Disusun Oleh:
Natalia Karelina
110620190003
Kelas A
Pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan
Perseroan Terbatas sebelum membahas secara lebih lanjut. Perseroan Terbatas menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan (selanjutnya
disebut “UUPT”) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi atas saham dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam UUPT maupun
peraturan pelaksananya. Dari definisi Perseroan Terbatas ini, kita mengetahui
unsur-unsur pokok agar suatu persekutuan atau badan tertentu dapat dikatakan
sebagai Perseroan Terbatas. Dengan demikian, dalam mendirikan suatu Perseroan
Terbatas, maka terdapat beberapa unsur yang perlu dipenuhi agar persekutuan atau badan
tersebut dapat dikategorikan sebagai Perseroan Terbatas. Dari Pasal 1 angka 1 UUPT,
karena didirikan berdasarkan perjanjian, maka suatu Perseroan Terbatas harus didirikan
oleh 2 (dua) orang atau lebih mengingat definisi perjanjian dalam Hukum Perdata
Indonesia pada dasarnya adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT (“Perseroan Terbatas adalah ….. dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”), maka suatu Perseroan Terbatas harus memenuhi beberapa ketentuan
tertentu yang ditetapkan oleh UUPT dan peraturan lain. Beberapa di antaranya adalah
adanya: 1) maksud, tujuan, serta kegiatan usaha (Pasal 2 UUPT), 2) nama, tempat
kedudukan, dan alamat sesuai tempat kedudukannya dalam wilayah Republik Indonesia
(Pasal 5 UUPT), 3) akta pendirian, 4) anggaran dasar, 5) susunan organ perseroan (Pasal 1
angka 2, Pasal 8 ayat (2), Pasal 75 hingga 121 UUPT), 6) modal dasar, modal ditempatkan,
dan modal disetor (Pasal 31-33 UUPT). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka
pada dasarnya suatu Perseroan Terbatas perlu memiliki hal-hal tersebut di dalamnya.
Dengan demikian, dalam rangka mendirikan suatu Perseroan Terbatas, maka pendiri harus
memikirkan dan mempersiapkan apa yang menjadi maksud dan tujuan perseroan
tersebut, berapa besar jumlah permodalannya, bagaimana dan siapa saja susunan organ
perseroan di dalamnya, dimana tempat kedudukan dan alamat pasti dari Perseroan Terbatas
tersebut. Penjelasan mengenai beberapa hal tersebut akan dijabarkan bersamaan dengan
penjabaran mengenai pendirian Perseroan Terbatas di bawah ini. Meskipun UUPT maupun
beberapa literatur tidak menegaskan bahwa hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib
ada dalam Perseroan terbatas, namun menurut saya:
Hal-hal tersebut perlu ada dalam suatu Perseroan Terbatas karena undang-undang telah
mensyaratkan demikian dengan rumusan “Perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan…”, “Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan…”, dan lainnya.
Rumusan demikian membuat hal-hal tersebut ada ketika Perseroan Terbatas ada dan
1
menjadi tidak terhindarkan ketika mendirikan dan membentuk suatu Perseroan
Terbatas.
Sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT di atas yang menyebutkan bahwa suatu PT
adalah badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan, maka hal-hal tersebut di atas juga menjadi salah satu hal-hal
yang perlu ditaati atas suatu Perseroan Terbatas.
Selain itu, ketentuan mengenai akta pendirian dan anggaran dasar dalam UUPT juga
mewajibkan dicantumkannya hal-hal tersebut di dalamnya. Menurut Pasal 8 UUPT,
dalam akta pendirian wajib dicantumkan identitas direksi, komisaris, serta pemegang
saham beserta rincian sahamnya. Menurut Pasal 15 UUPT, anggaran dasar perseroan
perlu memuat hal-hal diantaranya, nama, tempat kedudukan, besar dan rincian modal,
susunan organ perseroan, dan lainnya. Dengan demikian, hal-hal tersebut perlu ada
dalam suatu Perseroan Terbatas sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan dalam
rangka pendirian Perseroan Terbatas.
Pendirian Perseroan Terbatas diatur secara tegas dalam Pasal 7 UUPT. Menurut Pasal
7 syarat-syarat didirikannya suatu Perseroan Terbatas agar sah menjadi suatu badan hukum
adalah:
Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih;
Pendirian berbentuk Akta Notaris;
Dibuat dalam Bahasa Indonesia;
Setiap Pendiri wajib mengambil saham;
Mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh para pendiri yang hendak melakukan
perjanjian untuk mendirikan Perseroan terbatas di hadapan Notaris (akta partij), dimana
para pendiri dapat pula mengkuasakan kedudukannya ke orang lain (Pasal 8 ayat (3)
UUPT). Pasal 8 UUPT menyatakan bahwa akta pendirian di dalamnya termuat Anggaran
Dasar dan keterangan lainnya terkait pendirian Perseroan Terbatas. Maka dari itu, pada
awal pendirian Perseroan Terbatas, anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian,
yang sudah harus dibuat ketika pendirian Perseroan Terbatas.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUPT, anggaran dasar wajib memuat: 1) nama dan
tempat kedudukan, 2) maksud, tujuan, serta kegiatan usaha, 3) jangka waktu berdirinya
Perseroan, 4) besarnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor, 5) jumlah,
klasifikasi, hak-hak yang melekat, dan nilai nominal saham, 6) nama jabatan dan jumlah
anggota Direksi dan Dewan Komisaris, 7) penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan
RUPS, 8) tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris, 9) tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden. Dari kewajiban
1
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 161.
2
dimuatnya berbagai hal di dalam anggaran dasar tersebut, maka jelas bahwa pendirian
suatu Perseroan Terbatas tidak dapat dilakukan apabila sejak awal tidak memiliki maksud,
tujuan, kegiatan usaha, tempat kedudukan, susunan permodalan, dan organ perseroan. Hal
itu dikarenakan anggaran dasar wajib memuat hal-hal tersebut, dan anggaran dasar
merupakan bagian dari akta pendirian yang harus dibuat untuk mendirikan Perseroan
Terbatas. Apabila tidak, maka akta pendirian dapat dikatakan batal demi hukum
karena sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, maka akta pendirian yang merupakan
perjanjian para pihak tersebut tidak sesuai dengan UUPT atau dengan kata lain
tidak memenuhi syarat “causa yang halal”.
Selain anggaran dasar, akta pendirian juga memuat keterangan lain yang, menurut
Pasal 8 ayat (2) UUPT, sekurang-kurangnya memuat:
- Identitas (nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan) pendiri perseorangan, anggota Direksi, dan anggota Dewan
Komisaris.
- Nama, tempat kedudukan, alamat, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum
dari menteri atas pendiri berbentuk Perseroan Terbatas;
- Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian atas saham beserta rincian dan
nilai saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendirikan suatu Perseroan
Terbatas maka perlu dipersiapkan pula para pihak yang akan menjadi pemegang saham,
anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris. Hal itu dikarenakan, keterangan lain
dalam akta pendirian wajib memuat hal-hal tersebut. Apabila tidak, maka akta
pendirian dapat dikatakan batal demi hukum karena bertentangann dengan Pasal
1320 KUHPErdata, sebagaimana tersebut di atas. Selain itu, perlu dipersiapkan dan
diperjanjikan pula besar permodalan rincian kepemilikan saham antara pendiri, karena hal
tersebut juga harus dimuat dalam akta pendirian.
Terkait modal Perseroan Terbatas, ada ketentuan dalam UUPT mengenai modal yang
harus dipenuhi sehingga besarnya perincian modal serta saham para pendiri tidak
dapat ditetapkan secara bertentangan dengan ketentuan UUPT tersebut. Hal itu
diatur dalam Pasal 31-36 UUPT. Modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
Nilai nominal saham, dengan demikian, mencerminkan jumlah modal dasar yang dimiliki
Perseroan Terbatas tersebut. Modal dasar Perseroan Terbatas minimal berjumlah Rp
50.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dimana 25% dari jumlah tersebut harus ditempatkan
dan disetor secara penuh. Menurut Yahya Harahap, modal ditempatkan adalah jumlah
saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada
yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Sedangkan modal disetor adalah
saham yang sudah dibayar penuh oleh pemiliknya kepada perseroan atau dengan kata lain,
modal yang sudah dimasukan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham dari
modal ditempatkan yang telah diambilnya.2 Akan tetapi, menurut Pasal UUPT pendiri atau
pemegang saham harus melakukan penyetoran penuh atas modal ditempatkan dan disetor.
Artinya, pendiri atau pemegang saham tidak dapat mengambil modal ditempatkan dan
melakukan penyetoran secara mengangsur, tetapi modal ditempatkan yang akan
diambilnya harus disetorkan penuh sehingga secara bersamaan menjadi modal disetor. Hal
itu juga sesuai dengan pendapat Yahya Harahap dimana penyetoran atas saham tidak dapat
dilakukan secara mengangsur.3
2
Ibid, hlm. 236.
3
Ibid, hlm. 237.
3
Setelah dibuatnya akta pendirian di hadapan Notaris, maka pendiri harus mengajukan
permohonan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh
pengesahan badan hukum. Permohonan diajukan melalui sistem administrasi badan hukum
secara elektronik dengan memuat informasi seperti nama dan tempat kedudukan perseroan,
jangka waktu berdirinya perseroan, maksud, tujuan, serta kegiatan usaha perseroan, jumlah
modal dasar, ditempatkan, dan disetor, serta alamat perseroan (menurut Pasal 9 UUPT).
Pihak yang dapat mengajukan permohonan tersebut adalah pendiri atau Notaris yang
memperoleh kuasa dari pendiri. UUPT hanya mengatur bahwa permohonan diajukan
oleh pendiri atau notaris, tanpa menegaskan apakah pendiri tersebut dapat
merupakan salah satu dari pendiri saja, salah satu pendiri yang mewakili pendiri lain,
atau harus merupakan pendiri secara bersama-sama.
4
bertugas untuk memberikan keputusan RUPS setelah dilakukannya rapat sesuai
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar yang berlaku. Menurut Pasal
78 UUPT, RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang diadakan
setiap waktu sesuai kebutuhan perseroan.
5
kepadanya dalam UUPT, maka Rapat Umum Pemegang Saham tetap dianggap
memiliki kewenangan tersebut.
2. Direksi
Dari ketentuan tersebut, maka dapat diartikan bahwa tanggung jawab untuk
mengurus perseroan berada secara penuh pada Direksi. Dalam penjelasan Pasal 92,
pengurusan yang dimaksud adalah terkait urusan sehari-hari dari perseroan,
sehingga ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Direksi atas pengurusan
perseroan ini diartikan secara luas. Hal itu senada dengan yang dikatakan Yahya
Harahap dimana pada dasarnya kewenangan Direksi dalam mengurus perseroan
tidak terbatas dan tidak bersyarat, akan tetapi dalam beberapa hal tertentu
dapat dibatasi bila undang-undang atau anggaran dasar mengaturnya.5 Hal
itu sesaui dengan yang tercantum pada Pasal 98 ayat (2).
Tugas, kewajiban, serta kewenangan Direksi pada dasarnya dapat diatur lebih
lanjut dalam anggaran dasar, keputusan RUPS, maupun keputusan Direksi
(sebagaimana dalam Pasal 92 ayat (5) dan ayat (6) UUPT). Hal ini khususnya
terjadi apabila dalam satu Perseroan Terbatas terdapat lebih dari 1 (satu) anggota
Direksi. Ada beberapa pula pembatasan atau pengecualian tugas dan kewenangan
Direksi yang ditentukan di peraturan perundang-undangan. Contoh dari
pembatasan dan/atau pengecualian kewenangan Direksi adalah:
Pasal 102 ayat (1) UUPT menentukan bahwa untuk mengalihkan atau
menjaminkan aset perseroan yang bernilai lebih dari 50% total aset perseroan,
harus dilakukan dengan persetujuan RUPS terlebih dahulu.
Apabila anggaran dasar menentukan bahwa untuk meminjam uang atas nama
perseroan atau menarik uang di bank harus dengan persetujuan Dewan
5
Ibid, hlm. 350.
6
Komisaris, maka Direksi harus meminta persetujuan Dewan Komisaris
terlebih dahulu;
Menurut Pasal 98 ayat (2) UUPT ditentukan bahwa dalam hal anggota direksi
lebih dari satu maka semua direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali
apabila diatur dalam anggaran dasar. Itu artinya apabila ditentukan
pemisahan kewenangan dalam anggaran dasar, maka tidak semua anggota
direksi berwenang melakukan suatu macam pengurusan tertentu. Dalam hal
ini, ada pembatasan dan pengecualian kewenangan Direksi. Misalkan,
Direktur keuangan tidak bertanggung jawab dan tidak berwenang
mengikatkan perseroan untuk urusan personalia dengan karyawan, untuk
urusan perdagangan barang, dan lainnya, apabila diatur demikian dalam
anggaran dasar. Atau apabila ditetapkan bahwa hanya Direktur Utama dan
Wakil Direktur Utama yang berwenang mewakili perseroan;
Menurut Pasal 104, permohonan pailit atas perseroan dapat diajukan Direksi
dengan terlebih meminta persetujuan RUPS;
Berdasarkan Pasal 99 UUPT, anggota Direksi tidak berwenang mewakili
perseroan apabila terjadi perkara pengadilan antara perseroan dengan anggota
direksi yang bersangkutan, atau apabila anggota direksi tersebut memiliki
benturan kepentingan dengan perseroan (untuk mencegah conflict of
interests).
Ada beberapa hal yang menurut UUPT secara khusus menjadi kewajiban
dan tanggung jawab Direksi, seperti:
Pasal 50 ayat (1) UUPT mengatur bahwa Direksi mengadakan dan
menyimpan Daftar Pemegang Saham (berisi nama dan alamat pemegang
saham, jumlah penyetorsan saham, nomor, tanggal, jumlah, serta klasifikasi
saham, dan lainnya);
Pasal 50 ayat (2) UUPT mewajibkan Direksi untuk mengadakan dan
menyimpan daftar khusus mengenai saham anggota Direksi dan Dewan
Komisaris beserta keluarganya atas Perseroan Terbatas dan/atau pad
perseroan lain, serta tanggal perolehannya. Berkaitan dengan hal itu, sebelum
daftar khusus ibuat, Direksi wajib menyampaikan laporan terkait kepemilikan
saham anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta keluarganya kepada
Perseroan Terbatas (Pasal 101 ayat (1) UUPT);
Pasal 100 ayat (1) UUPT juga menegaskan bahwwa Direksi wajib membuat
risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan risalah rapat Direksi;
Menurut Pasal 100 ayat (1) dan (2) UUPT, Direksi juga wajib membuat
laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan Terbatas, serta memelihara
seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan Terbatas di tempat
kedudukan Perseroan Terbatas;
Menurut Pasal 100 ayat (3) UUPT, Direksi memberi izin kepada pemegang
saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS,
laporan tahunan, maupun untuk memperoleh salinan risalah RUPS dan
laporan tahunan tersebut. Pemberian izin.Hal itu dilakukan setelah adanya
permohonan dari RUPS.
7
itu, dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, Direksi harus mendasarkan
pada:
Prinsip Good Corporate Governance (pengelolaan perusahaan yang baik)
Prinsip business judgement rule, yakni Direksi harus mengandalkan segala
pemahaman dan penilaiannya sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang
tepat dan sesuai dengan kelaziman dunia usaha (common business practice);
dan
Prinsip fiduciary duty, yakni dimana Direksi harus mengedepankan
kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan berpegang kepada
kepercayaan tersebut, maka Direksi harus bertanggung jawab untuk mengurus
perseroan sebaik mungkin demi kepentingan perseroan untuk tujuan yang baik
dan wajar, dengan penuh itikad baik serta loyalitas.
3. Dewan Komisaris
8
114 UUPT, Dewan Komisaris wajib untuk melakukan tugasnya dengan itikad baik
dan didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Pasal 114 ayat (2) UUPT, tugas dan
tanggung jawab Dewan Komisaris juga merupakan tugas dan tanggung jawab
yang dipikul setiap anggota Dewan Komisaris.
Pemegang saham pada dasarnya adalah pihak yang memiliki bagian penyertaan
modal atas Perseroan Terbatas dalam bentuk saham. Apa yang menjadi hak dan
kewajiban pemegang saham bergantung pada definisi serta kedudukan saham dalam
9
suatu Perseroan Terbatas. Sesuai Pasal 1 angka 1 dan juga Pasal 31, modal Perseroan
Terbatas terbagi/terdiri atas saham sehingga saham merupakan bentuk penyertaan
modal yang dilakukan oleh pihak tertentu terhadap Perseroan. Singkatnya, melalui
saham, suatu pihak dapat dikatakan telah melakukan investasi dengan turut
memberikan modal dalam Perseroan dengan harapan untuk memperoleh keuntungan
atau deviden dari pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan Terbatas. Oleh karenanya,
melalui saham, maka pemegang saham memiliki hak dan kewajiban/tanggung jawab
tertentu atas Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 92 ayat (1) UUPT, Direksi adalah pihak yang menjalankan
kepengurusan Perseroan Terbatas. Lebih lanjut, dalam Pasal 98 ayat (1) UUPT,
Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Oleh karenanya,
segala hal terkait pengurusan Perseroan Terbatas merupakan tugas Direksi
untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkannya termasuk kepada
pemegang saham. Pasal 75 ayat (3) UUPT bahwa pemegang saham dalam
RUPS berhak memperoleh penjelasan dari Direksi.
10
d. Hak untuk Menjaminkan Sahamnya
7
Hal itu dapat dipahami mengingat saham merupakan suatu objek yang di dalamnya mengandung hak dan dapat
dimiliki oleh subjek hukum. Dengan demikian, sesuai Pasal 499 KUHPerdata, saham dapat dikategorikan sebagai
benda (zaak) dalam hukum perdata. Saham memberikan hak bagi pemegang saham atas untuk memperoleh suatu
prestasi tertentu (pemberian deviden) maupun untuk melaksanakan suatu hal tertentu (memberikan suara), yang mana
memiliki nilai ekonomi dan dapat diperdagangkan. Dari argumentasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa saham
memenuhi kategori untuk dikatakan sebagai benda (zaak) yang dapat dimiliki, dipindahtangankan, dan menjadi objek
dalam suatu perikatan, termasuk untuk dijaminkan.
8
Menurut Pasal 57 UUPT, dalam anggaran dasar dapat ditentukan persyaratan sebelum pemegang saham dapat
mengalihkan sahamnya kepada pihak lain, seperti keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu kepada
pemegang saham yang lain, keharusan memperoleh persetujuan dari organ perseroan, atau keharusan memperoleh
persetujuan dari instansi tertentu.
9
Maksudnya adalah apabila Perseroan Terbatas hendak menambah modal ditempatkan dan disetor dari nilai
modal dasar yang belum dikeluarkan (saham portepel), maka saham yang dikeluarkan atas modal yang hendak
11
persentase nilai kepemilikan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas
tersebut (delusi saham).
ditambah tersebut harus ditawarkan terlebih dahulu kepada para pemegang saham yang sudah ada sebelum
ditawarkan kepada pihak lain diluar pemegang saham.
10
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan Terbatas.
12
baik secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk
kepentingan pribadi dengan itikad buruk, 3) pemegang saham terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan, 4) pemegang saham
yang bersangkutan secara langsung ataupun tidak menggunakan kekayaan
perseroan secara melawan hukum sehingga kekayaan tersebut tidak cukup
untuk membayar utang perseroan.
Melihat dari Pasal 3 ayat (2) tersebut, pemegang saham berkewajiban untuk
bertanggung jawab dalam hal terjadi hal-hal di atas. Selain melihat ketentuan
Pasal 3 tersebut, pemegang saham juga memiliki kewajiban untuk bertanggung
jawab bila perseroan belum berbadan hukum, dalam kedudukannya sebagai
pendiri (belum sebagai pemegang saham, karena PT belum berbadan
hukum). Hal itu dapat dilihat dari Pasal 14 ayat (1) UUPT, dimana perbuatan
yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh badan hukum hanya dapat
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pendiri, anggota Direksi, dan anggota
Dewan Komisaris dimana tanggung jawab terbagi secara renteng. Dalam Pasal 14
ayat (2) UUPT, apabila perbuatan yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh
status badan hukum itu hanya dilakukan oleh pendiri, maka pendiri itu sendiri lah
yang harus bertanggung jawab.
13