Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRAKTIKUM PENGELOLAAN TANAMAN LAHAN


MARGINAL (PNA1532)

Budidaya Tanaman Pepaya (Papaya Carica L) pada Lahan Kering

Oleh :
Silvia Avrilza Mutiara
NIM. A1D021187

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah pepaya merupakan salah satu jenis buah yang dikenal dan digemari oleh
masyarakat luas. Buah ini berasal dari Meksiko bagian selatan hingga Amerika
Tengah. Manfaat buah pepaya cukup banyak, antara lain memperlancar
pencernakan, mencegah katarak, menurunkan radang, mendukung fungsi jantung,
hingga meningkatkan daya tahan tubuh. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya
tumbuh menyebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu sampai 1.000 m
diatas permukaan laut. Secara umum tanaman pepaya dapat tumbuh di berbagai
jenis tanah. Namun, tanah yang banyak mengandung bahan organik, berdrainase
dan aerasi baik, dan memiliki nilai pH 6,5-7 merupakan kondisi tanah yang sesuai
untuk tanaman pepaya (Firmansyah & Pribadi, 2019).
Tanaman pepaya memiliki kemampuan adaptasi cukup baik dari berbagai
jenis tanah. Beberapa jenis tanah seperti tanah mineral lahan kering maupun pasang
surut yang memiliki jenis tanah gambut dan tanah sulfat masam juga mampu
mendukung tanaman pepaya tumbuh dan berproduksi baik (Sunyoto et al., 2013).
Kemampuan tanaman pepaya untuk hidup di lahan kering memiliki dampak
terhadap pemenuhan kebutuhan pamgan masyarakat. Pengembangan pertanian
tanaman pangan di lahan kering merupakan salah satu solusi untuk mendukung
produksi pangan nasional. Kondisi degradasi sumberdaya, kemiskinan dan
keamanan pangan banyak ditemukan pada ekosistem lahan kering dan tadah hujan
(Aminah, 2015).
Pada kegiatan magang yang telah dilaksanakan, kegiatan budidaya tanaman
pepaya pada lahan kering. Lahan ini berlokasikan di Desa Kramat, Kecamatan
Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kegiatan budidaya dilakukan dari
mulai pengolahan lahan hingga panen. Terdapat tahapan-tahapan serta kendala saat
proses budidaya tanaman pepaya.
B. Tujuan

Tujusn dsri makalah ini yaitu:


1. Mengetahui tahapan budidaya tanaman pepaya di lahan kering.
2. Mengetahui pengelolaan lahan kering untuk tanaman pepaya.
II. PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Lahan Produksi dan Pengolahan Lahan

Lahan kering cukup potensi dikembangkan karena dimungkinkan untuk


ekspor berbagai macam komoditas pertanian, pengembangan pertanian terpadu
ternak dan tanaman, peluang kerja lebih besar dengan investasi relative kecil,
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tergantung dari lahan kering (Matheus
et al., 2017). Di lahan kering, cara persiapan lahan (pengolahan tanah) perlu
mendapat perhatian khusus, karena selain berkaitan dengan masalah teknis seperti
ketersediaan air, perubahan fisik dan kimia tanah. Pengolahan diperlukan jika
kondisi kepadatan tanah, aerasi tanah, kekuatan resisten tanah dan dalamnya
perakaran tanaman tidak mendukung penyediaan air dan perkembangan akar. Pada
tanah inceptisol, dapat dilakukan pengolahan lahan dengan cara OTM lahan ditebas
dengan cangkul sedalam 3-5 cm lalu gulma bekas tebasan dibersihkan (Azwir,
2013).

Gambar 1. Survey Lahan


Gambar 2. Pengolahan Lahan
Pada persiapan lahan, perlu adanya pemebenah tanah yang dapat dilakukan
dengan menggunakan dasar dengan pupuk organik. Pemupukan bahan organik
sangat penting dalam perawatan kesuburan tanah, karena mengandung unsur hara
(N, P, K) dan mikronutrien dalam jumlah yang cukup banyak, serta dapat digunakan
sebagai agen remediasi tanah. Pupuk organik juga meningkatkan sifat fisik, kimia
dan biologi tanah (Hadiyanti et al., 2021). Pupuk organik dibutuhkan dalam
budidaya tanah untuk membantu memulihkan kesuburan tanah. Efisiensi dan
efektifitas penyerapan unsur hara salah satunya dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik tanah (Yuniwati & Padulemba, 2012). Dengan maraknya pertanian organik,
penggunaan pupuk organik juga semakin meningkat, produksi pupuk organik
membutuhkan waktu yang lama dan rumit jika dilakukan secara manual (Hasman
et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian (Asngad, 2013), bahwa alternatif
pengganti pupuk anorganik adalah campuran pupuk organik dari bahan dasar dan
pupuk hayati.
Gambar 3. Pemupukan Maggot dan Pupuk Dasar
Selain itu, dapat juga dilakukan aplikasi pupuk organik maggot. Menurut
Simanjuntak et al. (2013) saat ini banyak terindakasi kerusakan lahan kering,
kerusakan tersebut disebabkan karena penggunaan pupuk kimia yang tidak setara
dengan penggunaan pupuk organiknya. Hal ini juga didukung oleh pendapat
Hartatik et al. (2015) bahwa dengan penggunaan bahan kimia pada lahan kering
akan menyebabkan ketidakseimbangan tanah dan menyebabkan kadar hara dan
kandungan organik dalam tanah. Untuk dapat memperbaiki kualitas lahan kering
yang ada dalam meningkatkan produktivitas lahannya perlu untuk ditingkatkan
penggunaan pupuk organik yang lebih besar daripada pupuk kimia yang
sebelumnya dilakukan. Sejalan dengan hal tersebut, pemanfaatan limbah organik
yang dikonversi melalui budidaya maggot ini mampu dijadikan sebagai solusi
dalam permasalahan lahan kering yang ada dengan kandungan yang sangat
mendukung dalam pertanian organik di lahan kering. Sebagaimana telah dijelaskan
diatas, bahwa dengan melakukan budidaya maggot dengan hasil sisa pakan maggot
tersebut memiliki kandungan Karbon organik 49%, Nitrogen 2,04%, Fosfor 0,39%,
Kalium 3,13%, dimana dengan kandungan tersebut telah diindikasikan lebih besar
daripada pupuk organik yang dilakukan dengan cara fermentasi. Seiring dengan hal
tersebut bahwa permasalahan pada lahan kering dapat diberikan solusi dalam
peningkatan produktivitas lahan kering yaitu dengan penggunaan pupuk organik
melalui biokonversi maggot yang dibudiyakan.

B. Penanaman

Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses, cara,


perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Penanaman adalah kegiatan
memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan pertanaman untuk di dapatkan
hasil produk dari tanaman yang di budidayakan (Solikin, 2021). Pada tanaman
pepaya dilakukan pembibitan. Pada tanaman pepaya, penyemaian dilakukan pada
polybag yang berukuran kecil. Dalam satu polybag, disemaikan satu bibit yang akan
disemai. Menurut Utami et al. (2013), Benih pepaya sebelum dipindahkan ke
polybag dikecambahkan terlebih dahulu di tray semai dengan menggunakan
campuran media yang sama yaitu campuran tanah dan kompos. Setelah bibit
berumur 4 minggu di tray semai kemudian dipindahkan ke polybag dan ditanam 1
tanaman per polybag. Pemindahan bibit dari semaian dilakukan dengan
mengangkut bibit beserta media tanamnya, kemudian setelah pengamatan sampai 5
MST bibit dipindahkan ke lapangan yang telah disiapkan lubang tanamnya yang
berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm dan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Gambar 4. Hasil Penanaman


Dilakukan pembuatan lubang tanam. Lubang-lubang berukuran 60 x 60 x 40
cm, yang digali secara berbaris. Selama lubang-lubang dibiarkan kosong agar
memperoleh cukup sinar matahari. Setelah itu lubang-lubang diisi dengan tanah
yang telah dicampuri dengan pupuk organik kasgot. Penanaman yang dilakukan
oleh peserta magang yaitu, lubang tanam yang telah diolah dan dibiarkan selama
kurang lebih 3 hari, akan dicangkul sedikit untuk memasukkan bibit pepaya yang
telah disemai. Bibit yang telah disemai akan dipindah tanam, bibit dimasukkan ke
dalam lubang tanam, lalu ditutup kembali dengan tanah. Di sekililing tanaman
dipasang bambu untuk menjaga pertumbuhan tanaman pepaya dan berfungsi
sebagai penopang tanaman.
C. Pemeliharaan

Upaya konservasi tanah dan air, melalui metode mekanis (mengolah tanah,
gundukan, teras dan tanggul sesuai kontur), metode hara (menanam tanaman yang
dapat menutupi tanah secara kontinyu, pola rotasi tanaman, sistem tanam wanatani,
menggunakan sisa tanaman sebagai mulsa dan bahan organik) dan pemanfaatan
pestisida (Hadiyanti et al., 2021). Menurut Negara et al., (2023), salah satu proses
pengairan dapat dilakukan dengan pengairan tetes adalah untuk mensuplai air dan
hara kepada tanaman dalam frekuensi tinggi dan volume rendah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan kesuburan dan konsumtifnya. Sedangkan pengairan tetes
dicirikan oleh sifat-sifat berikut ini; air dialirkan dengan kecepatan rendah pada
periode waktu yang lama, dengan interval yang tinggi, air diberikan pada sekitar
atau di dalam mintakat perakaran tanaman (root zone) melalui system pemberian
bertekanan rendah. Selain itu, suatu pengairan tetes ideal adalah pengairan dimana
semua emitternya mampu memberikan volume air dalam jumlah yang sama pada
pengairan tertentu sehingga setiap akar menerima jumlah air sama pada periode
pengairan.
Sistem pola tanam yang berturut-turut digunakan untuk dapat mengurangi
penguapan dan memperbaiki kelempaban tanah yang di akibatkan adanya
penambahan bahan organik, mengurangi pertumbuhan gulma dan resiko kebakaran
pada musim kemarau akibat terjadinya naungan pohon, perakaran yang dalam dapat
memperbaiki siklus hara dalam peranannya sebagai penyimpan dan pengambil
hara, mengurangi kecepatan angin, meningkatkan kelembapan tanah, serta
memberikan naungan partial (Pitaloka, 2016).
Penggunaan mulsa juga dapat menjadi solusi untuk menekan penguapan di
lahan kering untuk tanaman pepaya. Pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi
temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi
jumlah pemberian air. Penggunaan mulsa organik memberikan dampak postif bagi
pertumbuhan tanaman karena dapat menstabilkan suhu, menjaga kelembaban dan
mempertahankan ketersediaan air tanah. Pemberian mulsa organik bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan gulma, menambah bahan organik tanah, mengurangi
penguapan tanah sehingga temperatur dan kelembapan tanah tetap terjaga sehingga
menciptakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman (Hartono et al., 2018).
Gambar 5. Penyiraman Gambar 6. Penyiangan

Gambar 7. Pemupukan Gambar 8. Jerapan Air

Gambar 9. Pemeliharaan Irigasi Gambar 10. Pemulsaan


Pada kegiatan magang yang telah dilaksankan, beberapa kegiatan
pemeliharaan antara lain seperti penyiraman, penyiangan, pemasangan jerapan,
pemupukan, dan pengendalian OPT. Penyiraman merupakan suatu hal yang penting
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman pepaya di lahan kering, karena minimnya
kandungan air dalam tanah, pada kegiatan magang telah dilakukan, penyiraman
dilakukan secara rutin setiap harinya dengan pembagian bedengan yang berbeda.
Penyiangan gulma dilakukan untuk memusnahkan gangguan yang dapat
mengganggu proses pemenuhan kebutuhan air dan hara dari tanaman pepaya.
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, pemupukan
dilakukan dengan NPK. Pembuatan jerapan air menggunakan batang pisang
bertujuan untuk mendinginkan daerah perakaran pepaya. Dilakukan pemasangan
saat musim kemarau. Hal ini untuk meminimalisir penguapan pada tanaman
pepaya.
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematiaan pada
tanaman, termasuk di dalamnya adalah hama, penyakit, gulma, dan virus (Rahayu,
2023).

Gambar 11. Gejala Serangan OPT


OPT yang ditemukan pada kegiatan budidaya tanaman pepaya yaitu hama
ulat, kumbang, kutu kebul Dampak dari hama ini yaitu daun tanaman akan
berlubang, dan robek, terdapat luka pada buah. Pada Koperasi Petani Jaya Makmur
Indonesia tidak dilakukan pengendalian yang signifikan. Namun, cara pengendalian
ramah lingkungan yang dapat disarankan adalah penggunaan pestisida nabati yang
berbahan baku dari tanaman khas lokalitas namun efektif mengendalikan hama
(Astuti, 2016).
D. Panen dan Pascapanen

Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman. Tapi panen


merupakan awal dari pengerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk
penyimpanan dan pemasaran. Sedangkan pasca panen adalah tahapan kegiatan
sejak pemungutan hasil di lapangan sampai siap untuk dipasarkan, sedangkan
penanganan pasca panen merupakan tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada
hasil pertanian agar hasil pertanian siap dan aman untuk dikonsumsi atau diolah
lebih lanjut oleh industri. Penanganan pascapanen hortikultura secara umum
bertujuan untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil
yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik (Yunisara,
2018).

Gambar 12. Panen

Gambar 13. Penyortiran


Pada kegiatan panen yang telah dilaksanakan peserta magang. Dilaksanakan
pemanenan buah pepaya dengan cara memetik buah secara langsung. Pemetikan
dilakukan dengan memutar perlahan pada bagian tangkainya. Setelah dilakukan
pemanenan, dilakukan beberapa tahapan antaralain seperti sortir, pencucian,
pemasangan foam, dan pengemasan. Sortir yaitu suatu proses untuk mengeliminasi
produk yang luka, busuk, cacat, atau produk yang tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan (Hayati, 2022). Buah yang lulus sortir akan dicuci dengan air
bersih, dan kemudian diberi foam untuk melindungi fisik buah dari benturan ketika
didistribusikan kepada distributor dan konsumen.

Gambar 14. Pemasangan Foam


Pada Koperasi Petani Jaya Makmur Indonesia, sistem kelas buah pepaya
dibagi menjadi 3, yaitu A, B, dan C. Buah kelas A yaitu buah pepaya yang memiliki
bobot antara 500-1100 gram dengan bentuk buah lonjong tanpa luka. Buah kelas B
yaitu buah pepaya yang memiliki bobot antara 500-1100 gram dengan bentuk buah
bulat tanpa luka. Buah kelas C yaitu buah pepaya yang memiliki bobot antara 350-
500 gram dengan bentuk buah lonjong dan bulat. Buah yang kurang dari 350 gram
dan yang lebih dari 1100 masuk ke dalam buah reject. Harga jual buah pepaya di
Koperasi Petani Jaya Makmur Indonesia yaitu Rp 10.000,- / kg.
Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan, terdapat perbedaan hasil
produksi tanaman pepaya di lahan kering saat musim penghujan dan musim
kemarau. Produktivitas tanaman pepaya meningkat hampir dua kali lipat saat
musim penghujan daripada di musim kemarau pada hasil panen Koperasi Petani
Jaya Makmur Indonesia. Pada saat musim kemarau, hasil panen berkisar antara
200-300 kilogram, sedangkan pada saat musim penghujan mencapai 400-600
kilogram dalam satu kali panen. Hal ini sesuai dengan faktor musim berpengaruh
signifikan terhadap produktivitas pepaya pada taraf uji 20%.koefisien regresi
dugaan menunjukkan nilai positif. Hal ini berarti bahwa produktivitas pepaya pada
musim kemarau lebih rendah daripada musim hujan (Febriawan et al., 2018).
III. PENUTUP

Tanaman pepaya memiliki kemampuan adaptasi yang cukup baik di lahan


marginal, salah satunya yaitu lahan kering. Untuk budidaya tanaman pepaya, dapat
dilakukan beberapa tahapan-tahapan. Pada persiapan lahan, perlu adanya
pemebenah tanah yang dapat dilakukan dengan menggunakan dasar dengan pupuk
organik contohnya dengan pupuk maggot sebagai pupuk dasar. Sistem pola tanam
yang berturut-turut digunakan untuk dapat mengurangi penguapan dan
memperbaiki kelempaban tanah sehingga dapat menjaga terpenuhinya kebutuhan
air tanaman pepaya. Kegiatan pemeliharaan antara lain seperti penyiraman,
pemulsaan, pengaturan irigasi, penyiangan gulma, pemasangan jerapan dari
pelepah pisang, pemupukan, dan pengendalian OPT. Terpenuhinya kebutuhan air
tanaman pepaya akan mempengaruhi produktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. 2015. Pengembangan kapasitas petani kecil lahan kering untuk


mewujudkan ketahanan pangan. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs
Governance, 7(3): 197-210.

Asngad, A. 2013. Inovasi pupuk organik kotoran ayam dan eceng gondok
dikombinasi dengan bioteknologi mikoriza bentuk granul. Indonesian Journal
of Mathematics and Natural Sciences, 36(1).

Astuti, R. B. 2016. Pengaruh Pemberian Pestisida Organik Dari Daun Mindi (Melia
azedarach L.), Daun Pepaya (Carica papaya L.), dan Campuran Daun Pepaya
(Carica papaya L.) dan Daun Mindi (Melia azedarach L.) Terhadap Hama dan
Penyakit Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Azwir. 2013. Kajian Cara Persiapan Lahan dalam USAhatani Jagung di Lahan
Kering Inceptisol. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Vol, 16(2): 85-91.

Febriawan, G., Hadi, S., & Wijayanti, F. N. (2018). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko produksi usahatani pepaya di Kecamatan Ledokombo
Kabupaten Jember. Jurnal Agribest, 2(2), 79-91.

Firmansyah, M. A., & Pribadi, T. 2020. Adaptasi Tiga Varietas Pepaya (Merah
Delima, Jupe, Madu) Di Lahan Kering Dataran Rendah. Agritech: Jurnal
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 21(2): 109-117.

Hartatik, W., Husnain, & Widowati, L. 2015. Peranan Pupuk Organik dalam
Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman. Jurnal Sumberdaya Lahan,
9(2): 107–120.

Hartono, S., Pembengo, W., & Rahim, Y. 2018. Pengaruh Jenis Mulsa Organik dan
Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Nilam
(Pogostemon cablin Benth). JATT, 7(3): 327-334.

Hasman, E., Naswir, N., & Irwan, A. (2015). Rancang bangun mesin pembuat
pupuk organik granular Tipe Screw. Jurnal teknologi pertanian andalas, 19(2),
25-28.

Hayati, R. 2022. Teknologi Pascapanen Hasil Pertanian. Aceh: Syiah Kuala


University Press.

Negara, I. D. G. J., Karyawan, I. D. M. A., Yasa, I. W., Saidah, H., Saadi, Y.,
Supriyadi, A. & Wiratama, K. 2023. Pelatihan Persiapan Lahan Pepaya Untuk
Aplikasi Sistem Irigasi Tetes di Lahan Kering Desa Selengen Kabupaten
Lombok Utara. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 6(3): 743-748.

Pitaloka, D. 2018. Lahan Kering Dan Pola Tanam Untuk Mempertahankan


Kelestarian Alam. G-Tech: Jurnal Teknologi Terapan, 2(1): 119-126.

Rahayu, N. C. 2023. Alur Proses Produksi Sayur Organik Pada Cv. Reja Mayur.
Jurnal Agro Indragiri, 9(2): 58-65.

Simanjuntak, A., Lahay, R. R., & Purba, E. 2013. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Pupuk
NPK dan Kompos Kulit Buah Kopi. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(3):
362–373.

Solikin, A. 2021. Laporan Pengabdian Masyarakat" Penanaman Nilai-Nilai Islam


Pada Kajian Kitab Aqidah Washitiyah Pada Jamaah Masjid Mujahidin". Skripsi.
Program Studi Bimbingan Dan Konseling, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Palangkaraya.

Sunyoto, T. Budiyanti, Noflindawati, D. Fatria. 2013. Uji stabilitas lima genotipe


pepaya di tiga lokasi. J. Hort. 23(2):129-136.

Utami, R. D., Widodo, W. D., & Suketi, K 2013. Respon Pertumbuhan Bibit Pepaya
pada Delapan Jenis Komposisi Media Tanam. In Prosiding Seminar Ilmiah
PerhortI, 80-88.

Yunisara, T. 2018. Panen Dan Penanganan Pasca Panen Jagung Manis. Makalah.

Yuniwati, M., & Padulemba, A. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos
dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4. Jurnal
Teknologi, 5(2): 172-181.

Anda mungkin juga menyukai