Anda di halaman 1dari 11

1

BAB 1.
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Pengunaan pestisida kimiawi yang berlebihan memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. salah satu
penyebab terjadinya dampak negatip pestisida terhadap
lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah
sehingga dapat meracuni organisme nontarget, terbawa sampai ke
sumbersumber air dan meracuni lingkungan sekitar. Tingginya
tingkat ketergantungan pertanian Indonesia terhadap pestisida
kimia akan membawa dampak negatif pada upaya ekspansi
komoditas pertanian ke pasar bebas, seringkali menghendaki
produk bermutu dengan pestisida yang rendah sehingga upaya
pengurangan penggunaan pestisida kimia dan beralih dengan
jenis-jenis pestisida hayati (Biopestisida) yang aman bagi
lingkungan (Djunaedy, 2009).
Pestisida organik digunakan sebagai pengendali hama dan
penyakit tanaman. pestisida organik terbuat dari bahan-bahan
alami yang terdiri dari tumbuhan, hewan dan mikroorganisme.
karena bahan dasarnya bersifat alami, sisa-sisa pestisida organik
yang tertinggal ditanah akan lebih muda terurai. hal inilah yang
membuat pestisida organik dianggap lebih ramah lingkungan dan
relatif aman bagi kesehatan manusia(Cristy Pane, 2019).Sehingga
diperoleh bahan perekat pada biopestisida biodegradable dan
ramah lingkungan yang sifatnya tidak beracun dengan
menggunakan bahan dari alam yang mampu didegradasi dengan
alam secara cepat disebut dengan Bioadhesive. Sumber perekat
yang digunakan adalah Pektin yang berfungsi sebagai bahan
perekat antara dinding sel yang satu dengan lainnya (Hanum,
Tarigan, & Deviliany Kaban, 2012).
Bangka Belitung merupakan kepulauan yang memiliki
potensi hasil laut yang melimpah seperti ikan yang dimanfaatkan
masyarakat Bangka sebagai bahan masakan sehingga dari ikan
diperoleh limbah sisik ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan perekat yang digunakan untuk meningkatkan efikasi
pestisida organik cair. Sisik ikan merupakan limbah yang belum
dimanfaatkan dengan optimal(Budirahardjo, 2019). Sisik ikan
yang digunakan adalah pada ikan kakap yang mengandung
senyawa organik antara protein sebesar 41-84% berupa
kolagen(Rezeki, 2015). Kandungan pektin pada kulit jeruk kunci
yang sangat potensial membuat limbah sisik ikan berpotensi
sebagai bahan baku pengembangan bioadhesive untuk
meningkatkan efikasi pestisida organik cair.
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, ada beberapa rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu :
1. Kajian mengenai potensi limbah sisik ikan sebagai bahan
baku perekat alami yang ramah lingkungan, tidak beracun dan
biodegradable yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan
efikasi pestisida organik cair.
2. Karakteristik bioadhesive berbasis limbah sisik ikan
perlu dianalisis sebagai solusi untuk meningkatkan efikasi
pestisida organik cair pada kegiatan proteksi tanaman.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah Menganalisis
Karakteristik bioadhesive berbasis limbah sisik ikan sebagai
bahan perekat alami yang ramah lingkungan, tidak beracun dan
biodegradable yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan
efikasi pestisida organik cair.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai pemanfaatan limbah sisik ikan sebagai bahan
baku bioadhesive ramah lingkungan,non toxic biodegradable
untuk meningkatkan efikasi pestisida organik cair.

1.5 Keutamaan Penelitian


Bahan perekat masih menggunakan bahan perekat sintetis
yang non biodegradable sehingga menyebabkan efek samping
seperti tanaman kerdil, bunga dapat rontok. Bahan ini dapat
disintesis dari bahan alam salah satunya dari limbah sisik ikan
yang sangat melimpah ditemukan disetiap pasar di daerah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung karena merupakan bahan
baku masakan pada makanan. Limbah ini belum dimanfaatkan
dengan baik dan oleh karena itu, penelitian ini mengangkat
pemanfaatan limbah sisik ikan sebagai bahan baku dalam
pembuatan bioadhesive non toxic biodegradable pada untuk
meningkatkan efikasi pestisida organik cair serta dapat
meningkatkan nilai ekonomisnya.

1.6 Temuan yang ditargetkan dan kontribusi bagi ilm


1.7 u pengetahuan
Temuan yang ditargetkan pada penelitian ini yaitu
diperoleh bioadhesive dari limbah sisik ikan yang dapat
digunakan sebagai bahan perekat sehingga menjadi untuk
meningkatkan efikasi pestisida organik cair dari limbah sisik ikan
bernilai ekonomis. Data yang didapatkan dapat digunakan untuk
3

mendukung keilmuan dalam bidang pertanian khususnya


pengembangan biopestisida yang ramah lingkungan dan
dijadikan literatur untuk penelitian selanjutnya.
4

1.8 Luaran Penelitian


Luaran penelitian ini adalah:
1. Laporan kemajuan
2. Laporan akhir
3. Artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal EduMatSains
UKI (sinta 4)
5

BAB 2.
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Limbah Sisik Ikan


Tulang Sisik ikan merupakan limbah yang belum dimanfaatkan
dengan optimal(Budirahardjo, 2019). Sisik ikan yang digunakan
adalah pada ikan kakap yang mengandung senyawa organik antara
protein sebesar 41-84% berupa kolagen(Rezeki, 2015). Pektin
merupakan karbohidrat kelompok hidtokoloid pembentuk gel
mempunyai sifat rekat terhadap cetakab dan tembus pandang.
pektin umumnya digunakan sebagai komponen fungsional pada
makanan karena kemampuannya membentuk gel bertekstur encer
dan menstabilkan protein(Rachmawati, Baskoro, & Jatimanuhara,
2009; Rianto, Raswen, & Yelmira, 2017).

2.2 Pestisida Organik


Pestisida organik adalah ramuan obat-obatan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari
bahan-bahan alami. bahan-bahan untuk membuat pestisida
organik dari tumbuhan-tumbahan, hewan dan mikroorganisme.
karena dibuat dari bahan-bahan yang terdapat di alam bebas,
pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi
kesehatan manusia. kelebihan dari pestisida organik ini adalah
lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik lebih
mudah terurai menjadi bentuk lain (Astuti & Widyastuti, 2017).

2.3 Biopestisida
Biopestisida terdiri dari 2 jenis yaitu pestisida nabati dan pestisida
hayati. pestisida nabati merupakan hasil ekstrak bagian tertentu
dari tanaman baik dari daun, buah, biji atau akar yang senyawa
atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama
dan penyakit tertentu. pestisida hayati adalah formulasi yang
mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri maupun
virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya.
Biopestisida yang terbuat dari bahan- bahan alam tidak meracuni
tanaman dan dan mencemari lingkungan sehingga diperlukan
bahan perekat pada tamanan. Bahan perekat pada biopestisida
berfungsi sebagai untuk meningkatkan kinerja pada pupuk daun
pada tanaman yang memiliki daun berbulu dan untuk
meningkatkan kinerja pada hama yang mempunyai perlindungan
keras (Maspary, 2012).
6

BAB 3.
METODE
RISET

3.1 Tahapan Penelitian


3.1.1 Ekstraksi sisik ikan
Sisik ikan dipotong kecil-kecil lalu dibersihkan terlebih
dahulu, kemudian direndam di dalam ekstraktor berisi air yang
dipanaskan pada suhu 70-80 C dengan perbandingan limbah sisik
ikan : air = 1 : 3. Ekstraksi dilakukan disertai pengadukan
campuran selama 3 jam, setelah itu campuran didinginkan dan
disaring. Residu diekstraksi kembali seperti sebelumnya sampai 2
kali, filtrat yang diperoleh kemudian digabung dan dibagi dua,
sebagian dikristalkan dalam penangas air dan sebagian lagi
digunakan untuk pembuatan perekat. Analisis kristal ekstrak sisik
ikan ditujukan untuk mengetahui tingkat kemurnianbahan dan
karakteristik fisiko-kimia lainnya. Pengujian tahap ini dilakukan
pada, gugus fungsi dengan FTIR,dan derajat kristalinitas
menggunakan XRD. Penentuan rendemen ekstrak sisik ikan
dengan ekstraksi air dengan cara Menimbang serbuk kulit nanas
dan memasukkan ke dalam labu ekstraktor. Mengekstraksi
serbuk kulit nanas dalam air dengan perbandingan antara berat
serbuk dengan air 1 : 3. Melakukan ekstraksi selama 2 jam dengan
suhu 70-80°C. Menyaring dengan kertas saring untuk
memisahkan filtrat dari ampas. Menambahkan air (diulang dua
kali), kemudian filtratnya disatukan dengan hasil saringan
pertama. Memasukkan filtrat dalam oven dengan suhu 65-70°C
sampai terbentuk padatan tanin dengan
berat konstan dan sebelum ditimbang memasukkan terlebih
dahulu ke dalam desikator selama 2 menit.

3.1.1 Penentuan kadar padatan (solid content) ekstrak tanin


Kadar padatan ekstrak tanin dilakukanberdasarkan JIS K
6833-1980 dengan menimbang1,5 gram ekstrak tanin, kemudian
ditempatkan dalam cawan yang telah diketahui bobot keringnya
(W ), selanjutnya cawan beserta isinya diletakkan 1d alam oven
(103 ± 2) C sampai kering. Cawan dikeluarkan dan didinginkan
dalam desikatorkemudian ditimbang (W ). Pengeringan dan
penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot tetap. Pengukuran
viskositas dilakukan dengan viskometer Ostwald. Sejumlah
ekstrak dimasukkanke dalam viskometer Ostwald lalu
diukurwaktu saat permukaan sampel berada pada batasatas sampai
tepat pada batas bawah mengacu pada SNI 06-4567 (1998).
Pengukuran dilakukan tigakali ulangan. Prosedur tersebut
dilakukan juga terhadap air suling. Bobot jenis diukur dengan
menggunakan piknometer ukuran 25 mL yang sudah diketahui
7

bobot keringnya. Contoh tanin dimasukkan ke dalam piknometer


sampai penuh dan tidak ada gelembung udara,
selanjutnyapiknometer dan isinya ditimbang. Kereaktifan tanin
terkondensasi terhadap formaldehida dapat ditentukan dengan
cara menimbang 10 gram ekstrak tanin cair, selanjutnya ditambah
1 mL HCl pekat (36%) dan 2 mL formaldehida 37%. Campuran
tersebut
8

kemudian dipanaskan dalam penangas air sampai kering,


kemudian ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan
sampai diperoleh bobot tetap. Nilai bilangan Stiasny dihitung
dengan cara membagi bobot endapan dengan bobot tanin kering

3.1.2 Formulasi esktrak sisik ikan sebagai perekat


Penelitian formulasi dilakukan dengan mereaksikan tanin
dari ekstrak sisik ikan (T) dengan resorsinol (R) dan formaldehida
(F). Penambahan resorsinol dalam formulasi ini dimaksudkan
sebagai 'pengumpan' untuk mengaktifkan senyawa fenolik dari
tanin ekstrak sisik ikan. Formulasi ditetapkan dengan
perbandingan mol T : R : F = 1 : (0,1-0,5) : 1 . Tolok ukur
pencapaian formula optimum perekat dilakukan dengan
pendekatan nilai keteguhan rekat produk perekatannya.
Selanjutnya pada komposisi perekat yang optimum dilakukan
pencampuran dengan tepung tapioka antara 0,5–20% dari bobot
perekat cair. Tolok ukur pencapaian ramuan perekat tanin sisik
ikan dengan tepung tapioka dilakukan dengan pendekatan nilai
keteguhan rekat produk perekatannya. Produk yang terakhir ini
selanjutnya dianalisis sifat fisiko- kimianya.

3.1.3 Pengujian sifat fisiko-kimia perekat


Perekat yang dihasilkan dari formulasi dan ramuan optimum
selanjutnya diuji sifat fisikokimianya dengan pembanding perekat
phenolresorsinol- formadehida (PRF) (Akzonobel, 2000) dan
perekat PF SNI 06-0060 (1998). Pengujian mencakup penentuan
viskositas, densitas, kadar formaldehida bebas, dan kadar padatan.
Pengujian formaldehida bebas mengacu pada SNI 06-4567
(1998). Sampel perekat ditimbang sekitar 1 gram dan diencerkan
serta dibuat deret standar dengan menggunakan formaldehida
37% dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 ppm kemudian
sampel dan standar dipipet 5 mL ditambahkan dengan pereaksi
C5H8O2 5 mL dan CH3COONH sebanyak 5 mL dipanaskan pada
3 4 suhu 40 C selama 15 menit kemudian sampel dan standar yang
telah diberi perlakuan dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 412 nm untuk
mengidentifikasi kadar formaldehida bebas di dalam sampel
perekat. Cawan kosong ditentukan bobotnya dengan neraca
digital. Sebanyak 5 mL contoh perekat tanin sisik ikan ditentukan
bobotnya pada cawan tersebut. Cawan beserta isinya dimasukkan
ke dalam tanur pada suhu 135 C selama 1 jam. Cawan dan isinya
didinginkan pada suhu ruang hingga hangat. Cawan dimasukkan
ke dalam desikator dan ditimbang dengan neraca digital.
Pengeringan tanur dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh
bobot tetap kering.
9

3.1.4 Formulasi esktrak sisik ikan sebagai perekat


Penelitian formulasi dilakukan dengan mereaksikan tanin
dari ekstrak sisik ikan (T) dengan resorsinol (R) dan formaldehida
(F). Penambahan resorsinol dalam formulasi ini dimaksudkan
sebagai 'pengumpan' untuk mengaktifkan senyawa fenolik dari
tanin ekstrak sisik ikan. Formulasi ditetapkan dengan
perbandingan mol T : R : F = 1 : (0,1-0,5) : 1 . Tolok ukur
pencapaian formula optimum perekat dilakukan dengan
pendekatan nilai keteguhan rekat produk perekatannya.
Selanjutnya pada komposisi perekat yang optimum dilakukan
pencampuran dengan tepung tapioka antara 0,5–20% dari bobot
perekat cair. Tolok ukur pencapaian ramuan perekat tanin sisik
ikan dengan tepung tapioka dilakukan dengan pendekatan nilai
keteguhan rekat produk perekatannya. Produk yang terakhir ini
selanjutnya dianalisis sifat fisiko- kimianya.

3.1.5 Pengujian sifat fisiko-kimia perekat


Perekat yang dihasilkan dari formulasi dan ramuan optimum
selanjutnya diuji sifat fisikokimianya dengan pembanding perekat
phenolresorsinol- formadehida (PRF) (Akzonobel, 2000) dan
perekat PF SNI 06-0060 (1998). Pengujian mencakup penentuan
viskositas, densitas, kadar formaldehida bebas, dan kadar padatan.
Pengujian formaldehida bebas mengacu pada SNI 06-4567
(1998). Sampel perekat ditimbang sekitar 1 gram dan diencerkan
serta dibuat deret standar dengan menggunakan formaldehida
37% dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 ppm kemudian
sampel dan standar dipipet 5 mL ditambahkan dengan pereaksi
C5H8O2 5 mL dan CH3COONH sebanyak 5 mL dipanaskan pada
3 4 suhu 40 C selama 15 menit kemudian sampel dan standar yang
telah diberi perlakuan dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 412 nm untuk
mengidentifikasi kadar formaldehida bebas di dalam sampel
perekat. Cawan kosong ditentukan bobotnya dengan neraca
digital. Sebanyak 5 mL contoh perekat tanin sisik ikan ditentukan
bobotnya pada cawan tersebut. Cawan beserta isinya dimasukkan
ke dalam tanur pada suhu 135 C selama 1 jam. Cawan dan isinya
didinginkan pada suhu ruang hingga hangat. Cawan dimasukkan
ke dalam desikator dan ditimbang dengan neraca digital.
Pengeringan tanur dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh
bobot tetap kering.
10

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya Kegiatan


Tabel 4.1 Format Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)


1 Peralatan Penunjang
2 Bahan Habis Pakai
3 Perjalanan
4 Lain-Lain
Jumlah

4.2 Jadwal Kegiatan


Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

No Jenis kegiatan Bulan Person penanggung-


1 2 3 jawab
1 Ekstraksi Kolagen dari limbah Anisa
sisik ikan
2 Sintesis bioadhesis kolagen Ema sari, Ginta
berbasis limbah sisik ikan Wulansari
3 Pengujian Ema Sari

4 Pengolahan data hasil Anisa, Ginta


Penelitian Wulansari
5 Pelaporan hasil penelitian Anisa
11

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, W., & Widyastuti, C. R. (2017). Pestisida organik ramah lingkungan


pembasmi hama tanaman sayur.
Budirahardjo, R. (2019). Sisik ikan sebagai bahan yang berpotensi mempercepat
proses penyembuhan jaringan lunak rongga mult, regenerasi detin tulang
alveolar.
Cristy Pane, d. M. (2019). Ini fakta tentang Pestisida Organik. Alodokter .
Djunaedy, A. (2009). Biopestisida sebagai pengendali organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. 1.
Hanum, F., Tarigan, M. A., & Deviliany Kaban, I. M. (2012). Ekstraksi
Pektin dari Kulit buah Pisang Kepok. 1 (1).
Maspary. (2012). Cara mudah membuat perekat pestisida.
Rachmawati, A., Baskoro, K., & Jatimanuhara, G. (2009). Ekstraksi dan
karakteristik pektin pada cincau hijau (premna oblongifolia) untuk
pembuatan edible film. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Rezeki, S. (2015). Pengolahan dan pemanfaatan sisik ikan kakap menjadi
gelatin dengan metode hirolisis. Surabaya.
Rianto, Raswen, E., & Yelmira, Z. (2017). Pengaruh penmbahan pektin terhadap
mutu selai jagung manis. 4.

Agung, M. U. (2007). Penelusuran Efektifitas Beberapa Bahan Alam Sebagai


Kadidat AntiBakteri Dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis pada Udang
Windu. 36.
Asni, N., Saadilah, M. A., & Saleh, D. (2014). Optimalisasi Sintesis Kitosan Dari
Cangkang Kepiting Sebagai Adsorben Berat Pb (II). Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 1.
Cakasana, N., Suorijanto, J., & Sabdono, A. (2014). Aktivitas Antioksidan
Kitosan yang Diproduksi dari Cangkang Kerang Darah Simping(Amusium
sp) dan Kerang Darah (Anadara sp) . Journal Of Marine Research, 395-
404.
F. Widhi Mahatmanti, W. S. (n.d.). SINTESIS KITOSAN
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI. 111.
Fadli, A., Drastinawati, Alexander, O., & Huda, F. (2016). Pengaruh Rasio
Massa Kitin/NAOH dan Waktu Reaksi Terhadap Karakterisasi Kitosan
Yang Disintesis Dari Limbah Industri Udang Kering. Jurnal Sains Materi
Indonesia, 1.
Gusnita, D. (2012). Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya
Penghapusan Bensin Bertimbal. Berita Dirgantara, 95-97.

Anda mungkin juga menyukai