Anda di halaman 1dari 26

BOOK CHAPTER

MODEL PEMBELAJARAN IPA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah

Mata Kuliah: Pendidikan IPA di SD

Dosen Pengampu:

Drs. Muslimin, M.Ed.

Disusun Oleh Kelompok 4:

Muhammad Isra Asrafil Irfan (220407550007)

Fahriza Ulpiya (220407551040)

Anggita Nurfajarini (220407552014)

Firdasari (220407551016)

Januarti (220407552012)

Kelas: C22C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN 2023
Project Based Learning (PJBL)

A. Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Pembelajaran berbasis proyek merupakan istilah pembelajaran yang

diterjemahkan dalam bahasa Inggris yaitu Project Based Learning. Buck Institute

for Education mengemukakan bahwa Project Based Learning adalah model

pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam suatu kegiatan pemecahan

masalah dan memberi peluang peserta didik bekerja secara otonom,

mengkonstruksi belajar mereka sendiri dan puncaknya menghasilkan produk karya

siswa yang bernilai dan realistik (Trianto, 2017). Lebih lanjut Astuti (2021, p. 8)

menjelaskan bahwa Project-Based Learning (PjBL) adalah metode pengajaran

yang inovatif dan sistemtis yang mendorong keterlibatan siswa melalui

penyelidikan mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan komplek bahwa belajar

sambil melakukan PBL berfokus pada menanamkan pengetahuan dan keterampilan

tertentu sambil menginspirasi siswa untuk bertanya secara aktif, berfikir kritis dan

menarik hubungan antara studi mereka di dunia nyata.

Menurut Lindawati (Tarbawy, 2021) menyatakan bahwa “Project Based

Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang membenturkan peserta didik

kepada masalah praktis melalui stimulus dalam belajar”. Lebih lanjut menurut

Robert (Tarbawy, 2021) menjelaskan bahwa Project Based Learning is an

instructional model based on having student confront real world issues and

problems that they find meaningful, determine how to addres them, and then act in

a collaborative fashion to create problem solution. Artinya pembelajaran berbasis

proyek adalah model instruksional yang didasarkan pada meminta peserta didik
menghadapi masalah dan masalah dunia nyata yang mereka anggap bermakna,

menentukan cara mengatasinya, dan kemudian bertindak dengan cara kolaboratif

untuk menciptakan solusi.

Menurut Sari & Angreni (2018) Project Based Learning ialah proses

pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa untuk menghasilkan suatu

proyek. Pada dasarnya model pembelajaran ini lebih mengembangkan keterampilan

memecahkan dalam mengerjakan sebuah proyek yang dapat menghasilkan sesuatu.

Dalam implementasinya, model ini memberikan peluang yang luas kepada siswa

untuk membuat keputusan dalam memilih topik, melakukan penelitian, dan

menyelesaikan sebuah proyek tertentu. Pembelajaran dengan menggunakan

proyek sebagai metode.

Menurut Nanang (Tarbawy, 2021) menyatakan bahwa model pembelajaran

project based learning adalah pendekatan pembelajaran yang memperkenankan

peserta didik untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan

mengkulminasikannya dalam produk nyata.

Menurut Zubaidah (Fitri dkk, 2018) menyatakan bahwa pembelajaran

berbasis proyek adalah model yang ideal untuk memenuhi tujuan pendidikan abad

ke-21, karena melibatkan prinsip 4C yaitu berpikir kritis,

komunikasi, kolaborasi dan kreativitas. Model PjBL dapat mengkaitkan

kemampuan berpikir berpikir tingkat tinggi siswa.

Menurut Trianto (Tarbawy,2021) menyatakan bahwa Project Based

Learning adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang

menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.


Menurut Ardianti dkk (2017) menyatakan bahwa Project Based Learning

(PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran dengan ciri khusus adanya

kegiatan merancang dan melakukan sebuah proyek di dalamnya untuk

menghasilkan sebuah produk. Model pembelajaran ini memberikan pengalaman

belajar secara langsung kepada peserta didik melalui kegiatan pembuatan proyek

yang berujung pada terciptanya sebuah produk.

Menurut Made (Tarbawy, 2021) menyatakan bahwa model pembelajaran

Project Based Leraning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja

proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas

kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat

menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah,

membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan

kesempatan peserta didik untuk bekerja secara mandiri.

B. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Menurut Syaharuddin dan Mutiani (2020) langkah-langkah model

pembelajaran Project Based Learning sebagai berikut:

1) Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai awal agar

peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari

fenomena yang ada..

2) Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan

yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.


3) Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat

penting agar proyek dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai

dengan target.

4) Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru memonitoring terhadap

pelaksanaan dan perkembangan proyek.

5) Menguji hasil. Fakta dan data percobaan penelitian dihubungkan dengan

berbagai data lain dari berbagai sumber.

6) Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi

kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang

sama atau mata pelajaran yang lain.

Menurut Delise (Susanti, 2019) terdapat 6 langkah pembelajaran dengan

metode Project Based learning (1997:27‐35) yakni:

1. Connecting with the problem. Guru membuat pilihan, menyusun rancangan serta

mengutarakan masalah yang dikaitkan dengan keseharian siswa.

2. Setting up the structure. Setelah siswa dilibaktan dengan permasalahn tertentu,

guru menyusun struktur kerja melalui masalah yang akan dihadapi siswa. Struktur

ini hendaknya memberikan rancangan tugas yang wajib diselesaikan oleh peserta

didik. Struktur merupakan kunci dari segenap proses, terkait dengan cara peserta

didik melatih proses berfikir melalui situasi nyata dan menemukan solusi.

3. Visiting the problem. Guru menekankan pada pelbagai gagasan yang

dimunculkan siswa, khususnya dalam cara menyelesaikan masalah. Penekanan

tersebut ditujukan guna memunculkan fakta dan daftar perihal yang membutuhkan

klarifikasi.
4. Revisiting the problem. Peserta didik yang tergabung dalam kelompok kecil yang

telah menyelesaikan tugas mandiri harus segera menggabungkan diri dalam kelas

guna memunculkan dan mempresentasikan kembali masalah‐masalah yang telah

didiskusikan. Pertama‐tama, siswa meminta kelompok kecil untuk

mempresentasikan temuan-temuan awal. Guru lantas menilai sumber yang dipakai

sebagai referensi, durasi waktu yang dipergunakan, serta efektivitas solusi yang

akan dilakukan sebagai rencana tindakan selanjutnya.

5. Producing a product/performance. Siswa menyusun hasil solusi sebagai

pemecahan masalah dan disampaikan kepada guru agar dievaluasi. Guru menilai

kualitas dan penguasaan isi dari segenap siswa.

6. Evaluating performance and the problem. Guru menugaskan siswa untuk menilai

performa presentasi kajian masalah dan solusi alternatif yang

diajukan siswa lainnya

Menurut Syaharuddin dan Mutiani (2020) langkah-langkah model

pembelajaran Project Based Learning sebagai berikut:

1) Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai awal agar

peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari

fenomena yang ada..

2) Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan

yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.

3) Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat

penting agar proyek dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai

dengan target.
4) Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru memonitoring terhadap

pelaksanaan dan perkembangan proyek

5) Menguji hasil. Fakta dan data percobaan penelitian dihubungkan dengan

berbagai data lain dari berbagai sumber.

6) Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi

kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang

sama atau mata pelajaran yang lain.

Sesanti dan Ferdiandi (2017) mengemukakan bahwa langkah-langkah

model pembelajaran project based learning adalah sebagai berikut:

1) Penentuan pertanyaan mendasar (start with the essential question). Pembelajaran

dimulai dengan pemberian pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan ini lah menjadi

langkah awal dalam merancang tugas proyek pertanyaan yang diberikan

berdasarkan topik yang disesuaikann dengan realitas dunia nyata. Setelah

pemberian pertanyaan, dilanjutkan investigasi.

2) Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project). Perencanaan

dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa

diharapkan dapat ikut serta dalam menrencanakan tugas proyek tersebut.

Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan kegiatan yang dapat menjawab

pertanyaan yang diberikan serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses

untuk membantu penyelesaian tugas proyek.

3) Menyusun jadwal (create a schedule). Guru secara kolaboratif menyusun jadwal

kegiatan dalam menyelesaikan proyek.


4) Memonitor siswa dan kemajuan proyek (monitor the students and the progress

of the project). Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap

kegiatan siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara

memfasilitasi siswa pada setiap proses kegiatan

5) Menguji hasil (assess the outcome). Penilaian dilakukaan untuk membantu guru

dalam mengukur ketercapaian standar, memudahkan dalam mengevaluasi

kemajuan masing-masing siswa, memberi umpn balik tentang tingkat pemahaman

yang sudah dicapai siswa, serta membantu guru dalam menyusun strategi

pembelajaran berikutnya.

6) Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience). Pada akhir proses

pembelajaraan, siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang

sudah dijalankan Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan

pengalamannya selama penyelesaian proyek.

C. Kelebihan Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Menurut Suciani (Altaftazani: 2020) menyatakan bahwa kelebihan dari

model project based learning diantaranya dapat mengembangkan motivasi,

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan kemampuan

bekerjas sama serta meningkatkan keterampilan mencari dan mengelola berbagai

sumber pengetahuan. sedangkan kekurangan dalam model project based learning

yaitu sulit mengkondisikan keadaan kelas, sehingga memberikan peluang untuk

ribut dan diperlukan kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang
baik, selain itu, peserta didik mengalami kesulitan dalam proses pengumpulan

informasi serta membuat beberapa anak menjadi tidak aktif dalam kelompok.

Menurut Majid (Wahyuni & Fitriana, 2021) Kelebihan Model Pembelajaran

Project based Learning (PjBL) adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

2) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.

3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-

masalah yang kompleks.

4) Meningkatkan kolaborasi.

5)Meningkatkan keterampilan peserta didik untuk mengembangkan dan

mempraktikkan keterampilan komunikasi.

6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber belajar.

7) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam

mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber lain seperti

perelengkapan untuk menyelesaikan tugas.

8) Melibatkan peserta didik secara kompleks untuk belajar mengabil informasi dan

menunjukan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan

dunia nyata.

9) Membuat suasana belajar lebih menyenangkan, sehingga peserta didik maupun

pendidik menikmati proses pembelajaran.


D. Kekurangan Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Adapun kelemahan model pembelajaran Project Based Learning menurut

Darmaji (2018) bahwa disisi lain, guru dan siswa harus mempertimbangkan

kelemahan pelaksanaan model tersebut yang umumnya proyek akan dilakukan

dalam jangka panjang seperti beberapa minggu, atau bahkan lebih dari sebulan

karena memerlukan beberapa tahapan yang harus diselesaikan selama proses

belajar mengajar berlangsung Lebih lanjut menurut Susanti mengemukakan bahwa

berdasarkan pengalaman yang ditemukan di lapangan, Project Based Learning

memiliki beberapa kekurangan, antara lain sebagai berikut:

1) Kondisi kelas sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek

2) Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup, masih saja memerlukan

waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang maksimal.

Menurut Majid (2021) menyatakan bahwa kekurangan model pembelajaran

Project Based Learning (PjBL) yaitu:

1) Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan

masalah.

2) Memerlukan biaya yang cukup banyak.

3) Banyak peralatan yang harus disediakan


E. Karakteristik Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Menurut Wahyu (2016) menyatakan bahwa karakteristik PjBL, yaitu.

a.Peserta didik membuat keputusan dan membuat kerangka kerja.

b.Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.

c.Peserta didik merancang proses untuk mencapai hasil.

d. Peserta didik bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola

informasi yang dikumpulkan.

e.Peserta didik melakukan evaluasi secara bekerlanjutan.

f.Peserta didik secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan.

g.Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya.

h. Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.

Menurut Ritawati (Hamidah, 2023) menyebutkan karakteristik

pembelajaran berbasis proyek (PjBL) adalah peserta didik menyelidiki ide-ide

penting dan bertanya,menemukan pemahaman dalam proses menyelidiki, sesuai

dengan kebutuhan dan minatnya, menghasilkan produk dan berpikir kreatif, kritis

dan terampil menyelidiki, menyimpulkan materi, serta menghubungkan dengan

masalah dunia nyata. Lebih lanjut menurut Widyantini (Hamidah, 2023)

mengemukakan beberapa karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek

(PJBL) sebagai berikut:

1) Terdapat persoalan yang bersifat rumit yang diberikan kepada peserta didik.

2) Peserta didik merancang prosedur pemecahan masalah yang sudah diusulkan

dengan melaksanakan investigasi.


3) Peserta didik menginvestigasi dan mengimplementasikan kemampuan dan

keterampilan yang dipunya pada saat menyelesaikan produk.

4) Peserta didik bertugas di dalam kelompok dengan suportif.

5) Peserta didik mengimplementasikan berbagai kemampuan yang diperlukan.

6) Peserta didik dengan teratur melaksanakan penilaian terhadap kegiatan yang

telah dilewatinya.

7) Hasil akhir peserta didik dalam menggarap produk lalu dinilai.


VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic)

A. Pengertian model pembelajaran VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic)

Model Pembelajaran VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic) adalah tipe model

pembelajaran kooperatif yang memadukan tiga gaya belajar yaitu belajar dengan

melihat (visual), belajar dengan mendengarkan (auditori) dan belajar dengan gerak

dan emosi (kinestetik), Bahkan jika seseorang cenderung hanya menggunakan satu

gaya belajar atau suka belajar hanya menggunakan satu gaya belajar, pembelajaran

yang menggunakan lebih banyak gaya belajar dapat membuat siswa lebih aktif

dalam belajar. Menurut Shoimin (2014) menyatakan bahwa Model Pembelajaran

Visual, Auditory, Kinesthetic atau VAK adalah model pembelajaran yang

melibatkan ketiga modalitas belajar agar menjadikan siswa merasa nyaman dalam

belajar, ketiga modalitas belajar tersebut dikenal sebagai gaya belajar. Lebih lanjut

menurut Trianto, (Elisa, dkk 2019) mengemukakan bahwa menyadari pentingnya

pembelajaran IPA bagi peserta didik sangat dibutuhkan keterlibatan siswa dan

guru secara optimal agar tercapainya proses belajar yang baik. Adapun salah satu

tolok ukur bahwa siswa telah belajar dengan baik yaitu jika peserta didik itu dapat

mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang

diinginkan dapat dicapai oleh siswa.

Rusman (2013: 133) mengemukakan bahwa model pembelajaran VAK adalah

model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat

indra yang dimiliki siswa. Pembelajaran dengan model pembelajaran VAK adalah

suatu pembelajaran yang memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan

agar semua kebiasaan belajar siswa akan terpenuhi. Lebih lanjut Menurut Ngalimun
(2013: 138) model pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif

dengan memperhatikan potensi siswa yaitu memanfaatkan potensi siswa yang

dimiliki dengan melatih dan mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya

dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic. Jadi

model pembelajaran VAK adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan

ketiga gaya belajar (melihat, mendengar, dan bergerak) setiap individu dengan cara

memanfaatkan potensi yang telah dimiliki dengan melatih dan

mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar siswa terpenuhi

Pemahaman mengenai perbedaan setiap karakteristik peserta didik menjadi

tugas guru dalam mendesain proses pembelajaran di dalam kelas. Model VAK

memanfaatkan gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik dengan cara melatih

dan mengembangkannya agar hasil yang diperoleh dari belajar dapat meningkat,

artinya dengan memperhatikan gaya belajar peserta didik, pendidik dapat

memenuhi kebutuhan belajar setiap peserta didik. Pernyataan tersebut sejalan

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Multazam (2017) menyatakan bahwa

model pembelajaran VAK merupakan model yang memanfaatkan potensi peserta

didik yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Menurut

Hartati (2014) mengemukakan bahwa karakteristik model VAK meliputi visual,

auditori, dan kinestetik. Visual dengan belajar dengan mengamati dan

menggambarkan. Visualization adalah bahwa belajar harus menggunakan indra

mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, gunakan

media & alat peraga. Auditor dengan belajar dengan berbicara dan mendengar.

Auditory bermakna bahwa belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara,


presentasi, memberikan pendapat, gagasan, menanggapi dan berargumentasi.

Kinestetic dengan belajar bergerak dan berbuat. Kinestetic bermakna gerakan tubuh

(hands-on, aktivitas fisik), belajar itu haruslah mengalami dan melakukan.24 Model

pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan

memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah

potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya.

Optimalisasi potensi siswa tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar

yang akan dicapai. sehingga penggunaan model pembelajaran Visual Auditory

Kinesthetic (VAK) ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar

langsung dengan bebas menggunakan gaya belajar yang dimilikinya untuk

mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.

Model Pembelajaran VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic) adalah model

yang memperhatikan ketiga gaya belajar siswa yaitu visual (melihat), auditori

(mendengar), dan kinestetik (bergerak). Menurut Rukmana, et al (2018)

menyatakan bahwa model pembelajaran VAK adalah model yang menekankan

bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indera yang dimiliki oleh siswa dengan

cara mengkombinasikan ketiga gaya belajar setiap individu agar semua kebiasaan

belajar siswa dapat terpenuhi.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Model

Pembelajaran VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic) merupakan mode! yang

memadukan tiga gaya belajar yaitu belajar dengan melihat (visual), belajar dengan

mendengarkan (auditory) dan belajar dengan gerak (kinesthetic) yang bertujuan

untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar langsung dengan
memanfaatkan alat indera yang dimiliki oleh siswa agar semua kebiasaan belajar

siswa dapat terpenuhi.

B. Macam-macam Gaya Belajar Model VAK

Modalitas belajar model pembelajaran VAK disebut juga gaya belajar,

menurut Lazuardi & Murti (2021) mengemukakan bahwa Visual, Auditory,

Kinesthetic yaitu memadukan tiga gaya belajar yakni melihat, mendengar, dan

bergerak dengan cara memanfaatkan potensi yang telah dimiliki oleh setiap

individu dengan melatih dan mengembangkannya agar aktivitas belajar akan lebih

optimal.

Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai dalam pembelajaran

yaitu Visual Auditory Kinesthetic (VAK). Menurut Siswono (Setiawan & Alimah,

2019) mengemukakan bahwa model pembelajaran VAK adalah model

pembelajaran yang mengoptimalkan pada tiga modalitas belajar yaitu melihat,

mendengar, dan bergerak. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang

mengoptimalkan ketiga modalitas yang sudah dimiliki oleh manusia yang bertujuan

untuk menjadikan siswa belajar merasa nyaman. Pembelajaran dengan model ini

mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa.

Pengalaman belajar secara langsung dengan cara melihat (Visualization),

mendengar (Auditori), dan gerak (Kinesthetic). Lebih lanjut menurut Rahmadani,

dkk (2021) mengemukakan bahwa peneliti menerapkan model pembelajaran

Visualization, Auditory, Kinestetic (VAK) dengan menjadi salah satu alternatif

dalam model pembelajaran yang menekankan pada ketiga unsur gaya belajar, yaitu
penglihatan, pendengaran, dan gerakan yang tentunya dapat mengoptimalkan

ketiga modalitas belajar sehingga dapat meningkatkan minat, motivasi peserta didik

dan menuntut peserta didik agar aktif dan berkreatif pada proses pembelajaran.

Penerapan pendekatan pembelajaran VAK dapat memberikan suasana baru dalam

proses pembelajaran.

Hal ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Huda (Sultan, et al

(2019), yaitu:

1) Visual (Belajar dengan cara melihat)

Gaya belajar ini adalah gaya belajar yang memanfaatkan indra mata melalui

pengamatan, menggambar, mendemonstrasikannya, membaca, Gaya belajar visual

yang diciptakan ataupun diingat seperti warna, gambar, potret mental

2) Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Gaya belajar atau modalitas belajar ini adalah gaya belajar dengan cara mendengar,

menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat. menanggapi, dan

berargumentasi. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar dengan

mendengarkan apa yang orang disekitarnya katakan dan biasanya dapat menghafal

lebih cepat dengan membaca teks dengan keras.

Dalam merancang pembelajaran bagi siswa yang memiliki gaya belajar

auditori bisa dengan mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka

pelajari, sunah mereka menceritakan pengalaman mereka dengan suara, atau

mengajak mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah dan menciptakan

makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.

3) Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh)


Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Gaya belajar ini adalah

gaya belajar seorang siswa yang lebih suka bergerak, menyentuh.

Menurut Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, (Lestari , dkk 2012)

mengemukakan bahwa cici-ciri siswa dengan gaya belajar visual adalah:

a) rapi dan teratur,

b) berbicara dengan cepat,

c) biasanya tidak terganggu oleh keributan,

d) mengingat apa yang dilihat daripada apa di dengar,

e) lebih suka membaca daripada dibacakan,

f) pembaca cepat dan tekun,

g) seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai

memilih kata-kata,

h) mengingat asosiasi visual,

i) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,

dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya,

j) teliti terhadap detail.

Hasil belajar dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai tujuan

pendidikan. Menurut Magdalena., et al (2020) mengemukakan bahwa berdasarkan

Taksonomi Bloom yang telah di revisi, hasil belajar diklasifikasikan kedalam 3

ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1) Ranah Kognitif

Pada revisi Taksonomi Bloom dalam ranah kognitif mencakup enam bagian, yakni

mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), menilai


(C5) dan mencipta (C6). Ranah kognitif menggambarkan tahap berpikir yang harus

dikuasai oleh siswa agar mampu menerapkan atau mengaplikasikan teori yang telah

diajarkan ke dalam aktualisasi nyata.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari lima tahap kemampuan yakni menerima. merespon,

menghargai, organisasi, dan karakteristik. Penguasaan ranah afektif peserta didik,

dapat dilihat melalui aspek moral yang ditunjukkan, baik itu melalui perasaan,

motivasi, dan sikap siswa.

3) Ranah Psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik dilihat dari keterampilan dan juga kemampuan dalam

bertindak oleh siswa itu sendiri. Siswa bukan hanya menghafal teori akan tetapi

menerapkan teori yang sifatnya abstrak ke dalam dunia nyata. Terdapat lima

tahapan keterampilan yakni meniru, manipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa

diukur dengan bentuk penilaian berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi

yakni cara memahami materi yang diajarkan, cara memahami tingkat kemampuan

siswa, dan cara mereka menerima materi yang telah guru berikan.

D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran VAK

Model pembelajaran VAK adalah model pembelajaran yang

mengoptimalkan pada tiga modalitas belajar yaitu melihat, mendengar, dan

bergerak. Menurut Lutfirohmatika Pertiwi (2021) mengemukakan bahwa kelebihan

dari model pembelajaran VAK adalah peserta didik maupun siswa akan
mendapatkan proses pembelajaran yang lebih bermakna dengan memaksimalkan

penggunaan panca indera.

Model Pembelajaran Visual, Auditori, Kinestetic (VAK) mampu

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa karena dalam model VAK

membantu para siswa menemukan makna pembelajaran mereka dengan cara

menghubungkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa.

Menurut Sinaga & Nurhairani (2019) mengemukakan bahwa adapun kelebihannya

dari model pembelajaran VAK yaitu, adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika

model pembelajaran VAK diterapkan, hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran

berlangsung siswa sangat antusias dan semangat mengikuti pembelajaran yang

sedang berlangsung, tingginya rasa ingin tahu siswa, serta siswa dapat berpikir

kritis dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Selain itu, kekurangan model

pembelajaran VAK yaitu, waktu sangat terbatas, dan dari pihak sekolah kurang

menyediakan media pembelajaran yang memadai. lebih lanjut menurut Shoimin

(Sinaga & Nurhairani, 2019) mengemukakan bahwa model pembelajaran VAK

juga memiliki kelemahan yakni tidak banyak yang mampu mengkombinasikan

ketiga gaya belajar sehingga diperlukan pendidik yang terampil dan mampu

mengkombinasikan ketiga gaya belajar ini, dan kelebihan model pembelajaran

VAK yakni dapat menjangkau setiap gaya belajar siswa sehingga memberikan

pengalaman belajar langsung yang mengembangkan potensi siswa dan

menciptakan pembelajaran yang aktif.


D. Karakteristik Model Pembelajaran VAK

Dalam model pembelajaran VAK terdapat Karakteristiknya tersendiri.

Menurut Hartanti (2014) mengemukakan bahwa karakteristik model VAK meliputi

visual, auditori, dan kinestetic. Visual dengan belajar dengan mengamati dan

menggambarkan. Visualization adalah bahwa belajar harus menggunakan indra

mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, gunakan

media & alat peraga. Auditor dengan belajar dengan berbicara dan mendengar.

Auditory bermakna bahwa belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara,

presentasi, memberikan pendapat, gagasan, menanggapi dan berargumentasi.

Kinestetik dengan belajar bergerak dan berbuat. Kinesthetic bermakna gerakan

tubuh (hands-on, aktivitas fisik), belajar itu haruslah mengalami dan melakukan.

24 model pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan

memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah

potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya.

Optimalisasi potensi siswa tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar

yang akan dicapai. sehingga penggunaan model pembelajaran Visual Auditory

Kinesthetic (VAK) ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar

langsung dengan bebas menggunakan gaya belajar yang dimilikinya untuk

mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.


E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Model VAK

Dalam mencapai tujuan pembelajaran tentunya terdapat masalah yang dapat

berpengaruh dalam proses pembelajaran, masalah yang sering dihadapi dalam

proses pembelajaran adalah hasil belajar yang diperoleh siswa masih kurang

maksimal. faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu dari dalam

diri siswa dan lingkungan sekitarnya. Menurut Taiyeb & Mukhlisa (2015)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terbagi dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari

individu itu sendiri yang meliputi pengetahuan, bakat, minat, kesehatan jasmani,

motivasi dan minat belajar. sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal

dari luar individu, yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan di masyarakat.

Pencapaian hasil belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan belajar siswa

atau dengan kata lain siswa mengalami kesulitan belajar selain itu juga dipengaruhi

oleh kemampuan sosial dalam belajar, hal inilah yang menyebabkan hasil belajar

siswa tersebut kurang maksimal. Menurut Djabba & Halik (2019) menjelaskan

bahwa suatu pembelajaran akan menjadi efektif akan tercermin dari hasil belajar

yang didapatkan oleh siswa. Lebih lanjut Menurut Pingge & Wangid (2015)

menyatakan bahwa penyebab kesulitan belajar siswa bersumber dari faktor internal

(dari dalam diri pelajar) meliputi intelektual, percaya diri, kebiasaan belajar.

kemampuan dalam mengingat, mendengar, dan merasakan. Sedangkan yang

bersumber dari faktor internal (dari luar pelajar) meliputi kondisi dalam proses

pembelajaran, dalam hal ini adalah guru, kualitas pembelajaran, dan instrumen yang

digunakan dalam proses pembelajaran.


Berdasarkan penjelasan beberapa ahli tersebut mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut ada

dua yaitu faktor internal yaitu berasal dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor

eksternal yaitu faktor yaitu berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan sekitarnya
DAFTAR PUSTAKA

Hamidah. 2023. Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Tidak

Diterbitkan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Pasundan:

Bandung.

Sari, Rona, Taula & Siska Angraeni. 2018. Penerapan Model Pembelajaran

Project Based Learning (PjBL) Upaya Peningkatan Kreativitasnya

Mahasiswa. Vol 30: 1, 79-80.

Susanti, Eka Dian. 2019. Project Based Learning: Pemanfaatan Vlog Dalam

Pembelajaran Sejarah untuk Generasi Pro Gadget. Vol 13: 1, 92-93.

Fitri, Hikmatul, I Wayan Dasna & Suharjo. 2018. Pengaruh Model Project Based

Learning (PjBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau

dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Vol 3: 2.

Wahyu, Rahma. 2016. Implementasi Model Project Based Learning (PJBL)

Ditinjau dari Penerapan Kurikulum 2013. Vol 1: 1, 55-56.

Wahyuni, Eka & Fitriani. 2021. Implementasi Model Pembelajaran Project Based

Learning (PJBL) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada

Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP NEGERI 7 KOTA

TANGERANG. Vol 3: 1.

Djabba, R & Halik, A. (2019) Penerapan Model Quantum Learning untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Sekolah Dasae. Jurnal Publikasi

Pendidikan. Vol 9,, 69-71.


Elisa, triyan desti, neni Hermita, Eddy Noviana. 2019. Penerapan Model

Pembelajaran Vak (Visualisasition, Auditory, Dan Kinestethic) Terhadapa

Hasil Belajar Ipa Peserta Didik Kelas Iv Sd Negeri 147 Pekanbaru. Jurnal

Dinamika Pendidikan Dasar. Vol. 11(1):20.

Hartanti, Kartika (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Vak (Visualisasi,

Auditori, Kinestetik) Terhadap Prestasi Belajar Pai Pada Siswa Di Sdn

Tlogomulyo Temanggung. Pendidikan Agama Islam. Vol. 11(1): 55.

Lazuardi, D. R & Murti, S. (2021). Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi

Menggunakan Model Pembelajaran Quantum tipe VAK (Visual,

Audiovisual, Kinestetik). Jurnal KIBASP ( Kajian Bahasa Sastra Dan

Pengajaran). 2(1), 2013-2015.

Magdalena, I, Fajriyati Islami, N., Rasyid, E, A, & Diasty, N.,I (2020). Tiga

Ranah Taksonomi Bloom dalam Pendidikan. Jurnal Edukasi dan Sains 2(1).

132-139.

Multazam. (2017). Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Vak

(Visualizatioj, Auditory, Kinestetiic) Dan Tipe Air (Auditory Intellectually

Repetition) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Mts

Negeri Gowa. 6, 5-9.

Pingge, H. D & Wangid, M.N (2015). Faktor Yang mempengaruhi Hasil Belajar

Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Kota Tambolaka. Jurnal Pendidikan

Sekolah Dasar Ahmad Dahlan. 1.


Rukmana, W. Hardjono, N & O, A, A (2018). Peningkatan Aktivitas dan Hasil

Belajar dengan Pembelajaran VAK Berbantuan Media Tongkat Tokoh. 2(3).

156-164.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif. Pdf. Ar-Ruzz Media.

Sultan, M. A, Nurjannah & Paurru, T. P. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran

VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar

IPA Pada Siswa kelas V UPT SD Negeri 96 Pinrang. Publikasi Pendidikan.

10. http://ojs.unm.ac.id/index.php/pubpend.

Taiyeb, A, M., & Mukhlisa, N (2015). Hubungan Gaya Beljar dan Motivasi

Belajar dengan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Tanete

Rilau. Bionature Vol. 16 No 8-16.

Anda mungkin juga menyukai