Anda di halaman 1dari 143

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan hidup di Indonesia merupakan sebuah karunia
dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya,
sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola dan dilestarikan dengan
baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia dan
mahkluk hidup lainnya.Manusia dan lingkungan sekitar tentu sangat
berkaitan erat, karenamanusia berinteraksi dan saling
mempengaruhi dengan alam danlingkungannya dalam sebuah
hubungan timbal balik baik itu positif maupunnegatif.
Pemerintah terus mengupayakan adanya keseimbangan antara
pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu
upaya tersebut adalah dengan pembentukan kelembagaan.
Efektivitas kelembagaan lingkungan hidup dapat dilihat dari kinerja
instansi pemerintah, perangkat hukum dan peraturan perundang-
undangan, serta program yang dijalankan pemerintah dalam rangka
menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan
pembangunan berkelanjutan. Saat ini, banyak kegiatan atau usaha
yang berhadapan dengan masalah lingkungan karena tuntutan dari
masyarakat. Masalah lingkungan juga dapat mempengaruhi kinerja
suatu perusahaan dalam berbagai aktivitas bisnisnya
Pemerintah telah melakukan berbagai cara termasuk dengan
memperbaiki instrument-instrumen hukum terutama yang terkait
dengan lingkungan hidup. Salah satu produk hukum terbaru yang
disahkan oleh pemerintah adalah UU No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang
2

yang berlaku sejak oktober 2009 dan tercatat dalam lembaran


Negara Republik Indonesia tahun 2009 No 140 ini menggantikan
peran dari UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupuan manusia. Hal ini dikarenakan dimana seseorang
hidup maka akan tercipta suatu lingkungan yang berbeda dan
sebaliknya. Pembangunan adalah sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar
atas struktur social, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi
nasional, disamping, tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpaan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan. agar menjadi lebih baik dan sehat.
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas,
dan serius.Ibarat bola salju yang selalu menggelinding, semakin
lama semakin besar.Persoalannya bukan hanya bersifat lokal atau
translokal, tetapi regional,nasional, trans-nasional, dan global.
Dampak-dampak yang terjadi terhadaplingkungan tidak hanya
terkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kaitmengait sesuai dengan
sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantairelasi yang saling
mempengaruhi secara subsistem. Awalnya masalahlingkungan
hidup merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa
yangterjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini
terjadi tanpamenimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan
itu sendiri dan dapatpulih kemudian secara alami. Akan tetapi,
sekarang masalah lingkungan tidaklagi dapat dikatakan sebagai
masalah yang semata-mata bersifat alami, karenamanusia
3

memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara variable


bagi peristiwa-peristiwa lingkungan (N.H.T Siahaan 2004:1).
Salah satu kegiatan manusia yang sangat berhubungan dengan
lingkungan adalah pembangunan industri yang menghasilkan
limbah-limbah industri.Limbah merupakan pencemar yang dapat
mengganggu keseimbangan alam yang menimbulkan ancaman bagi
manusia. Adanya pencemaran yang disebabkan oleh limbah yang
berasal dari kawasan industri, areal pertanian maupun limbah rumah
tangga akan merubah sifat-sifat fisika dan kimia yang akan
menurunkan kualitas air.
Meningkatnya pembangunan, terutama yang mengarah pada
bidang industrilisasi, disatu sisi memberikan dampak positif bagi
pemenuhan kebutuhan, akan tetapi disisi lain juga memberikan
dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat
disekitarnya.Industri sendiri merupakan kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industry
yakni kelompok industri hulu (kelompok industri dasar), kelompok
industri hilir, dankelompok industri kecil. Bidang usaha industri
adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri
yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses produksi. (Hamrat Hamid dan Bambang
Pramudyanto, 2007:8).
Limbah-limbah industridapat menjadi samakin bertambah
seiring dengan pesatnya perkembangan industri, baik volume
maupun jenisnya. Limbah industri khususnya limbah industri
tekstil, kertas, kosmetik, makanan, obat-obatan, dan lain-lain,
4

merupakan salah satu penyebab masalah lingkungan akibat dari


buangan limbah tersebut yang mencemari lingkungan. Akibatnya
beban pencemaran lingkungan semakin berat, sedangkan
kemampuan alam untuk menerima beban limbah terbatas. Jenis
limbah industri banyak macamnya, tergantung bahan baku dan
proses yang digunakan masing-masing industri. Salah satu masalah
yang paling mengganggu dari limbah industri tersebut adalah
kandungan zat warna (Pratiwi, 2010).
Dari definisi tersebut di atas, istilah industri sering disebut
sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Pengertian industri
sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam
bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial, dan karena
kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri
berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin
maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau
daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin
kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan
atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada
dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu
berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau
jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut,
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut
menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin
besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi,
maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
Keberadaan industri tentu membawa dampak, baik itu bagi
lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Beberapa dampak
tersebut diantaranya seperti mengurangi tingkat pengangguran,
5

meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan industri


dan lain sebagainya. Bagi kehidupan sosial, industri cenderung
membawa dampak positif, tapi bagi lingkungan hidup industry
membawa banyak dampak negatif seperti pencemaran air, polusi
udara dan lain sebagainya (Husin Sukanda, 2009:42).
Kenaikan jumlah penduduk di perkotaan ini erat kaitannya
dengan pesatnya industrialisasi. Industrialisasi yang berlangsung
dalam proses pembangunan, pada hakekatnya merupakan upaya
meningkatkanpemanfaatan berbagai faktor,misalnya sumber alam,
keahlian manusia, modal, dan teknologi, secara berkesinambungan.
Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semakin banyak kegiatan
industri yang berlangsung, sehingga semakin besar pula tekanan
untuk meningkatkan pemanfaatan faktor-faktor tersebut. Berkaitan
denganitu, pada dasarnya industrialisasi adalah sebuah dilema. Di
satu pihak, pembangunan industri ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan penyediaan barang dan jasa yang sangat diperlukan
oleh masyarakat, untuk memperluas kesempatan kerja, dan untuk
meningkatkan devisa negara melalui ekspor. Tetapi di lain pihak,
industrialisasi juga mempunyai dampak negatif, khususnya ditinjau
dari kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber
alam (R.M. Gatot P. Soemartono, 1996:195-196).
Dampak positif dari pembangunan sektor industri sudah
banyak kitarasakan, mulai dari meningkatnya kemakmuran rakyat,
meningkatnya pendapatan perkapita, memperluas lapangan kerja,
meningkatnya mutu pendidikan masyarakat, memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat yang semakin meningkat dan masih banyak lagi
sisi positif dari pembangunan. Namun demikian semua jenis usaha
memiliki dampak atau sisi negatif, selanjutnya pemerintah kurang
6

memperhatikan kebijaksanaan yang mengatur tentang dampak atau


sisi negatif dari pembangunan salah satunya kegiatan industri yang
ternyata sangat banyak.
Salah satu dampak negatif pembangunan yang menonjol
adalahtimbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan
mesin-mesin dalam industri maupun mesin-mesin sebagai hasil
produksi dari industritersebut. Ada berbagai bentuk pencemaran,
antara lain pencemaran udara yang diakibatkan oleh asap yang
dihasilkan sisa pembakaran dari mesin, pencemaran air yang
diakibatkan pembuangan sisa industri yang bersifat cair secara
langsung tanpa melalui proses daur ulang, pencemaran tanah
akibatsampah plastik yang tidak dapat diuraikan oleh tanah dan
pencemaran suara dari suara mesin-mesin. Akibat semakin
gencarnya para pengusaha berproduksi untuk memproduksi barang
dalam jumlah yang sangat besar, maka semakin meningkat sisa
pembakaran berupa gas CO, yang berbahaya bagi manusia juga
bertambah jumlah, sisa produksi berupa bahan kimia
yangberbahaya juga bertambah jumlahnya. Selain itu masyarakat
yang mengkonsumsi produk tersebut akan membuang kemasannya
dalam jumlahbesar maka terjadilah pencemaran akumulasi dari
berbagai bentuk pencemaran dalam suatu daerah.
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu
diikuti tindakan berupa pelestarian sumber daya alam dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum seperti tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagaimana telah diubah dan diperbaharui oleh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
7

(UUPLH) adalah payung di bidang pengelolaan lingkungan hidup


yang dijadikan dasar bagi pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia dewasa ini. Dengan demikian, UUPLH merupakan dasar
ketentuan pelaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup serta
sebagai dasar penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang
telah ada sebelumnya serta menjadikannya sebagai suatu kesatuan
yang bulat dan utuh di dalam suatu sistem (Muhamad Erwin,
2008:13).
Sejalan dengan itu, dalam perkembangannya ternyata
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 memiliki beberapa
kekurangan. Sebagai penyempurnaan UUPLH 1997 lahir dalam
bentuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup lebih baik dibandingkan UUPLH 1997. Hal ini
terjadi karena secara hierarki Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009adalah penyempurnaan UUPLH 1997. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 memuat hal-hal yang lebih jelas dan rinci, seperti
adanya pola perlindungan lingkungan, upaya pengelolaan
lingkungan hidup, pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3), yang
pengaturan mengenai hal tersebut tidak ditemui dalam UUPLH
1997.
Undang-Undang ini pun sejalan atas hak lingkungan hidup
yang baik dan sehat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H yang menyatakan
bahwa”setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
8

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik


dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran lingkungan
adalah pembuangan limbah oleh pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab. Banyak pelanggaran yang dilakukan dalam
mengelola dampak dari usahanya yang berpotensi untuk merusak
dan atau mencemari lingkungan hidup dengan membuang limbah-
limbah industrinya, salah satu contoh kasus pelanggaran dari
perusahaan yang mencemari lingkungan adalah pabrik tekstil di
Kabupaten Boyolali yang meninggalkan dampak negatif berupa
limbah-limbah yang dihasilkan dari pabrik tekstil di Kabupaten
Boyolali, terutama di Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono.
Dalam Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) yang dimaksud limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan. Limbah tersebut dapat berupa air sisa pewarnaan, gas
yang dihasilkan dari pembakaran lilin, dan potongan sisa kain yang
tidak digunakan dalam proses industri. Limbah-limbah tersebut
tidak berasal dari hasil produksi tetapi berasal dari proses produksi
tekstil. Kebanyakan limbah-limbah tersebut berupa limbah cair,
pencemaran limbah pun sudah berlangsung cukup lama. Air limbah
tersebut dibuang pada malam hari di Sungai Kramat hingga
akhirnya masuk ke saluran irigasi dan menimbulkan warna serta bau
menyengat.Dampaknya tanah sawah menjadi kekuning-kuningan.
Unsur hara yang sangat penting untuk kesuburan tanah juga rusak
akibat limbah tersebut. Hewan-hewan kecil seperti belut, cacing,
maupun mikro organisme lainnya pun tidak dapat hidup.
(http://www.solopos.com/2015/11/06/pencemaran-lingkungan-
9

boyolali-sawah-di-kuwiran-tercemar-limbah-tekstil-658936, diakses
pada Hari Minggu, 22 Mei 2016 pukul 19.30)
Dari data empiris tersebut mengindikasikan bahwa masih
banyak pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dengan
mencemari lingkungan yaitu dengan membuang limbah-limbah dari
proses produksi perusahaan mereka di sungai Kabupaten Boyolali.
Maka untuk mencegah hal tersebut agar tidak terus berlanjut
diperlukan pelaksanaan tugas dan fungsioleh pemerintah dalam hal
ini adalah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dalam
pengendalian limbah industri.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih mendalam terhadap kinerja pemerintah terkait
pengendalian limbah industri dalam hal ini kinerja dari Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. Oleh sebab itu, sangat
penting untuk dilakukan kajian lebih jauh dalam sebuah bentuk
penulisan hukum (skripsi) dengan judul :PELAKSANAAN
TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP
KABUPATEN BOYOLALI DALAM PENGENDALIAN
LIMBAH INDUSTRI.

B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan yanglengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah
yang akanditelitiberdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.
Perumusan masalahmerupakan hal yang sangat penting dalam setiap
tahapan penelitian.Perumusan masalah yang jelas akan menghindari
pengumpulan data yangtidak perlu, dapat menghemat biaya, waktu,
10

tenaga dan penelitian akan lebihterarah pada tujuan yang ingin


dicapai (Abdulkadir Muhammad, 2004:62).
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang hendak
diteliti dalampenelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakahpelaksanaan pengendalian terhadap limbah
industri oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali ?
2. Apakah fungsi pengawasan dan pengendalian Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali terhadap Lingkungan Industri sudah
efektif ?

C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam
mencapai maksud dalam suatu penelitian. Adapun tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan Obyektiof dari Penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis
pelaksanaanpengendalian terhadap limbah industri oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah fungsi
pengawasan dan pengendalian Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali terhadap Lingkungan Industri sudah
efektif.
2. Tujuan Subyektif
Tujuan Subyektif dari Penelitian ini adalah :
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan
utamapenyusunan penulisan hukum untuk melengkapi
syarat akademis gunamemperoleh gelar sarjana dalam
11

program studi ilmu hukum diFakultas Hukum Universitas


Sebelas Maret Boyolali.
b. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan, pemahaman,
dan kemapuan penulis dalam mengkaji masalah yang
diperoleh dari teoridan praktek lapangan dalam hal ini
lingkup hukum administrasi negara, khususnya hukum
lingkungan.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis
peroleh, agar dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat
dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan,
sebab besar kecilnya manfaat penelitian ini akan menentukan
nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat
dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat Teoretis dari Penelitian ini adalah :
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu hukumpada umumnya dan hukum adminstrasi negara
pada khususnya yangberkaitan dengan sejauh mana
pelaksanaan tugas dan fungsi BadanLingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali terkait dengan pengendalian limbah
industri.
b. Memperkaya referensi dan literatur dalam kepustakaan
yang dapatdigunakan sebagai bahan acuan penelitian yang
akan datang.
12

c. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan


terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap
berikutnya
2. Manfaaat Praktis
Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti serta
dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
yang sistematis sekaligus mengetahui kemampuan dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan
memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait.

E. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan analisa atau konstruksi, yang dilakukan secara
metodologis, sistematis dan konsisten.”Metodologis berarti sesuai
dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan
suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono
Soekanto, 2010:42).
Metode penelitian dapat diartikan, yaitu logika dari
penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian,
dan suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian (Soerjono
Soekanto, 2010:5-6).Secara lebih lanjut, kegiatan penelitian
dimulai apabila seorang ilmuwan melakukan usaha untuk bergerak
dari teori ke pemilihan metode. Pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa metodologi pada hakikatnya memberikan
pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari,
13

menganalisa, dan memahami lingkumgan-lingkungan yang


dihadapinya (Soerjono Soekanto:2010:6).
Maka beranjak dengan hal tersebut metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan digunakan penulis dalam
menyusun penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, yaitu
penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil
dari perilaku manusia, Dalam penelitian empiris, yang diteliti
pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan
dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau
masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010:52).
Apabila dilihat dari bentuknya, penelitian ini termasuk
ke dalam bentuk penelitian evaluatif. Menurut Setiono, yang
dimaksud dengan penelitian yang berbentuk evaluatif adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk menilai program-program
yang dijalankan.
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifat penelitian yang penulis susun termasuk
penelitian yang bersifat deskriptif dan eksploratif. Sifat
penelitian secara deskriptif dimaksudkan untuk memberi data
yang diteliti tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya, untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat
membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam
kerangka menyususn teori baru (Soerjono Soekanto, 2010:10).
Eksploratif (menjelajah) dimaksudkan untuk menguji
hipotesa-hipotesa tertentu. Hal ini dimungkinkan apabila
pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup ada (Setiono,
14

2002:5). Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif penulis tidak


hanya terbatas sampai pengumpulan data saja, tetapi juga
meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat
diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan
penelitian data tersebut.
3. Pendekatan penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu dengan mendasarkan pada data-
data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan
juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai
sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2008:250). Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta
informasi verbal maupun normatif dan bukan dalam bentuk
angka-angka.
Penelitian kualitatif sama halnya dengan penelitian
etnografi yang bertujuan untuk menemukan pola-pola
kebudayaan yang membuat hidup menjadi berarti bagi orang
atau masyarakat, teknik penelitian yang digunakan adalah
wawancara mendalam (dept interview), pengamatan terlibat
(participant observation) dan dokumen pribadi seperti buku
harian, surat-surat, otobiografi, transkrip dan wawancara tidak
berstruktur (Burhan Ashshofa, 2004:61).
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh dan melengkapi data yang
diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi
penelitian di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup
15

permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus,


sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah dan dapat
tercapai sesuai dengan sasaran.
5. Jenis Data
Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data
yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan
pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat
dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari
bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder (Soerjono
Soekanto, 2010:51). Jenis dan sumber data yang digunakan
penulis dalam menyusun penelitian hukum ini antara lain:
a. Data Primer
Data primer diperoleh dan dikumpulkan secara
langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau
yang diperoleh langsung dari repondn yang berupa
keterangan atau fakta-fakta atau juga bisa disebut dengan
data yang diperoleh dari sumber yang pertama (Soerjono
Soekanto, 2010:12).
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapat dari
keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh
secara tidak langsung anatara lain mencakup dokumen-
dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan (Soerjono Soekanto, 2010:12).
6. Sumber Data
Berdasarkan dengan jenis data yang digunakan didalam
penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan sumber data
sebagai berikut :
16

a. Sumber Data Primer


Sumber data primer merupakan sumber data yang
diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan
yang menjadi objek penelitian atau diperoleh melalui
wawancara yang berupa keterangan atau fakta-fakta atau
juga bisa disebut dengan data yang diperoleh dari sumber
yang pertama (Soerjono Soekanto, 2010:12).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka sumber data
primer di dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui
wawancara dengan pejabat atau staf Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali terkait dengan permasalahan
yang diteliti.
b. Sumber Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapat dari
keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh
secara tidak langsung anatara lain mencakup dokumen-
dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan (Soerjono Soekanto, 2010:12).
Sumber data sekunder adalah sumber data yang
bersifat pribadi dan publik yang terdiri dari :
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan bersifat mengikat berupa peraturan
perundang-undangan (Burhan Ashofa, 2001:103).
Bahan Hukum Primer merupakan hasil dari tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang
berwenang. Bahan hukum Primer yang terdapat dalam
penelitian ini anatara lain :
17

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang


Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun.
d) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 13
Tahun 2015 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum
yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer yang berupa hasil penelitian, buku-
buku teks, jurnal ilmiah, koran, pamphlet, brosur dan
berita internet (Mukti Fajar, 2009:159).
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier merupakan Bahan
hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder (Soerjono Soekanto, 2010:52). Bahan
Hukum Tersier meliputi kamus, ensiklopedia, internet
(cyber media), majalah atau surat kabar.
18

7. Teknik Pengumpulan Data


Teknik Pengumpulan data dalam suatu penelitian yang
bersifat deskriptif merupakan bagian penting karena akan
digunakan dalam memperoleh data secara lengkap dan sesuai.
Teknik Pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan penulis
dalam penelitian ini adalah :
a. Wawancara
Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan
cara penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi dan wawancara.
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan
keterangan dari responden baik itu dengan tatap muka tatap
muka maupun tidak (H.B. Sutopo, 2006:190).
Dalam wawancara ini dilakukan dengan cara
mengadakan komunikasi langsung dengan pihak-pihak
yang dapat mendukung diperolehnya data yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti guna memperoleh data
baik lisan maupun tulisan atas sejumlah data yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada.
Metode wawancara yang digunakan Dalam
penelitian ini adalah metode campuran, dengan
menggabungkan metode terpimpin (terstruktur) dengan
metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis
membuat pedoman wawancara dengan pengembangan
secara bebas sebanyak mungkin sesuai kebutuhan data yang
19

ingin diperoleh. Metode wawancara ini dilakukan dalam


rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat
dari para pihak yang berkaitan.
b. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data sekunder dengan
menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari
buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu, dan
bahan kepustakaan lain yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2010:12).
1. Teknik Analisis Data
Faktor terpenting dalam penelitian untuk menentukan
kualitas hasil penelitian yaitu dengan analisis data. Data yang
telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus dianalisis.
Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan
dimanfaatkan sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab
persoalan dalam penelitian. Analisis data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data yang
diperoleh bukan angka atau yang akan di-angkakan secara
statistic. Menurut Soerjono Soekanto, analisis data kualitatif
adalah suatu cara analisis yang menghasilkan data diskriptif
analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara
tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono Soekanto,
2008:250)
Dalam operasionalisasinya, peneliti membatasi
permasalahan yang diteliti dan juga membatasi pada
pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam
20

penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah


diperoleh disusun sesuai dengan pokok permasalahan yang
diteliti kemudian data tersebut diolah dalam bentuk sajian data.
Setelah pengolahan data selesai, peneliti melakukan penarikan
kesimpulan atau verifikasi berdasarkan semua hal yang terdapat
dalam reduksi data maupun sajian datanya.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif
dengan menggunakan, mengelompokkan, dan menyeleksi data
yang diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian
dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah
hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang kemudian
data yang dikumpulkan dianalisa melalui tiga komponen utama
sebagai berikut :
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses penyeleksian,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang
diperoleh dari data kasar yang dicatat dilapangan. Pada
penelitian ini peneliti melakukan tindakan reduksi data
dengan cara menyeleksi, menyederhanakan, dan abstraksi
dari lokasi penelitian yang bersumber dari Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi yang tersususun
dalam kesatuan bentuk narasi yang memungkinkan untuk
dapat ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang
dilakukan.
21

c. Menarik Kesimpulan dan Verifikasi


Penarikan kesimpulan berdasarkan atas semua hal
yang terdapat dalam reduksi data dan sajian yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-
pencatatan, peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan,
konfigurasi yang mungkin berkaitan dengan data (H.B.
Sutopo, 2006:91-95). Dalam penelitian ini proses analisis
sudah dilakukan sejak proses pengumpulan data masih
berlangsung. Peneliti terus bergerak di antara tiga
komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama
proses data terus berlangsung. Setelah proses pengumpulan
data selesai, peneliti bergerak diantara tiga komponen
analisis dengan menggunakan waktu penelitian yang masih
tersisa. Teknis analisis kualitatif model interaktif dapat
digambarkan dalam bentuk rangkaian yang utuh antara
ketiga komponen diatas sebagai berikut :

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 1. Teknik Analisis Kualitatif Model Interaktif

Proses analisis interaktif tersebut dimulai pada


waktu pengumpulan data penelitian, peneliti membuat
22

reduksi data dan sajian data. Tahap selanjutnya setelah


pengumpulan data selesai adalah peneliti mulai
melakukan penarikan kesimpulan dengan memverifikasi
berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Proses
yang dilakukan dengan siklus komponen-komponen
tersebut maka akan diperoleh data yang benar-benar
mewakili sesuai dengan masalah yang diteliti.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan


gambaran secara menyeluruh dan mampu mempermudah
pemahaman yang berkaitan dengan keseluruhan isi dari penulisan
hukum. Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini terdiri
dari 4 (empat) bab dan setiap bab dibagi dalam sub bab yang
disesuaikan dengan luasnya permasalahan ditambah dengan daftar
pustaka. Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang latar
belakang yang menjadi dasar pengambilan judul
skripsi, permasalahan yang menjadi obyek kajian,
tujuan yang ingin diperoleh, manfaat dari penulisan
skripsi, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan memaparkan landasan
teori yang berkaitan dengan masalah yang terdiri
dari kerangka teori yang bersumber pada bahan
hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu
23

hukum yang dianut secara universal mengenai


persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang penulis teliti. Kerangka Teori tersebut
meliputi tinjauan umum tentang lingkungan hidup,
tinjauan umum tentang hukum lingkungan, tinjauan
umum tentang limbah industri dan dampaknya,
tinjauan umum tentang Badan Lingkungan Hidup
Daerah, tinjauan umum tentang pengawasan dan
penegakan hukum lingkungan. Selain itu untuk
memudahkan pemahaman alur berfikir, maka dalam
bab ini juga disertai dengan kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan sajian
pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang ada
yaitu, mengenai pelaksanaan Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali dalam pengendalian
terhadap limbah industri dan fungsi pengawasan dan
pengendalian Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali terhadap Lingkungan Industri apakah
sudah efektif.

BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan berisi mengenai simpulan dan saran
berkaitan dengan permasalaha yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
24

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup
a. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup pada dasarnya merupakan suatu
sistem yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehingga pengertian lingkungan hidup hampir mencakup
semua unsur ciptaan Tuhan di bumi ini. Sebab itulah
lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya
merupakan unsur lingkungan hidup yang sangat
menentukan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa
lingkungan saat ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak
bernilai,karena lingkungan hidup (alam) hanya sebuah
benda yang diperuntukkan bagi manusia. Dengan kata lain,
manusia merupakan penguasa lingkungan hidup, sehingga
lingkungan hidup hanya dipersepsikan sebagai obyek dan
bukan sebagai subyek (Supriadi, 2006:2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam
Ketentuan Umum Pasal 1angka 1, yang dimaksud
lingkungan hidup adalah : “kesatuan ruangdengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasukmanusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri,kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia sertamakhluk hidup lain”.
25

Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu


systemyang saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehinggapengertian lingkungan hidup hampir mencakup
semua unsur ciptaanTuhan Yang Maha Kuasa di bumi ini.
Itulah sebab lingkungan hiduptermasuk manusia dan
perilakunya merupakan unsur lingkungan hidupyang sangat
menentukan. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwalingkungan saat ini oleh sebagian kalangan dianggap
tidak bernilai,karena lingkungan hidup (alam) hanya sebuah
benda yangdiperuntukkan bagi manusia. Dengan kata lain,
manusia merupakanpenguasa lingkungan hidup, sehingga
lingkungan hidup hanyadipersepsikan sebagai obyek dan
bukan sebagai subyek (Supriadi, 2006:22).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka
pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam
suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut :
1) Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan,
organisme,tanah, air, udara, dan lain-lain;
2) Daya, disebut juga dengan energi;
3) Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi;
4) Makhluk hidup;
5) Perilaku;
6) Proses interaksi, saling mempengaruhi;
7) Kelangsungan kehidupan dan;
8) Kesejahteraan manusia dan makhluk lain.
Lingkungan hidup juga mempunyai posisi penting
dalamkehidupan manusia. Kemudian lebih jauh definisi
mengenailingkungan atau disebut juga lingkungan hidup,
26

tidak lain adalah“ruang” di mana baik makhluk hidup


maupun tak hidup ada dalam satukesatuan, dan saling
berinteraksi baik secara fisik maupun nonfisik,sehingga
mempengaruhi kelangsungan kehidupan makhluk
hiduptersebut, khususnya manusia. Dalam kaitannya
dengan konseplingkungan ini, maka penjelasan tentang
mutu lingkungan adalahrelevan dan sangat penting karena
mutu ligkungan merupakanpedoman untuk maencapai
tujuan pengelolaan lingkungan (R.M. Gatot P. Soemartono,
1996: 17-18).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat
ditegaskan bahwalingkungan hidup merupakan hal yang
sangat penting bagi kehidupanmanusia. Manusia dan
lingkungan hidup memiliki hubungan yang bersifat timbal
balik. Terlebih manusia mencari makan dan minum serta
memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan sumber-
sumberyang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan
alam sebagai sumber utama dan terpenting bagi pemenuhan
kebutuhan (N.H.T. Siahaan, 2004: 2-3). Pentingnya
lingkungan hidup bagi kehidupan manusia inilah yang
membawa konsekuensi logis, bahwa manusia hidup
berdampingan dengan lingkungan, dan banyaknya
pencemaranterhadap lingkungan sebisa mungkin harus
dikurangi dan bahkan dihindari demi kenyamaman hidup
setiap makhluk hidup.
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Pasal 1 angka 2 UUPPLH, perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya
27

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan


fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Berdasarkan Pasal 2 UUPPLH, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan
beberapa asas yaitu :
1) tanggung jawab negara;
2) kelestarian dan keberlanjutan;
3) keserasian dan keseimbangan;
4) keterpaduan;
5) manfaat;
6) kehati-hatian;
7) keadilan;
8) ekoregion;
9) keanekaragaman hayati;
10) pencemar membayar;
11) partisipatif;
12) kearifan lokal;
13) tata kelola pemerintahan yang baik; dan
14) otonomi daerah.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sendiri,
juga memiliki tujuan seperti tertuang dalam Pasal 3
UUPPLH antara lain :
1) melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemarandan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
28

2) menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan


manusia;
3) menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarianekosistem;
4) menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5) mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
6) menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
7) menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidupsebagai bagian dari hak asasi
manusia;
8) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
9) mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
danmengantisipasi isu lingkungan global.

2. Tinjauan Umum tentang Hukum Lingkungan


a. Pengertian Hukum Lingkungan
Hukum adalah pegangan yang pasti, positif, dan
pengarah bagitujuan-tujuan program yang akan dicapai.
Semua peri kehidupan diaturdan harus tunduk pada prinsip-
prinsip hukum, sehingga dapat terciptamasyarakat yang
teratur, tertib, dan berbudaya disiplin. Hukumdipandang
selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat (a tool
asocial order) tetapi juga sebagai sarana untuk
mempengaruhi danmengubah masyarakat ke arah hidup
yang lebih baik (as s tool ofsocial engineering), (N.H.T
29

Siahaan, 2004:125). Istilah hukumlingkungan sendiri


merupakan terjemahan dari beberapa istilah,
yaitu“Environmental Law” dalam Bahasa Inggris,
“Millieeurecht” dalamBahasa Belanda, “L,environment”
dalam Bahasa Prancis,“Umweltrecht” dalam Bahasa
Jerman, “Hukum Alam Seputar” dalamBahasa Malaysia,
“Batas nan Kapalisgiran” dalam Bahasa Tagalog,“Sin-ved-
lom Kwahm” dalam Bahasa Thailand, “Qomum al-
Biah”dalam Bahasa Arab (Muhamad Erwin,2008:8).
Hukum lingkungan menurut Danusaputro
adalahhukum yang mendasari penyelenggaraan
perlindungan dan tatapengelolaan serta peningkatan
ketahanan lingkungan. Danusaputromembedakan antara
Hukum Lingkungan modern yang beroriantasikepada
lingkungan atau “environment-oriented law” dan
HukumLingkungan klasik yang berorientasi kepada
penggunaan lingkunganatau “use-oriented law”. Hukum
Lingkungan modern berorientasikepada lingkungan
sehingga sifat dan wataknya juga mengikuti sifatdan watak
lingkungan itu sendiri sehingga memiliki sifat
utuhmenyeluruh atau komprehensif-integral, sebaliknya
HukumLingkungan klasik bersifat sektoral, serba kaku, dan
sukar berubah(R.M.Gatot P.Soemartono, 1996:46-47).
Selanjutnya menurut Drupsteen, Hukum
Lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam seluas-luasnya. Ruang lingkupnya
berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan. Dengan demikian hukum
30

lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi


pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan teutama oleh pemerintah, maka
hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum
pemerintahan (R.M.Gatot P.Soemartono, 1996:49-50).
Hukum lingkungan menurut Soedjono adalah
hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), dimana lingkunganmencakup semua benda dan
kondisi, termasuk di dalamnya manusia berada dan
mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad-jasad hidup lainnya (Soedjono,
1983:29). Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum,
merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling
strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi
yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi
hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum
lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga
untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil
apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang
sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup
pula hukum lingkungan di dalamnya
(http//id.wikipedia.org// wiki/Hukum_Lingkungan).
b. Hukum Lingkungan Indonesia
Hukum Lingkungan Indonesia adalah keseluruhan
peraturanyang mengatur tingkah laku manusia (orang)
tentang apa yangseharusnya dilakukan atau tidak dilakukan
terhadap “lingkungan hidupIndonesia” yang pelaksanaan
peraturan tersebut dapat dipaksakandengan suatu sanksi
31

oleh pihak yang berwenang. Dengan demikian,perbedaan


pengertian antara “hukum lingkungan” dan
“hukumlingkungan Indonesia” adalah terletak pada ruang
lingkup berlakunyakeseluruhan peraturan tersebut, yaitu
hanya berlaku di wilayah Nusantara; atau hanya pada
lingkungan hidup Republik Indonesia (R,M Gatot P.
Soemartono, 1996:61).
Pengaturan hukum mengenai masalah lingkungan
hidupmanusia yang perlu dipikirkan, menurut Mochtar
Kusuma-Atmadja adalah sebagai berikut:
1) Peranan hukum adalah untuk menstrukturkan
keseluruhan proses sehingga kepastian dan ketertiban
terjamin. Adapun isi materi yang harus diatur
ditentukan oleh ahli-ahli dari masing-masing sektor,
di samping perencanaan ekonomi dan pembangunan
yang akan memperlihatkan dampak secara
keseluruhan.
2) Cara pengaturan menurut hukum perundang-
undangan dapatbersifat preventif atau represif,
sedangkan mekanismenya adabeberapa macam yang
antara lain dapat berupa perizinan, insentif,denda, dan
hukuman.
3) Cara pendekatan atas penanggulangannya dapat
bersifat sektoral,misalnya perencanaan kota,
pertambangan, pertanian, industri,pekerjaan umum,
kesehatan, dan lain-lain. Dapat juga dilakukansecara
menyeluruh dengan mengadakan Undang-undang
Pokokmengenai Limgkungan Hidup Manusia (Law on
32

the HumanEnvironment atau Environmental Act)


yang merupakan dasar bagipengaturan sektoral.
4) Pengaturan masalah ini dengan jalan hukum harus
disertai olehsuatu usaha penerangan dan pendidikan
masyarakat dalam soal-soallingkungan hidup
manusia. Hal ini karena pengaturan hukumhanya akan
berhasil apabila ketentuan-ketentuan atau
peraturanperundang-undangan itu dipahami oleh
masyarakat dan dirasakankegunaannya.
5) Efektivitas pengaturan hukum masalah lingkungan
hidup manusiatidak dapat dilepaskan dari keadaan
aparat administrasi dan aparatpenegak hukum sebagai
prasarana efektivitas pelaksanaan hukumdalam
kenyataan hidup sehari-hari (R.M Gatot P.
Soemartono,1996:58-59).
Dalam kerangka hukum lingkungan di Indonesia,
teridentifkasi empat permasalahan yang perlu untuk
dibenahi (Mas Achmad Santosa dan Margaretha Quina,
2014:51) :
1) Peraturan perundang-undangan memberikan diskresi
terlalu besar kepada Pemerintah untuk melakukan
konversi dan konsesi tanpa adanya perimbangan
kekuasaan (checks and balances);
2) Peraturan perundang-undangan di berbagai sektor
memiliki banyak kekurangan, celah, tumpang tindih
mengakibatkan praktek-praktek pengelolaan SDA-LH
yang tidak berkelanjutan;
33

3) Peraturan perundang-undangan tidak mendukung


penerapan pengambilan keputusan yang
mengutamakan penerapan tata kelola yang baik (misal
dalam izin, program, dan pembuatan kebijakan); dan
4) Peraturan perundang-undangan tidak mendukung
kelangsungan hidup masyarakat yang bergantung
pada hutan, termasuk masyarakat adat.

3. Tinjauan Umum tentang Limbah Industri dan Dampaknya


a. Limbah Industri
1) Pengertian Limbah Industri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999 tentangPengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, limbahdidefinisikan sebagai
“sisa atau buangan dari suatu usaha dan/ataukegiatan
manusia”.Limbah adalah sisa buangan hasil dari suatu
kegiatan produksi. Yang dimaksud produksi bisa
dalam skala domestik atau rumah tangga atau
produksi dalam skala yang lebih besar. Dari
pengertian limbah ini, maka limbah industri adalah
sisa buangan yang dihasilkan dari proses produksi
pada suatu industri. Tentu saja karena sifatnya
industri, maka jumlahnya lebih besar daripada limbah
skala domestik atau rumah tangga. Diperlukan
penanganan yang serius untuk limbah industri karena
dampaknya pada lingkungan lebih besar daripada
limbah domestik. Ada dua macam limbah industri,
yakni limbah dalam bentuk cair dan juga limbah
34

dalam bentuk padat yang biasa disebut sampah.


Kedua jenis limbah industri ini tentu saja tidak sedikit
yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.Bila
ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan
kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan
kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.Limbah atau sampah juga
merupakan suatu bahan yang tidakberarti dan tidak
berharga, akan tetapi perlu kita ketahui bahwalimbah
juga dapat menjadi sesuatu yang berguna dan
bermanfaatjika diproses secara baik dan benar.
Limbah atau sampah jugadapat berarti sesuatu
yang tidak berguna dan dibuang olehkebanyakan
orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu
yangtidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama
maka akanmenyebabkan penyakit padahal dengan
pengolahan sampah secarabenar maka dapat
menjadikan sampah ini menjadi
bendaekonomis(http://www.g-excess.com/id/pengerti
an-dan-macammacamlimbah-atau sampah.html).
Waste is an inevitable by-product of most
human activities. People have been generating
and discarding materials since hunter-
gatherers threw bones and vegetable remains
outside their caves. There is a tenet towards a
recent definition of the term waste which said
35

that “waste is any object whose owner does


not wish to take responsibility for”. This
definition provides a real condition of objects
and it’s possibility of discard resulting in
pollution and contamination, also provides a
frame work to minimize or eliminate the waste
(Maclaren, 2003).
Terjemahan Bebas
Limbah adalah produk yang tak terelakkan
dari sebagian besar kegiatan manusia. Orang-
orang telah menghasilkan dan membuang
bahan sejak berburu-pengumpulan
melemparkan tulang dan sayuran tetap berada
di luar gua. Ada prinsip definisi terbaru dari
istilah limbah yang mengatakan bahwa
"limbah adalah objek apapun yang tidak
diinginkan pemiliknya untuk mengambil
tanggung jawab". Definisi ini memberikan
kondisi riil objek dan kemungkinan buangan
itu mengakibatkan polusi dan kontaminasi,
juga menyediakan kerangka kerja untuk
meminimalkan atau menghilangkan limbah.
2) Baku Mutu Limbah
Menentukan tolok ukur apakah limbah dari
suatu industri ataupabrik telah menyebabkan
pencemaran atau tidak, maka digunakandua sistem
baku mutu limbah, yakni:
a) Menetapkan suatu effluent standard, yaitu kadar
maksimum limbah yang diperkenankan untuk
dibuang ke media lingkungan seperti air, tanah,
dan udara. Kadar maksimum bahan polutan
yang terkandung dalam limbah tersebut
ditentukan pada waktu limbah tersebut
meninggalkan pabrik/industri.
36

b) Menetapkan ketentuan tentang stream standard,


yaitu penetapan batas kadar bahan-bahan
polutan pada sumber daya tertentu seperti
sungai, danau, waduk, perairan pantai dan lain-
lain.
Penetapan baku mutu limbah harus dikaitkan
dengan kualitasambien dan baku mutu ambien. Untuk
jelasnya dapat dijelaskandengan beberapa contoh
sebagai berikut:
a) Suatu daerah yang keadaan lingkungan
ambiennya masih sangat baik berarti pula bahwa
batas baku mutu ambien masih jauh dari
keadaan kualitas ambien.
b) Pelepasan bahan pencemar dari suatu proyek
akan menurunkankeadaan kualitas ambien.
Tetapi karena batas baku ambienmasih jauh
maka penurunan kualitas ambien belum
melampauibaku mutu ambien yang telah
ditetapkan. Dalam keadaan sepertiini baku mutu
limbah yang digunakan dapat dari
golongankualitas limbah yang longgar.
c) Suatu daerah lain mempunyai keadaan kualitas
ambien yangsudah tidak baik atau mendekati
baku mutu ambien yang telahditetapkan.
Keadaan ini menunjukkan pula bahwa
pencemarandari proyek-proyek yang ada sudah
sangat berat. Akibat darikeadaan tersebut,
apabila ada pelapasan bahan pencemar
37

yangsedikit saja, maka terjadi penurunan


keadaan kualitas ambienyang sudah melampaui
batas baku mutu ambien. Maka bakumutu
limbah yang ditetapkan adalah golongan kualitas
keras(Muhamad Erwin, 2008:69-70).
Penetapan baku mutu lingkungan adalah salah
satu upayauntuk mendorong kalangan yang potensial
menimbulkan pencemaran seperti industri/pabrik guna
menekan kadar bahan polutan yang terkandung dalam
limbah seminimum mungkin, agar pembuangan
limbah dari kegiatan-kegiatan pabrik/industri tersebut
tidak merusak atau mencemari lingkungan (Muhamad
Erwin, 2008:70).
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menegaskan bahwa baku mutu
lingkungan hidup merupakan ukuran untuk
menentukan terjadi atau tidaknya pencemaran
lingkunganhidup. Sementara dalam Pasal 20 ayat (2)
dijelaskan bahwa bakumutu lingkungan hidup
meliputi:
a) baku mutu air;
b) baku mutu air limbah;
c) baku mutu air laut;
d) baku mutu udara ambien;
e) baku mutu emisi;
f) baku mutu gangguan; dan
38

g) baku mutu lain sesuai dengan perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Dampak Limbah Industri
Jika dilihat ukuran dan materinya, dampak limbah
industri lebih berbahaya dibanding limbah domestik. Akan
tetapi jika limbah domestik menjadi massal karena
jumlahnya juga bisa berbahaya. Limbah industri lebih
berbahaya dikarenakan secara kuantitas memang besar dan
terus menerus dihasilkan dengan kandungan zat yang sama.
Dapat kita ilustrasikan bahwa sebuah pabrik menghasilkan
suatu produk A1 secara terus menerus, bahkan 24 jam,
maka selamanya kandungan limbahnya akan sama. Jika
tidak dikelola dengan baik, maka lingkungan akan
menanggungnya secara terus menerus. Oleh karena itulah
maka limbah industri lebih berbahaya.
1) Dampak limbah dari industri pangan
Industri pangan adalah suatu usaha yang
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari dan juga
termasuk dalam salah satu penghasil limbah industri.
Beberapa industri pangan yang menghasilkan
pencemaran lingkungan antaranya adalah industri
tempe tahu, pengolahan hasil laut dan tepung tapioka.
Limbah ini dapat dihasilkan ketika proses pencucian
atau pengolahan. Limbah industri yang dihasilkan
oleh kegiatan industri pangan dapat berupa sejenis
garam, mineral, karbohidrat, lemak dan protein. Jika
pengolahan limbah ini tidak benar, maka dapat
menyebabkan pencemaran berat terhadap air dan
39

udara. Hal yang paling terasa dari pencemaran ini


adalah umumnya bau yang menyengat dan menusuk
hidung. Hal yang ada bisa lebih berbahaya lagi jika
industri pangan tersebut menggunakan bantuan zat
kimia yang menghasilkan limbah berupa alkohol,
insektisida dan energi panas. Jika tidak diolah dan
langsung dibuang ke sungai maka dapat mengganggu
ekosistem air. Ikan dan bioat lainnya dapat mati.
2) Dampak limbah dari industri sandang
Limbah dari industri sandang ini tidak kalah
serius ancamannya bagi lingkungan daripada industri
pangan. Seperti misalnya dalam kegiatan penyamakan
kulit, batik printing dan bahan sandang lainnya tidak
dapat dihindari proses pencelupan yang menggunakan
zat kimia. Terlebih lagi dalam proses tersebut
membutuhkan air dalam jumlah besar hingga sisa
buangannya pun banyak sekali. Dalam limbah bekas
celupan dan pencucian bahan-bahan sandang
mengandung zat kimia berbahaya seperti zat pewarna,
minyak, serta zat-zat lain yang membutuhkan oksigen
besar. Hal in sangat berbahaya dan beracun. Jika tidak
dikelola dengan benar, bahkan langsung saja dibuang
ke sungai maka yang terjadi adalah pencemaran
lingkungan berat yang mengancam kesehatan manusia
secara keseluruhan.
3) Dampak limbah dari industri kimia
Industri kimia dan bahan bangunan dapat
menjadi ancaman serius bagi keberlangsungsan
40

makhluk hidup, entah itu dalam skala besar atau skala


kecil. Sebagai contoh, untuk memproduksi alkohol,
dibutuhkan air dalam jumlah yang cukup besar. Sama
seperti yang terjadi dalam industri sandang, limbah
dari produksi alkohol jelas berupa limbah cair dalam
jumlah besar. Dalam limbah cair ini pasti terkandung
senyawa organik, anorganik dan mikroorganisme
serta bahan berbahaya lainnya. Ketika proses produksi
selesai, pencucian peralatan dapat membuang hasil
CaSO4 yang dilepaskan ke aliran air. Dalam proses
produksi, limbah ini secara tidak langsung atau
langsung dapat mengancam kelangsungna makhluk
hidup. Keracunan adalah salah satunya, seperti
keracunan CO dalam jumlah besar dapat berujung
kepada kematian. Sementara keracunan air raksa,
asbes, timbal, arsen dan lain sebagainya dampaknya
akan terasa dalam jangka panjang setelah menumpuk
dalam tubuh.
4) Dampak limbah dari industri logam, elektronika dan
pelumas
Dampak limbah industri ini juga sama
bahayanya dengan yang lain. Misalnya dalam proses
produksi baja yang menggunakan berbagai macam
mesin dan cor menghasilkan limbah berupa asap, gas
dan debu. Partikel yang ada dalam asap dan debu
tersebut mengandung logam berat, dimana jika
terhirup terus menerus dalam jangka waktu yang
panjang akan menimbulkan ancaman kesehatan bagi
41

makhluk hidup.Industri logam juga penyumbang


polusi suara berupa kebisingan yang dalam jarak
tertentu dapat melebihi batas toleransi yang diterima
pendengaran manusia. Baik industri logam atau
industri elektronika menghasilkan gas buang yang
dapat mencemari udara, salah satunya adalah karbon
monoksida atau CO. Seperti yang disebutkan diatas,
dalam kadar tertentu, gas ini berbahaya bagi manusia
dan makhluk hidup lainnya. Selain CO, ada juga gas
belerang yang dihasilkan dari industri baja dan
elektronika dapat mengganggu ekosistem lingkungan
jika tidak dikelola dengan baik.

4. Tinjauan Umum tentang Badan Lingkungan Hidup Daerah


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan
seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup
Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi
rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Oleh karena itu,
lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan
baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan,
dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus
dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya
yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi
lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
42

terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya
suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke
daerah.
Guna mengelola berbagai masalah yang berkaitan dengan
lingkungan hidup di daerah terdapat suatu instansi pemerintah
daerah yang bertugas untuk menanganinya yaitu Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota. Dalam Kedudukannya
sebagai unsur pemerintah daerah yang melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan kepala daerah, Badan Lingkungan Hidup
kabupaten/kota memiliki tugas menyelenggarakan program
pengkoordinasian dan perencanaan pembangunan di bidang
lingkungan hidup, dalam artian mempersiapkan dan mengolah
bahan penyusunan rencana program pembangunan lingkungan
hidup, tata ruang dan pertanahan (Berlian Maharani, 2012:31).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor
44 Tahun 2012 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi
Badan Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup mempunyai
tugas pokok membantu Bupati dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Tugas ini dimaksudkan sebagai wujud dari
peran Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam pelestarian sumber
daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang dimandatkan
ke Badan Lingkungan Hidup. Dalam pelaksanaan tugas tersebut
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali mempunyai
fungsi :
43

a. pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. pelaksanaan pelayanan penunjang dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
c. pelaksanaanpenyusunan rencana dan program, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi dan pelaporan bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.

5. Tinjauan Umum tentang Pengawasan dan Penegakan


Hukum Lingkungan
a. Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law
enforcement. Istilah penegakan hukum dalam Bahasa
Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan
hukum selalu dengan paksaan (force) sehingga ada yang
berpendapat bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan
dengan hukum pidana saja (Andi Hamzah, 2005:48).
Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas
meliputi segi preventif dan represif, cocok dengan kondisi
Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Secara
konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan (sebagai social engginerring), memelihara dan
44

mempertahankan sebagaisocial control kedamaian pergaulan


hidup (Soerjono Soekanto, 1983:3).
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan
kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat
terhadap peraturan yang berlaku, yang dapat dilakukan secara
preventif dan represif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya
(Siti Sundari Rangkuti, 1996:191).
Effective enforcement of environmental legislation is
contingent upon the availability of adequate staff and
financial resources, the administrative and political will
of the enforcement agencies and the level of awareness of
environmental laws. It is common, however, to find
situations where responsibility for enforcement of laws is
divided amongst a number of government agencies that
pursue conflicting interests, thereby delaying or
forestalling the implementation of these laws (Gregory L
Rose, 2011:10).
Terjemahan Bebas
Penegakan hukum dapat yang bersifat preventif berarti
bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan
kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang
menyangkut peristiwa konkret yang menimbulkan
sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar.
Instrumen bagi penegakan hukum preventif
adalahpenyuluhan, pemantauan, dan penggunaan
kewenangan yang sifatnya pengawasan dan dapat juga
dilakukan secara represif, yaitu upaya penegak hukum
melakukan tindakan hukum kepada siapa yang melanggar
ketentuan-ketentuan perundangan-undangan yang
berlaku.
Menurut Ilyas AsaadPenegakan hukum lingkungan terdiri
atas (Ilyas Asaad, 2008:3):
a. Tindakan untuk menerapkan perangkat hukum melalui
upaya pemaksaan sanksi hukum guna menjamin ditaatinya
45

ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan


perundang-undangan lingkungan hidup.
b. Penegakan hukum lingkungan bertujuan penaatan
(compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan ekosistem
dan fungsi lingkungan hidup.
Lebih lanjut, bahwa sasaran penaatan lingkungan yaitu
pelestarian fungsi lingkungan melalui ketaatan pelaku
pembangunan dengan cakupan (Ilyas Asaad, 2008:3):
a. Pengendalian pencemaran;
b. Pengendalian perusakan lingkungan;
c. Pengembangan kapasitas pengelolaan
Adapun strategi penaatan dan penegakan hukum
lingkungan yaitu (Ilyas Asaad,2008:12) :
a. Penguatan kelembagaan di pusat dan daerah;
b. Peningkatan kapasitas (distribusi, jumlah dan kualitas);
c. Persamaan persepsi dan peningkatan koordinasi antara
aparat penegak hukum;
d. Penyempurnaan peraturan perundang undangan dibidang
lingkungan hidup.
Penegakan hukum lingkungan merupakan penegakan
hukum yang cukup rumit karena hukum lingkungan
menempati titik silang antara antara berbagai bidang hukum
klasik. Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai
terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan
tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut(Andi
Hamzah, 2005:52) :
a. Perundang-undangan;
b. Penentuan standar;
46

c. Pemberian izin;
d. Penerapan;
e. Penegakan hukum.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 menyediakan tiga
macam penegakan hukum lingkungan yaitu penegakan hukum
administrasi, perdata dan pidana. Diantara ketiga bentuk
penegakan hukum yang tersedia, penegakan hukum
administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum
terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi
lebih ditunjukan kepada upaya mencegah terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan. Penegakan hukum
administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku
pencemaran dan perusakan lingkungan.
Di atas sudah dijelaskan bahwa Penegakan hukum
disebut dalam bahasa Inggris law enforcement. Istilah
penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita
kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dengan
paksaan (force) sehingga ada yang berpendapat bahwa
penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana
saja. Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas
meliputi segi preventif dan represif, cocok dengan kondisi
Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Secara
konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan(sebagaisocial engginerring), memelihara dan
47

mempertahankan sebagao socialcontrol kedamaian pergaulan


hidup (Soerjono Soekanto, 1983:3).
Penegakan hukumsecarakonkretadalah berlakunya
hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut
ditaati. Olehkarenaitu, memberikankeadilandalamsuatu
perkaraberarti
memutuskanperkaradenganmenetapkanhukumdanmenemuka
nhukuminconcretodalammempertahankandanmenjaminditaati
nyahukummateriil dengan menggunakancaraprosedural yang
ditetapkanoleh hukumformal pemerintahnya turut aktif dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan
kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat
terhadap peraturan yang berlaku, yang dapat dilakukan secara
preventif dan represif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya
(Siti Sundari Rangkuti, 1996, hal:191).
Effective enforcement of environmental legislation is
contingent upon the availability of adequate staff and
financial resources, the administrative and political will of the
enforcement agencies and the level of awareness of
environmental laws. It is common, however, to find situations
where responsibility for enforcement of laws is divided
amongst a number of government agencies that pursue
conflicting interests, thereby delaying or forestalling the
implementation of these laws (Gregory L Rose, 2011:10)

Penegakan hukum dapat yang bersifat preventif


berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan
kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut
peristiwa konkret yang menimbulkan sangkaan bahwa
peraturan hukum telah dilanggar. Instrumen bagi penegakan
48

hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan, dan


penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan dan dapat
juga dilakukan secara represif, yaitu upaya penegak hukum
melakukan tindakan hukum kepada siapa yang melanggar
ketentuan-ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Pada intinyaPenegakan hukum lingkungan terdiri atas :
1) Tindakan untuk menerapkan perangkat hukum melalui
upaya pemaksaan sanksi hukum guna menjamin
ditaatinya ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup;
2) Penegakan hukum lingkungan bertujuan
penaatan (compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan
ekosistem dan fungsi lingkungan hidup.
Lebih lanjut, (Ilyas Asaad, 2008:4) bahwa sasaran
penaatan lingkungan yaitu pelestarian fungsi lingkungan
melalui ketaatan pelaku pembangunan dengan cakupan:
- Pengendalian pencemaran
- Pengendalian perusakan lingkungan
- Pengembangan kapasitas pengelolaan
Adapun strategi penaatan dan penegakan hukum
lingkungan (Ilyas Asaad, 2008:12) yaitu:
1. Penguatan kelembagaan di pusat dan daerah
2. Peningkatan kapasitas (distribusi, jumlah dan kualitas).
3. Persamaan persepsi dan peningkatan koordinasi antara
aparat penegak hukum
4. Penyempurnaan peraturan perundang undangan dibidang
lingkungan hidup
49

Penegakan hukum lingkungan merupakan penegakan


hukum yang cukup rumit karena hukum lingkungan
menempati titik silang antara antara berbagai bidang hukum
klasik. Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai
terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan
tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut:
1. Perundang-undangan,
2. Penentuan standar,
3. Pemberian izin,
4. Penerapan,
5. Penegakan hukum(Andi Hamzah, 2005:52)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 menyediakan tiga
macam penegakan hukum lingkungan yaitu penegakan hukum
administrasi, perdata dan pidana. Diantara ketiga bentuk
penegakan hukum yang tersedia, penegakan hukum
administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum
terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi
lebih ditunjukan kepada upaya mencegah terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping itu,
penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk
menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
Perancangan persyaratan lingkungan yang baik untuk
menghasilkan penegakan hukum dan penataan yang efektif
dan efisien dapat dilakukan dengan mempergunakan paling
tidak lima macam pendekartan, yaitu Pendekatan Atur dan
Aawasi (Command and Control atau CAC Approach);
Pendekatan Atur Diri Sendiri (ADS); Pendekatan Ekonomi
(Economic Approach); Pendekatan Perilaku (Behaviour
50

Approach); dan Pendekatan Tekanan Publik (Public Pressure


Approach). Dari kelima pendekatan penataan diatas,
pendekatan CAC merupakan pendekatan yang sangat relevan
untuk dibicarakan berkaitan dengan penegakan hukum
administrasi (Sukanda Husin, 2009:93).
Penegakan hukum administrasi memberikan sarana
bagi warganegara untuk menyalurkan haknya dalam
mengajukan gugatan terhadap badan pemerintahan. Gugatan
hukum administrasi dapat terjadi karena kesalahan atau
kekeliruan dalam proses penerbitan sebuah Keputusan Tata
Usaha Negara yang berdampak penting terhadap lingkungan.
(Takdir Rahmadi, 2003:25).
Pelanggaran tertentu terhadap lingkungan hidup dapat
dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan atau
kegiatan. Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa
berbeda-beda, mulai dari pelanggaran syarat administratif
sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban.
Pelanggaran tertentu merupakan pelanggaran oleh usaha dan
atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan
kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang
terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup. Penjatuhan sanksi bertujuan
untuk kepentingan efektifitas hukum lingkungan itu agar
dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Sanksi itu pula sebagai
sarana atau instrumen untuk melakukan penegakan hukum
agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan. (Siswanto
Sunarso, 2005:96).
51

Hukum Administrasi merupakan tindakan


pemerintahan atau eksekutif atau bestuurmaatregel atau the
measure/action of government terhadap pelanggaran
perundangan-undangan yang berlaku dan bersifat reparatoir
(mengembalikan pada keadaan semula).Tindakan
pemerintahan yang dimaksud disini yaitu perbuatan atau
kebijakan yang dilakukan oleh Organ Administrasi Negara
dalam melaksanakan tujuan negara.Sepertitidakdipenuhinya
syarat pembuangan limbah kealam bebas oleh suatu usaha
atau kegiatan, maka terhadap usaha atau kegiatan tersebut
dapat dikenakan sanksi hukum administrasi.
b. Pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara
Pengawasan yang dimaksud disini adalah suatu
pengawasan yng dilakukan oleh pengawas administrasi dalam
rangka penerapan norma-norma Hukum Administrasi
terhadap warga negara.
Pada Era hukum modern, pemerintah memiliki
kewenangan legislasi yakni kewenangan dalam membuat
undang-undang. Dalam kewenangan legislasi tersebut
pemerintah tidak semata-mata hanya membuat dan
menerapkan hukum administrasi saja, melainkan juga
memiliki kewenangan untuk melakukan penegakkan terhadap
pelanggaran-pelanggaran norma oleh warga negara. Menurut
J.B.J.M. Ten Berge, pemerintah merupakan pihak yang paling
bertanggung jawab untuk menegakkan hukum publik.
Menurut Paulus E. Lotulung, sebagaimana dikutip
Ridwan, pengawasan/kontrol dalam hukum administrasi
52

negara dibagi menjadi beberapa jenis/model, yakni (Ridwan


HR, 2009:294-296)
1) Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang
melaksanakan kontrol itu terhadap badan organ yang
dikontrol
a) Kontrol intern, berarti bahwa pengawasan itu
dilakukan oleh badan yang secara
organisatoris/struktural masih termasuk dalam
lingkungan pemerintah sendiri.
b) Kontrol ekstern, berarti bahwa pengawasan itu
dilakukan oleh organ atau lembaga lembaga yang
secara organisatoris/struktural berada diluar
pemerintah.
2) Ditinjau dari waktu dilaksanakannya
a) Kontrol a-priori, adalah bilamana pengawasan itu
dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan
pemerintah.
b) Kontrol a-posteriori, adalah bilamana pengawasan itu
baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan
pemerintah.
3) Ditinjau dari segi obyek yang diawasi
a) Kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) yaitu
kontrol yang dimaksudkan untuk menilai segi-segi
atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja
b) Kontrol dari segi kemanfaatannya (doelmatigheid)
yaitu kontrol yang dimaksudkan untuk menilai benar
tidaknya peraturan pemerintah itu dari segi atau
pertimbangan kemanfaatannya
53

6. Teori Bekerjanya Hukum (Efektifitas Hukum)


Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif
dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur
sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law),
substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum
(legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak
hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-
undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup
(living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.
Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini,
jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk jenis
kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara naik
banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga
berarti bagaimana badan legislative ditata, apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti
oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur)
terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk
menjalankan perangkat hukum yang ada.
Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang
bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan
formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan,
pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan
dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang
struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya
struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan (Achmad Ali , 2002 :8).
54

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya.


Yang dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu. Jadi
substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan
menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum.
Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang
merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat
penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik
apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan
hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi
hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-
orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka
penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau
rekayasa sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin
diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin tercapainya
fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih
baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam
arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas
perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktek hukum,
atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum
(law enforcement) yang baik. Jadi bekerjanya hukum bukan
hanya merupakan fungsi perundang-undangannya belaka,
malainkan aktifitas birokrasi pelaksananya (Achmad Ali,
2002:97).
55

7. Tinjauan Umum Implementasi Kebijakan


a. Pengertian implementasi
Implementasi kebijakan publik merupakan proses
kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan
ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi
kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya
menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih
abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit
atau mikro. Fungsi Implementasi kebijakan adalah untuk
membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan atau
sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai suatu outcome.
Dalam kamus Webster, pengertian implementasi dirumuskan
secara pendek, dimana to implement berarti to provide
means for carrying out: to give practical effect to
(menyajikan alat bantu untuk melaksanakan: menimbulkan
dampak/berakibat sesuatu). (Solichin Abdul Wahab, 1997:64)
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam
proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan
setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang
jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam
rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga
kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang
diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan
seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi
dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang
muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna
56

menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana


dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa
yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut,
dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke
masyarakat.
Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka
ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari
kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-
undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang
memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan
sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa
langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden,
Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala
Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll. Secara khusus kebijakan
publik sering dipahami sebagai keputusan pemerintah (Riant
Nugroho Dwijowijoto, 2006: 25).
b.Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Bambang Sunggono (1994:151),
implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor
penghambat, yaitu:
1) Isi kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena
masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang
menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana
dan penerapan prioritas, atau program-program
kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
57

Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun


ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga,
kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga
menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang
sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya
kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat
terjadi karena kekurangan-kekurangan yang
menyangkut sumber daya pembantu, misalnya yang
menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2) Informasi
Implementasi kebijakan publik
mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang
terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu
atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan
perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada,
misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
3) Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit
apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup
dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
4) Pembagian Potensi
Sebab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi
suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek
pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat
dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan
diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana.
Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan
masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan
58

tanggung jawab kurang disesuaikan dengan


pembagian tugas atau ditandai oleh adanya
pembatasan-pembatasan yang kurang jelas.
Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-
kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat
penolakan warga masyarakat dalam implementasinya.
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang
Sunggono (1994: 144-145), faktor-faktor yang menyebabkan
anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu
kebijakan publik, yaitu:
1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap
hukum, dimana terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan atau kebijakan publik yang
bersifat kurang mengikat individu-individu;
2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok
atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan
atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan
dengan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;
3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan
cepat diantara anggota masyarakat yang
mencenderungkan orang bertindak dengan menipu
atau dengan jalan melawan hukum;
4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan
“ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan
satu sama lain, yang dapat menjadi sumber
ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan
publik;
59

5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam


(bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut
masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat.
Suatu kebijakan public akan menjadi efektif apabila
dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-
anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau
perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara.
Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak
sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu
kebijakan publik tidaklah efektif.
c. Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan
Publik
Peraturan perundang-undangan merupakan sarana
bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan
menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun
implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang
memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar
suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu :
1) Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana
terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan antara
kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis
atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
2) Mentalitas pemerintah yang menerapkan hukum atau
kebijakan harus memiliki mental yang baik dalam
melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-
undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang
60

sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau


hambatan-hambatan dalam melaksanakan
kebijakan/peraturan hukum.
3) Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung
pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu
peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan
baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang
memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan
atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
4) Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini
diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat,
kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat
seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-
undangan.

B. Kerangka Pemikiran
Agar Penelitian ini lebih terarah maka dapat digambarkan alur
pemikiran
sebagai berikut:
61

Gb. 2 Bagan Kerangka Pikir


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

Peraturan PemerintahNomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Peraturan Daerah Nomor 13


Tahun 2015 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

KEWENANGAN Badan
lingkungan Hidup
Boyolali

Implementasi Pengawasan dan


pemberian izin penegakkan hukum

Teori Implementasi Teori bekerjanya


hukum

Terwujudnya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baik


dan sehat
62

Keterangan :
Kerangka pemikiran diatas memberikan gambaran mengenai
alur berfikir dalam menggambarkan, menelaah, menjabarkan dan
menemukan jawaban atas Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dalam pengendalian limbah
industri. Hak setiap warga Negara untuk mendapatkan lingkungan
yang layaktertuang dalam Pasal 28 (H) Undang-Undang Dasar 1945
sehingga secara langsung masyarakat berhak untuk mendapatkan
lingkungan yang baik untuk ditinggali. Kebijkan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup juga dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahuh 2009 yang merupakan Pedoman dalam
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan kegiatan
usaha ataupun aktivitas kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan
lingkungan hidup disekitarnya.Berkaitan dengan pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan kegiatan usaha
ataupun aktivitas kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, pemerintah daerah kabupaten boyolali telah
mengeluarkan peraturan yakni Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun
2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Bupati Boyolali Nomor 44 Tahun 2012 tentang Penjabaran
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 44 Tahun 2012 mengatur
tentang kewenangan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten boyolali
dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup, sehingga dengan adanya
peraturan tersebut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan mengenai
permasalahan di lingkungan industri. Peneliti dalam hal ini ingin
63

mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Badan Lingkungan Hidup


Kabupaten Boyolali dalam pengendalian terhadap limbah industri serta
fungsi pengawasan dan pengendalian Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali terhadap lingkungan industri apakah sudah efektif.
64

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pengendalian terhadap Limbah Industri oleh


Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
Tugas pokok Badan Lingkungan Hidup sesuai adalah
membantu Bupati dalam menyelenggarakan sebagian urusan
Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang di bidang Lingkungan
Hidup.

Dalam melaksanakan tugas pokok, Badan Lingkungan Hidup


mempunyai fungsi :

1. Penyusunan dan perumusan rencana program kegiatan


pengendalian, pengelolaan dalam rangka penetapan kebijakan
teknis dibidang Lingkungan Hidup;
2. Pelaksanaan koordinasi dalam rangka pencegahan,
penanggulangan kerusakan lingkungan dan pemulihan
kerusakan lingkungan;
3. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup dan
pengendalian teknis analisis dampak lingkungan;
4. Pengembangan program kelembagaan dan peningkatan
kapasitas pengendalian dampak lingkungan;
5. Pelaksanaan pembinaan teknis bidang pemantauan, pencegahan
dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan
serta pemulihan kualitas lingkungan;
6. Pengawasan dan pengendalian teknis dibidang pemeliharaan
sarana dan prasarana lingkungan hidup;
65

7. Pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan


hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
8. Penyelenggaraan bimbingan dan evaluasi dalam rangka
peningkatan kinerja di bidang lingkungan hidup;
9. Pengelolaan sarana dan prasarana Badan Lingkungan Hidup;
10. Pengelolaan tugas ketatausahaan.

Fungsi Badan Lingkungan Hidup sebagai berikut :

1. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya


dan Beracun (B3).
2. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
3. Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat.
4. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
5. Penilaian AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup di
daerah, sesuai dengan standar, norma dan prosedur yang
ditetapkan oleh pemerintah.
6. Pemberian rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
7. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL.
8. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup bagi seluruh jenis usaha dan/atau
kegiatan diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
AMDAL.
66

9. Pengelolaan kualitas air.


10. Penetapan kelas air pada sumber air.
11. Pemantauan kualitas air pada sumber air.
12. Pengendalian pencemaran air pada sumber air.
13. Pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum
dalam ijin pembuangan air limbah keair atau sumber air.
14. Penerapan paksaan pemerintahan atau uang paksa terhadap
pelaksanaan penanggulangan pencemaran air pada keadaan
darurat dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
15. Pengaturan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
16. Pemantauan kualitasudara embien, emisi sumber bergerak dan
tidak bergerak.
17. Pengujian emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor
lama secara berkala.
18. Koordinasi dan pelaksanaan pemantauan kualitas udara.
19. Pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran udara dari sumber bergerak dan tidak bergerak.
20. Pemantauan kualitas udara ambien dan dalam ruangan.
21. Penetapan kriteria teknis baku kerusakan lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan.
22. Penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan.
23. Pengawasan atas pengendalian kerusakan dan/atau lahan yang
berdampak atau diperkirakan dapat berdampak.
24. Pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaaran hutan dan/atau lahan.
67

25. Penetapan kriteria baku kerusakan lahan dan/atau tanah untuk


kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman berdasarkan
kriteria baku kerusakan tanah nasional.
26. Penetapan kondisi lahan dan/atau tanah.
27. Pengawasan atas pengendalian kerusakan lahan dan/atau tanah
akibat kegiatan yang berdampak atau yang diperkirakan dapat
berdampak.
28. Pengaturan pengendalian kerusakan lahan dan/atau kerusakan
lingkungan akibat bencana.
29. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
akibat bencana.
30. Penetapan kawasan yang berisiko rawan bencana.
31. Penetapan kawasan yang berisiko menimbulkan bencana
lingkungan.
32. Pembinaan dan pengawasan penerapan SNI dan standar
kompetensi personil bidang pengelolaan lingkungan hidup.
33. Penetapan peraturan daerah dibidang penerapan instrumen
ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
34. Pembinaan dan pengawasan penerapan instrumen ekonomi
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk
daerah yang bersangkutan.
35. Penerapan instrumen ekonomi dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pengelolaan.
36. Pembinaan dan pengawasan penerapan sistem manajemen
lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi
berwawasan lingkungan yang mendukung pola produksi dan
konsumsi yang berlanjutan.
68

37. Penyelenggaraan pelayanan dibidang pengendalian lingkungan


hidup.
38. Penegakan hukum lingkungan.
39. Pelaksanaan dan pemantauan perjanjian internasional dibidang
pengendalian dampak lingkungan.
40. Pemantauan pengendalian pelakssanaan konvensi dan protokol.
41. Penetapan kebijakan pelaksanaan pengendalian dampak
perubahan iklim.
42. Penetapan kebijakan perlindungan lapisan ozon dan
pemantauan.
43. Pemantauan dampak deposisi asam.
44. Penyediaan laboratorium lingkungan sesuai kebutuhan daerah.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dilaksanakan


oleh bidang bidang antara lain bidang kesekretariatan BLH :

Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala


Badan dalam urusan kesekretariatan dengan uraian tugas sebagai
berikut:

1. mengoordinasikan penyiapan bahan perumusan kebijakan


teknis pada Badan Lingkungan Hidup;
2. menyusun rencana, progam kerja, kegiatan, laporan kinerja dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas
kesekretariatan dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
bidang;
4. mendistribusikan tugas, memberi petunjuk dan arahan kepada
bawahan;
5. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
69

6. mengoordinasikan pelaksanaan administrasi surat-


menyurat,kerumahtanggaan, hubungan masyarakat, dan
keprotokoan;
7. mengoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan
penelitian di bidang lingkungan hidup;
8. mengoordinasikan pengelolaan arsip, dokumen, dan barang;
9. mengoordinasikan pelaksanaan administrasi dan pembinaan
pegawai;
10. mengoordinasikan pengelolaan urusan keuangan meliputi
penyiapan bahan rencana anggaran belanja, perbendaharaan,
verifikasi, pembukuan, pelaporan, dan pertanggungjawabannya;
11. mengoordinasikan penyusunan perencanaan kegiatan, laporan
kinerja dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan
Lingkungan Hidup;
12. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja kesekretariatan;
13. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan DP3;
14. melaksanakantugas lain yang diberikan oleh atsan sesuai
bidang tugasnya.
Kasubbag Umum dan Kepegawaian :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Sekretaris
Badan dalam urusan umum dan kepegawaian, dengan uraian tugas
sebagai berikut:

1.Membantu Sekretaris mengoordinasikan penyiapan bahan


perumusan kebijakan teknis;
2.Menyusun rencana, progam kerja, kegiatan, laporan kinerja serta
petanggungjawaban pelaksanaan tugas;
70

3.Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Sub Bagian


Umum dan Kepegawaian
4.Mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan Kepada
bawahan;
5.Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
6.Melaksanakan ketatalaksanaan umum meliputi administrasi umum,
surat menyurat, kearsipan dan administrasi kepegawaian;
7.Melaksanakan kegiatan rumah tangga dan menyiapkan
pelaksanaan perjalanan dinas;
8.Melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana perkantoran;
9.Melaksakanan pengelolaan barang inventaris kantor;
10. Melaksakan tugas administrasi umum dan kepegawaian;
11. Melaksanakan kehumasam dan keprotokolan;
12. Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian;
13. Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
DP3;
14. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali :

Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Sekretaris Badan


dalam urusan Keuangan, dengan uraian tugas sebagai berikut:

1. Membantu menyiapan bahan perumusan kebijakan teknis;


2. Menyusun rencana, progam kerja, kegiatan, laporan kinerja serta
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas;
71

4. Mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan


kepada bawahan;
5. Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
6. Menghimpundan dan mengoordinasikan pengelolaan
administrasi keuangan dan akuntansi;
7. Mengoordinasikan dan menyusun rencana anggaran belanca
langsung dan rencana anggaran belanja tidak langsung;
8. Menyiapkan bahan pengoordinasian penyusunan rencana belanja
langsung;
9. Mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan perbendaharaan
meliputi pembukuan, verifikasi, rekapitulasi dan dokumentasi
pelaksanaan belanja langsunng dan tidak langsung;
10. Menyusun laporan perhitungan dan pertanggungjawaban
keuangan;
11. Mengurus gaji dan tunjangan pegawai;
12. Melakukan monotoring dan evaluasi kinerja Sub Bagian
Keuangan;
13. Membina, mengawasi, dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan DP3;
14. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.

Kepala Bidang tata Lingkungan :

Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala


Badan Lingkungan Hidup dalam Bidang Tata Lingkungan, dengan
uraian tugas sebagai berikut:

1. menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di bidang tata


lingkungan;
72

2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja


dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang
tata lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), dan
rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RPPLH) daerah;
7. menyiapkan bahan pertimbangan perencanaan pembangunan
infrastruktur dan pengembangan wilayah yang menimbulkan
dampak terhadap lingkkungan;
8. mengoordinasikan penghimpunaan, pengolahan, dan penyajian
data dan informasi lingkungan hidup;
9. menyiapkan bahan pertimbangan perizinan usaha dan / atau
kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan;
10. menyiapkan bahan dan koordinasi pelaksanaan pengkajian
dampak lingkungan, pengkajian dokumen lingkungan,
perizinan dan penataan ruang
11. mengoordinasikan penyelenggaraan pelayanan administrasi dan
teknis di bidang tata lingkungan;
12. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja bidang tata
lingkungan;
13. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP);
14. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
73

Kepala Sub Bidang Pengkajian Dampak Lingkungan pada


Bidang Tata Lingkungan :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala
Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dalam
urusan Pengkajian Dampak Lingkungan , dengan uraian tugas sebagai
berikut:

1. membantu menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di


bidang pengkajian dampak lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang
pengkajian dampak lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun bahan pertimbangan perizinan usaha dan / atau
kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan;
7. menyusun bahan koordinasi pelaksanaan pemeriksaan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan
(AMDAL)serta menyusun konsep pengesahan;
8. menyusun bahan koordinasi pelaksanaan pemeriksaan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan
(UKP-UPL) serta menyusun konsep pengesahan;
9. menyusun pertimbangan pengesahan surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan lingkungan (SPPL);
10. melakukan pengembangan teknis pengkajian dampak
lingkungan;
74

11. melakukan pelayanan admnistrasi dan teknis di bidang


pengkajian dampak lingkungan;
12. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja bidang pengkajian
dampak lingkungan;
13. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta
memberikan daftar penilaian pelayanan pekerjaan (Sasaran
Kerja Pegawai);
14. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
Kepala Sub Bidang Pengembangan dan Penataan
Lingkungan pada Bidang Tata Lingkungan :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala Bidang
Tata Lingkungan dalam urusan Pengembangan dan Penataan
Lingkungan, dengan uraian tugas sebagai berikut:

1. membantu menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di


bidang pengembangan dan penataan lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang
pengembangan dan penataan lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun bahan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)
dan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RPPLH) daerah;
75

7. menyusun bahan pertimbangan perencanaan pembangunan


infrastruktur dan pengembangan wilayah yang menimbulkan
dampak terhadap lingkungan;
8. menghimpun, mengelola, dan menyajikan data lingkungan
hidup;
9. melakukan pengembangan teknis pengembangan dan
penataan lingkungan;
10. melakukan pelayanan administrasi dan teknis di bidang
pengembangan dan penataan lingkungan;
11. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja subbidang
pengembangan dan penataan lingkungan;
12. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP);
13. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
KEPALA BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARAN
DAN KERUSAKAN LINGUNGAN (BIDANG 2)
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu
Kepala Badan Lingkungan dalam Bidang Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, dengan uraian tugas
sebagai berikut:

1. menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di bidang


pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
76

4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang


pengendalian pencemaran kerusakan lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan teknis
pengendalian pencemaran lingkungan meliputi pencegahan,
penanggulangan, dan bahan berbahaya dan beracun (B3);
7. menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan teknis
pengendalian kerusakan lingkungan meliputi pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan kerusakan lahan, kerusakan
sumber daya air, sumber daya alam, kawasan konservasi,
kawasan lindung, dan keanekaragaman hayati, serta
perubahan iklim;
8. menyiapkan bahan dan pengoordinasian pelaksanaan
pengawasan usaha dan/ atau kegiatan yang menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan;
9. menyiapkan bahan dan pengoordinasian pelaksanaan
pemantauan pencemaran dan kerusakan lingkungan;
10. mengoordinasikan pelaksanaan pelayanan administrasi dan
teknis bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan;
11. menyiapkan bahan fasilitasi pelaksanaan teknis
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan;
12. melakukan pengembangan teknologi pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan;
13. melakukan pelayanan administrasi dan teknis di bidang
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan;
77

14. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Bidang


Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan;
15. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP); dan
16. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
Kepala Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan,
Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala
Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan,
dalam urusan Pengendalian Pencemaran Lingkungan, dengan
uraian tugas sebagai berikut:

1. membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di


bidang pengendalian pencemaran lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas
Subbidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun bahan pengoordinasian pelaksanaan teknis
pengendalian pencemaran lingkungan meliputi pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan pencemaran air, limbah
padat, dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3);
78

7. menyusun bahan dan melaksanakan pengawasan usaha


dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran
lingkungan;
8. menyusun bahan dan melaksanakan pemantauan kualitas
lingkungan akibat pencemaran air, udara, limbah padat, dan
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
9. melaksanakan pelayanan administrasi dan teknis bidang
pengendalian pencemaran lingkungan;
10. menyusun bahan fasilitasi pelaksanaan teknis pengendalian
pencemaran lingkungan;
11. menyusun bahan pengembangan dan verifikasi teknologi
pengendalian pencemaran lingkungan;
12. melaksanakan pengelolaan laboratorium lingkungan;
13. melaksanakan pelayanan perizinan pembuangan air limbah,
izin penyimpanan sementara limbah Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) dan izin mengumpulkan limbah Bahan
Beracun dan Berbahaya (B3) skala Kabupaten;
14. melakukan pelayanan administrasi dan teknis di bidang
pengendalian pencemaran lingkungan;
15. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja subbidang
pengendalian pencemaran lingkungan;
16. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP);
17. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.

Kepala Sub Bidang Pengendalian Kerusakan


Lingkungan pada Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan
79

pada Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan


Lingkungan
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala Bidang
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, dalam
urusan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, dengan uraian tugas
sebagai berikut:

1. membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di


sub bidang pengendalian kerusakan lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas sub
bidang pengendalian kerusakan lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun bahan pengoordinasian pelaksanaan teknis
pengendalian pencemaran lingkungan meliputi pencegahan,
penanggulangan, dan pemuliha kerusakan lahan, sumber daya
air, sumber daya alam, kawasan konservasi, kawasan lindung,
dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim;
7. menyusun bahan dan melaksanakan pengawasan usaha dan /
atau kegiatan yang menimbulkan kerusakan lingkungan;
8. menyusun bahan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi
kualitas lingkungan akibat kerusakan lahan, sumber daya air,
sumber daya alam, kawasan konservasi, kawasan lindung,
dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim;
80

9. melaksanakan pelayanan administrasi dan teknis bidang


pengendalian kerusakan lingkungan;
10. menyusun bahan fasilitas pelaksanaan teknis pengendalian
kerusakan lingkungan;
11. menyusun bahan pengembangan dan verifikasi teknologi
pengendalian kerusakan lingkungan;
12. melaksanakan pelayanan administrasi dan teknis di bidang
pengendalian kerusakan lingkungan;
13. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja subbidang
pengendalian kerusakan lingkungan;
14. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta
memberikan daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP);
15. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.

KEPALA BIDANG PENAATAN LINGKUNGAN DAN


PENINGKATANN KAPASITAS LINGKUNGAN :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala Badan
Lingkungan Hidup dalam Bidang Penaatan Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas Lingkungan, dengan uraian tugas sebagai
berikut:

1. menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di bidang


penaatan lingkungan dan peningkatan kapasitas;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
81

4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang


penaatan lingkungan dan peningkatan kapasitas;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyiapkan bahan dan koordinasi pelaksanaan penaatan
lingkungan dan peningkatan kapasitas lingkungan;
7. menyiapkan bahan pengoordinasian pengawasan dan penataan
hukum lingkungan, pengelolaan pengaduan kasus
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, dan fasilitas
penyelesaian sengketa lingkungan;
8. memfasilitaskan penyusunan produk hukum daerah di bidang
lingkungan hidup;
9. mengoordinasikan pelaksanaan tugas pejabat pengawasan
lingkungan hidup (PPLH);
10. mengoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan
peningkatan sumber daya menusia dam kelembagaan,
pemberian penghargaan, dan pemberdayaan masyarakat di
bidang lingkungan;
11. menyiapkan bahan dan pengoordinasian pelaksanaan
manajemen lingkungan, perangkat ekonomi lingkungan,
sistem informasi lingkungan, dan imbal jasa lingkungan;
12. penyiapan bahan pelaksanaan pelayanan administrasi dan
teknis bidang penataan lingkungan dan peningkatan
kapasitas lingkungan;
13. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja bidang penaatan
lingkungan dan peningkatan kapasitas lingkungan;
14. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP);
82

15. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai


bidang tugasnya.
Kepala Sub Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan pada
Bidang Penaatan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas
Lingkungan :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala Bidang
Penaatan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan
dalam urusan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, dengan uraian
tugas sebagai berikut:

1. membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di


bidang peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas sub
bidang peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyiapkan bahan pengoordinasian dan fasilitas
pelaksanaan peningkatan sumber daya manusia dan
kelembagaan, pemberian penghargaan, dan pemberdayaan
masyarakat di bidang lingkungan;
7. menbantu menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan
manajemen lingkungan, perangkat ekonomi lingkungan,
sistem infornasi lingkungan, dan imbal jasa lingkungan;
8. memfasilitas penerapan sistem dan teknologi pengelolaan
lingkungan;
83

9. melakukan pengembangan teknis peningkatan kapasitas


pengelolaan lingkungan;
10. melaksanakan pelayanan administrasi dan teknis di
subbidang peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan;
11. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja subbidang
peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan;
12. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan termasuk
memberikan penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP);
13. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya.
Kepala Sub Bidang Penaatan Lingkungan pada Bidang
Penataan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan :
Melaksanakan tugas pokok dan fungsi membantu Kepala
Bidang Penaatan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas
Lingkungan dalam urusan Penaatan Lingkungan , dengan uraian
tugas sebagai berikut:

1. membantu menyusun konsep perumusan kebijakan teknis di


sub bidang penaatan lingkungan;
2. menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja
dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
3. memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada
atasan;
4. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas sub
bidang penaatan lingkungan;
5. mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan
kepada bawahan;
6. menyusun bahan pengoordinasian pengawasan penerapan
dan penataan hukum lingkungan, pengelolaan pengaduan
84

kasus pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, dan


fasilitas penyelesaian sengketa lingkungan;
7. menyiapkan bahan fasilitas penyusunan produk hukum
daerah di bidang lingkungan hidup;
8. menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan tugas
pejabat pengawasan lingkungan hidup (PPLH);
9. melakukan pengembangan teknis dan verifikasi penataan
lingkungan;
10. melakukan pelayanan administrasi dan teknis di subbidang
penataan lingkungan;
11. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja subbing
penataan lingkungan;
12. membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan
termasuk memberikan Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP);
13. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya
Kabupaten Boyolali sebagai kota besar yang mempunyai
berbagai aktivitas seperti perdagangan, industri dan jasa dengan
klasifikasi besar, sedang dan kecil yang masing-masing
mempunyai karakteristik dan menghasilkan limbah dari
kegiatan dan /atau usaha yang dilaksanakan. Memperhatikan
hal tersebut maka kegitan dan /atau usaha dapat mengeluarkan
dalam jumlah dan jenis yang berbeda dan berdampak pada
lingkungan hidup disekitarnya, untuk itu bagi kegiatan dan
/atau usaha yang limbahnya berdampak terhadap lingkungan
hidup wajib mengelola agar limbah yang dihasilkan tidak
mencemari dan merusak lingkungan hidup, demikian juga
85

dalam perencanaan kegiatan dan atau/ usaha sebelum


beroperasi harus menyusun dokumen lingkungan dan
mengajukan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban penyusunan dokumen lingkungan
didasarkan pada luas, besaran dan jenis kegiatan. Pasal 22 ayat
(1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan
setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Ketentuan
pelaksanaan dari Pasal 22 ayat (1) Undang- undang nomor 32
tahun 2009 tersebut lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang jenis rencana
usaha dan/atau kegitan yang wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, sedangkan rerncana dan/atau
kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor
32 Tahun 2009 wajib memiliki UKL-UPL. Peraturan
pelaksanaan dari dari ketentuan Pasal 34 dan Pasal 22 tersebut
mengenai kewajiban penyusunan dokumen lingkungan hidup
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16
tahun 2012 tentang pedoman penyusunan dokumen lingkungan
hidup dan untuk Kabupaten Boyolali hal tersebut diatur dalam
keputusan WaliKabupaten Boyolali 660.1/81/1/2012 tentang
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
UKL-UPL dan SPPL.
Memperhatikan Ketentuan diatas, mengenai kewajiban
penyusunan dokumen lingkungan dibagi menjadi dua yaitu :
86

1. Dokumen Amdal untuk rencana kegiatan dan/atau usaha


yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
2. Dokumen UKL-UPL untuk rencana kegiatan dan/atau
usaha yang tidak termasuk kriteria waji Amdal dan secara
teknologi limbah yang dihasilkan mampu untuk dikelola
Kedua dokumen lingkungan tersebut disusun untuk
pengambilan keputusan oleh pejabat atau instansi yang
bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup untuk
memberikan keputusan kelayakan lingkungan yang
dipergunakan sebagai dasar pemberian izin lingkungan dan izin
PPLH yang diperlukan.
Impementasi dari penyusunan dokumen lingkungan
sampai dengan dikeluarkannya izin lingkungan dan izin PPLH
BKabupaten Boyolali oleh Badan Lingkungan Hidup Boyolali
berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Bapak Ir.
Sunarno (Wawancara tanggal 21 Desember 2015) menyatakan
bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan.Penyusunan dokumen lingkungan hidup yang
berupa AMDAL atau UKL-UPL tersebut disusun dengan cara
sebagai berikut:
1. Proses penyusunan dokumen UKL-UPL
Untuk kegiatan dan/atau usaha yang wajib UKL-
UPL disusun pada tahap perencanaan oleh pemrakarsa
sebagai syarat memperoleh izin lingkungan yang dimana
izin lingkungan tersebut sebagai dasar dari penerbitan izin
87

usaha dengan cara mengisi formulir UKL-UPL yang


memuat :
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. dampak lingkungan yang akan terjadi, dan program
pengelolaan serta pemantauan lingkungan;
d. jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang dibutuhkan;
e. dan pernyataan komitmen pemrakarsa untuk
melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
formulir UKL-UPL.
f. Daftar Pustaka;
g. Lampiran
Isian dalam bentuk dokumen UKL-UPL tersebut
kemudian diajukan permohonan pemeriksaan UKL-UPL
pada Badan Lingkungan Hidup BKabupaten Boyolali yang
selanjutnya akan diperiksa oleh tim teknis.
Setelah dilakukan pemeriksaan atas dokumen UKL-
UPL yang diajukan, tim teknis memberikan masukan atau
perbaikan yang diusulkan kepada pemrakarsa untuk
menyempurnakan isi dokumen khususnya dalam upaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai bahan
revisi untuk perbaikan dokumen. Apabila perbaikan dari
masukan tim teknis sudah dilakukan, maka tim teknis
memberikan rekomendasi UKL-UPL atas dasar dokumen
UKL-UPL yang telah diperiksa dengan memuat :
1) Dasar pertimbangan diterbitkannya rekomendasi
persetujuan UKL-UPL
88

2) Peraturan perundangan dan kronologi yang menjadi


dasar pertimbangan diterbitkannya rekomendasi
Persetujuan UKL-UPL
3) Pernyataan penetapan persetujuan UKL-UPL
4) Pernyataan bahwa lingkup rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilakukan adalah sesuai dengan
yang dituangkan dalam deskripsi kegiatan pada
formulir UKL-UPL
5) Kewajiban pemrakarsa
6) Kewajiban pihak lain
7) Jumlah dan jenis izin PPLHnya
8) Jumlah dan jenis perizinan lainnya(bila ada)\
9) Masa berlakunya rekomendasi UKL-UPL yang
menyatakan bahwa rekomendasi dimaksud berlaku
sepanjang tidak ada perubahan atas rencana usaha
dan/atau kegiatan yang dideskripsikan dalam
formulir UKL-UPL dan
10) Tanggal penetapan mulai berlakunya surat keputusan
kelayakan lingkungan hidup
Selanjutnya rekomendasi UKL-UPL tersebut diteruskan
kepada pejabat yang berwenang sebagai dasar untuk
penerbitan izin lingkungan maupun izin PPLH.
2. Proses penyusunan dokumen AMDAL
Untuk usaha dan/atau kegiatanyang wajib AMDAL
disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu
Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang.
Penyusunan dokumen lingkungan yang berupa AMDAL
tersebut pemrakarsa harus mengikutsertkan masyarakat
89

yang terkena dampak melalui pengumuman rencana usaha


dan/atau kegiatan atau konsultasi publik dengan jangka
waktu 10 hari sejak pengumuman masyarakat dapat
melakukan pendapat dan tanggapan secara tertulis kepada
pemrakarsa atau walikota. Dalam hal penyusunan dokumen
Amdal pemrakarsa boleh meminta bantuan dari pihak lain
baik perorangan maupun lembaga yang berbadan hukum
yang memiliki lisensi yang tergabung dalam peyedia jasa
penyusunan Amdal. Tim penyusun dokumen AMDAL
terdiri dari satu ketua dan dua anggota yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun AMDAL. Adapun
peyusunan Dokumen AMDAL tersebut disusun melalui
tahapan sebagai berikut :
a. Kerangka Acuan
Dokumen Kerangka acuan diajukan terlebih
dahulu setelah konsultasi publik yang akan
disidangkan oleh KPA (Komisi Penilai Amdal )
yang terdiri atas ketua, sekretaris dan anggota dari
badan lingkungan hidup BKabupaten Boyolali yang
dibentuk atas SK Walikota, selanjutnya dalam
jangka waktu 30 hari setelah surat persetujuan
kerangka acuan dari KPA yang menyetujui
Kerangka Acuan tersebut, pemrakarsa mengajukan
Andal dan RKL-RPL.
b. Amdal
Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut Andal adalah telaahan secara
90

cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu


rencana usaha dan/atau kegiatan yang memuat:
1) Pendahuluan yang meliputi ringkasan deskripsi
rencana usaha dan/atau kegiatan, ringkasan
dampak penting yang ditelaah/dikaji serta batas
wilayah studidan batas waktu kajian;
2) Deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal;
3) Prakiraan dampak penting;
4) Evaluasi secara holistik terhadap dampak
lingkungan;
5) Daftar pustaka;dan
6) Lampiran
c. RKL-RPL
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disingkat RKL adalah upaya
penanganan dampak terhadap lingkungan hidup
yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau
kegiatan, Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
yang selanjutny disingkat RPL adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Selanjutnya, setelah tiga tahapan tersebut dinilai oleh
KPA (Komisi Penilai Amdal) dan dari hasil penilaian
dari rencana usaha dan/atau kegiatan itu dinyatakan
layak lingkungan maka akan dikelurakan SKKLH
(Surat keputusan kelayakan lingkungan Hidup) yang
91

memuat 10 kriteria kelayakan lingkungan, disamping itu


didalam SKKLH tersebut wajib mencantumkan :
1) Dasar pertimbangan kelayakan lingkungan;
2) Peraturan perundangan dan kronologi penilaian
yang menjadi dasar pertimbangan keputusan;
3) Pernyataan penetapan kelayakan lingkungan;
4) Lingkup rencana kegiatan;
5) Kewajiban pemrakarsa;
6) Kewajiban pihak lain;
7) Jumlah dan jenis izin PPLHnya;
8) Jumlah dan jenis perizinan lainnya(bila ada);
9) Masa berlakunya surat keputusan kelayakan
lingkungan hidup yang menyatakan bahwa
keputusan kelayakan lingkungan dimaksud berlaku
sepanjang tidak ada perubahan atas rencana usaha
dan/atau kegiatan yang dideskripsikan dalam
dokumen amdal; dan
10) Tanggal penetapan mulai berlakunya surat
keputusan kelayakan lingkungan masyarakat.
Melihat penyusunan dokumen lingkungan hidup
tersebut baik AMDAL maupun UKL-UPL, permohonan
izin lingkungan yang dismpaikan bersamaan dengan
pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL untuk
AMDAL dan permohohan pemeriksaan UKL-UPL
untuk kegiatan dan/atau usaha yang wajib UKL-UPL
dengan persyaratan melampirkan dokumen AMDAL
atau UKL-UPL, Dokumen pendirian usaha dan/atau
kegiatan serta profil usaha dan/atau kegiatan.
92

Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis


kepada walikota dan diumumkan oleh Badan
Lingkungan Hidup Boyolali di lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan pada papan pengumuman selama 5
hari sejak dokumen Andal dan RKL-RPL dinyatakan
lengkp secara administrasi untuk usaha dan/atau
kegiatan wajib AMDAL, dan 2 hari untuk usaha
dan/atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL dengan
maksud untuk diketahui masyarakat yang selanjutnya
masyarakat diberi kesempatan untuk menyampaikan
respon atau tanggapan selam 10 hari untuk AMDAL
dan 3 hari untuk UKL-UPL.Apibila jangka waktu
pemasangan pengumuman sudah berakhir dan tidak ada
keberatan dari masyarakat dapat diterbitkan izin
lingkungan yang dikeluarkan oleh kepala Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT)
atas nama Walikota Boyolali.
Izin Lingkungan yang diterbitkan
mencantumkan beberapa keawajiban pemegang izin
yang dituangkan dalam beberapa diktum sebagai berikut
contoh muatan dalam izin lingkungan salah satu usaha
dan/atau kegiatan kesehatan atau laboratorium di
Boyolali hasil wawancara dari Bapak SultanNajamudin
(Wawawncara tanggal 2 Januari 2016)
1. Identitas Pemrakarsa/ Pemegang Izin
2. Persyaratan sperti :
a. Memenuhi persyaratan Standar dan Baku Mutu
Lingkungan
93

b. Memperhatikan apabila terjadi pemindahan


lokasi kegiatan, desain dan/atau kapasitas
dan/atau jenis usaha dan/atau kegiatan, terjadi
bencana alam dan/atau lainnya yang
menyebabkan perubahan lingkungan yang
sangat mendasar baik sebelum maupun saat
pelaksanaan kegiatan, maka penanggung jawab
kegiatan wajib menyusun UKL-UPL baru
sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
c. Melakukan seluruh ketentuan yang termasuk
dalam UKL-UPL dan bertanggung jawab
sepenuhnya atas pengelolaan dan pemantauan
dampak lingkungan dari kegiatan
pembangunan, mendukung pelaksanaan
program Solo Kota Eko Budaya dan
melaksanakan arahan dari instansi terkait dan
tim teknis
d. Memperhatikan kesesuaian tata ruang wilayah
rencana usaha dan/atau kegiatan sesuai
ketentuan peraturan lingkungan perundang-
undangan
e. Mendukung pengelolaan dan perlindungan
sumber daya alam serta tidak merusak ataupun
menimbulkan gangguan lingkungan sesuai yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan
f. Menjaga lingkungan sekitar terhadap gangguan
keamanan, gangguan ketertiban masyarakat
sehingga tercipta suasana yang kondusif serta
94

menjalin hubungan yang baik dengan


masyarakat sekitar, ikut berpartisipasi serta
memberikan bantuan tanggung jawab sosialnya
(CSR) untuk kepentingan masyarakat dan
lingkungan sekitar.
g. Tidak menggangu nilai-nilai sosial atau
pandangan masyarakat terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut
h. Bertanggung jawab daan mampu
menanggulangi dampak negatif yang akan
ditimbulkan dari usaha dan/atau kegiatan
i. Memahami bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak akan mempengaruhi
dan/atau mengganggu entinitas ekologis yang
merupakan
(1) entitas dan/atau spesies kunci
(2) memiliki nilai penting secara ekologis
(3) memiliki nilai penting secara ekonomi
(4) memiliki nilai penting secara ilmiah
3. Menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat
dalam izin lingkungan
4. Membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan
terhadap persyaratan dan kewajiban dalam izin
lingkungan secara berkala setiap 6 (enam) bulan
kepada Walikota
5. Menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
lingkungan hidup
6. Masa berlakunya izin lingkungan
95

Selanjutnya dalam izin lingkungan dicantumkan


pula apakah pemrakarsa wajib memiliki izin PPLH atau
tidak pada tahap operasional. Berikut salah satu contoh
izin PPLH mengenai izin pembuangan air limbah di
suatu usaha kesehatan diKabupaten Boyolali menurut
hasil wawancara yang dimuat dalam diktum sebgai
berikut:
KESATU : Identitas perusahaan atau pemrakarsa
KEDUA : Pemegang izin pada diktum kesatu
untukmelaksanakan ketentuan yang terlampir sebagai
berikut:
1. Ketentuan Teknis
a. Pembuangan air limbah harus memenuhi baku
mutu air limbah
b. Pembuangan air limbah dibuang ke saluran
drainase kota
c. Melakukan pemantauan dan pencatatan debit
harian air limbah yang dibuang ke saluran
drainase
d. Melakukan pencatatan ph harian air limbah
e. Tidak menggabungkan saluran pembuangan air
limbah dengan saluran limpahan air hujan atau
saluran lainnya
f. Melakukan pemantauan pada titik penaatan
yang telah ditetapkan Badan Lingkungan Hidup
BKabupaten Boyolali di outlet Instalasi
Pengolah Air Limbah (IPAL) dengan koordinat
titik penaatan S: 07° 33′19.6″ dan E : 110° 51′
96

51,2″ setiap satu bualan sekali dengan biaya


ditanggung perusahaan
g. Tidak melakukan pengenceran air limbah dan
apabila air limbah tersebut akan dimanfaatkan
untuk kegiatan lain maka harus dilakukan
penelitian terlebih dahulu sesuai ketentuan yang
berlaku
2. Kewajiban Pemegang izin
a. Melaporkan hasil analisa kualitas limbah di
outlet IPAL setiap 1 (satu) bulan sekali kepada
WaliBKabupaten Boyolali Cq. Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kota Surakaratadengan
tembusan Kepala Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Tengah
b. Mengajukan permohonan perpanjangan izin
secara tertulis kepada WaliBKabupaten Boyolali
dengan tembusan Kepala Badan Lingkungan
Hidup BKabupaten Boyolali selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum mas berlakunya izin
berakhir
c. Melaksanakan dan memenuhi semua ketentuan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan
pembuangan air limbah
d. Semua ketentuan teknis dan kewajiban
pemegang izin harus dipenuhi oleh perusahaan
dan apabila terdapat pelanggaran dikemudian
97

hari maka izin pembuangan air limbah


dinyatakan tidak berlaku lagi.
KETIGA : Keputusan ini akan dicabut apabila
ketentuan-ketentuan seperti diatur dalam
diktum KEDUA dalam keputusan ini
sebagian atau seluruhnya tidak ditaati
KEEMPAT: Pemberian Izin Pembuangan Air limbah
ke air atau
Sumber air ini berlaku selam 5 (lima)
tahun
KELIMA: Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan
Mengkaji implementasi pemberian izin lingkungngan
hingga diterbitannya izin lingkungan dan izin PPLH,
jika dikaji dengan norma yang berlaku maka dapat
diuraikan hal-hal sebagai berikut:
1. Memperhatikan norma yang dipakai dasar
penetapan kriteria rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib menyusun dokumen lingkungan baik
AMDAL maupun UKL-UPL telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku :
a. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyatakan usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan wajib memiliki dokumen
AMDAL dimana Dampak penting ditentukan
berdasarkan kriteria:
98

1) besarnya jumlah penduduk yang akan


terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
2) luas wilayah penyebaran dampak;
3) intensitas dan lamanya dampak
berlangsung;
4) banyaknya komponen lingkungan hidup
lain yang akan terkena dampak;
5) sifat kumulatif dampak;
6) berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
7) kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan dari Pasal 22 ini lebih lanjut
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 5 tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dimana rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL apabila luas bangunan ≥
10.000 meter persegi atau luas lahan lebih ≥
5ha untuk bidang multisektoral dan kegiatan
dan/atau usaha yang bergerak dalam bidang
1) Bidang Pertahanan
2) Bidang Pertanian
3) Bidang Perikanan dan Kelautan
4) Bidang Kehutanan
99

5) Bidang Technologi Satelit


6) Bidang Perindustrian
7) Bidang Pekerjaan Umum
8) Bidang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
9) Bidang Energi dan Sumber Daya
Mineral
10) Bidang Pariwisata
11) Bidang Ketenaganukliran
12) Bidang Pengelolaan Limbah B3
b. Meninjau Pasal 34 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup wajib memiliki UKL-
UPL. Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dilakukan
berdasarkan kriteria:
1) tidak termasuk dalam kategori
berdampak penting sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup; dan
100

2) kegiatan usaha mikro dan kecil.


Ketentuan dari Pasal 34 ini di BKabupaten
Boyolali lebih lanjut diatur dalam keputusan
WaliBKabupaten Boyolali Nomor
660.1/81/1/2012 tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-
UPL dan SPPL
2. Mekanisme penyusunan dan penilaian dokumen
lingkungan
a. Penyususnn dan pemilaian dok AMDAL
Pada dasrnya Tahapan penyusunan
dokumen lingkungan di Boyolali seperti sudah
dijelaskan diatas dalam pelaksanaannya
dilaksanakan pada waktu tahap perencanaan
rencana usaha dan/atau kegiatan oleh
pemrakarsa dan melibatkan masyarakat dalam
hal pemberitahuan informasi mengai rencana
usaha/dan atau kegiatan dengan maksud
masyrakat atau publik dapat memberikan
tanggapan atau saran atas rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut. Hal tersebut telah
sesuai dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
menyatakan demikian. Mekanisme penyususnan
dokumen lingkungan hidup tersebut lebih lanjut
diatur pada peraturan pelaksana yakni Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
101

2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan


Hidup yang ditegaskan dalam Pasal 4 bahwa
Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud terdiri
atas dokumen:
1) Kerangka Acuan yang tujuannya adalah:
merumuskan lingkup dan kedalaman
studi Andal; dan mengarahkan studi
Andal agar berjalan secara efektif dan
efisien sesuai dengan biaya, tenaga, dan
waktu yang tersedia dan berfungsi
sebagai rujukan penting bagi
pemrakarsa, penyusun dokumen Amdal,
instansi yang membidangi rencana usaha
dan/atau kegiatan, dan instansi
lingkungan hidup, serta tim teknis
Komisi Penilai Amdal tentang lingkup
dan kedalaman studi Andal yang akan
dilakukan;
2) ANDAL
Amdal adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Yang dimaksud dampak
penting adalah perubahan lingkungan
hidup yang sangat mendasar yang
102

diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau


kegiatan. Analisis Dampak Lingkungan
Hidup selanjutnya disebut Andal, adalah
telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak penting suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan Andal disusun
dengan tujuan untuk menyampaikan
telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak penting suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan. Hasil kajian
dalam Andal berfungsi untuk
memberikan pertimbangan guna
pengambilan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan dari rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan.
3) RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
selanjutnya disebut RPL adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup
yang terkena dampak dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. RKL-RPL harus
memuat mengenai upaya untuk
menangani dampak dan memantau
komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak terhadap keseluruhan
dampak, bukan hanya dampak yang
disimpulkan sebagai dampak penting
dari hasil proses evaluasi holistik dalam
103

Andal.Sehingga untuk beberapa dampak


yang disimpulkan sebagai bukan dampak
penting, namun tetap memerlukan dan
direncanakan untuk dikelola dan
dipantau (dampak lingkungan hidup
lainnya), maka tetap perlu disertakan
rencana pengelolaan dan pemantauannya
dalam RKL-RPL.
b. Penyususnan dan pemeriksaan dokumen UKL-
UPL
Menindak lanjuti pasal 34 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Penyusunan dokumen UKL-UPL di
Boyolali telah memnuhi standar norma Pasal 8
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup yang memberi ruang lingkup
terhadap penyusunan dokumen UKL-UPL
melalui Formulir UKL-UPL memuat:
1) Identitas pemrakarsa;
2) Rencana usaha dan/atau kegiatan;
3) Dampak lingkungan yang akan terjadi,
dan program pengelolaan serta
pemantauan lingkungan;
4) Jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang
dibutuhkan; dan
104

5) Pernyataan komitmen pemrakarsa untuk


melaksanakan ketentuan yang tercantum
dalam formulir UKL-UPL.
6) Daftar Pustaka; dan
7) Lampiran.
3. Hasil penilaian dokumen amdal dan rekomendasi
UKL-UPL
a. Hasil penilaian dokumen amdal
Landasan yuridis Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup menyatakan Dokumen amdal dinilai oleh
Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. Bila dikaji dari
penelitian diatas, penilaian dokumen AMDAL di
Boyolali dinilai oleh KPA dengan diajukannya
KA (kerangka acuan) terlebih dahulu dalam
waktu 30 hari untuk mendapat persetujuan dari
KPA, setelah KA disetujui baru mengajukan
ANDAL dan RKL-RPL.Hal ini telah sesuai
dalam peraturan pelaksana dari pasal 29 yaitu
pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata
Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen
Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin
Lingkungan yang menyatakan Penilaian
105

dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
1) penerimaan dan penilaian KA secara
administratif;
2) penilaian KA secara teknis;
3) persetujuan KA;
4) penerimaan dan penilaian permohonan
Izin Lingkungan, Andal, dan RKL-RPL
secara administratif;
5) penilaian Andal dan RKL-RPL secara
teknis;
Berdasarkan hasil penilaian Andal dan RKL-
RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(2), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai kewenangannya menerbitkan:
1) keputusan kelayakan lingkungan hidup
dan Izin Lingkungan, jika rencana usaha
dan/atau kegiatan dinyatakan layak
lingkungan hidup; atau
2) keputusan ketidaklayakan lingkungan
hidup, jika rencana usaha dan/atau
kegiatan dinyatakan tidak layak
lingkungan hidup.
Keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ditetapkan dengan kriteria, antara lain:
106

1) rencana tata ruang sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan;
2) kebijakan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup serta
sumber daya alam yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
3) kepentingan pertahanan keamanan;
4) prakiraan secara cermat mengenai
besaran dan sifat penting dampak dari
aspek biogeofisik kimia, sosialekonomi,
budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi,
konstruksi, operasi, dan pasca operasi
usaha dan/atau kegiatan;
5) hasil evaluasi secara holistik terhadap
seluruh dampak penting sebagai sebuah
kesatuan yang saling terkait dan saling
mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang
bersifat positif dengan yang bersifat
negatif;
6) kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak
terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulanggi dampak penting negatif
yang akan ditimbulkan dari usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan
dengan pendekatan teknologi, sosial, dan
kelembagaan;
107

7) rencana usaha dan/atau kegiatan tidak


menganggu nilai-nilai sosial atau
pandangan masyarakat (emic view);
8) rencana usaha dan/atau kegiatan tidak
akan mempengaruhi dan/atau
mengganggu entitas ekologis yang
merupakan:
a) entitas dan/atau spesies kunci
(key species)
b) memiliki nilai penting secara
ekologis (ecologicalimportance)
c) memiliki nilai penting secara
ekonomi (economicimportance)
dan/atau
d) memiliki nilai penting secara
ilmiah (scientificimportance).
9) rencana usaha dan/atau kegiatan tidak
menimbulkan gangguan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang telah berada di
sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan; dan
10) tidak dilampauinya daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup dari
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan,
dalam hal terdapat perhitungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan
dimaksud.
108

b. Hasil rekomendasi ukl-upl


Ketentuan mengenai rekomendasi UKL-
UPL ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 24
sampai degan Pasal 27 Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013
tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup serta penerbitan
izin lingkungan yang menyatakan bahwa
Pemeriksaan UKL-UPL sebagaimana dimaksud
dalam dilakukan dengan tahapan:
1) penerimaan dan pemeriksaan administrasi
permohonan Izin Lingkungan dan UKL-
UPL;
2) pemeriksaan substansi UKL-UPL
Jangka waktu pemeriksaan UKL-UPL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
dilakukan paling lama 14 (empatbelas) hari kerja
sejak formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap
secara administrasi.Berdasarkan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya menerbitkan:
1) rekomendasi persetujuan UKL-UPL dan Izin
Lingkungan, jika rencana usaha dan/atau
kegiatan dinyatakan disetujui; atau
2) rekomendasi penolakan UKL-UPL, jika
rencana usaha dan/atau kegiatan dinyatakan
tidak disetujui
109

Rekomendasi persetujuan UKL-UPL


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf a paling sedikit memuat:
1) lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan;
2) ringkasan dampak yang diperkirakan timbul;
3) upaya pengelolaan dan pemantauan dampak
yang akan dilakukan oleh pemrakarsa dan
pihak lain;
4) pernyataan persetujuan UKL-UPL;
5) dasar pertimbangan persetujuan persetujuan
UKL-UPL;
6) jumlah dan jenis izin Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
diperlukan; dan
7) tanggal penetapan rekomendasi UKL-UPL.
Melihat ketentuan tersebut jika dilihat dari
ketentuan norma yang ada penilaian untuk UKL-
UPL diBKabupaten Boyolali telah sesuai dengan
norma yang telah ditentukan dalam Undang-
Undang No 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan
dan Pengelolaan Lingkungan dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun
2013 tentangTata Laksana Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta
Penerbitan Izin Lingkungan
110

4. Mekanisme permohonan dan penerbitan izin


lingkungan
Landasan yuridis mengenai Permohonan dan
penerbitan izin lingkungan diatur dalam pasal 36
Undang No 32 tahun 2009 Tentang Pelindungan
dan Pengelolaan Lingkungan yang menyatakan
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan yang dalam pelaksaannya diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang
menyatakan Izin Lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. Untuk
amadal dalam hal permohonan Izin lingkungan
diajukan bersamaan dengan penilaian ANDAL dan
RKL-RPL,setelah penilaian ANDAL dan RKL-
RPL dinilai, Menteri, Gubernur/ Walikota sesuai
kewenangannya akan menyampaikan keputusan
kelayakan lingkungan apabila dinyatakan layak dan
diterbitkan izin lingkungan, sedangkan untuk UKL-
UPL diajukan bersamaan dengan permohonan
pemeriksaan UKL-UPL untuk diperiksa dalam
jangka waktu yang telah ditentukan, Menteri,
Gubernur/Walikota sesuai kewenangannya akan
111

menyampaikan rekomendasi UKL-UPL apabila


rencana dan/atau kegiatan disetujui dan dikeluarkan
izin lingkungan. Memperhatikan izin lingkungan di
BKabupaten Boyolali diatas telah sesuai dengan
ketentuan pelasana Pasal 28 Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 8 Tahun 2013 tentang Tata
Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen
Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin
Lingkungan yang menyatakan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
a. Dasar diterbitkannya Izin Lingkungan berupa
rekomendasi persetujuan UKL-UPL;
b. Identitas pemegang Izin Lingkungan sesuai
dengan akta notaris, meliputi:
1) nama usaha dan/atau kegiatan;
2) jenis usaha dan/atau kegiatan;
3) nama penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dan jabatan;
4) alamat kantor; dan
5) lokasi kegiatan;
c. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan
yang akan dilakukan;
d. Persyaratan pemegang Izin Lingkungan,
antara lain:
1) persyaratan sebagaimana tercantum
dalam UKL-UPL;
112

2) memperoleh Izin Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
diperlukan; dan
3) persyaratan lain yang ditetapkan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan kepentingan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
e. Kewajiban pemegang Izin Lingkungan antara
lain:
1) memenuhi persyaratan, standar, dan baku
mutu lingkungan dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
2) menyampaikan laporan pelaksanaan
persyaratan dan kewajiban yang dimuat
dalam Izin Lingkungan selama 6 (enam)
bulan sekali;
3) mengajukan permohonan perubahan Izin
Lingkungan apabila direncanakan untuk
melakukan perubahan terhadap lingkup
deskripsi rencana usaha dan/atau
kegiatannya; dan
4) kewajiban lain yang ditetapkan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan kepentingan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
113

f. Masa berlaku Izin Lingkungan, yang


menjelaskan bahwa Izin Lingkungan ini
berlaku selama usaha dan/atau kegiatan
berlangsung sepanjang tidak ada perubahan
atas usaha dan/atau kegiatan dimaksud; dan
g. Penetapan mulai berlakunya Izin
Lingkungan.

B. Efektifitas Pengawasan dan Pengendalian Badan


Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali terhadap
Lingkungan Industri

Mengenai definisi pengawasandari segi tata


bahasa,istilahpengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya
adalah awas sehingga pengawasan merupakan kegiatan
mengawasi saja, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama.
Dalam memberikan definisi atau batasan tentang pengawasan
tidaklah mudah. Pengawasan merupakan proses pengamatan
pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisas iuntuk menjamin
aga rsemua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu pengawasan
merupakan kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan - pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan
dan atau hasil yang dikehendaki. Dapat dikatakan juga bahwa
pengawasan merupakan suatu proses yang menentukan tentang
apa yang harus dikerjakan, agar apa yang harus dikerjakan,
agar apa yang harus diselenggarkan sejalan dengan rencana.
Pasal 71 ayat (1) Undang- undang Perlindungan
danPengelolaan Lingkungan Hidup ditegaskan: “Menteri,
114

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan


kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan. Dari hal tersebut kewenangan pengawasan dalam
tingkat kabupaten/kota menjadi kewenangan walikota yang
didelegesikan kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam
lingkungan hidup yaitu kepala Badan Lingkungan Hidup yang
dibantu oleh kepala bidang dan staf sebagai tenaga
operasional dalam mengawasi pentaatan atas ketentuan
perundang-undangan termasuk pentaatan terhadap izin
lingkungan oleh pelaku usha dan/atau kegiatan.
Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali terhadap penataatan
pemegang izin lingkungan maupun PPLH berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala bidang pengendalian dan
pencemaran lingkungan hidup bahwa didalam melaksanakan
pengawasan didasarkan pada beberapa kualifikasi :
1) Pengawasan terhadap laporan pemegang izin lingkungan
dan izin PPLH yang melaporkan pelaksanaan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan atas hasil usaha dan/atau
kegiatannya sesuai dengan kewajiban yaitu 6 (enam) bulan
sekali dan dilampiri dengan hasil uji laboraturium.
Berdasarkan laporan dan hasi hasil uji laboraturium yang
dilaporkan, akan dikaji apakah ada limbah yang dibuang
melibihi baku mutu untuk beberapa parameter, apabila
115

hasilnya ada yang melebihi baku mutu akan menjadi tindak


lanjut dari pengawasan .
2) Pengawasan bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan
pemegang izin lingkungan dan izin PPLH yang tidak
memenuhi kewajiban melporkan hasil pengelolaan dan
pemantauan lingkungannya sesuai dengan ketentuan yaitu
6 (enam) bulan sekali akan dilakukan spot chek
(pemeriksaan lapangan) oleh Badan Lingkungan Hidup
Boyolali secara acak untuk mengetahui tingkat pemenuhan
terhadap standar baku mutu limbah yang dihasilkan, yang
ditugaskan kepada PPLHD atas perintah kepala Badan
Lingkungan Hidup dan dituangkan didalam berita acara.
Fakta atau hasil pengawasan lapangan ini dipakai sebagai
bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti dalam bentuk
pembinaan secara persuasif
3) Selain bentuk pengawasan pada huruf a dan b diatas,
dilakukan kegiatan PROPER (Program Peringkat) untuk
menilai usaha dan/atau kegiatan atas tingkat pentaatan
terhadap pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan
pemenuhan standar baku mutu pembuangan atau kualitas
limbah yang dihasilkan dengan kriteria sebagai berikut :
1. kuning = paling taat
2. hijau = taat
3. biru = kadang-kadang
4. merah= tidak taat
5. hitam= tutup
Mengkaji pengawasan yang dilaksanakan oleh
Badan Lingkungan Hidup Kota Boyolali, maka
116

pengawasan yang dilakukan tersebut termasuk apabila


dilihat dari teori pengawasan maka:
a. Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang
melaksanakan kontrol itu terhadap badan organ yang
dikontrol termasuk Kontrol ekstern, berarti bahwa
pengawasan itu dilakukan oleh organ atau lembaga
lembaga yang secara organisatoris/struktural berada
diluar pemerintah
b. Ditinjau dari waktu dilaksanakannya termasuk Kontrol
a-posteriori, adalah bilamana pengawasan itu baru
dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan
pemerintah.
c. Ditinjau dari segi obyek yang diawasi, termasuk
Kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) yaitu
kontrol yang dimaksudkan untuk menilai segi-segi
atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja.
Pelaksanaan Pengawasan yang dilakukan oleh
Badan Lingkungan Hidup dilaksanakan melalui tiga
komponen yaitu Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
Daerah ( PPLHD ), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Lingkungan Hidup ( PPNS LH ) maupun Pejabat lain
dalam hal ini bidang Pengendalian, Pengawasan dan
Kepatuhan Hukum dan Pengembangan Kapasiatas, bisa
dikatakan belum efektif karena masih adanya sebagaian
besar pelaku usaha yang belum mengelola limbahnya,
belum memiliki IPAL dan belum memenuhi Baku Mutu
Limbahnya, hal ini banyak tejadi pada industri menengah
kecil seperti usaha batik di kampung batik misalnya yang
117

belum mentaati standar peraturan perundangan dibidang


lingkungan yang tidak mengintegrasikan pengelolaan
lingkungan dengan ramah lingkungan. Pelanggaran ini dari
hasil pengawasan belum dilanjutkan dengan pemberian
sanksi yang semestinya dapat dijalankan, hal ini
dikarenakan pertimbangan kemampuan ekonomi dari para
pengusaha kecil dan kerajinan untuk memiliki IPAL
sendiri misalnya, dengan pertimbangan tidak mematikan
usaha kecil maka pengawasan dan penjatuhan sanksi belum
optimal dan tegas.
Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
Pemerintah Daerah dalam hal ini berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian
otonomi luaskepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran sertamasyarakat.
Dikaitkan dengan tugasperlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkugan Hidup, maka pemerintah
kabupaten/kota dapat mengatur urusannya dalam bidang
lingkungan di daerah berdasarkan pemberian otonomi ini.
Tugas dan wewenang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pemerintah kabupaten/kota
tercantumdalam pasal 63 ayat (3) Undang-undang Nomor
32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
118

lingkungan hidup. Tugas dan wewenang terebut


mencakuppembuatan kebijakan,menerapkan
kebijakan,pembinaan dan pengawasan dan pembinaan di
bidang lingkungan hidup.
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali Nomor 25 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan otonomi
daerah.Lembaga teknis daerah yang dibentuk untuk
dikonsentrasikan di bidang lingkungan yaitu Badan
Lingkungan Hidup. Lembaga teknis daerahmerupakan
unsur pendukung dari pelaksanaan pemerintah daerah.
Begitupula badan lingkungan hidup kabupaten Boyolali
merupakan bagian dari lembaga teknis daerah yang
mempunyai tugas membantu Bupati
dalammenyelenggarakan pemerintahan daerah di bidang
lingkungan hidup.
Sedangkan tugas dan fungsi Badan Lingkungan
Hidup (Peraturan Bupati Boyolali Nomor 35 Tahun 2011
tentang Penjabaran Tupoksi Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Boyolali), bahwa Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali mempunyai tugas pokok membantu
Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugas
pokok tersebut, Badan Lingkungan Hidup mempunyai
fungsi:
1. perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup;
119

2. pemberian dukungan atas penyelenggaraan


pemerintahan daerah di bidang lingkungan hidup;
3. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan
hidup;
4. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai
dengan tugas dan fungsinya
.
Telah dijabarkan diatas mengenai tugas dari badan
lingkungan hidup Kabupaten Boyolali. Penjabaran tugas
pokok dan fungsinya tercantum dalam Peraturan Daerah
Boyolali Nomoer 56 tahun 2008 tentang Rincian Tugas,
Fungsi, Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali.Tugas dan fungsi tersebut sangatlah berkaitan erat
dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Pengawasan pengelolaan limbah merupakan
kewajiban Bupati Boyolali yang kemudian mendelegasikan
kepada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
Kemudian dalam struktur Organisasi Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali, bidang yang memiliki tugas
terhadap pengawasan pengelolaan limbah perusahaan yaitu
subbidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Subbidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan
mempunyai tugas pokok menyediakan bahan rencana
program dan kegiatan, pelaksanaan, pengembangan teknis,
fasilitasi, pelayanan administrasi dan teknis pemantauan
dan evaluasi, pelaporan bidang pengendalian pencemaran
lingkungan
120

Sebagai contoh Pelakasanaan pengawasan


pengelolaan limbah PT.SGM yaitu Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah ditetapkan Bupati Boyolali.
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD)
yang melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah
perusahaan merupakan staff dari subbidang pengendalian
pencemaran lingkungan karena yang diawasi terkait
pengendalian pengelolaan limbah.
Pelaksanaan pengawasan kemudian berdasarkan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pembinaan dan
Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam
standar Operasional Prosedur (SOP) terdapat alur
melakukan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup.
Alur pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Menyusun jadwal pengawasan pengelolaan lingkungan
hidup terhadap penanggung jawab usaha/kegiatan
untuk ditanda tangani kepala Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali. Pelaksanaan pengawasan
ditujukan kepada usaha/kegiatan maka sebelumnya
juga dibuat daftar usaha/kegiatan yang berpotensi
mencemari lingkugan. Jangka waktu pelaksanaannya
yaitu 7 hari.

2. Memberikan pelaksanaan pengawasan kepenanggung


jawab usaha/kegiatan yang menjadi sasaran target.
Penanggung jawab kegiatan dapat disebut sebagai
pemilik usaha. Jangka waktu 1 hari.

3. Disiapkan Surat Perintah Tugas pengawasan


pengelolaan lingkungan hidup setelah penanggung
121

jawab usaha/kegiatan menerima pemberithuan


pengawasan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali. Setelah Surat Perintah Tugas selesai dibuat
surat pelaksana tugas maka diajukan kepada Kepala
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.

4. Penandatanganan Surat Perintah oleh Kepala Badan


Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali

5. Persiapan ke lapangan serta membawa persyaratan atau


perlengkapan, antara lain: Surat Perintah Tugas,
blangko, Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD),
format berita acara, data awal, kendaraan
bermotor/mobil dinas, Global Positioning System
(GPS),kamera peraturan perundang-undangan.

6. Pelaksanaan pengawasan di lapangan dengan membawa


surat perintah tugas, berita acara kelengkapan.

7. Melakukan evaluasi,analisa terhadap pengawasan


setelah dilaksanakannya kegiatan tersebut dan
dilaporkan ke Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali. Pada tahap akan tersusun draf
hasil evaluasi, analisis terhadap hasil pengawasan yang
dilakukan oleh tim teknis maka diperlukan 3 hari
untuk melakukan kegiatan tersebut.

8. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali


menerima hasil laporan, mengakaji dan menyampaikan
pemberitahuan ke penanggung jawab kegiatan/usaha
terkait temuan-temuan. Hasil temuannya dapat berupa
dianggap telah taat atau tidak/belum taat melaksanakan
122

ketentuan yang dipersyaratkan. Jika usaha/kegiatan


tersebut tidak/belum taat, permasalahannya
dilimpahkkan ke bidang penataan lingkungan dan
peningkatan kapasitas lingkungan untuk mendapatkan
teguran dan atau sanksi setelah dilakukan pembinaan
dan pengawasan minimal 3 kali atau tergantung ada
tidaknya perbaikan yang dilakukan penanggung jawab
usaha/kegiatan. Jangka waktu pada tahap ini yaitu 4
hari.Pengawasan terhadap perusahaan itu sendiri
dilakukan beradasarkan pengawasan dokumen
lingkungan yaitu Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Dokumen lingkungan tersebut didalamnya memuat
pengelolaan lingkungan, limbah padat, air limbah,
udara ( udara ambien, kebisingan,emisi ) dan sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. Peran PT.SGM
dalam pengawasan oleh Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali sangat penting untuk mendukung
terlaksananya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Untuk mengetahui seberapa besar
prosentase peningkatan dari Badan Lingkungan Hidup,
maka pihak perusahaan harus menyampaikan laporan
triwulan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup ke Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali secara berkala paling sedikit 1 kali dalam 3
bulan. Catatan yang harus dilaporkan mengenai jumlah
Ph,COD, BOD, debit air limbah, udara catatan neraca
limbah, udara ambien. Pengawasan dilakukan untuk
123

menilai tingkat ketaatan penanggung jawab usaha


dan/atau pejabat instansi lingkungan hidup yang
ditugaskan. Hasil pengawasan disusun dalam berita
acara pengawasan.

Pengawasan dilakukan dengan cara:

1. Pengawasan langsung, dilakukan melalui inspeksi


lapangan menggunakan panduan inspeksi lapangan
proper yang ditetapkan oleh menteri.

2. Pengawasan tidak langsung, dilakukan dengan


memeriksa laporan ketaatan pengelolaan
lingkungan hidup yang disampaikan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Badan lingkungan hidup Kabupaten Boyolali


dalam melaksanakan pengawasan berdasarkan
Peraturan menteri ini termasuk pengawasan tidak
langsung. Pelaksanaan pengawasan dan pembinaan
pegelolaan limbah produksi PT.SGM lebih terfokus
pada dokumen lingkungan UKL/UPL. Jika terjadi suatu
pelanggaran dalam hal yang berdampak lingkungan
bagi pemegang dokumen UKL/UPL dan SPPLH, Badan
Lingkungan Hidup lah yang berwenang penuh dalam
menangani atau memberikan pembinaan bagi suatu
kegiatan usaha tersebut. Dari hasil evaluasi yang
dilakuakan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali terhadap dokumen lingkungan PT.SGM
tingkat ketaatan terhadap kepemilikan dokumen
lingkungan dan ketaatan pemantauan lingkungan hidup
124

dan kontinuitas pelaporan masih ada yang belum sesuai.


Namun, terkait permasalahan aduan masyarakat
terhadap Perusahaan, Badan Lingkungan Hidup
memeberi masukan untuk memperbaiki kinerjanya dan
harus segera ditindaklanjuti.

Pelaksanaan pengawasan ini Badan Lingkungan


Hidup Kabupaten Boyolali tidak bekerja sendirian,
namun di bantu oleh masyarakat. Masyarakat dapat
melakukan pengaduan yang difasilitasi oleh Badan
Lingkungan Hidup yaitu Pos Pengaduan bilamana
terjadi pelanggaran atau dampak – dampak yang
diterima lingkungan sekitar kegiatan usaha dirasa
merugikan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan aduan dari masyarakat mengenai


permasalahan lingkungan yang timbul akibat kegiatan
produksi dari suatu perusahaan, pihak badan lingkungan
hidup telah melakukan verifikasi terhadap aduan yang
masuk. Dari hasil monitoringdilapangan pihak badan
lingkungan hidup sudah tidak menjumpai luapan limbah
dari IPAL pada area persawahan. Setelah dikonfirmasi
pihak sarihusada sendiri membenarkan memang pernah
mengalami kerusakan teknis pada sistem IPALnya.
Namun ketika terjadi permasalahan tersebut, pihak
perusahan juga sudah melaksanakan kesepakatan
dengan masyarakatnya dan pada petani yang terkena
dampak dengan melakukan pembersihan lahan dengan
penyedotan kembali.
125

Dari hasil pemantauan dokumen perusahaan


tertentu tercatat telah melakukan hasil limbah yang
dikeluarkan secara berkala, antara lain:

a. Terhadap limbah cair, perusahaan sarihusada


seharusnya melaporkan ke BLH secara berkala
setiap sebulan sekali, namun dengan adanya
ketenggangan dan mempermudah pemilik usaha,
BLH memberikan kelonggaran dimana pelaporan
dapat diberikan setiap tiga bulan sekali yang mana
pelaporan tersebut memuat mengenai baku mutu
limbah cair pada tiap bulanya;

b. Limbah udara dilaporkan setiap enam bualn sekali


pada Badan Lingkungan Hidup;

c. Limbah tanah dilakukan oleh pihak ke tiga dimana


yang mempunyai ahli dalam hal LB3.

Monitoring ke lapangan dilakukan oleh BLH


Kabupaten Boyolali ketika ada pelaporan atau aduan
yang masuk ke Badan Lingkungan Hidup. Bentuk
tanggungjawab Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali ditunjukkan melalui pembinaan terhadap
Perusahaan. Saran tindak lanjut yang direkomendasikan
oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup, dilihat dari
hasil pengawasan dokumen lingkungan dari suatu
Perusahaan, antara lain sebagai berikut :

1. Semua limbah yang dihasilkan harus diolah dalam


IPAL.
126

2. Dokumen sebelumnya untuk dikomparasi dalam


dokumen yang baru.

3. Aturan baku mutu untuk ditambahkan dalam


dokumen.

4. Bagian alur proses untuk dibuatkan dalam dokumen.

5. Limbah b3 dikelola pihak ketiga, siapa dan MOU


untuk dilampirkan.

6. Uji emisi melebihi ambang batas untuk diperhatikan.


Dust colectorada berapa dan dipasangkan dimana
untuk dijelaskan dalam dokumen.

7. Uji kualitas air untuk dilaksanakan dan dilaporkan


secara periodik kepada dinas terkait.

8. Untuk diperinci penggunaan air. Jumlah MCK yang


tersedia berapa.

9. Sampah sebanyak 2,3 ton direcycle, yang menangani


siapa untuk dijelaskan dalam dokumen.

10. CSR yang telah diberikan untuk diinformasikan ke


PEMKAB Boyolali.

11. Uji limbah cair diharapkan tidak melebihi baku


mutu.

12. Pengelolaan limbah udara untuk diperhatikan karena


uji melebihi ambang batas

13. Agar membuat sumur resapan air hujan, biopori dan


mengadakan penghijauan.
127

Tingginya kesadaraan perusahaan sarihusada


terhadap pengelolaan lingkungan hidup ini membuat
Badan Lingkungan Hidup memilih Perusahaan SGM
sebagai salah satu perusahaan yang masuk dalam
proper. Proper ini dimaksudkan sebagai salah satu
program penilaian kinerja perusahaan, yang diharapkan
agarsupaya perusahaan-perusahaan berlomba-lomba
untuk melalukakan pengelolaan lingkungan dan
tidaksemata-mata mendirikan usaha untuk mendapat
keuntungan semata dalammendirikan suatu usaha.

Tindak Lanjut Badan Lingkungan Hidup


terhadap permasalahan lingkungan yang ditimbulkan
oleh kegiatan industri dari hasil pengawasan yang telah
diuraikan sebeelumnya Badan Lingkungan hidup
Kabupaten Boyolali memberi teguran kepada
Perusahaan yang melanggar. Karena berdasarkan hasil
pelaporan, limbah cairnya melebihi baku mutu,
sehingga masuk indikasi keperusakan lingkungan. Dari
Klarifikasi Perusahaan mendapat teguran agar kejadian
tidak terulang lagi, pembuangan limbah cair tidak
melebihi kapasitas, sesuai dengan SK Bupati Kabupaten
Boyolali Nomor 660.3/561/2009 mengenai Ketentuan
Dan Kewajiban Pemegang Izin Pembuangan Air
Limbah Keperairan Umum. Ketentuan-ketentuan
tersebut antara lain :

1. Ketentuan teknis:
128

Pembuangan air limbah industri susu dengan


kapasistas produksi 165,47 ton/hr harus memenuhi
persyaratan :
a. Debit air limbah maksimum : 330,9 m3/hr;
b. Kualitas eflluent air limbah yaitu Kadar dan beban
pencemaran maksimum;
c. Pembuangan air limbah di buang ke sungai deleran.
d. Melakukan pemantauan dan pencatatan harian
debit air limbah yang dibuang ke sungai Deleran;
e. Tidak menggabungkan saluran pembuangan air
limbah dengan saluran limpahan air hujan atau
saluran lainnya.
f. Melakukan pemantauan pada titik-titik pantau yang
telah ditetapkan bersama dengan Tim Bdan
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah dan Tim
IPLC Pemerintah Kabupaten Boyolali di intlet dan
outlet Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
setiap satu bulan sekali dan pemantauan kualitas air
sungai Deleran sebelum dan sesudah bercampur air
limbah setiap 6 bulan sekali dengan biaya
ditanggung perusahaan
g. Tidak boleh melakukan pengenceran air limbah
dan apabila air limbah tersebut akan dimanfaatkan
untuk kegiatan lain harus melakukan penelitian
terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
129

2. Kewajiban Pihak Perusahaan.


a. Melaporkan hasil analisa kualitas air limbah di
intlet dan outlet IPAL setiap 1 (satu) bulan sekali
dan melaporkan hasil analisa kualitas air di sungai
Deleran setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Bupati
Boyolali dengan tembusan Gubernur Jawa Tengah
Cq. Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Jawa Tengah.
b. Mengajukan permohonan perpanjangan Izin
Pembuangan Air Limbah kepada Bupati Boyolali
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa
berlakunya Izin Pembuangan Air Limbah berakhir.
c. Melaksanakan dan memenuhi semua ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun
Pemerintah Daerah dalam kaitannya pembuangan
air limbah.

Dalam hal ini perusahaan telah mampu


mengindahkan teguran dari Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali terkait permasalahan yang
terjadi dari perusahaan, Badan Lingkungan Hidup
memberikan teguran terhadap perusahaan,
berdasarkan monitoring dokumen perusahaan
sarihusada maka badan lingkungan
hidupmemberikan teguran pada perusahaan agar
tidak melebihi baku mutu harian yang telah
ditentukan sesuai dengan SK Bupati Boyolali tentang
Ketentuan dan Kewajiban Pemegang Izin
Pembuangan Air Limbah Keperairan Umum .
130

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan


Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali sudah
sepenuhnya sesuai dengan aturan – aturan yang
terdapat dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup. Sehingga hasil yang dicapai
dalam pengawasan selama ini dapat berjalan dengan
baik dan semua pelanggaran yang terdapat kegiatan
usaha di Kabupaten Boyolali selama ini masih
menggunakan sanksi administrasi dimana dalam
tahap teguran saja belum lebih ke tingkat pencabutan
atau pengehentian kegiatan usahan , dan/atau sanksi
pidana maupun perdata. Karena semuanya dapat
diselesaikan dengan baik dengancara menitik
beratkan pada halpembinaan terhadap kegiatan
usaha.

Berdasar Peraturan Daerah Kabupaten


Boyolali Nomor 16Tahun 2011tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten
Boyolali. Peraturan Bupati Nomor 26 Tahun 2011
tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, Badan
Lingkungan Hidup dipimpin oleh Kepala Badan,
terdiri 1(satu) sekretaris badan,3 (tiga) kepala
subbagian,3(tiga) kepala bidang, dan6(enam) kepala
subbidang.Jumlah pegawai secara keseluruhan per 31
Desember 2015 adalah 30orang dan 2orang PTT.
131

Badan Lingkungan Hidup mempunyai tugas


pokok membantu Bupati mempunyai tugas pokok
membantu Bupati dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang lingkungan
hidup.Visi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali sebagaimana tertuang dalam dokumen
Renstra Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali 2011-2015 adalah “Terwujudnya
Pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasanLingkungan “: Untuk mewujudkan visi
tersebut, pada tahun 2015Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolalimelaksanakan
11(sebelas)program dengan 40(empat puluh)
kegiatandengan anggaran sebesar Rp.
13.027.579.000,00 (tiga belas milyarddua puluh
tujuhjuta limaratus Tujuhpuluh
sembilanriburupiah).Seluruh program/kegiatan
tersebut direncanakan sebagai bagian dari
PerjanjianKinerjaTahun 2015untuk mencapai
6(enam) sasaran, atau dengan kata lain seluruh
kegiatan diharapkan mempunyai kaitansebab akibat
dengan sasaran yang telah ditetapkan.Berdasarkan
penilaian sendiri (Self Assessment)atas realisasi
pelaksanaan PerjanjianKinerja Tahun 2015,
menunjukkan bahwa rata-rata nilai capaian kinerja
dari 6(enam) sasaran yang telah ditetapkan adalah
105,6%. Keberhasilan ini disumbangkan oleh
1(satu)sasaran yang berhasil mencapainilai kinerja
132

lebih dari 100%sehingga dikategorikan sangat


baik,dan5(lima)sasaran yang berhasil mencapai nilai
kinerja 100% sehingga dikategorikan baik.Secara
keseluruhan capaian kinerja 105,6% (kategori Sangat
baik) dan mengalami kenaikan dibanding capaian
kinerja tahun 2014yang102,4 %. Sedangkan
anggaran kegiatandari APBD Tahun 2015berjumlah
Rp. 13.027.579.000,00 terealisasi Rp.
12.321.538.634,00 dengan penyerapan sebesar
93,35% atau efisiensi sebesar 6,65 %.

Besar realisasi anggaran kegiatanmengalami


peningkatandibanding tahun 2014 yang sebesar Rp.
7.172.003.850,00.Guna mempertahankan dan atau
meningkatkan capaian kinerja Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali maka telahdilakukan
rapat koordinasi serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaan dan pencapaian kinerja semua SKPD.
Sedangkan upaya yang dilakukan agar kinerja Badan
Lingkungan Hidup lebih baik dan akuntabel antara
lain melakukan re-orientasi terhadap
program/kegiatan yang kurang tepat sasaran,
meningkatkan kualitas dokumen perencanaan,
melakukansinkronisasi antara dokumen perencanaan,
terutama dengan merevisi dokumen IKU dan
dokumen Renstra, serta memanfaatkan secara nyata
hasil evaluasi kinerja sebagai bahan perbaikan
pelaksanaan program/kegiatan.
133

Hasil pengawasan dan pertimbangan


penjatuhan sanksi:

1. Hasil pelaporan ketaatan analisis dengan hasil baik


tidak dilakukan penjatuhan sanksi administratif
apapun, sedangkan untuk kasus aduan masyarakat
dan verifikasi Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali melakukan tindakan berupa
teguran lisan yaitu untuk memperbaiki kinerjanya.

2. Tindakan teguran lisan yang diberikan kepada


Perusahaan ini dirasa sudah efektif, hal tersebut
dibuktikan dengan pelaporan dokumen yang
didalamnya memuat mengenai perbaikan yang
harus dilakukan bedasarkan saran dan tindak
lanjutyang diberikan BLH dari hasil pantauan
sebelumnya. Mengenai permasalah pembuangan
limbah cair apakan sudah sesuai dengan ketentuan
yangtelah disepakati,maka Badan Lingkungan
Hidup juga melakukan uji laboratorium.
(Berdasarkan wawancara dengan staff
pengendalian dampak lingkungan Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, Bapak
Bondan).

Sistem Pengawasan yang dilakukan oleh


Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
kepada perusahaan yang ada apabila dilihat dari
teori bekerjanya hukum menurut Lawrence
M.Friedman mengemukakan efektif dan berhasil
134

tidaknya penegakan tiga unsur sistem hukum


yakni struktur hukum (structure of law), substansi
hukum (substance of the law), dan budaya hukum
(legal culture), ketiga unsur tersebut merupakan
hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam
suatu masyarakat dan dapat dilihat
dariimplementasinyasebagai berikut

a. Substansi hukum (substance of the law)


Substansi hukum telah tersedianya Undang-
undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, akan tetapi untuk PERDA mengenai
Perlindunngan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup belum dibuat oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Boyolali.
b. Struktur hukum (structure of law)
Dari struktur hukumnya telah terdapat
organisasi yang diberi kewenangan dalam
pengawasan dan penegakan hukum yaitu
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
yang dilaksanakan oleh Bidang Pengendalian
Dampak Lingkungan hidup yang terdiri dari
sub bidang pengendalian pencemaran
lingkungan dan sub bidang pengendalian
kerusakan lingkungan.
c. Budaya Hukum (legal culture)
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
budaya hukum telah menunjukkan tingginya
135

kesadaran pelaku usaha yang dalam hal ini


adalah perusahaan sarihusada. Hal ini
ditunjukkan dengan kesadaran untuk
memenuhi standart norma yang ada di bidang
pengelolaan dan pemantauan lingkungan, atau
pun kewajibannya sebagai pelau usaha
terhadap lingkungan, misalnya ketaatan dalam
melakukan laporan berkala kepada Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali,
memantau limbahnya melalui pemeriksaan
laboratorium, serta tanggung jawab sebagai
pelaku usaha jika terjadi permasalahan
lingkungan. Budaya hukum birokrasi dalam
pelaksanaan pengawasan dan penegakan
hukum birokrasi ini, aparat birokrasi
cenderung bersifat menunggu atau pasif serta
kurang tegas dalam penjatuhan sanksi yang
diberikan terhadap pelanggaran atau ketidak
patuhan para pelaku usaha yang ada di
Kabupaten Boyolali terhadap kewajiban sesuai
dengan ijin lingkungan dan ijin Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan hidup.
136

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan
pada BAB 3, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
dalam pengendalian terhadap limbah industri
Dalam hal Pengendalian Limbah industri
diimplementasikan dengan Pemberian Izin Lingkungan.Di
Kabupaten Boyolali telah dilaksanakan seuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku mulai dari proses
kewajiban penyusunan dokumen lingkungan AMDAL atau
UKL-UPL, mekanisme penyusunan dan penilaian dokumen
lingkungan hidup sampai dengan pengajuan dan penerbitan izin
lingkungan dan dilengkapi dengan izin PPLH yang dibutuhkan
Kewenangan dalam penerbitan izin lingkungan dilakukan oleh
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu
(BPMPT) atas nama Bupati Boyolali yang berfungsi sebagai
dasar pengajuan izin usaha, sedangkan untuk izin PPLH
diterbitkan oleh Walikota atas rekomendasi Kepala BLH
Kabupaten Boyolali yang berfungsi sebagai legalitas untuk
pengolahan limbah pada tahap operasional.

2. Pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum oleh Badan


Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali terdiri dari :
a. Implementasi Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban
pemegang izin lingkungan dan izin PPLH oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali belum efektif, hal
137

ini didasarakan pada masih banyaknya kegiatan usaha


menengah dan kecil yang belum mengelola limbahnya
dengan memenuhi Baku Mutu limbah yang disyaratkan
yang diikuti dengan penjatuhan sanksi administrasi yang
mampu memaksa pelaku usaha mentaati peraturan
perundang- undangan.
b. Penegakan Hukum oleh Bidang Kepatuhan hukum berupa
penjatuhan sanksi administrasi atas ketidakpatuhan dengan
cara teguran dan peringatan untuk memenuhi kewajiban
disertai pembinaan, sedangkan penegakan hukum untuk
aduan dari masyarakat hanya dilakukan peran sebagai
mediator dalam proses mediasi antara masyarakat dengan
pelaku usaha
c. Dilihat dari teori bekerjanya hukum khususnya faktor
budaya hukum birokrasi yang menyebabkan tidak efektif
dan tidak tegasnya pengawasan dan penegakan hukum yang
cenderung menunggu dari adanya laporan dalam hal
memonitaring kewajiban pemegang izin

B. Saran
Saran yang diajukan atas kesimpulan dari penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali hendaknya
lebih menjalakan fungsi pengawasan dan penegakan hukum
secara optimal baik secara preventif maupun represif atas
ketidakpatuhan pemegang izin lingkungan dan izin PPLH
2. Bagi pemegang izin lingkungan maupun izin PPLH
heendaknya secara konsekuen memenuhi standar norma di
138

bidang pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk


menghindari timbulnya potensi konflik dengan masyarakat,
terjadinya pencemaran lingkungan maupun penjatuhan sanksi
atas ketidakpatuhan.
3. Masyarakat sekitar usaha dan/atau kegiatan hendaknya lebih
proaktif dan berperan secara nyata dalam mengawasi
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
dilakukan oleh kegiatan dan/atau usaha agar sedini mungkin
dapat mengetahui apabila ada pelanggaran norma yang
berpotensi mencemari lingkungan.
139

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abdurahman .1983.Pengantar Hukum Lingkungan.Bandung:Alumni
Bandung

Abdulkdir Muhammad. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung:


Citra Aditya Bakti.
Achmad Ali, 2002, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap hukum,
Jakarta, Yasrif Wantapone (Anggota IKAPI)

Andi Hamzah. 2005, Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar


Grafika
]Ashofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
____________. 2004. Metode Penelitian Hukum.Jakarta :PT. Rieneka
Cipta.
H. B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Boyolali: UNS
Press.
__________.2006. Metode Penelitian Kualitatif. Boyolali: UNS Press.
Harmat Hamid dan Bambang Pramudyanto. 2007. Pengawasan
Industri Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Jakarta

Helmi,2013,HukumPerizinanLingkunganHidup,Jakarta:SinarGrafika
: Granit.
Husin Sukanda. 2009. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika.
Muhammad Erwin. 2008. Hukum Lingkungan dalam Sistem
Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. Bandung :
Refika Aditama.
N.H.T Siahaan. 2004.Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.
Jakarta : Erlangga.
N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, disunting Philipus M.Hadjon, 1993,
Pengantar Hukum Perizinan, , Surabaya: Penerbit Yuridika
140

Ninik Suparni, 1994.Pelestarian Pengelolaan dan Penegakkan Hukum


Lingkungan.Jakarta:Sinar Grafika

Otto Soemarwoto. 2001.Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru


Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
R.M Gatot P. Soemartono. 1996. Hukum Lingkungan Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika.
Rangkuti, Siti Sundari. 1996. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan
Lingkungan Nasional. Surabaya : Airlangga University Press.
Ridwan, HR.2003. Hukum Administrasi Negara.Yogyakarta : UII
Press.
Satjipto Raharjo.2006. ilmu hukum. Bandung: cetakan keenam PT.
Citra Aditya Bakti

_______.2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,cetakan


Kesatu. Yogyakarta:Genta Publising

Setiono. 2002. Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum.


Bandung :Nuansa Aulia.
Siswanto Sunarso, Hukum Lingkungan Hidup dan Strategi
Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

Siti Sundari Rangkuti. 1996. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan


Lingkungan Nasional. Airlangga University Press. Surabaya

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,


Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012.

Supriadi. 2006. Hukum lingkungan di Indonesia. Jakarta : Sinar


Grafika.
Soerjono Soekanto.1983.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum. Jakarta:Rajawali Pers.
______________. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
Pers.
______________, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:
Univeritas Indonesia
141

Sukanda Husin. 2009.Penegakkan Hukum Lingkungan


Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika

Takdir Rahmadi.2011.Hukum Lingkungan di Indonesia.Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada

Internet
http://www.solopos.com/2015/11/06/pencemaran-lingkungan-boyolali-
sawah-di-kuwiran-tercemar-limbah-tekstil-658936. Diakses
pada Hari Senin, 22 Agustus 2016 pukul 19.30
http://www.g-excess.com/id/pengertian-dan-macammacamlimbah-atau
sampah.html.
(http//id.wikipedia.org// wiki/Hukum_Lingkungan)
Jurnal
aches – The USA and Thailand) The Journal of Transdisciplinary
Environmental Studies vol. 8, no.1

Asaad, Ilyas. 2008. Penataan dan Penegakan Hukum Lingkungan.


Makalah disajikan pada Rapat Koordinasi Regional Sulawesi,
Maluku dan Papua. Makassar 6-7 November 2008.
Dahlia Kusuma Dewi,Alvi Syahrin,Syamsul Arifin,Pendastaren
Tarigan.2014. Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan
penegakan administrasi lingkungan dan pidana lingkungan
berdasarkan Undang-Undang No 32Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidu(UUPPLH).USU Law Journal, Vol.II-No.1

Gregory L Rose. 2011.“Gaps in the Implementation of Environmental


Law at the National, Regional and Global Level”.

Maclaren, Virginia W. 2003. “Appropriateindustrial waste


management strategies for developing countries”.Institute of
Environmental Studies, Toronto.

Mas Achmad Santosa dan Margaretha Quina. 2014. “Jurnal Hukum


Lingkungan Indonesia”. Indonesian Center for Environmental
Law (ICEL). Volume 1 Issue 1.
142

Imam Supardi,2003,Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Alumni,


Bandung

John W. Stampe. 2009 The (Lessons Learned from Environmental


Impact Assessments: A Look at Two Widely Different Appro

K.S. Ashalakshmi and P.Arunachalam. 2010. “Solid Waste


Management: A Case Study of Arppukara Grama Panchayat Of
Kottayam District, Kerala (India)”. Journal of Global Economy.
Volume 6 No. 1.
Peraturan Perundang - Undangan
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 (H)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 16 Tahun 2012 tentang


pedoman penyusunan dokumen Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 8 Tahun 2013 Tentang tata


laksana penilaian dan pemeriksaan dokumen Lingkungan
Hidup serta penerbitan izin lingkungan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2012 tentang jenis


rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 13 Tahun 2015


tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
143

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai