
kesetaraan gender.

Keempat, gerakan orientalisme, antara lain dengan”membantu” membuat kajian-kajian dalam


berbagai disiplin ilmu. Sudah tentu, prinsip, metode, dan pendekatannya khas Barat. Dan tidak
murni kajian keilmuan, melainkan kajian yang dinmanfaatkan untuk pro- gram imperialisme Barat

5
ke negara-negara Timur (Edward Said, Orientalism, New York: Vintage, 1979). Kajian-kajian
seperti inilah yang kemudian banyak dikutip ilmuwan IsDSa, diduga ketika menjadi sarjana, mereka
lebih memusuhi agamanya sendiri.

Kelima, program pemberian beasiswa melalui agen-agen pemerintah. Beasiswa bahkan


ditawar-tawarkan ke perguruan tinggi dengan standard TOEFL dan syarat yang dipermudah. Di
Ohio State University misalnya, hari ini beberapa mahasiswa Islam asal Indonesia sedang dikader
oleh William Liddle, orientalis yang juga pakar bidang politik Indonesia.

Meskipun tidak semua mahasiswa terpengaruh sepenuhnya dengan cara berpikir orientalis, ini
jelas merupakan progam perang pemikiran.

Barat telah menawarkan beasiswa untuk studi Islam sejak tahun 1980-an. Hasil dari
pengiriman dosen 20 tahun yang lalu, kini mempunyai dampak sangat besar terhadap kajian Islam
di kampus-kampus IAIN. Jangan heran jika kemudian para mahasiswa bidang studi Islam lebih
gemar menekuni ide-ide marxisme, sosialisme, modernisme, postmodernisme, dan relativisme
daripada menggali khazanah pemikiran Islam sendiri. Mereka lebih suka mempertanyakan cara-cara
pengambilan hukum fikih para ulama terdahulu, bahkan berani menuduh ulama salaf banyak
dipengaruhi oleh ambisi politik.

Keenam, proyek pembagian buku gratis. AS meletakkan buku-buku literatur Barat di berbagai
perpustakaan perguruan tinggi Islam dengan nama “The American Corner”. Juga membagi-bagi
buku ke pondok-pondok pesantren. Tentu saja, buku yang dibagikan dipilih sesuai dengan
kepentingan Barat.

Ketujuh, membiayai LSM. Melalui berbagai lembaga penyandang dana, AS mendanai


kegiatan LSM yang getol mengangkat isu melawan Islam “fundamentalis”, globalisasi, pluralisme,
kesetaraan gender, liberalisme, dan semacamnya. Hampir semuanya menggugat pemikiran umat
Islam yang sudah mapan.

Persiapan Melawan Ghazwul Fikr

Pertama: Mengungkap rencana-rencana jahat musuh Islam serta makar dan persekongkolan
para penguasa sekuler dengan negara-negara imperialis Barat (kasyf al-khuththat). Dengan
mengkaji ajaran Islam hingga memiliki pemahaman komprehensif tentang Islam dan mengkaji ide-
ide kufur yang akan menjadi serangan dari ghazwul fikr. Upaya ini ditujukan agar umat Islam
mampu melihat dan menghindarkan diri dari kejahatan tersembunyi yang ada di balik makar dan
persekongkolan tersebut. Dengan cara seperti itu pula, hubungan rakyat dengan penguasa sekuler
bisa diguncang dan diruntuhkan hingga rakyat tidak lagi memberikan loyalitasnya kepada para

6
penguasa sekuler. Akhirnya, rakyat akan menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang
benar-benar ingin mewujudkan izzul Islam wal muslimin.

Kedua: Meningkatkan kesadaran politik (wa’yu siyasi) kaum Muslim melalui edukasi yang
bersifat terus-menerus. Yang dimaksud dengan kesadaran politik (wa’yu siyasi) di sini bukanlah
seperti yang dipraktikkan politisi sekuler, tetapi kesadaran yang mendorong umat untuk
memandang setiap persoalan dari sudut pandang akidah dan syariah Islam. Kesadaran inilah yang
akan memandu kaum Muslim selalu waspada terhadap setiap upaya yang ditujukan untuk
menghancurkan eksistensi Islam dan kaum Muslimin, termasuk melalui proyek radikalisme.
Kesadaran ini pula yang akan mendorong mereka untuk membela ajaran Islam dari para perongrong
dan pendengkinya. Wa’yu siyasi hanya akan tumbuh jika di tengah-tengah umat ada pembinaan
(tatsqif) yang bersifat terus-menerus hingga umat menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya
sudut pandang hidupnya dan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan yang mengatur seluruh
perbuatannya.

Ketiga: Harus ada entitas Islam (Ulama, Parpol Islam, Ormas Islam, Gerakan Islam dan
seluruh elemen umat Islam) yang senantiasa menjelaskan kepada umat dan seluruh elemen bangsa
ini bahwa ancaman sesungguhnya terhadap bangsa dan negara ini adalah kapitalisme liberal beserta
turunannya, bukanlah syariah Islam dan umatnya.

Keempat: Penjagaan islam dan negara terhadap pemikiran Asing. Dalil yang menjadi
landasan penjagaan terhadap pemikiran-pemikiran asing antara lain ialah hadis Rasulullah Saw
sendiri, yang juga melarang untuk membaca kitab suci lain.

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد الَّر َّز اِق َقاَل َأْنَبَأَنا ُس ْفَياُن َع ْن َج اِبٍر َع ْن الَّش ْع ِبِّي َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َثاِبٍت َقاَل َج اَء ُع َم ُر ْبُن اْلَخ َّطاِب ِإَلى الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه‬
‫َو َس َّلَم َفَقاَل َيا َر ُسوَل ِهَّللا ِإِّني َم َر ْر ُت ِبَأٍخ ِلي ِم ْن َبِني ُقَر ْيَظَة َفَكَتَب ِلي َج َو اِمَع ِم ْن الَّتْو َر اِة َأاَل َأْع ِر ُض َها َع َلْيَك َقاَل َفَتَغَّيَر َو ْج ُه َر ُسوِل ِهَّللا‬
‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َع ْبُد ِهَّللا َفُقْلُت َلُه َأاَل َتَر ى َم ا ِبَو ْج ِه َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل ُع َم ُر َرِض يَنا ِباِهَّلل َر ًّبا َو ِباِإْل ْس اَل ِم ِد يًنا‬
‫َو ِبُمَحَّمٍد َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َر ُس واًل َقاَل َفُسِّر َي َع ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُثَّم َقاَل َو اَّلِذ ي َنْفِس ي ِبَيِدِه َلْو َأْص َبَح ِفيُك ْم ُم وَس ى ُثَّم‬
‫اَّتَبْع ُتُم وُه َو َتَر ْكُتُم وِني َلَض َلْلُتْم ِإَّنُك ْم َح ِّظي ِم ْن اُأْلَمِم َو َأَنا َح ُّظُك ْم ِم ْن الَّنِبِّييَن‬

Telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] berkata; telah memberitakan kepada kami
[Sufyan] dari [Jabir] dari [Asy-Sya'bi] dari [Abdullah bin Tsabit] berkata; “Umar bin Khatab pernah
datang pada Nabi ia berkata: “Wahai Rasulullah aku bertemu dengan saudaraku dari kabilah Bani
Quraizhah lalu ia menulis beberapa ayat dari kitab Taurat, apakah aku tunjukkan padamu?”

Abdullah bin Tsabit berkata, “Maka berubahlah wajah Nabi.” Umar berkata, “Aku ridha Allah
sebagai Tuhan, dan Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai Rasulku.” Abdullah bin Tsabit
berkata, “Nabi gembira mendengar itu.”

7
Nabi berkata, “Demi Allah, kalau kalian bertemu Musa lalu kalian mengikutinya niscaya
kalian tersesat. Kalian adalah bagian umatku. Dan aku adalah Nabi kalian.” (H.R. Ahmad)

Penutup

Berada dalam perjuangan pemikiran ini tidak mudah karena membutuhkan persiapan dan
memerlukan kajian yang cemerlang. Sebagai salah saru upaya untuk menjadi hamba Allah yang
ingin menginjak surga-Nya dan sebagai wujud kecintaan terhadap umat dan bukti atas kecintaan
kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun di balik beratnya melakukan tugas ini, Allah SWT sudah
pasti tidak akan menyia-nyiakan amal para hamba-Nya. Allah SWT menjajikan pula pahala yang
besar. Semakin berat kesulitan kita, akan semakin agung pahala dari Allah, aamiin insya Allah.
Kaidah fiqih menyebutkan : << ‫ >> ما كان أكثر فعال كان أكثر فضال‬Apa saja yang lebih banyak susah
payahnya, akan lebih besar pula pahalanya. Wallahu a'lam bi al-shawab.

Anda mungkin juga menyukai