BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
KORNELIUS GILANG
C1011211006
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Bioteknologi
Pertanian. Bilamana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam laporan praktikum
ini, izinkan penulis menghaturkan permohonan maaf. Sebab, laporan ini tiada
sempurna dan masih memiliki banyak kelemahan. Penulis juga berharap pembaca
laporan ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada penulis.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan, ilmu
pengetahuan, dan menjadi acuan untuk menulis laporan lainnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
D. Variabel Pengamatan........................................................................................ 4
V. PENUTUP .............................................................................................................. 9
A. Kesimpulan........................................................................................................ 9
B. Saran ................................................................................................................. 9
LAMPIRAN .............................................................................................................. 12
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Mutagen kimia ini bekerja dengan sangat efisien dan potensial pada tanaman
(Natarajan, 2005).
Induksi mutasi pada tanaman dengan EMS dapat menyebabkan mutasi
pada DNA tanaman yang dapat memberikan pengaruh perubahan morfologi pada
tanaman tersebut. Senyawa EMS merupakan senyawa alkil yang berpotensi
sebagai mutagen untuk tanaman tingkat tinggi. Dari beberapa mutagen kimia yang
telah di pergunakan tersebut EMS ini sering menghasilkan mutan yang
bermanfaat. Menurut Flick (1983) dalam Soertini Soedjono (2003), menyatakan
bahwa aplikasi mutasi induksi dengan mutagen kimia EMS secara in vitro
menghasilkan keragaman fenotipik yang lebih luas, yaitu paling sedikit terdapat
25 karakter yang berbeda,
Peluang keberhasilan pemuliaan melalui mutasi pada tanaman hias cukup
tinggi, dikarenakan adanya perubahan pada fenotipenya sehingga mudah
diidentifikasi, selain itu tanaman hias bersifat heterosigot, serta frekuensi
dihasilkannya mutan sangat tinggi sehingga varietas baru yang dihasilkan cukup
banyak (Maluszynski et al., 1995). Keberhasilan induksi mutasi setiap jenis
tanaman akan berbeda tergantung pada jenis mutagen, konsentrasi mutagen, lama
perlakuan mutagen, umur dan organ yang diperlukan. (Girija et al., 2013).
Keberhasilan mutasi dengan mutagen kimia pada tiap tanaman tergantung pada
konsentrasi dan lama perendaman yang digunakan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui salah satu cara induksi
mutasi (aplikasi mutagen) secara kimia dan mengetahui cara menginokulasi
eksplan ke dalam media induksi.
2
III. METODE PRAKTIKUM
Alat : Bahan :
- Laminar air flow - Eksplan steril
- Petridish - Media induksi steril
- Bunsen - Alcohol 70% dan 96%
- Pinset - Tissue
- Gunting - Spiritus
- Scalpel - EMS
C. Cara Kerja
3
3. Inokulasi Eksplan pada Media Induksi
a. Nyalakan laminar, kemudian nyalakan UV ± 60 menit.
b. Matikan UV, buka tutup depannya dan bersihkan dinding dan mejanya
dengan alcohol 70% kemudian nyalakan lampu dan blowernya biarkan
sekitar 5 menit.
c. Gunakan masker dan sarung tangan atau semprot tangan dengan
alcohol 70% setiap kali akan dimasukkan dalam laminar
d. Siapkan alcohol 96% dalam botol (1/2 botol).
e. Masukkan peralatan tanam, Bunsen, media, alcohol 96%, dll yang akan
digunakan. Sebelumnya semua peralatan tersebut disemprot dengan
alcohol 70%.
f. Nyalakan Bunsen dan buka peralatan tanam dari bungkusnya dan
rendam dalam alcohol 96%
g. Buka tutup botol media dan bakar mulutnya
h. Dengan menggunakan pinset ambil eksplan yang sudah disterilisasi dan
tanam/letakkan diatas media dan bakar kembali mulut botol. (setiap
akan digunakan bakar dulu alat tanam)
i. Tutup kembali mulut botol dengan rapat. (Melakukan semua perkejaan
tersebut harus selalu dekat Bunsen).
j. Beri label (tanggal inokulasi, konsentrasi EMS, nama praktikan, dan
nama/kode tanaman, jumlah daun, jumlah akar).
k. Setelah semua selesai tempatkan botol-botol tersebut di rak kultur
secara rapi (inkubasi) dan amati perkembangannya.
l. Keluarkan semua peralatan yang telah digunakan, dan bersihkan
kembali laminar dengan alcohol 70% (seperti no. 5).
m. Matikan power laminar dan tutup kembali.
D. Variabel Pengamatan
1. Kontaminasi
Pengamatan kontaminasi dilakukan dengan melihat ada tidaknya
jamur pada media (inkubasi ekspplan) yang digunakan dalam kultur in vitro
pada praktikum ini. Pengamatan dilakukan 1-2 minggu setelah eksplan di
inokulasi pada media dengan interval pengamatan 1 minggu.
4
2. Pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan menghitung
pertambahan jumlah akar dan daun yang menandakan adanya pertumbuhan.
Pengamatan ini dilakukan pada 2 MST. Untuk pengamatan pertumbuhan
dapat dilakukan jika media inokulasi eksplan tidak mengalami kontaminasi
oleh mikroorganisme.
5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
CP 1 Terkontaminasi jamur
CP 2 Terkontaminasi jamur
6
media pada saat proses penanaman, atau saat pemeliharaan. Pada media atau
eksplan yang terkontaminasi oleh jamur maka akan terdapat jamur yang berwarna
putih yang akan terus tumbuh menutupi botol kultur. Ketika jamur tumbuh pada
media atau eksplan maka embrio pertumbuhannya akan terhambat bahkan dapat
menyebabkan kematian pada eksplan.
Selain itu, adanya kontaminasi juga dapat disebabkan oleh kurang telitinya
praktikan dalam menginokulasi eksplan. Kultur jaringan memerlukan kecermatan
yang tinggi dan keadaan yang aseptik baik tempat kerja, alat-alat dan bahan-bahan
serta tangan orang yang mengerjakannya, sebab dapat terjadi kontaminasi dengan
mikroorganisme antara lain bakteri dan jamur yang akan nampak berupa koloni-
koloni di permukaan medium. Pandiangan (2003), mengatakan kontaminasi dapat
terjadi dari eksplan baik eksternal maupun internal, mikroorganisme yang masuk
kedalam media, botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril, ruang kerja
dan kultur yang kotor (mengandung spora di udara ruangan laboratorium) dan
kecerobohan dalam pelaksanaan.
Adanya kontaminasi ini menyebabkan kematian pada eksplan yang
diinokulasi. Dengan demikian pengamatan terkait pertumbuhan eksplan tidak
dilanjutkan. Hal ini dikarenakan eksplan yang sudah terkontaminasi pasti akan
mengalami kegagalan pertumbuhan. Menurut Gunawan (1987) mikrooganisme
kontaminan akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan
penanganan waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan kematian jaringan eksplan.
Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna putih, biru atau
krem yang disebabkan jamur dan bakteri.
Etil metil sulfonate (EMS) adalah salah satu mutagen kimia yang banyak
dipergunakan untuk pemuliaan tanaman padi. EMS memicu terjadinya mutasi
berupa perubahan pasangan basa DNA dari C/G menjadi A/T (Ramchader et al.,
2014; Viana et al., 2019). Mutasi missense atau nonsense yang dipicu oleh EMS
dapat mengubah struktur dan fungsi protein sehingga mengakibatkan perubahan
pada satu atau beberapa sifat tanaman. Secara umum, konsentrasi EMS yang
dipergunakan untuk memutasi tanaman padi berkisar antara 0.1% to 2 (Veni and
Niveditha, 2014; Mohapatra et al., 2014; Wattoo et al., 2013).
7
Jika dapat diamati sampai 12 MST, kemungkinan eksplan yang
diinokulasi akan membentuk tunas lebih banyak. Hal ini dikarenakan konsentrasi
EMS yang rendah dapat meningkatkan kemampuan eksplan untuk membentuk
tunas yang baru. Penelitian terkait hal ini pada tanaman anggrek oleh Yunitasari
et al (2012) menyatakan bahwa konsentrasi mutagen EMS dapat berpengaruh
terhadap persentase eksplan membentuk tunas. Konsentrasi EMS 0,025% dan
0,05% memperlihatkan jumlah tunas paling baik dengan masing-masing 5,33 dan
3,67 tunas. Pada konsentrasi tersebut EMS dapat memacu pertumbuhan tunas. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyono & Agung (2002)
semakin rendah konsentrasi EMS yang digunakan maka EMS dapat berfungsi
sebagai auksin. Menurut Shah et al. (2008) dalam Yunitasari et al. (2012),
penggunaan mutagen dengan konsentrasi rendah dapat menstimulasi dan
meningkatkan diferensiasi sel.
Semakin tinggi dosis EMS maka semakin kecil kemungkinan eksplan
untuk tumbuh. Hal ini sejalan dengan penelitian Priyono dan Susilo (2002)
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS menyebabkan semakin
banyak EMS yang terserap ke dalam tanaman termasuk bertambahnya toksisitas
EMS. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya tinggi tanaman, ukuran
daun, jumlah daun dan berat tanaman. Kondisi serupa dalam penelitian Rajib and
Jagadpati (2011) yang menyatakan bahwa gangguan pembentukan enzim yang
terlibat dalam proses perkecambahan, merupakan salah satu dampak fisiologis
yang diakibatkan oleh EMS. Dosis EMS yang tinggi dapat menurunkan persentase
tumbuh pada saat perkecambahan.
Induksi menggunakan beberapa konsentrasi EMS merupakan salah satu
cara untuk dapat menghasilkan variabilitas genetik tanaman (Jabeen & Mirza
2004). Induksi mutasi menggunakan EMS yang menyebabkan terjadinya mutasi
pada DNA suatu tanaman memberi pengaruh morfologi pada tanaman tersebut.
Pada tanaman hias, hal ini sangat menguntungkan karena yang diharapkan ialah
menghasilkan suatu bentuk morfologi tanaman yang berbeda dari tetuanya,
sehingga diharapkan dari hasil induksi diperoleh tanaman yang beranekaragam.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa EMS terbukti dapat menghasilkan
mutan antara lain daun variegata pada Arabidopsis (Sakamoto et al. 2002).
8
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
Manzoor, A., Ahmad, T., Bashir, M.A., Hafiz, I.A. and Silvestri, C., 2019. Studies on
Colchicine induced chromosome ornamental plants. Plants (Basel), 8(7), pp.
1–16.
Natarajan, A.T. 2005. Chemical mutagenesis: from plants to human. Curr. Sci. 89:312-
317.
Priyono & A.W. Susilo. 2002. Respons Regenerasi In vitro Eksplant Sisik Mikro Kerk
Lily (Lilium longiflorum) terhadap Ethyl Methane Sulfonate (EMS). J. Ilmu
Dasar 3 (2): 74-79.
Purnama, A.NA, Astarini, IA & Astiti, NA, 2014, ‘Aklimatisasi Anggrek Hitam
(Coelogyne pandurata), hasil perbanyakan in vitro pada media berbeda’,
Jurnal simbiosis, vol. 2, no.2, hal. 203-214
Soertini Soedjono. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam
Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2) – Balai Penelitian
Tanaman Hias (BALITHI).Cianjur.
10
Veni, B. K. and Niveditha, M. S. (2014). Effect of Mutagens on Quantitative and
Qualitative Characters in M3 Generation of Rice Variety ‘Akshaya’ (BPT
2231). Jounal of Rice Research, 7(1): 16-24.
Viana, V. E., Pegoraro, C., Busanello, C., and de Oliveira, A. C. (2019). Mutagenesis
in rice: The basis for breeding a new super rice. Frontier in Plant Science, 10:
1-28.
Yunitasari, Istifadah, N., Qosim, W., & Djatnika, I. (2012). Pengaruh Mutagen Etil
Metan Sulfonat terhadap Kapasitas Regenerasi Yunas Hibrida Phalaenopsis
In Vitro. J. Hort., 22(4), 360-365
11
LAMPIRAN
Gambar Keterangan
Proses penginokulasian eksplan yang
sudah di rendam EMS pada media tanam
kultur in vitro
12
Gambar Keterangan
13