Anda di halaman 1dari 113

TESIS

PENGAWASAN BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN


PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2014 DI
KABUPATEN MALINAU

Oleh :

ARDHILLES GAGALANG
20.741010.24

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
2022
PENGAWASAN BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2014 DI
KABUPATEN MALINAU

TESIS

Diajukan Sebagai Syarat Untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program

Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Oleh :

ARDHILLES GAGALANG
20.741010.24

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
2022
ABSTRAK

Latar belakang penulisan tesis ini adalah kewenangan pelaksanaan otonomi daerah
yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah salah satunya penyerahan
kewenangan dibidang pengelolaan barang milik daerah. Pengelolaan barang milik daerah
di Kabupaten Malinau masih terdapat permasalahan dan kendala, seperti Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malinau Tahun 2020 masih memberikan catatan terhadap pengelolaan barang milik daerah
yang belum sepenuhnya tertib, seperti terdapat tanah yang berlum memiliki sertifikat,
barang milik daerah yang dikuasai oleh pihak yang tidak berhak, belanja barang milik
daerah yang tidak tercatat sebagai aset tetap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan
yang besar kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau untuk melaksanakan tata kelola
barang milik daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau dituntut untuk dapat
melakukan tata kelola dan pengawasan barang milik daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti: Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; Permendagri Nomor 19 Tahun 2016
tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 telah mengatur pengelolaan dan
pengawasan yang dilakukan secara berjenjang terhadap barang milik daerah mulai dari
Bupati Malinau, Sekretaris Daerah sampai dengan Kepala OPD. Untuk dapat
melaksanakan pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah yang efektif dan efisien
diperlukan peraturan pelaksana yang lebih detail sebagai penjabaran peraturan yang lebih
tinggi berupa Peraturan Daerah yang mengatur tata kelola dan pengawasan barang milik
daerah sebagai dasar hukum yang memiliki kekuatan hukum seperti yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011

Kata kunci: Pengawasan, Barang Milik Daerah, Tata Kelola


ABSTRACT

The background of writing this thesis is the authority to implement regional


autonomy given by the central government to regional governments, one of which is the
transfer of authority in the field of regional property management. In the management of
regional property in Malinau Regency, there are still problems and obstacles, such as the
BPK Inspection Report (LHP) on the financial statements of the Malinau Regency
Government in 2020 which still provides notes on the management of regional property
that is not fully in order, such as land that does not have a certificate. , regional property
controlled by unauthorized parties, regional property expenditures that are not recorded as
fixed assets.
The results of the study indicate that regional autonomy gives a great authority to
the Regional Government of Malinau Regency to carry out the governance of regional
property. The local government of Malinau Regency is required to be able to manage and
supervise regional property based on applicable laws and regulations, such as:
Government Regulation Number 27 of 2014 concerning Management of State/Regional
Property; Permendagri Number 19 of 2016 concerning Guidelines for the Management of
Regional Property.
Government Regulation No. 27 of 2014 has regulated the management and
supervision carried out in stages for regional property, starting from the Regent of
Malinau, the Regional Secretary to the Head of the OPD. In order to be able to carry out
effective and efficient management and supervision of regional property, more detailed
implementing regulations are needed as an elaboration of higher regulations in the form of
Regional Regulations that regulate the management and supervision of regional property
as a legal basis that has legal force as stipulated in the Law. Law Number 12 of 2011

Keywords: Supervision, Regional Property, Governance


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang sehingga atas berkat dan rahmat-Nya penulisan hukum/skripsi

dengan judul “Pengawasan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah No

27 Tahun 2014 Di Kabupaten Malinau” Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung

telah memberikan segala bantuan, dukungan serta doanya kepada penulis sehingga

penulisan hukum/tesis ini dapat diselesaikan.

Rasa terima kasih sebesar – besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Drs. Adri Patton,M.Si. selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan;

2. Dr. Syafruddin,S.H.,M.H. selaku Kepala Prodi Magister Hukum Universitas

Borneo Tarakan;

3. Bapak Dr. Syafruddin,S.H.,M.H. Ketua Program Studi Magister Hukum

Universitas Borneo Tarakan;

4. Ibu.Dr.Nurasikin, S.H.I., M.H. Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Muhammad

Iham Agang, S.H., M.H Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis

Dalam Menyusun dan menyelesaikan tesis ini;

5. Para Dosen Pengampu Mata Kuliah baik Dosen Universitas Borneo Tarakan dan

Dosen Pengampu Mata Kuliah dari Universitas yang bekerja sama dengan

Universitas Borneo tarakan;

6. Bapak Wempi W Mawa, S.E. Bupati Malinau dan Bapak Jakaria, S.E., M.Si Wakil

Bupati Malinau yang telah mengijinkan Penulis untuk melanjutkan Studi di

Universitas Borneo Tarakan;


7. Kedua orang tua tercinta Thomas Gagalang dan Alm. Esther Lukas yang

senantiasa selalu berdoa dan memberikan bantuan untuk kesuksesan dan

keberhasilan Penulis untuk mencapai harapan dan cita-cita;

8. Isteri tercinta Maryam yang setiap saat selalu berdoa dan memberi dorongan serta

motivasi dan penyemangat dalam suka maupun duka;

9. Anak-anak yang tersayang (Hunteng Lionel Abigael Gagalang, Harun Mascherano

Gagalang dan Hillary Gloria Gagalang);

10. Keluarga besar Penulis yang selalu mendoakan Penulis di setiap saat.

Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidaklah luput dari kesalahan dan

kehilapan, hasil karya penulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya penulis

menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan

hukum/tesis ini, Penulis sangat mengharapkan saran dan masukan untuk tujuan untuk

perbaikan dan penyempurnaan dalam penulisan Tesis ini, semoga segala bantuan yang

telah diberikan menjadi kebaikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan hukum/tesis ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang memerlukan.

Tarakan, 9 Februari 2022

Penulis

ARDHILLES GAGALANG
NPM. 2074101024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN JUDUL DALAM ....................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ v

BERITA ACARA UJIAN TESIS .................................................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

DAFTAR PERUNDANG – UNDANGAN ..................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1. Judul …………………………………………………………... 1

2. Latar Belakang ........................................................................... 1

3. Rumusan Masalah ....................................................................... 7

4. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7

5. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 8

6. Kerangka Konseptual ................................................................. 9

6.1.Konsep Pemerintah Daerah .................................................. 9

6.2.Konsep Tata Kelola Pemerintah yang Baik …………… ..... 11

a. Pengertian Tata Kelola Pemerintah yang Baik ….. ........... 11

b. Konsep Tata Kelola Pemerintah yang Baik …. ................ 12

c. Karakteristik Tata Kelola Pemerintah yang Baik … ......... 15

6.3. Konsep Wewenang ……………………………………….. 17


6.4. Konsep Barang Milik Daerah …………………………...... 21

6.5. Konsep Pengelolaan BMD …………………. ..................... 22

6.6. Konsep Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan BMD.. 35

7. Metode Penelitian ....................................................................... 36

7.1.Tipe penelitian ...................................................................... 36

7.2.Pendekatan Penelitian .......................................................... 37

7.3.Sumber Bahan Hukum ......................................................... 38

7.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .................................... 39

7.5.Analisis Bahan Hukum ……………………………………. 40

7.6. Pertanggungjawaban Sistematika ........................................ 41

BAB II DASAR KEWENANGAN PENGAWASAN BMD

1. Pengawasan BMD …………………………………………...... 43

2. Pengelolaan BMD ...................................................................... 45

3. Dasar Kewenangan Pengawasan BMD....................................... 57

4. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan BMD ……………. 66

BAB III MEKANISME PELAKSANAAN PENAGWASAN BMD

BERDASARKAN PP NOMOR 27 TAHUN 2015

1. Kewenangan Pengawasan BMD …………………………... ..... 68

a. PP Nomor 27 Tahun 2014 ………………………………….. 68

b. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 ………………………. 71

2. Mekanisme Pengawasan BMD .................................................. 74


BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan …………………………………………... ............. 95

2. Saran ........................................................................................... 96

DAFTAR BACAAN
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah daerah memiliki peran yang strategis dan substansi dalam

tataran kenegaraan di Indonesia seperti yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Peran strategis dan

substansi tersebut diimplementasikan dalam system pemerintahan yang

disebut dengan “Otonomi Daerah”.

Untuk memberikan landasan hukum yang lebih komprehensif dan jelas

Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah semakin diberi ruang yang sangat luas

dalam pelaksanaan otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui; peningkatan pelayanan,

pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing

daerah.

Sistem otonomi daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah

daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota mempunyai Urusan Pemerintahan masing-masing yang

sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan antara Pemerintah

Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam implementasinya. Di

1
2

samping urusan pemerintahan esensi dari otonomi daerah memberikan adalah

memberikan kewenangan kepada daerah.1

Perjalanan otonomi daerah pasca era reformasi yang sudah berjalan lebih

dari dua dasawarsa terus mengalami perubahan dan perkembangan, yang

berdampak terhadap perubahan berbagai aspek tata kelola pemerintahan yang

juga mengalami perubahan. Pemerintah Republik Indonesia di era Presiden

Jokowidodo mengeluarkan berbagai kebijakan yang mencoba mewujudkan

tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien dengan cara memotong

rantai birokrasi yang berbelit dan panjang.

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk

memotong jalur birokrasi yang panjang sebagai upaya mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik dan profesional adalah dengan menghilangkan

jabatan esselon dan menggantinya dengan jabatan fungsional.

Kebijakan mengganti jabatan eselon menjadi fungsional akan

mendorong terwujudnya profesionalitas PNS dalam menjalankan tugas pokok

dan fungsinya. Keberadaan PNS sebagai abdi Negara akan mendorong PNS

melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan fungsinya sehingga

diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja PNS.

Perubahan jabatan esselon menjadi fungsional juga diterapkan untuk

penatalaksana barang seperti yang diatur dalam Peraturan menteri Dalam

Negeri Nomor 22 tahun 2019. Melalui penerbitan Permendagri Nomor 22

tahun 2019 Pemerintah Daerah diharapkan akan mampu menggunakan

1
Puteri Hikmawati. 2012. Sinkronisasi Dan hemonisasi Hukum Penyelenggaraan Otonomi
Daerah Studi Di Provinsi Bali, h. 5
3

kewenangan yang diberikan pemerintah pusat untuk mengelola barang daerah

dengan lebih baik dan professional.

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang luas untuk melakukan

pengelolaan barang milik daerah. Dasar-dasar kewenangan pengaturan antara

lain dasar kewenangan atribusi dan kewenangan delegasi. Antara atribusi dan

delegasi terdapat persamaaan dan perbedaan. Persamaannya adalah lembaga

yang menerima wewenang bertanggungjawaban atas pelaksanaan wewenang

itu. Perbedaannya adalah pada delegasi selalu didahului oleh adanya atribusi,

sedangkan dalam atribusi tidak ada yang mendahului, pada atribusi terjadi

pembentukan wewenang sedangkan pada delegasi terjadi penyerahan

wewenang.2

Kabupaten Malinau sebagai daerah otonom yang relative baru, wajib

melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan dan asset daerah seperti yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan barang

milik daerah pada awal pembentukan Kabupaten Malinau menjadi salah satu

permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah kabupaten Malinau.

Kondisi tersebut terlihat dari hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan

Pemenrintah Daerah Labupaten Malinau pada tahun anggaran 2002-2013

menempatkan pengelolaan asset menjadi salah satu catatan dalam laporan

audit BPK.

Pada tahun anggaran 2014 untuk pertama kalinya Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau mendapatkan opini Wajar Tanpa

2
Ni Luh Gede Astariyani. 2009. Pendelegasian Kewenangan Mengatur Dalam Peraturan
Gubernur. Tesis. program Pasca sarjana Universitas Udayana, Bali, h. 41
4

Pengecualian dari BPK-RI. Namun dengan paragraph penjelasan terhadap

pengelolaan asset. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan barang

milik daerah pemerintah daerah Kabupaten Malinau masih mengalami

kendala.3

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten Malinau Tahun 2020 masih memberikan catatan terhadap

pengelolaan barang milik daerah yang belum sepenuhnya tertib, sebagai

berikut:4

a. Terdapat 620 persil tanah yang belum memiliki sertifikat

b. Terdapat barang milik daerah berupa peralatan dan mesin yang dikuasai

oleh pihak yang tidak berhak

c. Terdapat realisasi belanja peralatan yang dan mesin yang belum tercatat

sebagai aset tetap

d. Terdapat barang milik daerah berupa peralatan dan mesin kondisi rusak

berat yang belum dipindahkan ke aset lainnya

e. Pengelolaan dan pengamanan atas rumah dinas belum tertib

f. Terdapat barang milik daerah berupa aset tetap kontruksi dalam

pengerjaan (KDP) yang tidak dapat dilanjutkan pengerjaannya

Pelaksanaan tata kelola barang milik daerah di Kabupaten Malinau saat

ini masih terdapat permasalahan seperti masih banyak instansi yang belum

3
Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malinau Tahun Anggaran 2014
4
Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malinau Tahun Anggaran 2020
5

dapat menyajikan data secara pasti.5 Dalam pengelolaan asset daerah secara

professional dan modern dengan mengedepankan good governance

diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan dari

masyarakat.

Permasalahan yang cukup krusial terhadap pengelolaan barang milik

daerah di Kabupaten Malinau salah satunya disebabkan karena kurang

optimalnya sistem pengawasan. Pengawasan yang terjadi saat ini hanya

bersifat administrasi yang dilakukan oleh Badan Pengelola keuangan Daerah

(BPKD) dan inspektorat, sehingga setiap pengelola barang milik daerah di

OPD kurang optimal dalam melaksanakan tugasnya.

Permasalahan yang kerap kali terjadi akibat kurang optimalnya sistem

pengawasan barang milik daerah di OPD adalah:

1. Barang milik daerah tercatat dan terdaftar pada OPD namun secara fisik

keberadaan tidak ada, hal ini secara umum disebabkan karena PNS yang

mendapat fasilitas menggunakan barang milik daerah tidak

mengembalikan ketika terjadi mutasi

2. Barang milik daerah yang tercatat dan terdaftar pada OPD belum

dilengkapi dengan bukti kepemilikan, seperti keberadaan lahan yang

belum bersertifikat

3. Barang milik daerah yang didanai oleh APBD Provinsi atau APBN yang

penggunaannya dimanfaatkan oleh OPD tidak dilengkapi dengan

dokumen serah terima

5
Sufri, Nuryamin, Pegelolaan Aset/Barang Milik Daerah di Dinas Pekerjaan Umum Bantul
Tahun 2014-2015. Universitas Muhammadiyah Yogjakarta, 2012
6

4. Barang milik daerah memiliki nilai pengadaan yang tidak sesuai dengan

standarisasi

Pengawasan memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan good

governance dibidang pengelolaan barang milik daerah, karena melalui

pengawasan yang baik akan mampu mewujudkan tata kelola barang milik

daerah yang efektif, transparan, akurat dan akuntabel.

Melalui keberadaan pejabat fungsional penata laksana barang seperti

yang diatur dalam Permendagri Nomor 22 Tahun 2019 diharapkan

pengelolaan, penataksanaan dan pelaporan barang milik daerah dapat

dilaksanakan dengan lebih baik, professional, transparan dan akuntabel,

sehingga dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan barang milik daerah

bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat Malinau.

Pengelolaan barang milik daerah harus dikelola dengan baik sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena Pengelolaan

Barang Milik Daerah berpengaruh terhadap kinerja daerah, suatu daerah dapat

menjadi daerah yang memiliki sumber daya yang memadai serta mampu

dalam pengembangan dan pembagunan daerah tergantung pada cara

pengelolaan barang milik daerah.

Perubahan regulasi yang mengatur pengelolaan barang milik daerah

perlu diimplementasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Malinau dalam

melaksanakan pengelolaan barang milik daerah secara akuntabel, cermat,

akurat dan transparan. Pemerintah daerah kabupaten Malinau perlu menyikapi

dan menindaklanjuti regulasi pengelolaan barang milik daerah dengan

membuat peraturan pelaksana didaerah maupun aturan teknisnya.


7

Guna mewujudkan good governance dibidang tata kelola barang milik

daerah, pemerintah daerah Kabupaten Malinau perlu melakukan pengawasan

secara cermat, efektif dan efisien terhadap tata kelola barang milik daerah.

Karena salah satu penyebab utama pengelolaan barang milik daerah yang

buruk adalah akibat tidak efektifnya pengawasan yang dilaksanakan oleh

pemerintah daerah.

Berdasarkan uraian penjabaran diatas, penulis tertarik untuk mengambil

judul penelitian “Pengawasan Barang Milik Daerah Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Di Kabupaten Malinau”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan

yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah :

2.1.Apa yang menjadi dasar kewenangan pengawasan barang milik daerah di

Kabupaten Malinau?

2.2.Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengawasan barang milik daerah

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 di Kabupaten

Malinau?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1.Untuk mengetahui dan menganalisis dasar kewenangan pengawasan

barang milik daerah di Kabupaten Malinau

3.2.Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pelaksanaan

pengawasan barang milik daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 2014 di Kabupaten Malinau


8

5. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian di atas maka setiap penelitian

diharapkan akan bermanfaat dan berguna bagi semua pihak yang

membutuhkan. Adapun manfaat dari penelitian ini di harapkan dapat

memiliki manfaat sebagai berikut:

5.1.Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

akademis bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada

hukum tata Negara dan dapat dipergunakan sebagai bahan kajian ilmu

hukum

5.2.Secara praktis

Peneitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah bagi Pemerintah Kabupaten Malinau dalam

pelaksanaan pengawasan barang milik daerah;

b. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi

Pemerintah Kabupaten Malinau dalam peningkatan kinerja

pengelolaan barang milik daerah;

c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian tentang hukum tata negara khususnya

pengelolaan barang milik daerah.


9

6. Kerangka Konseptual

6.1.Konsep Pemerintah Daerah

Era otonomi daerah menempatkan penyelenggaraan urusan

pemerintahan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dalam sistem

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam UUD 1945. Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah

Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014). Aparat Pemerintah Daerah

meliputi para pejabat yang memiliki tingkatan dalam jabatan struktural

(Eselon). Pejabat pada tingkatan paling bawah dalam tataran pemerintahan

daerah adalah pejabat Eselon IV atau pejabat setingkat kepala sub bagian,

kepala sub bidang, dan kepala seksi, sedangkan pejabat setingkat di atasnya

adalah pejabat Eselon III atau atau pejabat setingkat sekretaris, kepala bagian,

dan kepala bidang. Pejabat setingkat di atasnya lagi yaitu pejabat Eselon II

atau pejabat setingkat Kepala Badan, Kepala Dinas, dan Kepala Instansi.6

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

6
Syafrial (2009). Pengaruh Ketepatan Skedul Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran
Anggaran, dan Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial SKPD pada
Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, h. 34
10

atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan

kota. Daerah provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintah daerah

yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. Kemudian pada Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah daerah yang merupakan sub-sistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintahan nasional memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga hal utama

didalamnya, yaitu: pertama, Pemberian tugas dan wewenang untuk

menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada Pemerintah

Daerah; kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan,

mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian tugas

tersebut; dan ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan

mengambil keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara

langsung maupun DPRD. Pengertian Pemerintah Daerah menurut pasal 1

angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah adalah Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah

Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi


11

kewenangan daerah otonom. Secara historis eksistensi pemerintahan daerah

telah dikenal sejak masa pemerintahan kerajaan-kerajaan nenek moyang

dahulu sampai pada sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh pemerintah

jajahan.

Kemudian lebih lanjut didalam bagian penjelasan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan pemerintahan

daerah berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri

atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan

pemerintahan daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan

kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan

yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala

daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang

berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan

pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungssi pelaksanaan atas

Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala

daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.

6.2.Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

a. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Prinsip penting dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah tata

kelola pemerintahan yang baik, sebagai tujuan utama penyelenggaraan

pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, tata kelola pemerintahan


12

yang baik membutuhkan sebuah proses penyelenggaraan pemerintahan

yang berkualitas, professional dan akuntabel.

Definisi tata kelola pemerintahan atau lebih di kenal dengan dengan

good governance, secara pengertiannya adalah segala sesuatu yang terkait

dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat

mengarahkan,mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk

mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Good

Governance tidak hanya sebatas Pengelolaan lembaga

pemerintahan,namun menyangkut semua baik lembaga pemerintahan

maupun non pemerintahan.

Tata kelola pemerintahan yang baik adalah kaidah dasar yang

menjadi tujuan utama dalam penyelenggraan pemerintahan. Tata kelola

pemerintahan yang baik bersumber dari proses dan system yang baik.

System yang baik dibangun dan dijalankan oleh sumber daya aparatur

yang baik pula. Baik dalam konteks aparatur secara psikologi maupun

akademik mempunyai kompetensi dan kemampuan dalam menjalankan

tugas dan tanggung jawabnya. Disamping itu, teknologi informasi dan

sarana pendukung lainnya juga mempunyai peran penting dalam

penyelesaian sebuah tanggung jawab secara efektif dan efisien.7

b. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Tata Kelola Pemerintahan yang baik merupakan salah satu tujuan

penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap lembaga atau

instansi pemerintah berlomba-lomba dalam melaksanakan

7
Hayat, Manajemen Pelayanan Publik. PT. Raja Grafindo Persada. Depok 2019, h. 167
13

penyelenggaraan pelayanan untuk menjadi yang terbaik dengan capaian

good governance.

Peranan pemerintah harus memfokuskan pada upaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat selain pemberdayaan dan pembangunan.

Pemerintahan dijalankan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang

terbentuk melalui diskusi yang berlangsung dalam ruang publik.

Kedaulatan rakyat sebagai sebuah konsep dasar tentang kekuasaan telah

menemukan bentuknya disini. Dalam konteks ini, penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik tidak semata-mata

didasarkan pada pemerintah, tetapi dituntut adanya keterlibatan seluruh

elemen, baik interen birokrasi, masyarakat dan pihak swasta. Pemikiran

hanya akan terwujud apabila pemerintahan didekatkan dengan yang

diperintah atau dengan kata lain terjadi desentralisasi dan otonomi daerah.

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah

demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan

nasibnya, serta berorentasi kepada kepentingan rakyat melalui

pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap

tidak mengelak tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya

pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatutan

dalam pemerinthan (good governance).

Melalui paradigma good governance sebagai alternatif

penyelenggaraan pemerintahan, potensi masing-masing stakeholders dapat

diaktualisasikan dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kendala

yang dihadapi daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana


14

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, sehingga perlu dijamin perkembangan kreativitas

dan aktivitas yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,

demokratisasi serta kemandirian daerah.

Seiring dengan adanya keinginan mewujudkan tata pemerintahan

yang baik/good governance tersebut, maka sistem penyelenggaraan

pemerintahan daerah diera otonomi sekarang ini, hendaknya

memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemberdayaan, pelayanan,

responsif, transparansi, akuntabilitas, partiisipaasi, kemitraan,

desentralisasi, konsistensi kebijaksanaan dan kepastian hukum. Paling

tidak syarat agar terciptanya good governance dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik meliputi transparansi,

responsive, efektif, dan efisiensi serta akuntabilitas. Dalam konteks

penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan publik pada

umumnya dalam upaya mewujudkan paradigma good governance yang

merupakan sebagai bingkai kerja dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan, tentu bukanlahhal yang mudah dalam

mencapai hal tersebut. Akan tetapi dibutuhkan suatu tekad yang kuat dari

berbagai stakeholders untuk mewujudkanya.

c. Karaktristik Tata kelola pemerintahan yang Baik


15

Tata kelola pemerintahan yang baik harus bertumpu pada tugas

aspek, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaannya

memiliki karakteristik sebagai berikut.8

1) Participation

Setiap warga Negara memiliki partisipasi dalam pengambilan

keputusan secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi

menjadi kunci keberhasilan masyarakat dalam komunikasi secara

kontruktif

2) Rule of law

Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang

bulu, hokum harus kuat dan tajam. Hokum tidak boleh melakukan

diskriminasi untuk kepentingan individu atau kelompok. Hokum harus

dijadikan sebagai fundamen untuk sebuah keadilan dan kemasyalatan.

3) Transparency

Transparasi untuk keterbukaan informasi, setiap warga Negara

mempunyai hak mengetahui segala bentuk informasi yang menjadi

konsumsi public. Informasi harus diberikan oleh lembaga public

kepada masyarakat dengan berbagai bentuk pengawasan dan control

dari masyarakat terhadap tindakan dan keputusan penyelenggara

Negara.

4) Responsiveness

Peka terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada sebagai bentuk

pemberian pelayanan yang baik dan berkualitas. Pemerintah harus

8
Ibid, h. 171
16

responsive terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Setiap

pelayanan sejatinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat.

5) Concensus orientation

Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda

untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih

luas, dalam kebijakan maupun prosedur.

6) Equity

Setiap warga Negara diberikan kewenangan untuk

meningkatkan kesejahteraannya. Undang-Undang Dasar 1945 pasal

27 ayat (2) bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

7) Effectiveness dan efficiency

Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah

digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik

mungkin. Memanfaatkan sebaik-baiknya terhadap sumber daya yang

ada untuk hasil yang maksimal dalam penyelenggaraan Negara.

8) Accountability

Setiap keputusan dan kebijakan public harus

dipertanggungjawabkan secara penuh kepada masyarakat atau

tindakan lembaga atau instansi kepada atasannya. Aspek akuntabilitas

merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada pihak yang

berwenang sebagai kontol terhadap kinerja yang sudah dilakukan.

9) Strategic vision
17

Perspektif good governance harus dimaknai secara luas dan

komprehensif serta global. Pencapaian terhadap good governance

harus dilakukan secara visioner oleh pemimpin maupun aparatur

penyelenggara Negara.

6.3.Konsep Wewenang

Wewenang dalam bahasa Inggris “authority” sedangkan dalam bahasa

Belanda “bevoegdheid”. Philipus M Hadjon memberikan catatan berkaitan

dengan penggunaan istilah “wewenang” dan “Bevoegdheid”. Istilah

“Bevoegdheid” digunakan dalam konsep hukum privat dan hukum publik,

sedangkan “wewenang” selalu digunakan dalam konsep hukum publik.9

Dalam hukum positif di Indonesia istilah wewenang antara lain dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

(Pasal 1.6; Pasal 53 ayat 2 huruf C). Istilah wewenang digunakan dalam bentuk

kata benda. Istilah itu seringkali dipertukarkan dengan istilah kewenangan.

Istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah

“bevoegdheid” dalam istilah hukum Belanda. Kalau kita kaji istilah hukum kita

secara cermat, ada sedikit perbedaan antara istilah wewenang atau kewenangan

dengan istilah bevoegdheid. Perbedaan terletak dalam karakter hukumnnya.

Istilah Belanda bevoegheid digunakan baik dalam konsep hukum publik

maupun dalam konsep hukum privat. Dalam hukum kita, istilah kewenangan

atau wewenang seharusnya digunakan selalu dalam konsep hukum publik.

9
Philipus M Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5&6 Tahun XII, Sep-Des 1997,
h.1
18

Dengan perbedaan tersebut di atas, istilah wewenang atau kewenangan

digunakan sejajar dengan istilah bevogdheid dalam konsep hukum publik.10

Wewenang dalam konsep hukum publik berkaitan dengan hukum yang

terdiri dari sekurang-kurangnya tiga komponen, yaitu:

a. Pengaruh

b. Dasar hukum

c. Konformitas hukum

Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan perilaku subyek hukum. Komponen dasar hukum, bahwa

wewenang itu harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen

konformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu

standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis

wewenang tertentu). Konsep wewenang dalam hal ini hanya dibatasi pada

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat

keputusan pemerintahan (besluit), tetapi juga semua wewenang dalam rangka

melaksanakan tugasnya.11

Dalam kepustakan hukum administrasi terdapat dua acara utama untuk

memperoleh wewenang pemerintahan, yaitu atribusi dan delegasi. Kadang-

kadang mandat ditempatkan sebagai cara tersendiri. Namun mandat bukan

pelimpahan wewenang seperti delegasi.12

10
Philipus M. Hadjon, Kisi-Kisi Hukum Administrasi Dalam Konteks Tindak Pidana
Korupsi, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta, 2011, h. 10
11
Ibid
12
Ibid, h. 11
19

a. Atribusi

Atribusi dikatakan sebagai cara normal untuk memperoleh

wewenang pemerintahan. Juga dikatakan bahwa atribusi juga merupakan

wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber

kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan

bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dalam

pemberiannya kepada organ tertentu.

Wewenang secara atribusi dapat dibentuk oleh organ yang

berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pembentukan

wewenang dan distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam UUD.

Pembentukan wewenang pemerintahan didasarkan pada wewenang yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

b. Delegasi

Delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat

“besluit”) oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain dan wewenang

tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut. Yang

memberi/melimpahkan wewenang disebut delegans dan yang menerima

wewenang disebut delegantaris.13

Penyerahan wewenang secara delegasi harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

13
J.B.J.M. ten Berge, Besturen door de overhead, Netherlands algemeen bestuursrecht 1,
tweede druk, Tjeenk, Willink, 1997, h. 89, dalam Philipus M. Hadjon, Kisi-Kisi Hukum
Administrasi Dalam Konteks Tindak Pidana Korupsi, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta,
2011, h. 13
20

1) Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi

menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,

artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu

dalam peraturan perundang-undangan.

3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

4) Kewajiban pemberi keterangan (penjelasan), artinya delegans

berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang

tersebut

5) Adanya peraturan kebijakan (beleidsregel) untuk memberikan

instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.14

c. Mandat

Mandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan

kepada bawahan misalnya untuk membuat keputusan a.n. pejabat yang

memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat yang

memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab jabatan tetap pada

pemberi mandat. Atas dasar itu penerima tidak dapat menjadi tergugat

dalam sengketa tata usaha negara (Pasal 1, 12 UU No 5 Tahun 1986 jis

UU No. 9 tahun 2004 dan UU Nomor 51 tahun 2009). Namun demikian

atasan (pemberi mandat) tidak bertanggung jawab atas maladministrasi

14
Ibid
21

yang dilakukan penerima mandate. Dalam hal ini asas vicarious liability

(superior respondeat) tidak berlaku.15

6.4.Konsep Barang Milik Daerah

Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan

satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak

termasuk uang dan surat berharga. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara, Barang Milik Negara (BMN) adalah

semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari

perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah antara lain barang

yang berasal dari hibah, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-

undang, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak,

dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh ketentuan hukum tetap. Tidak termasuk dalam pengertian BMN

adalah barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh:

a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD termasuk yang

sumber dananya berasal dari APBN tetapi sudah diserahterimakan kepada

Pemda)

b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari:

1) Perusahaan Perseroan, dan

2) Perusahaan Umum

3) Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat

15
Philiphus M Hadjon, Op., Cit, h. 15
22

penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai

barang milik daerah adalah Barang milik daerah adalah semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya

yang sah.

Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016, yang

dimaksud dengan barang milik daerah meliputi :

a. Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau

b. Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,

meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan

modal pemerintah daerah

6.5.Konsep Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang

Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi

yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
23

masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan

diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta

dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang

diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber

daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.16Aset tetap adalah aset

berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat

penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai

barang milik daerah adalah Barang milik daerah adalah semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya

yang sah.17

Menurut Pasal 6 Yang dimaksud dengan barang milik daerah meliputi:

a. Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau

b. Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,

meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

16
Pernyataan PSAP Nomor 7 Tentang Akuntansi Aset Tetap. 2010
17
Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
Daerah, h. 1.
24

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal

pemerintah daerah.

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) secara sederhana pengelolaan

aset/barang milik daerah meliputi: (1) adanya perencanaan yang tepat, (2)

pelaksanaan secara efisien dan efektif dan (3) pengawasan (monitoring).18

Istilah pengelolaan erat kaitannya dengan manajemen, menurut

Burhanudin “manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management

yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya kalau dilihat dalam kamus

bahasa Inggris artinya adalah pengelolaan.19 George R.Terry dalam

Burhanudin “menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) Planning atau

perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau

pelaksanaan/penggerakkan dan (4) Controlling atau pengendalian.20

Adapun wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat

pengelola barang milik daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

18
Chatib Soleh dan Rochmansjah Heru, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, ,
Fokus, Bandung, 2010, h. 136.
19
Burhanudin, Manajemen Aset Daerah: Edisi Pertama, Bogor, 2009, h. 104
20
Ibid., h. 122.
25

a. Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan

barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab :

1) menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;

2) menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan

barang milik daerah;

3) menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik

daerah;

4) menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik

daerah;

5) mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang

memerlukan persetujuan DPRD;

6) menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan

barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;

7) menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan; dan h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik

daerah dalam bentuk kerjasama penyediaan infrastruktur.21

b. Sekretaris daerah selaku Pengelola Barang, berwenang dan bertanggung

jawab :

1) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;

2) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

barang milik daerah;

3) mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik

daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

21
Ibid., h. 9.
26

4) mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

5) mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang

telah disetujui oleh Gubernur/Bupati/ Walikota atau DPRD;

6) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik

daerah; dan

7) melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang

milik daerah.22

c. Kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah

selaku Pejabat Penatausahaan Barang yang mempunyai wewenang dan

tanggungjawab:

1) membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam

penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola

Barang;

2) membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam

penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik

daerah kepada Pengelola Barang;

3) memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan

usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang

memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

4) memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

22
Ibid., h. 10
27

5) memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan

pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh

Gubernur/Bupati/ Walikota atau DPRD;

6) membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi

inventarisasi barang milik daerah;

7) melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak

digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang, serta barang

milik daerah yang berada pada Pengelola Barang;

8) mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana

dimaksud pada huruf g;

9) membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian

atas pengelolaan barang milik daerah; dan j. menyusun laporan barang

milik daerah.23

d. Kepala SKPD selaku Pengguna Barang, berwenang dan bertanggung

jawab:

1) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah bagi SKPD yang dipimpinnya;

2) mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang yang

diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;

23
Ibid., h. 11.
28

3) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya

untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang

dipimpinnya;

5) mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada

dalam penguasaannya;

6) mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik

daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan

persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau

bangunan;

7) menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak

lain, kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

8) mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;

9) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

10) menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran

dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengelola Barang.24

24
Ibid., h. 12.
29

e. Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang,

berwenang dan bertanggung jawab:

1) menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah pada Pengguna Barang;

2) meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;

3) meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang

Pembantu;

4) menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan

barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak

memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan;

5) mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak

dimanfaatkan oleh pihak lain;

6) menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik

daerah;

7) meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan

oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;

8) memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB) dengan

menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPERATURAN


30

PEMERINTAH NOMORB) untuk mengeluarkan barang milik daerah

dari gudang penyimpanan;

9) meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap

semester dan setiap tahun;

10) melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas

perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan

11) meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh

Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu.25

f. Pengurus Barang Pengelola, berwenang dan bertanggungjawab:

1) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan

dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada

Pejabat Penatausahaan Barang;

2) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan

dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang

milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;

3) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan

Gubernur/ Bupati/Walikota;

4) meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh

Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan

penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang

milik daerah;

25
Ibid., h. 14.
31

5) menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang

tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

6) menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;

7) menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa

Pengguna Barang;

8) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

milik daerah; dan

9) merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna

semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai

bahan penyusunan Laporan barang milik daerah.26

g. Pengurus Barang Pengguna, berwenang dan bertanggungjawab:

1) membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan

penganggaran barang milik daerah;

2) menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya

yang sah;

3) melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;

4) membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada

Pengguna Barang;

26
Ibid., h. 15
32

5) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang

milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;

6) menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak

dimanfaatkan pihak lain;

7) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan

penghapusan barang milik daerah;

8) menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;

9) menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota

permintaan barang;

10) mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Pejabat

Penatausahaan Barang Pengguna;

11) menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang

(SPERATURAN PEMERINTAH NOMORB) yang dituangkan dalam

berita acara penyerahan barang;

12) membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;

13) memberi label barang milik daerah;

14) mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan

Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah

berdasarkan pengecekan fisik barang;

15) melakukan stock opname barang persediaan;


33

16) menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen

kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan

dokumen penatausahaan;

17) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan

18) membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan

kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah diteliti

oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.27

h. Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan Pengurus Barang Pembantu atas

usul Kuasa Pengguna Barang melalui Pengguna Barang. berwenang dan

bertanggungjawab:

1) menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang

milik daerah;

2) menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya

yang sah;

3) melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;

4) membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada

Kuasa Pengguna Barang;

5) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang

milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;

27
Ibid., h. 16.
34

6) menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan

sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;

7) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan

penghapusan barang milik daerah;

8) menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;

9) menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota

permintaan barang;

10) mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Kuasa Pengguna

Barang;

11) menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang

(SPERATURAN PEMERINTAH NOMORB) yang dituangkan dalam

berita acara penyerahan barang;

12) membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;

13) memberi label barang milik daerah;

14) mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan

Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang atas perubahan

kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik barang;

15) melakukan stock opname barang persediaan;

16) menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen

kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan

dokumen penatausahaan;
35

17) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan

18) membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan pada

Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah diteliti oleh

Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang

Pengguna

6.6.Konsep Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Barang Milik Daerah

a. Pembinaan

Menteri melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah dan

menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.

b. Pengawasan dan Pengendalian

Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah

dilakukan oleh:

1) Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau

2) Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.

Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap

penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,

pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di dalam

penguasaannya.Pelaksanaan pemantauan dan penertiban untuk Unit Kerja

SKPD dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.

Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat

pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil

pemantauan dan penertiban Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang


36

menindaklanjuti hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang

milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan

pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pemantauan dan investigasi dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola

Barang dengan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk

melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan

pemindahtanganan barang milik daerah. Hasil audit disampaikan kepada

Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

7. Metode Penelitian

7.1. Tipe Penelitian

Tipe dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normative, yaitu

penelitian hukum untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum

maupun doktrin hukum untuk menjawab pengawasan fungsional barang

milik daerah sebagai upaya mewejudkan tata kelola pemerintahan yang

baik di Kabupaten Malinau.

Penelitian yuridis normative dilakukan secara deduksi dimulai dengan

analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur terhadap pengawasan fungsional barang milik daerah. Penelitian

yuridis merupakan penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang


37

ada maupun terhadap data sekunder yang digunakan.Sedangkan,

normative bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normative tentang

hubungan antara peraturan perundang-undangan dan penerapan dalam

prakteknya.

penelitian ini diarahkan pada kekhasan ilmu hukum yang sifatnya

normatif,28 sehingga tipe penelitian tesis ini adalah penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian yang mengkaji ketentuan hukum positif tertulis

secara sitematis, dan menggunakan bahan hukum primer.

7.2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Undang-Undang

Pendekatan perundang-undangan merupakan pendekatan yang

dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Pendekatan dilakukan

dengan menelaah undang-undang dan peraturan lainnya yang mengatur

tentang pengawasan fungsional barang milik daerah.

Pendekatan Undang-Undang untuk mengkaji dan menganalisis

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mencari rasio logis

dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Pada pendekatan

ini akan dianalisa konsistensi antara regulasi yang satu dengan regulasi

yang lain, dan analisa terhadap dasar filosofi atau dasar pemikiran

regulasi tersebut dikeluarkan.

28
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gaja Mada
University Press, 2005, h. 1
38

b. Pendekatan Konseptual

Pendekatan konseptual merupakan pendekatan yang beranjak

dari doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum sehingga

akan ditemukan ide-ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep

hukum, dan asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti.

Pendekatan konseptual dilakukan dengan mempelajari

pandangan dan doktrin dalam ilmu hukum untuk dapat menemukan ide

yang melahirkan pengertian hukum, konsep hukum dan asas hukum

yang relevan serta sebagai dasar dalam membangun argumentasi

hukum untuk memecahkan permasalahan pelaksanaan pengawasan

fungsional barang milik daerah ditinjau dari Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaannya.

c. Pendekatan Kasus

Pendekatan kasus dilakukan dengan membangun argumentasi

hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dalam perspektif kasus konkrit yang terjadi dalam pengawasan barang

milik daerah di Kabupaten Malinau.

7.3. Sumber Bahan Hukum

Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan

preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber-sumber

penelitian yang dapat dibedakan sumber penelitian yang berupa bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.


39

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-

undang dan putusan hakim.

Bahan sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen resmi, terdiri dari buku teks, kamus hukum,

jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan, serta

menggunakan bahan-bahan non hukum berupa buku-buku yang memiliki

relevansi dengan pengawasan barang milik daerah.

7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini dilakukan melalui dua langkah, yaitu langkah

pengumpulan bahan hukum dan langkah analisa, sebagai berikut :

a. Langkah pengumpulan bahan hukum, dilakukan dengan studi pustaka

yang diawali dengan mengumpulkan semua bahan hukum yang terkait

dengan permasalahan, melakukan klasifikasi, lalu menyusunnya

secara sistematis agar lebih mudah untuk membaca dan

mempelajarinya.

b. Langkah analisa, dilakukan dengan menggunakan penalaran deduktif.

Penalaran deduktif yaitu penalaran yang dimulai dengan menelaah

bahan-bahan hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, doktrin

hukum, dan pendapat para ahli hukum sebagai ketentuan yang bersifat

umum, untuk kemudian diterapkan pada permasalahan yang diteliti

sehingga dihasilkan jawaban atas permasalahan. Untuk melakukan

analisa diperlukan intepretasi. Intepretasi yang digunakan adalah


40

intepretasi otentik, intepretasi gramatikal, intepretasi sistematis, dan

intepretasi teleologis. Intepretasi otentik adalah intepretasi yang pasti

terhadap arti kata seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan. Intepretasi gramatikal adalah intepretasi dengan cara

menetapkan arti kata dalam peraturan perundang-undangan

berdasarkan kata sehari-hari.29 Sedangkan intepretasi sistematis

dilakukan dengan cara menghubungkan pasal dalam suatu peraturan

perundang-undangan dengan pasal-pasal lain dalam peraturan

perundang-undangan tersebut maupun dengan pasal-pasal dari

peraturan perundang-undangan lain. Intepretasi teleologis dilakukan

dengan melihat kepada tujuan adanya peraturan perundang-undang

tersebut.30

7.5. Analisis Bahan Hukum

Keseluruhan bahan hukum baik primer maupun sekunder yang

diperoleh selanjutnya diolah dengan melakukan kategorisasi sebagai

pengklasifikasian bahan hukum secara selektif. Keseluruhan bahan hukum

dikelompokkan berdasarkan kriteria yang cermat dan ketat sesuai dengan

perumusan masalah penelitian untuk dianalisis.

Analisis terhadap bahan hukum dilakukan melalui proses penalaran

hukum (legal reasoning) yang logis sistematis. Penalaran hukum juga

bertumpu pada aturan berfikir yang dikenal dalam logika. Namun

29
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2008, h. 344.

30
Ibid., h 349.
41

demikian penggunaan logika dalam ilmu hukum mengandung ciri khas

yang berkenaan dengan hakikat hukum (the nature of laws), sumber

hukum (the sources of laws) dan jenis hukum (the kinds of laws).

Selain itu terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan pengawasan

fungsional barang milik daerah dianalisis dengan menggunakan

interpretasi yang meliputi interpretasi gramatikal, dan interpretasi

sistematis. melalui cara ini diharapkan permasalahan dalam penelitian ini

bisa dikaji dan dipecahkan untuk mendapatkan jawabnya

7.6. Pertanggungjawaban Sistematika

Penulisan tesis ini dibagi dalam empat bab, yang masing-masing bab

terbagi dalam sub-bab yang sesuai dengan pembahasan.

Bab I merupakan bab pendahuluan. Pendahuluan pada bab ini

menguraikan latar belakang timbulnya masalah yang akan dikaji dalam

tesis ini. Selain itu juga akan menguraikan mengenai bagaimana cara

menganalisis permasalahan tersebut. Untuk itu dalam bab ini akan terbagi

ke dalam sub bab yang secara berturut-turut menguraikan latar belakang

masalah, dan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

konseptual, metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika.

Bab II membahas mengenai dasar kewenangan pengawasan barang

milik daerah di Kabupaten Malinau. Pembahasannya akan dibagi dalam

beberapa sub-sub pokok pembahasan.

Bab III akan membahas mengenai mekanisme pelaksanaan

pengawasan barang milik daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah


42

Nomor 27 Tahun 2014 di Kabupaten Malinau. Untuk membahas masalah

tersebut maka akan dibagi dalam beberapa sub bab pokok bahasan.

Bab IV merupakan penutup tesis yang akan menguraikan mengenai

kesimpulan dan saran. Kesimpulan Dari kesimpulan tersebut dapat

diketahui jawaban atas permasalahan yang ada dalam Bab I. Selain itu

diharapkan dapat memberikan saran baik kepada pemerintah maupun

semua pihak dalam usaha melaksanakan secara optimal peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan pengawasan barang milik daerah

di Kabupaten Malinau.
43

BAB II

DASAR KEWENANGAN PENGAWASAN BARANG MILIK DAERAH

1. Pengawasan Barang Milik Daerah

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), aset adalah sumber daya

yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dikuasai

dan/atau dimiliki oleh Pemerintah, dan dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk didalamnya sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk

penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang

dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang

Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi

yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa

masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan

diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta

dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang

diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber

daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset

berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum.

Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan

satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak

termasuk uang dan surat berharga. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun

43
44

2004 tentang Perbendaharaan Negara, Barang Milik Negara (BMN) adalah

semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari

perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah antara lain barang

yang berasal dari hibah, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-

undang, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak,

dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh ketentuan hukum tetap. Tidak termasuk dalam pengertian BMN

adalah barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh:

a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD termasuk yang

sumber dananya berasal dari APBN tetapi sudah diserahterimakan kepada

Pemda)

b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari:

1) Perusahaan Perseroan, dan

2) Perusahaan Umum

3) Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat

penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai

barang milik daerah adalah Barang milik daerah adalah semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya

yang sah.
45

Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016, yang

dimaksud dengan barang milik daerah meliputi :

a. Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau

b. Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,

meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan

modal pemerintah daerah

2. Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang

Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi

yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa

masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan

diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta

dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang

diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber

daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset

berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
46

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat

penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai

barang milik daerah adalah Barang milik daerah adalah semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya

yang sah.

Menurut Pasal 6 Yang dimaksud dengan barang milik daerah meliputi:

a. Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau

b. Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,

meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal

pemerintah daerah.
47

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) secara sederhana pengelolaan

aset/barang milik daerah meliputi: (1) adanya perencanaan yang tepat, (2)

pelaksanaan secara efisien dan efektif dan (3) pengawasan (monitoring).

Istilah pengelolaan erat kaitannya dengan manajemen, menurut

Burhanudin “manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management

yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya kalau dilihat dalam kamus

bahasa Inggris artinya adalah pengelolaan.31 George R.Terry dalam

Burhanudin “menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) Planning atau

perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau

pelaksanaan/penggerakkan dan (4) Controlling atau pengendalian.

Adapun wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat

pengelola barang milik daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

a. Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan

barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab :

1) menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;

2) menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan

barang milik daerah;

3) menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik

daerah;

4) menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik

daerah;

31
Burhanudin, Manajemen Aset Daerah: Edisi Pertama, Bogor, 2009, h. 104
48

5) mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang

memerlukan persetujuan DPRD;

6) menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan

barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;

7) menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan; dan h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik

daerah dalam bentuk kerjasama penyediaan infrastruktur.

b. Sekretaris daerah selaku Pengelola Barang, berwenang dan bertanggung

jawab :

1) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;

2) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

barang milik daerah;

3) mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik

daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

4) mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

5) mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang

telah disetujui oleh Gubernur/Bupati/ Walikota atau DPRD;

6) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik

daerah; dan

7) melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang

milik daerah.
49

c. Kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah

selaku Pejabat Penatausahaan Barang yang mempunyai wewenang dan

tanggungjawab:

1) membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam

penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola

Barang;

2) membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam

penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik

daerah kepada Pengelola Barang;

3) memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan

usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang

memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

4) memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

5) memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan

pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh

Gubernur/Bupati/ Walikota atau DPRD;

6) membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi

inventarisasi barang milik daerah;

7) melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak

digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada


50

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang, serta barang

milik daerah yang berada pada Pengelola Barang;

8) mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana

dimaksud pada huruf g;

9) membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian

atas pengelolaan barang milik daerah; dan j. menyusun laporan barang

milik daerah.

d. Kepala SKPD selaku Pengguna Barang, berwenang dan bertanggung

jawab:

1) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah bagi SKPD yang dipimpinnya;

2) mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang yang

diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;

3) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya

untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang

dipimpinnya;

5) mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada

dalam penguasaannya;

6) mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik

daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan

persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau

bangunan;
51

7) menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak

lain, kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

8) mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;

9) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

10) menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran

dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengelola Barang.

e. Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang,

berwenang dan bertanggung jawab:

1) menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah pada Pengguna Barang;

2) meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;

3) meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang

Pembantu;

4) menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan

barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak

memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan;
52

5) mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak

dimanfaatkan oleh pihak lain;

6) menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik

daerah;

7) meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan

oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;

8) memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB) dengan

menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPBB) untuk

mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan;

9) meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap

semester dan setiap tahun;

10) melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas

perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan

11) meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh

Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu.

f. Pengurus Barang Pengelola, berwenang dan bertanggungjawab:

1) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan

dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada

Pejabat Penatausahaan Barang;

2) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan

dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang

milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;


53

3) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan

Gubernur/ Bupati/Walikota;

4) meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh

Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan

penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang

milik daerah;

5) menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang

tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

6) menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;

7) menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa

Pengguna Barang;

8) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

milik daerah; dan

9) merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna

semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai

bahan penyusunan Laporan barang milik daerah.

g. Pengurus Barang Pengguna, berwenang dan bertanggungjawab:

1) membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan

penganggaran barang milik daerah;


54

2) menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya

yang sah;

3) melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;

4) membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada

Pengguna Barang;

5) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang

milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;

6) menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak

dimanfaatkan pihak lain;

7) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan

penghapusan barang milik daerah;

8) menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;

9) menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota

permintaan barang;

10) mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Pejabat

Penatausahaan Barang Pengguna;

11) menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang

(SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;

12) membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;


55

13) memberi label barang milik daerah;

14) mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan

Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah

berdasarkan pengecekan fisik barang;

15) melakukan stock opname barang persediaan;

16) menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen

kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan

dokumen penatausahaan;

17) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan

18) membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan

kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah diteliti

oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.

h. Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan Pengurus Barang Pembantu atas

usul Kuasa Pengguna Barang melalui Pengguna Barang. berwenang dan

bertanggungjawab:

1) menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang

milik daerah;

2) menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya

yang sah;

3) melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;

4) membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada

Kuasa Pengguna Barang;


56

5) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang

milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;

6) menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan

sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;

7) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan

penghapusan barang milik daerah;

8) menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;

9) menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota

permintaan barang;

10) mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Kuasa Pengguna

Barang;

11) menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang

(SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;

12) membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;

13) memberi label barang milik daerah;

14) mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan

Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang atas perubahan

kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik barang;

15) melakukan stock opname barang persediaan;


57

16) menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen

kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan

dokumen penatausahaan;

17) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan

18) membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan pada

Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah diteliti oleh

Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang

Pengguna

3. Dasar Kewenangan Pengawasan Barang Milik Daerah

Kewenangan pengawasan barang milik daerah berdasarkan peraturan

perundang-undangan dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:

a. Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah

Pasal 3 mengatur bahwa Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum,

transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pelaksanaan

pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut:32

1) Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan merumuskan rincian

kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan

32
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
58

pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang

berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

2) Pengadaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

memiliki barang milik negara/daerah melalui suatu rangkaian proses

baik melalui jual beli, maupun lelang.

3) Penggunaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengguna

barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik

negara/daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang

bersangkutan.

4) Pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik negara/daerah

yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi

kementerian/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau

optimalisasi barang milik negara/daerah dengan tidak mengubah

status kepemilikan.

5) Pengamanan dan pemeliharaan merupakan rangkaian kegiatan yang

dilakukan pengelola barang, pengguna barang dan kuasa pengguna

barang untuk mengamankan dan memelihara barang milik

negara/daerah.

6) Penilaian merupakan proses kegiatan untuk memberikan suatu opini

nilai atas suatu objek penilaian berupa barang milik negara/daerah

pada saat tertentu.

7) Pemindahtanganan merupakan pengalihan kepemilikan barang milik

negara/daerah
59

Pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah Kabupaten

Malinau menjadi kewenangan dan tanggungjawab Bupati Malinau seperti

yang diatur dalam Pasal 5 Pmenyebutkan bahwa Bupati adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan barang milik daerah yang memiliki kewenangan

dan tanggung jawab sebagai berikut:33

1) menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah;

2) menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan

Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

3) menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik

Daerah;

4) menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik

Daerah;

5) mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang

memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

6) menyetujui usul Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan

Barang Milik Daerah sesuai batas kewenangannya;

7) menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa sebagian

tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan; dan

8) menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 ayat (3) kewenangan dan tanggung

jawab pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah yang ada pada

Bupati Malinau dilimpahkan kepada Sekretaris Daerah sebagai pengelola

33
Ibid
60

barang milik daerah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab

sebagai berikut:

1) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah;

2) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

Barang Milik Daerah;

3) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;

4) mengatur pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan

Penghapusan Barang Milik Daerah;

5) mengatur pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang

telah disetujui oleh Bupati atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

6) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik

Daerah; dan

7) melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang

Milik Daerah.

Pasal 8 mengatur bahwa Kepala SKPD adalah pengguna barang

milik daerah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai

berikut:

1) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik

Daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

2) mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik

Daerah yang diperoleh dari beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah dan perolehan lainnya yang sah;


61

3) melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Daerah yang

berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

5) mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada

dalam penguasaannya;

6) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik

Daerah selain tanah dan/atau bangunan;

7) menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang

tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Bupati melalui Pengelola

Barang;

8) mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik

Daerah;

9) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya; dan

10) menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran

dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengelola Barang.


62

Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 mengatur penyerahan

dan pelaksanaan kewenangan pengelolaan dan pengawasan barang milik

daerah yang dilakukan secara berjenjang mulai dari Bupati Malinau

sampai kepada Kepala Organisasi Perangkat Daerah.

Penyerahan kewenangan pengelolaan dan pengawasan barang milik

daerah diberikan dalam bentuk delegasi. Pendelegasian diberikan

biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan

biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari

pihak yang diberikan wewenang. Pelimpahan wewenang yang telah ada

yang berasal dari wewenang atribusi kepada pejabat administrasi Negara,

tetapi tidak penuh artinya tidak termasuk wewenang pembentukan

kebijakan-kebijakan. Tanggung jawab ada pada penerima delegasi.34

Pelimpahan kewenangan pengelolaan dan pengawasan barang

milik daerah yang diberikan secara delegasi telah memenuhi syarat

sebagai berikut:

1) diberikan oleh pejabat pemerintahan kepada pejabat pemerintahan

lainnya

2) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atu

Peraturan Daerah

3) merupakan wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.

Bupati Malinau sebagai pemegang kekuasaan dan wewenang

dalam pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah dapat

34
Sirajuddin dkk, Hukum Administrasi pemerintahan Daerah. Setara Press, Malang, 2016,
h. 98
63

mensubdelegasikan kepada Sekretaris Daerah dan Kepala OPD dengan

ketentuan:35

1) dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan

2) dilakukan dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau

b. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan

Barang Milik Daerah

Pasal 13 mengatur bahwa Kepala SKPD selaku pengguna barang

dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada

Kuasa Pengguna Barang yang ditetapkan oleh Bupati dengan

pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi,

kompetensi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

Pasal 14 menyebutkan bahwa Pengguna Barang dibantu oleh

Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang yang ditetapkan oleh Bupati

yang memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah pada Pengguna Barang;

2) meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;

3) meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang

Pembantu;

4) menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan

barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak

35
Ibid, h. 99
64

memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan;

5) mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang

tidak dimanfaatkan oleh pihak lain;

6) menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik

daerah

7) meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan

oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;

8) memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB)

dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) untuk

mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan;

9) meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap

semester dan setiap tahun;

10) melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas

perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan

11) meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh

Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu

Pasal 15 mengatur bahwa Pengurus barang ditetapkan oleh Bupati

yang memiliki wewenang dan tanggungjawab sebagai berikut:

1) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan

persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik

daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;


65

2) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan

persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan

pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pejabat

Penatausahaan Barang;

3) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan

persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota;

4) meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan,

dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan

pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

5) menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

6) menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;

7) menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa

Pengguna Barang;

8) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

milik daerah; dan


66

9) merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna

semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai

bahan penyusunan Laporan barang milik daerah

4. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Barang Milik Daerah

a. Pembinaan

Menteri melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah dan

menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.

b. Pengawasan dan Pengendalian

Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah

dilakukan oleh:

1) Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau

2) Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.

Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap

penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,

pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di dalam

penguasaannya. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban untuk Unit Kerja

SKPD dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.

Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat

pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil

pemantauan dan penertiban Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang

menindaklanjuti hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang


67

milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan

pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pemantauan dan investigasi dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola

Barang dengan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk

melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan

pemindahtanganan barang milik daerah. Hasil audit disampaikan kepada

Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
68

BAB III

MEKANISME PELAKSANAAN PENGAWASAN BARANG MILIK

DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 27 TAHUN 2014

1. Kewenangan Pengawasan Barang Milik Daerah

Kewenangan pengawasan barang milik daerah berdasarkan peraturan

perundang-undangan dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah

Pasal 3 mengatur bahwa Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum,

transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Pasal 5 menyebutkan bahwa Bupati adalah pemegang kekuasaan

pengelolaan barang milik daerah yang memiliki kewenangan dan

tanggung jawab sebagai berikut:

1) menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah;

2) menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan

Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

3) menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik

Daerah;

4) menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik

Daerah;

68
69

5) mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang

memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

6) menyetujui usul Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan

Barang Milik Daerah sesuai batas kewenangannya;

7) menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa sebagian

tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan; dan

8) menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

Sekretaris Daerah adalah pengelola barang milik daerah yang

memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah;

2) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

Barang Milik Daerah;

3) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;

4) mengatur pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan

Penghapusan Barang Milik Daerah;

5) mengatur pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang

telah disetujui oleh Bupati atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

6) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik

Daerah; dan

7) melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang

Milik Daerah.
70

Pasal 8 mengatur bahwa Kepala SKPD adalah pengguna barang

milik daerah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai

berikut:

1) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik

Daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

2) mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik

Daerah yang diperoleh dari beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah dan perolehan lainnya yang sah;

3) melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Daerah yang

berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

5) mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada

dalam penguasaannya;

6) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik

Daerah selain tanah dan/atau bangunan;

7) menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang

tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Bupati melalui Pengelola

Barang;
71

8) mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik

Daerah;

9) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya; dan

10) menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran

dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengelola Barang.

b. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan

Barang Milik Daerah

Pasal 13 mengatur bahwa Kepala SKPD selaku pengguna barang

dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada

Kuasa Pengguna Barang yang ditetapkan oleh Bupati dengan

pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi,

kompetensi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

Pasal 14 menyebutkan bahwa Pengguna Barang dibantu oleh

Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang yang ditetapkan oleh Bupati

yang memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah pada Pengguna Barang;

2) meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang

yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
72

3) meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang

dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang

Pembantu;

4) menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan

barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak

memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah

dan/atau bangunan;

5) mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang

tidak dimanfaatkan oleh pihak lain;

6) menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik

daerah

7) meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan

oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;

8) memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB)

dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) untuk

mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan;

9) meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap

semester dan setiap tahun;

10) melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas

perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan

11) meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh

Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu


73

Pasal 15 mengatur bahwa Pengurus barang ditetapkan oleh Bupati

yang memiliki wewenang dan tanggungjawab sebagai berikut:

1) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan

persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik

daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;

2) membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan

persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan

pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pejabat

Penatausahaan Barang;

3) menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan

pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan

persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota;

4) meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan,

dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan

pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah;

5) menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

6) menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;


74

7) menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa

Pengguna Barang;

8) melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang

milik daerah; dan

9) merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna

semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai

bahan penyusunan Laporan barang milik daerah

2. Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan BMD Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 di Kabupaten Malinau

Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien sangat

membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai yang terkelola

dengan baik dan efisien, sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa Menteri

Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang Keuangan Negara

bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik

Indonesia yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan

kewajiban negara secara nasional.

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Daerah semakin

berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara optimal karena

adanya beberapa permasalahan yang muncul serta adanya praktik pengelolaan

yang penanganannya belum optimal. Berkenaan dengan hal tersebut di atas,

pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah untuk menjawab permasalahan dan


75

praktik yang belum tertampung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 mengatur mengenai

pembinaan, pengawasan dan pengendalian barang milik daerah sebagai upaya

untuk menjaga dan melindungi barang milik daerah sebagai asset daerah yang

pengadaannya didanai melalui APBN dan APBD agar dapat dimanfaat

dengan baik sesuai dengan peruntukkannya dan yang terlebih penting untuk

menjaga agar barang milik daerah tetap terjaga secara nilai pembukuan dan

keberadaan fisiknya.

Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 menyebutkan

bahwa Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan Barang

Milik Daerah dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kebijakan umum

barang milik daerah. Berdasarkan peraturan tersebut Menteri Dalam Negeri

memiliki kewenangan sekaligus diberikan tugas untuk membuat dan

menetapkan peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai peraturan teknis dari

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014.

Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai peraturan perundang-

undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 secara eksplisit

tidak tercantum, karena hirarki peraturan perundang-undangan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1) UUD

2) Tap MPR

3) Undang-Undang/Perpu

4) Peraturan Pemerintah
76

5) Peraturan Presiden

6) Peraturan Daerah Provinsi

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Melihat hirarkhi peraturan perundag-undangan diatas, nomor urut

menjadi faktor penentu karena tidak bersifat alternatif melainkan affirmatif

yang terkait secara langsung dengan levelitas suatu produk hukum peraturan

perundag-undangan. Artinya nomor 1 merupakan peraturan undang-undangan

yang tertinggi dan semakin kebawah memiliki tingkat derajat yang lebih

rendah dibandingkan peraturan diatasnya. Artinya peraturan perundangan

yang tinggi menjadi sumber bagi lahirnya peraturan perundangan

dibawahnya, dan peraturan perundangan dibawah merupakan penjabaran dari

peraturan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, antara satu peraturan dengan

peraturan lainnya tidak boleh bertentangan akan tetapi harus bersinergisitas.

Meskipun di dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12

tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya

mencantumkan 7 bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan, akan tetapi

masih banyak produk hukum (dilihat dari bentuk dan jenisnya) yang diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa

jenis peraturan perundang-undangan selain dimaksud dalam pasal 7 salah

satunya mencakup Peraturan Menteri yang diakui keberadaanya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintah oleh peraturan


77

perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.

Peraturan Menteri menurut Penjelasan Undang Undang Nomor 12

Tahun 2011 diartikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh menteri

berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaran urusan tertentu

dalam pemerintahan. Oleh karena itu, Peraturan Menteri menjadi menjadi

entitas sistem hukum bidang perundang-undangan dan merupakan bagian

terpenting dalam mengatur tata laksana pemerintahan agar dapat terlaksana

sesuai dengan fungsi kementerian itu sendiri.

Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 mengatur

pengawasan dan pengendalian barang milik daerah dilakukan oleh:

a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan

Penggunaan Barang Milik Daerah yang dijabat oleh pimpinan lembaga.

Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap

Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan,

pemeliharaan, dan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang

berada di dalam penguasaannya.

Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang

Milik Daerah. Pengguna barang dalam melaksanakan pengawasan barang

milik daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik

Daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;


78

2) mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik

Daerah yang diperoleh dari beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah dan perolehan lainnya yang sah;

3) melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Daerah yang

berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

5) mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada

dalam penguasaannya;

6) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik

Daerah selain tanah dan/atau bangunan;

7) menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan

yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang

tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Gubernur/ Bupati/Walikota

melalui Pengelola Barang;

8) mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik

Daerah;

9) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam

penguasaannya; dan
79

10) menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran

dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengelola Barang

Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap

Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan,

pemeliharaan, dan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang

berada di dalam penguasaannya.

Pelaksanaan pemantauan dan penertiban untuk kantor/satuan kerja

dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang. Pengguna Barang dan Kuasa

Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan intern Pemerintah

untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban.

b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi

Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung

jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan

Barang Milik Daerah. Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik

Daerah yang memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah;

2) meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

Barang Milik Daerah;

3) mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik

Daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

4) mengatur pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan

Penghapusan Barang Milik Daerah;


80

5) mengatur pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang

telah disetujui oleh Gubernur/ Bupati/Walikota atau Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah;

6) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik

Daerah; dan

7) melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang

Milik Daerah.

Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas

pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang

Milik Negara/Daerah, dalam rangka penertiban Penggunaan,

Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemantauan dan investigasi dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola

Barang dengan meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk

melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan

Pemindahtanganan Barang Milik Daerah.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksanaan yang dilakukan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2020 terdapat temuan

penatausahaan aset tetap belum sepenuhnya tertib. BPK menemukan

beberapa kelemahan dalam system pengendalian internal pengelolaan aset

tetap sebagai berikut:36

36
Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malinau Tahun 2020
81

a. Terdapat 620 persil tanah yang belum memiliki sertifikat

b. Terdapat barang milik daerah berupa peralatan dan mesin yang dikuasai

oleh pihak yang tidak berhak

c. Terdapat realisasi belanja peralatan yang dan mesin yang belum tercatat

sebagai aset tetap

d. Terdapat barang milik daerah berupa peralatan dan mesin kondisi rusak

berat yang belum dipindahkan ke aset lainnya

e. Pengelolaan dan pengamanan atas rumah dinas belum tertib

f. Terdapat barang milik daerah berupa aset tetap kontruksi dalam

pengerjaan (KDP) yang tidak dapat dilanjutkan pengerjaannya

Temuan BPK tehadap pengelolaan barang milik daerah pada tahun

anggaran 2020 menunjukkan masih terdapat kelemahan pengawasan barang

milik daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau.

kondisi tersebut menunjukkan terdapat pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa pengguna barang dan/atau

kuasa penggun barang wajib mengelola dan menata usahakan barang

milik daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa barang milik daerah berupa

tanah yang dikuasai pemerintah daerah harus disertifikatkan atas nama

pemerintah daerah yang bersangkutan.


82

b. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerinahan

Aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset

secara permanen dihentukan oenggunaannya dan tidak ada manfaat

ekonomi masa yang akan datang. Aset tetap yang dihentikan penggunaan

aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus

dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tetang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah

Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

tetang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyebut bahwa

pengelola barang, pengguna barang dan/atau wajib melakukan

pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

Selanjutnya ayat (2) menyebutkan bahwa pengamanan meliputi

pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum.

Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau perlu melakukan perbaikan

dalam tata kelola dan pengawasan barang milik daerah untuk menghindari

kesalahan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengambil dan

memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat mengatur keadaan di

daerah dengan menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah.

Ridwan H.R mengemukakan bahwa dalam kajian teoritis instrumen-

instrumen penyelenggaraan pemerintahan dikenal dua aspek yaitu pertama,

instrumen dalam bentuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam


83

menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemerintahan yang digolongkan ke

dalam publik domain. Kedua, instrumen hukum (yuridis) yaitu sejumlah

peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan

kebijaksanaan, perizinan dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Perda

merupakan instrumen hukum (yuridis) penyelenggaraan pemerintahan daerah

sehingga diperlukan suatu pengaturan Perda yang baik sehingga mampu

merefleksikan suatu tatanan hukum responsif maupun yang mampu

memberikan ruang bagi terwujudnya suatu tata pemerintahan yang baik.37

Sebagai upaya mewujudkan tata kelola barang milik daerah yang baik

dan benar, Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau dapat menyusun dan

menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tata kelola dan pengawasan

barang milik daerah sebagai dasar hukum yang memiliki kekuatan hukum

seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011.

Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas

masing-masing daerah. Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Salah satu peraturan perundang-undangan yang harus menjadi acuan

Peraturan Daerah adalah Peraturan Pemerintah sehingga terbitnya Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 haruslah diikuti oleh peraturan daerah

untuk menjaga harmonisasi peraturan perundang-undangan.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 telah

memperbarui dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun

37
Ridwan, HR. 2006. Hukum Administrasi Negara.UII Press: Yogyakarta. Halaman 100
84

2006. Perbedaan antara Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:38

a. Terdapat tambahan penjelasan mengenai definisi Kerja Sama Penyediaan

Infrastruktur yang dilakukan karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor

27 Tahun 2014 ditambahkan satu mekanisme pemanfaatan BMN/D yaitu

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sehingga diperlukan definisi yang

jelas untuk menghindari perbedaan persepsi.

b. Terdapat tambahan penjelasan menganai definisi Pemusnahan. Hal ini

dilakukan mengingat pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

ditambahkan satu tahapan dalam siklus pengelolaan BMN/D sehingga

diperlukan definisi yang jelas untuk menghindari perbedaan persepsi.

c. Terdapat tambahan penjelasan mengenai definisi Daftar Barang

Pengguna dan Daftar Barang Kuasa Pengguna. Dengan mencantumkan

definisi kedua istilah tersebut dapat mencegah kebingungan bagi

pembaca mengingat penggunaan istilah Daftar Barang Pengguna dan

Daftar Barang Kuasa Pengguna banyak digunakan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ini.

d. Terdapat perubahan pada beberapa definisi, yaitu pada istilah Penilai,

Penilaian, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan. Perubahan ini

menyesuaikan dengan dinamika pengelolaan BMN/D dan menghindari

ketidasinkronan dengan peraturan lain.

38
Amela Erliana Crhistine. Perbandingan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 6 Tahun 2006 dan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 Tahun 2008. STAN. Hlm. 7
85

e. Definisi Kementerian Negara/Lembaga dipecah menjadi satu definisi

tersendiri untuk Kementerian Negara dan definisi yang lain untuk

Lembaga. Hal ini wajar dilakukan mengingat definisi Kementerian

Negara/Lembaga pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tidak

jelas dan dapat menimbulkan multitafsir.

f. Ketentuan mengenai pemusnahan dijadikan bab tersendiri dalam

Peraturan Pemerintah 27 Tahun 2014 sebagaimana ketentuan mengenai

pemindahtanganan.

g. Pemindahtanganan dan Pemusnahan terletak setelah Bab Penghapusan.

Perubahan ini dilakukan mengingat proses penghapusan idealnya terjadi

setelah adanya pemusnahan atau pemindahtanganan.

h. Terdapat perubahan wewenang pengelola BMN/D yang semula memberi

keputusan menjadi memberi persetujuan atas usulan pemindahtanganan;

pemanfaatan; serta pemusnahan dan penghapusan BMN/D. Hal ini

dilakukan untuk menyederhanakan birokrasi dan pengguna/kuasa

pengguna barang lebih mengetahui mengenai kondisi BMN/D yang

berada di dalam wewenangnya.

i. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 membolehkan Pengelola

Barang untuk mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu

kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Jenis kewenangan

dan tanggung jawab yang dapat didelegasikan dan tata cara

pendelegasiannya diatur lebih lanjut dalam PMK atau peraturan

perundang-undangan mengenai BMN/D.


86

j. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab

Gubernur/Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan

BMD, yaitu Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan BMD.

Kewenangan ini semula dimiliki Sekretaris Daerah sebagai pengelola

BMD.

k. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Kepala Daerah,

yaitu menyetujui usul Pemanfaatan BMD dalam bentuk Kerja Sama

Penyediaan Infrastruktur.

l. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Pengguna BMN/D,

yaitu mengajukan usul Pemanfaatan BMN/D serta usul Pemusnahan dan

Penghapusan BMN/D kepada Pengelola Barang. Tidak lagi dibedakan

antara tanah dan bangunan dengan selain tanah dan bangunan untuk

beberapa poin pasal sebagaimana pada Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006. Perubahan ini menyempurnakan aturan mengenai

wewenang dan tanggung jawab Pengguna BMN/D. Selain itu, dengan

tidak dibedakannya BMN/D tanah bangunan dengan selain tanah

bangunan memberi keleluasaan pada pengguna barang dalam mengelola

BMN/D.

m. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 membolehkan Pengguna

Barang untuk mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu

kepada Kuasa Pengguna Barang. Jenis kewenangan dan tanggung jawab

yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya diatur peraturan

perundang-undangan mengenai BMN. Ketentuan ini menguatkan dasar

hukum mengenai pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang


87

dimiliki Pengguna Barang. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk

menyederhanakan birokrasi dan mencapai efisiensi pengelolaan BMN/D,

tapi tentu saja diperlukan peraturan turunan yang mengatur masalah ini

secara lebih rinci.

n. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, Perencanaan Kebutuhan

Barang Milik Negara/Daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan

pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja

perangkat daerah serta ketersediaan Barang Milik Negara/Daerah yang

ada. Perubahan ini dilakukan untuk mempertegas bahwa perencanaan

kebutuhan dan penganggaran BMN/D haruslah memperhatikan

kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemeritahan.

Apabila perubahan ini tidak dibuat dan perencanaan disusun hanya

dengan memperhatikan ketersediaan sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 maka dapat timbul multitafsir yang

dapat memicu ketidakefektifan dan ketidakefisienan pengelolaan

BMN/D.

o. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 merinci ruang lingkup

perencanaan kebutuhan yaitu meliputi perencanaan pengadaan,

pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan

BMN/D. Hal ini juga dilakukan untuk mencegah penafsiran perencanaan

kebutuhan BMN/D hanya sebatas perencanaan pengadaan. Ketentuan ini

sesuai dengan prinsip manajemen aset, perencanaan aset harus mencakup

perencanaan atas seluruh siklus hidup aset.


88

p. Terdapat penegasan bahwa Penetapan standar kebutuhan oleh

Gubernur/Bupati/ Walikota harus dilakukan berdasarkan pedoman yang

ditetapkan Menteri Dalam Negeri dan Standar harga harus ditetapkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penegasan ini

dilakukan untuk menyamakan persepsi bahwa penetapan standar

kebutuhan dan standar harga haruslah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang ada

q. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, penetapan status

penggunaan barang berlaku untuk seluruh BMN/D. Hal ini kemudian

disederhanakan di Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 di mana

terdapat pengecualian Penetapan Status Penggunaan yang tidak

dilakukan terhadap BMN/D berupa: barang persediaan; konstruksi dalam

pengerjaan; atau barang yang dari awal pengadaannya direncanakan

untuk dihibahkan, BMN yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana

penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan,

BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang atau

BMD lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh

Gubernur/Bupati/Walikota. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan

proses birokrasi.

r. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 menyederhanakan proses

penetapan status penggunaan BMN/D sebagai berikut: (a) Pengelola

Barang dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan BMN selain

tanah/bangunan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; (b)

Gubernur/Bupati/Walikota dapat mendelegasikan penetapan status


89

Penggunaan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan

dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah; dan (c)

Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan status

Penggunaan Barang Milik Negara pada Pengguna Barang tanpa

didahului usulan dari Pengguna Barang Penyederhanaan ini dapat

memangkas rantai birokrasi yang panjang saat pengelola barang

menghadapi kondisi tertentu yang menuntut kesigapan.

s. Terdapat penambahan ketentuan mengenai pengalihan BMN/D di mana

BMN/D dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang

kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan

fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang. Selain itu juga

disebutkan bahwa BMN/D yang telah ditetapkan status penggunaannya

pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna

Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status

Penggunaan BMN/D tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan Pengelola Barang/Gubernur/ Bupati/Walikota.

t. Terdapat pengecualian kewajiban penyerahan BMN/D berupa tanah atau

bangunan yang tidak digunakan apabila BMN/D tersebut telah

direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka waktu

tertentu yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, untuk BMN, atau

Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD.

u. Terdapat tambahan sanksi bagi pengguna barang yang tidak

menyerahkan BMN/D yang tidak digunakan, yaitu penundaan


90

penyelesaian atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, atau

Penghapusan BMN/D.

v. Terdapat bentuk pemanfaatan baru, yaitu: “Kerja Sama Penyediaan

Infrastruktur” yang masa sewanya dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan

dapat diperpanjang. Hal ini telah sesuai dengan dinamika pengelolaan

BMN/D saat ini.

w. Terdapat penambahan aturan mengenai jangka waktu penyewaan untuk

sewa infrastuktur.

x. Terdapat batasan waktu penyetoran uang sewa yang harus dilakukan

sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum

ditandatanganinya perjanjian sewa. Ketentuan penyetoran uang sewa

yang harus dilakukan sekaligus dapat dipahami mengingat hal ini akan

mempermudah proses pengawasan dan audit.

y. Terdapat perubahan jangka waktu pinjam pakai dari 2 tahun menjadi 5

tahun dan hanya bisa diperpanjang 1 kali. Dengan pembatasan tersebut,

pemanfaatan BMN/D secara 20 pinjam pakai hanya bisa dilakukan

maksimal selama 10 tahun.

z. Terdapat tambahan mengenai kerja sama pemanfaatan berupa penyediaan

infrastruktur. Hal ini telah sesuai dengan dinamika pengelolaan BMN/D

mengingat pelaksanaan kerja sama pemanfaatan telah berkembang ke

BMN/D berupa infrastruktur.

1. Batas minimal peserta tender, yang semula pada Peraturan Pemerintah

Nomor 6 tahun 2006 dinyatakan sekurangkurangnya lima peserta,

dihilangkan.
91

2. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah /Bangun

Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan fungsi

Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10%.

3. Ditegaskan bahwa semua biaya persiapan Bangun Guna Serah /Bangun

Serah Guna yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna

Serah /Bangun Serah Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah

/Bangun Serah Guna menjadi beban mitra Bangun Guna Serah /Bangun

Serah Guna. Selain untuk mempertegas hak dan kewajiban mitra

Bangun Guna Serah /Bangun Serah Guna, perubahan ini dilakukan

untuk memperjelas siapa yang wajib menanggung biaya persiapan dan

pelaksanaan Bangun Guna Serah /Bangun Serah Guna.

4. Terdapat penegasan bahwa hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan

kepada Pengelola Barang ditetapkan sebagai BMN/D. Hal ini untuk

memperjelas status dan menghindari kesalahan penafsiran mengenai

hasil BSG yang diserahkan kepada pengelola barang.

5. Terdapat penambahan pasal yang berbunyi “Pengelola Barang dapat

menetapkan kebijakan asuransi dalam rangka pengamanan BMN

tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara”.

Pasal ini menjadi dasar hukum atas implementasi asuransi dalam

pengelolaan BMN/D. Hal ini sangat penting mengingat asuransi

merupakan salah satu alternatif dalam mitigasi risiko dan telah sangat

umum dalam penggunaannya dalam kebijakan manajemen aset.

6. Terdapat penegasan bahwa biaya pemeliharaan BMN/D yang

pemanfaatannya dilakukan oleh Pihak Lain ditanggung oleh pihak


92

tersebut. Ketentuan ini sudah selayaknya ditambahkan untuk

menegaskan hak dan kewajiban pihak ketiga yang memanfaatkan

BMN/D serta menghindari kemungkinan kerugian negara akibat

kelalaian dalam perjanjian pemanfaatan BMN/D.

7. Terdapat beberapa perubahan teknis terkait istilah jenis penilai dan

tujuan penilaian. Hal ini dilakukan untuk mencapai kesamaan persepsi

mengenai penilaian BMN/D serta harmonisasi dengan peraturan

lainnya.

8. Terdapat ketentuan mengenai penilaian kembali dalam kondisi tertentu

yang dapat dilakukan pengelola barang atas nilai BMN/D yang telah

ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah keputusan mengenai

Penilaian kembali atas nilai BMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan

Pemerintah yang berlaku secara nasional. Perubahan ini dilakukan

dalam rangka sinkronisasi kebijakan dengan Standar Akuntansi

Pemerintah berbasis akrual.

9. Terdapat penyederhanaan birokrasi dalam hal subjek pelaksana

penjualan BMN/D. Pemisahan subjek tidak lagi berdasarkan jenis

BMN/D (tanah dan bangunan atau bukan), tapi berdasarkan lingkup

penguasaan barang. Menurut penulis pengelompokan ini lebih tepat

serta lebih efisien dalam pelaksanaannya.

10. Terdapat dasar perhitungan nilai limit penjualan BMN secara lelang

yaitu dengan memperhitungkan faktor penyesuaian. Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tidak mengatur hal tersebut.


93

11. Terdapat perluasan mitra tukar-menukar dengan diizinkannya

melakukan tukar-menukar dengan pemerintah negara lain. Dengan

cakupan yang lebih luas ini diharapkan pemindahtangan dalam bentuk

tukar-menukar dapat lebih fleksibel.

12. Terdapat perluasan pertimbangan hibah yang semula hanya

mempertimbangkan kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan

penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah, kini ditambahkan

pertimbangan kepentingan budaya, dan pendidikan yang bersifat non

komersial. Dengan perubahan ini diharapkan cakupan hibah BMN akan

lebih luas dan bermanfaat bagi masyarakat.

13. Sebelumnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, aturan

mengenai pemusnahan digabungkan dalam aturan mengenai

penghapusan. Hal ini kurang tepat mengingat penghapusan BMN/D

tidak semata-mata akibat adanya pemusnahan.

14. Terdapat penjelasan mengenai cara-cara pemusnahan BMN/D, yaitu

dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara

lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini

sangat penting untuk mencapai kesamaan persepsi tentang tindakan apa

saja yang termasuk dalam kriteria pemusnahan.

15. Terdapat beberapa perubahan terkait lingkup penerbitan SK

Penghapusan dan dasar penghapusan BMN/D. Perubahan ini dilakukan

untuk menyederhanakan rantai birokrasi agar tidak kaku dan lebih

efisien kesimpulan dan saran secara garis besar penulis menyetujui

perubahan yang ada dalam bab ini.


94

16. Terdapat perubahan dalam ketentuan pembukuan BMN/D yaitu adanya

penjelasan lebih rinci alur penyusunan Daftar Barang Milik

Negara/Daerah yang sebelumnya tidak dijelaskan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 6 tahun 2006. Dengan perubahan ini diharapkan

tidak ada lagi kebingungan ataupun perbedaan persepsi atas mekanisme

pembukuan BMN/D.

17. Perubahan Pada Ketentuan Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian

Analisis Terdapat tambahan ketentuan penetapan indikator kinerja di

bidang pengelolaan Barang Milik Negara pada unit yang membidangi

pengelolaan Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang sebagai salah

satu proses pengawasan dan pengendalian. Perubahan ini merupakan

bentuk harmonisasi dengan kebijakan terkait penilaian kinerja.

18. Ketentuan Mengenai Pengelolaan BMN oleh Badan Layanan Umum

Analisis Pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tidak ada

bagian khusus yang mengatur mengenai pengelolaan BMN/D oleh

BLU. Ketentuan ini ditambahkan untuk memberi penegasan mengenai

mekanisme pengelolaan BMN/D pada BLU sekaligus sebagai bentuk

harmonisasi dengan kebijakan terkait BLU.

19. Ketentuan Mengenai BMN/D Berupa Rumah Negara Analisis

Ketentuan mengenai BMN/D berupa rumah negara sebelumnya tidak

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. Hal ini

menimbulkan ketidaksinkronan dengan aturan mengenai rumah negara.

Rumah negara itu sendiri merupakan bagian BMN/D akan tetapi

mendapatkan perlakuan yang berbeda dari BMN/D pada umumnya.


95

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penetapan Peraturan perundang-undangan oleh pemerintah pusat terkait tata

kelola barang milik daerah diharapkan mampu menjadi salah satu instrument

untuk dapat memberikan perlindungan dan pemanfaatan barang milik daerah

yang pengadaannya didanai melalui APBD dan APBN. Pemerintah Daerah

Kabupaten Malinau dituntut untuk dapat melakukan tata kelola dan

pengawasan barang milik daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, seperti: Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; Permendagri Nomor 19 Tahun

2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 telah mengatur pengelolaan dan

pengawasan yang dilakukan secara berjenjang terhadap barang milik daerah

mulai dari Bupati Malinau, Sekretaris Daerah sampai dengan Kepala OPD.

Untuk dapat melaksanakan pengelolaan dan pengawasan barang milik daerah

yang efektif dan efisien diperlukan peraturan pelaksana yang lebih detail

sebagai jabaran peraturan yang lebih tinggi berupa Peraturan Daerah yang

mengatur tata kelola dan pengawasan barang milik daerah sebagai dasar

hukum yang memiliki kekuatan hukum seperti yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2011.

95
96

B. Saran

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau perlu melakukan perbaikan dalam tata

kelola dan pengawasan barang milik daerah untuk menghindari kesalahan dan

pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19

Tahun 2016 dengan baik dan taat merupakan suatu keharusan sebagai upaya

untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga catatan dari

Badan pemeriksa Keuangan terhadap pengelolaan barang milik daerah

kedepan menjadi minor bahkan dihilangkan.

2. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk memberlakukan kebijakan-

kebijakan yang bersifat mengatur keadaan di daerah, salah satunya terhadap

tata kelola dan pengawasan barang milik daerah dengan menyusun dan

menetapkan Peraturan Daerah. Penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah

yang mengatur tata kelola dan pengawasan barang milik daerah dapat menjadi

aturan hukum yang berlaku di Malinau sebagai penjabaran dan pelaksanaan

dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19

Tahun 2016. Oleh sebab itu, penyusunan Peraturan Daerah akan mengatur

lebih detail, terinci dan sistematis mekanisme pelaksanaan pengawasan barang

milik daerah di Kabupaten Malinau.


DAFTAR BACAAN

Buku :
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 2004
Agustino Leo, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2008
Amela Erliana Crhistine. Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah dengan PP 6 Tahun 2006 dan PP 38 Tahun
2008. STAN, 2020
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung, Alumni, 1982
Ashofa,Burhan. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rhineka Cipta
Asshiddiqie Jimly, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, Jakarta, BIP
Boedianto Akmal, Hukum Pemerintah Daerah, Laksbang Pressindo, Yogyakarta,
2010
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum. PT. Rineke Cipta, Jakarta, 2001
Burhanudin, Manajemen Aset Daerah: Edisi Pertama, Bogor, 2009
Chatib Soleh dan Rochmansjah Heru, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, ,
Fokus, Bandung, 2010
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2003
Felix A. Nigro, Administrasi Publik, Rineke Cipta, Jakarta, 2009
Halim Abdul, Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah: Edisi Revisi,
Jakarta, Salemba Empat, 2007
Hayat, Manajemen Pelayanan Publik. PT. Raja Grafindo Persada. Depok 2019
Hariadi Pramono, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta, Salemba, 2010
Islamy, M. Irfan, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Sinar Grafika,
Jakarta, 2000
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta, 2002
Kusnardi dan Ibrahim Harmaily, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Uniersitas Indonesia, Jakarta, 1988
Marbun, Dimensi-Dimensi Hukum Administrasi Negara, Jogjakarta, UII Press,
2004

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, fungsi dan Materi


Muatan. Cetakan Ke-8. Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2007
Ni Luh Gede Astariyani, Pendelegasian Kewenangan Mengatur Dalam Peraturan
Gubernur. Tesis. program Pasca sarjana Universitas Udayana, Bali, 2009
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2008
Philipus M Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5&6 Tahun XII, Sep-Des
1997
Philipus M. Hadjon, Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid), Pro Justitia
Tahun XVI Nomor I Januari 1998
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gaja Mada
University Press, 2005
Philipus M. Hadjon, Kisi-Kisi Hukum Administrasi Dalam Konteks Tindak Pidana
Korupsi, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta, 2011
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2011
Puteri Hikmawati, Sinkronisasi Dan hemonisasi Hukum Penyelenggaraan
Otonomi Daerah Studi Di Provinsi Bali, 2012
Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara,UII Press, Yogyakarta, 2006

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, 2004

Salim dan Erlis, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan Tesis,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015

Soimin, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,


2010

Sinaga Budiman, Hukum Tata Negara, Swanata, Jakarta, 2009

Sirajuddin dkk, Hukum Administrasi Pemerintah Daerah, Setara Press, Malang,


2016
Sufri, Nuryamin, Pegelolaan Aset/Barang Milik Daerah di Dinas Pekerjaan
Umum Bantul Tahun 2014-2015, Universitas Muhammadiyah Yogjakarta,
2012

Sukardja Ahmad, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Sinar
Grafika, Jakarta, 2014

Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Syafrial, Pengaruh Ketepatan Skedul Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran


Anggaran, dan Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja
Manajerial SKPD pada Pemerintah Kabupaten Sarolangun, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 2008.

Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006.

Yani Ahmad, Akuntansi Keuangan Daerah: Edisi Revisi 3, Jakarta, Salemba


Empat, 2008

Yudhoyono Bambang, Otonomi Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002

Yuswalina dan Budianto Kun, Hukum Tata Negara di Indonesia, Setara Press,
malang, 2016
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
92)

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
20)

Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik


Daerah

Pernyataan Standar Akuntansi Publik Nomor 7 Tahun 2010

Anda mungkin juga menyukai