Anda di halaman 1dari 2

T1- Eksplorasi Konsep

Nama : Shinta Kusniawati

Kelas : PGSD-C Unmuh Gresik

Matkul : Filosofi Pendidikan

Argumentasi Kritis Tentang Gerakan Transformasi Ki Hadjar Dewantara Dalam Perkembangan


Pendidikan Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan

Ki Hajar Dewantara merupakan Bapak pendidikan Indonesia yang telah berjuang demi pendidikan
Indonesia maju. Ki Hajar Dewantara adalah tokoh Indonesia yang gigih dalam memperjuangkan pendidikan
serta kebudayaan negaranya. Adapun semboyan dari Ki Hajar Dewantara yang menjadi pedoman kita saat
ini adalah "Tut Wuri Handayani" yang artinya adalah seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan
arahan kepada siswa. "Ing Madya Mangun Karsa" yang artinya di tengah atau di antara siswa, guru harus
menciptakan berbagai ide. "Ing Ngarsa Sung Tulada" yang artinya di depan, seorang guru harus memberi
teladan atau contoh tindakan baik kepada siswanya.

Seperti yang kita semua ketahui bahwa pendidikan di Indonesia ini telah mengalami perubahan yang
sangat baik dari berbagai segi. Perubahan-perubahan tersebut yakni perubahan tujuan pendidikan, materi
pelajaran, sampai dengan filosofi pendidikan secara menyeluruh. Pada tahun 1627, sekitar abad ke-16
Belanda mulai memasuki Indonesia dengan tujuan ingin mendirikan sekolah dan memperluasnya dipulau
jawa. Namun, para penguasa Belanda di Indonesia sebenarnya sama sekali tidak memperhatikan soal
pendidikan kebudayaan. Hal ini tertuang dalam pidato Bapak Ki Hajar Dewantara pada senat Universitas
Gadjah Mada (07-November-1956).

Pada zaman dahulu bangsa Indonesia masih dapat mengecap suasana kultural dengan berbagai tradisi
kebudayaan. Sedangkan pada zaman beralihnya VOC (Vereenigde Ostindische Compagnie) pemerintah
Hindia-Belanda sekali-kali tidak melakukan perubahan untuk tanah air Indonesia. Lali di zaman OIC (Post
Indische Compagnie) bangsa Belanda menganggap tanah air Indonesia hanya sebagai objek perdagangan
saja. Pada saat itu beberapa bupati mendirikan sekolah kabupaten tetapi hanya untuk mendidik calon
pegawai. Kemudian lahirlah Reglement Voor Het Inlands Onderwijs untuk mendirikan guru di sala hingga
kemudia berpindah ke Magelang dan ke Bandung pada tahun 1866.

Pada tahun 1922, mulai berdiri taman siswa di Yogyakarta dan difokuskan pada kemerdekaan dan
pendidikan nasional Indonesia. Ki Hadjar Dewantara dengan Taman Siswanya, berhasil menggabungkan
teori-teori pendidikan humanis yang sangat modern dengan unsur-unsur tradisional dalam pendidikan di
Jawa (Sunarso, 2007). Ki Hajar Dewantara juga pernah bergabung dengan 3 serangkai dalam wadah Indisch
Partij. Beliau selalu mengatakan bahwa harus selalu melawan kolonialisme. Ki Hajar Dewantara pernah
diangkat menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia di Tahun 1945.
T1- Eksplorasi Konsep
Pada tahun 1954 mulai lagi terbentuk sekolah bumi putra yang terdiri dari 3 kelas, yakni kelas
membaca, menulis dan berhitung. Sekolah ini hanya diperuntukkan bagi beberapa orang agar setelah lulus
dapat menjadi pembantu usaha dagang pemerintah. Kemudian sekolah ini bertransformasi dan diperuntukan
hanya bagi dokter jawa dalam kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda. Pendidikan di Indonesia harus
didukung dengan peikiran yang berbudaya. Ki Hajar Dewantara selalu berjuang demi pendidikan Indonesia
maju. Setelah presiden Soeharto meletakan jabatannya pada tahun 1998, dimulailah masa reformasi
ataumasa perubahan. Perubahan yang paling signifikan adalah adanya otonomi daerah termasuk otonomi
Pendidikan (Nurwahyuni & Hudaidah, 2021).

Dari berbagai pengalaman Ki Hajar Dewantara, maka kita sebagai warga Indonesia tidak boleh
menutup diri kepada kebudayaan luar, namun harus mampu mengakui adanya kebudayaan lain, mempelajari
budaya tersebut, dan menghargai budaya lain. Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain untuk
merumuskan langkah strategis dalam membangun sektor pendidikan (Suparno et al., 2002). Seperti yag
sekarang tertuang dalam Kurikulum Merdeka dalam Profil Pelajar Pancasila dalam elemen Berkebinekaan
Global. Berkebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi
interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, serta refleksi dan tanggung jawab terhadap pengamalan
kebhinekaan.

Referensi :
Nurwahyuni, K., & Hudaidah, H. (2021). Sejarah Sistem Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa.
Berkala Ilmiah Pendidikan, 1(2), 53–59. https://doi.org/10.51214/bip.v1i2.91
Sunarso. (2007). Pendidikan nasional Indonesia. Litera, 4(1), 30.
Suparno, P., SJ., & dkk. (2002). Reformasi pendidikan: sebuah rekomendasi. 112.
http://books.google.com/books?id=v9trSywGOT4C&pgis=1

Anda mungkin juga menyukai