Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN BENCANA PADA

KELOMPOK IBU HAMIL DAN BAYI

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
Jurusan Keperawatan

Disusun Oleh :
Rachel Virginia Supit
Diane Natalia Poli
Nyoman Sofia Septiani
Rizka Revelina Bukahati
Monica Jenifer Runtuwene
Vanesa H.P Repi
Rivan Rivaldi Kapoyos

Dosen Pengajar :
Ni Luh Jayanthi Desyani M.Kep,.Ns,Sp.Kep.MB

POLTEKKES KEMENKES MANADO


D-III KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena kami kelompok 5 Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
bisa menyelesaikan makalah tentang “Keperawatan Bencana Pada Kelompok Ibu Hamil dan
Bayi” dengan baik dan semaksimal mungkin. Pembuatan makalah ini guna memenuhi salah satu
tugas dari Ibu Ni Luh Jayanthi Desyani M.Kep,Ns,Sp.Kep.MB selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana. Makalah ini dibuat tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, untuk itu diucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini, kiranya Tuhan selalu memberkati.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari setiap pembaca sangat
diperlukan guna membantu dalam memperbaiki kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata
diucapkan terima kasih kepada setiap pembaca yang sudah menyempatkan waktu untuk
membaca. Kami berharap agar makalah yang kami susun ini boleh menambah pengetahuan
dan wawasan terkait “Keperawatan Bencana Pada Kelompok Ibu Hamil dan Bayi”
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB 2 TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar
B. Dampak Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi
C. Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi Sebelum Bencana
D. Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi Saat Bencana
E. Masalah Kesehatan Yang Bisa Terjadi Pada Ibu Hamil dan Bayi
F. Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi Setelah Bencana

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian besar
bagi manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan
manusia untuk dapat mengendalikannya, disebabkan oleh faktor alam atau
manusia atau sekaligus oleh keduanya. Didalam penanganan bencana terdapat
aspek yaitu aspek mitigasi bencana (pencegahan), kegawatdaruratan saat
terjadinya bencana, dan aspek rehabilitasi. Penanganan kegawatdaruratan
targetnya adalah penyelamatan sehingga resiko tereliminir.
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian massal,
targanggunya tatanan sisiologis dan psikologis masyarakat, pengangguran,
kemiskinan, kriminalitas, keterbelakangan, dan hancurnya lingkungan hidup
masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh bencana ini, maka
penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan
tugas kita bersama. Itulah yang menjadi alasan bagi penulis untuk membahas
mengenai bagaimana cara menanggulangi dampak bencana pada ibu hamil
dan bayi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana ?
2. Bagaimana Dampak Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi
3. Bagaimana Manajemen Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan
Bayi sebelum bencana ?
4. Bagaimana Manajemen Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan
Bayi saat bencana?
5. Bagaimana Manajemen Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan
Bayi Setelah bencana?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami konsep dasar manajemen penanggulangan
bencana
2. Untuk memahami dampak bencana pada ibu hamil dan bayi
sebelum bencana
3. Untuk memahami manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil
dan bayi saat bencana
4. Untuk memahami manajemen keperawatan bencana pada ibu hamil
dan bayi setelah bencana
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai art baik secara
normatif maupun pendapat para ahli. Menurut undang-undang Nomor 24
Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mangakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/menko/Kesra/x/95
adalah sebagai berikut : Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, manusia, atau keduanya yang mengakibatkan
korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Menurut BNPB (2018 ), mencatat 60 hingga 70 persen mayoritas
korban bencana yang ada di Indonesia adalah perempuan, anak-anak dan
lansia. Pada wanita hamil kebanyakan membutuhkan pertolongan untuk
menyelamatkan diri. Pertolongan yang diberikan pun berbeda dari korban
lainnya karena pada ibu hamil perlu memperhatikan keselamatan 2 jiwa.
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesian 2012,
Angka Kematian Ibu sebesar 359 per 100,000 kelahiran hidup. Kematian
bayi sangat dipengaruhi oleh proses persalinan. Sekitar 130 juta bayi di
dunia lahir setiap tahun dan 4 juta diantaranya meninggal dunia dalam
empat minggu pertama kehidupannya (periode neonatal). Menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia Angka Kematian Bayi 32 per 1000
kelahiran hidup. Sebagian besar kematian ibu terjadi pada saat persalinan
dan kematian bayi baru lahir terjadi pada saat proses persalinan dan nifas
(Kemenkes, 2012).
Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk
menghindarkan masyarakat dari bencana, baik dengan mengurangi
kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat
lima model manajemen bencana yaitu :
1. Disaster management continum model
Model ini mungkin merupakan model yang paling populer karena
terdiri dari tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini
meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning.
2. Pre-during post disaster model
Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar
bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum
bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini
seringkali digabungkan dengan disaster management continuum
model.
3. Contract expand model
Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada
manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, mitigation,
preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada
daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak
bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan
(emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation
reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
4. The crunch and release model
Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi
kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan
maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard
tetap terjadi.
5. Disaster risk reduction framework
Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada
identifikasi resiko bencana baik dalam bentuk keturunan maupun
hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi resiko
tersebut.
Dalam manajemen bencana dikenal tahapan kerja penanggulangan bencana yaitu :
1. Fase pencegahan dan mitigasi : dilakukan pada situasi tidak terjadi
bencana tujuannya untuk memperkecil dampak negatif bencana
2. Fase tanggap darurat (emergency response) : dilakukan pada saat terjadi
bencana tujuannya untuk mengurangi dampak negatif pada saat bencana
3. Fase pemulihan (recovery) : dilakukan setelah terjadi bencana tujuannya
untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi normal
Terdapat kuadran-kuadran yang merupakan tahapan-tahapan dalam
penanggulangan bencana bukan berarti bahwa dalam praktek tiap-tiap
kuadran dilakukan secara berurutan. Tanggap darurat misalnya dapat
dilakukan pada saat sebelum terjadi bencana atau dikenal dengan istilah
“siaga darurat”, ketika diprediksi bencana akan segera terjadi. Perlu
dipahami bahwa meskipun telah dilakukan berbagai kegiatan pada
tahapan siaga darurat, terdapat dua kemungkinan situasi yaitu bencana
benar-benar terjadi atau bencana tidak terjadi.

B. DAMPAK BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI


Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan
masyarakat. Kelompok masyarakat rentan harus mendapatkan prioritas.
Salah satu kelompok rentan dalam masyarakat yang harus mendapatkan
prioritas pada saat bencana adalah ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi.
Penelitian di beberapa negara yang pernah mengalami bencana,
menunjukkan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian
bencana.
Dampak bencana yang sering terjadi adalah abortus dan lahir
prematur disebabkan oleh ibu mudah mengalami stress, baik karena
perubahan hormon maupun karena tekanan lingkungan/stres disekitarnya.
Efek stres ini diteliti dengan melakukan riset terhadap ibu hamil di antara
korban gempa bumi. Ibu hamil yang tinggal di daerah pusat gempa, dan
mengalami gempa bumi terburuk pada masa kehamilan 2 bulan dan 3
bulan, memiliki resiko melahirkan prematur yang lebih besar dari
kelompok lainnya. Pada ibu hamil yang terekspos bencana di bulan ketiga
kehamilan, peluang ini meningkat hingga 3,4%. Tidak hanya itu, stres juga
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keguguran.
Selain itu, bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan
luka yang mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta
dan ruptur uteri. Keadaan ini dapat mengakibatkan gawat janin dan
mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah sebabnya hamil dan
melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana alasannya
karena disitu ada dua kehidupan.

C. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI


SEBELUM BENCANA
Melihat dampak bencana yang dapat terjadi, ibu hamil dan bayi
perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan menghadapi bencana.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Membekali ibu hamil pengetahuan mengenai umur kehamilan,
gambaran, proses kelahiran, ASI eksklusif dan MPASI
2. Melibatkan ibu hamil dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana, misalnya
dalam simulasi bencana
3. Menyiapkan tenaga kesehatan dan relawan terampil menangani
kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bayi melalui pelatihan atau
workshop
4. Menyiapkan stok obat khusus untuk ibu hamil dalam logistik bencana
seperti tabel Fe dan obat hormonal untuk menstimulasi produksi ASI .

D. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI SAAT


BENCANA
Ibu hamil perlu dan melahirkan diprioritaskan dalam
penanggulangan bencana alasannya karena ada dua kehidupan dan adanya
perubahan fisiologis. Perawat harus ingat bahwa dalam merawat ibu hamil
adalah sama halnya dengan menolong janinnya. Sehingga, meningkatkan
kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan.
1. Pengkajian
Pengkajian kesehatan yang harus dilakukan pada ibu hamil dan bayi
atau janin saat terjadi bencana meliputi :
a. Ibu Hamil
Ibu hamil harus dikaji berat badan, pembengkakan kaki, dan
darah. Berat badan diukur dengan timbangan badan. Hasil
pengukuran saat ini dibandingkan dengan sebelumnya untuk
mengkaji peningkatan berat badan yang dihubungkan dengan ada
atau tidak adanya oedema. Kalau tidak ada timbangan, mengamati
oedema harus selalu dicek dengan menekan daerah tibia.
Ibu hamil yang mengalami oedema juga sulit menggenggam
tanganya, atau menapakkan kakinya ke dalam sepatu karena
adanya oedema di tangan, lutut dan telapak kaki harus diperiksa.
Selain itu, sindrom hipertensi kehamilan juga harus dikaji dengan
persepsi perabaan oleh petugas penyelamatan dengan melihat
gejala-gejala yang dirasakan oleh ibu hamil yaitu seperti sakit
kepala dan nadi meningkat, apabila tensimeter tidak tersedia,
anemia dapat dikaji dengan melihat warna pembuluh darah kapiler
ibu hamil. Pada kasus warna konjungtiva atau kuku pucat dapat
diperkirakan merupakan tanda anemia.
Pengkajian pada ibu hamil juga harus mengkaji janin dalam
kandungannya. Kondisi kesehatan janin dikaji dengan mengukur
gerakan dan denyut jantungnya. Denyut jantungnya dideteksi
dengan menggunakan Laennec atau fetal doppler.
Perubahan janin juga perlu dikaji. Masa kehamilan dapat
diperkirakan melalui hari terakhir menstruasi. Jika hari terakhir
menstruasi tidak diketahui maka usia kehamilan dapat ditentukan
melalui ukuran uterus.
b. Bayi
Suhu tubuh pada bayi belum stabil. Suhu tubuh bayi perlu
diuji karena permukaan tubuh bayi lebih besar daripada tubuh
orang dewasa sehingga suhu tubuhnya mudah turun. Pakaian bayi
juga harus tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu
yang ekstrim. Kebutuhan cairan juga perlu dikaji dengan saksama
karena bisa saja bayi terpisah dari ibunya sehingga menyusui ASI
terputus. Bayi kehilangan atau terpisah dari ibunya karena ibu
sakit atau meninggal bisa dicarikan donor ASI dengan syarat
keluarga menyetujui pemberian ASI donor, identitas nomor ASI
maupun bayi penerima tercatat, ibu susu dinyatakan sehat oleh
tenaga kesehatan serta ASI donor tidak diperjualbelikan.

E. MASALAH KESEHATAN YANG BISA TERJADI PADA IBU


HAMIL, JANIN DAN BAYI
1. Tekanan darah rendah
Wanita hamil dapat mengalami tekanan darah rendah karena tidur
engan posisi supinasi dalam waktu lama. Keadaan ini disebut syndrom
hipotensi supinasi, karena vena cava inferior tertekan oleh uterus dan
volume darah yang kembali ke jantung menjadi menurun sehingga
denyut jantung janin menjadi menurun. Dalam hal ini, tekanan darah
rendah dapat diperbaiki dengan mengubah posisi menghadap ke
sebelah kiri sehingga vena cava superior dapat bebas dari tekanan
uterus. Ketika wanita hamil dipindahkan ke tempat lain, posisi
tubuhnya juga menghadap ke sebelah kiri.
2. Janin kurang oksigen
Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil
yang mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk
membantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa janin
dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus. Untuk pemberian
oksigen secukupnya kepada janin harus memperhatikan bahwa
pemberian oksigen ini tidak hanya cukup untuk tubuh ibu tetapi tetapi
juga cukup untuk janin.
3. Hipotermi
Suhu tubuh pada bayi baru lahir belum stabil, karena permukaan
tubuh bayi lebih besar dari pada tubuh orang dewasa sehingga
tubuhnya mudah turun. Cairan amnion dan darah harus segera
dibersihkan supaya bayi tetap hangat perhatikan suhu lingkungan dan
pemakaian baju dan selimut bayi. Harus sering mengganti pakaian bayi
karena bayi cepat berkeringat. Persediaan air yang cukup karena bayi
mudah mengalami dehidrasi, perlu diberikan ASI sedini mungkin dan
selama bayi mau.
4. Menyusui tidak efektif
Ibu yang menyusui harus diberikan dukungan dan bantuan praktis
untuk meneruskan menyusui, mereka tidak boleh sembarangan
diberikan bantuan susu formula dan susu bubuk. Ibu yang tidak bisa
menyusui, misalnya ibu yang mengalami gangguan kesehatan karena
bencana, seperti mengalami luka atau perdarahan harus didukung
untuk mencari ASI pengganti untuk bayinya. Jika ada bayi yang
berumur lebih dari 6 bulan tidak bisa disusui, bayi tersebut harus
diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan susu
tersebut dibawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi
harus tetap dimonitor. Botol bayi sebaiknya tidak digunakan karena
resiko tekontaminasi, kesulitan untuk membersihkan botol, gunakan
sendok atau cangkir untuk memberikan susu kepada bayi.

F. KEPERAWATAN BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI


SETELAH BENCANA
Setelah masa bencana, ibu dan bayi menjalani kehidupan yang
baru. Pengalaman menghadapi bencana menjadi pelajaran untuk
memperbaiki hidupnya. Ibu yang masih dapa dipertahankan kehamilannya
dipantau terus kondisi ibu dan janinnya adar dapat melahirkan dengan
selamat pada waktunya. Bagi ibu yang sudah melahirkan, fungsi dan tugas
ibu merawat bayi harus tetap dijalankan, baik ditempat pengungsian
ataupun lingkungan keluarga terdekat.
Tujuan keperawatan bencana pada fase setelah bencana adalah
membantu ibu menjalani tugas ibu seperti,
1. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia 0-4 bulan dan tetap
menyusui hingga dua tahun pada kondisi darurat. Pemberian susu
formula hanya dapat diberikan jika ibu bayi meninggal, tidak adanya
ibu susuan atau donor ASI. Selain itu, pemberian susu formula harus
dengan indikasi khusus yang dikeluarkan dokter dan tenaga kesehatan
terampil. Seperti halnya obat, susu formula tidak bisa diberikan
sembarangan, harus diresepkan oleh dokter.
2. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI)
Intervensi terbaik untuk menyelamatkan hidup bayi dan anak. ASI dan
MPASI berkualitas bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh
bayi dan anak, akan tetapi merupakan “life saving” untuk
keberlangsungan hidup jangka pendek maupun jangka panjang.
Tetaplah menyusui hingga dua tahun. Syarat MPASI berkualitas
adalah sebagai berikut :
a. MPASI disediakan berdasarkan bahan lokal dengan menggunakan
perlatan makan yang higienis.
b. MPASI harus yang mudah dimakan, dicerna dan dengan penyiapan
yang higienis.
c. Pemberian MPASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi
bayi.
d. MPASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yag cukup
( energi, protein, vitamin dan mineral yang cukup tertuama Fe,
vitamin A dan vitamin C).
e. MPASI pabrikan hanya alternatif darurat. Penggunaannya
setidaknya tidak lebih dari 5 hari pasca bencana.
3. Makanan siap saji untuk ibu menyusui pada 5 hari pertama pasca
bencana
Dengan memberikan makanan yang baik i=bagi ibu, sama artinya
dengan menjamin pemberian ASI kepada bayi dan anak. ASI yang
mencukupi dan melimpah pada dasarnya tidak terpengaruh oleh
makanan dan minuman secara langsung. Namun paparan makanan
dan minuman yang menunjang akan menentramkan ibu dalam
menyusui dan menghilangkan kekhawatiran mereka. Hal inilah
yang mempengaruhi pemberian ASI pada kondisi bencana.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi terjadinya
bencana, sudah tercatat 12 kategori bencana yang terjadi di Indonesia yang
dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Dampak bencana ini sangat
mempengaruhi perubahan kehidupan rakyat Indonesia maupun Indonesia
itu sendiri. Banyaknya korban akibat bencana ini, baik bencana alam,
maupun bencana non alam dan bencana sosial membuat kualitas kesehatan
bangsa Indonesia menurun. Untuk itu mengurangi komplikasi lebih lanjut
maka diperlukan manajemen penanggulangan bencan. Seperti yang telah
dijelaskan di pembahasan, manajemen penanggulangan bencana adalah
pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi
ancaman bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan
bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Perawat sebagai bagian dari
petugas kesehatan yang ikut dalam penanggulangan bencana dapat berada
di berbegai tempat seperti di rumah sakit, di pusat evakuasi, di klinik
berjalan atau di puskesmas.
B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan makalah dari kesimpulan yang telah
dikemukakakn dapat diberikan saran-saran bagi perawat sebagai tenaga
kesehatan diharapkan dapat memberikan pelayanan yang profesional
dalam menanggulangi didaerah yang sedang mengalami bencana.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB, 2008 Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 4


Tentang Pedoman Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta

Depkes RI, 2007. Pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat


bencana. Jakarta

Farida. I. 2015. Modul Manajemen Penanggulangan Bencana. Jakarta

Kemenkes RI, 2011. Panduan teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat


bencana. Jakarta

Akiko Saka, 2007. Long-term nursing needs during the disaster that is different
from Acutte American Collage of Emergency Physicians. 2010. Basic Trauma
Cardiac Life Support : for Paramedicsn and Other Advanced Providers, Brady

Efendi dan Makfudli, 2009. Keperawatan kesehatan komunitas : Teori dan


Praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Forum Keperawatan Bencana, Banda Aceh PMI, Japanese Red Cross. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Media Husada Volume 01/nomor 01/agustus 2012.

Anda mungkin juga menyukai