Anda di halaman 1dari 63

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)


2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebelum membahas pengertian manajemen sumber daya manusia
(MSDM), ada baiknya ditelusuri dulu arti dari manajemen tersebut.
Manajemen berasal dari bahasa Inggris, management, yang dikembangkan
dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu
sendiri berasal dari bahasa Italia, maneggio, yang diadopsi dari bahasa Latin
managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan. Oleh
karenanya konsep manajemen tidaklah mudah untuk didefinisikan. Sampai
sekarang belum ditemukan definisi manajemen yang benar-benar dapat
diterima secara universal.
Para ahli manajemen sumber daya manusia memberikan berbagai
macam definisi atau pengertian mengenai sumber daya manusia, menurut
Sedarmayanti (2016:6) menyatakan bahwa “manajemen sumber daya
manusia mempunyai kekhususan dibanding dengan manajemen secara umum
atau manajemen sumber daya lain”. Masih menurut Sedarmayanti, “karena
yang dikelola adalah manusia, maka keberhasilan atau kegagalan manajemen
sumber daya manusia mempunyai dampak yang sangat luas”. Edwin B.
Filippo dalam Sedarmayanti (2016:5) mengemukakan:
Manajemen sumber daya manusia adalah sebagai perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Identik dengan pendapat Edwin, Handoko, mengatakan bahwa


”manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik

14
15

tujuan-tujuan individu maupun organisasi” Handoko, (2008:4). Sementara itu,


Mangkunegara (2016:2) mengemukakan :
Manajemen sumber daya manusia adalah sebagai suatu pengelolaan dan
pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara
maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan
pengembangan individu.

Veithzal (2012:11) mengemukakan bahwa Manajemen sumber daya


manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini
terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan maupun
kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin
penting peranannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai
pengalaman dari hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara
sistimatis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia.
Sementara itu, Herman Sofyandi (2008:6) mengemukakan bahwa
Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai suatu strategi dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,
organizing,leading & controlling , dalam setiap aktivitas atau fungsi
operasional sumber daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi,
pelatihan dan pengembangan, penempatan yang meliputi promosi,
demosi & transper, penilaian kinerja, pemberian kompensasi,
hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja yang ditujukan
bagi peningkatan kontribusi produktif dari sumber daya manusia
organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif
dan efisien.

Peter Drucker (2018:31), mengemukakan pendapatnya mengenai


MSDM, yaitu:
16

a. Mengelola sumber daya manusia organisasi akan menjadi lebih


penting secara signifikan mengingat sumber daya ini segera menjadi
aset yang paling penting dan merupakan alat untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif.
b. Tujuan-tujuan kinerja dari organisasi harus mencerminkan persyaratan
pekerja pengetahuan (knowledge workersa) yang menyediakan ‘modal
manusia” bagi organisasi maupun bagi para investor luar yang
menyediakan “modal financial”.
c. Organisasi-organisasi harus terhubung erat dengan apa yang
dibutuhkan oleh para pekerja, terutama pelatihan, kesehatan dan
tunjangan pensiun. Ini berada diantara motivator-motivator kunci bagi
pekerja dan harus dikelola dengan hati-hati, terutama apabila para
pekerja ingin bekerja sampai usia mereka tujuh puluh tahun ke atas.

Oleh karenanya manajemen sumber daya manusia ini tidak hanya


sekedar ilmu melainkan juga menuntut bobot seni (art) yang sangat kental
dan karenanya pula ilmu manajemen sumber daya manusia cepat
berkembang. Hal ini dikatakan oleh Veithzal (2012:1), bahwa :
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan


bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu dan seni
dalam pengelolaan sumber daya manusia, suatu pengakuan terhadap
pentingnya tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatannya dalam
berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu,
manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang
bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan manajemen yang
banyak diaplikasikan di segala aktifitas organisasi atau perusahaan karena
17

berkaitan dengan manusia, manusia sebagai pimpinan, pejabat struktural,


pejabat fungsional, manajer, pegawai staf atau pelaksana atau apa namanya
yang ada dalam organisasi atau perusahaan atau instansi pemerintahan
tersebut merupakan asset organisasi atau perusahaan yang harus dipelihara
dengan baik.

2.1.2 Prinsip Umum Manajemen dalam MSDM.


Manajemen sumber daya manusia mempunyai kekhususan
dibandingkan dengan manajemen secara umum atau manajemen sumber daya
lain. Karena yang dikelola adalah manusia, maka keberhasilan atau kegagalan
manajemen sumber daya manusia akan mempunyai dampak yang sangat luas.
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap
pentingnya sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam organisasi, dan
pemanfaatannya dalam berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi. Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna sumber daya manusia dalam organisasi, dengan
tujuan untuk member kepada organisasi suatu satuan kerja yang efektif.
Sedarmayanti (2016:6)
Berkaitan dengan uraian di atas, maka prinsip-prinsip umum
manajemen yang berkaitan dengan sumber daya manusia menurut Fathoni
(2016:6), adalah sebagai berikut :
a. Adanya pembagian pekerjaan. Kualitas anggota organisasi penting
diperhatikan, yaitu kualitasnya, fisiknya, moral, mental, pendidikan,
pengalaman, keimanan, dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
b. Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan yang
menjadi tanggung jawabnya. Disiplin sangat berkaitan dengan
kewenangan, karena apabila kewenangan tidak dijalankan dengan
semestinya, maka disiplin ini akan hilang dan tidak akan tercapai
tujuan yang diharapkan.
18

c. Kewenangan dan tanggung jawab. Setiap pekerja diberi kewenangan


untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan. Wewenang tersebut
diperoleh pada saat pembagian tugas, karena itu menuntut
pertanggungjawaban terhadap penyelenggaraan pekerjaan.
d. Member prioritas kepada kepentingan umum, merupakan syarat
anggota organisasi swasta maupun pemerintah. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh rasa senang dalam bekerja, sehingga disiplin tumbuh
atas kesadaran bukan karena paksaan.
e. Penggajian pegawai atau Pegawai. Gaji atau upah merupakan faktor
yang sangat menentukan untuk kelancaran tugas, karena manusia
mempunyai kebutuhan pribadi baik materi, spiritual atau kebutuhan
jasmani maupun kebutuhan rohani.
f. Pusat kewenangan. Dalam pemusatan kewenangan akan berdampak
perumusan pertanggungjawaban dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Pertanggungjawaban terakhir dari suatu pimpinan,
yang mempunyai wewenang tertinggi dalam organisasi yang
bersangkutan.
g. Mekanisme kerja dalam organisasi. Ada seseorang yang ditunjuk
sebagai atasan/ pimpinan. Ini dimaksudkan ada seseorang yang
bertanggung jawab secara keseluruhan, ada seseorang yang
bertanggung jawab pada unit tertentu, dan ada juga yang sebagian.
Dengan adanya hirarki clan mekanisme kerja dalam suatu organisasi,
berarti seseorang selaku anggota organisasi akan mengetahui siapa
yang menjadi atasannya dan kepada siapa dia bertanggung jawab dan
dari siapa dia mendapat perintah. Demikian sebaliknya, seorang
atasan dapat mengetahui siapa saja yang menjadi bawahannya
langsung.
h. Keamanan. Setiap pekerjaan memerlukan pengamanan yang
merupakan syarat utama, karena dengan terjaminnya keamanan,
seseorang akan tenang untuk melaksanakan tugasnya. Sebaliknya,
manakala seorang pegawai dalam organisasi penuh dengan
19

ketegangan dan kekacauan, maka tidak akan dapat melaksanakan


tugasnya dengan baik, karena terganggu oleh kekacauan tersebut.
i. Inovasi, pengembangan inisiatif dari para pekerja. Dalam suatu
kegiatan agar berkembang ke arah perubahan menuju kemajuan,
merupakan pedoman yang harus diperhatikan, yaitu antara lain
melalui rasa dihargai sesame pekerja baik sebagai atasan maupun
sebagai bawahan.
j. Semangat kebersamaan. Setiap anggota organisasi baik pegawai
atau Pegawai swasta, harus mempunyai kesatuan dengan unitnya,
yaitu rasa senasib dan sepenanggungan.

2.1.3 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia memiliki dua fungsi, fungsi-fungsi
tersebut tidak dapat terpisahkan, bahkan sangat erat hubungannya satu dengan
yang lainya, yakni fungsi manajerial dan fungsi operasional.
a. Fungsi manajerial terdiri dari 4 fungsi yaitu :
1) Perencanaan (planning), meliputi perencanaan tenaga kerja, sistem
informasi pegawai dan analisis pekerjaan. Setelah apa yang akan
dilakukan telah ditetapkan, selanjutnya perlu dibuat organisasi untuk
melaksanakannya.
2) Pengorganisasian (organizing), Organisasi dibentuk dengan
merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan, personalia
dan faktor-faktor fisik
3) Pengarahan (directing), fungsi ini menunjukkan tugas dari pimpinan
tentang bagaimana memotivasi para pegawai agar mereka mempunyai
semangat kerja yang tinggi dan mampu bekerja secara efektif dan
efisien
4) pengawasan (controlling), fungsi ini adalah mengawasi dan
membandingkan antara pelaksanaan (apa yang telah dicapai) dengan
rencana serta melakukan koreksi apabila terjadi penyimpangan dan
apabila perlu penyesuaian kembali dengan rencana yang telah dibuat
20

b. Fungsi operasional terdiri dari 6 fungsi yaitu :


1) Pengadaan (procurement) berupa usaha untuk memperoleh jenis dan
jumlah tenaga kerja yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk
pencapaian tujuan organisasi. Hal ini terutama berhubungan dengan
masalah penentuan kebutuhan tenaga kerja, penarikan, seleksi,
orientasi dan penempatan
2) Pengembangan (development) ini berhubungan dengan peningkatan
keahlian melalui latihan yang tepat agar mereka dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Salah satu sebab dilakukannya
pengembangan ialah karena adanya perubahan-perubahan teknologi.
3) Kompensasi (compensation) yang dapat diartikan sebagai pemberian
balas jasa atau imbalan yang memadai dan layak kepada pegawai
selain gaji bulanan sesuai dengan kontribusi yang telah mereka
sumbangkan kepada instansi tempat bekerja. Berikut
4) integrasi (Integration) yang berhubungan dengan upaya untuk
menyelaraskan berbagai kepentingan yang berbeda baik kepentingan
individu, kepentingan instansi maupun kepentingan masyarakat.
5) Pemeliharaan (maintenance), berhubungan dengan upaya agar
pegawai yang ada tetap berkeinginan dan dapat bekerja untuk
mencapai tujuan. Aktivitas ini dilakukan melalui komunikasi dan
melalui perhatian terhadap kondisi fisik, kesehatan dan keamanan
kerja.
6) Pemutusan hubungan kerja (separation). Jika instansi akan
mengadakan pemutusan hubungan kerja, maka instansi yang
bersangkutan harus memenuhi persyaratan tertentu.
Dari uraian tersebut diatas, tentang kedua fungsi dari manajemen
sumber daya manusia baik yang bersifat manajerial maupun operasional
adalah untuk membantu instansi dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya serta dimaksudkan agar pegawai mampu dan mau
menunjukkan kinerja terbaiknya guna pencapaian tujuan organisasi.
21

2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Sedarmayanti (2016:6) tujuan dari manajemen sumber daya
manusia adalah ”untuk meningkatkan kontribusi terhadap oragnisasi dalam
rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan”, Hal ini dapat
dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan
tergantung pada manusia yang mengelola organisasi yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, sumberdaya manusia tersebut harus dikelola agar dapat berdaya
guna dan berhasil guna daalam mencapai tujuan orgaanisasi. Agar
sumberdaya manusia yang dimiliki dapat memberikan kontribusi yang
maksimal terhadap keberhasilan organisasi, maka agenda penting bagi
pimpinan organisasi adalah mengidentifikasi kualifikasi yang relevan dengan
arah visi dan misi organisasi. Menurut Sudarmanto (2015:30) bahwa
”identifikasi atribut sumber daya mausia sebaagai determinan penting
terhadap performa tugas merupakan langkah awal menuju pencapaian
keberhasilan organisasi”.
Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa peranan manajemen
sumber daya manusia akan sangat menentukan terhadap keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
Dengan kata lian, suatu organisasi apabila peran manajemen sumber daya
manusianya tidak optimal, maka kontribusi pegawai terhadap keberhasilan
organisasinya juga tidak akan optimal.

2.2 Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu
kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada
hubungan yang kuat antara kebutuhan, motivasi, perbuatan atau
tingkah laku, tujuan dan kepuasan, karena setiap perubahan senantiasa
berkat adanya dorongan motivasi. Setiap tindakan atau perbuatan
seseorang cenderung dimulai dari apa yang memotivasi seseorang
untuk melakukan sesuatu. Buhler, memberikan pendapat tentang
22

pentingnya motivasi sebagai berikut: “Motivasi pada dasarnya adalah


proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan
untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk
bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka
manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya
bagi para karyawan dalam perusahaan”.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang
dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Sedangkan motivasi dalam manajemen ditunjukan pada sumber
daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi
mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan,
agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya
mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar
mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya
komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi
menunjukkan agar pimpinan mengetahui bagaimana memberikan informasi
yang tepat kepada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya
guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran
dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk
itu diperlukan keahlian pimpinan untuk memberikan motivasi kepada
bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.
Dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah
pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya
sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi yang berarti pula
menuntut adanya perhatian serius pada semua permasalahan kebutuhan.
23

Seorang pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan fungsi motivasi adalah


pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan adanya
sikronisasi antara tujuan pribadi para anggota organisasi dengan tujuan
pribadi para anggota organisasi dengan tujuan organisasi itu sendiri.
Istilah motivasi memiliki pengertian yang beragam, baik yang
berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi. Namun
apapun pengertiannya, motivasi merupakan unsur penting dalam diri
manusia, yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau
pekerjaan manusia.
Menurut Terry dan Rue dalam Suharto dan Budi Cahyono
(2018) mengatakan bahwa motivasi adalah “…getting a person to exert a
high degree of effort…” yang artinya adalah “motivasi membuat seseorang
untuk bekerja lebih berprestasi”.
Menurut Luthans motivasi adalah proses sebagai langkah awal
seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis
atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukan untuk
memenuhi tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Gibson dalam Suharto dan Budi Cahyono
(2018:34) teori motivasi terdiri dari, pertama content theories atau teori
kepuasan yang memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri
orang yang menguatkan, megarahkan, mendukung dan menghentikan
perilaku. Kedua adalah process theory atau teori proses yaitu
menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu dikuatkan,
diarahkan, didukung, dan dihentikan. Kedua kategori tersebut
mempunyai pengaruh penting bagi para manajer untuk memotivasi
pegawai.

2.2.2 Pengertian Motivasi Kerja


Sedangkan Motivasi kerja adalah sesuatu yang memulai gerakan,
sesuatu yang membuat orang bertindak atau berprilaku dalam cara-cara
tertentu. Memotivasi orang adalah menunjukkan arah tertentu kepada
24

mereka dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memastikan


bahwa mereka sampai ke suatu tujuan. Bermotivasi adalah keinginan pergi
ke suatu tempat berdasarkan keinginan sendiri atau terdorong oleh apa saja
yang ada agar dapat pergi dengan sengaja dan untuk mencapai
keberhasilan setelah tiba disana Michael Armstrong dalam Sri (2018:35).
Perilaku manusia sebenarnya hanyalah cerminan yang paling
sederhana motivasi dasar mereka. Agar perilaku manusia sesuai dengan
tujuan organisasi, maka harus ada perpaduan antara motivasi akan
pemenuhan kebutuhan mereka sendiri dan permintaan organisasi. Perilaku
manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Menurut Robbins
(2007) motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan
lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran.
Menurut Bernard, dalam Sedarmayanti (2016:66) motivasi
didefinisikan sebagai “suatu kondisi mental yang mendorong aktivitas dan
memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan”.
Selanjutnya Mc.Clelland menyatakan bahwa “motivasi merupakan
kebutuhan yang kuat pada individu akan keinginan untuk mencapai prestasi”.
Individu dengan kebutuhan akan berprestasi yang tinggi, mempumyai
motivasi yang kuat terhadap pekerjaan yang menantang (challenging) dan
bersaing (competitive), Sedarmayanti (2016:67).
Menurut Abraham Sperling dikutif Mangkunegara (2017 :93)
mengatakan bahwa definisi Motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk
beraktifitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan
penyesuaian diri. Penyesuai diri dikatakan untuk memuaskan diri. J.Stanton
yang dikutif Mangkunegara (2017 :93) mengatakan bahwa : Motivasi adalah
kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam
mencapai rasa puas. Sedangkan menurut Fillmore H.Stanford dalam
Mangkunegara (2017:93) diartikan bahwa : Motivasi sebagai suatu kondisi
yang menggerakan manusia ke arah tujuan tertentu. Kemudian Veithzal
(2010) :455) mengemukakan bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan
25

nilai yang mempengaruhi individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu
yang invisibel yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu
bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Manusia dan pelaksanaan, merupakan dua bidang yang memerlukan
perhatian dalam setiap bisnis. Manajemen harus menciptakan lingkungan
harmonis sehingga kedua faktor tersebut dapat saling melengkapi tetapi
seringkali timbul masalah yaitu terjadi pertentangan karena perbedaan
mendasar antara keduanya. Manajemen harus memaksimalkan efektifitas
individu sedangkan setiap saat perhatian individu itu dapat tersita oleh
kepentingan pribadi. Keberhasilan motivasi pegawai sangat bergantung pada
pengaturan keseimbangan antara kepentingan organisasi dan pribadi pegawai.
Seperti halnya pegawai mempunyai keinginan-keinginan tertentu yang
diharapkan dipenuhi oleh organisasi, organisasi juga mengharapkan
pegawainya untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan. Tanggung
jawab manajerial untuk memperoleh perilaku ini disebut dengan pengaruh
motivasi. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi
(motivation), antara lain kebutuhan (need), keinginan (want) dan dorongan
(drive) atau rangsangan (impulse).
Menurur Veithzal Rivai, (2010,4570). motivasi dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia kearah suatu
tujuan tertentu.
b. Suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan perusahaan agar
mau bekerja secara berhasil sehingga keinginan pegawai dan
tujuan perusahaan sekaligus tercapai.
c. Sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku, pelajaran motivasi
sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku.
d. Sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri.
e. Sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan,
dan memelihara periaku yang berhubungan dengan ingkungan
kerja.
26

Pada dasarnya motivasi dapat memacu pegawai untuk bekerja keras


sehingga dapat tercapai tujuan mereka. Perilaku manusia pada hakikatnya
adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang
pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai tujuan. Satuan
dasar dari perilaku adalah kegiatan sehingga dengan demikian semua perilaku
adalah serangkaian aktivita-aktivitas. Hal ini akan meningkatkan
produktivitas kerja pegawai sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan
instansi.
Dari beberapa pengertian motivasi di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan atau rangsangan yang
timbul pada diri seseorang untuk bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh
dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Jadi motivasi kerja merupakan hal
yang sangat penting bagi suatu organisasi karena berkaitan dengan harapan
pegawai untuk bekerja secara baik dan optimal. Tidak ada motivasi jika tidak
dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidak seimbangan.

2.2.3 Hakikat Motivasi


Pada prinsipnya seseorang pegawai termotivasi untuk melaksanakan
tugas-tugasnya tergantung dari kuatnya motif yang mempengaruhinya.
Pegawai adalah manusia dan manusia adalah mahluk yang mempunyai
kebutuhan dalam (innerneeds) yang banyak sekali. Kebutuhan-kebutuhan ini
membangkitkan motif yang mendasariaktivitas individu. Namun demikian
seseorang akan bertindak atau berlaku menurut cara-cara tertentu
yang mengarah kearah pemuasan kebutuhan pegawai yang didasarkan
pada motif yang lebih berpengaruh pada saat itu.
Dengan demikian dapat bahwa motivasi merupakan dorongan dari
dalam (diri sendiri) atau internal tention, hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan merupakan latar belakang yang melandasi perilaku
seseorang. Manusia dalam suatu kegiatan tertentu bukan saja berbeda dalam
kemampuannya, namun juga berbeda dalam kemauan untuk
27

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Disamping itu motivasi bukan satu-


satunya yang dapat mempengaruhi tingkat prestasi pegawai. Ada beberapa
faktor yang terlibat, yaitu tingkat kemampuan dan tingkat pemahaman
seseorang pegawai yang diperlukan untuk mencapai prestasi tinggi.
Motivasi, kemampuan dan pemahaman saling mendukung, jika salah satu
faktor ini rendah maka tingkat prestasi cenderung menurun, walaupun
faktor- faktor lain tinggi.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang
rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individu dan faktor-faktor
organisasi. Adapaun yang tergolong pada faktor-faktor yang sifatnya individu
menurut Gomes (2017:180) adalah kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan,
sikap, dan kemampuan. Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor yang
berasal dari organisasi meliputi gaji, keamanan pekerjaan, sesama pekerja,
pengawasan, pujian dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan menurut Sinungan
(2014:140) untuk mendapatkan motivasi kerja dibutuhkan suatu landasan.
Dalam hal ini merupakan hasil suatu pemikiran dan kebijaksanaan yang
tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu.
Memberikan motivasi kepada pegawai oleh pimpinannya
merupakan proses kegiatan pemberian motivasi kerja, sehingga
pegawai tersebut berkemampuan untuk pelaksanaan pekerjaan dengan
penuh tanggung jawab. Tanggung jawab adalah kewajiban bawahan
untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin yang diberikan oleh atasan,
dan inti dari tanggung jawab adalah kewajiban. Nampaknya pemberian
motivasi oleh pimpinan kepada bawahan tidaklah begitu sukar, namun
dalam praktiknya pemberian motivasi jauh lebih rumit. Siagian (2014:65)
menjelaskan kerumitan ini disebabkan oleh:
a. Kebutuhan yang tidak sama pada setiap pegawai, dan berubah
sepanjang waktu. Disamping itu perbedaan kebutuhan pada
setiap taraf sangat mempersulit tindakan motivasi para
28

manajer. Dimana sebagian besar para manajer yang ambisius,


dan sangat termotivasi untuk memperoleh kepuasan dan
status, sangat sukar untuk memahami bahwa tidak semua
pegawai mempunyai kemampuan dan semangat seperti yang
dia miliki, sehingga manajer tersebut menerapkan teori
coba-coba untuk menggerakkan bawahannya.
b. Feeling dan emotions yaitu perasaan dan emosi. Seseorang
manajer tidak memahami sikap dan kelakuan pegawainya,
sehingga tidak ada pengertian terhadap tabiat dari perasaan,
keharusan, dan emosi.
c. Aspek yang terdapat dalam diri pribadi pegawai itu sendiri
sepert kepribadian, sikap, pengalaman, budaya, minat,
harapan, keinginan, lingkungan yang turut mempengaruhi pribadi
pegawai tersebut.
d. Pemuasan kebutuhan yang tidak seimbang antara tanggung
jawab dan wewenang. Wewenang bersumber atau datang
dari atasan kepada bawahan, sebagai imbalannya pegawai
bertanggung jawab kepada atasan, atas tugas yang diterima.
Seseorang dengan kebutuhan akan rasa aman yang kuat
mungkin akan “mencari amannya saja”, sehingga akan
menghindar menerima tanggung jawab karena takut tidak
berhasil dan diberhentikan dan di lain pihak mungkin
seseorang akan menerima tanggung jawab karena takut
diberhentikan karena alasan prestasi kerja yang jelek (buruk).

2.2.5 Teori-Teori Motivasi


Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini
merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi
manajemen organisasi untuk dapat menggerakan, mendorong dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para pegawai. Berikut ini
penulis akan mengemukakan beberapa teori motivasi yang dikemukakan
29

oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :


a. Teori Motivasi Klasik.
Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi
klasik, Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para pegawai
hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis
tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun
barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick
Winslow dalam Hasibuan (2016:66) menyatakan bahwa : “Konsep dasar
teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia giat, bilamana ia mendapat
imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya, manajer
menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan system
intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak mereka
berproduksi semakin besar penghasilan mereka.”
Sehingga dengan adanya teori ini, maka pimpinan organisasi
dituntut dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem
intensif untuk memotivasi para pegawainya, semakin banyak pegawai
berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan organisasi
mengetahui bahwa kemampuan pegawai tidak sepenuhnya dikerahkan
untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian pegawai
hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas
jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya
meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji
pegawai ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah
bekerja.
b. Teori kebutuhan dari Abraham Maslow (Hierarchy of needs theory)
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau
pertentangan yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada
dalam diri. Apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka pegawai
tersebut akan meunjukan perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhannya
terpenuhi maka pegawai akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai
30

manifestasi dari rasa puas. Menurut Abraham Maslow mengemukakan bahwa


hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan Fisiologis (Phisiological needs) yaitu kebutuhan yang
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang,
seperti makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Sedangkan
dalam organisasi, kebutuhan tersebut dapat berupa uang, hiburan,
program pensiun, serta lingkungan kerja yang nyaman.
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs)
yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan,
dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja,
program pemberhentian kerja, serta uang pesangon.
3) Kebutuhan rasa memiliki (Social need) yaitu kebutuhan akan
teman,cinta dan memiliki Social need didalam organisasi yang dapat
berupa kelompok kerja (Team Work) baik secara formal maupun
informal.
4) Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs) yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan
prestise dari pegawai, masyarakat dan lingkungan.
5) Kebutuhan akan perwujudan diri adalah kebutuhan akan faktualisasi
diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan
potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan biasa yang sulit dicapai orang lain.

Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara


penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat
berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat
dilakukan oleh para pimpinan organisasi yang menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat penting
untuk memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada organisasi yang
31

modern yang selalu memperhatikan kebutuhan pegawainya. Bentuk lain


dari pembahasan ini adalah dengan memberikan perlindungan dan
kesejahteraan para pegawainya.
c. Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg’s
Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada
Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor
atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut
teori motivasi kesehatan (factor Higienis). Menurut Herzberg’s two factor
theory atau teori motivasi dua faktor atau motivasi kesehatan atau factor
higienes menurut teori ini motivasi yang ideal dapat merangsang usaha
untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang
untuk mengembangkan kemampuan. Hezberg’s berdasarkan hasil
penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan
dalam memotivasi pegawai yaitu :
1) Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang
yang mencakup perasaan untuk berprestasi, tanggung jawab,
kemudian dapat menikmati pekerjaan itu sendiri.
2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah faktor yang bersifat
embel-embel saja pada pekerjaan , peraturan pekerjaan, hak, gaji
tunjangan dan lain-lain.
3) Pegawai kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal


yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau
pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang, (Ahmadsudrajat. wordpress.com).
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara
lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
32

bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan


faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi
dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
d. Teori Motivasi Berprestasi Mc Clelland
Teori ini menurut Mangkunegara (2016:97), motif seseorang dalam
bertingkah laku akan ditentukan oleh tiga macam kebutuhan yaitu kebutuhan
akan kekuasaan (need for power) kebutuhan akan aflikasi (need for affilation)
dan kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Motif kekuasaan/Need
For Power adalah kebutuhan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang
lain. Orang yang mempunyai motif kekuasaan yang tinggi banyak
menggunakan waktunya untuk berfikir tentang cara mempengaruhi orang lain
dan sangat memperhatikan kedudukan atau statusnya. Ciri dari motif ini
adalah:
1) Memiliki hasrat untuk mengarahkan dan mengendalikan orang lain.
2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan organisasi.
3) Seringkali berusaha menolong orang lain tanpa diminta.
4) Sangat peduli menjaga hubungan pemimpin-pengikut.

Motif affiliasi (Need For Affiliation) adalah kebutuhan untuk


membina dan mempertahankan hubungan persahabatan yang akrab dengan
orang lain. Motif ini bercirikan:
1) Memiliki hasrat kuat untuk mencari kesepakatan atau persetujan dari
orang lain.
2) Mempunyai perhatian yang tulus terhadap perasaan orang lain.
3) Lebih menyukai bersama orang lain.
4) Sering berkomunikasi dengan orang lain.
5) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaan dari pada segi tugasnya.
33

6) Melakukan pekerjaan dengan lebih efektif bila bekerja sama dengan


orang lain secara kooperatif

Motif berprestasi/Need For Achievement adalah kebutuhan untuk


mengerjakan sesuatu secara lebih baik. Orang dengan motif berfrestasi yang
tinggi akan lebih banyak berfikir tentang cara melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik, atau hambatan yang mungkin dihadapi. Untuk itu ia akan
membuat rencana dengan perhitungan yang matang. Ciri dari motif ini adalah
:
1) Memiliki hasrat untuk memikul tanggung jawab pribadi dalam
menentukan solusi atas masalah atau menjalankan tugas-tugas.
2) Cenderung menempatkan tujuan yang mempunyai resiko moderat dan
dapat diperhitungkan ; menantang namun pasti dapat dicapai.
3) Membutuhkan umpan balik yang konkrit terhadap pekerjaannya.
4) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara baru yang lebih baik dan
kreatif.
Jadi menurut Mc Clelland, ketiga faktor kebutuhan di atas adalah
yang menjadi faktor penyebab seseorang memperoleh kepuasan kerja lebih
baik dalam mengerjakannya lebih produktif, namun tingkat intensitasnya
pada setiap orang berbeda-beda sesuai dengan kepuasan yang diperolehnya
dan pada gilirannya berkinerja lebih baik lagi sesuai dengan motif masing-
masing.
e. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha memperoleh
imbalan yang lebih besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat
dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
34

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya


menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan dan
sifat pekerjaan;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang
bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan
yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan
jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti
bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada
jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para
pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi,
pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
f. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi
dan rencana-rencana kegiatan.
g. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
35

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata


bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu.
h. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti
sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku
dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah
apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa
manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang
merugikan.
Gambaran yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji
yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya
dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin
bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif
di kemudian hari, namun akan sebaliknya ialah apabila seorang pegawai
yang datang terlambat berulangkali kemudian mendapat teguran dari
atasannya. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi
negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya.
36

i. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.


Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi
yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan
sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan
model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di
kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam
teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga
diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja;
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara
lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada
umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
(akhmadsudrajat. wordpress.com)
Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak
cukup memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi
orang juga mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis
orang tidak dapat hidup bahagia. Semakin tinggi status seseorang
dalam organisasi, maka motivasi mereka semakin tinggi dan hanya
pemenuhan jasmaniah saja. Semakin ada kesempatan untuk memperoleh
kepuasan material dan non material dari hasil kerjanya, semakin bergairah
seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang
dimilikinya.

2.2.6 Proses Motivasi


Setiap orang berusaha memenuhi berbagai macam kebutuhannya.
Kebutuhan yang tidak dipengaruhi, menyebabkan orang mencari jalan untuk
37

menurunkan tekanan yang timbul dari rasa tidak senang menjadi senang.
Maka orang memilih suatu tindakan dan terjadilah perilaku yang diarahkan
untuk mencapai tujuan. Usaha adalah tenaga yang dikeluarkan orang pada
waktu melakukan pekerjaan. Kemampuan menunjukan kecakapan . Jumlah
usaha yang dikerahkan berhubungan dengan tingkat kemampuan.
Keorganisasian juga mempengaruhi proses motivasi. Pola pekerjaan
kebutuhan kekuasaan, affiliasi dan kebutuhan keberhasilan yang
mempengaruhi motivasi., perilaku dan penampilan individu juga sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas.

2.2.7 Pendekatan Terhadap Motivasi


Untuk terhadap motivasi Budi Cantika Yuli, (2018:23).
mengemukakan bahwa untuk memahami lebih mendalam tentang motivasi,
maka dapat dilihat dari pendekatan-pendekatan secara umum yang
dikelompokkan dalam tiga pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach).
Pendekatan klasik pertama kali diperkenalkan oleh FW. Taylor, bahwa
motivasi para pekerja hanya dipandang dari sudut pemenuhan kebutuhan
fisik/biologi saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui insentif
atau gaji (upah) yang diberikan, berupa uang atau barang sebagai imbalan
atas prestasi yang telah mereka berikan. Tanpa adannya imbalan uang,
maka pekerja tidak akan mau atau prestasinya tidak akan ditingkatkan,
karena motivasinya hanya uang dan sedikit kontribusinya diluar tugas
mereka.
b. Pendekatan Hubungan Manusia (Human Relation Approach).
Pendekatan ini diperkenalkan oleh Elton Mayo seorang psikolog, ia
beranggapan bahwa manusia tidak hanya membutuhkan uang. Manusia
juga membutuhkan interaksi dengan orang lain, dan uang tidak bisa
memberikan semua itu. Munculnya pendekatan ini sebenarnya
diakibatkan oleh kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan yang
berulang-ulang serta menjemukan. Pentingnya pengakuan dan
38

penghargaan terhadap kebutuhan sosial pekerja merupakan penekanan


utama pendekatan ini. Sebagai salah satu faktor produksi manusia
sepatutnya ditempatkan pada posisi yang amat penting dan strategis
dalam usaha mencapai tingkat produktivitas yang tinggi.
c. Pendekatan Sumber Daya Manusia (Human Recourse Approach).
Pendekatan ini dikemukakan oleh McGregor, ia mengkritik dari kedua
pendekatan di atas tradisionil dan hubungan manusia yang lebih
menekankan pada manipulasi pekerja dan menyederhanakan motivasi
seperti uang dan hubungan sosial serta pemenuhan kebutuhan pekerja
oleh pimpinan. Artinya pimpinan memiliki kewenangan penuh terhadap
pekerja dan kepentingan pekerja itu sendiri di nomor duakan. Beliau
memandang bahwa pekerjaan merupakan suatu kesempatan atau peluang
yang perlu dikerjakan untuk memperoleh karier dan menghasilkan
kepuasan.

2.2.8 Tujuan dan kegunaan Motivasi


Tiga kegunaan dari motivasi dalam suatu organisasi, yaitu :
a. Untuk mengamati dan memahami tingkah laku bawahan;
b. Mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan;
c. Mengawasi, dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan.

2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Salah satu tujuan manajemen sumber daya manusia, yaitu
memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan
berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi
perubahan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya. Dalam usaha
mendukung pencapaian tenaga kerja yang memiliki motivasi dan berkinerja
tinggi, yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut hasil survey Work Asia tahun 2007-2008 yang dilakukan
oleh konsultan SDM, Watson Wyatt. terungkap bahwa Kompensasi dan
39

benefit (tunjangan) menjadi salah satu faktor pendorong utama keterikatan


(engagement) pegawai dalam suatu organisasi. Sementara keterikatan
pegawai yang tinggi dapat mendorong pencapaian kinerja keuangan dari
organisasi, yang selanjutnya menentukan kesuksesan bisnis
Sistem kompensasi juga berpotensi sebagai salah satu sarana
terpenting dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun
demikian banyak organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu
persepsi bahwa kompensasi tidak lebih sekadar a cost yang harus
diminimisasi. kompensasi tidak lebih sekadar a cost yang harus diminimisasi,
padahal sistem tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku yang
tidak produktif atau counter productive. Akibatnya muncul sejumlah
persoalan personal misalnya low employee motivation, poor job performance,
high turn over, irresponsible behaviour dan bahkan employee dishonestry
yang diyakini berakar dari sistem kompensasi yang tidak proporsional.
Menurut Handoko, (2008,30). Berpendapat bahwa Faktor pendorong
penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya kebutuhan dalam
diri manusia yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, berangkat dari keinginan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia bekerja dengan menjual tenaga,
pikiran dan juga waktu yang dimilikinya kepada perusahaan dengan harapan
mendapatkan kompensasi (imbalan).
Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai
pengganti kontribusi jasa mereka pada organisasi. Pemberian kompensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi manajemen yang berhubungan
dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran
dalam melaksanakan tugas keorganisasian dan apabila dikelola dengan baik,
kompensasi akan membantu organisasi untuk mencapai tujuan, memelihara
dan menjaga pegawai dengan baik. Sebaliknya tanpa kompensasi yang
cukup, pegawai yang ada sangat mungkin untuk meninggalkan organisasi dan
untuk menempatkan kembali tidak mudah. Akibat dari ketidakpuasan dalam
pembayaran akan mengurangi kinerja, meningkatkan keluhan, menyebabkan
mogok kerja dan mengarah kepada tindakan-tindakan fisik dan psikologis,
40

seperti meningkatnya derajat ketidakhadiran dan perputaran pegawai, yang


pada gilirannya akan menurunkan kesehatan jiwa pegawai yang semakin
parah.
Sedarmayanti (2016,23) mengatakan bahwa kompensasi adalah “segala
sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa untuk kerja mereka”.
Dalam suatu organisasi masalah kompensasi merupakan masalah yang sangat
kompleks namun penting bagi pegawai maupun organisasi itu sendiri.
Pemberian kompensasi kepada pegawai harus mempunyai dasar yang
rasional, namun demikian, faktor emosional dan prikemanusiaan tidak boleh
diabaikan. Senada dengan pendapat Sedarmayanti, Handoko (2008:155)
mendefinisikan kompensasi sebagai berikut :
sebagai sesuatu yang diterima para pegawai sebagai balas jasa untuk
kerja mereka. Masalah kompensasi mungkin merupakan fungsi
manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan. Tidak
hanya karena pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang
paling kompleks, tetapi juga merupakan salah satu aspek yang paling
berarti baik bagi pegawai maupun organisasi.

Menurut Sudarmanto (2015:192) bahwa Kompensasi merupakan :


Imbalan atau penghargaan yang diberikan organisasi kepada nggotanya,
baik yang sifatnya materi finansial, materi nonfinansial, maupun psikis
atau nonmateri”. Wujud dari kompensasi dapat berupa gaji pokok (upah
dasar), gaji variabel, insentif, uang jasa, kesempatan karier, dan lain-
lain.

Veitzal Riva’I (2010:357) menyatakan bahwa Kompensasi merupakan


sesuatu yang diterima pegawai sebagai pengganti jasa mereka pada
perusahaan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa suatu cara organisasi untuk meningkatkan prestasi
kerja, motivasi dan kepuasan kerja pegawai adalah melalui kompensasi,
41

sehingga kompensasi menjadi sebagian kunci pemecahan bagaimana


membuat anggota organisasi berbuat sesuai dengan keinginan organisasi.
Pada gilirannya, melalui kompensasi, organisasi dapat mengembangkan dan
mendesain program yang bisa memastikan bahwa organisasi memberi
imbalan atas prilaku dan hasil kinerja pegawai yang mendukung pencapaian
tujuan organisasi.

2.3.2 Tujuan Kompensasi


Menurut Sedarmayanti (2016:24) tujuan sistem kompensasi dalam
suatu organisasi harus diatur agar merupakan sistem yang baik dalam
organisasi. Adapun tujuan sistem kompensasi yang baik antara lain yaitu
sebagai berikut :
a. Menghargai prestasi kerja; Pemberian kompensasi yang memadai
adalahsuatu pengahargaan organisasi terhadap prestasi kerja para
pegawainya. Hal tersebut akan mendorong kinerja pegawai yang
sesuai dengan yang diinginkan organisasi.
b. Menjamin keadilan; Dengan adanya sistem kompensasi yang baik
akan menjamin adanya keadilan diantara pegawai dalam organisasi.
Masing-masing pegawai akan memperoleh imbalan yang sesuai
dengan tugas, fungsi, jabatan, dan prestasi kerjanya.
c. Mempertahankan pegawai; Dengan sistem kompensasi yang baik para
pegawai akan lebih betah atau bertahan bekerja pada organisasi itu.
Hal ini berarti mencegah keluarnya pegawai dari organisasi untuk
mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan.
d. Memperoleh pegawai yang bermutu; Dengan sistem kompensasi yang
baik akan menarik lebih banyak calon pegawai, dengan banyaknya
pelamar atau calon pegawai maka peluang untuk memilih pegawai
yang bermutu akan lebih banyak.
e. Pengendalian biaya; Dengan sistem kompensasi yang baik akan
mengurangi seringnya pelaksanaan rekruitmen sebagai akibat dari
makin seringnya pegawai yang keluar mencari pekerjaan yang lebih
42

menguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen


dan seleksi calon pegawai baru.
f. Memenuhi peraturan; Sistem administrasi kompensasi yang baik
merupakan suatu tuntutan suatu organisasi yang baik dituntut untuk
memiliki sistem administrasi kompensasi yang baik.

Sedangkan menurut Gibson bahwa “tujuan setiap organisasi dalam


merancang sistem kompensasi adalah (1) Menarik orang yang berkualifikasi
untuk bergabung dengan organisasi, (2) Mempertahankan pegawai untuk
tetap bekerja, dan (3) memotivasi pegawai mencapai prestasi tinggi”.
Sementara itu Handoko (2003:155), menyatakan bahwa “pemberian
kompensasi untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja pegawai”.
Adanya kompensasi yang memadai dapat membuat pegawai termotivasi
untuk bekerja dengan baik, mencapai prestasi seperti yang diharapkan
perusahaan, dan dapat meningkatkan tingkat kepuasan pegawai. Sedangkan
menurut Hasibuan (2002:135)., “Kompensasi atau balas jasa umumnya
bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan pegawai” .
Davis dan Werther, menyatakan bahwa “tujuan manajemen
kompensasi adalah untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuan
keberhasilan strategis dan menjamin terjadinya keadilan internal dan
eksternal dalam organisasi”.

2.3.3 Fungsi Kompensasi


Adapun fungsi pemberian kompensasi menurut antara lain yaitu :
a. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien Fungsi ini
menunjukkan bahwa pembeian kompensasi yang cukup baik pada
pegawai yang berpresasi baik akan mendorong para pegawai untuk
bekarja lebih baik kearah pekerjaan yang lebih produktif. Dengan
kata lain ada kecenderungan para pegawai dapa bergeser atau
berpindah dari yang kompensasinya rendah ketempat kerja yang
43

kompensasinya inggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang


lebih baik.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Sebagai akibat
aplikasi dan penggunaan sumber daya manusia, dalam organisasi
yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut maka dapat
diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara
langsung dapat memberikan stabilitas organisasi dan secara tidak
langsung ikut andil dalam mendorong stabilisasi dan pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
c. Penggunaan sumberdaya manusia secara lebih efisien dan efektif
Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada pegawai
mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga
kerja pegawai dengan seefisien mungkin. Sebab dengan cara
demikian organisasi yang bersangkutan akan memperoleh manfaat
dan keuntungan semaksimal mungkin. Disinilah produktifitas
pegawai sangat menentukan.

2.3.4 Bentuk-Bentuk Kompensasi


Menurut Viethzal (2010:357), pada dasarnya jenis kompensasi dapat
dibagi dua, Menurut bahwa kompensasi bisa berupa kompensasi langsung
maupun tidak langsung,
a. Kompensasi Langsung
Secara terpisah para ahli mengungkapkan pengertian dari kompensasi
langsung,) mengungkapkan pengertian dari kompensasi adalah pembayaran
keuangan langsung dalam bentuk upah gaji, insentif, komisi dan bonus tetapi
menurut Hasibuan kompensasi dibedakan menjadi dua macam yaitu:
kompensasi langsung yang berupa gaji, upah, dan upah insentif, komisi dan
bonus.
Dari penjelasan diatas kompensasi langsung merupakan bagian dari
kompensasi secara keseluruan yang pembayaranya pada umumnya
44

mengunakan uang, dan langsung terkait dengan dengan prestasi kerja yang
dapat berbentuk gaji, upah, insentif, komisi dan bonus
Kompensasi langsung diantaranya yaitu:
1) Upah/Gaji pokok
2) Tunjangan tunai sebagai suplemen upah/ gaji yang diterima setiap
bulan atau minggu.
3) Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan gaji ke-14,15 dst.
4) Bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja atau
kinerja organisasi.
5) Insentif sebagai penghargaan untuk prestasi termasuk komisi bagi
tenaga penjualan.
6) Segala jenis pembagian catu/ (in natura/in kind) yang diterima rutin.
Kompensasi finansial artinya kompensasi yang diwujudkan dengan
sejumlah uang kartal kepada pegawai yang bersangkutan. Kompensasi
finansial implementasinya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Kompensasi finansial langsung (Direct Financial compensation).
Kompensasi finansial langsung adalah pembayaran berbentuk uang
yang pegawai terima secara langsung dalam bentuk gaji/upah,
tunjangan ekonomi, bonus dan komisi. Gaji adalah balas jasa yang
dibayar secara periodik kepada pegawai tetap serta mempunyai
jaminan yang pasti, sedangkan upah adalah balas jasa yang
dibayarkan kepada pekerja dengan berpedoman pada perjanjian yang
disepakati pembayarannya.
2) Kompensasi finansial tak langsung (Indirect Financial
compensation). Kompensasi finansial tidak langsung adalah termasuk
semua penghargaan keuangan yang tidak termasuk kompensasi
langsung. Wujud dari kompensasi tak langsung
meliputi program asuransi tenaga kerja (jamsostek), pertolongan
sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), cuti dan lain-lain.
45

b. Kompensasi Tidak Langsung


Disamping kompensasi langsung, kompensasi tak langsung juga
mempunyai peranan yang tak kalah pentingnya untuk meningkatkan kinerja
pegawai. Semua pembayaran keuangan tak langsung yang diterima oleh
seorang pegawai untuk melanjutkan pekerjaan dengan perusahaan. Dan
pembagian kompensasi tak lansung dalam tunjangan keuangan, tunjangan
hari raya, kesejahteraan pegawai jamsostek dan pelayanan kesehatan.
Kompensasi langsung adalah :.
1) Kompensasi tidak langsung (fringe benefit); Fringe benefit
merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan
kebijakan organisasi terhadap semua pegawai sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan para pegawai.
2) Tunjangan Pegawai (employee benefit); Tunjangan adalah
pembayaran (payment) dan jasa yang melengkapi gaji pokok dan
organisasi membayar semua atau sebagian dari tunjangan ini.
Tunjangan pegawai dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Tunjangan yang menghasilkan penghasilan (income) seperti
tunjangan keamanan sosial dan pensiun mengantikan
penghasilan pada waktu pensiun, kontinuitas gaji dan program
bagi yang tidak mampu atau cacat yang jangka pendek dan
jangka panjang menggantikan penghasilan yang hilang karena
sakit atau cacat.
b) Tunjangan yang memberikan peningkatan rasa aman bagi
kalangan pegawai dengan membayar pengeluaran ekstra atau
luar biasa yang dialami pegawai secara tidak diduga seperti
perawatan gigi dan kesehatan termasuk ke dalam kategori.
c) Program tunjangan yang dapat dipandang sebagai kesempatan
bagi pegawai. Hal ini dapat meliputi mulai dari pembayaran
biaya kuliah sampai liburan dan hari besar. Tunjangan ini
berkaitan dengan kualitas kehidupan pegawai yang terpisah.
46

Kompensasi non-finansial adalah balas jasa yang diberikan


perusahaan kepada pegawai bukan berbentuk uang, tapi berwujud fasilitas.
Kompensasi jenis ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Kompensasi berkaitan dengan pekerjaan (Non financial the job).
Kompensasi non finansial mengenai pekerjaan ini dapat berupa
pekerjaan yang menarik, kesempatan untuk berkembang,
pelatihan, wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas
kinerja. Kompensasi bentuk ini merupakan perwujudan dari
pemenuhan kebutuhan harga diri (esteem) dan aktualisasi (self
actualization).
2) Kompensasi berkaitan dengan lingkungan pekerjaan
(Non financial job environment). Kompensasi non finansial
mengenai lingkungan pekerjaan ini dapat berupa supervisi
kompetensi (competent supervision), kondisi kerja yang
mendukung (comfortable working conditions), pembagian kerja
(job sharing).

2.3.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi


Dalam pelaksanaannya kompensasi tidak dapat lepas dari faktor
internal dan eksternal yang ada dalam organisasi. Hal ini harus diperhatikan
oleh organisasi agar pelaksanaan kompensasi dapat benar-benar berjalan
dengan baik sehingga menimbulkan dampak positif bagi organisasi dan dapat
meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja yang berdampak kepada makin
membaiknya kinerja pegawai.
Menurut Veitzal Riva’i (2010:357), bahwa pemberian kompensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi manajemen yang berhubungan
dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran
dalam melaksanakan tugas keorganisasian.

Dalam bukunya Hasibuan (2010:127) menyebutkan beberapa faktor


yang mempengaruhi kompensasi adalah :
47

a. Permintaan dan penawaran tenaga kerja


b. Kemampuan dan kesediaan organisasi
c. Serikat buruh atau organisasi pegawai
d. Posisi jabatan
e. Kondisi perekonomian nasional
f. Produktifitas dan kinerja pegawai
g. Jenis dan sifat pekerjaan
h. Pendidikan dan pengalaman pegawai

2.3.6 Dimensi-dimensi Kompensasi


Secara umum kompensasi merupakan sebagian kunci pemecahan
bagaimana membuat anggota berbuat sesuai dengan keinginan organisasi.
Sistem kompensasi ini akan membantu menciptakan kemauan diantara orang-
orang yang berkualitas untuk bergabung dengan organisasi dan melakukan
tindakan yang diperlukan organisasi. Secara umum berarti bahwa pegawai
harus merasa bahwa dengan melakukannya, mereka akan mendapatkan
kebutuhan penting yang mereka perlukan. Dimana didalamnya termasuk
interaksi sosial, status, penghargaan, pertumbuhan dan perkembangan.
Menurut Decenzo dan Robbins dalam Sudarmanto (2015:190)
menyatakan bahwa dimensi imbalan atau kompensasi terdiri dari dua aspek
atau dimensi, yakni :
a. Intrinsik; yang mencakup : Partisipasi dalam pengambilan keputusan,
diskresi dan kebebasan yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih,
pekerjaan yang lebih menarik, kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang, penganekaragaman kegiatan.
b. Ekstrinsik; yang mencakup kompensasi Finansial dan non finansial.
Kompensasi finansial di antaranya adalah komisi, insentif, bonus, dan
lain-lain. Sedangkan kompensasi nonfinansial diantaranya adalah
perlengkapan kantor, dan penugasan pekerjaan yang lebih baik.
48

Kreitner & Kinicki dalam Sudarmanto (2015:96) merinci kompensasi


menjadi tiga dimensi, yakni kompensasi berupa finansial/materil, sosial dan
psikis. Finansial/material; merupakan bentuk kompensasi yang diberikan
organisasi berupa uang atau materi yang berwujud seperti gaji, insentif,
komisi, bonus, asuransi, dan lain-lain. Sosial; merupakan bentuk penghargaan
berupa pengakuan dari lingkungan sosial pekerjaan.
Menurut J. Long (2019:8) dalam bukunya Compensation in Canada
mendefinisikan sistem kompensasi adalah bagian (parsial) dari sistem
reward yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi, namun demikian sejak
adanya keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam
spektrum yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah dari
keseluruhan sistem reward yang disediakan oleh organisasi. Sedangkan
reward sendiri adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi
satu atau lebih kebutuhan individual. Adapun dua jenis reward tersebut
adalah
a. Ekstrinsik kompensasi, yang memuaskan kebutuhan dasar untuk
survival dan security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan.
Pemuasan ini diperoleh ari faktor-faktor yang ada di sekeliling para
pegawai di sekitar pekerjaannya, misalnya : upah, pengawasan, co
worker dan keadaan kerja.
b. Intrinsik kompensasi, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
tingkatannya, misalnya untuk kebanggaan, penghargaan, serta
pertumbuhan dan perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-
faktor yang melekat dalam pekerjaan pegawai itu, seperti tantangan
pegawai atau interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan
keragaman/variasi dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas
pengambilan keputusan dalam pekerjaan serta signifikansi makna
pekerjaan bagi nilai-nilai organisasional.

Besarnya kompensasi yang diterima pegawai mencerminkan jabatan,


status, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh pegawai
49

bersama keluarganya. Apabila kompensasi yang diterima pegawai semakin


besar, berarti jabatannya semakin tinggi, statusnya semakin baik, dan
pemenuhan kebutuhan yang dinikmatinya semakin banyak pula. Dengan
demikian kepuasan kerja pegawai semakin baik dan hasil kerja pun akan baik.
Menurut Handoko (2003:155), bahwa “pemberian kompensasi untuk
meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja pegawai karena dengan adanya
kompensasi yang memadai dapat membuat pegawai termotivasi untuk bekerja
dengan baik, mencapai prestasi seperti yang diharapkan perusahaan, dan
dapat meningkatkan tingkat kepuasan pegawai”.
Sedangkan menurut (Hasibuan) “Kompensasi atau balas jasa
umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan pegawai.”. Bagi
perusahaan, kompensasi merupakan faktor utama dalam kepegawaian dengan
harapan bahwa pemberian kompensasi tersebut akan memperoleh imbalan
prestasi kerja yang lebih besar dari pegawai. Sedangkan kepentingan
pegawai atas kompensasi yang diterima, yaitu dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginannya dan menjadi keamanan ekonomi rumah tangganya.

2.4 Kepuasan Kerja


2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Organisasi yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen
yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam manajemen
yang efektif memerlukan dukungan pegawai yang cakap dan kompeten
di bidangnya. Di sisi lain pembinaan para pegawai termasuk yang harus
diutamakan sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi
budaya perusahaan sehingga keterampilan para pegawai dapat dipelihara,
bahkan dapat ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas pegawai yang
kompeten harus diperhatikan.
Pegawai yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin dan
kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam
melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Pegawai yang profesional dapat diartikan sebagai sebuah pandangan untuk
50

selalu perpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas
tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya
Peningkatan sikap, perjuangan, pengabdian, disiplin kerja, dan
kemampuan profesional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan
dan tindakan nyata agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalilas
pegawai dapat menjadi kenyataan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi loyalitas pegawai adalah kepuasan kerja pegawai.
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional pegawai yang
terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja
pegawai dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh pegawai yang bersangkutan.
Pengertian diatas, menggambarkan bahwa penyempurnaan dibidang
personalia hanya selalu mendapat perhatian untuk menuju pegawai yang
profesional dengan berbagai pendekatan dan kebijaksanaan. Untuk itu,
diperlukan adanya pembinaan, penyadaran, dan kemauan kerja yang tinggi
untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Apabila pegawai penuh
kesadaran bekerja optimal maka tujuan organisasi akan lebih mudah
tercapai.
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap
individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, banyak ahli
manajemen sumber daya manusia telah memberikan definisi tentang
kepuasan kerja dengan perspektifnya masing-masing, antara lain menurut
Kreitner & Kinicki (2007), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau
respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini
mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep
tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari
pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.
Davis dalam Mangkunegara, (2017: 46) mengemukakan bahwa “job
satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees view
their work”, (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak
menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Sedangkan Wexley dan
51

Yukl dalam Mangkunegara (2017:48) mendefinisikan kepuasan kerja “is the


way an employe feels about his or her job” . (Adalah cara pegawai merasakan
dirinya atau pekerjaannya).
Handoko (2008:193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job
satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan para pegawai dalam memandang pekerjaannya.
Sedangkan Veitzal Riva’i (2010:475) menyatakan bahwa “kepuasan
kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan atas perasaan sikapnya
senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja”. Kepuasan
kerja atau ketidak puasan adalah Secara individual pegawai berdasarkan pada
perbandingan antara apa yang diterima pegawai dengan apa yang diharapkan,
diinginkan atau dipikirkan oleh seseorang. Kepuasan kerja menunjukan
kesesuaian antara harapan seseorang akan sesuatu dengan apa yang benar-
benar diterimanya sehingga dapat mengatakan bahwa Kepuasan kerja berbeda
untuk setiap individu. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu
memiliki perbedaan dalam nilai-nilai yang dianutnya, sikap, perilaku-perilaku
maupun motivasinya untuk bekerja.
Kepuasan kerja adalah suatu cara pandang seseorang yang baik
yang bersifat positip maupun bersifat negatip tentang pekerjaannya.
Kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional dan sikap pegawai terhadap
pekerjaan mereka yang biasanya dilandasi oleh keadaan apakah terjadi atau
tidaknya titik temu antara nilai balas jasa kerja pegawai dari organisasi
dengan tingkat balas jasa yang diinginkan oleh pegawai tersebut . Kepuasan
kerja adalah ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan
sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat diartikan bahwa
kepuasan kerja adalah suatu respon yang menggambarkan perasaan dari
individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari
kepuasan kognitif dan efektif individu dalam perusahaan. Kepuasan
afektif didapatkan dari seluruh penilaian emosional yang positif dari
pekerjaan pegawai. Kepuasan afektif ini difokuskan pada suasana hati
52

mereka saat bekerja. Perasaan positif atau suasana hati yang positif
mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja kognitif
adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis dan rasional
terhadap kondisi, peluang dan atau ”out come”.

2.4.2 Teori Kepuasan Kerja


Terdapat beberapa teori yang membahas dimensi kepuasan kerja
diantaranya yaitu teori Stacy Adam, teori perbedaan dari Poter, teori
pemenuhan kebutuhan dari Schaffer, teori pandangan kelompok dari Aldelfer
dan teori motivasi dua faktor Herzberg.
a. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara
apa yang diharapkan dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke
dalam Mangkunegara (2016:121) mengatakan bahwa kepuasan kerja
pegawai tergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa
yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih
besar dari apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas.
Sedangkan Locke dalam Sri Budi Cantika (2018, 214) juga menerangkan
bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada Disprepancy antara
should be expectation, need or values dengan apa yang menurut
perasaannya atau persepsinya telah dicapai atau diperoleh melalui
pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas jika tidak ada
perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan,
karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai.
b. Teori keseimbangan (Equity Theory)
Menurut teori keseimbangan yang dikembangkan oleh Adam dalam
Mangkunegara (2016:120) komponen utama dalam teori ini adalah Input,
comparison person dan equity in equity. Input adalah semua nilai yang
diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya
Pendidikan, Pengalaman, Skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja dan
53

sebagainya. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dari pekerjaan itu
sendiri. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang
sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri
dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini puas atau tidaknya seorang pegawai merupakan
hasil membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan
tersebut dirasakan seimbang (Equity), maka pegawai tersebut akan merasakan
puas. Tetapi apabila terjadi ketidakseimbangan (In equity) dapat
menyebabkan dua kemungkinan yaitu ketidak seimbangan yang
menguntungkan dirinya dan sebaliknya ketidak seimbangan yang
menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding.
c. Teori pandangan kelompok (Social Refence Group Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dijadikan tolak
ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya, sehingga pegawai akan
merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan
yang diharapkan oleh kelompok.
d. Teori Motivasi dua faktor (Two Factor Theory of Motivation)
Teori ini menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan dapat
dikelompokan menjadi dua katagori. Pertama penyebab ketidak puasan
(Dissatisfaction) yang disebut ekstrinsik faktor/ faktor hygiene atau faktor
pemeliharaan . Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat
menyebabkan ketidakpuasan kerja, tetapi bila terpenuhi belum tentu
menjamin kepuasan kerja. Adapun yang termasuk faktor-faktor hygiene
adalah Gaji , kebijakan pengawasan, hubungan antara atasan dan bawahan,
kondisi kerja, keamanan kerja dan status pekerjaan. Kategori yang kedua
adalah penyebab kepuasan (Satisfaction) yang disebut intrinsic factor/
motivator factor. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini adalah prestasi,
pengakuan, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri dan pengendalian diri.
Lutans (2008; 264) mengatakan bahwa motivator faktor ini berhubungan
dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan
54

dengan pekerjaan, yang meliputi prestasi (achievement), penghargaan


(recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement),
kemunginan berkembang (the posibility of growth) dan pekerjaan itu sendiri
(the work it self)

2.4.3 Faktor-faktor Kepuasan Kerja


Kepuasan merupakan sebuah hasil yang dirasakan oleh pegawai.
jika pegawai puas dengan pekerjaannya, maka ia akan betah bekerja pada
organisasi tersebut. Dengan mengerti output yang dihasilkan, maka
perlu kita ketahui penyebab yang bisa mempengaruhi kepuasan tersebut.
Faktor–faktor yang menentukan kepuasan kerja, adapun menurut Robbins
(2015:181-182) yaitu “Pekerjaan yang secara mental menantang, gaji atau
upah yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan sekerja yang
mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan”
Dua komponen kepuasan kerja, yaitu : Pertama, kepuasan
intrinsik meliputi variasi tugas, kesempatan berkembang, kesempatan
menggunakan kemampuan dan ketrampilan, otonomi, kepercayaan,
pekerjaan yang menantang dan bermakna, dsb. Kedua, kepuasan ekstrinsik,
meliputi : gaji (upah) yang diperoleh, supervisi, jaminan kerja, status dan
prestise.
Sedangkan Luthans dan Spector dalam Robins (2015:87)
mengemukakan bahwa ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang
disebut dengan Job Descriptive Index (JDI), yaitu :
a. Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk
mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber
mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang
menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah
pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja,
kemajemukan, dan kreativitas.
55

b. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi
dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajad sejauh
mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan
bagaimana gaji diberikan. gaji diakui merupakan faktor yang
signifikan terhadap kepuasan kerja.
c. Kesempatan atau promosi
Pegawai memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri
dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya
kesempatan untuk kenaikan jabatan.
d. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan
perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional
dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat
kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.
e. Rekan kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial
akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung
pegawai. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan
berpengaruh pada tingkat kepuasan pegawai terhadap pekerjaan..

Harold E. Burt menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan


kepuasan kerja pegawai adalah sebagai berikut:
a. Faktor hubungan antar pegawai
1). Hubungan antara pimpinan dengan pegawai
2). Faktor fisik dan kondisi kerja
3). Hubungan sosial diantara pegawai
4). Sugesti dari teman sekerja
5). Emosi dari situasi kerja
b. Faktor Individu
1). Sikap orang terhadap pekerjaannya
56

2). Umur orang sewaktu bekerja


3). Jenis kelamin
c. Faktor-Faktor Luar
1). Keadaan keluarga pegawai
2). Rekreasi
3). Pendidikan dan training

Merujuk pada berbagai pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan


mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dalam
rangka peningkatan kinerjanya adalah:
a . Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketenteraman dalam
kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan;
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan
interaksi sosial baik sesama pegawai, dengan atasannya, maupun
pegawai yang berbeda jenis pekerjaannya;
c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi.
jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran
udara, kondisi kesehatan pegawai, umur, dan sebagainya;
d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan
jaminan serta kesejahteraan pegawai yang meliputi sistem dan
besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas
yang diberikan, promosi, dan sebagainya.

4. Indokator-indikator Kepuasan Kerja


Menurut Malayu Hasibuan (2016,202) tolok ukur tingkat kepuasan
kerja tidak mutlak, karena setiap individu pegawai mempunyai standar
kepuasan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga kepuasan kerja
pegawai hanya diukur dengan melihat indicator-indicator , sebagai berikut :
57

a. Kepuasan kerja berdasarkan disiplin


Kepuasan kerja disiplin waktu dari peketjaan, maka kedisiplinan
pegawai menjadi lebih baik, sebaliknya kepuasan kerja pegawai
kurang tercapai akan mengakibatkan kedisiplinan pegawai rendah,
adapun pengertian kedisiplinan menurut Malayu Hasibuan (2005,
193) “kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku di dalam
organisasi ”.
Jika kita melihat melihat pengertian diatas, maka disiplin merupakan
suatu sikap yang diwujudkan dalam tingkah laku individu maupun
kelompok untuk taat pada peraturan yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
b. Kepuasan berdasarkan moral kerja
Menurut sastrohadiwiryo (2003, 282) dari Manajemen Tenaga Kerja
“Moral kerja atau dapat disebut semangat kerja dapat diartikan
sebagai suatu kondisi rohaniah atai perilaku individu tenaga kerja dan
kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang
mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan
konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan”
Dikatakan bahwa moral kerja sifatnya subyektif, yakni bergantung
kepada perasaan seseorang sehubungan dengan pekerjaannnya.
Dengan demikian, apabila tenaga kerja semangat dalam bekerja, maka
tenaga kerja memiliki moral yang tinggi, sebaliknya apabila tenaga
kerja tidak bersemangat dalam bekerja, maka tenaga kerja
bersangkutan derajat moralnya rendah.
c. Kepuasan kerja berdasarkan perputaran tenaga kerja
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perpuran tenaga kerja karena
jika kepuasan kerja pegawai meningkat maka perputaran kerja di
perusahaan akan menurun.
58

2.5 Kinerja Pegawai


2.5.1 Pengertian Kinerja
Akhir-akhir ini kinerja telah menjadi terminiologi atau konsep yang
sering dipakai orang dalam berbagai pembahasan dan pembicaraan,
khususnya dalam kerangka mendorong keberhasilan organisasi atau sumber
daya manusia. Bahkan, kinerja akan selalu menjadi isu aktual dalam
organisasi karena kinerja merupakan pertanyaan kunci terhadap efektivitas
atau keberhasilan organisasi.
Agar dapat mencapai tujuannya suatu organisasi tidak terlepas dari
kinerja setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut. Pegawai
memainkan peranan yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan
organisasi. Seberapa baik seorang pemimpin mengelola kinerja
bawahannya akan secara langsung mempengaruhi kinerja individu, unit
kerja dan organisasi secara keseluruhan.
Kinerja, merupakan istilah yang saat ini sering dipergunakan dalam
masyarakat dan organisasi baik swasta maupun pemerintah. Kinerja
mengarah pada suatu tingkat pencapaian tugas yang dilakukan oleh
seseorang. Hal ini menggambarkan seberapa baik seseorang memenuhi
tuntutan pekerjaannya, .sedangkan kinerja pegawai dapat diartikan sebagai
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas
yang dicapai pegawai per periode dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawab masing–masing dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan
dengan performance sebagai kata benda (noun) dimana salah satu entrinya
adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance
menurut Rivai adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
59

kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan


tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan
secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral
atau etika Veithzal Rivai, (2010:15).
Kinerja dinyatakan dalam berbagai istilah, yaitu unjuk kerja (job
performance), prestasi kerja atau penampilan kerja. Sejalan dengan
keragaman istilah yang digunakan, maka kinerja didefinisikan beragam pula.
Namun demikian, secara garis besar definisi kinerja bermuara kepada 2 (dua)
pendekatan, yaitu pendekatan proses dan pendekatan hasil. Pendekatan proses
beranggapan, bahwa kinerja dapat dilihat dari unjuk kerja yang ditampilkan
individu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Pendekatan kedua
memandang bahwa kinerja dapat dilihat dari produk yang dihasilkan
seseorang.
Kinerja (performance) adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati Bersama.
Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan
individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang
efektif atau berhasil akan ditopang oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena ditopang oleh
kinerja sumber daya manusia. sebaliknya. Tidak sedikit organisasi yang
gagal karena faktor kinerja sumber daya manusia.
Menurut Cormick dan Tiffin 1dalam Sutrisno (2010:172) kinerja
adalah kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan
tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang
dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah
bagaiman seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya
kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah
mengenai jumlah absent yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa
60

kerja dalam tahun yang telah dijalani.. dari definisi-definisi tersebut diatas
penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud kinerja karyawan adalah hasil
kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja
samauntuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi.
Murdijanto P. menyatakan bahwa kinerja adalah : “
“Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika.”

Sedangkan Mangkunegara (2016:67), menyatakan bahwa : “Kinerja


Pegawai (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Kemudian Marwansyah (2010:228), mendefinisikan kinerja sebagai
pencapaian/ prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya. Kinerja dapat pula dipandang sebagai perpaduan dari
hasil kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang) dan kompetensi
(bagaimana seseorang mencapainya).
Demikian pula Anwar yang dikutip dari Affandi (2003:30), yang
mengemukakan bahwa : “Kinerja sama dengan performance kerja, yaitu
berapa besar dan jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan, diwujudkan atau
dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas-tugas dan tanggung jawab
yang menggambarkan pola dan perilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi
yang dimiliki.”
Sedarmayanti (2016,50) “Performance diterjemahkan menjadi
kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, atau hasil kerja/unjuk
kerja/penampilan kerja”. Mitchell dalam Mangkunegara (2016:9)
mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
61

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan


suatu fungsi dari kemampuan dan motivasi. Seseorang sepatutnya memiliki
derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentui. Kesediaan dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu
tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya.
Sementara itu, menurut Bernardin dan Russel dalam Dahi Juwandi
dan Kaswan (2010:162) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja Pegawai
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak/ besar mereka member
kontribusi organisasi. Selain itu, ada dimensi-dimensi lain dari kinerja, yang
terdiri dari :
a. Quantity of work
jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada periode tertentu;
b. Quality of work
kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat yang ditentukan;
c. Job knowledge
pemahaman Pegawai pada prosedur kerja dan informasi teknis tentang
pekerjaan;
d. Creativeness
kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi dan dapat diandalkan
dalam pekerjaan;
e. Cooperation
kemampuan untuk kerja sama dengan rekan kerja dan atasan;
f. Dependability
kemampuan menyelesaikan pekerjaan tanpa tergantung kepada orang
lain;
g. Initiative
kemampuan melahirkan ide-ide dalam pekerjaan;
h. Personal qualities
kemampuan dalam berbagai bidang pekerjaan.
62

Dalam mendefinisikan kinerja dengan akurat, seorang manajer atau


pimpinan harus memperhatikan 3 (tiga) unsur, yaitu goal (sasaran), measures
(ukuran) dan assessment (penilaian). Penetapan sasaran mempunyai catatan
kesuksesan yang terbukti dalam meningkatkan kinerja dalam aneka setting
dan budaya. Sasaran mengarahkan perhatian pada tingkat kinerja tertentu,
memobilisasi usaha untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi.
Berdasarkaan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa kinerja
merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu
maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh
kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
keinginan untuk berprestasi. Kinerja juga merupakan perilaku serta hasil kerja
seseorang atau sekolompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.

2.5.2 Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor
kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien,
karena adanya kebijakan atau program penilaian prestasi kerja, berarti
organisasi telah memanfaatkan secara baik atas SDM yang ada dalam
organisasi. Permasalahan yang biasa muncul dalam proses penilaian adalah
terletak pada bagaimana objektivitas penilaian dapat dipertahankan.
Dengan kemampuan mempertahankan objektivitas penilaian, maka hasil
penilaian menjadi terjaga akurasi dan validitasnya. Untuk menjaga
sistem penilaian yang objektif hendaknya para penilai, harus menghindarkan
diri dari adanya ”like” dan ”dis like”.
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia mempunyai arti yang sangat penting.
Hal ini mengingat bahwa dalam kehidupan organisasi, setiap orang sebagai
sumber daya manusia ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang
adil dari pimpinan organisasi yang bersangkutan.
63

Penilaian kinerja merupakan cara yang efektif dan biasanya digunakan


saat menilai keberhasilan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan.
Masalah yang sering muncul dalam suatu organisasi pada saat menialai
kinerja adalah penentuan standar kinerja yang tepat, penyampaian standar
kepada bawahan, faktor-faktor yang diukur, frekuensi Untuk mengetahui
kinerja suatu organisasi, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan pelaksanaan penilaian kinerja. Banyak pendapat yang mengatakan
bahwa penilaian kinerja akan memberikan kontribusi yang penting bagi
manajemen sumber daya manusi, karena melalui penilaian kinerja pegawai,
organisasi dapat mengetahui apakah sumber daya manusia yang ada telah
digunakan seefektif mungkin.
Veithzal Rivai (2010: 309) mengemukakan “istilah penilaian kinerja
(performance appraisal) dan evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat
digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya
mempunyai maksud yang sama”. Penilaian kinerja digunakan perusahaan
untuk menilai kinerja pegawainya atau mengevaluasi hasil pekerjaan
pegawai.
Kemudian Leon C.Megginson dalam Mangkunegara (2005:69)
mengemukakan bahwa “Performance appraisal is the process anemployer
uses to determine wether an employee is performing the job as intended”
(Penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan manajer untuk
menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan
yang dimaksudkan).

2.5.3 Tujuan Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja pegawai sebagai salah satu kegiatan yang berkaitan
erat dengan kegiatan manajemen sumber daya manusia, memiliki tujuan yang
sangat luas. Penilaian terhadap kinerja mempunyai tujuan me-reward
peformansi sebelumnya (to reward past peformance) dan untuk
memotivasikan perbaikan performansi pada waktu yang akan datang (to
motivate future peformanceimprovement). Informasi-informasi yang
64

diperoleh dari penilaian peformance itu dapat dimanmanfaatkan untuk


kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi dan penempatan-
penempatan pada tugas-tugas tertentu.
Sedangkan alasan dilakukannya penilaian kinerja menurut
Mangkunegara (2016:73) adalah : “untuk memelihara potensi kerja, untuk
menentukan kebutuhan pelatihan kerja, dasar pengembangan karier, dan
sebagai dasar promosi jabatan”.
Ditinjau dari ruang lingkup perumusannya, tujuan penilaian kinerja
dapat dibedakan berdasarkan tujuannya, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
2.5.3.1 Tujuan Penilaian Kinerja Secara Umum
Secara umum tujuan penilaian kinerja adalah :
1) Memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pegawai, dengan member
bantuan agar setiap pegawai mewujudkan dan mempergunakan
potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam melaksanakan misi
organisasi atau organisasi melalui pelaksanaan pekerjaan masing-
masing. Menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan
manajer dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan, sesuai
dengan bisnis organisasi atau organisasi ditempat bekerja;
2) Menyusun inventarisasi sumber daya manusia dilingkungan organisasi
atau organisasi, yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan
antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan saling pengertian dan
penghargaan dalam rangka mengembangkan keseimbangan antara
keinginan pekerja secara individual dengan sasaran organisasi atau
organisasi;
3) Meningkatkan motivasi kerja yang berpengaruh pada pekerja
dalam melaksanakan tugasnya.
Sedangkan menurut Ambar T.Sulistiyani dan Rosidah (2019:23)
tujuan penilaian adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.
2) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.
65

3) Mendistribusikan reward dari organisasi yang dapat berupa


pertambahan gaji /upah dan promosinya yang adil.
4) Mengadakan penelitian manajemen personalia.

2.5.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja Secara Khusus


Secara khusus tujuan dari penilaian kinerja pegawai adalah sebagai
berikut:
1) Merupakan kegiatan yang hasilnya dapat dijadikan dasar dalam
melakukan promosi, menghentikan pelaksanaan pekerjaan yang
keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama,
menetapkan pemberian penghargaan atau balas jasa, dan
merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja
melalui perencanaan sumber daya manusia;
2) Menghasilkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria
dalam membuat tes (test) yang validitasnya tinggi;
3) Menghasilkan informasi sebagai umpan balik (feedback) bagi
pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan
memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan
pekerjaan;
4) Berisi informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik
yang berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan atau
keahlian dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap terhadap
pekerjaannya;
5) Memberikan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut
pembidangannya maupun berdasarkan penjenjangannya dalam
struktur organisasi atau organisasi.

Dari uraian tujuan penilaian kinerja baik secara umum ataupun secara
khusus yang dilakukan oleh manajemen organisasi atau organisasi tiada lain
adalah untuk mengetahui kemampuan atau kinerja Pegawainya.
66

2.5.4 Persyaratan Penilaian Kinerja


Untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja, Gomes (2017:
137) mengklasifikasikan penilaian kinerja dalam tiga tipe yang berbeda, yaitu
:
a. Results-based performance evaluation, Tipe penilaian kinerja yang
dilakukan dengan merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan
organisasi dan melalkukan pengukuran hasil-hasil akhir
b. Behavior-based performance evaluation; Tipe penilaian kinerja yang
bermaksud untuk mengukur tercapai sasaran (goal), dan bukan hasil
akhirnya (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan yang
tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang obyektif karena
melibatkan aspek-aspek kualitatif.
c. Judment-based performance evaluation; Tipe penilaian kinerja yang
menilai atau mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan perilaku yang
spesifik, seperti Quantity Of Work, Quality of work, Job knowledge,

2.5.5 Kegunaan Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja harus mengkaji kinerja kerja Pegawai. Suatu
penilaian kinerja yang mengkaji kepribadiaan Pegawai yang kurang berguna
untuk mengkaji produktivitas atau kontribusi yang telah diberikan untuk
mencapai sasaran-sasaran organisasi. Bila penilaian kinerja dilakukan
sewajarnya, orang yang dinilai akan meninggalkan pertemuan tersebut
dengan suatu pemahaman bagaimana agar dapat mencapai sasaran-sasaran
kerja.
Thomas C. Alewine dalam A. Dale Timpe, mengemukakan
pendapatnya, bahwa “sasaran proses penilaian adalah untuk membuat
Pegawai memandang diri mereka sendiri seperti adanya, mengenali
67

kebutuhan perbaikan kinerja kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat
rencana perbaikan kinerja”.
Berkaitan dengan pendapat di atas, maka penilaian adalah waktu ideal
untuk memuasatkan perhatian kepada sasaran-sasaran individu, bukan sasaran
unit. Ini adalah peluang untuk menyentuh bagian dasar dan membandingkan
hasil-hasil kerja dengan tolok ukur yang telah disepakati sebelumnya.
Pengawas memberikan penghargaan atas prestasi dan pekerjaan yang
dilakukan dengan memuaskan. Pegawai diberi peluang untuk mengatakan
kepada pengawas alasan mereka tidak berprestasi seperti yang telah
disepakati. Kemudian, akan ada penelitian timbal balik mengapa sasaran
dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi.
Berkaitan dengan kegunaan penilaian kinerja pegawai Rivai (2010:58-
60) mengemukakan pendapatnya, yaitu sebagai berikut :
a. Performance Improvement, yakni penilaian untuk memperbaiki
kinerja pegawai, manajer, dan supervisor dimasa yang akan datang;
b. Compensation Adjustment, yaitu untuk membantu dalam pengambilan
keputusan penentuan siapa yang seharusnya menerima kenaikan
pembayaran dalam bentuk upah, bonus, ataupun bentuk lainnya yang
didasarkan pada sistem merit;
c. Placement Decisions, yaitu untuk promosi, transfer ataupun
penurunan jabatan atau pangkat biasanya didasarkan pada kinerja
masa lalu dan bersifat antisipatif;
d. Training and Development Need, yaitu untuk melakukan pelatihan,
sehingga setiap pegawai selalu memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri;
e. Career Planning and Development, yakni penilaian untuk proses
pengambilan keputusan utamanya karier yang spesifik dari pegawai,
sebagai tahapan untuk mengembangkan diri pegawai;
f. Staffing Process Deficiencies, yakni penilaian guna mengetahui
kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di
departemen sumber daya manusia (SDM);
68

g. Informational Inaccuracies, yaitu penilaian untuk mengetahui adanya


kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau
hal lain dari sistem SDM. Hal demikian akan mengarah pada
ketidaktepatan dalam keputusan memperkerjakan pegawai, pelatihan
dan konseling;
h. Job Design Errors, yakni penilaian untuk mengetahui kesalahan
dalam rancangan pekerjaan atau kurang tepat;
i. Equal Employment Opportunity, yaitu penilaian untuk menjamin
bahwa keputusan penempatan internal bukanlah merupakan sesuatu
yang diskriminatif;
j. External Challenges, yaitu penilaian untuk mengetahui pengaruh
faktor eksternal seperti keluarga, finansial, kesehatan ataupun
masalah-masalah lainnya, terhadap kinerja;
k. Feedback to Human Resource, yaitu penilaian untuk mengetahui
kinerja dari fungsi departemen SDM.

Dengan adanya penilaian kinerja ini hendaknya pemimpin organisasi/


manajer memfokuskan juga pada kebijakan proses karir (career management)
pada organisasi/ organisasi. Karena dengan penilaian tersebut akan
memberikan suatu peluang yang baik untuk meninjau rencana karir
Pegawai/staf melalui kelebihan dan kelemahannya yang telah
ditunjukkannya. Moundy dalam Sukmalana (2014:349)
menyatakan :”Performance appraisal is a formal system of periodic review
and evaluation of an individuals job performance”. Kemudian Ghomez &
David (1998) dalam Sukmalana (2014:349) menyatakan : “Performance
appraisal in values the identification, measurement and management of
human performance in organizations”.
Informasi penilaian kinerja dapat dipakai oleh pimpinan untuk
mengelola kinerja pegawainya dan mengungkap kelemahan kinerja
pegawai sehingga pimpinan dapat menentukan tujuan maupun peringkat
target yang harus diperbaiki. Tersedianya informasi kinerja pegawai,
69

sangat membantu pimpinan dalam mengambil langkah perbaikan


program–program kepegawaian yang telah dibuat, maupun program–
program organisasi secara menyeluruh. Adapun secara terperinci manfaat
penilaian kinerja bagi organisasi adalah:
a. Penyesuaian – penyesuaian kompensasi
b. Perbaikan kinerja
c. Kebutuhan latihan dan pengembangan
d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, m utasi,
pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.
e. Untuk kepentingan penelitian kepegawaian
f. Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai.

2.5.6 Dimensi-dimensi Kinerja


Dimensi atau indkator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi
ukuran dalam menilai kinerja. Dimensi dan indikator dijadikan tolok ukur
dalam menilai kinerja dan akan sangat diperlukan karena bermanfaat baik
bagi banyak pihak. Jerry Harbour, merekomendasikan dimensi pengukuran
kinerja dengan enam aspek, yaitu :
a. Produktivitas; kemampuan dalam menghasilkan barang dan jasa.
b. Kualitas; pemroduksian barang dan jasa yang dihasilkan memenuhi
standar kualitas.
c. Ketepatan waktu; waktu yang diperlukan dalam menghasilkan produk
barang dan jasa tersebut.
d. Putaran waktu; waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses perubahan
barang dan jasa tersebut kemudian sampai pada pengguna/konsumen.
e. Penggunaan sumber daya; sumber daya yang diperlukan dalam
menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
f. Biaya; yaitu biaya yang diperlukan.
70

Sedangkan John Miner dalam Sudarmanto (2015:11) mengemukakan


empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja
individu, yaitu :
a. Kualitas; yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
b. Kuantitas; yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
c. Penggunaan waktu dalam kerja; yaitu tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif.
d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.

Bernardin dalam Sudarmanto (2015:11) menyampaikan enam


kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu :
a. Quality terkait dengan proses atau mendekati sempurna/ideal dalam
memenuhi maksud atau tujuan.
b. Quantity terkait dengan satuan jumlah yang dihasilkan.
c. Timeliness terkait dengan waktu yang diperlukan dalam
menyelesaikan aktivitas atau menghasilklan produk.
d. Need For Supervision terkait dengan kemampuan individu dapat
menyelesaikan pekerjaan atau fungsi-fumngsi pekerjaan tanpa
asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan.
e. Interpersonal Impact terkait dengan kemampuan individu dalam
meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerjasama di
antara sesama pekerja anak buah.

Menurut Mitchell dalam Mangkunegara (2016:9) dimensi-dimensi


dalam kinerja pegawai meliputi :
a. Quality of work (kualitas kerja)
b. Promptness (ketepatan waktu)
c. Initiative (Inisiatif)
d. Capability (kemapuan)
e. Communication (komunikasi)
71

2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan


Sebagai bahan perbandingan, penulis mencoba menyajikan hasil
penelitian yang relevan dari beberapa peneliti terdahulu tentang variabel
motivasi, kompensasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai, seperti yang
tersaji dalam tabel dibawah ini :

Tabel : 2.1
Hasil Penelitian lain yang relevan

No Nama & Tahun Judul Perbedaan Persamaan


1. Livia Dea Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan kerja Kepuasan kerja
Yuliani, Tesis, Kepuasan Kerja tidak menjadi sebagai variabel
Universitas Terhadap Kinerja variabel independent,
Telkom,Bandung, Karyawan disalahsatu interventing dan Kinerja
2017 Bank Milik Pemerintan sebagai variabel
Indonesia dependent

2. Iwan kurnia Pengaruh Kepuasan Tidak mengukur Kepuasan kerja


wijaya, Tesis, Kerja Terhadap Kinerja faktor yang berpengaruh
Pascasarjana Karyawan CV. Bukit mempengaruhi langsung
Universitas Kristen Sanomas kepuasan kerja terhadap kinerja
Petra , Surabaya, pegawai
2018
3. Herudini,Tesis, Hubungan antara kepuasan kerja Kepuasan kerja
Pascasarjana Motivasi dan Kepuasan tidak menjadi berpengaruh
USU Medan, Kerja terhadap Kinerja variabel langsung
2017 Terhadap Karyawan interventing terhadap kinerja
PLTR Batan pegawai

4. Mohammad Rifky Pengaruh Motivasi Kerja kepuasan kerja Kepuasan kerja


Bagus Pratama, dan Kepuasan Kerja tidak menjadi berpengaruh
72

No Nama & Tahun Judul Perbedaan Persamaan


Tesis,Pascasarjan Terhadap Kinerja (Studi variabel langsung
Universitas pada Karyawan Giant interventing terhadap kinerja
Brawijaya, 2017 Hypermarket Mall Olympic pegawai
Garden Malang)

5. Nurul Hidayah, Pengaruh Kompenasi Tidak mengukur Kepuasan kerja


Tesis, Pascasarjana terhadap Kinerja Karyawan motivasi kerja menjadi
Universitas Negeri Melalui Kepuasan Kerja kariawan variable
Yogyakrta, 2016 Sebagai Variabel (Studi intervening
Kasus pada Karyawan
Bagian Keuangan dan
Akuntansi Universitas
Negeri Yogyakarta)
6. Desy Oktawaty, Pengaruh Kompensasi dan Komepensasi Kinerja sebagai
Tesis, Pascasarjana Motivasi terhadap Kinerja sebagai variable variable
Universitas Pegawai Dinas Pendapatan independen dependen
terbuka, 2016 Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten
Sarolangun ( DPPKAD)
7. Rizki Afrisalia Analisis Pengaruh Motivasi Hasil pengelitian Kepuasan kerja
Nitasari, Tesis, Kerja Terhadap Kinerja menunjungan sebagai variable
Pascasarjana Karyawan dengan hubungan yang interveling
Universitas Kepuasan Kerja Sebagai
kurang erat
Diponogoro Variabel Intervening pada
Semarang, 2017 PT. Bank Central Asia Tbk,
Cabang Kudus
8. Ni Made Pengaruh Kompensasi dan Kompensasi Kepuasan Kerja
Nurcahyani, Tesis, motivasi terhadap Kinerja sebagai variable sebagai variable
Pascasarjana Karyawan dengan independent dan intervening.
Universitas Kepuasan Kerja Sebagai
motivasi sebagai
Udayana Bali, 2016 Variabel Intervening.
variable
dependen
73

2.7 Hubungan Antar Variabel


2.7.1 Hubungan Motivasi dengan Kompensasi
Menurut Handoko (2008:155) menyatakan bahwa “bila para pegawai
memandang kompensasi mereka tidak memadai, motivasi dan kepuasan kerja
mereka bisa turun secara drmatais”. Dari pendapat ini jelas bahwa terdapat
hubungan yang jelas antara motivasi dan pemberian motivasi. Artinya, bila
kompensasi diberikan secara benar para pegawai akn lebih terpuaskan dan
termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.

2.7.2 Pengaruh Motivasi dan Kompensasi terhadap kepuasan kerja


Jika dikelola dengan baik, motivasi dan kompensasi akan
meningkatkan kepuasan kerja para pegawainya. Teori yang mengemukakan
tentang pengaruh motivasi dan kompensasi yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja adalah Edwin B. Filippo yang menyatakan bahwa
“kompensasi dan motivasi kerja merupakan hal pendorong kepuasan kerja
pegawai dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pegawai”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat “Hubungan positif dan
signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja”. Karena kepuasan kerja
dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi.

2.7.3 Pengaruh kepuasan kerja terhadap Kinerja Pegawai


Pegawai yang mendapat kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan
kehadiran yang lebih baik juga berprestasi lebih baik dari pada pegawai yang
tidak mendapat kepuasan kerja, Menurut Dessler bahwa secara historis
seorang pekerja yang mendapat kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan
dengan baik.
Menurut Gibson, ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)
Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor
psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
74

3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,


sistem penghargaan (reward system).
Menurut Sudarmanto (2015:30) menyatakan bahwa banyak faktor
yang menyebabkan sumber daya manusia memiliki kinerja unggul, sehingga
mampu mendorong keberhasilan organisasi. Selanjutnya, Sudarmanto
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat menentukan terhadap kinerja
individu dalam berbagai literatur antara lain : motivasi keja, kepuasan kerja,
desain pekerjaan, komitmen, kepemimpinan, partisipasi, fungsi-fungsi
manajemen, kejelasan arah karier, kompetensi, budaya organisasi, dan sistem
penghargaan (kompensasi),

2.8 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan
pada hasil telaah teoritis seperti yang telah diuraikan diatas yang akan
memberikan landasan dan arah untuk menuju pada penyusunan kerangka
pemikiran teoritis, berikut ini kerangka pemikiran teoritis yang dimaksud :
75

MOTIVASI KERJA
MOTIVASI KERJA
(X1)
(X1)
Kebutuhan prestasi
Kebutuhan prestasi
Kebutuhan kekuasaan
Kebutuhanafiliasi
Kebutuhan kekuasaan
Kebutuhan afiliasi
(Mc. Clelland, dalam
(Mc. Clelland,2016:67)
Sedarmayanti dalam
Sedarmayanti 2016:67) KINERJA
KINERJAPEGAWAI
PEGAWAI
(Z)
(Z)
Jumlah
Jumlah
pekerjaan
pekerjaan
(Quantity
(Quantityofof
work
work) )
KEPUASAN
KEPUASANKERJA KERJA Kualitas
Kualitas
(Y)(Y) pekerjaan
pekerjaan
Intrinsik (Quality
(Qualityofof
Intrinsik
Ekstrinsik work)
work)
Ekstrinsik Pemahaman
Pemahaman
prosedur
prosedurkerja
kerja
Luthans
Luthansdalam
dalamSopiah,
Sopiah, (Job
(2008:170) (Job
(2008:170) knowledge
knowledge) )
Menyesuaikan
Menyesuaikan
diri
diri
(Creativeness)
(Creativeness)
Kerja
Kerjasama
sama
KOMPENSASI (Cooperation)
(Cooperation)
KOMPENSASI Mandiri
(X2) Mandiri
(X2) (Dependability
(Dependability
Langsung ))
Langsung
Tidak Langsung Inisiatif
Tidak Langsung Inisiatif
(Initiative
(Initiative) )
Veitzal Riva’i (2010:357) Kualitas
KualitasDiriDiri
Veitzal Riva’i (2010:357) (Personal
(Personal
qualities)
qualities)
Cardoso
CardosoGomes
Gomes
(2010:142)
(2010:142)

Gambar 2.1 Paradigma penelitian


76

2.9 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran tentang
pengaruh kompetensi, kompensasi dan motivasi kerja terhadap kinerja
Pegawai Administrasi Universitas Islam Bandung yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada Pegawai
Administrasi Universitas Islam Bandung
2. Terdapat pengaruh Kompensasi terhadap kepuasan kerja pada
Pegawai Administrasi Universitas Islam Bandung.
3. Terdapat pengaruh motivasi dan kompensasi terhadap kepuasan kerja
pada Pegawai Administrasi Universitas Islam Bandung.
4. Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pada Pegawai
Administrasi Universitas Islam Bandung.

Anda mungkin juga menyukai