Anda di halaman 1dari 110

THE DA VINCI CODE DAN TRADISI GEREJA

Sebuah Kritik terhadap Tradisi Gereja dalam Novel


Karya Dan Brown

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh:

Ifa Nur Rofiqoh


NIM: 1111032100049

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H./2015 M.
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ifa Nur Rofiqoh
NIM : 1111032100049
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Perbandingan Agama
Alamat Rumah : Seren, RT/RW 006/003, Kel. Jatipandak, Kec. Sambeng,
Kab. Lamongan, Provinsi Jawa Timur, kode pos 62284.
Telp./HP : 085711181134
Judul Skripsi : The Da Vinci Code Dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritik
terhadap Tradisi Gereja dalam Novel Karya Dan Brown

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah-satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 04 Agustus 2015

Ifa Nur Rofiqoh

ii
ABSTRAK

Ifa Nur Rofiqoh


The Da Vinci Code Dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritikterhadap Tradisi
Gereja dalam Novel Karya Dan Brown

Karya sastra merupakan salah-satu produk budaya yang dapat


menggambarkan fakta masyarakat, dan sekaligus sebagai media dalam
menyebarkan pengaruh terhadap suatu pandangan dan sikap. Skripsi ini khusus
mengangakat novel The Da Vinci Code karya Dan Brown, seorang novelis asal
Amerika Serikat. Karirnya mulai melonjak sejak dirilisnya novel keempat The Da
Vinci Code, yang telah menjadi salah satu novel dengan penjualan terlaris setiap
waktu, yang menjadi subyek diskusi diantara banyak kalangan baik pembaca
maupun sarjana.
Kajian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini berupayamenelusuri
bagaimana kritik para tokoh Kristen dan Katolik terkait tradisi gereja dalam novel
The Da Vinci Code. The Da Vinci Code merupakan novel yang menimbulkan
kontroversi karena dituduh telah menodai iman Kristiani. Suara pro-kontra
tersulut dan merebak luas. Respon terhadap novel ini bukan hanya dari pembaca
Kristen saja, tetapi juga non-Kristen.Para pemuka agama terutama pastornya dan
juga para cendikiawan, menyampaikan kritik berupa artikel dan buku yang
disampaikan melalui media masa cetak maupun elektronik.
Dari beberapa pemikiran yang diungkapkan, dapat diketahui bahwa para
pengkritik menolak pandangan Dan Brown menyangkut empat hal, yaitu Sejarah
Gereja, Kanonisasi Alkitab, Polemik Keilahian Yesus dan Perjamuan Terakhir.
Mereka menyajikan fakta sejarah, dan ayat-ayat pada Alkitab untuk memperkuat
argumennya.

v
KATA PENGANTAR

“Imagination is More Important Than Knowledge .


Knowledge is Limited.Imagination Encircles The World.”
~ Albert Einstein ~

Alhamdulillah Rabb al-alamin, allama al-insana ma lam ya’lam. Segala


puji, syukur dan kepasrahan bagi Allah, Rabb semesta alam, yang mengajarkan
kepada manusia apa yang ia tidak tau, sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi dengan judul The Da Vinci Code dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritik
terhadap Tradisi Gereja dalam Novel Karya Dan Brown.Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., begitu juga kepada
keluarga dan para sahabat.
Bagi penulis, skripsi ini merupakan sebuah proses menuju kelulusan.
Layaknya sebuah proses liku-liku perjalanan dalam menyelesaikan proses ini
tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu, tak dapat dipungkiri
sebuah rasa bahagia ini sepenuhnya bukan karena jerih payah penulis sendiri.
Sudah sepatutnya penulis ingin menyampaikan rasa “terima kasih” dan
penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit banyak telah meringankan
beban penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak semua pihak dapat
disebutkan satu persatu, setidaknya penulis merasa perlu menyebutkan sejumlah
nama yang membekas di hati penulis, yaitu:
1. Bapak Ismatu Ropi, Ph.D, selaku pembimbing Skripsi saya yang sejak
semula dengan ketulusan hati dan tidak bosan-bosan memberikan perhatian
dan dorongan yang luas untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

vi
2. Ibu Dr. Sri Mulyati, MA, selaku penasihat akademik yang terus
mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini, dan juga
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan.
3. Ibu Hj. Siti Nadroh, MA, yang telah menjadi “Ibu” bagi penulis, yang selalu
memberikan motivasi serta celotehan yang sangat bermanfaat, “Apa yang
kita kerjakan hari ini, akan kita rasakan manfaatnya beberapa tahun ke depan,
maka yakinlah tidak ada usaha yang sia-sia” begitulah penuturan beliau yang
memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ahmad Ridho, DESA, dan Ibu Dra. Halimah Mahmudy, MA,
selaku ketua dan sekretaris jurusan Perbandingan Agama, yang telah
memberikan beberapa masukan yang sangat bermakna.
5. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Segenap jajaran dosen dan guru besar Perbandingan Agama, Bapak Dr.
Media Zainul Bahri, MA, Ibu Dra. Hermawati, MA, Bapak Prof. Dr. Kautsar
Azhari Noer, Bapak Prof. Dr. Ridwan Lubis MA, Bapak Drs. M. Nuh Hasan,
MA, Bapak Dr. Amin Nurdin, MA, dan Bapak Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag,
yang senantiasa memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya.
7. Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pusat Universitas
Indonesia Depok, dan Perpustakaan Pusat UNIKA Atmajaya, yang banyak
membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis.
8. Keluarga penulis, Bapak Sutono, Adekku Gian Febi Fuadi dan Lovita Bunga
Aprilia, serta sepupuku Adinda Putri Mahesa dan Nizar Muhammad Hawari,
yang senantiasa memberikan senyumnya dalam menyemangati penulis. Juga
buat nenek penulis Sumi, yang senantiasa menyertakan nama penulis disetiap
do’anya.
9. Temen-temen seperjuangan Lailatul Fawaidah, dan Indana Zulfa, yang selalu
berbagi kegalauan dalam menyelesaikan skripsi. Hey, kalian, ayo kita jemput
hari bahagia kita dengan memakai toga.

vii
10. Sahabat penulis, Sundari Rahayu, Siti Amaniatus Sholehah dan Vivi
Anggraini yang selalu memberikan celotehan yang manfaat sehingga penulis
tergerak untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman CURIOUS (Community of Religious studies), yang
memberikan keceriaan dan kebahagiaan selama menimba ilmu di jurusan
Perbandingan Agama. Terkhusus buat sahabat-sahabatku Ika Wahyu Susanti,
Nurjaman, Fahmi Dzilfikri, Fitri Astuti, Annisa Khalida, Diana Puspasari, Ida
Zubaedah, Ahmad Sobianto, Rifky Miftahul Amili, M. Sandiawan, Rini
Farida, Dede Ardi Hikmatullah dan semua teman-teman PA angkatan 2011.
12. Teman-teman dari WASIAT Jakarta (Wadah Silaturrahim Alumni Tarbiyatut
Tholabah), dan Teman-teman KKN “KITA” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup.
Utamanya salam ta’dzim dan terima kasih serta do’a penulis buat Ibunda
tercinta Makhmudah, S. Pd. I., yang menjadi guru kehidupan bagi penulis, yang
tiada henti-hentinya dalam sujud malamnya mendoakan putri kecilnya, yang
senantiasa memberikan cinta, motivasi dan semangat tak terbatas. Terima kasih
untuk semua hal yang Ibu beri meski tak mengharapkan apapun. Semoga Allah
Swt. selalu melindungi Ibu.
Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, tidak ada manusia sempurna.
Namun begitu, semua tulisan yang ada di dalam skripsi ini adalah tanggung jawab
penulis. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini penulis ucapkan terima kasih.

Ciputat, 04 Agustus 2015

Ifa Nur Rofiqoh

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL............................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................................. 9

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 10

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 10

F. Metodologi Penelitian ............................................................................ 12

G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 14

BAB II

STRUKTUR NOVEL THE DA VINCI CODE .............................................. 15

A. Riwayat Dan Brown ............................................................................... 15

B. Lingkungan Sosial The Da Vinci Code ................................................... 17

C. Latar Belakang Penulisan Novel ............................................................. 20

D. Unsur-Unsur Dalam Novel The Da Vinci Code ...................................... 23

ix
D.1.Tokoh dan Penokohan ...................................................................... 23

D.2. Struktur Latar.................................................................................. 27

D.3. Struktur Plot/Alur .......................................................................... 28

D.4. Tema............................................................................................... 30

E. Nilai-Nilai yang Dipermasalahkan dalam Novel The Da Vinci Code ...... 30

BAB III

AJARAN GEREJA DAN KRITIK DA VINCI CODE .................................. 33

A. Gereja .................................................................................................... 33

A.1. Sejarah Gereja dalam Tradisi Kristen .............................................. 33

A.1.a. Yesus Dalam Tradisi Gereja .................................................... 35

A.2. Sejarah Gereja dalam Novel The Da Vinci Code ............................. 37

B. Alkitab ................................................................................................... 40

B.1. Sejarah Alkitab dalam Pandangan Gereja Mainstream ..................... 40

B.1.a. Kanonisasi Perjanjian Lama ..................................................... 43

B.1.b. Kanonisasi Perjanjian Baru ...................................................... 44

B.2. Kanonisasi Alkitab dalam Novel The Da Vinci Code ...................... 48

C. Trinitas ................................................................................................... 49

C.1. Konsep Ketuhanan Kristen dalam Pandangan Gereja Mainstream ... 49

C.2.Konsep Ketuhanan Kristen dalam novel The Da Vinci Code ............ 55

D. Kontroversi Tokoh Pada Perjamuan Terakhir ......................................... 57

D.1. Perjamuan Terakhir dalam Pandangan Gereja Mainstream ............. 56

D.2. Perjamuan Terakhir dalam novel The Da Vinci Code ..................... 58

x
BAB IV

RESPON TOKOH KRISTEN DAN KATOLIK TERHADAPKRITIK

DA VINCI CODE ............................................................................................ 61

A. Konspirasi Gereja terhadap Status dan Nilai Perempuan ......................... 61

B. Alkitab adalah Hasil dari Kepentingan Politis Kaisar Konstantin ............ 64

C. Keilahian Yesus dan Hasil Voting Para Uskup ....................................... 68

D. Misteri Cawan Suci pada Lukisan Perjamuan Terakhir .......................... 75

E. Tanggapan Dan Brown Seputar Kontroversi Novel The Da Vinci Code . 83

F. Citra Yesus dalam Tradisi Islam ............................................................. 84

BAB V

KESIMPULAN ................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 96

LAMPIRAN ..................................................................................................... 99

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada Maret 2003, novel The Da Vinci Code [selanjutnya ditulis The Da

Vinci Code (tanpa ditulis miring)] karya Dan Brown, hadir di tengah-tengah

masyarakat. The Da Vinci Code adalah sebuah novel fenomenal yang terbit

pertama kali di New York. Dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, novel ini

sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia yang

terbit pada Juli 2004, yang berasal dari edisi bahasa Inggris cetakan ke-45.

“Semua penjelasan mengenai karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritual

rahasia di dalam novel ini adalah akurat”. Begitulah perkataan Dan Brown di

bagian depan novelnya. Novel ini ditulis oleh Dan Brown sebagai bentuk ekspresi

keberagamaannya. Pengekspresian Dan Brown melalui novelnya dilindungi oleh

Konstitusi Amerika Serikat, yang mengatur kebebasan beragama, dan juga oleh

freedom of speech yang diratifikasi pada tahun 1948. Peraturan ini membebaskan

setiap warga negara Amerika untuk berpendapat dan mengekspresikan

pendapatnya tersebut.1

The Da Vinci Code menjadi pembicaraan panas, karena berisi teori-teori

yang bertetangan dengan ajaran Kristen, hal yang mengherankan adalah bahwa

Dan Brown sendiri sebenarnya beragama Kristen. Publik pun bertanya-tanya

1
Miranti Andi Kasim “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code”, Artikel Universitas Indonesia. Diakses pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL%20DA%20VINCI%2
0CODE.pdf

1
2

mengapa penganut Kristen menulis novel yang bertentangan dengan

keyakinannya.

Suara pro-kontra tersulut dan merebak luas. Para pemuka agama Katolik

terutama pastornya, tampak lebih banyak yang menanggapi The Da Vinci Code

dibanding para pendeta Kristen, meskipun tanggapan dari pemuka Kristen

terkesan bernada lebih keras.2 Terlebih lagi Respon para cendikiawan Katolik,

mereka menyampaikan Komentar-komentar melalui media masa cetak maupun

elektronik, bahkan mereka mengeluarkan sanggahan berupa artikel dan buku.

Pada hakikatnya, apa yang dikemukakan oleh Dan Brown, Pada 1950 sudah

didahului oleh Nikos Kazantzakis. Kazantzakis juga mengambil tema tentang

pernikahan Yesus dan Maria Magdalena. Yang membedakan dengan narasi Dan

Brown adalah bahwa Kazantzakis langsung mengambil setting asli, dengan tokoh

utamanya adalah Yesus sendiri.3 Namun demikian, buku karangan Kazantzakis

tidak mendapat respon/kritik seperti halnya novel Dan Brown.

Pihak gereja pada awalnya menganggap novel The Da Vinci Code sebagai

novel fiksi sesaat. Untuk itulah mereka cukup lama membisu tanpa berkomentar.

Akan tetapi karena banyaknya umat yang bingung dan bertanya-tanya mengenai

cerita misteri tersebut, akhirnya Gereja buka suara. Kardinal Tarcisio Bertone

adalah orang yang pertama kali secara formal-institusional memecahkan kebisuan

Gereja Katolik. Melalui koran setempat, II Giornale, Uskup Agung Genoa dari

2
Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code (Jakarta: Obor, 2006), h.159.
3
Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code, h. 170
3

Italia ini bertutur bahwa novel kontroversial tersebut berisi kebohongan yang tak

berdasar dan memalukan.4

Reaksi yang lebih lugas datang dari Opus Dei, yang mendapat citra buruk

dalam novel Dan Brown. Organisasi militan yang mendukung konservatisme

Gereja Katolik ini pernah melayangkan surat untuk mengubah bagian akhir cerita

agar tidak menyerang Gereja Katolik. Uniknya meskipun tidak sepakat dengan

karya literasi ini, kelompok konservatisme tersebut tidak langsung mengambil

langkah untuk memboikot peluncuran novel The Da Vinci Code.5 Lain halnya

dengan Opus Dei, kelompok gereja-gereja di Korea Selatan menempuh jalur

hukum guna menghentikan langkah sebuah distributor film lokal untuk

menayangkan film dari novel The Da Vinci Code di negeri Gingseng tersebut.

Pendeta Hong Jae Chul dari Dewan Gereja Korea menuturkan bahwa The Da

Vinci Code adalah sebuah sinema yang meremehkan dan berupaya merusak

Kristenitas, hal ini sebagaimana dikutip oleh Associated Press.6

Reaksi Kritis bukan hanya datang dari kalangan agamawan maupun para

teolog, tapi juga dari ahli sejarah. Profesor ilmu sejarah pada Divinity School

Universitas Harvard di Amerika Serikat, Karen L. King menilai bahwa tidak ada

bukti dari teks-teks sejarah maupun dari sejarah gereja perdana bahwa Yesus dan

Maria Magdalena berada dalam relasi perkawinan. Yang ada adalah bahwa Maria

Magdalena merupakan seorang rasul/murid tempat Yesus menyatakan pandangan

mendalam tentang ketuhanan dan mungkin ia memainkan peran penting dalam

4
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” Matabaca: Jendela Dunia Pustaka IV,
no. 10 (Juni 2006): h. 22
5
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
6
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
4

perkembangan awal gereja. Terlebih ia mengatakan bahwa The Da Vinci Code

adalah sebuah novel misteri yang menegangkan bukan pelajaran sejarah.7

Ada beberapa kepercayaan yang tersebar di dunia ini, seperti Hindu,

Buddha, Sikh, Yahudi, Kristen, Islam, Konghucu, dan lain sebagainya. Di antara

beberapa kepercayaan ini pasti ada prinsip-prinsip dasar ajaran agamanya. Tak

jarang karena perbedaan ini timbul beberapa perdebatan yang masing-masing

mengklaim bahwa ajarannya lah yang paling benar.

Contoh yang bisa diambil adalah pandangan mengenai Yesus Kristus. Hal

yang sudah berabad-abad diyakini oleh umat Kristiani bahwa Yesus Kristus

adalah seorang manusia suci yang dilahirkan sekitar tahun 6/7 SM , disalibkan

sekitar tahun 30 M, diimani sebagai satu pribadi Ilahi (Putra Allah) dalam dua

kodrat (sungguh dan sepenuhnya ilahi dan manusiawi). Ia adalah seorang Yahudi

dari Galelia, keturunan Daud dan anak seorang perempuan bernama Maria, istri

Yoesoef, tukang kayu. Sesudah dibaptis oleh Yohanes, Yesus mewartakan

kerajaan Allah, bergaul secara istimewa dengan para pendosa dan orang-orang

yang tersisih, memanggil murid-murid untuk mengikutinya, memilih kelompok

inti yang terdiri dari dua belas orang, mengerjakan mukjizat dan mengajar dengan

berbagai perumpamaan. Di Yerussalem (di situ ia mengikat perjanjian baru

dengan Allah dalam rangka perayaan Paska) ia dikhianati, ditangkap, diperiksa

oleh para anggota Sanhedrin, dijatuhi hukuman mati oleh Pontius Pilatus,

disalibkan dan selanjutnya dikuburkan. Di atas salib tertulis tuduhan bahwa ia

mengaku diri sebagai Mesias. Sesudah itu ia menampakkan diri sebagai orang

7
George M. S.,“Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
5

yang hidup mulia kepada sejumlah orang dan kelompok. Maria Magdalena (Yoh

20:1-2), mungkin ditemani oleh wanita-wanita lain (Mrk 16:1-8), menemukan

makamnya terbuka dan kosong. Dengan kekuatan Roh Kudus, sekelompok murid

berhimpun disekitar petrus dan rasul-rasul yang lain, lalu mengakui dan

mewartakan bahwa Yesus yang bangkit dan mulia adalah Kristus (atau Mesias)8,

Penyelamat, Tuhan, dan Anak Allah.9

Berbeda dengan tradisi Kristen, Yesus dalam tradisi Islam mempunyai

posisi yang istimewa. Citra Yesus dalam al-Qur’an sama sekali berbeda dengan

citra Yesus dalam Injil baik yang kanonik maupun apokrif. Dalam al-Qur’an

gambaran Yesus disebutkan dalam surat al-Baqarah/2: 253 yang artinya sebagai

berikut:

“Rasul-Rasul itu kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang


lain. Diantara mereka ada yang (langsung) Allah berfirman dengannya
dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan
kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami perkuat dia
dengan ruhul kudus...”

Yesus dalam tradisi Islam banyak diceritakan tentang kelahirannya yang

penuh keajaiban. Itulah mengapa disebagian teks al-Qur’an Yesus selalu disebut

sebagai anak Maryam („Isaa ibn Maryam). Selain berita tetang kelahiran yang

penuh keajaiban peristiwa kematiannya pun penuh dengan keajaiban dia diangkat

oleh Allah ke langit yang diyakini masih hidup dan akan turun ke bumi untuk

8
Yesus diakui oleh umat Kristiani sebagai Mesias Rohani, yang menyelamatkan manusia
dengan mengorbankan pribadi kemanusiaannya di tiang salib. Hal ini berbeda dengan Mesias
dalam pandangan orang Yahudi. Orang Yahudi berpandangan bahwa Mesias adalah seseorang
yang datang untuk menyelamatkan kaumnya dari jajahan Romawi dan mendirikan Kerajaan Allah
sebagaimana Raja David dan Raja Solomo.
9
Gerald O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kasinius,
1996), h. 356.
6

memerangi dajjal di hari akhir nanti.10 Hal ini difirmankan oleh Allah Swt. Dalam

surat al-Zukhruf/43:61, yang artinya sebagai berikut:

“Dan sungguh, dia (Isa) benar-benar menjadi pertanda akan datangnya


hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang (kiamat) itu
dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus”.

Citra Yesus baik dalam tradisi Kristen maupun Islam berbeda dengan apa

yang digambarkan oleh Dan Brown dalam tulisannya. Secara garis besar, tema

The Da Vinci Code adalah membongkar kebohongan Gereja Katolik. Kontroversi

The Da Vinci Code berakar dari hasil otak atik kode rahasia yang menyebutkan

bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena dan memiliki keturunan dari

hubungan tersebut. Sang pengarang menulis bahwa kebenaran ini telah ditutupi

selama kurang lebih 2000 tahun melalui konspirasi para petinggi gereja dan

sebuah kelompok militan konservatif.11

Lebih dari itu, hal yang terungkap dalam novel The Da Vinci Code adalah

tentang penggambaran gereja. Dan Brown menggambarkan gereja sebagai

lembaga yang merumuskan keilahian Yesus. Bahkan dinyatakan pula bahwa

gereja merupakan lembaga yang turut campur dalam kanonisasi Alkitab. Sehingga

Alkitab yang dijadikan pijakan bagi orang Kristen bukanlah wahyu suci dari Ilahi,

merupakan sebuah karya lembaga gereja.

Pada bagian inilah Brown menampilkan suatu pandangan yang bisa jadi

bertentangan dengan iman Kristiani, yang pada gilirannya menimbulkan

kontroversi sehingga sejumlah artikel maupun buku ditulis dalam rangka

mengkritik apa yang diuraikan Brown dalam novelnya itu. Anjuran untuk tidak
10
Tarif Khalidi, The Muslim Jesus: Saying and Stories In Islamic Literature. Penerjemah
Iyoh S. Muniroh dan Qomaruddin SF (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 21
11
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 22
7

membaca novel ini, juga untuk tidak menonton filmnya, sering terdengar dalam

khotbah-khotbah misa maupun kebaktian.

Ada beberapa buku yang ditulis oleh orang-orang Kristen dan Katolik guna

untuk membantah pernyataan yang ada pada novel Dan Brown. diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Cracking Da Vinci‟s Code karya James L. Garlow dan Peter Jones.

Penerjemah Lily Endang Joeliani diterbitkan di Jakarta oleh Bhuana Ilmu

Populer pada tahun 2005

2. Fact and Fiction in the Da Vinci Code karya Steve Kellmeyer. Penerjemah

Dewi Minangsari diterbitkan oleh Optima Pers pada tahun 2005.

3. Da Vinci Code Decoded karya Martin Lunn. Penerjemah Isma B.

Koesalamawardi diterbitkan di Jakarta oleh Ufuk Press pada tahun 2005.

4. The Da Vinci Hoax karya Carl Olson dan Sandra Miesel. Penerjemah

Endyahswarawati Y. diterbitkan di Malang oleh Dioma pada tahun 2005.

5. Breaking The Da Vinci Code karya Dr. Darrel L. Bock diterbitkan di

Nashville oleh Nelson Book pada tahun 2004.

6. The Thurth Behind the Da Vinci Code karya Richard Abanes diterbitkan di

Eugene oleh Harvest House Publisher pada tahun 2004.

7. Cracking the Da Vinci Code karya Simon Cox diterbitkan di New Delhi,

oleh Sterling Publishing, pada tahun 2004.

8. Solving the Da Vinci Code Mystery karya Brandon Gilvin diterbitkan di St.

Lois oleh Chalice Press pada tahun 2004.


8

9. The Da Vinci Code: Fact or Fiction? karya Hank Hanegraaff dan Paul

Maier diterbitkan di Wheaton oleh Tyndale House Publishers pada tahun

2004.

10. The Da Vinci Deception karya Erwin W. Lutzer diterbitkan di Wheaton oleh

Tyndale House Publishers pada tahun 2004.

11. Decoding the Da Vinci Code karya Amy Welborn diterbitkan di Huntington

oleh Our Sunday Visitor Pub. pada tahun 2004.

12. The Gospel Code: Novel Claims About Jesus, Mary Magdalena, and Da

Vinci karya Ben Witherington diterbitkan di Downers Grove oleh IVP

Books tahun 2004.12

Beberapa buku tersebut secara garis besar berisi bantahan terhadap Novel

The Da Vinci Code. Oleh karena itu penulis mengangkat judul THE DA VINCI

CODE DAN TRADISI GEREJA: Sebuah Kritik terhadap Tradisi Gereja

dalam Novel Karya Dan Brown.

Untuk kebutuhan penelitian skripsi ini, penulis memfokuskan pada empat

buku utama yakni:

1. Cracking Da Vinci‟s Code karya James L. Garlow dan Peter Jones

2. Fact and Fiction in the Da Vinci Code karya Steve Kellmeyer.

3. Da Vinci Code Decoded karya Martin Lunn.

4. The Da Vinci Hoax karya Carl Olson dan Sandra Miesel.

12
J.B. Hixson, The Da Vinci Code Phenomenon: A Brief Overview and Response (jurnal of
the Grace Evangelical Society, 2004), h. 41
9

Ada empat point yang menjadi sorotan penulis dalam novel tersebut.

Pertama tentang Sejarah Gereja, kedua tentang Kanonisasi Alkitab, ketiga tentang

Polemik Ketuhanan Yesus dan keempat tentang Perjamuan Terakhir.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Kritik Dan Brown terhadap tradisi gereja dalam pandangan gereja

Mainstream?

2. Bagaimana respon para tokoh Kristen dan Katolik berkenaan dengan tulisan

Dan Brown menyangkut empat hal, yaitu Sejarah Gereja, Kanonisasi Alkitab,

Polemik Ketuhanan Yesus dan Perjamuan Terakhir?

C. Tujuan Penelitian

Setelah ditentukan batasan dan rumusan masalah, maka penelitian ini

memiliki tujuan untuk mengetahui kritik Dan Brown terhadap tradisi gereja dalam

pandangan gereja Mainstream, serta untuk mengetahui respon tokoh Kristen dan

Katolik berkenaan dengan tulisan Dan Brown.

Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan Untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada jurusan Perbandingan

Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


10

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah khazanah keilmuan bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya, tentang sebuah karya sastra yang bernuansa

agama.

2. Memberikan konstribusi terhadap Fakultas Ushuluddin terkhusus pada

jurusan Perbandingan Agama. Diharapkan juga dalam penelitian ini

memiliki signifikansi ilmiah dalam keilmuan Ushuluddin.

3. Menambah bahan perbendaharaan kepustakaan, dan dapat dijadikan

bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang novel The Da Vinci Code sudah

banyak ditulis baik dalam bentuk artikel, skripsi, tesis, maupun buku, namun

ditulis dengan tema yang berbeda. Untuk itu penulis mengangkat tema The Da

Vinci Code dan tradisi gereja. Akhirnya penulis mendapatkan beberapa pustaka

yang memberikan inspirasi dan mendasari penelitian ini diantaranya sebagai

berikut:

1. Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci Code Karya

Dan Brown oleh Fariska Pujianti. Thesis tahun 2010, Program Pascasarjana

Magister Ilmu Susastra, Universitas Diponegoro Semarang. Pada thesis ini

fokus penulis dalam penelitiannya adalah megkaji sejauh mana dominasi

laki-laki terhadap perempuan dalam novel The Da Vinci Code.


11

2. Kontroversi Da Vinci Code tentang Pernikahan Yesus dan Respon Tokoh-

Tokoh Kristen oleh Fuad Yustanto SY. Skripsi tahun 2008, Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus penulis dalam

penelitiannya adalah mejelaskan tentang kontroversi perkawinan Yesus

yang dideskripsikan dalam novel The Da Vinci Code.

3. Kerinduan akan “Herstory” (Sebuah Kajian Semiotik dan Feminisme dalam

novel the Da Vinci Code karya Dan Brown) oleh Ikhaputri W. Skripsi tahun

2006, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Fokus

penulis dalam penelitiannya adalah kajian tentang semiotik terhadap novel

The Da Vinci Code.

4. Perspektif Feminis Seorang Penulis Laki-Laki pada Novel The Da Vinci

Code oleh Dian Fidhy Pramusinta. Skripsi tahun 2006, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Fokus penulis dalam penelitiannya

adalah kajian gender yang terdapat dalam novel The Da Vinci Code. Dalam

skripsi ini dijelaskan dengan gamblang bagaimana penggambaran Dan

Brown seputar hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.

5. Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel The Da

Vinci Code oleh Miranti Andi Kasim, Universitas Indonesia. Fokus penulis

dalam penelitiannya adalah mengungkap religiusitas Dan Brown sebagai

seorang Katholik dan juga sebagai penulis novel The Da Vinci Code yang

isinya bertentangan dengan akidahnya. Dalam tulisan ini ditemukan

statement bahwa alasan Dan Brown menulis novel tersebut adalah sebagai

bentuk pencarian spiritualnya.


12

F. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode

kepustakaan (library research), dalam riset pustaka ini penulis memanfaatkan

sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.13 Data-data

kepustakaan yang penulis gunakan meliputi, dokumen, arsip, koran, majalah,

jurnal ilmiah, buku, dan media cetak lain yang relevan dengan penelitian ini.

Dengan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif.

Hasil dari penelitian ini akan diuraikan dengan metode deskriptif analisis

yang bertujuan untuk menggambarkan respon para tokoh baik Kristen maupun

Katolik terkait Tradisi Gereja yang digambarkan oleh Dan Brown dalam novel

The Da Vinci Code.

Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan ini adalah studi

dokumentasi yaitu dengan cara melihat atau menganalisis dokumen atau media

tertulis untuk mendapatkan gambaran terkait tema yang diangkat secara jelas dan

rinci.14

2. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer adalah sumber informasi yang secara langsung

13
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h. 2.
14
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),
h. 143.
13

berkaitan dengan tema dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi data primer

adalah novel The Da Vinci Code karya Dan Brown, juga empat buku utama yang

telah penulis sebut pada bagian latar belakang.

Sementara itu, data sekunder adalah sumber informasi yang secara tidak

langsung berkaitan dengan tema/pokok bahasan dalam penelitian, dengan kata

lain data sekunder dapat disebut sebagai data penunjang/pendukung. Adapun yang

termasuk dalam data sekunder dalam hal ini adalah buku, jurnal, skripsi, majalah

koran dan sebagainya yang dipandang relevan dan dapat mendukung penelitian.

3. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara pengambilan

kesimpulan dan verifikasi. Jadi dari dari data yang didapatkan itu penulis

mencoba mengambil kesimpulan dan berusaha memverifikasi data tersebut

dengan cara mengumpulkan data baru.15

4. Metode penulisan

Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for

Quality Developement and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

15
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2000), h. 87.
14

G. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terbagi kedalam lima bab, dengan penjelasan sebagai

berikut:

BAB I berisi pendahuluan yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II berisi struktur novel The Da Vinci Code, yaitu penjelasan tentang

pengarang novel, kondisi lingkungan sosial novel, serta unsur-unsur yang

terdapat dalam novel.

BAB III berisi ajaran gereja dan kritik Da Vinci Code, yaitu penjelasan

tentang Tradisi gereja dalam pandangan gereja mainstream dan pandangan Dan

Brown. adapun temanya meliputi Gereja, Alkitab, Trinitas, dan kontroversi tokoh

pada Perjamuan Terakhir.

BAB IV berisi respon para tokoh Kristen dan Katolik terhadap kritik Da

Vinci Code, yaitu uraian argumen dan karya-karya para tokoh Kristen dan Katolik

yang diterbitkan untuk merespon novel The Da Vinci Code berkenaan dengan

empat hal, diantaranya tentang Sejarah Gereja, Kanonisasi Alkitab, Polemik

Ketuhanan Yesus dan Perjamuan Terakhir.

BAB V berisi kesimpulan yang menjawab perumusan masalah berdasarkan

data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


BAB II

STRUKTUR NOVEL THE DA VINCI CODE

A. Riwayat Dan Brown

Dan Brown adalah seorang pengarang novel The Da Vinci Code. Novel ini

telah menjadi salah satu novel dengan penjualan terlaris setiap waktu, yang

menjadi subyek diskusi yang kontroversi diantara banyak kalangan baik pembaca

maupun sarjana. Brown termasuk dalam daftar 100 Most Influential People (100

orang Paling Berpengaruh) versi majalah TIME.1

Ia dilahirkan pada 22 Juni 1964 di Exeter, New Hampshire, Amerika

Serikat. Ia adalah putra sulung dari tiga bersaudara ayahnya bernama Richard

Brown, seorang guru Matematika, dan ibunya bernama Connie Brown, yang

berprofesi sebagai pemusik pemain organ Gereja. Brown dibesarkan sebagai

seorang Kristen. Yang tumbuh dilingkungan keluarga yang menyukai teka-teki

dan kode-kode.2 Dari ayahnya lah ia belajar Deret Fibonacci.3

Namun karena perbedaan cara pandang kedua orang tuanya ia mengalami

kebingungan sejak usia kanak-kanak. Sebagaimana terekam dari penuturannya:

“Sementara sains memberikan bukti-bukti yang menggairahkan


atas klaim-klaimnya, apakah berupa foto, persamaan, atau bukti-bukti

1
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code,” Artikel Universitas Indonesia. Diakses pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL%20DA%20VI
NCI%20CODE.pdf
2
Dan Brown, The Da Vinci Code, Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno (Yogyakarta:
Bentang, 2014), h. 10
3
Deret Fibonacci adalah deretan yang terbentuk dengan masing-masing angka dalam deret
tersebut merupakan hasil dari penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Contoh dari deret
fibonacci adalah 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, dst. Uniknya lagi hasil dari
pembagiannya bernilai sama setelah angka ke-13, yaitu bernilai 1,618. Contoh 233/144 = 1,618;
377/233 = 1,618; dst.

15
16

yang dapat dilihat, agama lebih banyak menutut, terus menerus


memintaku untuk menerima segala sesuatu secara yakin. Keyakinan
membutuhkan upaya yang lumayan banyak, terutama untuk anak-anak
belia dan khususnya dalam sebuah dunia yang tidak sempurna. Maka
sebagai seorang anak, aku cenderug berlandaskan pada fondas-fondasi
sains yang kokoh. Tetapi semakin jauh aku masuk ke dalam dunia
sains yang kokoh ini, semakin rapuh landasan tempatku memulai.”4

Brown mempunyai banyak riwayat intelektual, di antaranya pernah belajar

sejarah di Universitas Seville Spanyol. Di sanalah ia mulai menerima pelajaran

mengenai kode-kode tersembunyi di balik karya-karya seni ternama seperti The

Last Supper, Monalisa, Madonna of the Rocks, dan Adoration of Magi. Pada

tahun 1991, ia pergi ke Los Angeles untuk meniti karirnya di dunia musik sambil

bekerja sebagai guru bahasa Spanyol. Brown bergabung dengan National

Academy of Songwriters, di sana ia berkenalan dengan Blythe Newlon, direktur

pengembangan artistik organisasi yang akhirnya menjadi istrinya.5

Setelah meniti karir dibidang musik, Dan Brown kembali ke New

Hampshire dan mulai memfokuskan waktunya untuk menulis.6 Sebagai seorang

penulis, ia menghasilkan banyak karangan baik berupa cerita pendek maupun

novel. Namun, dalam karirnya sebagai seorang penulis, ia tidak dikenal oleh

publik sampai ia meluncurkan novel keempatnya yang berjudul The Da Vinci

Code. Beberapa karyanya adalah seperti Digital Fortress, terbit pada tahun 1997.

Angels and Demons, terbit pada tahun 2000. Deception Point, terbit pada tahun

4
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
5
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
6
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
17

2001. The Da Vinci Code, terbit pada tahun 2003. The Lost Symbol, terbit pada

tahun 2009. Dan Inferno, terbit pada tahun 2013.

Saat ini Dan Brown tinggal di New England, dan masih menggeluti

pekerjaannya sebagai novelis.

B. Lingkungan Sosial The Da Vinci Code

Lingkungan sosial The Da Vinci Code, meliputi unsur-unsur luar yang

mempengaruhi penulisan novel The Da Vinci Code. Seperti agama dalam

kebudayaan Amerika.

Analisis ini dilakukan dengan meneliti Bagaimana masyarakat Amerika

memisahkan peran sebagai umat beragama dan peran sebagai warga negara, dan

juga dikaitkan dengan prinsip kebebasan berbicara (freedom of speech) yang

terdapat dalam konstitusi Amerika.

Dalam konstitusi ini, salah-satu ciri paling menakjubkan pada agama di

Amerika adalah polipietes (keragaman agama dan keragaman bentuk).7 Beragama

di Amerika bukan merupakan urusan negara dan pemerintahan. Di dalam Kartu

Identitas Diri warga Amerika, kolom agama ditiadakan. Hal yang demikian

merupakan salah satu bukti bahwa pemerintah tidak turut campur dalam hal

kerohanian warga negaranya.

Betapapun begitu, masyarakat Amerika hampir selalu memiliki perasaan

kedekatan dengan kelompok keagamaan tertentu, dan disamping itu, terlibat

dalam praktik keagamaan dengan frekuensi yang tinggi. Mereka memiliki tingkat

7
Martin E. Marty, “Agama di Amerika,” dalam Luther S. Luedtke, ed., Making America:
The Society and Culture of the United States (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), h. 192
18

keterlibatan keagamaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan keterlibatan

mereka dalam politik.8

Cara pandang keagamaan seperti ini tentu memiliki akar sejarah dari masa

pencerahan. Masa pencerahan meninggalkan pengaruh yang kuat pada karakter

dan kebudayaan Amerika. Sejak masa itu banyak orang Amerika mulai meyakini

bahwa kekuatan Ilahi di balik karakter dan kebudayaan dapat muncul dalam

berbagai macam ungkapan dan dapat dipahami oleh kaum beriman dengan

berbagai macam cara: “Kita berada di kapal yang berbeda-beda yang menuju ke

pantai yang sama, sebagaimana Jefferson merumuskan hal tersebut dengan baik.”

Tidak ada bedanya apakah tetangga sebelah menghormati satu Allah, dua puluh

Allah, atau bukan Allah sekalipun. Sepanjang mereka tidak mengganggu satu

sama lain – dengan kata lain “yaitu tidak mencuri dompet saya”.9

Begitulah keragaman keberagamaan di Amerika. Setiap orang mempunyai

hak untuk hidup sebagai warga negara yang beragama namun tidak mengikat.

Agama yang datang ke Amerika tidak membutuhkan legalitas dari negara.

Semuanya mempunyai tempat yang sama.

Dalam konteks budaya Amerika ini, Kebudayaan dalam masyarakat

mempengaruhi cara pandang individu dalam memaknai sesuatu, termasuk dalam

hal keagamaan. Apa yang dianggap benar oleh satu individu, belum tentu benar

menurut individu yang lain. Hal ini yang menjadi simpul ungkapan Dan Brown

dalam novelnya bahwa “kebenaran sejarah dalam agama itu bersifat relatif”.

8
David C. Leege dan Lyman A. Kellstedt, Rediscovering the Religious Factor in American
Politics, Penerjemah Debbie A. Lubis dan A. Zaim Rofiqi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), h. 423
9
Marty, “Agama di Amerika,” h. 203-204
19

Negara Amerika dengan gaya liberalnya menjadikan Dan Brown yakin bahwa

bentuk keberagamaan yang diekspresikan melalui tulisannya menjadi sebuah

novel yang sangat fenomenal tidaklah menyimpang dari sejarah Kristen.

Selain adanya kebebasan beragama, di Amerika juga menjunjung tinggi

kebebasan berbicara (freedom of speech)10. United Nations Universal Declaration

of Human Right, yang diadopsi tahun 1948, pada pasal 19 menyatakan:

“Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this


right includes freedom to hold opinions without interference and to
seek, receive, and impart information and ideas throug any media and
regardiess of frontiers.”
(Setiap orang berhak untuk berpendapat dan memiliki kebebasan
berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mempertahankan
pendapat tanpa diinterferensi dan untuk mencari, menerima dan
membagi informasi serta segala macam gagasan, melalui media
apapun, tanpa batasan.)11

Secara teknis, deklarasi tersebut adalah resolusi dari PBB, bukan sebuah

traktat, jadi tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB. Freedom of

Speech atau Kebebasan Berbicara mendapatkan perlindungan dalam hukum

internasional dari Internasional Covenant on Civil and Political Rights, yang

diratifikasi oleh lebih dari 150 negara.12

Lantas bagaimana penerapan di Amerika Serikat?, Pada umumnya Amerika

memiliki kebijakan liberal terhadap kebebasan berekspresi, tanpa sensor dari

10
yaitu kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa
adanya tindakan sensor atau pembatasan. Akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk
menyebarkan kebencian, dapat diidentikkan dengan istilah kebebasan berekspresi yang kadang-
kadang digunakan bukan hanya untuk kebebasan dalam berbicara lisan saja, melainkan juga
kebebasan dalam menuangkan ide apapun. Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah
kebebasan ini tidak termasuk dalam konsep kebebasan berfikir atau kebebasan hati nurani.
Selengkapnya lihat “Freedom of Speech” diakses pada 08 Juni 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara
11
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
12
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
20

pemerintah terhadap media pemberitaan (dengan pengecualian aturan dasar bagi

radio dan televisi) atau seni kreatif. Namun bukan berarti semua pendapat tanpa

batas. Pemerintah Amerika juga menerapkan batasan dan hukum apabila

kebebasan ekspresi tersebut mengandung unsur-unsur kebohongan.13

Oleh karena itu, betapapun masyarakat Amerika benar-benar menjunjung

tinggi hak mereka untuk bebas bicara dan menggunakannya untuk kepentingan

mereka, sebenarnya Pemerintah Amerika memiliki kendali langsung terhadap

kebebasan berbicara pada sejumlah media. Salah satu contohnya adalah

pengaturan siaran radio dan televisi dari Federal Communications Commision

(FCC).14

C. Latar Belakang Penulisan Novel

Dan Brown selain mengarang enam novel yang terkenal, juga menulis

beberapa cerita pendek. Sebelum ia menerbitkan novel pertamanya Digital

Fortress, ia menulis “187 Men to Avoid” yang terbit pada tahun 1995 dengan

nama samaran Danielle Brown. Selain buku itu, ia juga menulis buku lainnya

dengan judul “The Bald Book” yang ditulis di sela-sela penulisan novel keduanya.

Novel kedua Dan Brown adalah Angels and Demons. Pada novel ini tokoh

Robert Langdon untuk pertama kalinya dikenalkan. Alur cerita dalam novel ini

membuat beberapa pembaca menuduhnya sebagai anti-Katolik dan seorang

Atheis. Secara ringkas novel ini menceritakan tentang petualangan Langdon

13
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
14
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
21

dalam memecahkan petunjuk berupa simbol-simbol untuk mengetahui dalang di

balik suatu pembunuhan dan kaitannya dengan organisasi rahasia Illuminati.

Dalam novel ini seorang Paus Vatikan-lah yang diceritakan sebagai dalang

pembunuhan. Brown juga menggambarkan pertentangan antara ilmu pengetahuan

dan agama sebagai latar cerita. Meskipun dirangkai sebegitu menariknya, angka

penjualan novel Angels and Demons kurang memuaskan. Novel ini belum mampu

membawa ketenaran nama Dan Brown secara maksimal.

Tidak lama setelah itu, Brown mulai menggarap novel ketiganya, akhirnya

pada tahun 2001 terbitlah sebuah novel dengan judul Deception Point, dengan

tema yang masih sama dengan novel keduanya. Namun novel ini dalam

penjualannya bernasib sama. Angka penjualannya rendah. Setelah menerbitkan

tiga novel yang tidak membuahkan hasil, juga Brown sedang tidak memiliki agen

dan penerbit. Ia mulai pesimis dengan karirnya sebagai seorang novelis. Pada

akhirnya membuat ia berpikir lebih keras untuk menarik perhatian pembaca pada

tulisan selanjutnya.

Dari kerja keras dan ketekunan yang dilakukannya untuk menggarap karya

berikutnya, akhirnya pada novel keempat dia sengaja memilih tema yang sensitif

untuk diangkat. Strategi ini berhasil. Tema The Da Vinci Code yang memaparkan

nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Kristen, akhirnya sukses besar dan

menjadikan nama Dan Brown muncul ke permukaan, dan menjadi bahan

pembicaraan. Dampak lain dari kesuksesan novel ini adalah dirilis-ulangnya

novel-novel Dan Brown sebelumnya.


22

Pada novel keempat ini, Dan Brown benar-benar serius menggarapnya.

Untuk mendapatkan data-data dalam penulisan ini, selama bertahun–tahun ia

melakukan riset di Museum Louvre, Kementrian Kebudayaan Paris, Proyek

Gutenberg, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Gnostic Society, Department of

Paintings Study and Documentation Service di Museum Louvre, Catholic World

News, Royal Observatory Greenwich, London Record Society, Monument

Collection di Westminster Abbey, John Pike dan Federation of American

Scientists. Dan juga mewancarai lima anggota Opus Dei (tiga anggota aktif dan

dua mantan anggota) yang mengungkapkan kisah mereka, baik positif maupun

negatif, mengenai pengalaman mereka di Opus Dei.15

Dalam novelnya kali ini, Brown kembali memilih tokoh Langdon yang dulu

pernah berperan dalam novel yang berjudul Angels and Demons. Alasan Brown

memilih Langdon sebagai tokoh utama pada novel The Da Vinci Code kali ini

adalah karena karakter Robert Langdon sangat mirip dengan Dan Brown.16

Selama proses riset dalam penulisan novelnya, pandangan-pandangan

Brown terhadap agama dan spiritualitasnya kelihatan mulai berubah. Seperti yang

telah diungkapkannya sebagai berikut:

“Anda tidak dapat melakukan penelitian tentang topik eksplosif ini


dan terbenam dalam persoalan semacam ini tanpa mengubah falsafah
fundamental anda.”

Novel The Da Vinci Code, oleh Dan Brown dianggap sebagai cara

memahami keruwetan sejarah, seperti sejarah tentang Priory of Sion dan

15
Dan Brown, The Da Vinci Code, h. 9-10
16
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
23

organisasi Katolik “Opus Dei”. Selain itu juga untuk memperkenalkan orang-

orang pada kode-kode tersembunyi dalam seni Leonardo da Vinci.

Hanya saja ketika sampai pada teori tentang pernikahan Yesus dan Maria

Magdalena, Brown ragu-ragu dengan teorinya tersebut. Namun ia harus berpaling,

pada akhirnya ia mengatakan bahwa The Da Vinci Code menggambarkan sejarah

sebagaimana yang akhirnya ia pahami setelah selama beberapa tahun melakukan

perjalanan, riset, membaca, wawancara dan eksplorasi.17

Dalam keberhasilan penulisan novel ini Brown tidak lepas dari bantuan istri

tercintanya Blythe – seorang peminat sejarah seni dan lukisan, yang memiliki

pengetahuan dan minat besar terhadap karya seni Leonardo da Vinci. Yang

akhirnya pada 18 Maret 2003, penerbit Doubleday menjadwalkan peluncuran

230.000 eksemplar The Da Vinci Code. Di hari pertama penjualannya, novel itu

berhasil terjual sebanyak 6.000 eksemplar, melonjak sampai nyaris 24.000 diakhir

minggu pertama. Minggu berikutnya, karya Brown itu masuk dalam daftar

bestseller di media-media cetak Amerika.18

D. Unsur-Unsur Dalam Novel The Da Vinci Code

D.1. Tokoh dan Penokohan

D.1.a. Robert Langdon

Tokoh ini diceritakan sebagai seorang profesor simbologi agama dari

Harvard. Ia ahli dalam hal-hal yang berkaitan dengan ikonologi klasik,

17
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
18
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
24

simbol-simbol jaman pre-Kristen, seni kedewian, dan penerjemahan tulisan-

tulisan kuno. Karena keahliannya, ia dipercaya oleh Jacques Sauniere

menemani cucunya Sophie Neveu dalam memecahkan kode/teka–teki dan

simbol-simbol yang ditinggalkannya sebelum Sauniere meninggal. Tetapi

tidak disangka, justru karena pesan yang ditinggalkan Jacques Sauniere lah

yang membuat Langdon menjadi tersangka dalam kasus terbunuhnya

Sauniere.

Karakter Langdon dalam novel ini adalah sebagai tokoh utama yang

sangat tertarik pada konsep perempuan suci. Ia percaya bahwa Holy Grail

yang sebenarnya bukanlah sebuah artafek berbentuk cawan, melainkan

metafora dari seorang perempuan.

D.1.b. Sophie Neveu

Sophie Neveu adalah cucu seorang kurator museum Louvre, Jacques

Sauniere. Ia berprofesi sebagai kriptografer di kepolisian Perancis. Dalam

novel ini, ia bersama-sama dengan Langdon akhirnya berhasil memecahkan

pesan kematian yang ditinggalkan Sauniere.

Sophie dibesarkan oleh kakeknya seorang diri, setelah kedua orang

tuanya meninggal karena kecelakaan. Ia mahir dalam hal teka-teki yang rumit

berkat didikan kakeknya, namun hubungan baik dengan kakeknya terputus

karena Sophie melihat kakeknya melakukan ritual seks (hieros gamos). Pada

akhir cerita, diketahui bahwa Sophie adalah keturunan dari Yesus Kristus dan

Maria Magdalena.
25

D.1.c. Sir Leigh Teabing

Sir Leigh Teabing adalah Sarjana seni lulusan Oxford yang

mengkhususkan diri pada pencarian cawan suci (holy grail). Ia juga adalah

seorang teman dari Langdon, mereka pertama kali bertemu melalui British

Broadcasting Corporation. Demi untuk menemukan keberadaa Holy Grail, ia

menempuh segala cara, termasuk memanfaatkan kecerdasan Langdon dan

Sophie. Ia juga memanfaatkan kegigihan Aringarosa beserta Silas dalam

pencarian Holy Grail. Diceritakan bahwa setelah ia menemukan Holy Grail,

ia berambisi untuk mengumumkan pada dunia bahwa Holy Grail bukanlah

cawan suci melainkan seorang perempuan yang melahirkan keturunan Yesus,

perempuan itu adalah Maria Magdalena.

D.1.d. Uskup Manual Aringarosa

Uskup Manual Aringarosa adalah Kepala gereja Opus Dei, sekaligus

pelindung dari biarawan albino bernama Silas. Aringarosa juga terlibat dalam

pencarian petunjuk untuk menemukan keberadaan Holy Grail. Aringarosa

adalah tokoh yang membantah anggapan bahwa Holy Grail adalah Maria

Magdalena, untuk itu ia dengan segala kemampuannya ingin menghilangkan

bukti bahwa cawan suci (Holy Grail) adalah Maria Magdalena.

D.1.e. Silas

Silas adalah seorang Anggota Opus Dei yang percaya bahwa tindakan

penyiksaan diri secara fisik merupakan bentuk pengabdian diri kepada Yesus
26

Kristus. Dengan mencambuki diri sendiri dan mengikatkan tali yang berduri

pada pahanya, ia akan merasakan penderitaan sebagaimana yang dirasakan

oleh Yesus Kristus di tiang salib.

Silas digambarkan sebagai pembunuh Jacques Sauniere beserta tiga

pemimpin organisasi Biarawan Sion lainnya. Meskipun Silas tahu bahwa

membunuh adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan dosa, namun ia tetap

tidak mau menghentikannya. Ia beranggapan bahwa selama perbuatannya

bertujuan untuk menyelamatkan keberlangsungan gereja Katolik, meskipun

itu diyakini sebagai perbuatan dosa, ia tetap akan melakukannya. Karena ia

percaya bahwa dosanya bisa dihapus apabila ia bertobat dengan cara

penghukuman diri.

D.1.f. Bezu Fache

Bezu Fache adalah seorang Kapten dari DCPJ (Direction Centrale

Police Judiciaire) atau kepolisian yudisial Perancis. Ia berkarakter tegas,

penuh kewaspadaan dan keras kepala. Dia juga yang bertanggung jawab

terhadap penyebab kematian Jacques Sauniere. Yang menjadi target Fache

dalam kasus pembunuhan yang terjadi di Museum Louvre adalah Robert

Langdon.

D.1.g. Jacques Sauniere

Jacques Sauniere adalah seorang kurator Museum Louvre yang dibunuh

oleh Silas. Dia merupakan kakek dari Sophie Neveu. Selain itu ia juga
27

termasuk mahaguru atau pemimpin tertinggi dari organisasi Biarawan Sion,

sebuah organisasi yang bertujuan menjaga rahasia Holy Grail dan keturunan

Yesus Kristus.

Ketujuh tokoh diatas merupakan tokoh sentral yang menjadi lakon

dalam novel The Da Vinci Code.

D.2. Struktur Latar

Latar dalam novel The Da Vinci Code dapat dilihat dalam tabel berikut:

Bagian/ sub Lokasi, Periode


No. Status Sosial/Konteks cerita
bab Negara waktu

Terbunuhnya Jacques
Sauniere,
Museum Louvre, Tempat pertama kali Robert
1. 2–4 10. 46 pm
Paris Langdon dan Sophie Neveu
bertemu, dan mendapatkan
pesan kematian dari Sauniere.

Langdon dan Sophie


menemukan Rosewood (kotak
Depository bank Tengah
2. 42 – 45 kayu yang berisi cryptex),
of zurich19 malam
yang menjadi petunjuk
keberadaan Holy Grail.

Terjadi perbincangan antara


Robert Langdon, Sophie
Tengah
3. 52 – 70 Versailles Neveu dan Sir Leigh Teabing
malam
mengenai cawan suci (Holy
Grail).

Sophie Neveu, Robert


4. 71 – 80 London, Inggris Dini hari
Langdon dan Sir Leigh
Teabing menghindari kejaran

19
Depository Bank of Zurich adalah bank Geld-schrank yang mewarkan ruang
penyimpanan anonim yang juga dikenal sebagai layanan penyimpanan tertutup. Bank ini
menyediakan berbagai bentuk benda yang ingin disimpan, seperti sertifikat, saham, serta lukisan
berharga, melalui serangkaian selubung privasi berteknologi tinggi, dan bisa menarik barang-
barang itu kapan saja, juga dengan anonimitas total. Bank ini melayani klien selama 24 jam penuh,
dengan tradisi rekening bernomor Swiss. Bank ini memiliki kantor di Zurich, Kuala Lumpur, New
York, dan di Paris. Baca Brown, The Da Vinci Code, h. 269
28

Bezu Fache.
Ditengah perjalanan ia
berhasil menemukan kode
untuk membuka Criptex
pertama.
Pencarian informasi tentang
Perpustakaan
5. 92 dan 95 keberadaan makam kesatria
king‟s collage20
(Issac Newton) di London.
Pencarian “bola” yang
Pagi hari
seharusnya ada di makam
6. 97 – 99, Kesatria, yang menjadi kode
Westminster untuk membuka Criptex
Abbey21 kedua.
Siang
Sir Leigh Teabing ditangkap
7. 101 menjelang
oleh kapten Bezu Fache
sore
Sophie Neveu bertemu nenek
dan adiknya yang dikira sudah
meninggal.
Kapel “Rosslyn”, Sore hari –
8. 104–105 Terungkap rahasia bahwa
Skotlandia22 malam hari
Sophie adalah keturunan
Yesus Kristus dan Maria
Magdalena.

D.3. Struktur Plot/Alur

The Da Vinci Code diawali dengan sebuah peristiwa pembunuhan yang

mengerikan di Museum Louvre, Paris. Polisi memanggil Robert Langdon,

20
King‟s Collage didirikan oleh Raja George IV pada 1829, menempatkan Departemen
Teologi dan Studi keagamaannya di sebelah gedung Parlemen, di tanah pemberian Raja.
Departemen agama King‟s Collage tidak hanya membanggakan pengalaman 150 tahun dalam
pengajaran dan riset, tetapi juga pendirian Institut Riset dalam Teologi Sistematik pada 1982,
dengan salah satu perpustakaan riset keagamaan yang paling lengkap dan maju secara elektronik di
dunia. Baca Brown. The Da Vinci Code, h. 559
21
Westminster dirancang dengan gaya katedral besar Amiens, Charters, dan Canterbury,
tidak dianggap sebagai katedral ataupun gereja Paroki. Klasifikasinya adalah sebagai tempat
pemujaan, dan hanya tunduk pada kerajaan. Sejak menjadi tempat penobatan William the
Conqueror pada Hari Natal 1066, tempat suci menakjubkan ini telah menyaksikan prosesi upacara
kerajaan dan urusan negara yang tak terhitung banyaknya – mulai dari kanonisasi Edward the
Confessor, pernikahan Pangeran Andrew dan Sarah Ferguson, sampai pemakaman Henry V, Ratu
Elizabeth I, dan Lady Diana. Baca Baca Brown. The Da Vinci Code, h. 586
22
Sering kali disebut Katedral Kode – berdiri sebelas kilometer di selatan Endiburg,
Skotlandia, di lokasi sebuah kuil Mithra kuno. Didirikan oleh Kesatria Templar pada 1446, kapel
itu diukiri rangkaian simbol membingungkan dari tradisi Yahudi, Kristen, Mesir, Mason dan
Pagan. Koordinat-koordinat geografis kapel itu berada tepat pada garis bujur utara-selatan yang
membelah Glaston-bury. Garis Mawar membujur ini adalah penanda tradisional Pulau Avalonnya
Raja Arthur, dn dianggap sebagai pilar utama geometri-suci Inggris. Dari Rose Line (Garis Mawar)
suci inilah, Rosslyn – yang asalnya dieja Roslin – memperoleh namanya. Baca Brown. The Da
Vinci Code, h. 642
29

seorang dosen simbologi agama dari Universitas Harvard, untuk membantu

memecahkan berbagai petunjuk misterius yang tertinggal didekat mayat,

Jacques Sauniere. Diatas dan sekitar mayat itu terdapat teka-teki, yang jika

dipecahkan oleh Langdon dan kriptografer polisi Sophie Neveu akan

mengarah ke berbagai petunjuk tersembunyi dari pengamatan yang wajar atas

karya seni Leonardo Da Vinci. Sophie dengan dibantu Langdon berusaha

keras untuk memecahkan kode rahasia tersebut yang akhirnya mengantarkan

mereka untuk bertemu dengan seorang ahli sejarah yang mendedikasikan

hidupnya dalam pencarian Holy Grail.

Langdon mendapati bahwa kurator Louvre yang terbunuh, bukan hanya

merupakan kakek dari Neveu yang sudah lama tidak bersamanya, tetapi juga

seorang Grandmaster di sebuah kelompok persaudaraan purba (Priory of

Sion) yang dipercaya untuk menjaga sebuah rahasia, yang apabila

diungkapkan akan mengancam eksistensi Gereja. Sauniere tewas karena

melindungi lokasi yang merupakan bukti adanya Cawan Suci.

Berlomba menyusuri jalan-jalan kota Paris, ke tempat tinggal Teabing

yang eksotis, ke London dengan menumpang penerbangan gelap, Langdon

dan Neveu terus mencoba untuk selangkah lebih maju dari polisi Perancis,

seorang pembunuh albino, dan seorang misterius yang mengatur pencarian

maut akan Cawan Suci. Berbagai simbol dan teka-teki yang sangat rumit

membawa Langdon dan Neveu pada sebuah kesimpulan menarik, dimana

lokasi Cawan Suci diungkapkan.


30

Robert Langdon dan Sophie Neveu pergi ke sebuah gereja Roslin.

Ternyata di sana mereka bertemu dengan nenek Sophie yang dikira sudah

meninggal, dan juga adik laki-laki Sophie. Setelah menggabungkan cerita,

ternyata Sophie sendiri adalah keturunan langsung dari Yesus dan Maria

Magdalena, sehingga ia dilindungi.

Pada akhir cerita, Langdon kembali ke Paris karena tidak menemukan

Cawan Suci di Roslin. Namun, ia tiba-tiba ingat kembali akan salah satu

petunjuk Sauniere, dan akhirnya meyakini bahwa tulang-tulang Maria

Magdalena disembunyikan di Paris, dekat museum Louvre itu sendiri.23

D.4. Tema

Novel The Da Vinci Code karya Dan Brown ini ber-Genre thriller,

dengan tema konspirasi, antara gereja Katolik Opus Dei dan Biarawan Sion

(Priory of Sion).

E. Nilai-Nilai yang Dipermasalahkan dalam Novel The Da Vinci Code

Bila ditinjau lebih jauh, ada dua kelompok besar yang menjadi poros

pertentangan novel The Da Vinci Code, yaitu kelompok Opus Dei dan Priory of

Sion. Opus Dei merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1928 oleh

Pendeta Spanyol Josemaria Escriva. Organisasi ini mengembangkan sebuah

gerakan kembali ke nilai konservatif dan mendorong jemaatnya untuk

memperbanyak berbagai pengorbanan dalam hidup mereka sebagai usahanya

23
Steven E. Liauw. “Rangkuman Buku Da Vinci‟s Code” diakses pada 10 Maret 2015 dari
http://www.in-christ.net/artikel/literatur/rangkuman_buku_da_vinci_s_code
31

menjalankan karya Tuhan. Organisasi ini mendapat dukungan dari Vatikan.

Sedangkan Priory of Sion adalah kelompok yang kagum pada ikonologi

kedewian, paganisme, dan ketuhanan perempuan, tetapi kelompok ini menaruh

kebencian pada gereja, salah satu anggotanya dulu adalah Leonardo da Vinci.24

Organisasi Opus Dei termasuk dalam kelompok mainstream yang selama ini

mempercayai keilahian Yesus sebagaimana yang dipercayai oleh umat Kristiani

pada umumnya. Sedangkan Priory of Sion adalah kelompok yang mempercayai

bahwa Yesus sepenuhnya adalah manusia, pernah menikah dengan Maria

Magdalena dan mempunyai keturunan yang selanjutnya disebut sebagai dinasti

Merovongian, sebagaimana yang diungkap oleh Dan Brown dalam novel The Da

Vinci Code.

Berikut ini adalah tabel perbedaan nilai-nilai didalam novel tersebut dengan

apa yang dipercaya oleh jemaat Kristiani, yang mengguncang inti keyakinan

mereka.

Tabel nilai-nilai yang menjadi pertentangan antara Opus Dei dan Priory of Sion

Permasalahan Opus Dei Priory of Sion

Alkitab adalah sebuah kitab “Alkitab adalah produk manusia,


sejarah yang sayangku. Bukan Tuhan. Alkitab tidak
menggambarkan kehidupan jatuh secara ajaib dari awan. Manusia
Yesus yang ditulis oleh menciptakannya sebagai catatan
seorang yang dekat dan historis masa-masa pergolakan, dan
mengenal Yesus semasa buku itu berevolusi melalui
Alkitab
hidupnya. Terdiri dari 27 penerjemahan, penambahan, dan
kitab termasuk didalamnya perbaikan yang tak terhitung
adalah empat injil yang jumlahnya. Sejarah tidak pernah
kanon, yaitu Injil Matius, memiliki versi bukunya yang pasti.”
Markus, Lukas dan (bab 55: 351)
Yohanes.

24
Fariska Pujianti, “Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci Code
Karya Dan Brown.” Tesis S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu Susastra, Universitas
Diponegoro Semarang, 2010. h. 63
32

Alkitab menurut Priory of Sion adalah


Hasil konspirasi Gereja
Yesus mempunyai sisi “sampai saai itu dalam sejarah, Yesus
Ketuhanan dan sisi dipandang oleh para pengikutnya
Kemanusiaan. Namun lepas sebagai nabi yang fana ... lelaki hebat
dari itu dia adalah manusia dan berkuasa, tapi juga seorang
suci. Yang dilahirkan dari manusia, makhluk yang fana.”
rahim Maria Tanpa bapak “Bukan Putra Allah?”
dan sampai mati pun tetap “Benar,” ujar Teabing. “Penetapan
Kesalibatan
menjadi manusia suci. Yesus sebagai „Putra Allah‟ diajukan
Yesus
secara resmi dan dipilih berdasarkan
Yesus adalah “Divine being” pemungutan suara oleh Konsili Nicea.”
(bab 55: 354)

Pandangan Priory of Sion mengatakan


bahwa Yesus sepenuhnya adalah
“Human being”
Dalam lukisan perjamuan Shopie meneliti figur yang berada
terakhir Yesus beserta kedua persis disebelah kanan Yesus,
belas muridnya, yang duduk memusatkan perhatiannya ke sana.
di kanan Yesus adalah salah Ketika dia mengamati wajah dan tubuh
seorang dari muridnya yang orang itu, gelombang ketakjuban
bernama Yohanes. muncul di dalam dirinya. Individu itu
mempunyai rambut merah tergerai,
sepasang tangan lembut yang terlipat,
dan dada menonjol. Tak diragukan
The Last Supper
lagi, dia ... perempuan.
“Dia perempuan!” teriak Sophie. (bab
57: 367)

Tentang lukisan perjamuan terakhir


ini, Priory of Sion mengatakan bahwa
yang duduk di kanan Yesus adalah
seorang perempuan bernama Maria
Magdalena.
“bukan apa,” bisik Teabing.
Sebuah Cawan, yang “Melainkan lebih tepat Siapa. Cawan
dijadikan Yesus untuk suci bukanlah benda. Sebenarnya itu
Holy Grail minum Anggur pada Jamuan adalah ... Orang.” (bab 55: 359)
Terakhir bersama
keduabelas muridnya. Holy grail dalam pandangan Priory of
Sion adalah Maria Magdalena.
BAB III

AJARAN GEREJA DAN KRITIK DA VINCI CODE

A. Gereja

A.1. Sejarah Gereja dalam Tradisi Kristen

Pada hari Pentakosta, yaitu 50 hari setelah hari Paska, jema‟at-jema‟at

(komunitas) pertama kali terbentuk. Dalam tradisi Kristen, komunitas-komunitas

itu disebut ekklesia, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “gereja”.

Dalam Perjanjian Lama kata ekklesia digunakan untuk menunjukkan suatu

perkumpulan jemaat atau persidangan yang dipanggil bersama-sama guna tujuan-

tujuan keagamaan.1

Dieter Becker, dalam bukunya Pedoman Dogmatika, menjelaskan bahwa

apa yang disebut dengan gereja adalah sebagai tubuh Kristus, di mana orang-

orang dimasukkan ke dalamnya melalui baptisan dan Perjamuan Kudus. Di

samping itu gereja atau orang-orang Kristen dapat juga disebut sebagai “orang-

orang kudus”, “rumah” Allah, “imamat yang rajani”, “umat Allah”, “kawasan

domba” Allah dan Kristus. Dan menurut Perjanjian Baru, gereja terdapat dalam

hubungan yang erat dengan Kristus dan tugasnya adalah mengabarkan kesaksian

tentang Dia.2

Gereja pada abad pertama dikenal sebagai gereja pada zaman rasul-rasul

(apostoloi age), hal ini sudah dimulai sejak hari Pentakosta sampai kematian rasul

1
Linwood Urban, A Short History of Christian Thought, Penerjemah Liem Sien Kie
(Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h. 411
2
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat (Jakarta: Gunung Mulia,
2012), h. 171

33
34

terakhir, Yohanes. Periode ini berlangsung kurang lebih selama 70 tahun (30-100

M), tempat berlangsungnya adalah di Palestina, dengan gereja pusat berada di

Yerussalem, Antiokhia dan Roma. Pada periode ini, gereja menghadapi begitu

bayak tantangan. Sekitar tahun 70 M sampai 140 M komuntias Kristen di Roma

mengalami penindasan dan penganiayaan dari politik atau negara, di mana orang-

orang Kristen pada masa itu dipaksa untuk menyembah Kaisar. Pada masa itu

pula kota Roma dihancurkan.

Betapapun masa gereja mengalami ketertindasan, di sisi lain gereja

mengalami perkembangan yang signifikan. Jemaat-jemaat gereja secara bertahap

mulai tersebar ke wilayah Siria, Asia Kecil, Yunani, Mesir, Mesopotamia, dan di

tempat-tempat yang lebih jauh lagi.3

Gereja yang pada awalnya mempercayai kedatangan Yesus untuk kedua kali

ke dunia dengan segera, lama kelamaan mereka terpaksa menerima kenyataan

bahwa dia harus lebih baik dalam menjalankan tugas sebagai penghuni dunia

nyata ini, disamping pengharapan akan kedatangan sang messiah, Yesus. Oleh

sebab itu gereja perlu diberi susunan yang lebih teratur dan kukuh.

Akhirnya terbentuklah sebuah organisasi, yang mula-mula pimpinannya

diamanatkan kepada rasul-rasul (yaitu bukan saja saksi-saksi kebangkitan Yesus,

tetapi juga utusan-utusan Injil yang mengitari semua negeri), pengajar-pengajar

(guru-guru agama yang menafsirkan Alkitab, seperti ahli-ahli Taurat dalam agama

Yahudi) dan nabi-nabi (yang menerima karunia Roh yang istimewa). Mereka ini

3
H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 10
35

bukan dipilih melainkan dengan sendirinya dihormati dan diakui kuasanya dalam

jemaat karena karunianya yang luar biasa itu.4

Lambat laun, penggembalaan jemaat beralih kepada uskup setelah

pemimpin dari golongan rasul, pengajar dan nabi meninggal dunia. Disini tugas

uskup bertambah penting selaku gembala jemaat dan pemimpin ibadah. Pada

permulaan abad ke-2 jemaat di Asia Kecil dan Siria dikepalai oleh seorang uskup

saja. Kemudian peraturan ini diikuti oleh negara manapun, sehingga susunan

gereja menjadi episkopal. Penatua-penatua merupakan badan tetap yang memilih

uskup serta membantunya dalam kebaktian dan pemerintahan jemaat.5

Pada abad pertengahan kepausan tiba pada puncak kekuasaannya. Menurut

Bonifatius VIII, mengabdikan diri di bawah paus sangat penting untuk menerima

keselamatan. Tuntutan akan supremasi paus dipersoalkan abad pertengahan purba,

tatkala timbul usaha-usaha agar konsili lebih dipentingkan dari pada paus. Baru

pada konsili Vatikan I kedudukan paus dikokohkan secara resmi dengan

menetapkan bahwa paus mempunyai kekuasaan tertinggi dalam mengambil

keputusan pengadilan diseluruh gereja. Dirumuskan juga bahwa paus tidak pernah

salah (infalibilitas), kalau dia memberi pendapat mengenai hal-hal iman dan etika

demi jabatannya (excathedra).6

A.1.a. Yesus dalam Ajaran Gereja

Bagi umat Kristiani Yesus adalah Sang Mesias yang selama ini dinantikan

kedatangannya untuk membebaskan penderitaannya pada dunia yang fana ini.


4
Berkhof, Sejarah Gereja, h. 11
5
Berkhof, Sejarah Gereja, h. 11
6
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 172
36

Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Yesus mulai dari kelahirannya

sampai kematiannya di tiang salib merupakan suatu keajaiban. Tidak banyak ahli

sejarah yang mencatat mengenai peristiwa kelahiran Yesus, karena bagi mereka

hal terpenting dari kehidupan Yesus bukanlah tentang kelahirannya, melainkan

tentang kematian dan penderitaannya di tiang salib.

Meskipun demikian, penulis secara ringkas akan menguraikan sedikit

tentang peristiwa kelahiran Yesus. Dalam beberapa literatur yang penulis kutip,

tidak ditemukan secara pasti kapan Yesus dilahirkan, namun beberapa literatur

sepakat bahwa kelahiran Yesus diperkirakan terjadi antara tahun 1 SM dan tahun

1 M.7

Selanjutnya tentang peristiwa kematian dan penderitaan Yesus di tiang

salib. Dalam hal ini, ayat-ayat Alkitab menghadirkan dua pernyataan tentang

dijatuhkannya hukuman mati bagi Yesus di tiang salib. Pertama, Yesus dituduh

melakukan pelanggaran agama (Yoh.18:12-14), dalam hal ini Yesus dihadapkan

pada Rabi Yahudi untuk mendapat pengadilan. Kedua, Yesus dituduh melakukan

pelanggaran politik, dalam hal ini ia dihadapkan pada Gubernur Roma, Pontius

Pilatus.8 Dua tuduhan yang dijatuhkan kepada Yesus baik itu karena alasan

pelanggaran agama maupun politik adalah karena pengakuan Yesus bahwa ia

adalah Sang Messiah.9 Atas alasan inilah Yesus dihukum mati di tiang salib.

7
Perkiraan tahun kelairan Yesus tersebut menurut John Drane ternyata tidak benar, hal ini
disebabkan karena kesalahan yang dibuat pada abad ke-6 M dalam menghitung permulaan tarikh
masehi. Lebih lanjut Baca John Drane, Introducing the New Testament, penerjemah oleh P. G.
Katoppo (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 54
8
Drane, Introducing the New Testament, h. 91
9
Baik para Rabi Yahudi maupun Gubernur Roma menyatakan Yesus Bersalah adalah
karena Yesus mengaku sebagai Messiah. Para Rabi Yahudi tidak mempercayai Yesus sebagai
Messiah karena Yesus tidak mampu membebaskan penderitaan orang-orang Yahudi dari
ketertindasan bangsa Romawi, dimana Messiah yang dinanti-nantikan oleh kaum Yahudi ialah
37

A.2. Sejarah Gereja dalam Novel The Da Vinci Code

Dan Brown dalam novelnya mengungkapkan sejarah Gereja menggunakan

versi yang berbeda dengan apa yang ada dalam pandangan tradisi Kristen.

Menurut Brown Gereja adalah lembaga yang telah mengubah sejarah Kristen, dan

menutupi kebenaran sejarah selama 2000 tahun. Sejarah yang telah ditutupi oleh

pihak Gereja dalam pandangan Brown diantaranya adalah tentang konsepsi

pemujaan terhadap dewi (perempuan suci), kenyataan bahwa Yesus adalah

seorang manusia fana yang menikah dengan perempuan keturunan Benjamin,

Maria Magdalena, tentang misteri Holy grail, dan tentang kanonisasi Alkitab.

Lebih lanjut Brown menuturkan bahwa Gereja dengan sengaja memilih injil-injil

maupun surat-surat yang mengabarkan tentang keilahian Yesus, semua tulisan

tentang kemanusiaan Yesus dimusnahkan demi menjaga kewibawaan gereja yang

menganut sistem patriarkal. Berikut adalah kutipannya.

“Sophie,” jelas Langdon, “tradisi Priory of Sion yang


mengabadikan pemujaan dewi didasarkan pada kepercayaan bahwa
kaum lelaki berkuasa dalam gereja Kristen awal „menipu‟ dunia
dengan menyebarkan kebohongan-kebohongan yang merendahkan
nilai kaum perempuan dan memiringkan timbangan untuk memihak
kaum lelaki.”
Sophie tetap diam, menatap kata-kata itu.
“Priory percaya bahwa Konstantin dan para pewaris laki-lakinya
berhasil mengubah dunia dari paganisme matriarkal menjadi
Kristenitas patriarkal dengan melakukan kampanye propoganda yang
menyetankan perempuan suci, menghapuskan dewi dari agama
modern untuk selamanya.”

seseorang seperti raja David dan raja Solomon, seorang raja duniawi yang akan membangun
kembali bait suci mereka, Sinagoge “Haikal Sulaiman”. Sedangkan Gubernur Roma tidak
mempercayai Yesus sebagai Messiah adalah karena seseorang yang menyatakan diri sebagai
Messiah berarti dia menyatakan diri sebagai raja, sedangkan gelar raja hanya dianugerahkan oleh
senat Roma saja. Jadi, menurut gubernur Romawi Yesus tidak mendapat anugrah itu. Drane,
Introducing the New Testament, h. 91
38

...
Tak seorangpun bisa menyangkal banyaknya kebaikan yang
dilakukan Gereja modern di dunia yang bermasalah saat ini, tetapi
Gereja punya sejarah penipuan dan kekerasan. Perang salib brutal
mereka untuk “mendidik ulang” agama pagan dan pemuja-perempuan
berlangsung tiga abad, menggunakan metode-metode yang
menginspirasi dan mengerikan. (Brown, 2014: 191-192)

Citra buruk Gereja yang lain menurut Brown ialah keikutsertaan gereja

dalam penyusunan injil kanonik, injil-injil yang menceritakan kisah Yesus dan

Maria Magdalena dimusnahkan oleh gereja, karena dianggap sebagai kitab

Apokrif. Lebih jelasnya, berikut pernyataan Dan Brown dalam novelnya:

“Dalam pertemuan ini,” ujar Teabing, “Banyak aspek


Kristenitas yang diperdebatkan dan di pilih berdasarkan pemungutan
suara – tanggal Paskah, peranan uskup-uskup, penyelenggaraan
sakramen-sakramen, dan tentu saja, ketuhanan Yesus.”
“Saya tidak mengerti. Ketuhanan-Nya?”
“Sayangku,” jelas Teabing. “Sampai saat itu dalam sejarah,
Yesus dipandang oleh para pengikut-Nya sebagai nabi yang fana ...
lelaki hebat dan berkuasa, tapi juga seorang manusia, makhluk yang
fana.”
“Bukan Putra Allah?”
“Benar,” ujar Teabing. “Penetapan Yesus sebagai „Putra Allah‟
diajukan secara resmi dan dipilih berdasarkan pemungutan suara oleh
Konsili Nicea.”
“Tunggu. Anda mengatakan bahwa ketuhanan Yesus adalah
hasil dari pemungutan suara?”
“Kemenangannya juga relatif tipis,” imbuh Teabing.
“Bagaimanapun, menetapkan ketuhanan Kristus itu penting bagi
penyatuan selanjutnya kekaisaran Romawi dan bagi basis kekuasaan
baru Vatikan. Dengan secara resmi mendukung Yesus sebagai Putra
Allah, Konstantin mengubah Yesus menjadi dewa yang
keberadaannya melampaui lingkup dunia manusia, entitas yang
kekuasaannya tak terbantahkan. Ini tidak hanya mencegah tantangan-
tantangan penganut pagan selanjutnya terhadap Kristenitas, tapi kini
para pengikut Kristus hanya bisa menebus dosa mereka melalui
saluran suci yang ditetapkan Gereja Katolik Roma.”
Sophie melirik Langdon, dan lelaki itu mengangguk pelan
menyetujui.
“Itu semua masalah kekuasaan,” lanjut Teabing. “Kristus
sebagai Mesias itu penting bagi berfungsinya Gereja dan negara.
39

Banyak ahli menyatakan bahwa pada masa awalnya, Gereja secara


harfiah mencuri Yesus dari para pengikut asli-Nya, membajak pesan
manusia-Nya, menyelubungi pesan itu dalam jubah ketuhanan yang
tidak bisa ditembus, dan menggunakannya untuk mengembangkan
kekuasaan mereka sendiri. Aku sudah menulis beberapa buku
mengenai topik itu.” (Brown, 2014: 353 – 355).

Kutipan di atas adalah pernyataan Brown yang menyangkal tentang

keilahian Yesus. Bagi Brown Yesus selain sebagai seorang yang hebat dan

berkuasa, dia hanyalah manusia biasa, yang jelas berbeda dengan Tuhan yang

mempunyai sifat kekal. Untuk itu, sangat mungkin apabila ada peristiwa

pernikahan dalam sejarah kehidupan Yesus. Brown menjelaskan bahwa Maria

Magdalena hamil pada saat penyaliban Yesus, dan untuk keamanan anak Kristus

yang belum lahir itu, Magdalena tidak punya pilihan lain kecuali melarikan diri

dari Tanah Suci. Dengan bantuan paman Yesus yang bernama Josef dari

Arimethia, ia diam-diam pergi ke Perancis, yang kemudian dikenal sebagai Gaul.

Disana ia mendapat tempat berlindung yang aman di komunitas Yahudi.

Di Perancis inilah Maria Magdalena melahirkan seorang bayi perempuan,

yang diberi nama Sarah. Kehidupan Magdalena dan Sarah dicatat dengan cermat

oleh pelindung Yahudi Mereka. Anak Magdalena termasuk garis keturunan Raja

Yahudi, yaitu David dan Solomon. Karena alasan ini orang Yahudi di Perancis

menganggap Magdalena sebagai bangsawan suci dan memujanya sebagai nenek

moyang dari garis keturunan raja-raja. Pada akhirnya keturunan Magdalena

menikah dengan keturunan bangsawan Perancis dan menciptakan sebuah garis

keturunan yang dikenal dengan Merovongian, yang mendirikan kota Paris.

“Bahwa Yesus seorang ayah,” Sophie masih tidak yakin.


“Ya,” kata Teabing. “Dan Maria Magdalena adalah rahim yang
menampung garis keturunan bangsawan-Nya. Priory of Sion, sampai
40

saat ini masih memuja Maria Magdalena sebagai Dewi, Cawan Suci,
Mawar dan Ibu Tuhan.”
Sekali lagi Sophie teringat ritual di ruang bawah tanah itu.
“Menurut Priory,” lanjut Teabing, “Maria Magdalena sedang
hamil pada saat penyaliban. Demi keselamatan anak Kristus yang
belum lahir itu, dia tidak punya pilihan, kecuali kabur dari Tanah Suci.
Dengan bantuan paman Yesus yang terpercaya, Yosef dari Arimatea,
Maria Magdalena diam-diam pergi ke Perancis, yang dulu dikenal
sebagai Gaul. Di sana dia menemukan tempat berlindung yang aman
di dalam komunitas Yahudi. Dan di Prancislah dia melahirkan seorang
anak perempuan, namanya Sarah.”
Sophie mendongak. “mereka benar-benar mengetahui nama
anaknya?”
“Jauh melebihi itu. Kehidupan Magdalena dan Sarah dikisahkan
dengan cermat oleh para pelindung Yahudi mereka. Ingatlah bahwa
anak Magdalena memiliki silsilah raja-raja Yahudi – Daud dan
Solomo. Untuk alasan ini, orang-orang Yahudi di Perancis
menganggap Magdalena bangsawan suci dan menghormatinya sebagai
nenek moyang garis bangsawan raja-raja. Tak terhitung banyaknya
ahli pada era itu yang mengisahkan hari-hari Magdalena di Perancis,
termasuk kelahiran Sarah dan silsilah kelurga selanjutnya.”
Sophie terkejut, “Ada silsilah keluarga Yesus Kristus?”
“Benar. Dan konon itu menjadi salah satu dasar dari dokumen-
dokumen Sangreal. Genealogi lengkap keturunan-keurunan awal
Kristus.” (Dan Brown, 2014: 385 – 386).

Jelaslah bahwa Brown mempunyai cerita yang berbeda mengenai sejarah

Gereja dan Yesus Kristus. Brown menampilkan sesuatu yang benar-benar bertolak

belakang dari apa yang diyakini oleh umat Kristiani. Cerita tentang kemanusiaan

Yesus yang menikah dan bahkan mempunyai keturunan, oleh sejumlah tokoh-

tokoh Kristen dan Katolik dibantah.

B. Alkitab

B.1. Sejarah Alkitab dalam Pandangan Gereja Mainstream

Sebelum dibahas mengenai pandangan gereja terhadap sejarah Alkitab,

terutama masalah kanonisasi Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru),


41

pembahasan ini akan dimulai dengan mendefinisikan tentang Alkitab. Alkitab

atau Bible berasal dari bentuk latin kata Yunani yang berarti dokumen-dokumen,

dalam bahasa kita dimengerti sebagai kertas, meskipun Alkitab itu sendiri sudah

ada terlebih dulu, sebelum dituliskan di atas kertas.10 Alkitab yang menjadi Kitab

Suci orang Kristen terdiri dari dua bagian besar yaitu Perjanjian Lama11 dan

Perjanjian Baru12. Untuk lebih jelasnya, Berikut adalah bagan dari Alkitab:

Alkitab

Perjanjian Lama Perjanjian Baru

Taurat Nebiyim (kitab nabi-nabi) Ketubim (surat-surat) Injil Kisah Para Epistula Wahyu
Rasul (surat2)

1. Kejadian 1. Yosua 1. Mazmur 1. Matius


2. Keluaran 2. Hakim-hakim 2. Ayub 2. Markus
3. Imamat 3. Samuel 3. Amsal 3. Lukas
4. Bilangan 4. Raja-raja (nabi- 4. Kidung Agung 4. Yohanes
5. Ulangan nabi “terdahulu”) 5. Ruth
5. Yesaya 6. Ratapan
6. Yeremia 7. Pengkhotbah
7. Yeheskiel 8. Ester
8. 12 nabi (nabi-nabi 9. Daniel
“kemudian”) 10. Ezra
11. Nehemia
12. Tawarikh

Sejarah mengenai Alkitab sangat panjang dan kompleks. Sepanjang sejarah

Kristen, banyak metode dipakai untuk menafsirkan firman Allah tersebut. Sebab,

penafsiran Alkitab merupakan ikatan pokok antara kehidupan dan pikiran gereja

10
Robert B. Coote dan Marry P. Coote, Power, Plitics, and the Making of the Bible,
Penerjemah Minda Perangin-angin (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 1
11
Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani dan beberapa ada yang ditulis dalam bahasa
Aram. Perjanjian Lama terdiri dari tiga kelompok kitab, yaitu kitab Taurat, Nebiyim dan Ketubim.
Kelompok kitab Taurat terdiri dari lima kitab, yaitu kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan
dan Ulangan. Kelompok kitab ini selain disebut Taurat (hukum) juga disebut kitab Musa.
Kelompok kitab Nebiyim terdiri dari 19 kitab. Sedangkan kelompok kitab Ketubim ada 12 kitab.
12
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. berisi tentang sejarah Yesus, mulai dari
kelahiran, kehidupan serta kematiannya, namun yang paling banyak diceritakan di sini adalah
tentang kematian dan penderitaannya.
42

yang berlangsung dan dokumen-dokumen yang berisi tradisi-tradisi yang paling

awal. Pada abad-abad terdahulu sering difikirkan perlunya untuk membenarkan

setiap doktrin gereja dengan pernyataan-pernyataan Kitab Suci baik yang tersurat

maupun tersirat. Namun demikian, Kitab Suci disampaikan pada kesempatan

tertentu untuk memenuhi kebutuhan tertentu.13

Kadang kala, Alkitab disebut sebagai Firman Allah, hal itu memang benar,

namun harus difahami bahwa Firman Allah mempunyai arti yang lebih luas

dibanding dengan Alkitab. Firman Allah sering kali diidentikan dengan tiga

bentuk: Yesus Kristus, Alkitab, dan Khotbah. Menurut Karl Barth, Alkitab dan

Firman Allah dapat diidentikkan hanya dibawah kondisi tertentu. Bagi Barth, dalil

“Alkitab adalah Firman Allah” tidak dapat diputar balikkan menjadi pernyataan:

Firman Allah adalah Alkitab. Sesuai ketritunggalan Allah, Barth membedakan

dengan “tiga bentuk” Firman Allah: Firman Allah yang dinyatakan, Firman Allah

yang tertulis, dan Firman Allah yang disaksikan.

Dalam hal kanon, gereja menghayati petunjuk Ireneus bahwa gereja harus

berpihak pada tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder. Dalam

masalah ini prinsip Reformasi, apa yang kemudian disebut Sola Scriptura, sudah

mulai berkembang.14

Istilah kanon berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'tongkat pengukur,

standar atau norma'. Secara historis, Alkitab telah menjadi norma yang berotoritas

bagi iman dan kehidupan bergereja. Proses pengkanonan ini dilakukan oleh

berpuluh-puluh ahli kitab suci dan bahasa yang dengan teliti dan serius memilah-
13
Robert M. Grant dan David Tracy, A short history of the interpretation of the Bible,
terjemahan oleh Agustinus Maleakhi (Jakarta, Gunung Mulia, 2000), h. 3
14
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 44
43

milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang

benar-benar suci dan diwahyukan Allah untuk kemudian dijadikan satu.15

B.1.a. Kanonisasi Perjanjian Lama

Kitab-kitab yang tergabung dalam kitab Perjanjian Lama adalah kitab-kitab

yang ditulis perkiraan tahun 1500 SM sampai tahun 400 SM. Dengan kata lain,

kurang lebih 400 tahun sebelum kelahiran Yesus ke dalam dunia, kitab-kitab

Perjanjian Lama telah tertulis dan sudah sering dibaca oleh masyarakat Yahudi.16

Kitab Suci Perjanjian Lama berisi 24 gulungan, namun yang paling penting

adalah Taurat. Sampai abad pertama masehi, 24 gulungan ini masih terbentang

terpisah, kemudian digabungkan bersama ke dalam gulungan-gulungan atau

naskah-naskah kuno yang lebih panjang. Pengelompokan itu terdiri dari empat

gulungan pertama merupakan satu kesatuan. Sembilan gulungan pertama, yaitu

kelompok Taurat dan kelompok Para Nabi Terdahulu, mendeskripsikan cerita

bersambung dari permulaan sejarah sampai ke pembuangan wangsa Daud.

Pengelompokkan ini belum terselesaikan sebelum tahun 563 SM. Empat gulungan

Para Nabi kemudian mempunyai kemiripan satu dengan lainnya, dan semuanya

mencakup teks yang ditinggalkan ke periode tahun 550 – 450 SM. Tulisan

terakhir kelompok ini adalah Daniel yang belum ditulis hingga tahun 165 M.

Kedua gulungan terakhir – Ezra dan nehemia serta Tawarikh – saling

15
“Kanonisasi Perjanjian Baru”, diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/40-kanonisasi-perjanjian-baru-vt679.html
16
“Kanon Alkitab” diakses pada 08 September 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
44

berhubungan satu sama lainnya. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa

Kitab Suci Ibrani pada dasarnya telah selesai selama Periode Persia.17

Kitab yang paling terakhir dalam susunan mereka itu bukan kitab Maleakhi

melainkan kitab Tawarikh. Susunan yang dimiliki sekarang kemungkinan adalah

susunan yang disesuaikan dengan Septuaginta, yaitu kitab Perjanjian Lama

terjemahan bahasa Yunani yang dikerjakan perkiraan tahun 200 SM. Tadinya

jumlah kitab hanya 36 kitab, tetapi karena Samuel, Raja-raja dan Tawarikh dibagi

dua, maka menghasilkan jumlah 39 kitab.18

Orang Kristen mengakui kitab Perjanjian Lama sebagai kanon kitab suci

mereka bukan karena orang Yahudi telah menerima kitab Perjanjian Lama sebagai

kitab yang diilhamkan Allah, melainkan karena semua rasul juga mengakui,

bahkan Yesus sendiri juga mengakui bahwa kitab Perjanjian Lama adalah firman

Allah.

B.1.b. Kanonisasi Perjanjian Baru

Proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru sedikit berbeda dari proses

pengkanonan kitab Perjanjian Lama, namun tetap memiliki prinsip dasarnya.

Sebagaimana proses pengkanonan kitab Perjanjian Lama tidak melalui sebuah

konferensi, demikian juga dengan proses pengkanonan kitab Perjanjian Baru.

Keduanya sama-sama melalui proses waktu yang panjang. Kitab-kitab yang

terkandung di dalam kedua kelompok kitab itu diakui satu persatu. Misalnya kitab

Musa yang terdiri dari kitab Kejadian sampai Ulangan itu adalah yang pertama
17
Coote, Power, Plitics, and the Making of the Bible, h. 7
18
“Kanon Alkitab” diakses pada 08 September 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
45

diakui sebagai Taurat (hukum) yang diberikan Allah kepada bangsa Israel.

Demikian juga kitab-kitab Perjanjian Baru diakui oleh jemaat Kristen satu

persatu.

Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, belum ada sebuah kitab pun ditulis

mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu, para saksi utama masih

hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan, dari mulut ke mulut, oleh para

rasul.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para

rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat.

Pada masa itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani, yang

sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan pentingnya

ditentukan kitab-kitab mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman

Allah. Kemudian para rasul mulai menuliskan surat-suratnya untuk para jemaat,

lalu perlahan-lahan dibuat salinan surat-surat itu untuk berbagai gereja.

Sebelum sampai pada proses pengkanonan, terlebih dahulu didahului proses

penulisan (composing) yang berkisar dari sekitar tahun 50 sampai sekitar 100.

Kemudian dilanjutkan dengan proses pengumpulan (collecting) yang berkisar dari

tahun 100 sampai 200. Proses pengumpulan ini adalah proses dimana orang-orang

percaya mengumpulkan surat-surat atau tulisan rasul-rasul untuk kebutuhan

jemaat maupun kebutuhan pribadi. Sesudah masa pengumpulan kemudian diikuti

masa pembandingan (comparing), yang berkisar dari tahun 200 sampai 300.

Proses pembandingan ini ialah proses dimana tiap-tiap jemaat lokal berusaha

membanding-bandingkan hasil koleksi mereka. Sesudah itu kemudian diikuti


46

dengan masa pelengkapan (completing) , yang berkisar dari tahun 300 sampai

400. Masing-masing jemaat melengkapi hasil koleksi mereka. Surat yang kurang

di satu jemaat, dilengkapi oleh jemaat yang lain. Ini adalah fenomena garis besar

proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru.19

Seratus tahun pertama gereja Kristen kanonnya hanya terdiri dari Perjanjian

Lama. Namun sebelum tahun 100 M, sebagian dari kitab-kitab Perjanjian Baru

sudah ditulis. Hingga abad ke-2 M, barulah kitab-kitab Injil dan tulisan Paulus

diangkat kedudukannya sebagai kanon. Kita tahu sebelumnya bahwa Perjanjian

Lama pada mulanya adalah Kitab Suci yang hanya milik orang-orang Yahudi,

ketika gereja awal Kristen mengakui Perjanjian Lama sebagai kanon maka

mulailah gereja menghadapi tugas bagaimana menafsirkan Perjanjian Lama kalau

dibandingkan dengan Yudaisme.20

Pada dasarnya dapat disebut tiga peristiwa yang mendorong gereja purba

menggabungkan tulisan-tulisan tersebut menjadi satu kumpulan yang baku

(kanon), yaitu: 1) timbulnya tradisi-tradisi rahasia aliran gnostik yang sesat dan

tidak benar, 2) kumpulan tulisan yang dipersingkat oleh Marcion, dan 3)

Montanisme dengan pewahyuan-pewahyuan yang baru.21

Pertengahan abad ke-2 adalak titik awal kanon Perjanjian Baru, yang

awalnya terjadi secara lisan. Penulis surat II Petrus, yang mungkin berasal dari

tahun 120 hingga 150 M sudah menyamakan surat-surat Paulus dengan “surat-

surat lainnya” (3:15f). Orang pertama yang berbicara tentang Perjanjian Baru

19
“Kanon Alkitab” diakses pada 08 September 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
20
Bernhard Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai Masa
Kini, Penerjemah A. A. Yewangoe (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), h. 31 - 32
21
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 44
47

adalah Irenaeus dari Lyon (meninggal sekitar 202 M) tetapi yang perlu diketahui

bahwa dia dengan hati-hati tetap membedakan antara kewibawaan injil-injil dan

surat Paulus. Tidak ada satupun dari 206 kutipan yang diambil Irenaeus dari

Paulus yang diperkenalkan dengan formula “sudah tertulis”. Sekitar tahun 200 M

kanon Perjanjian Baru dalam bentuk pendahuluan telah ditetapkan.22

Selanjutnya pada parohan abad ke-4, kanon secara utuh dari Perjanjian Baru

ditetapkan. Buku-buku yang paling penting seperti empat Injil dan surat-surat

Paulus sejak akhir abad ke-2 dan seterusnya telah dipandang sebagai kanon

Perjanjian Baru, baik di Timur maupun di Barat.23 Dan sejak abad ke-5 M hampir

setiap orang Kristen, di mana saja di dunia ini, berpegang pada Perjanjian Baru

sebagai suatu kumpulan tulisan yang terdiri dari dua puluh tujuh kitab.24

Proses pengkanonan berkembang secara alamiah dari saling

membandingkan hasil koleksi di kalangan jemaat-jemaat lokal sampai akhirnya

secara universal mengakui dan menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru sebagai

kitab-kitab yang diilhamkan Allah.

22
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 33 - 34
23
Kadang-kadang dikatakan (khususnya oleh Harnack), bahwa formasi atau pembentukan
kanon Perjanjian baru secara menentukan dipengaruhi oleh Marcion. Marcion yang mempunyai
ide-ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri tidak lama sebelum pertengahan
abad ke-2. Ia membuang Perjanjian lama, demikian pula banyak tulisan lainyang kemudia oleh
gereja dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru. Kanonnya yang mencakup Injil Lukas dan
sepuluh surat pertama Paulus, merupakan kanon Perjanjian Baru yang pertama. Baca Lohse,
Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 35
24
Richard W. Haskin. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=131
48

B.2. Kanonisasi Alkitab dalam Novel The Da Vinci Code

Dan Brown melalui tokoh Sir Leight Teabing mengungkapkan bahwa

Alkitab yang adalah produk manusia yang isinya sedikit banyak sudah ditambah

maupun dikurangi. Penyusunan Alkitab dilakukan oleh Konstantin Agung,

seorang kaisar romawi yang beragama Pagan, yang baru dibaptis diujung

kematiannya. Berikut adalah kutipannya.

Sophie sedikit merinding. “Da Vinci bicara tentang Alkitab?”


Teabing mengangguk. “Perasaan Leonardo mengenai Alkitab
berhubugan langsung dengan cawan suci. Sesungguhnya, Da Vinci
melukis cawan yang sebenarnya, yang akan kutunjukkan padamu
sesaat lagi, tapi pertama-tama kita harus membicrakan Alkitab.”
Teabing tersenyum. “Dan segala yang perlu kau ketahui tentang
Alkitab bisa diringkas oleh doktor Alkitab hebat, Martyn Percy.”
Teabing berdehem, lalu berkata, “Alkitab tidak datang melalui faks
dari surga.”
“Maaf?”
Alkitab adalah produk manusia, Sayangku. Bukan Tuhan.
Alkitab tidak jatuh secara ajaib dari awan. Manusia menciptakannya
sebagai catatan historis masa-masa pergolakan , dan buku itu
berevolusi melalui penerjemahan, penambahan, dan perbaikan yang
tak terhitung jumlahnya. Sejarah tidak pernah memiliki versi bukunya
yang pasti.”
“Oke.”
“Yesus Kristus adalah tokoh bersejarah dengan pengaruh luar
biasa, mungkin pemimpin paling misterius dan menginspirasi yang
pernah disaksikan oleh dunia. Sebagai Mesias yang diramalkan, Yesus
menggulingkan raja-raja, menginspirasi jutaan orang, dan
menciptakan filosofi-filosofi baru. Sebagai keturunan Raja Solomo
dan Raja Daud, Yesus berhak mewarisi tahta Raja Orang Yahudi. Bisa
dimengerti jika kehidupan-Nya dicatat oleh ribuan pengikut di seluruh
negeri.” Teabing berhenti untuk meneguk teh, lalu meletakkan
kembali cangkirnya diatas rak perapian. “Lebih dari delapan puluh
Injil dipertimbangkan sebagai Perjanjian Baru, tetapi hanya relatif
sedikit yang dipilih untuk dimasukkan – antara lain Injil Matius,
Markus, Lukas, dan Yohanes.”
“Siapa yang memilih injil-injil yang dimasukkan?” tanya
Sophie.
“Aha!” Teabing sangat bersemangat. “Ironi mendasar
Kristenitas! Alkitab, seperti yang kita kenal saat ini, disusun oleh
Kaisar Romawi Pagan, Konstantin Agung.”
49

“Kukira Konstantin penganut Kristen,” ujar Sophie.


“Bukan,” ejek Teabing. “Dia penganut pagan seumur hidup
yang dibaptis di ranjang kematiannya, terlalu lemah utuk memprotes.
Pada masa Konstantin, agama resmi Roma adalah pemujaan matahari
– aliran kepercayaan Sol Invictus, atau Matahari yang Tak Tertandingi
– dan Konstantin adalah pendeta kepalanya. (Brown, 2014: 350-352).

C. Trinitas

C.1. Konsep Ketuhanan Kristen dalam Pandangan Gereja Mainstream

Dalam kristologi, pada awal Gereja Purba yang menjadi persoalan utama

adalah tentang pribadi Yesus, apakah ia Allah ataukah manusia biasa, atau justru

Yesus adalah dua Pribadi Allah sekaligus manusia. Jika demikian adanya,

hubungan antara ketuhanan-Nya dan kemanusiaan-Nya menjadi sebuah

pertanyaan.

Menjelang akhir abad ke-2 M. Penjelasan tentang Allah diperkenalkan oleh

beberapa tokoh, diantaranya adalah Irenaeus. Dalam pembicaraannya mengenai

Allah, menurutnya ada dua segi dasar menonjol. Pertama, tentang keberadaan

Allah yang bathiniah, dan kedua tentang penyingkapan Allah yang bersifat

progresif dalam sejarah keselamatan. Terkadang juga Irenaeus menekankan begitu

kuat keesaan Allah sehingga kita mendapat kesan seakan-akan ia sudah jatuh

kedalam modalistis, seolah-olah anak dan Roh itu hanyalah sekedar atribut-atribut

dari satu Allah. Didalam bukunya Proof of the Apostolic Preachingnya, Irenaeus

menjelaskan lebih lanjut bahwa Allah itu satu sesuai dengan hakikat keberadaan

dan kekuasaan-Nya, meskipun Dia juga bertindak sebagai pengatur ekonomi

penebusan kita, Dia sebagai Bapa sekaligus Anak. Dia mengajarkan bahwa Allah
50

sejak awalnya adalah kekal telah bersama-sama dengan Firman dan Hikmat-

Nya.25

Pendapat kedua dikemukakan oleh Tertullianius, Tertullianius mempunyai

pandangan yang serupa dengan Irenaeus. Ia juga mulai dengan pribadi Allah

Bapak, dan yang bersama-sama dengan dia, Firman dan Hikmat, yang melahirkan

kedua-Nya dengan tujuan penciptaan dunia. Tertullianius sangat pandai dalam

mendefinisikan Trinitas, bahwa Trinitas adalah satu substansi dalam tiga pribadi

yang berhubungan satu sama lain. Jelasnya tiga pribadi ada dalam satu substansi

namun tetaplah hanya ada satu Allah.26

Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Origenes (meninggal 254 M).

Menurut Origines trinitas ditandai oleh dua segi dasar. Pertama, seperti halnya

Irenaeus dan Tertullianius, ia memberi tekanan besar pada keesaan Allah. Namun

ia tidak menjelaskan hal itu lebih jelas dan rinci. Origenes menjelaskan perbedaan

ketiga pribadi bahwa anak lebih rendah daripada Bapak, dan Roh Kudus lebih

rendah dari pada anak. Namun demikian, pada saat yang sama Origenes juga

berpendapat bahwa ketiga pribadi itu adalah satu, dalam pengertian bahwa

ketiganya memiliki suatu kesatuan dan keserasian kehendak.27

Pertikaian mengenai hubungan Kristus dengan Allah Bapak semakin

memuncak pada awal abad ke-4. Arius (meninggal 336 M) yang berasal dari

Antiokhia, menjabat sebagai pemimpin di salah satu Gereja di kota Alexandria,

25
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 54-55
26
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 56
27
Untuk kesatuan seperti ini Origines sudah mempergunakan konsep homoousios
(“kesatuan keberadaan”, atau dalam terjemahan liturgis yang umum, “dari satu substansi”), yang
kemudian diberikan status dogmatis pada Konsili Nicea (352 M). Baca Lohse, Pengantar sejarah
dogma Kristen, h. 57
51

berpendapat bahwa Kristus tidak sederajat dengan Allah, melainkan berada

dibawahnya. Ia dipandang sebagai makhluk yang sempurna yang diciptakan dari

ketidakadaan, oleh karena itu Kristus “bukan ilahi” dan “bukan dari kekekalan”.28

Perhatian utama Arius adalah menekankan keunikan dan transendensi Allah.

Yang dimaksudkan Arius dengan kata “Allah” adalah hanya Allah Bapak. Oleh

karena keberadaan Allah ini adalah muthlak transendental dan muthlak kekal,

maka ia tidak dapat disandingkan dengan siapapun. Dengan demikian segala

sesuatu yang berada di samping Allah yang transenden ini adalah sesuatu yang

diciptakan dari yang tidak ada.29

Penjelasan Arius selanjutnya adalah tentang pribadi Yesus. Menurutnya

Allah sejak semula kekal bersama-sama dengan Firman dan Hikmatnya. Tetapi

bagi Arius kedua hal ini hanya mempunyai sangkut-paut dengan keberadaan Allah

dan bukan dengan pribadi kedua atau ketiga dari Trinitas. Firman, yang oleh

sebagian kalangan disebut sebagai Yesus Kristus, adalah ciptaan Allah, diciptakan

Allah dari ketiadaan sebelum permulaan waktu. Hal itu tidak berarti bahwa Arius

menempatkan Anak sederajat dengan ciptaan lainnya.30

Pendapat Arius yang demikian dibantah oleh Athanasius yang menjabat

sebagai uskup Alexandria selama hampir setengah abad (328-373). Athanasius

menekankan bahwa Kristus harus dipandang sebagai Allah sepenuhnya, oleh

sebab itu dia tidak boleh dibedakan derajatnya dari Allah Bapak. Logos sehakikat

dengan Allah Bapa dan sesungguhnya keduanya adalah satu.31

28
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 114
29
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 60
30
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 61
31
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 114
52

No Pemikiran Arius Pemikiran Athanasius


Kristus lebih rendah dari Allah
1 Kristus adalah Allah sepenuhnya.
Bapak.
Dia sehakikat dengan Allah Bapak
2 Kristus adalah anak angkat Allah.
(homoousious).
Kristus diciptakan sebagaimana
3 makhluk yang lain (seorang Kristus adalah dari kekekalan.
malaikat yang tertinggi).
Kristus disebut Juruselamat
Kristus adalah guru dan teladan
4 manusia dan dunia, yang
bagi makhluk yang lain.
menyelamatkan dari kefanaan.

Barulah dalam waktu yang agak lama Athanasius berbicara mengenai

kedudukan roh kudus. Athanasius menekankan, bahwa menurut kesaksian

Alkitab, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiyah,

tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan keallahan, yaitu Trinitas. Roh Kudus

berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu

sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedangkan ciptaan bersifat fana,

tergantsung pada waktu dan tempat dan banyak.32

Oleh karena keragaman pandangan tentang ajaran Allah, kaisar

Konstantinus Agung berusaha mendamaikan kedua belah pihak dengan

mengadakan Konsili Nicea pada tahun 325 (Konsili Oikumenis I). Dalam konsili

ini, pendapat Athanasius mendapat kemenangan dimana dirumuskan bahwa Yesus

sederajat dengan Allah Bapa. Namun rumusan homoousious yang disepakati di

sini belum diartikan maksud dan makna yang sebenarnya.

Hasil Konfesi Nicea yang berasal dari tahun 325 M itu berbunyi sebagai

berikut:

Kami percaya dalam satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa,


pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan;

32
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 78
53

Dan didalam satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah dilahirkan


dari Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah yang sejati dari
Allah yang sejati, dilahirkan bukan diciptakan, bersal dari satu
substansi dengan Bapa, melalui Siapa segala sesuatu ada, segala
sesuatu baik yang di sorga maupun yang di bumi, Yang oleh sebab
kita manusia dan demi keselamatan kita, turun dan menjelma, menjadi
manusia, menderita, dan bangkit lagi pada hari yang ketiga, naik ke
sorga, dan akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;
Dan di dalam Roh Kudus.33
Setelah diadakan Konsili Nicea, yang mengakhiri konteroversi Arius dan

Athanasius, justru timbul kontroversi lagi seputar pemahaman mengenai putusan

dari hasil konsili tersebut. Untuk itu, pada tahun 381 diadakan Konsili

Konstantinopel (Konsili Oikumenis II) menguatkan keputusan Nicea, bahwa anak

itu homoousious dengan Bapak. Konsili ini mengaku pula, bahwa Roh Kudus juga

sehakikat dengan Allah Bapak. Bapa-bapa Kappadokia merumuskan ajaran

tentang mia ousia (satu-satunya hakikat) dan treis hupostaseis (tiga oknum).

Artinya, Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus tidaklah bertindak secara

terpisah, tetapi dalam satu gerakan yang serentak menyelamatkan manusia.34

Dari keputusan dalam Konsili Konstantinopel ini, menimbulkan pertikaian

dari dua golongan yang berbeda pendapat. Golongan pertama dari madzhab

Antiokhia diwakili oleh Nestorius selaku Patriarkh dari Konstantinopel, sedang

golongan kedua dari madzab Alexandria yang diwakili oleh Cyrillus sebagai

uskup kota itu. Yang menjadi bahan perdebatan adalah tentang apakah

kemanusiaan dan keallahan Kristus erat hubungannya sehingga melebur dan tidak

tampak lagi perbedaannya, atau apakah masing-masing mempertahankan sifatnya

sehingga tetap terpisah. Pertikaian diantara kedua golongan ini juga disebut

33
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 65-66
34
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 116
54

pertentangan antara “kaum monofisit” dan “kaum duofisit”. Berikut adalah

perbedaan pendapat dari kedua golongan.

No Alexandria Antiokhia
1 Menitikberatkan tabiat ilahi Kristus. Meitikberatkan kemanusiaan Kristus.
2 Tabiat insani Kristus hilang melebur Dalam diri Kristus diadakan
dalam samudra keilahiannya. pembagian: ada tabiat insani dan ilahi.
3 Ditekankan keesaan tabiat ilahi Tidak ada keesaan antara kedua tabiat
Kristus saja. Kristus, kecuali keesaan kehendak.

Selanjutnya pada tahun 431 diadakan Konsili Efesus (Konsili Oikumenis

III) menyebut Maria sebagai yang melahirkan Allah (theotokos). Dengan

demikian pandangan Cyrillus mengalahkan pandangan Nestorius. Meskipun

demikian pertikaian kedua madzhab itu belum diselesaikan secara tuntas. 35

Akhirnya diadakanlah Konsili Chalcedon pada tahun 451 (Konsili

Oikumenis IV). Hasil dari konsili ini adalah mengambil jalan tengah yaitu

menyaring masing-masing pendapat dan meleburnya. Jadi dari konsili ini

dirumuskan bahwa Kristus bertabiat ganda dalam satu oknum. Kedua tabiat ini

tidak bercampur (asunkhutos) dan tidak berubah (atreptos) serta tidak terbagi-bagi

(adikhairetos) dan tidak terpisah (akhoristos). Kedua rumusan pertama melawan

kaum monofisit sedangkan dua rumusan yang lainnya melawan kaum duofisit.

Keputusan konsili ini sebenarnya hanya memuaskan pihak menengah, sehingga

berdasarkan itu Gereja koptis dan Gereja nestorian memisahkan diri dari arus

pemikiran yang berpengaruh digereja purba.36

35
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 116
36
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 117
55

C.2. Konsep Ketuhanan Kristen dalam novel The Da Vinci Code

Dalam novelnya, Dan Brown menjelaskan bahwa konsep ketuhanan Kristen

apabila dikembalikan pada nilai-nilai awal mula agama Kristen muncul

sesungguhnya adalah agama yang memuja dan kagum pada ikonologi kedewian,

paganisme, dan ketuhanan perempuan.

Alasan Dan Brown banyak mengulas tentang keberadaan Holy Grail adalah

bahwa grail merupakan simbol dari dewi yang hilang. Dewi yang dimaksudkan

Dan Brown adalah Maria Magdalena, hilangnya perempuan suci ini selain dari

pada munculnya doktrin baru dalam agama Kristen tentang Trinitas, disebabkan

juga oleh gereja yang telah menaklukkan perempuan, menghilangkan dewi dan

melarang penghormatan kaum pagan kepada perempuan suci. Inilah argumen Dan

Brown yang ditulis dalam novelnya:

“itu pentagram,” jelas Langdon, suaranya terdengar mengaung


di dalam ruangan besar itu. “Salah satu simbol tertua di dunia.
Digunaka lebih dari empat ribu tahun sebelum Masehi.”
“Dan apa artinya?”
...
“Simbol membawa arti yang berbeda di dalam latar belakang
yang berbeda,” jelas Langdon. “Yang terutama, pentagaram adalah
simbol keagamaan pagan.”
Fache mengangguk, “Pemujaan setan.”
“Bukan,” ujar Langdon membetulkan, dan langsung menyadari
bahwa pemilihan kosakatanya seharusnya lebih jelas.
Belakangan ini, istilah pagan hampir menjadi sinonim dengan
pemujaan setan – kesalahpahaman besar. Akar kata itu sesungguhnya
berasal dari kata latin paganus, yang berarti penduduk-desa. “Pagan”
berarti penduduk desa yang secara harfiah tidak mendapat
indoktrinasi, yang mempertahankan agama pedesaan kuno pemujaan
alam. Sesungguhnya, ketakutan gereja terhadap mereka yang tinggal
di villes (desa-desa) terpencil sangatlah besar, sehingga kata “villager
(penduduk-desa)” – vilain – yang dulunya netral, berubah arti menjadi
orang jahat.
“Pentagram,” jelas Langdon, “adalah simbol pra-Kristen yang
berhubungan dengan pemujaan alam. Orang kuno memandang dunia
56

mereka dalam dua belahan – maskulin dan feminin. Para dewa dan
dewi mereka berupaya mempertahankan keseimbangan kekuatan. Yin
dan yang. Ketika lelaki dan perempuan seimbang, muncul keselarasan
di dalam dunia. Ketika mereka tidak seimbang, muncul kekacauan.”
Langdon menunjuk perut Sauniere. “Pentagram ini menggambarkan
belahan perempuan dari segala sesuatu – konsep yang disebut
„perempuan suci‟ atau „dewi suci‟ oleh sejarahwan keagamaan.
Dibandingkan dengan semua orang lainnya, Sauniere pasti
mengetahui hal ini.” (Brown, 2014: 63-65).

Simbol Pentagram bagi Dan Brown melambangkan pemujaan terhadap

perempuan suci. Dalam novel the Da Vinci Code, Pentagram digambarkan

sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sejak empat ribu tahun

sebelum Masehi dan merupakan representasi “dewi” yang disembah oleh kaum

pagan. Para nenek moyang terdahulu melihat dunia ini sebagai dua bagian – lelaki

dan perempuan. Para dewa dan dewi mereka bekerja untuk menjaga

keseimbangan kekuatan. Ketika lelaki dan perempuan seimbang, muncul harmoni

di dunia ini. Jika mereka tidak seimbang maka akan muncul kekacauan.

Novel The Da Vinci Code menganggap bahwa adanya konsep perempuan

suci membuat takut pihak gereja, sehingga mereka membasmi konsep pemujaan

yang berpusat pada perempuan. Dan Brown dalam novelnya melalui kepercayaan

dari kelompok Priory of Sion tetap melestarikan konsep perempuan suci ini.

Untuk itulah Priory of Sion dengan segala upaya memyembuyikan keberadaan

makam Maria Magdalena yang dianggap sebagai sosok perempuan suci yang

sangat diagungkan itu, demi menjaga keberlangsungan kepercayaaan zaman pra-

Kristen, juga menjaga keberadaan keturunannya.


57

D. Kontroversi Tokoh Pada Perjamuan Terakhir

D.1. Perjamuan Terakhir dalam Pandangan Gereja Mainstream

Perjamuan terakhir adalah perjamuan malam yang dilakukan oleh Yesus

beserta keduabelas muridnya (Simon Petrus, Andreas, Yokabus, Yohanes, Filipus,

Bartolomeus, Tomas, Matius pemungut cukai, Yokabus anak Alfeus, Yudas

Thadeus, Simon dari Zelot, dan yudas Iskariot), pada hari kamis malam jum‟at

sebelum peristiwa tertangkapnya Yesus di taman Getsmani akibat penghianatan

dari salah satu muridnya, Yudas Iskariot.

Pada proses Perjamuan terakhir tersebut Yesus beserta keduabelas muridnya

melakukan ritual makan roti tanpa ragi dan minum anggur, yang oleh gereja pada

periode sekarang ini dijadikan sebagai dasar dilaksanakannya Sakramen Ekaristi.

Dalam sakramen ini, roti dan anggur yang dikonsekrasikan oleh imam berubah

menjadi Tubuh dan darah Yesus. Paham ini mempunyai dasar Alkitabiah seperti

dalam Injil Matius bab 26:26-29, Injil Lukas 22:14:23, Injil Yohanes 6:25-59, dan

surat Paulus I kepada jemaat Korintus 11:17-33. sakramen kudus ini bertujuan

untuk mengingat penderitaan Yesus.37

Diceritakan pula bahwa Pada malam Perjamuan Terakhir, Yesus berada

ditengah-tengah 12 muridnya, enam murid berada di sebelah kanan Yesus dan

enam murid lainnya berada di sebelah kiri Yesus. Dan salah seorang murid yang

mendapat tempat istimewa untuk berada di kanan Yesus adalah Yohanes, ia

adalah salah seorang murid yang paling disayangi oleh Yesus.

37
“Sakramen Ekaristi” artikel dalam media Iman Katolik: Media Informasi dan Sarana
Katekese, diakses pada 29 Mei 2015 dari http://www.imankatolik.or.id/sakramenekaristi.html.
58

Pada malam perjamuan itu Yesus sebenarnya sudah mengetahui bahwa dia

akan segera ditangkap dan dihukum mati oleh kaisar Romawi, untuk itulah Yesus

menunjuk salah satu muridnya, yaitu Santo Petrus38 (yang mempunyai nama asli

Simon) untuk menjadi penerusnya. Selain itu ia juga berjanji bahwa tiga hari

setelah hari kematiannya dia akan bangkit dan menjadi penyelamat untuk setiap

manusia yang mempercayai peristiwa penyalibannya.

D.2. Perjamuan Terakhir dalam novel The Da Vinci Code

Penggambaran Dan Brown jelas berbeda dengan pandangan gereja

Mainstream. Bagi Dan Brown, baik seseorang yang duduk di kanan Yesus

maupun yang di tunjuk oleh Yesus sebagai penerusnya untuk mendirikan gereja

adalah sosok perempuan suci keturunan bangsawan Benjamin bernama Maria

Magdalena.39 Berikut adalah kutipan langsung dari novel The Da Vinci Code,

yaitu percakapan Sir Leigh Teabing dan Sophie Neveu beserta Robert Langdon.

“Di mana Yesus duduk?” tanya Teabing.


“Di Tengah.”
“Bagus. Apa makanan yang disantap Yesus dan muridnya?”
“Roti.” Jelas.
“Bagus sekali. Dan apa minumnya?”
“Anggur. Mereka minum anggur.”

38
Nama Petrus sendiri diberikan oleh Yesus yang berarti batu karang. Dengan menamai
Simon sebagai Petrus atau “batu karang” mengisyaratkan Yesus akan meletakkan landasan
gerejanya diatas Petrus.
39
Maria Magdalena menurut pandangan gereja Mainstram dikenal sebagai seorang wanita
yang mengasihi Yesus, dikisahkan bahwa Maria Magdalena adalah orang pertama yang dijumpai
Yesus, pada waktu Yesus bangkit dari kematiannya. Dalam empat Injil nama Maria Magdalena
ditemukan sebanyak 12 kali. Dialah yang menyaksikan kuburan Yesus kosong, Maria merupakan
saksi pertama tentang kebangkitan Yesus. Jadi, dalam makna ganda, ia menjadi apostola
apostolarum, rasul dari segala rasul. Mari Magdalena lah yang juga memberitakan kabar kepada
murid-murid Yesus bahwa Yesus menepati janjinya „akan bangkit setelah tiga hari dari peristiwa
kematiaannya di tiang salib‟, janji yang diucapkan Yesus sebelum dia dihukum mati. Baca
Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab: Peran, Partisipasi, dan Perjuangannya
(Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 43
59

“Hebat. Dan satu pertanyaan final. Berapa banyak gelas anggur


di atas meja?”
Sophie berheni sejenak, menyadari bahwa ini pertanyaan
menjebak. Dan setelah makan malam. Yesus mengambil secangkir
anggur, berbagi dengan para muridnya. “Satu cangkir,” katanya.
“Cawan suci.” Mangkuk Kristus. Holy Grail. “Yesus membagi-
bagikan secawan anggur, sebagaimana yang dilakukan kaum Kristen
modern pada komuni.”
Teabing mendesa. “Buka matamu.”
Sophie membuka matanya. Teabing menyeringai angkuh.
Sophie memandang ke bawah, ke lukisan itu, melihat dengan takjub
bahwa setiap orang dimeja itu memegang segelas Aggur, termasuk
Kristus sendiri. Tiga belas cawan. Selain itu, cawan-cawan itu tampak
kecil, tak bertangkai, dan terbuat dari kaca. Tak ada satu pun cawan
sesungguhnya dalam lukisan itu. Tiada Holy Grail.
Mata Teabing berkedip-kedip. “Tidakkah sedikit aneh
menurutmu, mengingat bahwa baik Alkitab dan legenda kita yang
lazim tentang Holy Grail merayakan momen ini sebagai kemunculan
pasti dari Holy Grail. Anehnya, Da Vinci tampak lupa untuk melukis
Cawan Kristus.
“Tentu saja para sarjana seni telah lupa mencatat hal ini.”
“Kau akan terkejut jika mengetahui berbagai anomali yang
dicakupkan Da Vinci dalam lukisan ini, yang kebanyakan sarjana tak
melihatnya atau sekedar memilih untuk mengabaikannya. Gambar ini,
sesungguhnya kunci keseluruhan misteri Holy Grail. Da Vinci
membentangkan semuanya secara terbuka dalam The Last Supper.
Sophie memindai karya itu dengan semangat. “Apakah lukisan
ini mengatakan kepada kita apa Holy Grail itu sesungguhnya?”
“Bukan apa,” bisik Teabing, “Tapi siapa dia. Holy Gril
bukanlah sebuah benda. Sesungguhnya Holy Grail adalah ...
seseorang.” (Brown, 2014: 358-359)

Kutipan selanjutnya dari pernyataan Dan Brown, adalah:

“Tunggu dulu,” kata Sophie. “Kau bilang Holy Grail itu


perempuan. The Last Supper adalah lukisan tigabelas laki-laki.”
“Benarkah?” Teabing mengangkat alisnya. “Coba lihat dengan
teliti.”
Dengan tidak yakin, Sophie mendekati lukisan itu, mengamati
tiga belas tokoh di dalamnya, Yesus Kristus ditengah, enam murid
disebelah kiri-Nya, dan enam murid lain di sebelah kanan-Nya.
“Mereka semua lelaki,” jelas Sophie.
“Oh?” kata Teabing. “Bagaimana dengan yang duduk di tempat
kehormatan, disebelah kanan the Lord?”
Sophie memerika tokoh yang duduk tepat di sebelah kanan
Yesus. Dia memusatkan perhatiannya pada tokoh tersebut. Ketika dia
60

mempelajari wajah dan tubuh tokoh itu, gelombang ketakjuban


muncul di dalam dirinya. Individu itu mempunyai rambut merah
tergerai, sepasang tangan lembut yang terlipat, dan dada menonjol.
Tak diragukan lagi, dia ... perempuan.
“Dia perempuan!” teriak Sophie
...
“Siapa dia?” tanya Sophie.
“Itu, Sayangku,” jawab Teabing, “adalah Maria Magdalena.”
Sophie berbalik. “Pelacur itu?”
Teabing terkesiap, seakan kata itu melukainya secara pribadi.
“Magdalena bukan seperti itu. Kesalahan konsep yang merugikan itu
adalah warisan kampanye pencemaran yang diluncurkan oleh Gereja
awal. Gereja perlu memfitnah Maria Magdalena untuk menutupi
rahasia berbahayanya – peranannya sebagai Cawan Suci.”
“peranan-nya?”
“Seperti yang kubilang,” jelas Teabing, “Gereja awal perlu
meyakinkan dunia bahwa nabi Yesus yang fana itu adalah makhluk
suci. Oleh karena itu, injil-injil yang menjelaskan aspek-aspek
duniawi kehidupan Yesus harus harus dihapuskan dari Alkitab.
Malang bagi para penyunting awal, ada satu tema duniawi tertentu
yang selalu muncul kembali di dalam injil-injil itu, yaitu Maria
Magdalena.” Dia terdiam. “Yang lebih spesifik lagi, pernikahannya
dengan Yesus Kristus.”
“Maaf?” Mata Sophie beralih pada Langdon, lalu kembali pada
Teabing.
“Itu masalah catatan sejarah,” ujar Teabing, “dan Da Vinci jelas
menyadari fakta itu. Perjamuan Terakhir bisa dikatakan berteriak
kepada mereka yang memandangnya, bahwa Yesus dan Maria
Magdalena adalah pasangan suami istri.” (Brown, 2014: 367-369).

Kutipan tersebut memberikan kita gambaran bahwa Brown menafikan

keberadaan Yohanes pada saat Perjamuan Terakhir. Posisi Yohanes dalam lukisan

the Last Supper oleh Dan Brown digantikan Maria Magdalena. Ialah murid

kesayangan Yesus yang mendapat mandat untuk meneruskan kepemimpinan

Gereja. Maria Magdalena begitu istimewa dimata Yesus. Selain kedudukannya

sebagai murid terkasihnya, Magdalena adalah Holy Grail, seseorang yang

melahirkan keturunan Yesus.


BAB IV

RESPON TOKOH KRISTEN DAN KATOLIK TERHADAP KRITIK

DA VINCI CODE

A. Konspirasi Gereja terhadap Status dan Nilai Perempuan

Hal pertama yang di soroti oleh Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones1 adalah

tentang konspirasi Gereja terhadap status dan nilai perempuan. Menurut Garlow

dan Jones Pernyataan Brown bahwa Konstantin dan para pewaris laki-lakinya

berhasil mengubah dunia dari paganisme matriarkal menjadi Kristenitas patriarkal

adalah salah. Bukti sejarah mengatakan, baik sekuler maupun agama lebih banyak

dipimpin oleh lelaki dari pada perempuan.2 Pendapat Dan Brown tentang gereja

merendahkan nilai perempuan juga dianggap salah. Karena apabila kita melirik

pada sejarah, justru gerejalah yang mengangkat harkat dan martabat perempuan,

karena sebelum kedatangan Kristus kebanyakan perempuan dipandang rendah.3

Baik dalam Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dituliskan tentang

1
Dr. Jim Garlow adalah seorang penulis, pembicara, dan sejarawan, mengudara setiap hari
di 300 stasiun radio seluruh negeri dalam tafsiran historis satu menit berjudul “The Garlow
Perspective”. Perjalanan akademisnya mencakup Drew University (Ph.D. Dalam Teologi Sejarah),
Princeton Theological Seminary (Master of Theology), Asbury Theological Seminary (Master of
Divinity). Dia memebrikan pelayanan sebagai pendeta senior pada Skyline Wesleyan Church di
San Dieogo, Clifornia. Informasi lebih lanjut kunjungi www. Jimgarlow.com. Peter Jones adalah
direktur pada Christian Witness to a Pagan Planet, yaitu organisasi yang dibentuk untuk
memperlengkapi Gereja dalam mewartakan Kabar Baik kepada dunia yang semakin menjauh dari
Allah. Ia menjadi dosen tamu yang memberikan mata kuliah Perjanjian Baru di Westminster
Seminary, California. Ia meraih gelar Master of Divinity dari Gordon-Conwell Theological
Seminary, gelar Master of Theology dari Harvard Divinity School, dan gelar Ph. D. Dari Princeton
Theological Seminary. Peter tumbuh dewasa di Liverpool, Inggris, dan merupakan teman dekat
semasa kecil John Lennon, hobinya adalah bermain golf dan bermain piano jazz modern.
Informasi lebih lanjut kunjungi www.cwipp.org.
2
James L. Garlow dan Peter Jones, Cracking Da Vinci’s Code, Penerjemah Lily Endang
Joeliani (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005), h. 51
3
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 54

61
62

betapa tingginya derajad perempuan.4 Dari sinilah kita tahu betapa Alkitab

memberi penghargaan terhadap perempuan.

Pandangan lain yang dikemukakan Dan Brown terkait tradisi gereja awal

ialah tentang sejarah hidup Yesus. Yesus yang sekarang ini dipercaya oleh umat

kristiani dianggap sebagai hasil dari konsolidasi gereja. Satu dari pertanyaan-

pertanyaan terbesar yang mencuat dalam novel The Da Vinci Code adalah apakah

Yesus menikah atau tidak, pada kenyataannya masalah pernikahan Yesus inilah

yang mejadi dasar dari teori merovongian. Pandangan tersebut akhirnya menui

pro-kontra dari berbagai kalangan. Muncul beberapa tokoh yang mengkritik hal

itu, satu diantaranya adalah Steven Kellemeier.

Steven Kellemeier5 membantah pernyataan Dan Brown bahwa Yesus

menikah dengan Maria Magdalena, dan Mempunyai keturunan yang disebut

dengan kaum Merovongian yang mendirikan kota Paris. “Hal ini jelas merupakan

kebohongan besar dalam sejarah,” tutur Kellemeier. Kellemeier menjelaskan

bahwa Paris berumur lebih dari 2000 tahun. Jika kaum Merovongian sungguh

keturunan Yesus, sedangkan Yesus sendiri meninggal baru 2000 tahun lalu,

bagaimana hal itu mungkin? Dalam kenyataannya, Paris ditemukan oleh Parisii,

4
Sebagai contoh di dalam Kitab Kejadian, kita belajar bahwa baik lelaki maupun
perempuan menerima identitas mereka, pengertian mereka akan nilai diri, dari hubungan mereka
dengan Sang Khalik, karena telah diciptakan menurut gambar Allah (kej. 1:27). Baca Garlow,
Cracking Da Vinci’s Code, h. 59
5
Steven Kellemeier atau biasa juga disebut dengan Seteve Kellmeyer adalah seseorang yang
dikenal secara internasional karena kepandaiannya dalam berceramah. Selain itu dia juga sering
muncul di beberapa acara TV. Latar belakang pendidikannya yang beragam menjadikan dia
sebagai seorang yang terkenal di dunia pembicara. Riwayat pendidikannya meliputi: M. A. di
Fransiscan University Steubenville, OH. M. A. di Southern Illinois University, B. A. di Southern
Illinois University, dan A. A. S. di Southwestern Illinois Collage. Kellemeier selain dikenal
sebagai pembicara, dia juga dikenal sebagai penulis, terbitan dari tulisannya seperti For Over a
Year. Beberapa karyanya dapat di temukan di situs online, yaitu: Catholic Citizens of Illinois,
Intellectual Conservative, Catholic Exchange, dan lain sebagainya. Informasi lebih lengkap
kunjungi http://stevekellmeyer.com/Biography.html.
63

sekelompok orang Calts yang mendiami pulau tersebut pada abad ke-3 SM. Nama

Paris adalah berasal dari mereka.6

Sebagaimana Steven Kellemeier, Martin Lunn7 juga berpendapat bahwa di

dalam Alkitab tidak pernah disebutkan bahwa Yesus menikah.8 Dalam bukunya

Da Vinci Code Decoded Lunn menambahkan pejelasan tentang keturunan David

dan Merovongian, sebagai berikut:

“Beberapa dokumen Biarawan Sion menyatakan bahwa silsilah


keturunan Merovongian dapat ditelusuri di Perjanjian Lama dan Troy
Kuno. Mereka diduga berasal dari suku Israel khususnya – yang
dikepalai oleh Benjamin. Daerah kekuasaan mereka mencakup yang
sekarang merupakan daerah sekitar Yerussalem sebelum kota tersebut
menjadi Ibukota kerajaan Raja Daud (David) dan Sulaiman
(Solomon)”9

Senada dengan pernyataan beberapa tokoh di atas, Carl E. Olson10 juga

membantah peristiwa pernikahan Yesus. Dalam bukunya The Da Vinci Hoax,

Olson mengungkapkan dua point penting terkait masalah tersebut. Pertama, dia

mengatakan bahwa peristiwa pernikahan Yesus adalah tanpa dasar historis.

Kedua, andaikata semuanya memang benar, maka muncul begitu banyak

6
Steven Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, Penerjemah Dewi Minangsari
(T. Tp.: Optima Pers, 2005), h. 88
7
Martin Lunn dikenal sebagai seorang peneliti ahli masalah keturunan Davidic dan isu-isu
lain yang dikenalkan The Da Vinci Code. Lulusan dari program Master Sejarah dan Jurnalisme ini
pernah hidup di sepanjang daerah Timur Tengah, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa,
namun domisili yang sekarang adalah Barcelona. Dia juga seorang pimpinan besar (Grand Master)
dari The Dragon Society yang didirikan oleh King Sigismund dari Hungaria, tahun 1408. Lebih
lanjut baca Martin Lunn, Da Vinci Code Decoded, Penerjemah Isma B. Koesalamawardi (Jakarta:
Ufuk Press, 2005), h. 282.
8
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 156.
9
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 72
10
Carl E. Olson adalah penulis buku laris Will Catholic Be “Left Behind”? Olson menjadi
Konstributor tetap berbagai publikasi seperti Natioanal Catholic Register, First Things, dan Crisis.
Olson sebagaimana tokoh yang lain seperti Martin Lunn juga Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones,
dalam usahanya mengkritik novel The Da Vinci Code, dia mengarang buku dengan judul The Da
Vinci Hoax bersama Sandra Miesel. Sandra Miesel adalah seorang yang bergelar Master sejarah
abad pertengahan dari Universitas Illinois. Selama lebih dari dua puluh tahun karir jurnalistiknya,
Miesel telah menulis ratusan esai dan artikel terutama di bidang sejarah, seni, dan hagiografi.
64

pertanyaan, misalnya apabila Yesus hanya dianggap sebagai “seorang nabi yang

dapat mati”, mengapa seorang dewi yang juga merupakan keturunan bangsawan

menaruh minat pada-Nya?. Berkaitan dengan hal ini, Olson menunjuk lepada

pernyataan Kardinal Francis George, Uskup Agung Chicago, setelah membaca

novel Dan Borwn dia berkata “Yesus bukan Allah tetapi Maria seorang dewi?,

apa maksud pernyataan tersebut? Andaikata Yesus bukan Allah mengapa dia

menikah denga seorang dewi?”. Disamping itu pada masa Yesus, mempunyai

darah Daud itu sangat lazim, mengingat semua kerabat ayah tiri-Nya yakni Yusuf

memiliki darah tersebut. Dan artinya novel tersebut menyiratkan, bahwa bersama

duapuluh generasi raja-raja Yehuda, ditambah semua generasi yang ada selama

enam abad antara masa pembuangan Babel hingga kelahiran Yesus, hanya tersisa

beberapa orang saja dari mereka.11

Dari beberapa sanggahan para tokoh di atas, tampak dengan jelas bahwa

mereka menolak apa yang ditulis Dan Brown bahwa Yesus pernah menikah,

apalagi mempunyai keturunan.

B. Alkitab adalah Hasil dari Kepentingan Politis Kaisar Konstantin

Point kedua yang menjadi kontroversi adalah tentang Kanonisasi Alkitab,

Brown menulis bahwa Alkitab yang sekarang dipegang teguh oleh umat Kristiani

merupakan hasil bentukan dari pada bapak-bapak gereja, ada lebih dari delapan

puluh Injil dibuang oleh gereja dan hanya empat Injil sajalah yang dimasukkan ke

dalam kanon.

11
Carl E. Olson dan Sandra Miesel, The Da Vinci Hoax, Penerjemah Endyahswarawati Y.
(Malang: Dioma, 2005), h. 92
65

Hal ini lah yang membuat Carl E. Olson dalam buku The Da Vinci Hoax

mengatakan bahwa pada pertengahan abad kedua hanya ada lima atau enam injil

yang dipertimbangkan. Pada akhir abad ke dua Gereja perdana mengakui empat

injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes), karena keempatnya ditulis dengan

wahyu Roh Kudus dan diperuntukkan bagi kanon Perjanjian Baru. Olson

mengutip pendapat Jenkins bahwa sesungguhnya proses penentuan kanon itu

melalui perjalanan yang sangat panjang, hal ini terjadi sebelum Konstantinus

menjadi kaisar, dan sebelum gereja mempunyai prospek sedikitpun dalam

kekuasaan politik. Fase terpenting dari perjalanan kanon Perjanjian Baru adalah

terjadi pada pertengahan abad kedua.12

Pendapat senada dikemukakan oleh Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones,

bahwa pada dasarnya kanon sudah dimulai sejak 150 tahun sebelum pemerintahan

Konstantin, yakni pada masa Mercion13. Namun kebanyakan pakar sepakat kanon

Perjanjian Baru mulai terbentuk pada akhir abad kedua. Pembentukan kanon pada

akhir abad kedua ini merupakan respon terhadap kanon Mercion.14

Selanjutnya Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones menjelaskan bahwa

meskipun semasa hidupnya Yesus tidak menulis apapun, ia memastikan akan ada

orang yang dilatih olehnya, yang akan membawakan pesannya untuk setiap

manusia di dunia. Untuk merampungkan Injilnya, Lukas mengindikasikan bahwa

12
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 59
13
Mercion adalah salah satu pemimpin gereja modern (gereja yang mengingkari doktrin-
dokterin utama iman Kristen). Ia hidup antara tahun 90 – 160 M berasal dari Pontus (kini wilayah
Turki). Mercion pada tahun 144 pergi ke Roma dan mendirikan komunitas alternatif. Di sana, ia
dikeluarkan karena menyimpang dari doktrin iman Kristen, yaitu menciptakan Alkitab sendiri.
Alkitab Mercion meliputi Injil Lukas dan 10 surat Rasul Paulus yang telah dibersihkan dari
pengaruh Perjanjian Lama. Baca Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 142
14
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 142
66

para saksi mata telah menyerahkan kisah-kisah mereka kepadanya (Luk 1:2);

Rasul Petrus menyatakan diri sebagai salah seorang “saksi mata” (2 Ptr 1:16);

Rasul Yohanes menyatakan diri telah “mendengar, melihat, dan meraba” Yesus (1

Yoh 1:1); sdangkan paulus menyatakan diri sebagai orang terakhir yang melihat

Tuhan yang bangkit (1 Kor 15:8).15

Garlow dan Jones dengan tegas menolak apa yang disampaikan Dan Brown

dalam novelnya bahwa Alkitab disusun oleh Konstantin pada abad keempat.

Brown jelas menulis pendapatnya tidak berdasarkan aspek sejarah. Menurut

Garlow dan Jones, sejarah yang sesungguhnya terjadi ialah pada abad pertama,

kanon berada dalam bentuk organik dan berfungsi tanpa deklarasi gereja formal.

Akan tetapi, sejak awal ortodoksi ke 27 kitab ada di sana. Kekristenan dan Alkitab

tidak dapat dipisahkan. Singkatnya dia mengatakan “Gereja tidak menciptakan

kanon, kanon lah yang menciptakan gereja”, dengan kata lain, Firman Allah ini

lah yang dari luar, diberikan pada saat-saat penting dalam sejarah melalui utusan

yang dipilihnya, yang memanggil umat Allah ke dalam keberadaannya. Dan pada

abad ke-4 Gereja hanya menerbitkan apa yang selalu dipercayainya sebagai

kebenaran demi kejelasan.16

Tulisan Brown yang menyatakan Alkitab merupakan buah karya manusia,

dibenarkan oleh Steven Kellemeier. Kellemeier berpendapat bahwa Alkitab tidak

jatuh secara ajaib dari surga. Manusia menciptakannya sebagai catatan historis

masa-masa pergolakan, dan buku itu berevolusi melalui penerjemahan,

15
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 145
16
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 145
67

penambahan, dan perbaikan yang tak terhitung jumlahnya.17 Dengan kata lain,

Alkitab merupakan benda mati, apabila tidak ada peran manusia, maka Alkitab

tersebut akan tetap menjadi benda mati yang tidak mempunyai nilai dan fungsi

dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam point ini tidak hanya Kellemeier saja

bahkan setiap orang Katolik menyetujui bahwa Alkitab ditulis, dikumpulkan, dan

diresmikan oleh manusia. Lebih lanjut Kellemeier membuat suatu perumpamaan

sebagaimana berikut ini:

“Pernahkah anda mengenal seseorang begitu baiknya sehingga anda


bisa menyelesaikan kalimat persis seperti yang dikatakannya (dan
mungkin sering bisa) dan dia bisa melakukan hal yang sama pada
anda? Meskipun anda mungkin dibesarkan dalam lingkungan yang
sama sekali berbeda, pemahaman anda tentang dunia ini dan
pemahamannya tentang hal-hal tertentu di dunia begitu mirip dengan
anda, sehingga anda bisa secara virtual membaca fikiran satu sama
lain. Begitulah kiranya para pengarang Kitab Suci dan Allah.18

Hal demikian, sebagaimana yang dapat kita fahami bahwa Alkitab ditulis

oleh manusia. Namun bukan sembarang manusia yang bisa menuliskan Alkitab,

kecuali orang-orang yang mendapat inspirasi dari Ilahi. Manusia yang mampu

mengenal Allah dan mampu memandang dunia sebagaimana yang dikehendaki

Allah adalah manusia yang dipilih untuk menuliskan Alkitab. Untuk itulah

mereka mampu menuliskannya persis seperti yang ingin dikatakan oleh Allah.

Mereka menyelesaikan kalimat sesuai yang dikehendaki oleh Allah. Memang

benar mereka hanyalah manusia tetapi mereka merupakan alat, yaitu yang

dijadikan oleh Allah sebagai penulis sejati Kitab Suci, walaupun sesungguhnya

17
Dan Brown, The Da Vinci Code, Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno (Yogyakarta:
Bentang, 2014). H. 351
18
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 57
68

Allah sendirilah penulis sejati dari Kitab Suci. Jadi Alkitab tidak dikirim melalui

fax dari surga.19

Namun, disisi lain Steven Kellemeier menyanggah pendapat Dan Brown

yang menyatakan bahwa Konstantin adalah dalang dibalik penyusunan Alkitab.

Dalam bukunya Fact and Fiction in The Da Vinci Code, dia menulis bahwa

jumlah injil yang dikanonkan sudah ditetapkan jauh sebelum abad pertama.

Seluruh kitab Perjanjian Baru selain kitab wahyu sudah ditulis pada masa

penghancuran Yerussalem pada tahun 70 M, dan tahun 100 M barulah seluruh

kitab termasuk kitab Wahyu dituliskan.20

Lebih lanjut Kellemeier mengatakan bahwa Konstantin tidak ada kaitannya

dengan pengumpulan Alkitab. Daftar pertama kitab Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru secara resmi disetujui oleh Paus Damasus tahun 382, disahkan

pada Konsili Hippo dan Kartago tahun 393 dan 397. “Konstantin sudah berada

dalam makam selama sekitar setengah abad ketika daftar buku Alkitab secara

resmi dikumpulkan” tulis Kellemeier.21

C. Keilahian Yesus dan Hasil Voting Para Uskup

Point ketiga yang menjadi kontroversi bukan hanya seputar pribadi Yesus

tapi juga tentang “Siapakah Yesus?”. Terhadap hal ini Martin Lunn mulai

menjelaskan tentang fakta dan fiksi seputar Yesus Kristus dengan

mengungkapkan bagaimana sejarah Kristen pada awalnya sehingga bisa

berkembang seperti yang kita kenal saat ini. Lunn menulis dalam bukunya bahwa:
19
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 58
20
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 59
21
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 60
69

“kira-kira 25 tahun setelah Yesus di salib, sebuah skisma muncul


dalam bentuk sebuah pergerakan yang sekarang kita kenal sebagai
Kristen. Sebenarnya itu adalah hasil dari versi St. Paul tentang agama
Kristen. Paul berusaha menjadikan Kristen sebagai agama yang lebih
dapat diterima. Sekarang tidak ada lagi bentuk atau tulisan tentang
Kristen yang lain – yang seharusnya adalah agama yang dianut oleh
keluarga Yesus Kristus dan teman-temannya dulu.”22

Lunn, menjelaskan bahwa segala kesan kita terhadap Yesus berasal dari

informasi yang sudah diwariskan kepada kita langsung dari satu orang saja, yaitu

Paul; dan bahkan disaring olehnya juga. Dia mempengaruhi penulis empat buah

Injil dengan sebuah tujuan politis yang jelas, yaitu memberikan kesan bahwa tidak

ada patriotisme Yahudi.23

Menurut sejarah versi Pauline, Yesus adalah seorang revolusioner yang

tujuannya adalah mengeluarkan orang Romawi dari tanah airnya. Dia

mencampurkan konsep agama dan politik untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal

ini jelas berbeda dengan pandangan Paul. Paul tidak mengakui bahwa Yesus

adalah raja yang membebaskan bangsa Yahudi dari bangsa Romawi. Baginya kata

“Messiah” berarti Yesus adalah Putra Allah yang turun ke bumi dan mati ditiang

salib demi menebus dosa manusia. Hal ini jelas Yesus tidak mengisi peran

messiah seperti yang diharapkan oleh orang Yahudi, karena dia tidak

mengeluarkan umatnya dari tekanan bangsa Romawi. Namun pristiwa

kebangkitan Yesus, telah mengubah arti messiah. Pengikutnya percaya bahwa

hanya Tuhan yang mampu menciptakan keajaiban kebangkitan seorang yang telah

22
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 141
23
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 145
70

meninggal. Ini artinya istilah “Messiah”berarti seorang yang memiliki sifat seperti

Tuhan.24

Secara lebih detail, Paul selanjutnya berkata bahwa Aspek terpenting dalam

kehidupan Yesus adalah kisah tentang kematian dan kebangkitannya.25 Pengikut

Yesus percaya bahwa Yesus memang bangkit dari kematiannya karena itu dia

dianggap tidak benar-benar mati. Dalam pandangan mereka, Yesus akan

melanjutkan pekejaannya yaitu membebaskan mereka dan mengembalikan bumi

kepada kerajaan Tuhan.26

Berbeda dengan Martin Lunn, Garlow dan Jones memulai tanggapannya

dengan membuka pernyataan tentang pribadi Yesus dimata para pengikutnya pada

zamannya. Diceritakan bahwa pada waktu itu Yesus melontarkan pertanyaan

kepada para pengikutnya, “Siapa aku ini?” kata Yesus. Jawaban pertama

mengatakan bahwa Yesus adalah si Tua Yeremia yang hidup kembali, hal ini

karena Yesus menitikkan air mata ketika berkhotbah. Jawaban kedua adalah

bahwa Yesus adalah Elia yang datang kembali, hal ini karena Yesus telah

melakukan begitu banyak mukjizat. Jawaban lain memberi pernyataan bahwa

Yesus adalah salah satu nabi – pengkhotbah yang pernah hidup 700 tahun silam

dan lahir kembali. Dari beberapa jawaban yang dilontarkan para pengikutnya

Yesus tidak merasa puas. Yang ingin Yesus ketahui adalah siapakah Dia bagi para

pengikutnya. Akhirnya Petrus menjawab bahwa Yesus adalah Mesias yang

“berbeda” dari orang-oang yang megaku sebagai mesias pada masa penutupan

24
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 149
25
Pada sisi lain, bagi umat Yahudi, kematian Yesus merupakan suatu tanda kegagalan
Yesus dalam memainkan peran sebagai Messiah yang dinanti-nantikan untuk membebaskan orang
Yahudi dari jajahan romawi.
26
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 151
71

Perjanjian Lama dan dumulainya Perjanjian Baru.27 Pengertian “berbeda” dari

istilah ini adalah sebagaimana yang digunakan oleh Gereja, bahwa Yesus

merupakan mediator unik antara Allah Pencipta yang transenden dan

kemanusiaan yang berdosa.28

Secara lebih rinci, Garlow dan Jones selanjutnya menulis beberapa catatan

tentang keilahian Yesus dalam bukunya Cracking Da Vinci’s Code sebagai

berikut:

“Sejak semula Yesus adalah pribadi Ilahi. Paulus menggambarkan


Yesus “dalam rupa Allah” (Fil 2:6). Ia menuliskan hal ini pada awal
tahun 50-an. Terlebih, ia mengutip sejenis himne yang sangat bersifat
Yahudi dan tidak diragukan lagi berasal dari para rasul di Palestina
pada masa awal gereja (Fil 2:5-11). Tambahan kedua teks dari masa
awal gereja ini kepada pernyataan matang Paulus tentang keilahian
Yesus – seperti Roma 1:3 (“AnakNya [Allah]”). 1 Korintus 8:6 (“Satu
Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah
dijadikan”), dan Kolose 1:15-16 (“Ia [Kristus] adalah gambar Allah
yang tidak kelihatan ... di dalam Dialah telah diciptakan segala
sesuatu”), dan jelas abad ke-4 tidak menciptakan keilahian Kristus.
Gereja perdana memegang teguh iman bahwa Yesus adalah
sepenuhnya dan seutujnya Ilahi.29

Jelas penulis buku Cracking Da Vinci’s Code ini, dengan tegas menyatakan

bahwa sesungguhnya keilahian Yesus diakui lama sebelum Konsili Nicea.

Sependapat dengan Garlow dan Jones, Steven Kellemeier pada bagian awal

bukunya, Fact and Fiction in The Da Vinci Code mengugkapkan bahwa

perdebatan tentang keilahian Yesus sebenarnya sudah dimulai sejak peristiwa

penyaliban Yesus. Pada peristiwa penyaliban tersebut, kematian Yesus menjadi

sebuah pertanyaan “apakah Yesus benar-benar meninggal ketika disalib atau

tidak?”. Satu pihak berpendapat bahwa Yesus benar-benar meninggal. Dan


27
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 80
28
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 85
29
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 88
72

beberapa pihak lain mengklaim bahwa Yesus sebenarnya tidak meninggal. Ada

dua pernyataan atas dua kemungkinan tersebut. Pertama adalah pernyataan

tentang keberadaan jasad Yesus setelah disalib, karena ditemukan makamnya

kosong setelah peristiwa penyaliban tersebut. Kedua merupakan sesuatu yang

aneh apabila ketika disalib Yesus tidak meninggal dunia, karena hukuman salib

pada masa itu adalah menyiksa orang sampai mati, jika tidak sampai mati

namanya bukan penyaliban. Lebih lanjut Kellemeier mengatakan bahwa orang

Romawi mungkin tidak pandai dalam memahami Taurat, tetapi mereka sangat

hebat dalam hukuman mati. Dengan kata lain, sesuatu yang mustahil apabila

Yesus masih hidup ketika disalib, kecuali ia memiliki suatu keistimewaan.30

Orang-orang mulai berkelompok sesuai dengan teori masing-masing.

Orang-orang Korintus dan Abionit memastikan bahwa Yesus hanyalah manusia,

bukan Allah, namun penjelasan mengenai hal tersebut tidak ada kata sepakat

diantara mereka. Orang Nicolation berpandangan bahwa Yesus adalah Allah.

Kaum Docetis31 berkata kalau Yesus adalah Allah yang tidak mempunyai badan

yang sungguh-sungguh, peristiwa penyaliban, kehidupannya di bumi, semua itu

merupakan ilusi Ilahi yang kompleks, itulah sebabnya jasadnya tidak di temukan.

Kaum Gnostik mempunyai pandangan lain tentang hakikat Allah, menurutnya ada

dua macam Allah. Pertama adalah Allah setan dari Perjanjian Lama yang disebut

dengan Demiurge yang menciptakan dunia untuk menjebak jiwa manusia dalam

30
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 4
31
Kaum Docetis merupakan suatu kelompok/aliran yang meyakini bahwa Allah di dalam
Yesus Kristus tidak menjelma sebagai manusia. Hanya kelihatannya saja dia menjelma menjadi
manusia (diserupakan). Karena pada hakikatnyaYesus tidak pernah datang menjadi manusi, ia
hanya berbentuk roh saja yang kelihatan seperti manusia untuk melayani manusia di dunia yang
kotor ini. Semua peristiwa yang berkaitan dengan penderitaan dan penyalibannya hanya bersifat
semu semata. Diakses pada 08 Agustus 2015 dari http://sttinti.ac.id/renungan4/90-inkarnasi.html
73

penjara realitas material. Kedua Propater yang baik dan suci, dialah yang

mengirim Kristus untuk menyampaikan bagaimana cara bisa lepas dari Demiurge.

Kaum Kristiani memastikan kalau Dia adalah Allah, dan Allah telah mengambil

bentuk manusia. Pendapat seperti ini juga diyakini oleh ke duabelas murid Yesus.

Mereka rela disiksa dan dicemooh pada masa itu demi mempertahankan

argumennya bahwa Yesus adalah Allah.32

Lebih lanjut Kellemeier menjelaskan bahwa setiap orang di Nicea setuju

kalau Yesus Kristus adalah Allah. Disamping mereka juga mengetahui bahwa ia

adalah manusia. Dalam pertemuan di Nicea tersebut mereka berkumpul untuk

memutuskan bagaimana keseluruhan keilahian ini bekerja. Apakah Yesus Kristus

dianggap seperti malaikat yang sangat berkuasa, bertindak sebagai Allah bagi

semua manusia tercipta termasuk para malaikat sebagaimana dikatakan Uskup

Arius atau apakah Dia sesungguhnya memiliki kodrat Ilahi sepenuhnya

sebagaimana dikatakan secara virtual oleh setiap orang kecuali dari pihak Uskup

Arius.33

Menurut Garlow dan Jones, salah satu ajaran palsu yang disebarkan oleh

Arius pada tahun 318 M, adalah ia mengajarkan bahwa Yesus merupakan

makhluk ciptaan, seperti halnya manusia lainnya, dan bukan “Anak Allah yang

terkasih”. Pendapat Arius ini ditentang oleh Alexander, uskup Alexandria, atas

penentangan ini Arius pindah ke Palestina dan meneruskan ajarannya di sana. Di

sana, Arius mulai mengirimkan surat ke gereja-gereja daerah dengan

mempromosikan gagasan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan. Perdebatan itu

32
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 5
33
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64
74

berkembang selama beberapa tahun ke depan, dan akhirnya memperoleh perhatian

kaisar, Konstantin.34

Tujuan dari diadakannya Konsili ini tidak lain adalah untuk mendamaikan

perdebatan panjang antara Arius dan seluruh kekristenan. Yang hasilnya adalah

pendapat Arius tidak diterima oleh kaum kristiani.Yang perlu digaris bawahi

adalah bahwa benar Konstantin lah yang mengusulkan dan mengadakan

pertemuan ini, namun dia tidak terlibat atas keputusan yang diambil, hasil

keputusannya merupakan hasil musyawarah para uskup. Konstantin menghadiri

pertemuan tersebut hanya untuk penyambutan pada pembukaan dan perpisahan

pada penutupan konsili.35

Pandangan ini diperkuat oleh pernyataan Dr. Jim Dalam buku nya Cracking

Da Vinci’s Code, bahwa:

“Konstantin, yang telah mengkonsolidasi kekuasaannya atas


Kekaisaran Romawi, menguyapakan penyatuan regional. Ia tahu
perpecahan di dalam tubuh Gereja akan menjadi kekuatan yang
membuat kekaisaran itu tidak stabil, jadi ia bergerak memulihkan
kedamaian. Konstantin mengumpulkan lebih dari 300 uskup dari
seluruh kekaisaran, terutama dari daerah timur. (Hal ini akan
menguntunkan arius, karena di sana lah pengaruhnya paling besar.)
Para uskup menempuh perjalanan ribuan mil untuk menghadiri
konferensi yang diselenggarakan di Konstantinopel. Banyak yang
datang dengan luka-luka siksaan karena mempertahankan iman.
Pengikut Arius menyerahkan pernyataan doktrin mereka, yang jelas-
jelas mengingkari keilahian Kristus. Pernyataan ini ditolak mentah-
mentah. Para uskup, dipimpin oleh Athanasius, mempertimbangan apa
yang diajarkan oleh Gereja perdana di dalam Perjanjian Baru. Mereka
menuliskan pengakuan iman alternatif, yang menjadi cetak biru
Syahadat Para Rasul (Pengakuan Iman Rasuli) di Nicea. Di dalamnya,
Yesus diakui sebagai Ilahi, posisi historis yang telah diambil gereja
sejak 300 tahun sebelumnya.”36

34
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 93
35
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64
36
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 93
75

Pada pertemuan dalam Konsili Nicea yang diadakan tahun 325, mereka

semua sepakat bahwa Yesus memiliki kodrat Ilahi. Keputusan tersebut malahan

belum final yaitu dengan perbandingan suara 313 banding 5, yang selanjutnya

menjadi 316 banding 2 ketika tiga dari uskup merubah suara mereka. Pada konsili

ini pula lah diputuskan tanggal paskah.37 Jumlah suara yang diperoleh adalah 316

melawan 2. Ini sulit disebut sebagai voting ketat. Selama tiga abad, gereja telah

menderita dibawah tirani Kekaisaran Romawi. Konsili Nicea terjadi hanya 14

tahun setelah penganiayaan terakhir terhadap orang-orang Kristen di tangan

Kaisar Galerius. Para uskup tidak akan pernah mau mengkompromikan apa yang

telah dikorbankan oleh sesama orang Kristen. Mereka lebih suka menderita tiga

abad lagi untuk menjalani penindasan dan penganiayaan alih-alih mengingkari

Tuhan.38

Dari beberapa pandangan yang dikemukakan oleh Kellemeier dan juga

Garlow dan Jones tampak dengan jelas bahwa mereka menolak tulisan Dan

Brown yang menyatakan kalau Penetapan Yesus sebagai „Putra Allah‟ diajukan

secara resmi dan dipilih berdasarkan pemungutan suara oleh Konsili Nicea, yang

katanya Kemenangannya relatif tipis.

D. Misteri Cawan Suci pada Lukisan Perjamuan Terakhir

Cawan Suci bukanlah objek yang ingin diungkapkan oleh Dan Brown. Dan

juga bukan hanya lokasi rahasia dari ikon keagamaan ini yang telah membuat

37
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64.
38
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 94.
76

banyak orang mati saat melindunginya. Tetapi, substansi dari cawan itu sendiri

lah inti dari misteri ini.

Martin Lunn dalam bukunya Da Vinci Code Decoded menjelaskan bahwa

ada dua macam tafsiran Holy Grail, pertama Holy Grail ditafsirkan sebagai

simbol bagi keturunan Kristus yang dilahirkan istrinya Maria Magdalena39. Kedua

ada kepercayaan bahwa Holy Grail sebenarnya hanya semacam piala, piala yang

digunakan untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib.40

Menurut Lunn agama Kristen mempunyai banyak sekali ritual umum, salah

satunya adalah Perjamuan Kudus yang menyajikan arak anggur yang dipercaya

mengandung darah Kristus di dalamnya. Legenda versi zaman Arthurian bercerita

kisah seorang kapten Romawi bernama Longinus, yang menusuk sisi tubuh

Kristus untuk meyakinkan bahwa dia sudah tewas ketika disalib. Lalu Joseph dari

Arimathea menadahi darah dalam piala yang sama dengan yang digunakan

Kristus untuk minum arak anggur pada peristiwa Perjamuan Terakhir. Piala itu

umumnya diduga sebagai Holy Grail.41

Joseph Arimathea adalah pengikut Yesus, yang dipenjarakan oleh orang

Romawi setelah peristia penyaliban. Dia menyimpan piala itu dan membawanya

ke Roma dan Perancis bagian selatan bersama Maria Magdalena serta beberapa

orang murid Yesus lainnya. Dia (mungkin bersama Yesus juga) diduga kemudian

pergi ke Inggris, yaitu tempat di mana ia tinggal selamanya di daerah yang

sekarang adalah Inggris bagian selatan di kota Glastonbury. Di sanalah Gereja

39
Tafsiran sebagaimana tersebut adalah yang juga dipaparkan oleh Dan Brown dalam novel
The Da Vinci Code.
40
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 130.
41
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 133
77

Kristen pertama di Britania didirikan, tepat di tempat yang sekarang sudah

menjadi reruntuhan dari sebuah biara, dan mungkin juga di sanalah Holy Grail

disimpan. Holy Grail kemudian hilang. Dari sanalah Pencarian Holy Grail yang

dilakukan raja Arthur bersama para ksatrianya dimulai.42

Diceritakan pula bahwa Holy Grail diyakini disimpan di Italia selama 300

tahun, dan dijaga oleh seorang biara yang bernama St. Lawrence, seorang diakon

Gereja Roma. Diduga dia mendapatkannya dari dua orang tentara Spanyol di

rumahnya di Pirenia Spanyol pada akhir abad ke tiga. Hidup St. Lawrence

berakhir dengan tidak menyenangkan, dia dipanggang di atas sebuah panggangan

beberapa hari setelah temannya, Pus Sixtus II dihukum mati. Grail disimpan di

sebuah gereja San Pedro el Vejo hingga tahun 711.43

Sejarah terus bercerita tentang perpindahan Holy Grail dari satu gereja ke

gereja lainnya. Singkat cerita Holy Grail terakhir kali disimpan di tempat yang

mungkin kita lihat kini adalah di dalam kapel Katedral Valencia di Spanyol.

Setelah pembicaraan panjang seputar makna dari Holy Grail dan

keberadaannya, maka kita akan kembali melihat kontroversi yang terdapat dalam

lukisan The Last Supper. Satu dari lain hal yang menjadi permasalahan adalah

tentang siapakah sebenarnya yang duduk di kanan Yesus. Mengingat yang

dikatakan Brown dalam narasi novelnya bahwa yang duduk di kanan Yesus

adalah seorang perempuan, menurut Brown hal tersebut terlihat jelas apabila kita

mempelajari wajah dan tubuh tokoh itu, Individu yang ada dalam lukisan

mempunyai rambut merah tergerai, sepasang tangan lembut yang terlipat, dan

42
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 134
43
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 136
78

dada menonjol. Brown dengan sangat yakin dengan pendapatnya bahwa dia

adalah seorang perempuan. Steven Kellemeier membantah hal tersebut dengan

menyajikan fakta seputar teknik dan tipe penggambaran Tokoh dalam sebuah

lukisan.

Dalam bukunya Fact and Fiction in the Da Vinci Code, Kellemeier dengan

rinci menjelaskan bahwa dari sekian banyak „tipe‟ yang tersedia untuk

menggambarkan sang murid, secara umum orang seperti itu (murid yang duduk

dikanan Yesus) selalu ditampilkan dengan rambut panjang dan tanpa janggut,

karena ia belum mencapai usia di mana seorang laki-laki sepantasnya membiarkan

janggutnya tumbuh. St. Yohanes sebagai seorang termuda dan merupakan murid

yang paling dicintai Yesus, selalu dilukiskan dengan gaya demikian. Coba dilihat

dalam lukisan atau patung manapun, misalnya pada lukisan kaki salib di mana

Maria Magdalena dan Maria (Ibu Yesus) juga ada pada lukisan tersebut, maka

akan ditemukan kesamaan dengan lukisan Leonardo44. Dalam lukisan The Last

Supper Leonardo jelas tidak menggambarkan Maria Magdalena melainkan St.

Yohanes.

Secara lebih detail Kellemeier selanjutnya menjelaskan bahwa:

“Hal ini juga menjelas mengapa setiap orang masih mempunyai


cawan mereka. Hidangan paskah mempunyai empat cangkir ritual
berisi anggur. Cangkir ketiga disebut cangkir berkat, adalah yang
diberkati Yesus. Segera sesudah konsekrasi, dia dan para murid tidak
makan, karena Kristus bermaksud untuk meminum cangkir keempat,

44
Orang-orang dalam lukisan perjamuan tersebut disusun menjadi empat kelompok yang
masing-masing terdiri dari tiga orang, dengan posisi Yesus berada ditengah-tengah. Karena
pelukisnya menangkap peristiwa penghianatan, di mana semua murid menolak anggapan bahwa
mereka akan menghianati Yesus. Yudas, Petrus dan Yohanes berada dalam satu kelompok, hal ini
dikarenakan mereka memiliki respon yang berbeda terhadap Yesus. Yudas menghianati dan tidak
kembali. Petrus meninggalkannya tetapi kembali, dan Yohanes tidak menghianati dan tidak pula
meninggalkan Yesus. Lebih lanjut baca Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 69.
79

cangkir penyempurnaan, saat tergantung di kayu Salib. Tetapi


pengumuman tentang penghianatan tidak terjadi saat konsekrasi
cangkir berkat. Sesungguhnya Injil Yohanes yang menjadi acuan
lukisan, tidak menggambarkan konsekrasi Perjamuan Malam terakhir
sama sekali. Itulah sebabnya lukisan Leonardo disebut Perjamuan
Malam terakhir. Bukan Ekaristi atau cangkir ketiga.”45

Deskripsi diatas memberikan kita gambaran bahwa menurut Kellemeier St.

Yohanes lah yang mempunyai posisi istimewa dalam lukisan The Last Supper

bukan Maria Magdalena. Dan juga Katolik Roma mengaku bahwa St. Peter

adalah pendiri gereja Katolik. Peter bereputasi sebagai orang pembenci

perempuan, atau seperti yang ditulis Dan Brown, “seorang yang membeda-

bedakan jenis kelamin,”.

Berbicara mengenai Maria Magdalena yang sering kali disebut-sebut oleh

Dan Brown dalam novelnya, ada beberapa point yang juga menjadi kontroversi

diantaranya mengenai jati dirinya, relasinya dengan Yesus, peranannya dalam

gereja perdana, serta kaitannya dengan Holy Grail.

Dalam novel The Da Vinci Code Dan Brown menyatakan:

1. Maria Magdalena adalah The Holy Grail. Penyelidikan seputar Holy Grail

sebenarnya adalah pencarian tempat peristirahatan akhir Maria Magdalena,

bukan pencarian piala/cawan suci yang dipakai pada Perjamuan Malam

Terakhir.

2. Gereja Katolik kompromi terhadap penyembunyian fakta sejarah Maria

Magdalena bahwa dia adalah perempuan suci keturunan dari suku

Benjamin.

45
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 69
80

3. Maria Magdalena menikah dengan Yesus dan mempunyai keturunan yang

selanjutnya disebut sebagai dinasti Merovongian. Hal ini dipandang sebagai

fakta sejarah dan dikenal melalui injil-injil gnostik yang dibuang oleh

gereja.

4. Maria Magdalena merupakan rasul utama yang mendapat mandat dari Yesus

untuk melanjutkan kepemimpinan gereja.

Pandangan Dan Brown tentang citra Maria Magdalena tersebut oleh Olson

disanggah dengan memberi keterangan sejarah dan legenda-legenda terkait hal

tersebut yang diuraikan dengan jelas dalam satu bab penuh pada bukunya The Da

Vinci Hoax.

Untuk mendapatkan pandangan Olson, penulis mengutip penyataan dari

buku The Da Vinci Hoax, berikut adalah kutipan dari buku Carl E. Olson yang

dikarang bersama dengan Sandra Miesel.

“... ia digambarkan sebagai perempuan yang menderita kerasukan roh


jahat dan Yesus telah mengusir tujuh roh jahat darinya (Mrk. 16:9;
Luk. 8:2). Ia disebut secara mencolok sebagai salah satu perempuan
yang mendampingi Yesus dalam pelayanan-Nya (Luk. 8:2), sebagai
salah satu saksi mata penyaliban-Nya (Mat. 27:56; Mrk. 15:40; Yoh.
19:25), pada pemakaman Yesus (Mat. 27:61; Mrk. 15:47), dan makam
kosong (Mat. 28:1-10; Mrk. 16:1-8; Luk. 24:10). Sesudah
kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepadanya saja di makam
(Mrk. 16:9; Yoh. 20:1-18).”46

Citra Maria Magdalena selain digambarkan oleh Olson melalui kutipan-

kutipan ayat Alkitab, dia juga menghadirkan beberapa cerita terkait Maria

Magdalena. Misalnya dalam tradisi barat, dia digambarkan sebagai perempuan

46
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 74
81

pendosa, perempuan yang dibebaskan dari tujuh roh jahat, juga digambarkan

sebagai Maria dari Betaia, saudara perempuan Marta dan Lazarus.47

Cerita yang lain bisa dilihat pada tradisi Timur, di sana diceritakan bahwa

Maria Magdalena sebagai teman dari rasul Yohanes dan Maria, ibu Yesus, dan

bahwa mereka semua menetap di Efesus, yang pada akhirnya Maria Magdalena

bertunangan dengan Yohanes. Beberapa legenda lain bahkan menggambarkan

Maria Magdalena melewatkan akhir hidupnya dalam sebuah gua di Perancis,

sebagai pertapa perempuan.48 Dari beberapa cerita yang ditulis Carl E. Olson

dalam bukunya ia mengatakan bahwa hampir semua cerita mengenai Maria

Magdalena adalah bersifat khayal.

Masih dalam tema Maria Magdalena, Olson menyangkal pendapat bahwa

gereja awal menyembunyikan serta menghapus sejarah Maria Magdalena dari

dunia, seperti yang dikatakan Langdon pada Sophie.49 Dalam hal ini Olson

memberikan tanggapan bahwa apabila benar Konstantin memang menyunting

Injil dmi ambisi politiknya, mengapa nama Maria Magdalena disebutkan beberapa

kali dalam Injil yang empat. Bahkan ia menjadikan Maria sebagai saksi mata

kebangkitan Yesus. Padahal dalam masyarakat Yahudi, kesaksian seorang

perempuan dianggap tidak sah.50

Pandangan Olson mengenai Maria Magdalena diperkuat dengan mengutip

beberapa buku, misalnya buku The Templar Revelation: Secret Guardians of the

47
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 74
48
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 80
49
Diceritakan dalam novel Dan Brown bahwa Gereja awal perlu meyakinkan dunia bahwa
nabi Yesus yang fana itu adalah makhluk suci. Oleh karena itu, injil-injil yang menjelaskan aspek-
aspek duniawi kehidupan Yesus harus harus dihapuskan dari Alkitab. Baca Brown, The Da Vinci
Code, h. 368.
50
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 75.
82

True Identity of Christ51 karya Lynn Picknett dan Clive Prince, dan buku The

Making of the Magdalen: Preaching and PopularDevotion in the Later Middle

Ages52 karya Katherine Jonsen. Kedua buku ini secara garis menggambarkan

bahwa Maria Magdalena hanyalah sosok yang pantas dijadikan panutan karena

ketaatannya terhadap Yesus. Satu hal yang juga harus diketahui dari pribadi Maria

Magdalena adalah bahwa dia merupakan saksi mata atas peristiwa kebangkitan

Yesus.

Tentang deskripsi Maria Magdalena yang ditulis dalam banyak injil

Gnostik53 Olson mengutip beberapa buku diantaranya The Woman Jesus Loved:

Mary Magdalena in the Nag Hammadi Library and Related Documents, buku

tersebut menyebutkan bahwa peran Maria Magdalena dalam tulisan-tulisan

gnostik tidak serupa bahkan berbeda-beda dalam banyak teks.54

Dari beberapa pandangan yang dikemukakan Olson, tampak dengan jelas

bahwa ada begitu banyak misteri dalam lukisan Perjamuan Terakhir yang menjadi

kontroversi para tokoh, diantaranya misteri tentang Holy Grail. Yang harus kita

51
Dalam bukunya Picknett dan Prince berpendapat bahwa Maria Magdalena adalah “simbol
yang kuat” bagi hak-hak para perempuan yang berhrap dapat ditahbis sebagai imam, dan mereka
bersikeras bahwa “makna Magdalena yang abadi dan dalam” terletak posisinya sebagai saksi mata
pertama dari kebangkitan. Namun para penulis yang baru menyangkal bahwa Yesus mati di Salib
atau dibangkitkan, dengan mengatakan bahwa wafatnya Yesus dan kebangkitan itu bagian dari
bualan rapi hasil karanan “Yesus dan lingkungan dalamnya”. Lebih lanjut baca Olson, The Da
Vinci Hoax, h. 76.
52
Dalam buku ini disajikan beberapa penyebab lain mengapa Greogorius mengaitkan
pendosa dalam Lukas 7 denga Maria dari Betania dengan Maria Magdalena. Sebab pertama adalah
kedekatannya secara tekstual dalam Injil Lukas (bab 7 dan 8). Sebab kedua adalah menjelang abad
ke-6 kota Magdala mengalami kemerosotan akhlak dan tidak bertuhan. Sebab ketiga yaitu tertulis
dalam Yo. 11:1-2 bahwa perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhann dengan minyak mur,
yang menyekanya dengan rambutnya adalah Maria dari Betania, saudara perempuan Martha dan
Lazarus. Lebih lanjut baca Olson, The Da Vinci Hoax, h. 77.
53
Dalam injil-injil Gnostik Maria Magdalena diceritakan sebagai seseorang yang paling
dikasihi Yesus, terlebih lagi diceritakan bahwa Yesus sering mengecup bibir Maria. Diantara injil
gnostik yang membahas gagasan tentang perkawinan spiritual antara Maria Magdalena dan Yesus
Kristus Gospel of Philip. Baca Olson, The Da Vinci Hoax, h. 84.
54
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 84.
83

fahami adalah bahwa Holy Grail hanyalah sebuah simbol. Simbol yang bisa

mengungkap ribuan makna tergantung persepsi setiap orang. Untuk itulah muncul

beberapa interpretasi terhadap Holy Grail tersebut. Umat Kristiani secara umum

memaknai Holy Grail sebagai sebuah cangkir berbentuk piala yang digunakan

untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib, selain digunakan untuk minum

anggur pada Perjamuan Terakhir. Dan interpretasi lain mengatakan bahwa Holy

Grai adalah Maria Magdalena.

Penjelasan tentang misteri Holy Grail ditutup dengan pendapat Martin Lunn

sebagai berikut:

“Kita mungkin tidak akan pernah tau identitas yang sesungguhnya


dari Holy Grail. Tetapi benda kecil yang indah itu – yang benar-benar
dapat kita lihat kini, tampaknya memang benar-benar sebuah piala
yang digunakan oleh Kristus 2000 tahun yang lalu, dan yang telah
membentuk dasar begitu banyak mitologi dan romantisme Barat. Holy
Grail terus mengusik fikiran kita, karena itu merupakan bagian dari
susunan budaya kita. Sekarang kesan itu sendiri memliki logat
tersendiri yang berarti sesuatu yang dikejar-kejar. Pencarian Holy
Grail tidak selalu harus pada benda itu sendiri, tetapi mengetahui apa
itu Grail dan apa artinya.”55

E. Tanggapan Dan Brown Seputar Kontroversi Novel The Da Vinci Code

The Da Vinci Code yang terbit pada tahun 2003 ternyata menarik perhatian

dari berbagai kalangan, baik yang datang dari Amerika Serikat, Vatikan,

organisasi Opus Dei dan juga dari seorang Uskup Agung dari Genoa yang

bernama Kardinal Tarcisio Bertone. Hal ini membuat Dan Brown merasa sangat

terkejut. Brown menanggapi kritik terhadapnya dengan menegaskan bahwa

mayoritas kritikus sama sekali tidak menangkap poin seutuhnya dari novel itu.

55
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 140.
84

Respon terhadap novel The Da Vinci Code, tidak hanya berupa opini

pembenaran terhadap isi yang diungkapkan seperti dalam buku karangan Martin

Lunn yang berjudul Da Vinci Code Decoded, tetapi juga berupa kritik yang tajam

yang mematahkan segala argumen yang tercantum dalam novel itu, seperti buku

yang dikarang oleh Steve Kellmeyer dengan judul Fact and Fiction in The Da

Vinci Code.

Adanya tuduhan bahwa Dan Brown adalah seorang yang anti-Kristen, dia

membantah dengan pernyataan sebagai berikut:

“Buku ini sama sekali bukan anti-Kristen atau anti-Katolik. Aku


seorang Nasrani, meskipun mungkin bukan dalam arti kata yang
paling tradisional. Bukuku hanya memandang katekisme dan sejarah
agama Kristen melalui lensa yang sedikit berbeda, yang merupakan
eksplorasi atas kitab-kitab Bible yang tidak termasuk ke dalam versi
Konstantin, versi yang kita baca sekarang ini.”

Setelah selama berbulan-bulan mendapat cercaan serta krtikan dari berbagai

kalangan, Brown mengatakan bahwa bukan saja keyakinannya tak goyang, tetapi

dia juga mendapat pertanyaan-pertanyaan yang begitu banyak tentang pengalaman

spiritualitasnya. Akhirnya dia menjawab seperti dibawah ini.

“Aku sangat berharap merasakan keyakinan yang sama sekali tidak


meragukan. Tapi aku benar-benar merasakan itu, dan aku masih terus
mencari. Aku menulis The Da Vinci Code juga bagian dari pencarian
spiritualku. Aku tak pernah membayangkan sebuah novel menjadi
begitu kontroversial”.

F. Citra Yesus Dalam Tradisi Islam

Citra Yesus dalam tradisi Islam, dapat dirujuk pada al-Qur‟an sebagai

sumber kebenaran orang Islam. Penggambaran Yesus dalam al-Qur‟an sama

sekali berbeda dengan apa yang diceritakan dalam Injil. Yesus dalam al-Qur‟an
85

lebih banyak digambarkan tentang kelahirannya yang penuh keajaiban dari pada

tentang penderitaan dan kematiaannya di tiang salib. Namun, tidak menutup

kemungkinan al-Qur‟an juga menjelaskan peristiwa penyaliban Yesus.

Yesus dalam al-Qur‟an lebih akrab disebut sebagai Isa Ibn Maryam. Ia

termasuk salah satu Rasul Ulul Azmi, yang mempunyai keistimewaan lebih

dibanding nabi-nabi yang lain. Namun begitu, al-Qur‟an mengajarkan bahwa

tidak ada perbedaan di antara para nabi, dan iman yang benar harus mempercayai

semua nabi. Hal ini terurai dalam al-Qur‟an Q.S al-Nisa/4: 150.

Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH dalam bukunya Isa dalam Qur’an

Muhammad dalam Bible, berbicara banyak tentang Isa, mulai dari silsilah

keluarga Maryam sampai peristiwa penyaliban Yesus dan konsep Trinitas.

Mengenai kelahiran Nabi Isa menurut Prof. Bakry adalah berdasarkan kalimat

penciptaan Allah: kun faya kun yang ditanggungkan penghamilannya pada

Maryam dengan daripada roh Allah. Hal ini dapat dilihat pada Q.S Ali Imran/3:

47, yang artinya sebagai berikut:

“Maryam berkata, “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku


mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantara Jibril),
“Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila
Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka hanya cukup Allah
berkata kepadanya, „Jadilah‟, lalu jadilah dia.”56

Selain itu, menurut Ridha Shadr dalam bukunya al-Masih fi al-Qur’an,

bahwa penciptaan Isa adalah seperti penciptaan Adam. Dalam hal ini Shadr

menutip Q.S Ali Imran/3: 59, yang artinya sebagai berikut:

56
Hasbullah Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible (Jakarta: Firdaus, 1959), h.
3
86

“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah


seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” (seorang manusia),
maka jadilah dia.57

Disamping peristiwa kelahirannya yang penuh keajaiban, Allah

menganugerahkan banyak mukjizat kepada Nabi Isa, untuk membuktikan

kerasulannya. Misalnya menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit

sopak, dll. Nabi Isa dengan membawa kitab Injil membenarkan semua isi Taurat

dari Nabi Musa. Ajarannya mengajak Bani Israel kepada Tauhid, dan dalam

ajarannya juga menerangkan bakal datangnya seorang penghibur Nabi Akhir

Zaman untuk segala bangsa bernama Ahmad (Muhammad).

Baik Al-Qur‟an maupun Alkitab sama-sama menceritakan tentang keajaiban

kelahiran Isa. Namun dalam hal keilahiannya ada perbedaan pandangan antara al-

Qur‟an dan Alkitab. Apabila injil-injil dalam Perjanjian baru banyak menceritakan

tentang keilahian Yesus, dan menjadikan peristiwa penyaliban Yesus sebagai

pondasi iman mereka. Maka tidak demikian dengan al-Qur‟an, al-Qur‟an hanya

mengakui Isa sebagai nabi, bukan sebagai Tuhan. Hal ini diungkapkan dalam Q.S

Az-Zukhruf/43: 59, yang artinya sebagai berikut:

“Isa itu lain tidak terkecuali seorang hamba yang kami beri
kurnia (pangkat nabi) dan kami jadikan dia sebagai contoh yang ajaib
bagi Bani Israel.”

Ayat-ayat al-Qur‟an yang lain yang berhubungan dengan hal tersebut bisa

dilihat dalam Q.S al-Maidah/5: 17, 72, dan 75. Pada ayat-ayat tersebut dengan

57
Ridha Shadr, al-Masih fi al-Qur’an, penerjemah Syekh al-Hamid (Jakarta: Citra, 2006), h.
55
87

jelas di ungkapkan bahwa Isa hanyalah seorang nabi bukan Tuhan sebagaimana

diungkapkan dalam empat Injil dalam Perjanjian Baru.58

Dalam agama Kristen, salib merupakan bukti pengakuan iman Kristen,

tanpa mengimani kematian Yesus ditiang salib guna menebus dosa manusia

(menyelamatkan manusia), maka belum sempurna iman umat Kristiani. Seperti

yang difahami, al-Qur‟an menyagkal pembunuhan Isa dengan penyaliban seperti

yang dikisahkan oleh Perjanjian Baru. al-Qur‟an menjelaskan bahwa Nabi Isa

wafat bukan karena disalib, sebab beberapa hari setelah peristiwa penyaliban itu

tersiar berita bahwa orang melihat Nabi Isa hidup seperti biasa. Baru kemudian

karena perintah Allah yakni mengabulkan do‟a beliau untuk menghabisi tugas di

Palestina (lihat Matius 26: 39 dan 42, Yahya 18: 11), Nabi Isa meninggalkan

kaumnya dan pindah ke daerah lain dan wafat disana sebagai Nabi atau guru

agama biasa. Hal ini ditegaskan dalam Q.S an-Nisa/4: 157-158 yang berbunyi:59

“Dan lantaran perkataan mereka yang mengatakan: Sesungguhnya


kami telah membunuh Isa al-Masih anak Maryam dan Rasul Allah itu.
Padahal sebenarnya mereka tidak membunuhnya dan tidak pula
menyalibkannya (hingga mati), melainkan hanyalah diserupakan saja
pada mereka seakan-akan Isa itu telah mati tersalib.”
“Tetapi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa itu kepada-Nya dan
Allah itu Maha Besar dan Maha Bijaksana.”

Dari cuplikan ayat diatas, timbul 3 tafsir dikalangan ulama‟ muslim:

1. Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa Nabi Isa telah dilepaskan Tuhan ketika

dia mau ditangkap oleh orang-orang Israel di taman Getsemani. Dia telah

menyelinap tersembunyi dari penglihatan orang-orang yang hendak

menangkapnya. Yudas (Yahuda) seorang murid yang menghianatinya

58
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 9
59
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 45
88

diserupakan oleh Tuhan sebagai Nabi Isa, oleh sebab itu yang disalibkan

adalah Yudas bukan Nabi Isa. Nabi Isa yang telah lepas dari tangkapan itu

diangkat oleh Tuhan ke langit, dan kemudian pada akhir zaman akan turun ke

bumi untuk mengislamkan orang-orang Nasrani yang menyembahnya.

2. Segolongan ulama‟ lain berpendapat bahwa terlepasnya Nabi Isa dari peristiwa

penyaliban adalah ketika dia dibawa dari istana Pilatus menuju Golgota.

Ditengah jalan ketika Nabi Isa memikul salibnya dia ditukar dengan orang lain

yang bernama Simon Kirene. Simon inilah yang kemudian mati disalib sedang

Nabi Isa diangkat Tuhan ke langit.

3. Pendapat lain yang banyak sesuai dengan ulama-ulama tafsir modern, mereka

berpendapat bahwa Nabi Isa memang benar telah ditangkap di taman

Getsemani dan dibawa ke istana Pilatus dan juga langsung dibawa ke bukit

Golgota dan disalibkan, disana penyaliban ini digagalkan oleh Tuhan, artinya

disalib namun tidak sampai mati. Menurut pendapat golongan ini Nabi Isa

diserupakan saja kepada mereka (orang-orang Yahudi) seakan-akan Isa sudah

mati. Padahal hanya pingsan saja. Kemudian Isa dikuburkan di dalam

pemakaman Yusuf Arimatea oleh Yusuf sendiri ditemani oleh Nikodemus.60

Sejarah juga mencatat bahwa setelah sadar dari pingsannya Isa keluar dari

pekuburan dan setelah 40 hari diperintahkan Tuhan meninggalkan wilayah

Palestina dan mengembara, seterusnya ke tempat lain (al-Masih artinya

pengembara). Tugas kerasulannya kepada Israel telah dicabut Tuhan sesuai

dengan do‟a permintaannya sendiri sewaktu hapir tertangkap di taman Getsemani.

60
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 46
89

Diduga Isa mengembara ke sebelah Timur. Menurut ulama‟-ulama‟ Ahmadiah,

Isa berdiam di Kasymir hingga meninggal di sana pada umur yang tua sebagai

seorang yang saleh.61

Demikianlah beberapa ayat al-Qur‟an yang bercerita tentang Isa. Hal lain

yang juga dikomentari al-Qur‟an berkenaan dengan ajaran Kristen adalah tentang

Trinitas. Bakry mengatakan bahwa terbentuknya konsep Trinitas merupakan hal

yang tidak masuk akal, dan semata-mata berdasar perumusan diluar wahyu Ilahi

dari manusia-manusia biasa, namun seorang ulama (patres) besar gereja bernama

Agustinus (354-430) pernah berusaha menambah keyakinan umat Nasrani dengan

sistim memberi makna pada ketiga oknum Trinitas itu. Tuhan Bapa dianggap

bersifat “Ingatan”, Tuhan Anak bersifat “Kecerdasan (Intellegensi)” sedang Roh

Suci bersifat “Keinginan”. Alasannya: Ingatan adalah sumber idea-idea (cita-

cita) sedang intellegensia sumber pengetahuan dan keinginan sumber cinta.62

Hal ini terjadi pula pada ulama-ulama Nasrani di zaman sekarang yang

menamsilkan Trinitas itu dengan matahari yang terbagi tiga sifat, yaitu matahari,

terangnya dan panasnya. Padahal kalau mau menguraikan attribute matahari

bukanlah dua itu saja tetapi ada banyak lagi seperti warnanya, bulatnya, besarnya,

beratnya, dll.

Ringkasnya sungguh nyata untuk membuktikan Trinitas ulama-ulama

Nasrani hanya membikin tamsil yang dibuat-buat dengan penguraian atribut yang

terbatas tiga. Padahal dalam ilmu bahasa atau klasifikasi-quantitatif, selain satu

berarti jama‟ (plural). Jadi tiga berarti jama‟ tidak bisa disamakan dengan satu.

61
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 47
62
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 83
90

Dengan demikian Trinitas berarti polytheisme bukanlah monotheisme. Sifat

enigheid (keseragaman) atau eenheid (kesatuan) dari Trinitas dalam tiga unsur

tidak lain terkecuali harus diartikan sebagai keseragaman dan kesatuan yang

monistis-pantheistis seperti yang diajarkan oleh madzhab Stoa, madzhab

Neoplatonisme, filosof Spinoza, dan lain-lain seperti aliran Pantheisme, tak dapat

diartikan sebagai monotheisme absolut seperti yang ada pada Taurat Musa dan

pada agama Islam.63

63
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 84
BAB V

KESIMPULAN

Ada empat point yang menjadi perbedaan pandangan antara yang diyakini

oleh gereja mainstream dan yang diungkapkan Dan Brown dalam novel The Da

Vinci Code. Pertama tentang Sejarah Gereja, kedua tentang Kanonisasi Alkitab,

ketiga tentang Polemik Ketuhanan Yesus dan keempat tentang Perjamuan

Terakhir.

Dalam pandangan gereja Mainstream, sejarah gereja berawal pada hari

pentakosta, dimana gereja dimaksudkan sebagai jemaat-jemaat yang berkumpul

untuk tujuan pembelajaran hukum Taurat dan juga untuk tujuan keagamann

lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu, arti gereja berubah menjadi sebuah

institusi yang dipimpin oleh para rasul dan diteruskan oleh para Uskup yang

mempunyai wewenang sebagai pemegang hukum tertinggi.

Tentang keilahian Yesus gereja mainstream meyakini bahwa Yesus adalah

satu pribadi dalam dua kodrat, yaitu ilahi dan manusiawi. Hal ini sudah diimani

sejak peristiwa penyaliban Yesus, namun karena perbedaan pandangan dari

berbagai kalangan, diadakanlah empat kali konsili dari tahun 325 M sampai tahun

451 M untuk melerai polemik keilahian Yesus.

Kemudian tentang kanonisasi Alkitab. Gereja mainstream menjelaskan

bahwa Alkitab merupakan bagian dari firman Tuhan. Dalam penulisannya

menjadi sebuah kanon Alkitab melalui proses yang rumit dan kompleks. Seperti

contoh Perjanjian Lama yang baru berbentuk kanon sejak periode Persia, dan

91
92

Perjanjian Baru yang mulai ditulis pada periode ke-2 dari generasi Yesus, yang

pada akhirnya diterima secara resmi sebagai kanon pada abad ke-4, yaitu 27 kitab

dari Perjanjian Baru diakui sebagai kebenaran.

Pembahasan selanjutnya adalah tentang perjamuan terakhir. Menurut gereja

Mainstream Perjamuan Terakhir merupakan suatu peristiwa yang sangat penting

bagi umat Kristen, dimana peristiwa tersebut dijadikan dasar dari sakramen

ekaristi. Perjamuan Terakhir adalah jamuan malam antara Yesus dan ke-12

muridnya, pada malam tersebut Yesus beserta murid-muridnya melakukan ritual

minum anggur dan pengajaran Taurat. Di sana Yesus ditemani Yohanes, murid

kesayangan yang duduk di kanannya. Pada peristiwa itulah Yesus menunjuk salah

satu muridnya, yaitu Petrus, untuk melanjutkan kepemimpinan gereja. Hal

terpenting dari perjamuan terakhir adalah mengenai cawan suci. Cawan suci bagi

gereja Mainstream hanyalah sebuah cawan berbentuk piala yang dijadikan Yesus

dan murid-muridnya untuk minum anggur, sekaligus yang digunakan oleh Yusuf

untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib.

Dan Brown menampilkan wacana yang berbeda dengan pandangan gereja

Mainstream. Hal pertama yang disoroti Dan Brown adalah tentang sejarah gereja,

dimana gereja menurut Brown merupakan lembaga yang telah mengubah sejarah

Kristen dan menutupi kebenaran sejarah selama lebih dari 2000 tahun,

diantaranya adalah tentang pribadi Yesus. Ia menyangkal pandangan gereja

mainstream yang mengungkapkan bahwa Yesus mempunyai pribadi keilahian.

Menurutnya Yesus tidak lain hanyalah seorang manusia biasa yang mempunyai

keturunan dari hasil pernikannya dengan Maria Magdalena.


93

Selanjutnya adalah tentang Alkitab, menurut Brown Alkitab bukan firman

Tuhan melainkan hasil karya dari lembaga gereja yang disusun bersama dengan

kaisar Konstantin. Kemudian tentang polemik keilahian Yesus, Brown

berpendapat bahwa keilahian Yesus merupakan hasil voting para uskup pada

Konsili Nicea tahun 325 M. Hal lain yang diungkapkan Brown adalah tentang

Perjamuan Terakhir, ia menjelaskan bahwa peristiwa Perjamuan terakhir

menyimpan begitu banyak misteri didalamnya, diantaranya adalah tentang cawan

suci (holy grail), menurut Brown cawan suci adalah Maria Magdalena, seorang

perempuan yang merupakan murid sekaligus istri Yesus. Magdalena adalah murid

terkasih Yesus, yang duduk di kanannya ketika malam Perjamuan terakhir, bukan

Yohanes. Magdalena juga lah yang ditunjuk Yesus untuk meneruskan

kepemimpinan gereja, bukan Petrus.

Akibat wacana yang dihadirkan Brown dalam novel tersebut, memunculkan

respon dari beberapa tokoh Kristen dan Katolik. Pertama adalah tentang sejarah

gereja, citra buruk gereja yang dilontarkan oleh Brown bahwa gereja adalah

lembaga yang merumuskan keilahian Yesus dan juga dalang dibalik pengumpulan

Alkitab adalah salah. Karena gereja sebagai lembaga didalamnya terkumpul

jemaat-jemaat yang dipenuhi roh kudus. Jadi segala keputusan yang datang dari

padanya adalah atas kehendak Tuhan.

Kedua tentang Alkitab, Kanonisasi Alkitab terjadi 150 tahun sebelum

pemerintahan Kostantin. Adalah salah apabila Brown meyebutkan bahwa Alkitab

disusun demi kepentingan politik kaisar Konstantin pada abad ke 4. karena pada

abad ke 4 gereja hanya menerbitkan Alkitab sebagai suatu kebenaran. Baik tokoh
94

Kristen maupun Katolik sepakat bahwa Alkitab tidak di fax dari surga, melainkan

ditulis oleh manusia sebagai catatan historis.

Ketiga tetang polemik ketuhanan Yesus, respon tokoh Kristen dan Katolik

mengatakan bahwa memang benar rumusan Trinitas terbentuk pada Konsili

Nicea, namun tentang keilahian Yesus berdasarkan voting para uskup adalah

salah. Tujuan diadakannya Konsili Nicea tidak lain hanyalah untuk mendamaikan

perdebatan panjang antara Arius dan seluruh kekristenan. Pada konsili ini semua

pihak kecuali pihak Arius sepakat bahwa Yesus memiliki kodrat Ilahi. Jumlah

suara yang diperoleh adalah 316:2, hal ini tidak dapat disebut sebagai hasil voting.

Keempat tentang Perjamuan Terakhir, yang menjadi kontroversi salah

satunya adalah Cawan Suci. Dalam hal ini, tokoh Kristen dan Katolik sependapat

dengan pandangan gereja Mainstream, yang mengatakan cawan suci hanyalah

sebuah cawan berbentuk piala yang digunakan Yesus untuk minum anggur pada

malam perjamuan terakhir, dan juga digunakan untuk mewadahi darah Yesus

ketika disalib. Cawan tersebut sekarang ini tersimpan di dalam kapel Katedral

Valencia di Spanyol. Selanjutnya perdebatan tentang siapakah yang duduk di

kanan Yesus, menurut para pengkritik adalah Yohanes, bukan Maria Magdalena.

Karena Yohanes merupakan seorang murid termuda diantara murid-murid

lainnya, maka dalam lukisan The Last Supper ia digambarkan dengan rambut

panjang dan tanpa janggut.

Berdasarkan analisa penulis, perbedaan pandangan terhadap Yesus adalah

suatu hal yang wajar, karena paradigma yang berbeda akan menghasilkan

pandangan yang berbeda pula. Kita bisa menyebutnya Yesus atau Isa. Kita juga
95

bisa saja menggelarinya Messiah, Kristus atau al-Masih. Bahkan kita bebas untuk

mempercayainya diangkat ke langit maupun disalib. Hal yang demikian adalah

tergantung persepsi kita masing-masing.

Yang menjadi point pentingnya adalah bahwa putra Maryam ini, seorang

yang sangat luar biasa dan istimewa. Ia merupakan seorang yang diagungkan oleh

dua agama besar, Kristen dan Islam. Yesus/Isa adalah muara cinta yang oleh

agama Kristen maupun Islam dipandang berdasarkan arah yang berbeda. Sebagai

al-Masih ia mampu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta dan

penyakit kusta. Dan sebagai Kristus ia diyakini sebagai roh Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku:
Bakry, Hasbullah. Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible. Jakarta: Firdaus,
1959.
Becker, Dieter. Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat. Jakarta:
Gunung Mulia, 2012.
Brown, Dan. The Da Vinci Code. Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno.
Yogyakarta: Bentang, 2014.
Coote, Robert B. dan Marry P. Coote. Power, Politics, and the Making of the
Bible. terjemahan oleh Minda Perangin-angin. Jakarta: Gunung Mulia,
2012.
Drane, John. Introducing the New Testament, penerjemah oleh P. G. Katoppo.
Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
Garlow, James L. dan Peter Jones, Cracking Da Vinci’s Code. Penerjemah Lily
Endang Joeliani. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005.
George M. S. “Kontroversi The Da Vinci Code,” Matabaca: Jendela Dunia
Pustaka IV, no. 10. Juni 2006.
Gerald O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ. Kamus Teologi. Yogyakarta:
Kasinius, 1996.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba
Humanika, cet. 2012.
H. Berkhof dan I. H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
J.B. Hixson. The Da Vinci Code Phenomenon: A Brief Overview and Response.
jurnal of the Grace Evangelical Society, 2004.
Lohse, Bernhard. Pengantar sejarah dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai
Masa Kini. PenerjemahA. A. Yewangoe. Jakarta: Gunung Mulia, 2011.
Kellemeier, Steven. Fact and Fiction in The Da Vinci Code. Penerjemah Dewi
Minangsari. T. Tp.: Optima Pers, 2005.
Khalidi, Tarif. The Muslim Jesus: Saying and Stories In Islamic Literature.
Penerjemah Iyoh S. Muniroh dan Qomaruddin SF. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2003.

96
Leege, David C. dan Lyman A. Kellstedt. Rediscovering the Religious Factor in
American Politics, Penerjemah Debbie A. Lubis dan A. Zaim Rofiqi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Lunn, Martin. Da Vinci Code Decoded. Penerjemah Isma B. Koesalamawardi.
Jakarta: Ufuk Press, 2005.
Marty, Martin E. “Agama di Amerika,” dalam Luther S. Luedtke, ed., Making
America: The Society and Culture of the United States. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1994: h. 189 - 212
Olson, Carl E. dan Sandra Miesel. The Da Vinci Hoax. Penerjemah
Endyahswarawati Y. Malang: Dioma, 2005.
Pujianti, Fariska. “Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci
Code Karya Dan Brown.” Tesis S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu
Susastra, Universitas Diponegoro Semarang, 2010
Retnowati. Perempuan-perempuan dalam Alkitab: Peran, Partisipasi, dan
Perjuangannya. Jakarta: Gunung Mulia, 2008.
Robert M. Grant dan David Tracy. A short history of the interpretation of the
Bible. terjemahan oleh Agustinus Maleakhi. Jakarta, Gunung Mulia, 2000.
Shadr, Ridha. al-Masih fi al-Qur’an. Penerjemah Syekh al-Hamid. Jakarta: Citra,
2006.

Tim Penulis Obor. Opus Dei dan Da Vinci Code. Jakarta: Obor, 2006.

Urban, Linwood. A Short History of Christian thought. terjemahan oleh Liem Sien
Kie. Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.

Referensi Internet:
“Decotisme” Diakses pada 08 Agustus 2015 dari http://sttinti.ac.id/renungan4/90-
inkarnasi.html
“Freedom of Speech” diakses pada 08 Juni 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara
Haskin, Richard W. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14
9&Itemid=131

97
“Kanon Alkitab” diakses pada 08 September 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
“Kanonisasi Perjanjian Baru”, diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.sarapanpagi.org/40-kanonisasi-perjanjian-baru-vt679.html
Kasim, Miranti Andi “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang
dalam Novel The Da Vinci Code”, Artikel Universitas Indonesia. Diakses
pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL
%20DA%20VINCI%20CODE.pdf

“Papirus” Diakses pada 08 Agustus 2015 dari


https://id.m.wikipedia.org/wiki/papirus
“Sakramen Ekaristi” artikel dalam media Iman Katolik: Media Informasi dan
Sarana Katekese, diakses pada 29 Mei 2015 dari
http://www.imankatolik.or.id/sakramenekaristi.html.
Steven E. Liauw. “Rangkuman Buku Da Vinci’s Code” diakses pada 10 Maret
2015 dari
http://www.in-christ.net/artikel/literatur/rangkuman_buku_da_vinci_s_code

Steve Kellmeyer. “Catholic Author and Speaker” di akses pada 20 Juni 2015 dari
http://stevekellmeyer.com/Biography.html

98

Anda mungkin juga menyukai