Anda di halaman 1dari 4

JURNAL DWI

MINGGUAN
MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS
NILAI - NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

PUTRI DIAN MAYANGSARI

Untuk artikel saya pada jurnal dwi mingguan modul 3.1 kali ini saya akan merefleksikan
pembelajaran yang telah saya lalui dengan refleksi model 4C yakni Connection, challenge,
concept, change.

Model ini dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model ini cocok untuk
digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran. Ada beberapa pertanyaan kunci yang
menjadi panduan dalam membuat refleksi model ini, yaitu:

1) Connection: Apa keterkaitan materi yang didapat dengan peran Anda sebagai Calon Guru
Penggerak?

2) Challenge: Adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik
yang Anda jalankan selama ini?

3) Concept: Ceritakan konsep-konsep utama yang Anda pelajari dan menurut Anda penting
untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi
Guru Penggerak?

4) Change: Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah mendapatkan
materi pada hari ini?

Pada pembelajaran modul 3.1 ini sangat menarik bagi saya, mungkin ini hal baru bagi saya
yang pada keseharian mungkin tanpa disadari telah kita lakukan dalam menentukan
keputusan dalam permasalahan disekolah baik dengan siswa maupun dengan teman
sejawat. Menariknya yakni pada modul ini kita mempelajari tentang paradigma dan prinsip-
prinsip dalam pengambilan keputusan. Sebaiknya ketika akan memutuskan sesuatu
permasalahan kita memahami dahulu paradigma dan prinsip-prinsip pengambilan tersebut.
Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip
etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan
sesuatu yang berlaku secara universal, seperti yang telah disampaikan di atas. Seseorang
yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-
prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan
universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa,
suku bangsa, maupun agama seseorang.
Dikaitkan dengan pembelajaran sebelumnya pada modul 1, kami telah mempelajari tentang
nilai-nilai kebajikan universal yang harus dipedomani. Nilai-nilai dan peran guru penggerak
serta budaya positif yang harus kita tegakkan sebagai pemimpin pembelajaran disekolah.
Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling
bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas
keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah
suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan
tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang
sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada
3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan
bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. Selain itu juga
kita mampu mengidentifikasi dan menganalisis setiap permasalahan apakah masalah
tersebut merupakan suatu masalah dilema etika atau merupakan bujukan moral, agar kita
dapat menentukan langkah apa yang akan kita lakukan dalam mengambil keputusan.

Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang
bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan,
toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Paradigma yang terjadi pada dilema
etika berdasarkan pada paradigma sebagai berikut :

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Dilema individu melawan kelompok merupakan tentang bagaimana kita membuat pilihan
antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk
kelompok yang lebih besar. Sebagai guru terkadang kita juga harus membuat pilihan seperti
ini di dalam kelas. Satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan
sebuah tugas, sementara ada kelompok lain yang dapat menyelesaikannya dengan lebih
cepat sehingga mereka sudah siap untuk masuk ke pelajaran berikutnya, apakah keputusan
yang akan diambil oleh guru? Dalam situasi ini, guru mungkin menghadapi dilema individu
lawan kelompok. Pada paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan merupakan suatu dilema
etika yang menghadapkan kita pada suatu ketentuan atau aturan yang berlaku dengan satu
sisi dihadapkan dengan rasa empati atau kasihan, contohnya ketika kita akan menegakkan
bahwa guru harus menjalankan tugas mengajar dikelas dengan keadaan ketika guru tersebut
dihadapkan pada keadaan anaknya yang sedang sakit dirumah. Kita sebijaksana mungkin
harus menentukan apa yang akan kita lakukan. Paradigma kebenaran lawan kesetiaan
merupakan suatu keadaan ketika Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang
bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia
(atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya. Sedangkan paradigma
jangka pendek lawan jangka panjang suatu paradigma yang mudah diamati, kita memandang
segi kebermanfaatan dalam jangka pendek dan jangka panjang dalam kasus dilema tersebut.
Dengan demikian kita dapat menentukan atau pengambilan keputusan yang bagaimana yang
sesuai dengan dilema tersebut. Namun tentu saja juga harus berdasarkan prinsip
pengambilan keputusan yakni : Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking.

Saya merasa mendapatkan pencerahan atas pembelajaran yang dilakukan pada


pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin, hal ini dapat
membekali kita nantinya apabila kita terjun sebagai seorang pemimpin disekolah.
Mempelajari pentingnya pengambilan langkah keputusan berdasarkan 9 langkah yang telah
dipelajari, antara lain :

1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah

a. Uji Legal

b. Uji Regulasi/Standar Profesional

c. Uji Intuisi

d. Uji Publikasi

e. Uji Panutan/Idola

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6. Melakukan Prinsip Resolusi

7. Investigasi Opsi Trilema

8. Buat Keputusan

9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Dengan terus mengasah kemampuan menyelesaikan permasalahan maka kita akan terbiasa
memilah bagaimana menentukan keputusan yang tepat dan bijaksana sesuai dengan prinsip
dan paradigma pengambilan keputusan yang merunut pada langkah-langkah pengujian
keputusan.
Pada kegiatan Demsonstrasi Kontekstual kami ditugaskan untuk mewawancarai narasumber
yang merupakan pemimpin disekolah, untuk menggali bagaimana mereka melakukan praktik
pengambilan keputusan dalam menjalankan sekolah dalam kepemimpinan mereka. Saya
mewawancarai 2 orang nara sumber, Kepala SMPN 21 OkU Bapak Hazar, S.Pd, selaku kepala
sekolah dimana saya bertugas dan narasumber selanjutnya adalah Kepala SMPN 5 OKU
Bapak Tukirin, S.Pd. Secara garis besar pengambilan keputusan yang mereka ambil telah
merujuk pada kepentingan bersama yang merupakan keputusan yang tidak merugikan salah
satu pihak lainnya. Disini saya banyak menambahkan banyak masukan bagaimana
pengambilan keputusan dalam dunia nyata yang telah mereka alami. Nantinya akan banyak
ditemukan pertentangan bahkan ada pihak ketiga yang akan ikut campur, namun sebijaksana
kita dapat menemukan win win solution atas permasalahan tersebut. Masalah yang
ditemukan harus segera diselesaikan agar tidak menimbulkan masalah baru, namun apabila
masalah tersebut perlu pelikiran yang matang, maka kita harus menentukan benar-benar
keputusan apa yang akan kita ambil. Dalam menentukan keputusan, kita dapat menerima
masukan dari orang-orang terdekat, mendengarkan apa masukan mereka, juga perlu
kordinasi dengan dinas terkait apabila permasalahan tersebut cukup rumit. Dari sini saya
mendapatkan gambaran bagaimana selanjutnya akan terjadi pada nantinya apabila kita
menjadi seoarang pemimpin dalam menentukan keputusan yang tepat dan bijaksana.

Hal ini berguna sekali bagi seorang guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran
disekolah, menentukan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan universal yang
mementingkan kepentingan semua dan berpihak pada murid. Dikelas kita mampu
menyelesaikan dan memutuskan permasalahan atas apa yang terjadi begitupun dengan
rekan sejawat, dengan tehnik coaching yang telah dipelajari pada modul sebelumnya dapat
menjadikan kita memahami keputusan yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan dilema
yang kita hadapi.

Saya berharap dengan pemahaman yang saya punyai sekarang dapat membantu saya
dikeseharian saya disekolah agar dapat lebih memahami kebutuhan murid saya, apa yang
menjadi permasalahan dan memutuskan apa yang terbaik dilakukan. Begitupun dengan
teman sejawat, selaku guru penggerak dapat peka dengan permasalahan yang ada,
membantu dengan tehnik coaching atas permasalahan yang ada, membimbing menemukan
solusi untuk permasalahannya dan jika nantinya ditakdirkan untuk menjadi pemimpin
sekolah, maka bekal ilmu yang didapatkan dapat menjadi referensi tersendiri
dalammenyelesaikan kasus-kasus dilema etika yang terjadi dilingkungan sekolah.
Menyelesaikan dengan ilmu bukan dengan kearoganan.

Alhamdulillah untuk modul 3.1 ini dapat kami lewati dengan baik dan sesuai dengan
petunjuk yang ada di LMS kami. Pendidikan yang sangat bermanfaat bagi kami, bekal dalam
menjalankan tugas keseharian sebagai pendidik dan guru penggerak disekolah kami.

Terima kasih, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai