Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BATU SALURAN KEMIH


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing : Ns. Harwina Widya Astuti, S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Raka Pradana ( 21045 ) 9. Diva Juliantini ( 21026)


2. Lukman Al-Hakim ( 21039 ) 10. Sinta Nuraeni ( 21029 )
3. Reyhan Fahrezi ( 21046 ) 11. Alifia Yasmin ( 21033 )
4. Dharul Tri Wijaya ( 21034 ) 12. MHD Zidan K ( 21051 )
5. Anggy Triana Ayal ( 21008 ) 13. Bonita Nurherawati ( 21054 )
6. Fadhilah Salma ( 21020 ) 14. Braviero Boyadewa ( 21061 )
7. Salsabila Putri ( 21022 ) 15. Maya Puspa Marnawati ( 21064 )
8. Rafica Ramadhanty ( 21025 )

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN RSP TNI AU
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena dengan hidayahnya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Batu Saluran
Kemih". Shalawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta kepada
keluarga dan sahabatnya, semoga kami menjadi pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah. Oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membaca makalah ini.

Jakarta, 03 April 2023

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................ 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
2.1 Pengertian ....................................................................................................................... 6
2.2 Etiologi............................................................................................................................. 6
2.3 Patofisiologi ..................................................................................................................... 8
2.4 Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 8
2.5 Komplikasi ...................................................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................................................... 10
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 16
3.2 Saran .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu saluran kemih masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling sering
terjadi pada bagian urologi di dunia, termasuk di Indonesia (Trisnawati & Jumenah, 2018).
Pada klien yang mengalami batu saluran kemih terdapat masa keras berbentuk batu kristal di
sepanjang saluran kemih sehingga menimbulkan rasa nyeri (Silla, 2019). Nyeri merupakan
tanda gejala utama yang dirasakan apabila batu masuk ke dalam ureter, dan nyeri yang terjadi
secara mendadak, intensitas tinggi dan terjadi dibawah tiga bulan disebut sebagai nyeri akut
(Fadlilah, 2019). Nyeri akut atau pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang di gambarkan sebagai
kerusakan (internasional association for the studi of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atu diprediksi
(NANDA, 2018). Nyeri yang tidak tertangani dengan bernar akan berefek pada mobility dan
lama penyembuhan (Silla, 2019).

Kejadian batu saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1- 0,3 per tahun dan
sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa
Utara 3-6%, sedangkan di Eropa bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9% (Liu et.al., 2018).
Di Jepang kejadian batu saluran kemih sebesar 7% dan di Taiwan 9,8%, sedangkan di
Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan yaitu dari
6,9% di tahun tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 (Silla, 2019).

Pasien batu saluran kemih terbanyak pada kelompok usia 46-60 tahun dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 33:29 dengan domisili terbanyak di Jawa Timur dan
keluhan utama nyeri pinggang (Kurniawan, et.al., 2019). Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan di RSUD Bangil didapatkan data pasien dengan batu saluran kemih pada bulan
November dan Desember 2019 sejumlah 86 orang (Rekam Medik RSUD Bangil, 2019). Batu
saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk batu
berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner & Suddarth, 2016). Batu saluran kemih
merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi
endapan dan senyawa tertentu (Guyton & Hall, 2016). Batu saluran kemih merupakan

4
kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada beberapa penyebutannya. Menurut
Prabowo & Pranata (2014) istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:
Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal, Ureterolithiasis disebut batu pada ureter,
Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria atau batu buli, Uretrolithiasis disebut
sebagai batu pada ureter.

1.2 Rumusan Masalah


Diambil dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien batu saluran kemih.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari batu saluran kemih


2. Untuk mengetahui etiologi dari batu saluran kemih
3. Untuk mengetahui patofisologi dai batu saluran kemih
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala batu saluran kemih
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk batu saluran kemih
6. Untuk mengetahui komplikasi akibat batu saluran kemih
7. Untuk mengetahui penatalaksaan batu saluran kemih
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan batu saluran kemih

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu
terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner & Suddarth, 2016). Batu
saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena
faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu (Guyton & Hall, 2016), Menurut Prabowo &
Pranata (2014) istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:

1. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal,


2. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter,
3. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/batu buli,
4. Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada ureter.

Batu saluran kemih dapat ditemukan di sepanjang saluran sistem urinaria, mulai dari
sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli, dan uretra. Batu saluran kemih jumlahnya sangat
beragam (bisa satu atau lebih) dan bisa ditemukan pada saluran urater. Ureterolithiasis rata-
rata 90% mengandung garam kalsium.

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk
diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin (statis urin) antara lain yaitu system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalis (stenosis uretropelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign
Prostaste Hyperplasia (BPH), struktur dan buli-buli neurogenic merupakan keadaan-keadaan
yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Angelina, 2016). Menurut Margareth TH
(2015) teori dalam pembentukan batu saluran kemih adalah sebagai berikut:

1. Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti baru yang membentuk
kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh yang lama kelamaan

6
akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih
beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2. Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel
pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang
merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin, dan
mucoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapnya kristal-kristal batu.
3. Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat adanya atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambatan) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya
endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu
magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptide. Penurunan senyawa penghambat tersebut
mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat terbentuknya
batu (reduce of crystaslize inhibitor).

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor endogen
seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa dan kelebihan
pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolat belakang dengan keseimbangan cairan yang
masuk dalam tibuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen seperti
kurang minum atau kurang mengkonsumsi air meningakibatkan terjadinya pengendapan
kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak seimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu
panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan
produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang menganduk purin yang
tinggi, kolestrol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu (Guyton & Hall, 2016).

1. Faktor dari dalam (intrinsic), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 35-50
tahun, dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria).
2. Faktor dari luar (ektrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah
air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin,
oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam),
kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
3. Gangguan aliran kencing (urine).
4. Infeksi saluran kemih.

7
5. Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan)

2.3 Patofisiologi
Ureterolithiasis terbentuk dari batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic
otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil
(<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap
berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan serta menimbulkan obstruksi kronis
berupa hidonefrosis dan hidroureter.

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada
kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis.
Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi
mengakibatkan gagal ginjal permanen.

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Brunner & Suddrath (2016) batu saluran kemih dapat menimbulkan berbagi
gajela tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih.
Beberapa gambaran klinis yangdapat muncul pada pasien batu saluran kemih:

1. Nyeri
Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter atau di bawah.
Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu tersebut
2. Rasa mual dan ingin muntah
Gejala ini muncul karena terjadi penumpukan limbah dalam darah atau uremia.
3. Hematuria, baik mikroskopik maupun makroskopik.
Hematuria ini disebabkan oleh iritasi dan cidera pada struktur ginjal disertai
pengkristalan atau batu.
4. Perubahan Warna Urine
Salah satu fungsi ureter adalah mengalirkan air kencing atau urine, apabila ureter
manusia mengalami sumbatan, maka akan terjadi gangguan pada pembentukan urin di
ginjal, baik dari warna, bau, dan karakteristiknya. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya

8
perubahan dalam frekuensi buang air kecil. Mungkin buang air kecil lebih sering dan
lebih banyak dari pada biasanya dengan warna urine yang pucat atau malah sebaliknya,
buang air kecil dalam jumlah sedikit dari biasanya dengan urine yang berwarna gelap
5. Demam serta menggigil.
Ketika mulai terjadi infeksi, tubuh akan menjadi demam dan menggigil. Suhu badan
akan naik serta tubuh penderita akan menggigil
6. Dapat tanpa keluhan (silent stone).

2.5 Komplikasi
Komplikasi pada batu saluran kemih adalah :

1. Sumbatan akibat pecahnya batu.


2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal, akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengakatan batu.
4. Gagal ginjal akut atau kronis.
5. Pyonephrosis adalah infeksi bakteri atau jamur yang terjadi di ginjal. Mikroba ini
bergerak dari uretra ke dalam ginjal melalui darah (Al-Mamari, 2017).
6. Sepsis adalah suatu komplokasi infeksi yang mengancam jiwa. Sepsis terjadi kerika
bahan kimia yang dilepaskan didalam aliran darah untuk melawan infeksi memicu
peradangan di seluruh tubuh. Dapat menyebabkan berbagai perubahan yang merusak
beberapa sistem organ, menyebabkan kegagalan organ, terkadang bahkan
mengakibatkan kematian.
7. Pielonefritis Kronis
8. Pielonefritis emfisematosa (EPN) adalah infeksi yang menyebabkan nekrosis ditandai
dengan adanya gas di parenkim ginjal, demam tinggi, leukositosis dan nyeri pinggang.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan Fisik :
1. Mungkin teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
2. Nyeri tekan atau ketok pada pinggang
3. Batu uretra anterior bisa teraba.

9
Laboratorium :

1. Urinalisis
1) Proteinuria
2) Hematuria
3) Lekosituria
4) Asam urat dalam urine
2. Pembiakan urine dapat positif (10 koloni/ml urine)
3. Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat. Klirens kreatinin (apabila BSK
pada kedua ginjal)
4. Analisis batu.

Radiologi :

1. Foto polos abdomen : 80% BSK radio-opaq, kalua perlu tomografi (polos).
2. IVP : dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen
(kalua perlu+tomografi).
3. USG pada ginjal, baik kronis maupun akut untuk melihat hidronefrosis, BSK non-
opaq.
4. Radioisotop untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya
sumbatan pada ginjal.
5. CT-scan untuk BSK non-opaq, tetapi biasanya dengan USG sudah cukup jelas.
6. MRI untuk BSK sangat terbatas penggunaannya.
7. Sistoskopi untuk buli-buli, sekaligus RPG.

2.7 Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Indikasi untuk melakukan tindakan
atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau
harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah
menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran
kemih, harus segera dikeluarkan.

1. Ureterorenoskopi
Ureterorenoskopi merupakan salah satu prosedur pengangkatan batu dengan
menggunakan sebuah alat yang disebut ureterorenoskop yang dimasukkan ke ureter dan

10
kandung kemih. Uretra adalah saluran terakhir untuk keluarnya urine dari kandung
kemih ke luar tubuh.
2. Bedah terbuka
Prosedur ini sebenarnya sudah tergolong jarang dan hanya dilakukan untuk mengangkat
batu yang berukuran sangat besar. Sesuai namanya bedah terbuka dilakukan dengan
cara membuat sayatan pada permukaan kulit dekat dengan ginjal dan ureter yang
berfungsi sebagai akses bagi dokter bedah untuk mengangkat batu.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy atau yang disingkat dengan ESWL ini
merupakan prosedur penghancuran batu dengan menggunakan gelombang energi. Batu
dihancurkan agar sepihan-sepihannya dapat keluar dengan mudah.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a.Data objektif mencakup :
a) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya.
b) Mengeluh nyeri akut
c) Penurunan saluran urine/kandung kemih penuh,rasa terbakar,dan dorongan
berkemih.
d) Mual,muntah,nyeri tekan abdomen.
e) Tidak minum air putih dengan cukup.
b. Data objektif meliputi :
a) Peningkatan tekanan darah dan nadi.
b) Kulit pecat,oliguria,hamaturia.
c) Perubahan pola berkemih.
d) Distensi abdominal,penurunan atau tidak ada bising usus.
e) Muntah,nyeri tekan pada area bagian ginjal pada saat di palpasi.
c.Riwayat penyakit sekarang
a) Penurunan saluran urin,kandung kemih,dan rasa terbakar.
b) Nyeri abdomen,nyeri panggul dan nyeri punggung.
c) Nyeri pada saat kencing,lamanya nyeri serta demam.
d.Riwayat penyakit terdahulu
a) Riwayat adanya ISK kronis

11
b) Obstruksi sebelumnya.
c) Riwayat kholik ginjal/b;adder tanpa batuyang keluar.
e. Riwayat penyakit keluarga
a) Riwayat adanya ISK kronis.
b) Penyakit/kelainan gagak ginjal lainnya.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dari proses keperawatan setelah
dilakukan pengkajian keperawatan.
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma sekunder terhadap batu ginjal.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik dan iritasi
ginjal
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplay oksigen.
5) Risiko infeksi berhubungan dengan traum jaringan.
6) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Keperawatan adalah sebuah proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, 58 menurunkan, serta
mengurangi masalah-masalah klien (Syafridayani, 2019).
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma sekunder terhadap batu ginjal.
• Tujuan :nyeri berkurang/hilang sampai terkontrol
• Kriteria :Nampak relaks,pasie dapat tidur/istirahat dengan tepat
• Intervensi :
1. Mengobservasi nyeri
2. Jelaskan hal-hal yang dapat mempengaruh nyeri
3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam maupun distraksi
4. Kolaborasi pembeian analgetik.
7) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik dan iritasi
ginjal
• Tujuan :berkemih dengan jumlah yang normal dari pola biasanya.
• Kriteria hasil: tidak mengalami tanda obstruksi
• Intervensi :
1. Awasi pengeluaran dan pemasukan urine

12
2. Tentukan pola berkemih pasien dan pehatikan variasi .
3. Periksa urine pasien
4. Awasi pemeriksaan laboratorium,seperti elektrolit dan kreatinin.
5. Kolaborasi pemberian analgetic,jika perlu
8) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
• Tujuan :mempertahankan cairan yang adekuat
• Kriteria hasil : tanda vital dan berat badan dalam rentang normal,
nadi perifer normal,mukosa bibir lembab,turgor kulit elastis.
• Intervensi :
1. Awasi intake dan output cairan
2. Awasi tanda vital,turgor kulit dan membrane mukosa.
3. Beri cairan intrqa vena.
4. Timbang berat badan
5. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 liter sesuai toleransi jantung
9) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplay oksigen.\
• Tujuan : berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi pasien
• Kriteria hasil :menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
• Intervensi :
1. Kaji faktor yang menimbulkan kelelahan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam beraktivitas perawatan diri yang
dapat ditoleransi.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambal beristirahat.
4. Kolaborasi pemberian oksigen
10) Risiko infeksi berhubungan dengan traum jaringan.
• Tujuan : tidak mengalami tanda dan gejala infeksi.
• Kriteria hasil : tanda vital dalam batas normal,nilai leukosit dalam
batas normal.
• Intervensi :
1. Awasi tanda-tanda vital
2. Awasi peningkatan sel darah putih
3. Kolaborasi pemberian antibiotic
4. Menangani infeksi

13
11) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
• Tujuan : mempertahan kan keseimbangan cairan
• Kriteria hasil :tanda-tanda vital normal,hematokrit daalam batas normal.
• Intervensi :
1. Timbang berat badan pasien
2. Ukur intake dan output cairan
3. Medeteksi retensi urine
4. Pantau jumlah dan karakteristik urine
5. Pantau tanda-tanda vital
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap pelaksanaan dalam
proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan pelaksanaan
yang akan mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan yang sudah ditetapkan. Implementasi keperawatan ini juga
mengacu pada kemampuan perawat baik secara praktik maupun intelektual (Lingga,
2019).

5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah 66 ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap, 2019).

Terdapat dua jenis evaluasi, diantaranya :

a. Evaluasi Formatif (Proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data
dan perencanaan.

14
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau
dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan): Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)


Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan
evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan
implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan.Hal ini bisa di laksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Urothiliasis atau batu saluran kemih adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan
oksalat,(batu ginjal )pada ureter atau pada daerah ginjal.mekanisme terbentuknya batu pada
saluran kemih atau dikenal urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
fakto predisposisi terjadinya batu antara lain : peningkatan konsentrasi larutan urin dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih
atau stasis urinr menyajikan sarang untuk pembentukan batu.

Penatalaksanaan urothiliasis ini dapat dilakukan dengan terapi (untuk mengatasi


infeksi,meredakan rasa nyeri) dan juga dengan pengaturan makan (pola diet khusus)
tergantuk kasus batu yang dialami. Namun apabila sudah tergolong parah (sudah terjado
bendungan dan letak serta ukuran batu yang sudah membahayakan) maka penderita harus
dioperasi.

3.2Saran
Batu saluran kandung kemih merupakan salah satu jenis penyakit yang manifestasi
klinisnya tidak selalu terasa ataupun terlihat, tidak jarang pasien dating dengan keadaan ginjal
yang sudah rusak parah. Untuk mencegah batu saluran kandung kemih,pola makan atau pola
diet serta kebiasaan hidup harus dapat diubah menjadi lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Angelina, B. (2016). Buku ajar keperawatan medikal bedah (5th ed) Jakarta: EGC.
Brunner, & Suddrath. (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC.
Guyton, & Hall. (2016). Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. Singapore: Elsevier.
Kurniawan, R., Tarmono, & Rahaju, A. S. (2019). PROFIL PASIEN BATU SALURAN
KEMIH DI SMF UROLOGI RSUD DR.SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI
2016-DESEMBER 2016. Universitas Airlangga.
Launcher M3 Keperawatan,PT.Yapindo Jaya Abadi: Keperawatan Medikal Bedah II Asuhan
Keperawatan dengan Urothiliasis.(2022)
Trisnawati, E., & Jumenah, J. (2018). Konsumsi Makanan yang Beresiko terhadap Kejadian
Batu Saluran Kemih. Jurnal Vokasi Kesehatan, 4(1), 46.
https://doi.org/10.30602/jvk.v4il.10
Wahid, & Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:TIM.

17

Anda mungkin juga menyukai