Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN DIRI REMAJA DAN IDENTITAS

Dosen Pengampu :
Dara Rosita, S.T, S.Pd, M.Ed.

Kelompok 1 :
Rizky Zainuddin 2006104030020
Ummul Shaghirina Sa’yan 2206104030095
Nisa Damaiyanti 2206104030096
Fadhil Firliansyah 2306104030002
Muhammad Farhan Alfi 2306104030008
Izzati Rahmatina 2306104030014

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah yang
dimana materinya “Perkembangan Diri Remaja dan Identitas”

Sholawat serta salam tak lupa pula kita panjatkan kepaada baginda
Rasurullah Muhammad SAW, yang mana telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju ke jalan terang benderang, yakni Addinul Islam. Tak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dara Rosita, S.T, S.Pd, M.Ed.
selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan
arahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu
dari kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi teman – teman yang membacanya
terkhusus untuk kita semua.

Banda Aceh, 25 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2
BAB II............................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................3
2.1 Pemahaman Diri Remaja......................................................................3
2.1.1 Faktor Pemahaman Diri Remaja....................................................3
2.1.2 Tujuan Pemahaman Diri.................................................................4
2.2 Self Esteem (Harga Diri) dan Konsep diri.............................................4
2.2.1 Proses Pembentukan Self Esteem (Harga Diri)..............................5
2.2.2 Faktor-Faktor Terbentuknya Self Esteem (Harga Diri)..................5
2.2.3 Peran Self Esteem (Harga Diri) Tehadap Perkembangan
Kepribadian Siswa...................................................................................6
2.2.4 Aspek-Aspek Self Esteem (Harga Diri)..........................................6
2.3 Identitas Diri Remaja............................................................................8
2.3.1 Konsep Identitas Diri Remaja........................................................8
2.3.2 Krisis Identitas pada Remaja (Konsep J. Marcia)..........................8
2.3.3 Pembentukan Identitas Remaja....................................................10
2.3.4 Aktivitas Eksplorasi dan Komitmen Remaja...............................10
2.3.5 Status Identitas Diri Remaja.........................................................11
2.3.6 Model Penelitian Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan
Identitas Diri Remaja............................................................................12
2.4 Konsep Diri Remaja............................................................................13
2.4.1 Pengertian Konsep Diri................................................................14
2.4.2 Kekhasan Perkembangan Konsep Diri Remaja...........................14
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri 15

iii
2.5 Usaha Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Konsep Diri
Remaja......................................................................................................16
BAB III........................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan fisik, emosi, sosial, dan kognitif yang signifikan
merupakan ciri-ciri perkembangan remaja. Ini adalah fase transisi dari
kanak-kanak menuju dewasa, yang kerap sekali diwarnai oleh masa
pencarian identitas diri dan penerimaan sosial. Proses ini dipenuhi dengan
tantangan dalam bereksplorasi, dan pengaruh dari lingkungan sekitar. Oleh
karena itu, penting untuk memahami serta memantau perkembangan diri
reamaja dan peran identitas dalam proses ini.

Identitas adalah konsep fundamental dalam perkembangan diri


remaja. Remaja mulai menggali siapa mereka sebenarnya, apa nilai-nilai
yang mereka anut, apa minat dan bakat yang mereka miliki, dan bagaimana
mereka ingin dilihat oleh orang lain. Identitas remaja sering kali terbentuk
melalui interaksi dengan teman sebaya, keluarga, media, dan pengalaman
sosial lainnya.

Namun, proses pencarian identitas ini juga bisa menjadi rumit dan
penuh tekanan. Remaja mungkin merasa tertekan oleh ekspektasi sosial dan
konformitas, dan ini dapat menyebabkan konflik batin, kebingungan, atau
bahkan kecenderungan untuk mengikuti arus tanpa merenungkan nilai-nilai
pribadi. Tantangan yang muncul selama fase ini dapat memiliki dampak
jangka panjang terhadap kesejahteraan psikologis dan sosial remaja.

Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi lebih lanjut


perkembangan diri remaja dan peran identitas dalam proses tersebut.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang
perkembangan diri remaja dan identitas serta pentingnya memahami,
mendukung, dan membimbing remaja dalam pencarian identitas mereka.

v
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemahaman Diri Remaja?
2. Apa Itu Self Esteem dan Konsep Diri?
3. Bagaimana Identitas Diri Remaja?
4. Apa Itu Konsep Diri Remaja?
5. Bagaimana Usaha Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Konsep
Diri Remaja?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Pemahaman Diri Remaja
2. Menjelaskan Self Esteem dan Konsep Diri
3. Menjelaskan Identitas Diri Remaja
4. Menjelaskan Konsep Diri Remaja
5. Menjelaskan Usaha Guru Pembimbing dalam Mengembangkan
Konsep Diri Remaja

vi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Diri Remaja


Masa remaja merupakan masa yang paling indah sekaligus masa
yang di anggap sebagai masa yang penuh dengan stress sebab pada masa ini
remaja memiliki keinginan akan kebebasan dalam menentukan kehidupan
mereka. Dalam masa ini remaja juga masih sangat labil dan mudah
terpengaruh oleh kehidupan disekitarnya. Remaja sebagai generasi penerus
diharapkan bisa menjadi individu yang bermakna di kemudian hari, maka
dari itu di perlukan pemahaman diri yang baik, hal ini sangat diperlukan
bagi mereka dalam menjalani kehidupan sehingga diperoleh gambaran yang
jelas tentang dirinya.
Pemahaman diri dimaksudkan untuk membantu siswa agar dapat
mengetahui dan memahami siapa sebenarnya dirinya. Para siswa diharapkan
dapat mengetahui dan memahami potensi, kemampuan, minat, bakat, dan
cita – citanya. Pemahaman diri (Self Understanding) adalah representatif
kongnitif anak mengenai diri (self), dan merupakan substansi dan isi dari
konsep diri anak.
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pemahaman diri adalah gambaran individu tentang apa yang ada dalam
dirinya, mencakup kelebihan dan kekurangan, minat dan bakat, serta nilai-
nilai dalam diri, atau bisa dikatakan bahwa pemahaman diri merupakan cara
individu menilai tentang siapa dirinya.
Berdasarkan uraian tentang pemahaman diri yang telah di bahas di
atas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu mempunyai tingkatan
pemahaman diri yang berbeda-beda. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pemahaman diri, baik dipengaruhi faktor internal
maupun eksternal.
2.1.1 Faktor Pemahaman Diri Remaja
Kepribadian yang terbuka berkontribusi positif terhadap
pemahaman diri, sedangkan kepribadian tertutup adalah faktor
penghambat dalam pemahaman diri. Faktor eksternal (lingkungan)
yang mempengaruhi pemahaman diri antara lain lingkungan
keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah.

vii
Kedua faktor ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap
pemahaman diri individu dimana dalam faktor internal terdapat
dalam diri sendiri sehingga ketika seseorang yang memiliki
kepribadian tertutup akan sangat sulit untuk berkomunikasi dengan
orang lain, sesuatu yang ia rasakan baik itu senang ataupun sedih
akan dia pendam sendiri. Sedangkan untuk faktor eksternal adalah
tentang lingkungan dimana dirinya tinggal, belajar dan bergaul
dengan orang-orang disekitarnya.
2.1.2 Tujuan Pemahaman Diri
Setiap individu harus bisa mengenali siapa diri mereka,
memahami potensi yang ada dalam diri, serta mengetahui kelebihan
dan kekurangan masing-masing, ini sangat dibutuhkan untuk
mengembangkan kemampuan dalam diri individu. Hal ini
dikarenakan agar individu tersebut mampu menjalani kehidupan
mereka sesuai yang diharapkan.
Memahami diri merupakan hal yang tidak mudah, tak jarang
butuh waktu yang lama bagi beberapa individu dalam memhami
dirinya, oleh karena itu adapun tujuan dari pemahaman diri adalah :
1. Pemahaman diri memberikan dasar identitas diri yang
rasional.
2. Pemahaman diri membantu individu merencanakan karier dan
menjalin hubungan yang lebih intim dengan orang lain.
3. Pemahaman diri membantu individu memberikan arah dan
tujuan hidup.
4. Pemahaman diri membantu meningkatkan konsep diri
individu dan membantu individu mencapai keberhasilan.
2.2 Self Esteem (Harga Diri) dan Konsep diri
Self Esteem merupakan sesuatu yang sangat penting dan
berpengaruh pada proses berpikir, emosi, keinginan, nilai-nilai dan tujuan
kita. Brandon menyebut self esteem sebagai kunci yang sangat penting
untuk mengenal perilaku seseorang. Self Esteem merupakan salah satu
dimensi dari konsep diri.
Self Esteem adalah proses evaluasi yang ditujukan individu pada diri
sendiri, yang nantinya berkaitan dengan proses penerimaan individu
terhadap dirinya. Dalam hal ini evaluasi akan menggambarkan bagaimana
penilaian individu tentang dirinya sendiri, menunjukkan penghargaan dan
penguatan atau tidak, serta menunjukkan sejauh mana individu tersebut
merasa mampu, sukses dan berharga.

viii
2.2.1 Proses Pembentukan Self Esteem (Harga Diri)
Hasil penelitian yang dilakukan Khon (Jusuf, 1984:53)
menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara penilaian anak
terhadap dirinya dengan pola asuh orang tua. Anak dengan Self
Esteem yang tinggi biasanya diasuh oleh orang tua yang mudah
mengekspresikan dan memberikan kasih sayang kepada anaknya,
mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi
anak, memiliki hubungan yang harmonis dengan anak, memiliki
aktifitas yang rutin dilakukan bersama, memiliki peraturan-
peraturan yang jelas dan memberikan dan tidak mengekang, serta
memberi kepercayaan kepada anak.
Hubungan dengan orang tua dan identitas berkelompok yang
dimiliki anak juga mempengaruhi harga diri mereka. Anak usia
sekolah mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok tertentu.
Memiliki nilai lebih didalam sebuah kelompok akan menghasilkan
Self Esteem yang tinggi pada diri anak. Namun Pengaruh itu sangat
kecil, hanya sedikit saja harga diri anak berhubungan dengan posisi
sosial dan tingkat pengahasilan orang tuanya. Harga diri anak dapat
terbentuk melalui berbagai pengalaman yang dialaminya, terutama
yang diperolehnya dari sikap orang lain terhadap dirinya.
2.2.2 Faktor-Faktor Terbentuknya Self Esteem (Harga Diri)
Faktor-Faktor terbentuknya Self Esteem (Harga Diri), Frey
dan Carlock dalam Budianti (2015) mengemukakan faktor- faktor
dari harga diri, yaitu :
1. Interaksi awal dengan manusia lain melalui ibu kemudian
meluas pada figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang
memiliki minat, afeksi, dan kehangatan menimbulkan harga
diri yang positif, karena anak merasa dicintai dan diterima
kepribadiannya
2. Lingkungan sekolah adalah sumber penting kedua setelah
keluarga. Jika individu memiliki persepsi yang baik mengenai
sekolah, individu akan memiliki harga diri yang positif. Bila
sekolah dianggap tidak memberikan umpan balik yang positif
bagi individu, harga diri akan rendah. Harga diri yang tinggi
umumnya dikaitkan dengan keberhasilan individu pula.
3. Pola asuh, bagaimana cara orang tua mengasuh anaknya akan
mempengaruhi kepribadian anak.

ix
4. Keanggotaan Kelompok, Jika individu merasa di terima dan
dihargai oleh kelompok, maka individu tersebut akan
mengembangkan harga diri yang lebih baik dibanding individu
yang merasa terasing.
5. Kepercayaan dan nilai yang di anut individu, harga diri yang
tinggi dapat dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan
kepercayaan yang di anut oleh individu dengan kenyataan yang
didapatkan sehari-hari.
6. Kematangan dan herediter, individu yang secara fisik tidak
sempurna dapat menimbulkan perasaan negatif terhadap
dirinya.
2.2.3 Peran Self Esteem (Harga Diri) Tehadap Perkembangan
Kepribadian Siswa
Harga diri (self esteem) seseorang menentukan bagaimana
dia akan menampilkan dirinya dilingkungannya. Harga diri
seseorang juga akan mempengaruhi bagaimana dia akan
menampilkan potensi yang dimilikinya, sehingga harga diri inipun
memiliki peranan yang sangat besar dalam prestasi yang dicapai
seseorang.
Biasanya anak yang memiliki self esteem yang tinggi akan
tampil sebagai seorang yang percaya diri, bekerja dengan baik
disekolah dan disukai oleh orang lain dalam relasi sosialnya.
Sedangkan anak yang meiliki self esteem yang rendah lebih sering
tidak memiliki teman, tidak memiliki motivasi untuk belajar, prestasi
di sekolah rendah dan memiliki bermacam-macam masalah dalam
penyesuaian didalam lingkungan sosialnya

2.2.4 Aspek-Aspek Self Esteem (Harga Diri)


Ada tiga aspek yang mempengaruhi self esteem yaitu sebagai
berikut:
1. Physical Self Esteem (Menerima diri sendiri). Aspek ini
berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh seorang
individu. Apakah seorang individu itu menerima keadaan
fisiknya atau ada beberapa bagian fisik yang ingin diubah.
2. Performance Self Esteem (Menghargai diri sendiri). Aspek ini
berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu.
Apakah seorang individu puas dan merasa percaya diri dengan
kemampuan dirinya atau tidak.

x
3. Social Self Esteem (Mampu berkompetensi dengan orang lain).
Aspek ini berhubungan dengan kemampuan individu dalam
bersosialisasi. Apakah seorang individu membatasi orang lain
untuk menjadi teman atau menerima berbagai macam orang
sebagai teman. Selain itu, aspek ini mengukur kemampuan
individu dalam berkomunikasi dengan orang lain di
lingkungannya.
Sedangkan Konsep Diri adalah usaha memahami diri kita
sendiri, kemudian menghasilkan konsep kita mengenai diri kita
sendiri, yang biasa disebut dengan konsep diri atau Self Concept.
Konsep diri ini adalah kumpulan keyakinan tentang diri sendiri dan
atribut- atribut personal yang dimiliki. Branden (1983)
mendifinisikan konsep diri sebagai pikiran, keyakinan, dan kesan
seseorang tentang sifat dan karakteristik dirinya, keterbatasan dan
kapabilitasnya, serta kewajiban dan aset-aset yang dimilikinya.
Manusia mempunyai pengetahuan dan keyakinan unik
mengenai dirinya sendiri. Konsep diri ini menjadi identitas yang
membedakan antara satu orang dengan yang lainnya. Self Concept
ini bersifat multifaceted yang dapat dibedakan dalam hal sentralitas
dan kepentingannya, pencapaian aktual atau pencapaian
potensialnya, orientasi waktunya, serta positif-negatifnya. Keempat
hal itu terdiri dari dua komponen, yaitu komponen konsep diri yang
sifatnya stabil, dan komponen konsep diri yang tidak stabil.
Salah satu faktor penting yang berpengaruh besar terhadap
perubahan konsep diri adalah Self Concept Clarity, yaitu sejauh
mana konsep diri seseorang itu secara internal konsisten, stabil, dan
dipegang dengan penuh keyakinan. Penelitian Campabell
menunjukkan hubungan antara rendahnya Self Concept Clarity,
dengan rendahnya Self Esteem, tingginya tingkat depresi, dan
tingginya tingkat kecemasan.

xi
2.3 Identitas Diri Remaja
Terdapat tiga faktor dominan yang memengaruhi proses
perkembangan remaja, yaitu faktor pembawaan (heredity), faktor
lingkungan (environment), dan faktor waktu (time). Dalam melewati tahap
perkembangan tersebut, seorang remaja pastinya membutuhkan lingkungan
sebagai landasan empiris perkembangannya.

Lingkungan yang mendukung dan mendorong perkembangan remaja


tentu saja akan menyebabkan tahap perkembangan remaja menjadi ikatan
identitas. Sebaliknya, lingkungan yang tidak mendukung akan mengarahkan
perkembangan psikososial remaja ke arah kebingungan peran atau krisis
identitas.

2.3.1 Konsep Identitas Diri Remaja


Identitas diri ialah kesadaran pada individu untuk
menempatkan diri dan memberi arti terhadap dirinya secara tepat di
dalam kehidupan masa mendatang menjadi kesatuan gambaran diri
yang utuh & berkelanjutan untuk menemukan jati dirinya. Ketika
individu berhasil melalui krisis identitas yang dialaminya pada masa
remaja maka pada saat itulah identitas diri mulai terbentuk.
Remaja yang berhasil menyelesaikan tugasnya dalam
menghadapi krisis identitas akan terbentuk suatu identitas diri yang
stabil pada masa remaja akhir, identitas diri ialah diri atau aku
sebagai individu makhluk sadar terhadap dirinya sebagai aku.
Identitas diri adalah suatu konsepsi tentang diri, penentuan tujuan,
nilai dan keyakinan yang dipegang teguh oleh individu.
2.3.2 Krisis Identitas pada Remaja (Konsep J. Marcia)
James E. Marcia: seorang psikolog di bidang klinis dan
perkembangan. Mengajar di beberapa universitas seperti Simon
Fraser University di Kanada dan State University of New York. Pada
1966, Marcia mengemukakan teori identity status, yaitu keadaan
perkembangan ego yang ditandai dengan ada atau tidaknya krisis
dan komitmen.
Teori ini merupakan perkembangan dari dua gagasan Erikson
mengenai krisis dan komitmen yang merupakan 2 elemen krusial
untuk membentuk identitas diri. Krisis merupakan masa ketika
individu secara aktif terlibat dalam penentuan pekerjaan dan
kepercayaannya. Komitmen mengacu pada tingkatan investasi
individu terhadap pekerjaan atau keyakinannya (Marcia, 1967).

xii
Marcia (1966): identity status dibedakan menjadi 4 jenis
yaitu: Identity Achievement, Foreclosure, Moratorium, dan Identity
Diffusion.
Jenis Deskripsi Contoh
Identity Status Identitas yang Individu sudah
Achievment dikarakteristik oleh menemukan apa
komitmeb yang diambil tujuan,
Crisis (∨) setelah melewati masa kemampuan,
Commitment (∨) krisis, yaitu periode atau
yang dipakai untuk kepercayaannya,
mengexplor alternatif- dan dapat
alternatif lain. berkomitmen
pada hal-hal
tersebut.
Foreclosure Status Identitas dimana Individu hanya
individu belum mengikuti
Crisis (×) mengeksplor alternatif- keinginan orang
Commitment (∨) alternatif lain (belum tuanya saja,
melewati masa krisis) padahal belum
namun sudah mengetahui apa
berkomitmen yang sebenarnya
berdasarkan rencana ia inginkan.
orang lain untuk
hidupnya.
Moratorium Status Identitas dimana Individu sedang
remaja sedang melewati menentukan apa
Crisis (∨) masa krisis dan akan yang ia akan
Commitment (×) mengambil komitmen lakukan dan ia
inginkan, setelah
itu individu baru
akan mengambil
komitmen dari
keputusannya.
Identify DiffusionStatus Identitas yang Individu hanya
dikarakterisikan oleh mengikuti alur
Crisis (×) tidak adanya komitmen hidupnya saja
Commitment (×) dan krisis (tidak dan sama sekali
mengeksplor alternatif tidak melakukan
apapun) eksplorasi dan
tidak
berkomitmen
terhadap apapun.

xiii
2.3.3 Pembentukan Identitas Remaja
Berkaitan dengan pembentukan identitas yang sesuai dengan
konteks, Yoder (2000) menjelaskan bahwa pembentukan identitas
tergantung pada kesempatan, harapan, dan kebebasan yang dimiliki
individu. Individu harus sadar bahwa mereka memiliki kesempatan
untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi alternatif identitas (Erikson,
1968). Meskipun demikian, kenyataannya tidak semua individu
memiliki kesempatan yang sama.
Perbedaan kesempatan tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan gender dan kelompok usia pada konteks tertentu. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan harapan dan proses sosialisasi untuk
setiap gender pada setiap masyarakat. Adanya peran gender laki-laki
dan perempuan menunjukkan perbedaan norma sosial dan harapan
budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Mayoritas remaja
Indonesia tumbuh dan berkembang dalam keluarga patrilineal.
Jenis kelamin biasanya memengaruhi peran dan tanggung
jawab anak di dalam keluarga. Anak laki-laki memiliki tanggung
jawab besar melanjutkan garis keluarga sehingga seolah lebih
diperhatikan orang tua daripada anak perempuan. Anggapan bahwa
anak lakilaki adalah penerus garis keluarga telah membuat posisi
anak perempuan menjadi tidak menguntungkan.
Selain perbedaan gender, perbedaan kelompok usia juga
dapat menyebabkan perbedaan pembentukan identitas. Pembentukan
identitas yang optimal berkaitan dengan kesernpatan yang dimiliki
individu untuk berperan sebagai individu yang dewasa.
Remaja Indonesia akan rnendapatkan kesernpatan untuk
berperan sebagai individu yang dewasa saat rnernasuki masa remaja
akhir yaitu sekitar usia 18-21 tahun. Pada masa rernaja akhir, rernaja
Indonesia pada umurnnya sudah lulus sekolah rnenengah dan masuk
perguruan tinggi.
2.3.4 Aktivitas Eksplorasi dan Komitmen Remaja
Aktivitas eksplorasi dan komitmen remaja adalah dua aspek
penting dalam pembentukan identitas diri. Identitas diri adalah
kesadaran seseorang tentang kekuatan, kelemahan, keunikan, dan
kesamaan dengan orang lain yang membantu menentukan siapa
dirinya dan akan menjadi siapa kelak. Menurut Marcia, ada empat
jenis identitas diri yang ditentukan oleh tingkat eksplorasi dan
komitmen, yaitu:

xiv
1. Identity Diffusion: Remaja yang tidak melakukan eksplorasi
dan tidak memiliki komitmen terhadap pilihan-pilihan
hidupnya. Mereka cenderung tidak memiliki tujuan, minat,
atau nilai yang jelas.
2. Identity Foreclosure: Remaja yang memiliki komitmen yang
kuat terhadap pilihan-pilihan hidupnya, tetapi tidak
melakukan eksplorasi secara mandiri. Mereka cenderung
menerima nilai-nilai dan harapan orang tua atau orang lain
tanpa mempertanyakannya.
3. Identity Achievment: Remaja yang telah melakukan
eksplorasi secara matang dan memiliki komitmen yang
mantap terhadap pilihan-pilihan hidupnya. Mereka
cenderung memiliki tujuan, minat, dan nilai yang jelas dan
konsisten.
4. Identity Moratorium: Remaja yang sedang melakukan
eksplorasi secara aktif, tetapi belum memiliki komitmen
yang pasti. Mereka cenderung mencari berbagai informasi,
pengalaman, dan alternatif sebelum membuat keputusan.
Aktivitas eksplorasi dan komitmen remaja dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti pola asuh orang tua, lingkungan sosial,
minat, bakat, dll. Aktivitas eksplorasi dan komitmen remaja juga
dapat berubah seiring dengan perkembangan dan pengalaman
mereka. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk terus belajar,
mencoba, dan mengevaluasi pilihan-pilihan hidupnya agar dapat
mencapai identitas diri yang positif dan stabil.
2.3.5 Status Identitas Diri Remaja
Status identitas diri remaja adalah suatu kondisi yang
menunjukkan sejauh mana remaja telah menemukan dan
menetapkan siapa dirinya, apa yang menjadi nilai-nilai penting bagi
dirinya, dan bagaimana ia berperan dalam masyarakat. Status
identitas diri remaja dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
1. Achievment Identity: yaitu status identitas diri remaja yang
sudah memiliki eksplorasi dan komitmen terhadap pilihan-
pilihan hidupnya. Remaja dengan status ini sudah
mengetahui siapa dirinya, apa yang menjadi tujuan dan
harapannya, dan bagaimana ia berhubungan dengan orang
lain. Remaja dengan status ini biasanya memiliki
kepercayaan diri, kemandirian, dan kematangan yang tinggi.

xv
2. Foreclosure Identity: yaitu status identitas diri remaja yang
belum memiliki eksplorasi tetapi sudah memiliki komitmen
terhadap pilihan-pilihan hidupnya. Remaja dengan status ini
biasanya mengikuti atau menerima apa yang menjadi harapan
atau rencana orang lain (seperti orang tua, guru, atau teman)
tanpa mempertanyakan atau mencari alternatif lain. Remaja
dengan status ini biasanya memiliki kepatuhan, kesetiaan,
dan konsistensi yang tinggi.
3. Moratorium Identity: yaitu status identitas diri remaja yang
sudah memiliki eksplorasi tetapi belum memiliki komitmen
terhadap pilihan-pilihan hidupnya. Remaja dengan status ini
biasanya sedang mencari dan mencoba berbagai
kemungkinan yang ada untuk menentukan siapa dirinya, apa
yang menjadi minat dan bakatnya, dan bagaimana ia
beradaptasi dengan lingkungan. Remaja dengan status ini
biasanya memiliki keingintahuan, kreativitas, dan
fleksibilitas yang tinggi.
4. Diffusion Identity: yaitu status identitas diri remaja yang
belum memiliki eksplorasi dan komitmen terhadap pilihan-
pilihan hidupnya. Remaja dengan status ini biasanya tidak
peduli dan tidak tertarik untuk mengetahui siapa dirinya, apa
yang menjadi cita-cita dan aspirasinya, dan bagaimana ia
bersosialisasi dengan orang lain. Remaja dengan status ini
biasanya memiliki kebingungan, ketidakpedulian, dan
ketidakstabilan yang tinggi.
Status identitas diri remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, agama, dan
lingkungan. Status identitas diri remaja juga dapat berubah seiring
dengan perkembangan dan pengalaman yang dialami oleh remaja ⁴.
Status identitas diri remaja merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus diselesaikan oleh remaja agar dapat
mencapai kesejahteraan psikologis di masa dewasa.
2.3.6 Model Penelitian Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Pembentukan Identitas Diri Remaja
Model penelitian pola asuh orang tua terhadap pembentukan
identitas diri remaja adalah suatu rancangan penelitian yang
bertujuan untuk menguji hubungan atau pengaruh antara pola asuh
orang tua dengan identitas diri remaja. Model penelitian ini dapat
menggunakan berbagai metode, seperti metode kuantitatif, kualitatif,
atau campuran. Beberapa contoh model penelitian pola asuh orang

xvi
tua terhadap pembentukan identitas diri remaja adalah sebagai
berikut:
1. Model penelitian kuantitatif dengan metode noneksperimen
melalui pendekatan cross sectional. Penelitian ini melibatkan
sejumlah sampel remaja dan orang tua mereka yang dipilih
dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner yang berisi skala pola asuh
orang tua dan skala identitas diri remaja. Data dianalisis
dengan menggunakan uji korelasi atau regresi untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh antara pola asuh orang
tua dengan identitas diri remaja.
2. Model penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.
Penelitian ini melibatkan beberapa remaja yang memiliki
karakteristik tertentu, seperti remaja yang diadopsi, remaja
dari orang tua tunggal, atau remaja dari keluarga berbeda
budaya. Data dikumpulkan dengan menggunakan
wawancara, observasi, dan dokumen yang berkaitan dengan
pola asuh orang tua dan identitas diri remaja. Data dianalisis
dengan menggunakan reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan untuk mendapatkan gambaran
mendalam tentang pola asuh orang tua dan identitas diri
remaja.
3. Model penelitian campuran dengan metode sequential
explanatory design. Penelitian ini menggabungkan metode
kuantitatif dan kualitatif secara berurutan. Tahap pertama
adalah mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif
dengan menggunakan kuesioner yang berisi skala pola asuh
orang tua dan skala identitas diri remaja. Tahap kedua adalah
mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif dengan
menggunakan wawancara mendalam kepada sebagian sampel
yang dipilih berdasarkan hasil analisis data kuantitatif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hasil
data kuantitatif dengan data kualitatif.
2.4 Konsep Diri Remaja
Secara umum, konsep diri sebagai gambaran tentang diri sendiri
dipengaruhi oleh hubungan atau intraksi individu dengan lingkungan
sekitar, pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari. Peran orang-orang sekitar sangat penting terhadap pembentukan
konsep diri seorang anak. Pembentukan konsep diri dimulai pada tahun-
tahun awal dalam kehidupan anak. Konsep diri merupakan hasil yang
dicapai melalui pola intraksi dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
di terima anak.

xvii
2.4.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri (self concept) adalah evaluasi individu mengenai
diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh
individu yang bersangkutan. Kartini Kartono dalam kamus
psikologinya menuliskan bahwa konsep diri merupakan keseluruhan
yang dirasa dan diyakini benar oleh seseorang mengenai dirinya
sebagai seorang individu; ego dan hal-hal yang dilibatkan
didalamnya.
Konsep diri adalah sebagai pandangan dan perasaan kita
tentang diri kita, persepsi tentang diri ini boleh bersifat fisik,
psikologi dan sosial. Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan
apa yang kita rasakan tentang diri kita sendiri. Konsep diri adalah
gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang
diri sendiri penilaian terhadap diri sendiri
2.4.2 Kekhasan Perkembangan Konsep Diri Remaja
Perkembangan konsep diri remaja dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti: citra fisik, bahasa, umpan balik dari lingkungan,
identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat dan pola asuh
orang tua. Ada satu khas yang hampir selalu dialami oleh seorang
remaja, yaitu permasalahan.
Selalu merasa tidak setara dengan dengan orang lain/ merasa
lebih tinggi dari orang lain. Ia selalu merendahkan orang lain,
sombong, selalu mencela atau meremehkan orang lain, tidak pernah
menghargai orang lain. kalau seorang remaja itu mempunyai konsep
diri seperti itu maka seorang remaja itu akan sulit dalam hubungan
pertemanan dengan teman sebayanya.
Teman sebayanya tidak mau berteman dengannya karena dia
selalu meremehkan temannya itu dan dia menganggap bahwa dia
yang paling sempurna dan paling benar. Kalau secara fisik remaja itu
menyadari kalau dirinya itu cantik dan sempurna maka dia akan
sombong dengan kesempurnaan yang dimilikinya.
Kalau seandainya dia sombong secara otomatis dia akan
dijauhi oleh teman sebayanya karena dia akan sering meremehkan
orang lain karena kesempurnaan yang dimilikinya itu. Remaja
tersebut seperti itu juga mungkin karena materi yang sangat cukup
bahkan berlebih. Selain itu anak itu seperti itu juga bias disebabkan
karena orang tua yang selalu memanjakannya dan memperlakukan
remaja itu selalu benar walaupun apa yang dilakukannya salah.

xviii
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Konsep Diri
Peran orang-orang sekitar sangat penting terhadap
pembentukan konsep diri seorang anak. Pembentukan konsep diri
dimulai pada tahun-tahun awal dalam kehidupan anak. Konsep diri
merupakan hasil yang dicapai melalui pola intraksi dan berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang di terima anak.
Pengalaman ini merupakan hasil eksplorasi anak terhadap
lingkungannya dan refleksi diri yang diterima dari orang lain yang
berarti (Significant Others) dalam kehidupannya. Faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu:
1. Identity Self
Faktor ini mengacu pada pertanyaan “siapa saya?” dalam
pertanyaan tersebut tercakup label-label atau simbol-simbol
yang diberikan pada diri (self) oleh individu untuk
menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
2. Behavioral Self
Faktor ini merupakan persepsi individu mengenai tingkah
lakunya dan berisikan seluruh kesadaran mengenai “apa yang
diri lakukan”.
3. Judging Self
Diri penilai berfungsi mengamati, menentukan standar dan
mengevaluasi. Diri penilai ini pula yang menentukan
kepuasan
seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang
menerima dirinya.
4. Physical Self
Merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya
secara fisik, seperti kesehatan, penampilan dan keadaan
tubuh.
5. Moral Ethical Self
Merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya
dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika.
6. Personal Self
Merupakan persepsi individu terhadap keadaan pribadinya,
yang berhubungan dengan sejauh mana ia merasa puas
terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya
sebagai pribadi yang tepat
7. Family Self
Menunjukkan persepsi individu yang berhubungan dengan
kedudukannya sebagai anggota keluarga

xix
8. Social Self
Merupakan persepsi individu terhadap interaksi dirinya
dengan orang lain atau lingkungan di sekitarnya.
2.5 Usaha Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Konsep Diri
Remaja
Guru pembimbing memiliki peran yang sangat penting dalam
membantu remaja mengembangkan dan meningkatkan konsep diri mereka.
Berikut beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru pembimbing:
1. Mendengarkan dengan Empati: Guru pembimbing harus
mendengarkan remaja dengan penuh perhatian dan empati untuk
memahami perasaan, kekhawatiran, dan pengalaman mereka.
2. Mendorong Komunikasi Terbuka: Membantu remaja merasa
nyaman berbicara tentang perasaan dan pemikiran mereka, sehingga
mereka dapat mengungkapkan diri tanpa rasa takut atau hambatan.
3. Memberikan Dukungan Positif: Memotivasi remaja dengan
memberikan pujian atas pencapaian mereka, memberikan dorongan
untuk mengatasi rintangan, dan mengakui nilai positif dalam diri
mereka.
4. Membantu dalam Penentuan Tujuan: Bersama remaja, membantu
merumuskan tujuan pendidikan dan karier yang realistis, serta
merencanakan langkah-langkah untuk mencapainya.
5. Membantu Mengatasi Konflik: Memberikan panduan dalam
menangani konflik dan menjalani hubungan sosial yang sehat, serta
mengajarkan keterampilan pemecahan masalah.
6. Menyediakan Sumber Informasi: Memberikan informasi yang akurat
tentang perkembangan fisik dan emosional remaja, termasuk topik
seperti pubertas dan kesehatan mental.
7. Mendorong Keberagaman: Membantu remaja menghargai
keberagaman, memahami perbedaan budaya, dan mempromosikan
sikap inklusif.
8. Mengenali Potensi Remaja: Membantu remaja mengidentifikasi
bakat, minat, dan potensi mereka, serta memberikan dukungan
dalam mengembangkan keterampilan dan bakat tersebut.
9. Mengatasi Dukungan Keluarga: Bekerja sama dengan keluarga
remaja untuk memastikan ada dukungan yang konsisten dalam
upaya meningkatkan konsep diri mereka.
10. Mendorong Kemandirian: Membantu remaja dalam memahami
tanggung jawab pribadi dan merencanakan tindakan yang dapat
membantu mereka mencapai tujuan dan berkembang sebagai
individu.

xx
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini, telah dibahas secara mendalam tentang
perkembangan diri remaja dan identitas, yang merupakan dua aspek penting
dalam kehidupan remaja. Penelitian dan teori yang telah diuraikan
menunjukkan bahwa masa remaja adalah periode kritis di mana individu
mengalami perubahan fisik, kognitif, emosional, dan sosial yang signifikan.
Dalam perkembangan diri remaja, terlihat bahwa mereka mulai
mencari dan mengembangkan identitas pribadi mereka. Hal ini melibatkan
eksplorasi berbagai aspek diri, seperti nilai, kepercayaan, minat, dan
orientasi seksual. Proses ini seringkali penuh tantangan dan konflik, tetapi
juga merupakan kesempatan untuk pertumbuhan dan pembentukan diri yang
sejati.
Identitas remaja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
keluarga, teman sebaya, budaya, dan lingkungan sosial. Peran keluarga yang
mendukung dan memberikan pemahaman yang sehat sangat penting dalam
membantu remaja mengatasi tantangan dalam pencarian identitas mereka.
Dalam perkembangan diri dan identitas, juga terlihat adanya
perbedaan antara individu, dengan beberapa remaja mencapai stabilitas
identitas lebih cepat daripada yang lain. Namun, penting untuk memahami
bahwa perkembangan identitas adalah proses yang berkelanjutan yang dapat
berlanjut hingga dewasa.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi et all. (2010). Status identitas dan spiritualitas remaja. Artikel


Penelitian : Status IIentitas Dan Spiritualitas Remaja, 1980, 154–
161.
Jannah, M. (2014). Gambaran Identitas Diri Remaja Akhir Wanita yang
Memiliki Fanatisme K-Pop di Samarinda. Psikoborneo: Jurnal
Ilmiah Psikologi, 2(1), 34–40.
https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v2i1.3571
Muttaqin, D., & Ekowarni, E. (2016). Perkembangan Identitas Remaja di
Yogyakarta. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada, 43, 231–247.
Wiyanti, R. (2019). Status Identitas Diri Remaja (Studi Deskriptif pada
Masyarakat Marjinal di Kota Semarang). 14.
Widayanti, W. (2020). Menciptakan Kondusifitas Keluarga Sebagai
Benteng Fenomena Klitih di Yogyakarta. Media Informasi Penelitian
Kesejahteraan Sosial, 43(1), 89–96. https://doi.org/10.31105/mipks.
v43i1.2204

xxii

Anda mungkin juga menyukai