Anda di halaman 1dari 4

Kontroversi dan Program kerja

Gus Dur saat menjadi presiden (


1999-2001 )

Abdurrahman Wahid yang dikenal sebagai Gus Dur adalah presiden ke-empat menggantikan B.J.
Habibie. Beliau lahir di Jombang, Jawa Timur pada 07 September 1940 dan dilantik menjadi
presiden saat berusia 59 tahun.

Nama Gus dur tidaklah asing dikalangan pemeluk agama Islam, karena beliau adalah Putra
pemimpin Nadhatul Ulama dan cucu dari K.H Hasyim Asy'ari.

Gus Dur sendiri adalah pendiri Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ), dan didampingi oleh
Megawati Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden dengan jabatan dua tahun.

Dalam dua tahun Gus Dur mendapat banyak kontroversi-kontroversi yang cukup banyak,
sehingga jabatan nya hanya berlangsung selama dua tahun sebelum diberhentikan oleh MPR.

•Program Kerja

1. Pembubaran Departemen Penerangan.

-Gus Dur menganggap departemen penerangan membatasi kebebasan pers.

2. Penggantian nama provinsi dari Irian Jaya menjadi Papua.

-Penggantian diizinkan oleh rakyat Irian Jaya.

3 Pencabutan peraturan larangan terhadap PKI dan penyebaran Marxisme dan Leninisme.

-Gus Dur mengusulkan kebijakan pembatalan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966.

4. Kebijakan Ramah Tionghoa.

-Mengeluarkan Peraturan Presiden No.6/2000 yang isinya adalah untuk mencabut


Instruksi Presiden No.14/1967 yang dikeluarkan pada saat pemerintah Soeharto.

5. Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional ( DEN )

-Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk memperbaiki


perekonomian Indonesia.

•Kontroversi

1. Membubarkan Departemen Sosial dan Departemen penerangan.

-Memunculkan protes dari beberapa dewan.

2. Mengunjungi Soeharto pasca lengser.

- Hal tersebut dianggap kontroversial karena Soeharto dan keluarga Cendana sedang menjadi
sorotan publik.

3. Memecat Jusuf Kalla

-Selaku Kementrian Perindustrian dan Perdagangan.

4. Memecat Laksamana Sukardi

-Selaku Menteri Negara BUMN.

5. Mengubah keangkeran Istana

-Gus Dur menerima tamu dari kalangan mana saja bahkan di tengah malam.

6. Ancam keluarkan dekrit parlemen

-Dekrit parlemen tersebut berisi pembubaran DPR/MPR, mengembalikan kedaulatan rakyat


dengan mempercepat pemilu dan pembekuan Golkar sebagai perlawanan terhadap sidang
istimewa MPR.

Kroversial Lain

Siapapun orangnya (umat beragama Islam), baik yang taat maupun yang tidak taat
pasti akan terhenyak dan emosi jika simbol identitas Islam dilecehkan. Ide ‘gila’ apa
dan dari mana sumber inspirasi pemikiran Gus Dur sehingga berani mencoba untuk
mensejajarkan, menyetarakan, bahkan mempergantikan ucapan assalamualaikum
dengan ucapan selamat pagi maupun dengan sejenisnya.

Sebagaimana diketahui, di tengah kecenderungan umat melakukan “Islamisasi kata


dan bahasa” Gus Dur malah menjadi inisiator agar ucapan assalamualaikum diganti
dengan ucapan selamat pagi atau ucapan sejenisnya. Dengan wacana seperti itu,
sakralitas simbolisasi Islam jelas tereduksi dari ruhnya. Bagaimana tidak tereduksi,
ucapan yang selama ini sarat dengan nilai dan makna yang mendalam disejajarkan
dengan ucapan yang biasa-biasa saja.
Bukan Gus Dur namanya kalau tidak kontroversial. Atas pemikirannya yang
menghebohkan itu, pada tahun 1989 di Ponpes Dar al-Tauhid, Arjawinangun,
Cirebon, Jawa Barat, Gus Dur diadili oleh sekitar 200-an kiai. Tampil sebagai inisiasi
‘pengadilan’ dan ‘penggugatan’ atas pemikiran kontroversialnya Gus Dur adalah KH
Fuad Hasyim (Buntet Pesantren), KH Ayip Usman (Kempek), Kiai Ibnu Ubaidillah dan
Kiai Chozin Nasuha.

Pada waktu itu, para ulama sepakat meminta Gus Dur agar mempertanggung
jawabkan atas pernyataan-pernyataan, pandangan-pandangan, dan langkah-
langkahnya yang disinyalir menggelisahkan dan menggeramkan publik, termasuk
para kiai terkait dengan isu-isu keagamaan. Salahsatu yang diminta pertanggung
jawaban yakni permasalahan yang sedang dibicarakan pada tulisan ini.

Hanya dengan penyampaian yang lugas, berbobot, sedikit canda tawa namun penuh
arti, Gus Dur meyakinkan dan membuat kagum para peserta ‘sidang’ untuk percaya
dengan apa yang telah dipikirkannya. Sembari menyampaikan pandangannya terkait
dengan situasi nasional dan internasional saat itu khususnya dalam perpolitikan, Gus
Dur pula menyampaikan terkait dengan tradisi kajian di pesantren yang menurutnya
harus mempunyai metodologi dan kontekstualisasi dalam membaca zaman,
termasuk di dalamnya membaca permasalahan agama, sosial, budaya, maupun
politik dalam tatanan lokal, global dan internasional.

Jika kita cermati bersama, pernyataan Gus Dur yang kontroversial itu seolah
mendapatkan jawabannya sendiri. Bagaimana kita saksikan di ruang-ruang publik
saat ini (dunia nyata dan maya) ucapan-ucapan semisal Insyaallah, Astagfirullah,
Alhamdulillah sudah menjadi bagian yang tidak hanya diucapkan oleh orang muslim
saja, melainkan juga oleh non-muslim.

Banyak acara-acara reality show (hiburan) yang diperankan oleh para artis-artis non-
muslim, dengan gamlang dan tak canggung mereka mengucapkan ucapan yang
mengandung simbolisasi Islam. Terlebih lagi dengan ucapan-ucapan simbolisasi Islam
lainnya yang dipakai dalam suasana demo anarkis. Dengan realita seperti itu seolah
menjadikan sebagian identitas simbolisasi Islam sudah tidak sakral dan transenden
lagi.

Boleh jadi, berdasarkan realita semacam itulah kemudian menginspirasi Gus Dur
untuk sedikit memberi solusi bagaimana agar identitas simbolisasi Islam itu tetap
terjaga dan tetap dimiliki oleh orang Islam itu sendiri.

Ketajaman berpikir Gus Dur dalam mengetahui permasalahan-permasalahan yang


akan datang seolah memberikan pesan kepada kita akan kecerdikan Gus Dur.
Pemikiran Gus Dur selama ini, seakan memberikan pelajaran berharga bagi kita yang
timbul dari seorang intelektual yang sangat peka terhadap permasalahan-
permasalahan krusial dalam hal membaca masa depan.

Gus Dur telah memberi arah kepada kita, meskipun pelik namun jelas, bagaimana
agar permasalahan-permasalahan yang menyangkut dengan kesakralan simbolisasi
Islam dapat tetap terjaga dengan baik.

Disusun oleh :

Kelompok ll

-Dika Yuliana

-Herlina Susanti

-Hilmi Mubarok

Anda mungkin juga menyukai