Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN YANG BERPUSAT


PADA PEREMPUAN DALAM SITUASI
KEGAWATDARURATAN KESEHATAN
DAN BENCANA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan
Di Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Disusun Oleh : Kelompok 12

Siti Nia Setiawati

Amelia

Elis Haryani

Neti Kusumawati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Kehamilan Yang Berpusat Pada Perempuan Dalam Situasi Kegawat Daruratan Kesehatan
Dan Bencana“ Yang diajukan untuk memenuhi nilai tugas Semester 1 mata kuliah Asuhan
Kebidanan Kehamilan
Shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan nabi kita Nabi
Muhammad SAW. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya semoga
kita semua selaku umat yang mendapat Syafaat oleh Allah Swt.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan pengarahan,
bimbingan dan saran sehingga terselesaikannya makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Yati Budiarti,SST M.Keb sebagai ibu dosen pada mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kehamilan yang telah membimbing dalam pembuataan makalah.
2. Rekan-rekan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat dibuat sesuai
dengan harapan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan
terselesainya makalah ini dapat memberikan ilmu, informasi, pengetahuan, dan wawasan baru
yang bermanfaat guna untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua. Aamiin.

Tasikmalaya, Februari 2024

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
D. Manfaat Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana 4
B. Macam Bencana 4
C. Penanggulangan Masalah Kesehatan Dalam Kondisi Bencana 5
D. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Sebelum Bencana 7
E. Dampak Bencana Pada Ibu Hamil 7
F. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Saat Bencana 7
G. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Setelah Bencana 9
H. Intervensi Darurat dan Kesehatan Jangka Panjang pada Kegawatdaruratan Bencana 10
I. Triase Pemilihan Pasien Berdasarkan Urgensi pada Kegawatdaruratan Bencana 11
J. Teknik Evakuasi yang Tepat pada Ibu Hamil pada Kegawatdaruratan Bencana 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 14
B. Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan bencana.
Bencana di Indonesia diakibatkan oleh posisi Indonesia yang terletak di garis katulistiwa
dan berbentuk kepulauan, fenomena perubahan iklim, letak pulau-pulau di Indonesia
diantara tiga lempeng tektonik dunia, dan peningkatan jumlah penduduk yang disertai
dengan peletakan permukiman yang tidak terkendali dan tertata dengan baik, serta
kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan keamanan yang kurang.
Menurut Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan mencatat 60 hingga 70 persen mayoritas korban
bencana yang ada di Indonesia adalah perempuan, anak-anak, dan lansia. Pada wanita
hamil kebanyakan membutuhkan pertolongan untuk menyelamatkan diri. Pertolongan
yang diberikan pun berbeda dari korban lainnya karena pada ibu hamil perlu
memperhatikan keselamatan 2 jiwa. Pengawasan paska badai Katrina di Colorado
menemukan 3% dari kunjungan ruang gawat darurat adalah masalah yang berkaitan
dengan kebidanan dan 13–15% rumah tangga pengungsi membutuhkan layanan yang
terkait dengan program nutrisi tambahan khusus untuk wanita, bayi, dan anak-anak,
kontrol kelahiran dan kesehatan reproduksi, dan perawatan anak. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan hal-hal dalam penyelamatan ibu hamil, mulai dari proses evakuasi,
pemberian pertolongan pertama jika diperlukan, pemantauan gizi pasca bencana, hingga
dukungan sosial serta psikologis. Hal ini perlu diketahui oleh semua orang yang menjadi
penolong, baik tenaga medis atau tenaga relawan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana Pasal 26 Ayat 1a menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat
rentan bencana.” Kelompok masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat yang
membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya di antaranya masyarakat lanjut
usia, penyandang cacat, anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu becana?
2. Apa saja jenis-jenis bencana?
3. Bagaimana penangulangan masalah kesehatan saat kondisi bencana?
4. Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu hamil sebelum bencana?
5. Bagaimana dampak bencana terhadap ibu hamil?
6. Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu hamil saat bencana?
7. Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu hamil setelah bencana?

8. Bagaimana intervensi darurat dan kesehatan jangka panjang pada kegawatdaruratan


bencana?
9. Bagamana triase pemilihan pasien berdasarkan urgensi pada kegawatdaruratan
bencana?
10. Bagaimana teknik evakuasi yang tepat pada ibu hamil pada kegawatdaruratan
bencana?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk menyelesai tugas pada mata kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi bencana.
b. Untuk mengetahui macam bencana.
c. Untuk mengetahui penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana.
d. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada ibu hamil sebelum bencana.
e. Untuk mengetahui dampak bencana pada ibu hamil.
f. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada ibu hamil saat bencana.
g. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada ibu hamil setelah bencana.
h. Untuk mengetahui intervensi darurat dan kesehatan jangka panjang pada
kegawatdaruratan bencana.
i. Untuk mengetahui triase pemilihan pasien berdasarkan urgensi pada
kegawatdaruratan bencana.
j. Untuk mengetahui teknik evakuasi yang tepat pada ibu hamil pada
kegawatdaruratan bencana.

2
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan:
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan pemaparan pemikiran
mengenai asuhan kebidanan kehamilan dalam situasi kegawatdaruratan
kesehatan dan bencana.
2. Pembaca, sebagai media informasi perkembangan pengetahuan, informasi, dan
wawasan mengenai asuhan kebidanan kehamilan dalam situasi
kegawatdaruratan kesehatan dan bencana.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana

Definisi bencana menurut UN-ISDR tahun 2004 menyebutkan bahwa bencana


adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi
atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam WHO
– ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang tiba-tiba serius
mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan menyebabkan manusia,
material, dan kerugian ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat
untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri. Meskipun sering
disebabkan oleh alam, bencana dapat pula berasal dari manusia.
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24
tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

B. Macam Bencana
Dari uraian di atas kita dapat memahami definisi atau pengertian bencana.
Selanjutnya, bila kita lihat kembali UU No. 24 tahun 2007 bencana dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu bencana alam, bencana non-alam dan bencana sosial. Di
bawah ini akan diuraikan macam-macam bencana yaitu sebagai berikut:
1. Bencana Alam
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Di bawah ini akan
diperlihatkan gambar tentang bencana alam yang telah terjadi di Indonesia.
2. Bencana non-Alam
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang
antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

4
Bencana non-alam termasuk terorisme biologi dan biokimia, tumpahan bahan kimia,
radiasi nuklir, kebakaran, ledakan, kecelakaan transportasi, konflik bersenjata, dan
tindakan perang. Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran bencana karena kegagalan
teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir.
3. Bencana Sosial
Bencana karena peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas. Misalnya konflik
sosial antar suku dan agama di Poso.

C. Penanggulangan Masalah Kesehatan Dalam Kondisi Bencana


Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang disebabkan oleh
peristiwa/faktor alam atau perilaku manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat
mengendalikannya. Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan semakin tinggi
intensitasnya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Dengan lahimya UU tersebut, terjadi perubahan paradigma penanganan bencana
di Indonesia, yaitu penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat,
tetapi lebih menekankan pada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana mulai dari
mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi. Berdasarkan UU No
24 tersebut, tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan


bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang,
pendidikan dan peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis
penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana).
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya, penentuan status keadan darurat, penye~amatan dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan psikososial dan kesehatan.

5
3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasarana dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial, psikologis, pelayanan
kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan
dan peningkatan sarana prasarana, termasuk fungsi pelayanan kesehatan).
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No 24 tahun 2007, pelayanan kesehatan
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi pada kondisi bencana, di
samping kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya:
1) air bersih dan sanitasi
2) pangan
3) sandang
4) pelayanan psikososial serta
5) penampungan dan tempat hunian.
Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana ditujukan untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai
dengan standar minimal. Secara khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan:
1) Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal;
2) Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban
bencana dan pengungsi sesuai standar minimal;
3) Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai standar minimal
4) Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal
5) Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai standar minimal.
Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan beijenjang mulai dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota sampai dengan lokasi kejadian. Di lokasi kejadian rnisalnya,
penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah Kepala Dinas
Kabupaten/Kota, sedangkan yang bertindak sebagai pelaksana tugas adalah Kepala
Puskesmas di lokasi kejadian. Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan dikelompokkan pada fase
Prabencana, Saat bencana dan Paskabencana. Pada masing-masing fase tersebut, telah
dikelompokkan kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh Tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya, sangat beragam pada setiap
fase bencana dan memerlukan koordinasi kegiatan dengan instansi lain serta kelompok
masyarakat.

D. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Sebelum Bencana

6
Melihat dampak bencana yang dapat terjadi, ibu hamil perlu dibekali pengetahuan
dan keterampilan menghadapi bencana. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Membekali ibu hamil pengetahuan mengenai umur kehamilan, gambaran proses
kelahiran, ASI eksklusif, dan MPASI.
2. Melibatkan ibu hamil dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana, misalnya dalam
simulasi bencana.
3. Menyiapkan tenaga kesehatan dan relawan yang terampil menangani
kegawatdaruratan pada ibu hamil melalui pelatihan atau workshop.
4. Menyiapkan stok obat khusus untuk ibu hamil dalam logistik bencana seperti tablet
Fe dan obat hormonal untuk menstimulasi produksi ASI.

E. Dampak Bencana pada Ibu Hamil

Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan masyarakat. Kelompok


masyarakat rentan (vulnerability) harus mendapatkan prioritas. Salah satu kelompok
rentan dalam masyarakat yang harus mendapatkan prioritas pada saat bencana adalah ibu
hamil, ibu melahirkan dan bayi. Penelitian di beberapa negara yang pernah mengalami
bencana, menunjukan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian bencana.

Dampak bencana yang sering terjadi adalah abortus dan lahir prematur yang
disebabkan karena ibu mudah mengalami stress, baik karena perubahan hormon maupun
karena tekanan lingkungan/stress di sekitarnya. Stress juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan keguguran. Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami
benturan dan luka yang mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan
rupture uteri. Keadaan ini dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan
ibu dan janin. Itulah sebabnya ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam
penanggulangan bencana dengan alasan ada dua kehidupan. (Hamarno, 2016)

F. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil saat Bencana


1. Pengkajian
Ibu hamil harus dikaji berat badan, pembengkakan kaki, dan darah. Berat badan
diukur dengan timbangan badan. Hasil pengukuran saat ini dibandingkan dengan
pengukuran sebelumnya untuk mengkaji peningkatan berat badan yang dihubungkan
dengan ada atau tidak adanya oedema. Kalau tidak ada timbangan, mengamati
oedema harus selalu dicek dengan menekan daerah tibia. Ibu hamil yang mengalami
oedema juga sulit menggenggam tangannya, atau menapakkan kakinya ke dalam
sepatu karena adanya oedema di tangan, lutut, dan telapak kaki harus diperiksa.
Selain itu, sindrom hipertensi karena kehamilan juga harus dikaji dengan persepsi

7
perabaan oleh petugas penyelamatan dengan melihat gejala-gejala yang dirasakan
oleh ibu hamil yaitu seperti sakit kepala dan nadi meningkat, apabila tensimeter tidak
tersedia. Anemia dapat dikaji dengan melihat warna pembuluh darah kapiler ibu
hamil. Pada kasus warna konjungtiva atau kuku pucat dapat diperkirakan merupakan
tanda anemia.
Pengkajian pada ibu hamil harus juga mengkaji janin dalam kandungannya.
Kondisi kesehatan janin dikaji dengan mengukur gerakan dan denyut jantungnya.
Denyut jantung janin dideteksi dengan menggunakan Laennec. Setelah mengetahui
posisi punggung janin maka denyut jantung janin dapat didengar dengan cara
mendekatkan telinga menggunakan Laennec pada perut ibu.
Pertumbuhan janin juga perlu dikaji. Masa kehamilan dapat diperkirakan melalui
hari terakhir menstruasi. Jika hari terakhir menstruasi tidak diketahui maka usia
kehamilan dapat ditentukan melalui ukuran uterus. Tinggi fundus uterus dapat diukur
dengan menggunakan jari. Mengenali ukuran jari membantu dalam mengukur tinggi
uterus.
2. Masalah Kesehatan yang Bisa Terjadi pada Ibu Hamil Serta Penanganannya
a. Tekanan Darah Rendah
Wanita hamil dapat mengalami tekanan darah rendah karena tidur dengan
posisi supinasi dalam waktu lama. Keadaan ini disebut Sindrom Hipotensi
Supinasi, karena vena cava inferior tertekan oleh uterus dan volume darah yang
kembali ke jantung menjadi menurun sehingga denyut jantung janin menjadi
menurun. Dalam hal ini, tekanan darah rendah dapat diperbaiki dengan
mengubah posisi tubuh ibu menghadap ke sebelah kiri sehingga vena cava
superior dapat bebas dari tekanan uterus.
b. Janin Kurang Oksigen
Tubuh ibu hamil yang mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi
untuk membantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa janin
dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus. Untuk pemberian Oksigen
secukupnya kepada janin, harus memperhatikan bahwa pemberian Oksigen ini
tidak hanya cukup untuk tubuh ibu tetapi juga cukup untuk janin.
c. Perdarahan
Perdarahan yang sering terjadi disebabkan adanya solusio plasenta. Hal ini
dapat terjadi tanpa manifestasi perdarahan pervaginam. Dalam beberapa menit
korban dapat kehilangan setengah volume darahnya dan menyebabkan syok yang
apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Untuk menghindari
korban jatuh dalam kondisi syok, harus segera dilakukan pemasangan IV
(intravena) line. Syok biasanya merupakan akibat dari perdarahan. Ha ini

8
biasanya dapat diatasi dengan baik, tidak menunjukkan gejala/sindrom pre-syok,
kecuali terjadi kolaps pebuluh darah yang mendadak.
d. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) biasanya terjadi pada ibu hamil
dengan pre-eklampsi berat, sindrom HELLP, dan perdarahan intrapartum. Hal ini
dapat muncul tiba-tiba dan dapat mengakibatkan kematian. ) )Peningkatan
tekanan darah ringan pada wanita hamil (pre-eklampsia) dapat berubah dengan
cepat menjadi preeklampsia berat dan eklampsia (kejang). Wanita hamil dengan
pre-eklampsia yang akan dievakuasi harus dilakukan pengawasan terhadap
kenaikan tekanan darah dan tersedia obat serta alat penanganan eklampsia.

G. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Setelah Bencana


a. Gizi Dan Pangan
Beberapa hari pasca bencana pun dapat timbul kasus baru, diantaranya adalah
kekurangan makanan. American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG)
mencatat bahwa kurangnya sumber daya termasuk makanan, air, dan tempat tinggal
setelah bencana berdampak buruk pada kehamilan dan hasil kehamilan. Biasanya pada
saat bencana, gizi pada ibu hamil dan menyusui tidak diperhatikan. Padahal pada Ibu
hamil dan menyusui memerlukan tambahan zat gizi. Ibu hamil perlu penambahan
energi 300 Kal dan Protein 17 gram, sedangkan ibu menyusui perlu tambahan Energi
500 Kal dan Protein 17 gram. Suplementasi vitamin dan mineral untuk ibu hamil
adalah Fe 1 tablet setiap hari. Khusus ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin
A dosis 200.000 IU, yaitu 1 kapsul pada hari pertama, dan 1 kapsul pada hari
berikutnya (selang waktu minimal 24 jam). Pemberian vitamin dan mineral dilakukan
oleh petugas kesehatan.
b. Dampak Psikologis
Selain masalah gizi, kesehatan mental pada ibu hamil seperti depresi dan
kecemasan sangat umum terjadi pasca bencana. Hubungan antara masalah kesehatan
mental dan kesehatan ibu adalah yang utama karena mereka secara langsung atau tidak
langsung meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu, serta gangguan tumbuh
kembang janin.
a) Distres Psikologis Ringan
Individu dikatakan mengalami distress psikologis ringan bila setelah bencana
merasa cemas, panik dan terlalu waspada. Pada situasi ini terjadi natural recovery
(pemulihan alami) dalam hitungan hari/minggu. Orang orang dengan kondisi
distress psikologis ringan tidak butuh intervensi spesifik. Hal ini akan tampak pada
sebagian besar survivor/korban yang selamat.
b) Distres Psikologis Sedang

9
Bila individu merasa cemas menyeluruh, menarik diri dan mengalami gangguan
emosi maka kita kategorikan mengalami distress psikologis sedang. Pada kondisi
ini natural recovery membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, bahkan dapat
berkembang menjadi gangguan mental dan tingkah laku yang berat. Orang dengan
kondisi distress psikologis sedang membutuhkan dukungan psikososial untuk
natural recovery.
c) Gangguan Tingkah Laku dan Mental yang Berat
Situasi ini terjadi bila individu mengalami gangguan mental karena trauma atau
stress seperti PTSD (Post Traumatic Sindrome Disorder), depresi, cemas
menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi. Gangguan tingkah laku dan mental
yang berat ini jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar.
Keadaan ini membutuhkan dukungan mental dan penanganan oleh mental health
professional.
Menurut WHO, serangkaian intervensi berbasis masyarakat telah terbukti
bermanfaat dan efektif untuk wanita dengan masalah kesehatan mental. Misalnya,
penyedia layanan kesehatan yang bekerja dalam layanan kesehatan seksual dan
reproduksi dan merawat wanita hamil dapat dilatih untuk mengenali gejala dan tanda
yang menunjukkan masalah kesehatan mental dan memberikan konseling kepada
wanita tentang stres serta memberikan dukungan psikologis yang efektif dan intervensi
lain.

H. Intervensi Darurat dan Kesehatan Jangka Panjang pada Kegawatdaruratan


Bencana
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Kondisi ini akan lebih buruk bila
terjadi pada kondisi bencana, karena terganggunya sistem pelayanan kesehatan. Sampai
saat ini data kasus kematian ibu pada daerah bencana belum terdokumentasi, sehingga
data yang digunakan sebagai rujukan adalah angka kematian ibu pada situasi normal.
Sistem perawatan kesehatan memiliki peran penting yaitu masyarakat membutuhkan
intervensi darurat dan perawatan kesehatan jangka panjang. Untuk mencegah sistem
perawatan kesehatan dari kewalahan, dan untuk memberikan perawatan psikososial
jangka pendek dan jangka panjang yang optimal bagi mereka yang terkena dampak,
rekomendasi berikut dibuat.
1. Merencanakan dan melatih mobilisasi sistem cepat untuk dapat dengan cepat
mendiagnosis gejala kontaminasi dan memberikan perawatan.
2. Mengembangkan dan mengoordinasikan jaringan (elektronik) untuk penyebaran
informasi yang cepat antara berbagai organisasi (system medis, responden pertama,
organisasi kesehatan masyarakat, pihak berwenang, dan lain-lain.).

10
3. Bersiaplah untuk tindakan dekontaminasi dan karantina.
4. Menerapkan sistem triase yang membantu membedakan mereka yang memiliki
masalah medis dengan yang memiliki gejala karena takut terpapar. Untuk mencapai
ini, sistem perawatan kesehatan mental harus bergabung dengan sistem kesehatan
masyarakat dan sistem tanggap darurat.
5. Melatih tanggap psikologis setelah bencana, seperti ketakutan, kemarahan, dan gejala
somatik.
6. Bersiap untuk tindak lanjut dan pendaftar, yang diperlukan dalam jangka panjang
untuk mengidentifikasi mereka dengan cedera psikis seperti kerusakan akibat radiasi
yang terlambat atau kanker, atau gangguan kejiwaan.
(Iswarani, Izzati, Firdausi, & Nursanto, 2019)

I. Triase Pemilihan Pasien Berdasarkan Urgensi pada Kegawatdaruratan Bencana


Evakuasi dan pelayanan kesehatan pada korban pasca bencana peru dilakukan
tindakan triage sebagai upaya pemilahan prioritas pasien berdasarkan urgensi
dilakukannya tatalaksana dan pertimbangan sumber daya yang tersedia untuk tatalaksana
tersebut. Hal ini dengan proteksi cervical spine, Breathing, Circulation dengan kontrol
perdarahan). Dalam triage perlu dilakukan pencatatan usia, tanda vital, mekanisme
cedera, urutan kejadian, dan perjalanan penyakit pada fase pra Rumah Sakit. Pembagian
triage sebagai berikut:
1. Prioritas Nol (Hitam): Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah): Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medis dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torakoabdominal, cedera kepala atau maksilofasial berat, syok atau
perdarahan berat, luka bakar berat, ibu hamil).
3. Prioritas Kedua (Kuning): Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa syok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktur mayor tanpa
syok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau): Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktur dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
(Iswarani, Izzati, Firdausi, & Nursanto, 2019)

11
J. Teknik Evakuasi yang Tepat pada Ibu Hamil pada Kegawatdaruratan Bencana
Untuk melakukan evakuasi pada ibu hamil diperlukan teknik yang tepat dan aman
untuk ibu dan calon bayinya. Berikut beberapa teknik evakuasi secara umum:
1. Firefighter’s Carry
Teknik evakuasi dengan satu penolong atau biasa disebut dengan teknik repling.
Namun teknik ini dilakukan saat sudah dipastikan korban tidak mengalami patah
tulang punggung karna akan memperparah keadaan.
2. Pack-strap Carry
Teknik ini digunakan ketika firefighter carry tidak aman digunakan, metode ini lebih
disarankan untuk jarak jauh daripada cradle carry. Dapat dilakukan pada korban
yang tidak sadar.
3. Chair lift
Mobilisasi dengan kursi bisa digunakan untuk korban sadar maupun tidak, tanpa
cedera kepala/ spinal. Metode ini bagus untuk mobilisasi korban melalui tangga/
turunan/ naikan dengan dua penolong.
4. Two-handed Seat Carry
Metode ini digunakan untuk mobilisasi jarak jauh. Korban dapat sadar maupun tidak,
tetapi tidak dapat berjalan atau menopang tubuh bagian atas.
5. Hammock Carry
Metode ini bisa digunakan oleh tiga penolong atau lebih. Anggota yang paling kuat
berada di sisi dengan jumlah penolong yang paling sedikit (jika jumlah ganjil).
6. Logroll
Pada kasus cedera spinal, digunakan teknik logroll dengan tujuan memindahkan
korban tanpa menggerakkan vertebra atau istilah lainnya adalah inline
immobilization (posisi leher dan batang badan harus segaris, amankan leher dengan
neck collar atau yang sejenis (sandal bag), jika tidak tersedia dapat diamankan
dengan dipegang). Selain untuk mempermudah proses memindahkan korban ke alat
(karena alat yang menyesuaikan posisi korban), logroll juga digunakan untuk
memeriksa bagian bawah tubuh korban. Minimal dilakukan oleh tiga penolong.

Korban umum biasanya dievakuasi dalam posisi berbaring karena posisi ini dapat
membantu untuk monitor dan kontrol jalan napas. Namun, pada ibu hamil justru dapat
menimbulkan aliran uterus berkurang dan tahanan darah di dalam ekstremitas bawah
sehingga mempengaruhi cardiac output ibu. Untuk menghindari masalah tersebut, posisi
terbaik adalah posisi miring dengan kedua lutut dilipat. Dengan posisi ini sabuk
pengaman dapat dipasang dengan mudah, tetapi monitoring pernafasan tidak optimal.

12
Pada korban hamil dengan gangguan punggung tidak dapat dievakuasi dalam posisi
miring, melainkan dengan cara berikut:
1. Uterus ditekan dari arah kiri ke kanan korban. Walaupun tindakan ini efektif untuk
memulihkan aliran darah jantung yang normal bagi korban maupun janin, tetapi
tindakan ini memerlukan lebih dari satu orang penolong untuk menjaga uterus tetap
di sisi kanan korban.
2. Letakkan bantal kecil, selimut, atau handuk pada pinggang kiri korban. Elevasi
setinggi 4 inchi untuk mengurangi tekanan uterus pada vena cava inferior.
(Iswarani, Izzati, Firdausi, & Nursanto, 2019)

BAB III
PENUTUP

13
A. Kesimpulan
Dalam kondisi bencana, ibu hamil dan melahirkan serta bayinya perlu
mendapatkan prioritas penanganan karena ada dua nyawa sekaligus yang harus
diselamatkan dan perubahan fisiologis ibu hamil dan melahirkan sangan rentan
terhadap bencana. Dampak bencana yang dapat terjadi pada ibu hamil adalah
abortus/keguguran, kelahiran prematur, perdarahan eksternal karena luka dan rupture
uterin.
Asuhan pada ibu hamil saat bencana meliputi pengkajian pada ibu hamil dan
bayi, penanganan masalah kesehatan yang terjadi. Pengkajian yang harus dilakukan
pada ibu hamil adalah kenaikan berat badan, pembengkakan kaki/oedema,
peningkatan tekanan darah, penurunan haemoglobin/anemia, gerakan janin dan denyut
jantung janin.Sedangkan yang harus dikaji pada bayi baru lahir adalah suhu tubuh,
keseimbangan cairan dan asupan ASI.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanggulangan bencana pada ibu
hamil dan melahirkan adalah mengurangi risiko tekanan darah rendah, meningkatkan
kebutuhan Oksigen, mempersiapkan kelahiran yang aman, perawatan bayi baru lahir.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan bayi baru lahir adalah menjaga
kestabilan suhu tubuh, menjaga pakaian tetap kering, mengoptimalkan masukan ASI
atau susu formula pengganti ASI.
Asuhan pada ibu hamil dan bayi setelah bencana di arahkan untuk membantu
ibu menjalani tugasnya, misalnya untuk ibu hamil dibantu memenuhi kebutuhan
sehari-harinya sampai pada waktunya melahirkan dengan selamat. Sedangkan untuk
ibu yang sudah melahirkan dibantu untuk memberikan ASI eksklusif, pemberian
MPASI, makanan siap saji selama 5 hari pertama pasca bencana. asuhan pada ibu
hamil dan bayi sebelum bencana diarahkan untuk menyiapkan pengetahuan dan
keterampilan ibu hamil untuk siap siaga menghadapi bencana melalui
keikutsertaannya dalam seminar, pelatihan, workshop dan simulasi bencana.

B. Saran
Menurut kelompok kami ketika dalam kondisi bencana, ibu hamil dan
melahirkan serta bayinya perlu mendapatkan prioritas penanganan karena ada dua
nyawa sekaligus yang harus diselamatkan dan perubahan fisiologis ibu hamil dan
melahirkan sangan rentan terhadap bencana. Oleh karena itu diharapkan agar
masyarakat sudah menyiapkan pengetahuan dan keterampilan untuk siap siaga
menghadapi bencana dengan mengikuti seminar atau pelatihan bencana. Diharapkan
juga dapat digunakan sebagai bahan bacaan dalam proses belajar mengajar serta dapat
dijadikan sebagai bahan referensi untuk makalah selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hamarno, R. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta


Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

15
Iswarani, I. N., Izzati, I. A., Firdausi, R. I., & Nursanto, D. (2019). Manajemen Penyelamatan
Ibu Hamil Pasca Bencana.

Al-Iqra Medical Journal: JURNAL BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN e-ISSN : 2549-225X. Vol. 2 No. 2,
Agustus 2019, Hal. 72-80Kedokteran, 74-76. (Diakses 20 Agustus 2023)

16

Anda mungkin juga menyukai