Ramadhan Tri Kurniawan - Papper Hukum Tata Negara Indonesia-1
Ramadhan Tri Kurniawan - Papper Hukum Tata Negara Indonesia-1
NIM : 02011282126188
Matkul : Hukum Tata Negara Indonesia
Kelas : B indralaya
TUGAS PAPPER
MASYARAKAT VIRAL
AKUN TWITTER PALSU PROF JE SAHETAPY BEREDAR
Siapa sih yang tidak kenal sama sosok yang satu ini? Seorang Profesor yang dijuluki
Sang penjaga nurani hukum dan sosok pakar hukum yang tegas suarakan perubahan.
Profesor ini kerap dipilih sebagai narasumber karena dikenal memiliki pandangan
yang tajam tanpa tedeng aling-aling. Dalam kesehariannya, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1999-2004 sangat sederhana. Beliau bernama
Profesor Jacob Elfinus Sahetapy.
Prof. Sahetapy lahir pada 6 Juni 1932 di sebuah pulau kecil di Provinsi Maluku, yakni
Pulau Saparua. Guru Besar FH Unair ini lahir di keluarga yang mayoritas berprofesi
guru, kedua orangtuanya merupakan guru, yakni WA Lokollo dan CA Tomasowa.
Meski sempat tertarik masuk ke Akademi Dinas Luar Negeri, Prof. Sahetapy akhirnya
memilih masuk Jurusan Kepidanaan FH Unair, yang kala itu masih merupakan
cabang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Surabaya. Semasa di bangku
perkuliahan, Prof. Sahetapy dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan fasih
berbahasa Belanda, ia juga sempat diangkat sebagai asisten dosen untuk mata kuliah
hukum perdata. Pada 1959, ia berhasil meraih gelar sarjana hukum.
Komisi Hukum Nasional (KHN) dibuat repot dengan beredarnya akun Twitter palsu
dengan nama identik dengan ketua KHN Prof JE Sahetapy. Akun Twitter tersebut
adalah @profsahetapy dan @JE_Sahetapy.
"Dua akun itu palsu, hanya mengatasnamakan bapak," ujar Athilda Sahetapy, putri JE
Sahetapy ketika dikonfirmasi, Kamis (27/3/2014).
"Jadi lewat DM (direct message), teman saya menanyakan kok pakai nama dan foto
Prof Sahetapy. Dia lalu akhirnya ganti foto dan profil," ujar Athilda.
Sedangkan pihak KHN menyatakan, hal-hal yang terkait dengan aktifitas media Prof
Sahetapy, dikelola secara langsung oleh lembaga tersebut, bisa diakses melalui
komisihukum.go.id dan akun Twitter @KHN_RI.
Komisi Hukum Nasional (KHN) kembali direpotkan dengan beredarnya akun Twitter
palsu dengan nama identik dengan Ketua KHN Prof JE Sahetapy. Akun Twitter
tersebut adalah @profsahetapy, yang sebelumnya pernah dibantah keasliannya oleh
pihak KHN, 26 Maret 2014 lalu.
Melalui siaran pers yang diperoleh hukumonline, Rabu (6/8), KHN kembali
menegaskan bahwa Prof JE Sahetapy tidak pernah memiliki akun Twitter. Artinya,
akun @profsahetapy atau @Pseudosopi bukan milik Prof JE Sahetapy alias palsu.
"Press Release ini sekaligus menegaskan kembali tentang Release yang pernah
disampaikan oleh KHN pada tanggal 26 Maret 2014 terkait dengan akun palsu atas
nama ketua KHN, yakni akun @JE. Sahetapy, dan @ProfSahetapy," demikian bunyi
siaran pers KHN.
Ketua Komisi Hukum Nasional
Menurut Saihu, hingga kini Sahetapy tidak memiliki akun Twitter dan akun media
sosial lainnya yang mengatasnamakan pribadi.Penelusuran merdeka.com, dalam
postingan terakhir @profsahetapy, dijelaskan jika akun tersebut berganti akun
menjadi @Pseudosopi.
"Hal yang terkait dengan aktifitas media JE Sahetapy, dikelola secara langsung oleh
KHN. Sedangkan media sosial yang dimiliki oleh KHN adalah website:
komisihukum.go.id dan akun Twitter @KHN_RI," terang Saihu.
Sebelumnya, KHN juga pernah menginfokan pada tanggal 26 Maret 2014 terkait
dengan akun palsu atas nama ketua KHN, yakni akun @JE. Sahetapy, dan
@ProfSahetapy.
Akun @profsahetapy kembali aktif, tercatat mulai tanggal 30 Juli 2014 dan berganti
menjadi @Pseudosopi sebagai akun untuk terus memproduksi kicauan-kicauan politik
dan hukum menurut pemikirannya sendiri.
Lebih lanjut ditegaskan Saihu, bahwa Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A., tidak
pernah memiliki akun sosial.
"Perlu kami sampaikan juga bahwa Ketua KHN, Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., MA.,
tidak pernah membuat dan memiliki akun social media apapun yang
mengatasnamakan pribadi," jelasnya.
Saihu mengatakan, terkait dengan aktifitas media Prof. Sahetapy, dikelola secara
langsung oleh KHN. Sedangkan media social yang dimiliki oleh KHN adalah website:
komisihukum.go.id dan akun Twitter @KHN_RI.
"Kami meminta kepada siapapun untuk tidak memanfaatkan nama seseorang untuk
kepentingan pribadinya dengan merugikan orang lain," tukas Saihu.
Dalam era digital seperti sekarang, banyak kejahatan-kejahatan yang terjadi dengan
menggunakan sarana teknologi informasi. Salah satunya adalah perbuatan membuat
akun media sosial palsu, seperti yang telah dijelaskan. Sebagai negara hukum, Negara
Indonesia tentunya tidak akan diam menanggapi fenomena pemalsuan akun media
sosial tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, perbuatan membuat akun media sosial
palsu atas nama orang tertentu, termasuk membuat akun media sosial palsu atas nama
artis, aktor, atau selebriti tertentu sebagaimana yang telah dijelaskan, diancam dengan
sanksi pidana penjara paling lama 12 Tahun dan/atau denda paling banyak dua belas
miliar rupiah.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu:
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Perbuatan membuat akun media sosial palsu atas nama orang tertentu, termasuk
membuat akun media sosial palsu atas nama artis, aktor, atau selebriti tertentu diatur
dalam 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan analisis sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum;
melakukan penciptaan Informasi Elektronik;
dengan tujuan agar Informasi Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang
otentik.
Pasal 51 ayat (1) mengatur bahwa:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Dalam Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) diatur bahwa Setiap Orang yang melakukan
penciptaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik agar dianggap seolah-
olah data yang otentik diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau denda paling banyak dua belas miliar rupiah.
Akun media sosial merupakan salah satu bentuk dari Informasi Elektronik. Hal
tersebut sebagaimana pengertian dari Informasi Elektronik yang terdapat dalam Pasal
1 angka 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yaitu:
Pasal 1 angka 1
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti. atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.