Anda di halaman 1dari 13

RESUME HUKUM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN KETENTUAN

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN


TERBATAS

Disusun Oleh:
Natalia Karelina
110620190003
Kelas A

A. PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan
Perseroan Terbatas sebelum membahas secara lebih lanjut. Perseroan Terbatas menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan (selanjutnya
disebut “UUPT”) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi atas saham dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam UUPT maupun
peraturan pelaksananya. Dari definisi Perseroan Terbatas ini, kita mengetahui
unsur-unsur pokok agar suatu persekutuan atau badan tertentu dapat dikatakan
sebagai Perseroan Terbatas. Dengan demikian, dalam mendirikan suatu Perseroan
Terbatas, maka terdapat beberapa unsur yang perlu dipenuhi agar persekutuan atau badan
tersebut dapat dikategorikan sebagai Perseroan Terbatas. Dari Pasal 1 angka 1 UUPT,
karena didirikan berdasarkan perjanjian, maka suatu Perseroan Terbatas harus didirikan
oleh 2 (dua) orang atau lebih mengingat definisi perjanjian dalam Hukum Perdata
Indonesia pada dasarnya adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT (“Perseroan Terbatas adalah ….. dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”), maka suatu Perseroan Terbatas harus memenuhi beberapa ketentuan
tertentu yang ditetapkan oleh UUPT dan peraturan lain. Beberapa di antaranya adalah
adanya: 1) maksud, tujuan, serta kegiatan usaha (Pasal 2 UUPT), 2) nama, tempat
kedudukan, dan alamat sesuai tempat kedudukannya dalam wilayah Republik Indonesia
(Pasal 5 UUPT), 3) akta pendirian, 4) anggaran dasar, 5) susunan organ perseroan (Pasal 1
angka 2, Pasal 8 ayat (2), Pasal 75 hingga 121 UUPT), 6) modal dasar, modal ditempatkan,
dan modal disetor (Pasal 31-33 UUPT). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka
pada dasarnya suatu Perseroan Terbatas perlu memiliki hal-hal tersebut di dalamnya.
Dengan demikian, dalam rangka mendirikan suatu Perseroan Terbatas, maka pendiri harus
memikirkan dan mempersiapkan apa yang menjadi maksud dan tujuan perseroan
tersebut, berapa besar jumlah permodalannya, bagaimana dan siapa saja susunan organ
perseroan di dalamnya, dimana tempat kedudukan dan alamat pasti dari Perseroan Terbatas
tersebut. Penjelasan mengenai beberapa hal tersebut akan dijabarkan bersamaan dengan
penjabaran mengenai pendirian Perseroan Terbatas di bawah ini. Meskipun UUPT maupun
beberapa literatur tidak menegaskan bahwa hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib
ada dalam Perseroan terbatas, namun menurut saya:
 Hal-hal tersebut perlu ada dalam suatu Perseroan Terbatas karena undang-undang telah
mensyaratkan demikian dengan rumusan “Perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan…”, “Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan…”, dan lainnya.
Rumusan demikian membuat hal-hal tersebut ada ketika Perseroan Terbatas ada dan

1
menjadi tidak terhindarkan ketika mendirikan dan membentuk suatu Perseroan
Terbatas.
 Sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT di atas yang menyebutkan bahwa suatu PT
adalah badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan, maka hal-hal tersebut di atas juga menjadi salah satu hal-hal
yang perlu ditaati atas suatu Perseroan Terbatas.
 Selain itu, ketentuan mengenai akta pendirian dan anggaran dasar dalam UUPT juga
mewajibkan dicantumkannya hal-hal tersebut di dalamnya. Menurut Pasal 8 UUPT,
dalam akta pendirian wajib dicantumkan identitas direksi, komisaris, serta pemegang
saham beserta rincian sahamnya. Menurut Pasal 15 UUPT, anggaran dasar perseroan
perlu memuat hal-hal diantaranya, nama, tempat kedudukan, besar dan rincian modal,
susunan organ perseroan, dan lainnya. Dengan demikian, hal-hal tersebut perlu ada
dalam suatu Perseroan Terbatas sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan dalam
rangka pendirian Perseroan Terbatas.

Pendirian Perseroan Terbatas diatur secara tegas dalam Pasal 7 UUPT. Menurut Pasal
7 syarat-syarat didirikannya suatu Perseroan Terbatas agar sah menjadi suatu badan hukum
adalah:
 Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih;
 Pendirian berbentuk Akta Notaris;
 Dibuat dalam Bahasa Indonesia;
 Setiap Pendiri wajib mengambil saham;
 Mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Menurut Yahya Harahap, syarat-syarat ini sifatnya kumulatif, bukan


fakultatif/alternatif, yang mana artinya bila satu syarat saja tidak dipenuhi maka
pendiriannya tidak sah.1 Syarat dimana Perseroan Terbatas harus didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih berkesinambungan dengan definisi Perseroan Terbatas dalam Pasal 1
angka 1 di atas bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan yang didirikan berdasarkan
perjanjian (harus 2 (dua) orang atau lebih). Perjanjian pendirian yang harus dibuat dalam
bentuk Akta Notaris dengan berbahasa Indonesia dinamakan akta pendirian.
Sederhananya, akta pendirian merupakan kontrak/perjanjian antar pendiri untuk
mendirikan Perseroan Terbatas.

Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh para pendiri yang hendak melakukan
perjanjian untuk mendirikan Perseroan terbatas di hadapan Notaris (akta partij), dimana
para pendiri dapat pula mengkuasakan kedudukannya ke orang lain (Pasal 8 ayat (3)
UUPT). Pasal 8 UUPT menyatakan bahwa akta pendirian di dalamnya termuat Anggaran
Dasar dan keterangan lainnya terkait pendirian Perseroan Terbatas. Maka dari itu, pada
awal pendirian Perseroan Terbatas, anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian,
yang sudah harus dibuat ketika pendirian Perseroan Terbatas.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUPT, anggaran dasar wajib memuat: 1) nama dan
tempat kedudukan, 2) maksud, tujuan, serta kegiatan usaha, 3) jangka waktu berdirinya
Perseroan, 4) besarnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor, 5) jumlah,
klasifikasi, hak-hak yang melekat, dan nilai nominal saham, 6) nama jabatan dan jumlah
anggota Direksi dan Dewan Komisaris, 7) penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan
RUPS, 8) tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris, 9) tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden. Dari kewajiban
1
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 161.

2
dimuatnya berbagai hal di dalam anggaran dasar tersebut, maka jelas bahwa pendirian
suatu Perseroan Terbatas tidak dapat dilakukan apabila sejak awal tidak memiliki maksud,
tujuan, kegiatan usaha, tempat kedudukan, susunan permodalan, dan organ perseroan. Hal
itu dikarenakan anggaran dasar wajib memuat hal-hal tersebut, dan anggaran dasar
merupakan bagian dari akta pendirian yang harus dibuat untuk mendirikan Perseroan
Terbatas. Apabila tidak, maka akta pendirian dapat dikatakan batal demi hukum
karena sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, maka akta pendirian yang merupakan
perjanjian para pihak tersebut tidak sesuai dengan UUPT atau dengan kata lain
tidak memenuhi syarat “causa yang halal”.

Selain anggaran dasar, akta pendirian juga memuat keterangan lain yang, menurut
Pasal 8 ayat (2) UUPT, sekurang-kurangnya memuat:
- Identitas (nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan) pendiri perseorangan, anggota Direksi, dan anggota Dewan
Komisaris.
- Nama, tempat kedudukan, alamat, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum
dari menteri atas pendiri berbentuk Perseroan Terbatas;
- Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian atas saham beserta rincian dan
nilai saham yang telah ditempatkan dan disetor.

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendirikan suatu Perseroan
Terbatas maka perlu dipersiapkan pula para pihak yang akan menjadi pemegang saham,
anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris. Hal itu dikarenakan, keterangan lain
dalam akta pendirian wajib memuat hal-hal tersebut. Apabila tidak, maka akta
pendirian dapat dikatakan batal demi hukum karena bertentangann dengan Pasal
1320 KUHPErdata, sebagaimana tersebut di atas. Selain itu, perlu dipersiapkan dan
diperjanjikan pula besar permodalan rincian kepemilikan saham antara pendiri, karena hal
tersebut juga harus dimuat dalam akta pendirian.

Terkait modal Perseroan Terbatas, ada ketentuan dalam UUPT mengenai modal yang
harus dipenuhi sehingga besarnya perincian modal serta saham para pendiri tidak
dapat ditetapkan secara bertentangan dengan ketentuan UUPT tersebut. Hal itu
diatur dalam Pasal 31-36 UUPT. Modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
Nilai nominal saham, dengan demikian, mencerminkan jumlah modal dasar yang dimiliki
Perseroan Terbatas tersebut. Modal dasar Perseroan Terbatas minimal berjumlah Rp
50.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dimana 25% dari jumlah tersebut harus ditempatkan
dan disetor secara penuh. Menurut Yahya Harahap, modal ditempatkan adalah jumlah
saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada
yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Sedangkan modal disetor adalah
saham yang sudah dibayar penuh oleh pemiliknya kepada perseroan atau dengan kata lain,
modal yang sudah dimasukan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham dari
modal ditempatkan yang telah diambilnya.2 Akan tetapi, menurut Pasal UUPT pendiri atau
pemegang saham harus melakukan penyetoran penuh atas modal ditempatkan dan disetor.
Artinya, pendiri atau pemegang saham tidak dapat mengambil modal ditempatkan dan
melakukan penyetoran secara mengangsur, tetapi modal ditempatkan yang akan
diambilnya harus disetorkan penuh sehingga secara bersamaan menjadi modal disetor. Hal
itu juga sesuai dengan pendapat Yahya Harahap dimana penyetoran atas saham tidak dapat
dilakukan secara mengangsur.3
2
Ibid, hlm. 236.
3
Ibid, hlm. 237.

3
Setelah dibuatnya akta pendirian di hadapan Notaris, maka pendiri harus mengajukan
permohonan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh
pengesahan badan hukum. Permohonan diajukan melalui sistem administrasi badan hukum
secara elektronik dengan memuat informasi seperti nama dan tempat kedudukan perseroan,
jangka waktu berdirinya perseroan, maksud, tujuan, serta kegiatan usaha perseroan, jumlah
modal dasar, ditempatkan, dan disetor, serta alamat perseroan (menurut Pasal 9 UUPT).
Pihak yang dapat mengajukan permohonan tersebut adalah pendiri atau Notaris yang
memperoleh kuasa dari pendiri. UUPT hanya mengatur bahwa permohonan diajukan
oleh pendiri atau notaris, tanpa menegaskan apakah pendiri tersebut dapat
merupakan salah satu dari pendiri saja, salah satu pendiri yang mewakili pendiri lain,
atau harus merupakan pendiri secara bersama-sama.

Permohonan keputusan pengesahan badan hukum harus diajukan dalam waktu 60


(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani (Pasal 10 ayat (1)
UUPT. Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan pula dokumen pendukung, dan
kemudian menteri akan memeriksa permohonan tersebut. Apabila dokumen dan informasi
yang dilampirkan secara elektronik sudah lengkap, maka menteri dapat mengeluarkan
pernyataan tidak keberatan atas pengajuan permohonan pengesahan badan hukum tersebut.
Setelah itu, pemohon wajib memberikan surat permohondan dan dokumen secara fisik
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. Apabila sudah sesuai maka menteri akan mengeluarkan
keputusan pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas yang ditandatangani secara
elektronik. Apabila akta pendirian tidak diajukan permohonan pengesahan badan hukum
setelah lewat waktu 60 (enam puluh) hari, maka menurut Pasal 10 ayat (9) UUPT, akta
pendirian menjadi batal dan perseroan tersebut bubar menurut hukum. Perseroan
memperoleh statusnya sebagai badan hukum terhitung sejak tanggal dikeluarkannya surat
keputusan pengesahan badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Menteri mencantumkan data perseroan terkait Perseroan Terbatas ke dalam Daftar


Perseroan. Menurut Pasal 29 UUPT, data perseroan dalam Daftar Perseroan pada dasarnya
mencantumkan seluruh data terkait Perseroan terbatas serta perubahan-perubahannya di
kemudian hari, seperti nama, tempat kedudukan, alamat, maksud, tujuan, kegiatan usaha,
nomor dan tanggal akta pendirian, nomor dan tanggal surat pengesahan menteri, identitas
pemegang saham, anggota direksi, maupun komisaris, perubahan anggaran dasar, dan
lainnya. Setelah perseroan memperoleh status badan hukum, maka menurut Pasal 30
UUPT, menteri melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara terkait akta
pendirian dan keputusan pengesahan badan hukum dari perseroan tersebut. Dengan
dilakukannya pengumuman tersebut, maka pendirian dan kedudukan Perseroan
Terbatas sebagai badan hukum telah memenuhi aspek publisitas sehingga pendirian
serta kedudukannya juga dianggap berlaku bagi pihak ketiga.

B. TUGAS, KEWENANGAN, DAN TANGGUNG JAWAB MASING-MASING


ORGAN PERSEROAN BESERTA PENGECUALIANNYA

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Berdasrkan Pasal 1 angka 4 UUPT, Rapat Umum Pemegang Saham adalah


organ perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan pada Direksi atau
Dewan Komisaris, sesuai peraturan yang berlaku dan anggaran dasar. RUPS

4
bertugas untuk memberikan keputusan RUPS setelah dilakukannya rapat sesuai
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar yang berlaku. Menurut Pasal
78 UUPT, RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang diadakan
setiap waktu sesuai kebutuhan perseroan.

Menurut UUPT, RUPS memiliki beberapa tugas dan kewenangan seperti


halnya:4
 Melakukan RUPS pertama dan menetapkan keputusan yang menyatakan
secara tegas untuk menerima atau mengambil alih semua hak dan
kewajiban yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan pendiri
sebelum perseroan didirikan (Pasal 13 UUPT). Contoh: pembelian ruko,
kantor, atau perlengkapan lainnya sebelum perseroan didirikan;
 Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan seluruh anggita Direksi,
Dewan Komisaris, dan pendiri sebelum perseroan memiliki status badan
hukum, dengan syarat semua pemegang saham menyetujui RUPS
tersebut (Pasal 14 ayat (4) UUPT);
 Menetapkan perubahan anggaran dasar (Pasal 19 ayat (1) UUPT);
 Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut
saham yang dikeluarkan perseroan (Pasal 38 ayat (1));
 Menyetujui rencana kerja tahunan, apabila anggaran dasar menentukan
demikian (Pasal 64 UUPT);
 Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan
serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris (Pasal 69 ayat (1));
 Memutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan wajib dan cadangan lain 9Pasal 71 ayat (1)
UUPT;
 Mengangkat anggota Direksi serta menetapkan besarnya gaji dan
tunjangan mereka (Pasal 94 ayat (1) dan Pasal 96 UUPT). RUPS juga
memiliki kewenangan untuk memberhentikan anggota Direksi (Pasal 105
ayat (2) UUPT);
 Menetapkan pembagian tugas antar anggota Direksi (Pasal 92 ayat (5)
UUPT);
 Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengajukan permohonan
pailit atas Perseroan Terbatas (Pasal 104 ayat (1) UUPT);
 Mengangkat anggota Dewan Komisaris, menetapkan gaji dan tunjangan
bagi mereka, serta mengangkat Komisaris Independen ( Pasal 111 ayat
(1), Pasal 113, dan Pasal 120 ayat (2) UUPT);
 Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengalihkan atau
menjaminkan harta perseroan yang bernilai lebih dari 50% aset perseroan
(Pasal 102 ayat (1) UUPT);
 Memberi persetujuan atas merger, akuisisi, konsolodasi, atau pemisahan
perseroan (Pasal 127 ayat (1) UUPT);
 Memberi keputusan terkait pembubaran perseroan (Pasal 142 ayat (1)
huruf a UUPT).

Kewajiban, kewenangan, pembatasan, maupun pengecualian kewenangan


Rapat Umum Pemegang Saham ditentukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar. Apabila menurut anggaran dasar
terdapat kewenangan Rapat Umum pemegang Saham yang tidak diberikan
4
Ibid, hlm. 307-308.

5
kepadanya dalam UUPT, maka Rapat Umum Pemegang Saham tetap dianggap
memiliki kewenangan tersebut.

RUPS, khususnya para pemegang saham secara pribadi di dalamnya, tidak


bertanggung jawab secara priadi atas perikatan yang timbul untuk dan atas nama
Perseroan Terbatas. Hal itu sesuai Pasal 3 UUPT. Namun, dalam ayat (2) dari
pasal tersebut, pemegang saham dapat dikecualikan dari pembatasan tanggung
jawabnya apabila: perseroan belum berbadan hukum, terlibat dalam perbuatan
melawan hukum yang dilakukan perseroan, secara langsung ataupun tidak dengan
itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi, atau secara
langsung atau tidak langsung menggunakan kekayaan perseroan sehingga
perseroan tidak dapat bayar utang. Hal ini lebih lanjut akan dijelaskan dalam
Bagian C mengenai Hak dan Kewajiban Pemegang saham.

2. Direksi

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UUPT, Direksi adalah organ perseroan yang


berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik itu di
dalam maupun di luar pengadilan. Ketentuan tersebut dipertegas dalam Pasal 92,
Pasal 97, dan Pasa 98 UUPT. Segala perikatan, utang piutang, maupun hal apapun
untuk dan atas nama Perseroan, dilakukan serta diwakili atas nama Direksi dan
dtujukan kepada Direksi yang bersangkutan. Tugas, kewenangan, dan tanggung
jawab Direksi untuk mengurus perseroan diberikan secara hukum menurut
undang-undang (yang ditegaskan kembali dalam anggaran dasar) sehingga
tidak perlu lagi surat kuasa.

Dari ketentuan tersebut, maka dapat diartikan bahwa tanggung jawab untuk
mengurus perseroan berada secara penuh pada Direksi. Dalam penjelasan Pasal 92,
pengurusan yang dimaksud adalah terkait urusan sehari-hari dari perseroan,
sehingga ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Direksi atas pengurusan
perseroan ini diartikan secara luas. Hal itu senada dengan yang dikatakan Yahya
Harahap dimana pada dasarnya kewenangan Direksi dalam mengurus perseroan
tidak terbatas dan tidak bersyarat, akan tetapi dalam beberapa hal tertentu
dapat dibatasi bila undang-undang atau anggaran dasar mengaturnya.5 Hal
itu sesaui dengan yang tercantum pada Pasal 98 ayat (2).

Tugas, kewajiban, serta kewenangan Direksi pada dasarnya dapat diatur lebih
lanjut dalam anggaran dasar, keputusan RUPS, maupun keputusan Direksi
(sebagaimana dalam Pasal 92 ayat (5) dan ayat (6) UUPT). Hal ini khususnya
terjadi apabila dalam satu Perseroan Terbatas terdapat lebih dari 1 (satu) anggota
Direksi. Ada beberapa pula pembatasan atau pengecualian tugas dan kewenangan
Direksi yang ditentukan di peraturan perundang-undangan. Contoh dari
pembatasan dan/atau pengecualian kewenangan Direksi adalah:
 Pasal 102 ayat (1) UUPT menentukan bahwa untuk mengalihkan atau
menjaminkan aset perseroan yang bernilai lebih dari 50% total aset perseroan,
harus dilakukan dengan persetujuan RUPS terlebih dahulu.
 Apabila anggaran dasar menentukan bahwa untuk meminjam uang atas nama
perseroan atau menarik uang di bank harus dengan persetujuan Dewan
5
Ibid, hlm. 350.

6
Komisaris, maka Direksi harus meminta persetujuan Dewan Komisaris
terlebih dahulu;
 Menurut Pasal 98 ayat (2) UUPT ditentukan bahwa dalam hal anggota direksi
lebih dari satu maka semua direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali
apabila diatur dalam anggaran dasar. Itu artinya apabila ditentukan
pemisahan kewenangan dalam anggaran dasar, maka tidak semua anggota
direksi berwenang melakukan suatu macam pengurusan tertentu. Dalam hal
ini, ada pembatasan dan pengecualian kewenangan Direksi. Misalkan,
Direktur keuangan tidak bertanggung jawab dan tidak berwenang
mengikatkan perseroan untuk urusan personalia dengan karyawan, untuk
urusan perdagangan barang, dan lainnya, apabila diatur demikian dalam
anggaran dasar. Atau apabila ditetapkan bahwa hanya Direktur Utama dan
Wakil Direktur Utama yang berwenang mewakili perseroan;
 Menurut Pasal 104, permohonan pailit atas perseroan dapat diajukan Direksi
dengan terlebih meminta persetujuan RUPS;
 Berdasarkan Pasal 99 UUPT, anggota Direksi tidak berwenang mewakili
perseroan apabila terjadi perkara pengadilan antara perseroan dengan anggota
direksi yang bersangkutan, atau apabila anggota direksi tersebut memiliki
benturan kepentingan dengan perseroan (untuk mencegah conflict of
interests).

Ada beberapa hal yang menurut UUPT secara khusus menjadi kewajiban
dan tanggung jawab Direksi, seperti:
 Pasal 50 ayat (1) UUPT mengatur bahwa Direksi mengadakan dan
menyimpan Daftar Pemegang Saham (berisi nama dan alamat pemegang
saham, jumlah penyetorsan saham, nomor, tanggal, jumlah, serta klasifikasi
saham, dan lainnya);
 Pasal 50 ayat (2) UUPT mewajibkan Direksi untuk mengadakan dan
menyimpan daftar khusus mengenai saham anggota Direksi dan Dewan
Komisaris beserta keluarganya atas Perseroan Terbatas dan/atau pad
perseroan lain, serta tanggal perolehannya. Berkaitan dengan hal itu, sebelum
daftar khusus ibuat, Direksi wajib menyampaikan laporan terkait kepemilikan
saham anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta keluarganya kepada
Perseroan Terbatas (Pasal 101 ayat (1) UUPT);
 Pasal 100 ayat (1) UUPT juga menegaskan bahwwa Direksi wajib membuat
risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan risalah rapat Direksi;
 Menurut Pasal 100 ayat (1) dan (2) UUPT, Direksi juga wajib membuat
laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan Terbatas, serta memelihara
seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan Terbatas di tempat
kedudukan Perseroan Terbatas;
 Menurut Pasal 100 ayat (3) UUPT, Direksi memberi izin kepada pemegang
saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS,
laporan tahunan, maupun untuk memperoleh salinan risalah RUPS dan
laporan tahunan tersebut. Pemberian izin.Hal itu dilakukan setelah adanya
permohonan dari RUPS.

Patokan bagi Direksi untuk menjalankan pengurusan perseroan adalah


kesesuaiannya dengan maksud dan tujuan Perseroan (sesuai bunyi Pasal 1 angka 5
UUPT). Direksi harus mengurus perseroan sesuai kepentingan perseroan. Selain

7
itu, dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, Direksi harus mendasarkan
pada:
 Prinsip Good Corporate Governance (pengelolaan perusahaan yang baik)
 Prinsip business judgement rule, yakni Direksi harus mengandalkan segala
pemahaman dan penilaiannya sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang
tepat dan sesuai dengan kelaziman dunia usaha (common business practice);
dan
 Prinsip fiduciary duty, yakni dimana Direksi harus mengedepankan
kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan berpegang kepada
kepercayaan tersebut, maka Direksi harus bertanggung jawab untuk mengurus
perseroan sebaik mungkin demi kepentingan perseroan untuk tujuan yang baik
dan wajar, dengan penuh itikad baik serta loyalitas.

Pada dasarnya, tanggung jawab Direksi sebatas mengurus perseroan dan


mewakilinya di dalam atau di luar pengadilan, sehingga segala bentuk tanggung
jawab ditujukan kepada perseroan yang diwakilinya dan Direksi tidak bertanggung
jawab secara pribadi. Namun demikian, ada pengecualian lagi untuk tanggung
jawab Direksi yang demikian. Dalam Pasal 97 UUPT, diatur bahwa Direksi
memiliki tanggung jawab untuk menanggung kesalahan apabila pihaknya
melakukan kelalaian dalam menjalankan perusahaan sehingga menimbulkan
kerugian bagi perseroan. Dalam hal ini, salah satu tanggung jawab Direksi adalah
bertanggung jawab atas apa yang disebabkan dari kelalaian kepengurusannya
terhadap Perseroan Terbatas.

3. Dewan Komisaris

Dalam Pasal 1 angka 6 UUPT, Dewan Komisaris adalah organ perseroan


yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dari pasal tersebut, dapat
dilihat adanya 2 (dua) kewenangan utama yang dimiliki Dewan Komisaris, yakni
mengawasi Perseroan Terbatas dan memberi nasihat kepada Direksi selaku organ
yang mengurus perseroan. Perlu diperhatikan bahwa apabila Dewan Komisaris
terdiri dari lebih dari 1 (satu) anggota, maka Dewan Komisaris tersebut bertindak
sebagai majelis sehingga tidak dapat bertindak sendiri-sendiri (Pasal 108 ayat (4)
UUPT). Hal ini merupakan pembatasan utama yang diwajibkan UUPT terhadap
pelaksanaan tugas dan kewenangan Dewan Komisaris.

Dewan Komisaris melakukan pengawaan terhadap kebijaksanaan pengurusan


perseroan yang dilakukan Direksi dan mengenai jalannya pengurusan pada
umumnya (Pasal 108 UUPT).Pengawasan dan pemberian nasihat oleh Dewan
Komisaris juga dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan perseroan.
Pengawasan dapatdilakukan dengan antara lain: 1) melakukaan audit keuangan
untuk keluar masuknya kas Perseroan Terbatas, 2) mengawasi struktur organisasi
Perseroan Terbatas dengan melakukan audit, menilai apakah efisien atau tidak,
bagaimana hubungan dan kelancaran internal maupun antar organisasi, dan
lainnya, 3)mengawasi urusan personalia.6 UUPT tidak merinci ruang lingkup dari
“pemberian nasihat” oleh Dewan Komisaris. Namun, pemberian nasihat juga
dapat dilakukan terkait pembuatan rencana kerja, agar sesuai dengan prinsip good
corporate governance, maksud, tujuan, dan kepentingan perseroan. Menurut Pasal

Ibid, hlm. 439.


6

8
114 UUPT, Dewan Komisaris wajib untuk melakukan tugasnya dengan itikad baik
dan didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Pasal 114 ayat (2) UUPT, tugas dan
tanggung jawab Dewan Komisaris juga merupakan tugas dan tanggung jawab
yang dipikul setiap anggota Dewan Komisaris.

Selain tanggung jawab Dewan Komisaris terkait pengawasan dan pemberian


nasihat, Dewan Komisaris juga memiliki tanggung jawab lain sebagai berikut:
 Apabila terjadi kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan
tugas pengawasan dan pemberian nasihatnya, maka setiap anggota Dewan
Komisaris bertanggung jawab secara priadi (Pasal 114 ayat (3) UUPT).
Tanggung jawab pribadi ini dapat dikesampingkan atau dikecualikan
apabila dapat dibuktikan bahwa pengawasan telah dilakukan sebagaimana
mestinya, anggota Dewan Komisaris tersebut tidak memiliki kepentingan
pribadi terkait pengurusan perseroan, atau dapat dibuktikan telah memberikan
nasihat kepada Direksi untuk mencegah kerugian.
 Apabila Perseroan Terbatas pailit, anggota Dewan Komisaris dapat memiliki
tanggung jawab yuridis apabila kepailitan disebabkan kearena kesalahan atau
kelalaian pengawasan Dewan Komisaris atau bila harta perseroan tidak cukup
untuk membayar kewajiban kepada para kreditornya (Pasal 115 UUPT).

Dalam hal kewenangan, Dewan Komisaris memiliki kewenangan untuk


memberikan persetujuan maupun bantuan kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 115 UUPT serta akan
berlaku apabila diatur demikian dalam anggaran dasar dan hanya merupakan
kewenangan, bukan tugas yang melekat pada Dewan Komisaris seperti
halnya pengawasan dan pemberian nasihat. Kewenangan untuk memberikan
persetujuan dapat terjadi apabila anggaran dasar Perseroan Terbatas menentukan
bahwa untuk melakukan perbuatan tertentu (seperti menjaminkan aset perseroan,
meminjam uang pihak lain, mengambil uang perseroan) dapat dilakukan Direksi
dengan persetujuan Dewan Komisaris. Terkait kewenangan pemberian bantuan,
Pasal 117 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa yang dimaksud dengan bantuan
yang dapat diberikan adalah tindakan Dewan Komisaris yang mendampingi
Direksi untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.

Selain kewenangan pemberian bantuan maupun persetujuan, menurut Pasal


118 UUPT, Dewan Komisaris juga dapat memiliki hak dan kewenangan untuk
melakukan tindakan pengurusan perseroan, apabila hak dan kewenangan
tersebut diberikan melalui anggaran dasar atau keputusan RUPS. Dewan
Komisaris dapat melakukan tindakan kepe
ngurusan apabila terdapat keadaan tertentu: 1) apabila seluruh anggota Direksi
memiliki conflict of interest terhadap perseroan, 2) apabila seluruh anggota
Direksi berhalanagan atau diberhentikan (Penjelasan Pasal 118 UUPT yang
mengacu pada Pasal 99 ayat (22) huruf b dan Pasal 107 huruf c).

C. HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM

Pemegang saham pada dasarnya adalah pihak yang memiliki bagian penyertaan
modal atas Perseroan Terbatas dalam bentuk saham. Apa yang menjadi hak dan
kewajiban pemegang saham bergantung pada definisi serta kedudukan saham dalam

9
suatu Perseroan Terbatas. Sesuai Pasal 1 angka 1 dan juga Pasal 31, modal Perseroan
Terbatas terbagi/terdiri atas saham sehingga saham merupakan bentuk penyertaan
modal yang dilakukan oleh pihak tertentu terhadap Perseroan. Singkatnya, melalui
saham, suatu pihak dapat dikatakan telah melakukan investasi dengan turut
memberikan modal dalam Perseroan dengan harapan untuk memperoleh keuntungan
atau deviden dari pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan Terbatas. Oleh karenanya,
melalui saham, maka pemegang saham memiliki hak dan kewajiban/tanggung jawab
tertentu atas Perseroan Terbatas.

1. Hak Pemegang Saham

a. Hak untuk Memperoleh Deviden atas Perseroan Terbatas dan Berpartisipasi


atas Sisa Aset Hasil Likuidasi

Menurut Pasal 52 ayat (1) huruf b UUPT, saham memberikan hak


kepada pemilikya untuk menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan
hasil likuidasi. Sisa kekayaan hasil likuidasi dapat berupa modal perseroan
yang tersisa atau dapat berupa sisa modal beserta keuntungan tertentu dari
perseroan.

b. Hak untuk Berpartisipasi dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Melihat pada ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf a UUPT, saham


memberikan hak suara kepada pemiliknya, sehingga pemiliknya dapat
menghadiri, berpartisipasi, dan menggunakan hak suaranya dalam rapat serta
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Rapat Umum Pemegang Saham
itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu forum yang dapat mengeluarkan
keputusan yang mempengaruhi kegiatan dari Perseroan Terbatas, dimana di
dalamnya terdiri dari para pemegang saham. Sehingga pemegang saham
sudah tentu berhak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham tersebut. Hak pemegang saham untuk terlibat dalam
Rapat Umum Pemegang Saham juga dipertegas dalam Pasal 85 UUPT
dimana pemegang saham, baik sendiri ataupun diwakili, berhak menghadiri
Rapat Umum Pemegang Saham dan menggunakan hak suaranya sesuai
jumlah saham yang dimilikinya. Pengaturan ini berkaitan dengan Pasal 84
UUPT dimana satu saham memiliki satu suara, sehingga jumlah suara yang
dimiliki dan dapat digunakan oleh pemegang saham bergantung pada jumlah
saham yang dimilikinya. Dengan demikian, jumlah saham yang dimiliki
pemegang saham di satu sisi memberikan hak suara kepada pemegang
saham, namun di sisi lain juga membatasi suara pemegang saham.

c. Hak untuk Memperoleh Penjelasan dari Direksi

Menurut Pasal 92 ayat (1) UUPT, Direksi adalah pihak yang menjalankan
kepengurusan Perseroan Terbatas. Lebih lanjut, dalam Pasal 98 ayat (1) UUPT,
Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Oleh karenanya,
segala hal terkait pengurusan Perseroan Terbatas merupakan tugas Direksi
untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkannya termasuk kepada
pemegang saham. Pasal 75 ayat (3) UUPT bahwa pemegang saham dalam
RUPS berhak memperoleh penjelasan dari Direksi.

10
d. Hak untuk Menjaminkan Sahamnya

Menurut Pasal 60 ayat (1) UUPT, saham dikategorikan sebagai benda


bergerak. Berdasarkan Pasal 61 ayat (2), saham dapat diagunkan dengan gadai
atau fidusia, sepanjang tidak diatur lain dalam anggara dasar.7 Dari
ketentuan-ketentuan tersebut, maka pemegang saham memiliki hak untuk
menjadikan saham miliknya sebagai agunan terhadap suatu utang tertentu.

e. Hak untuk Memindahkan Hak atas Sahamnya

Sehubungan dengan kedudukan saham sebagai suatu benda yang dapat


dialihkan, maka saham juga dapat dipindah tangankan (jual beli, hibah, tukar
menukar, dan lainnya). Pemegang saham berwenang untuk
memindahtangankan saham, selaku pemilik yang berwenang atas saham. Hal
ini terkait dengan Pasal 56 UUPT dimana pemindahan hak atas saham
dilakukan melalui akta pemindahan hak. Hak pemegang saham untuk
memindahtangankan saham dapat dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan maupun anggaran dasar yang berlaku, seperti halnya
tertera dalam Pasal 57 UUPT.8

f. Hak untuk Memperoleh Penawaran Terlebih Dahulu terkait Pemindahan Hak


atas Saham (Right of First Refusal)

Mengacu kembali pada Pasal 57 UUPT, apabila dalam anggaran dasar


diharuskan bahwa pemindahan hak milik atas saham dapat dilakukan dengan
penawaran terlebih dahulu kepada pemegang saham yang lain, maka
pemegang saham lain memiliki hak untuk memperoleh penawaran terlebih
dahulu sebelum saham ditawarkan ke pihak lain. Dengan ini, maka
pemegang saham lain pada dasarnya memiliki hak untuk membeli saham
terlebih dahulu, sebelum saham itu ditawarkan dan beralih ke pihak lain.

g. Hak untuk Memperoleh Penawaran Terlebih Dahulu terkait Pengeluaran


Saham Portepel (Preemtive Right)

Pasal 43 UUPT mengatur bahwa pemegang saham yang ada (existing)


berhak untuk memperoleh penawaran terlebih dahulu atas saham portepel
yang hendak dikeluarkan Perseroan Terbatas dalam rangka penambahan
modal.9 Hal ini diwajibkan dalam UUPT untuk mencegah turunnya

7
Hal itu dapat dipahami mengingat saham merupakan suatu objek yang di dalamnya mengandung hak dan dapat
dimiliki oleh subjek hukum. Dengan demikian, sesuai Pasal 499 KUHPerdata, saham dapat dikategorikan sebagai
benda (zaak) dalam hukum perdata. Saham memberikan hak bagi pemegang saham atas untuk memperoleh suatu
prestasi tertentu (pemberian deviden) maupun untuk melaksanakan suatu hal tertentu (memberikan suara), yang mana
memiliki nilai ekonomi dan dapat diperdagangkan. Dari argumentasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa saham
memenuhi kategori untuk dikatakan sebagai benda (zaak) yang dapat dimiliki, dipindahtangankan, dan menjadi objek
dalam suatu perikatan, termasuk untuk dijaminkan.
8
Menurut Pasal 57 UUPT, dalam anggaran dasar dapat ditentukan persyaratan sebelum pemegang saham dapat
mengalihkan sahamnya kepada pihak lain, seperti keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu kepada
pemegang saham yang lain, keharusan memperoleh persetujuan dari organ perseroan, atau keharusan memperoleh
persetujuan dari instansi tertentu.
9
Maksudnya adalah apabila Perseroan Terbatas hendak menambah modal ditempatkan dan disetor dari nilai
modal dasar yang belum dikeluarkan (saham portepel), maka saham yang dikeluarkan atas modal yang hendak

11
persentase nilai kepemilikan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas
tersebut (delusi saham).

h. Hak untuk Meminta Diselesanggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham

Pasal 79 UUPT mengatur bahwa pemegang saham (1 orang atau lebih


yang bersama-sama mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah saham dengan hak
suara, kecuali ditentukan lain secara lebih kecil dalam anggaran dasar) dapat
mengajukan permintaan untuk diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang
Saham, yang disampaikan kepada Direksi dengan menyertai alasannya.
Apabila Direksi ataupun Dewan Komisaris tidak kunjung menyelenggarakan
rapat tersebut maka menurut Pasal 80, pemegang saham tersebut mempunyai
hak pula untuk mengajukan permohonan izin kepada ketua pengadilan
negeri10 untuk dapat melakukan panggilan Rapat Umum Pemegang Saham
atau untuk diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham, apabila
beberapa syarat tertentu terpenuhi.

i. Hak Mengajukan Gugatan ke Pengadilan

Pasal 61 UUPT mengatur bahwa setiap pemegang saham berhak


mengajukan gugatan ke pengadilan negeri apabila merasa dirugikan karena
tindakan Perseroan Terbatas yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang
wajar, akibat dari keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

j. Hak untuk Meminta Dilakukannya Pembelian Saham dengan Harga Wajar

Berdasarkan Pasal 62 UUPT, setiap pemegang saham memiliki hak untuk


meminta kepada Perseroan agar saham miliknya dibeli dengan harga wajar
apabila pemegang saham tidak menyetujui tindakan Perseroan Terbatas yang
dirasa merugikan pemegang saham atau Perseroan Terbatas (seperti
perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan
yang berjumlah lebih dari 50% total aset, serta terkait merger, akuisisi,
konsolidasi, atau pemisahan perseroan).

2. Kewajiban atau Tanggung Jawab Pemegang Saham

Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum, yang mana merupakan


subjek hukum yang memiliki tanggung jawab dan harta kekayaan yang terpisah.
Dari penjabaran tersebut, maka pemegang saham tidak bertanggung jawab atas
perbuatan, perikatan, utang piutang, ataupun hal lainnya antara Perseroan Terbatas
dengan pihak lain. Hal itu diatur secara spesifik dalam Pasal 3 UUPT, dimana
tercantum bahwa:
 Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya
atas perseroan, sehingga ia tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perbuatan atau perikatan atas nama Perseroan Terbatas;
 Tanggung jawab terbatas pemegang saham itu dikecualikan apabila: 1)
Perseroan belum dapat dikatakan sebagai badan hukum, 2) pemegang saham

ditambah tersebut harus ditawarkan terlebih dahulu kepada para pemegang saham yang sudah ada sebelum
ditawarkan kepada pihak lain diluar pemegang saham.
10
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan Terbatas.

12
baik secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk
kepentingan pribadi dengan itikad buruk, 3) pemegang saham terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan, 4) pemegang saham
yang bersangkutan secara langsung ataupun tidak menggunakan kekayaan
perseroan secara melawan hukum sehingga kekayaan tersebut tidak cukup
untuk membayar utang perseroan.

Dari ketentuan tersebut, maka jelas bahwa pemegang saham tidak


bertanggung jawab secara pribadi atas Perseroan Terbatas (limited liability),
melainkan berkewajiban untuk bertanggung jawab hanya sebatas saham yang
ditanamkannya. Menurut saya, maksud dari “sebatas saham” itu adalah
modal yang telah ditanam ke perseroan maupun segala keuntungan yang
diharapkan akan digunakan terlebih dahulu oleh Perseroan Terbatas untuk
menyelesaikan perikatan atau utang piutangnya dengan pihak ketiga.
Selebihnya, pemegang saham tidak akan ditagih lebih lanjut sampai harta
pribadi. Jadi, pada masa pembagian deviden atau ketika terjadi likuidasi, maka
pemegang saham akan memperoleh bagian sesuai modal, keuntungan, atau bahkan
kerugian yang tersisa.

Melihat dari Pasal 3 ayat (2) tersebut, pemegang saham berkewajiban untuk
bertanggung jawab dalam hal terjadi hal-hal di atas. Selain melihat ketentuan
Pasal 3 tersebut, pemegang saham juga memiliki kewajiban untuk bertanggung
jawab bila perseroan belum berbadan hukum, dalam kedudukannya sebagai
pendiri (belum sebagai pemegang saham, karena PT belum berbadan
hukum). Hal itu dapat dilihat dari Pasal 14 ayat (1) UUPT, dimana perbuatan
yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh badan hukum hanya dapat
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pendiri, anggota Direksi, dan anggota
Dewan Komisaris dimana tanggung jawab terbagi secara renteng. Dalam Pasal 14
ayat (2) UUPT, apabila perbuatan yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh
status badan hukum itu hanya dilakukan oleh pendiri, maka pendiri itu sendiri lah
yang harus bertanggung jawab.

Selebihnya, kewajiban atau kewenangan seorang pemegang saham berada


dalam lingkup dan kedudukannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Pemegang saham, melalui Rapat Umum Pemegang Saham, bertanggung jawab
untuk melaksanakan hal-hal tertentu yang oleh peraturan perundang-undangan
maupun anggaran dasar dilimpahkan kepadanya, seperti memutuskan pemberian
atau penolakan izin bagi Direksi untuk mengalihkan maupun menjaminkan harta
kekayaan perseroan yang bernilai lebih dari 50% total aset (Pasal 102 ayat (1)
UUPT), menetapkan ada atau tidaknya perubahan anggaran dasar (Pasal 19
UUPT), menetapkan ada atau tidaknya merger, akuisis, konsolidasi, maupun
likuidasi perseroan, dan lain sebagainya.

13

Anda mungkin juga menyukai